Você está na página 1de 20

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan waktu yang ditentukan yang berjudul tentang “Asuhan
Keperawatan Pada Bayi Baru Lahir Dengan Asfiksia Neonatorum”

Tugas ini dilakukan untuk menerapkan Teori yang diperoleh di bangku perkuliahan dan
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas II.

Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ns. Friadini, S.Kep, Sebagai Dosen Mata Kuliah Keperawatan Maternitas II yang telah
memberikan petunjuk, saran dan bimbingan.

2. Semua rekan – rekan yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan dan penyusunan
makalah ini.

Makalah ini dibuat sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan. Oleh sebab itu penulis
mengharapkan kritikan, saran dan masukan demi kesempurnaan makalah ini agar dimanfaatkan
sebagaimana mestinya.

Pariaman, 30 Desember 2010

(Kelompok I)

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Neonatus adalah organisme pada periode adaptasi kehidupan intra uterus ke
kehidupan ekstra uterin hingga berusia kurang dari 1 bulan. Asfiksia neonatorum adalah
keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir.
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport
O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan
mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia.

Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989). Asfiksia
neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga
dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk
dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 1998). Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi
baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah
lahir (Mansjoer, 2000)

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian.
Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya (Saiffudin, 2001). Asfiksia
lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2),
dan asidosis (penurunan PH).

Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan /


persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan
bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat
reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan
yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung.
Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan

ii
teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada
dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan
darah. Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan
asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila
gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh,
sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang
terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi
pengisian udara alveoli yamh tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh
darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan
kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.

1.2. TUJUAN PENULISAN


1.2.1 Tujuan Umum
Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Bayi Baru Lahir Dengan Asfiksia
Neonatorum.

1.2.2 Tujuan Khusus


1) Mampu memahami dan mengindentifikasi masalah pada bayi baru lahir
dengan Asfiksia Neonatorum.

2) Mampu melakukan pengkajian pada bayi baru lahir dengan masalah asfiksia
neonatorum.

3) Mampu merumuskan diaganosa keperawatan pada bayi baru lahir dengan


asfiksia neonatorum.

4) Mampu menyusun rencana intervensi pada bayi baru lahir dengan asfiksia
neonatorum.

5) Mampu mengaplikasikan tindakan nyata / implementasi pada bayi baru lahir


dengan asfiksia neonatorum.

6) Mampu menilai / mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan.

iii
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. PENGERTIAN

 Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan
pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam
persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia.
 Asfiksia neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah dilahirkan (Mochtar, 1989).

 Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat
buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 1998)

 Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)

 Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia
juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001).

 Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan


PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).

2.2. KLASIFIKASI ASFIKSIA


Asfiksia Neonatorum Di Klasifikasikan sebagai berikut:

1) Asphyksia Ringan ( Vigorus Baby)

Skor APGAR 7 – 10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.

iv
2) Asphyksia Sedang ( Mild Moderate Asphyksia)

Skor APGAR 4 – 6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari
100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.

3) Asphyksia Berat

Skor APGAR 0 – 3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari
100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang – kadang pucat, reflek
iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus
menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung
menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.

2.3. ETIOLOGI
Menuut Towel (1996) mengajukan beberapa factor yang menyebabkan terjadinya asfiksia :

1) Faktor Ibu

a) Hipoksia Ibu

Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi
dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.

b) Gangguan Aliran Darah Uterus

Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran


oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada
gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan,
hipertensi pada penyakit eklamsi.

c) Ibu yang mengalami anemia, diabetes mellitus, ketuban pecah dini, infeksi,
penyakit jantung, dan riwayat lahir mati.

v
2) Faktor Plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta,
asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya
perdarahan plasenta, solusio plasenta.

3) Faktor Janin / Fetus

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh


darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan
aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan talipusat menumbung, melilit leher,
kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin.

4) Faktor Persalianan

Karna persalinan yang berlangsung lama, forcep / cunam, section caesarea.

5) Faktor Neonatus (Bayi Baru Lahir)

Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal yaitu
pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma yang terjadi saat persalinan
misalnya perdarahan intra kranial, kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia
diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru.

2.4. TANDA DAN GEJALA


Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardivaskuler yang disebabkan
oleh beberapa keadaan diantaraya :

a) Hilang sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.

b) Terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk


otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.

c) Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah mengalami gangguan.

vi
Gejala Klinis :

Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode
yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung
juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara berangsur – agsur
berkurang dari bayi memasuki periode apneu primer.

Gejala dan tanda pada asfiksia neunatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan
cepat, pernafasan cuping hidung, sianosisus, nadi cepat.

Gejala Lanjut Pada Asfiksia :

1) Pernafasan megap – megap yang dalam.

2) Denyut jantung terus menurun.

3) Tekanan darah mulai menurun.

4) Bayi terlihat lemas (flaccid).

5) Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)

6) Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2).

7) Menurunnya PH (akibat acidosis respoiraktorik dan metabolic).

8) Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob.

9) Terjadinya perubahan sistem kardivaskuler.

vii
TANDA 0 1 2 JUMLAH
NILAI

Frekwensi Tidak ada Kurang dari 100 Lebih dari 100


jantung X/menit X/menit

Usaha Tidak ada Lambat, tidak Menangis kuat


bernafas teratur

Tonus Lumpuh Ekstremitas Gerakan aktif


otot fleksi sedikit

Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Menangis

Warna Biru / pucat Tubuh Tubuh dan


kemerahan, ekstremitas
ekstremitas biru kemerahan

APGAR SCORE

Nilai 0 – 3 : Asfiksia Berat


Nilai 4 – 6 : Asfiksia Sedang
Nilai 7 – 10 : Normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5
menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7.
Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan
prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir
bila bayi tidak menangis.

viii
2.5. PATOFISIOLOGI
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap
nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2
terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini
rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan
menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian
terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi
atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang

Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang
dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi
akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki
periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar
O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan
dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan


fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yamh tidak adekuat sehingga
menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak
yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.

ix
2.6. WEB OF CAUSATION (WOC) ASFIKSIA NEONATORUM.

Persalinan Lilitan Tali Presentasi Janin Paralisis Pusat Hipoksia Pada


Lama Pusat Abnormal Pernafasan Ibu

ASFIKSIA

Janin Ke (-) O2 & Kadar Paru – Paru Terisi


CO2 Meningkat Cairan

Nafas Suplay O2 Ke Paru


Cepat – Paru Menurun Suplay O2
MK : Bersihan Jalan
Dalam Darah
Nafas Tidak Efektif
Menurun
Apneu
Kerusakan
Otak MK : Resiko
Ketidakseimbangan Gangguan Metabolisme &
Suhu Tubuh Perubahan Asam Basa
DJJ & TD
Menurun Kematian
Bayi

Asidosis
Janin Tidak Bereaksi Respiratorik
MK : Resiko k
Terhadap Ransangan
Cidera
Gangguan Perfusi
MK : Proses
Ventilasi
Keluarga Terhenti

MK : Kerusakan
MK : Pola Nafas Pertukaran Gas
Tidak Efektif

x
2.7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah
menunjukkan asfiksia bermakna.

 Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15 – 20 gr dan Ht 43% - 61%.

 Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-
antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.

 Penilaian APGAR Score

 Pemeriksaan EGC dab CT – Scan

 Pengkajian Spesifik

 Elektrolit Darah : darah rutin analisa gas darah, serum elektrolit.

 Baby Gram (RO Dada).

 USG ( Kepala).

2.8. PENATALAKSANAAN
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir
yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa
yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang
dikenal dengan ABC resusitasi :

1) Memastika Saluran Nafas Terbuka :

 Meletakan bayi dalam posisi yang benar

 Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea

 Bila perlu masukan Et untuk memastikan pernapasan terbuka.

2) Memulai Pernapasan :

 Lakukan rangsangan taktil.

 Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau menepuk telapak kaki.

xi
 Lakukan penggosokan punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh,
tungkai dan kepala bayi.

 Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif

3) Mempertahankan Sirkulasi Darah :

Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu
menggunakan obat – obatan.

Cara Resusitasi Dibagi Dalam Tindakan Umum Dan Tindakan Khusus :

1. Tindakan Umum

a) Pengawasan suhu

b) Pembersihan jalan nafas

c) Rangsang untuk menimbulkan pernafasan.

2. Tindakan Khusus

a) Asphyksia berat

Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki


ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik
dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg.
Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas
natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-
4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena
umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak
telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan
positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan
pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan
dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam
perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali
kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai
kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang

xii
belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis
jalan nafas.

b) Asphyksia sedang

Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-
60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan,
ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi
diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan
membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan
kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding
toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan,
usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai
dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak
langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi
dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi
dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas
spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah
dilakukan berberapa saat terjasi penurunan frekuensi jantung atau perburukan
tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan
glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak
memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan
adekuat.

2.9. KOMPLIKASI

1) Otak : Edema Otak, Perdarahan Otak


2) Jantung dan Paru : Hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru, edema
paru.
3) Ginjal : Tubular nekrosis akut.
4) Hiperbilirubenimia.

xiii
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA NEONATORUM

3.1. PENGKAJIAN

1) Identitas Klien & Keluarga

 Nama ORTU Nama Anak :


 Umur Umur :
 Alamat Alamat :
 Pekerjaan - :

2) Riwayat Kesehatan

 Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)

Pada umumnya bayi baru lahir dengan asfiksia akan kelihatan membiru, nafas
mengap – mengap, denyut jantung menurun, tekanan darah menurun, perubahan pada
system kardiovaskuler dan bayi tampak lemas.

 Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)

 Riwayat Hipoksia pada Ibu yang terjadi karena hipoventilasi.


 Riwayat paralisis pusat pernafasan (karna trauma dari dalam dan dari luar).
 Riwayat hipotensi mendadak.
 Riwayat ibu dengan anemia.
 Riwayat lahir mati.
 Riwayat solusio plasenta (Perdarahan pada plasenta).
 Riwayat Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir.
 Riwayat persalinan yang berlangsung lama.
 Riwayat pemberian analgesic / anastesi yang berlebihan pada ibu.

 Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)

Apakah ada anggota keluarga yang lahir sebelumnya mengalami asfiksia.

xiv
3) Pemeriksaan Fisik (Data Dasar)

 Sirkulasi  Nadi apical cepat atau tidak,teratur atau tidak, Tali pusat putih dan
bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena
 Eliminasi  Dapat berkemih sejak lahir.
 Neurosensori  tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak buncit, ukuran
kepala besar dalam hubungan dengan tubuh, sutura mungkin mudah digerakkan,
fontanel mungkin besar, reflek tergantung pada usia gestasi.
 Pernafasan  Nilai apgar score rendah, pernapasan dangkal, tidak teratur,
mengorok, pernapasan cuping hidung, retrakasi suprasternal, adanya bunyi mengi
selama fase inspirasi dan ekspirasi warna kulit.
 Keamanan  Suhu berfluaktasi dengan mudah, menangis mungkin lemah,
menggunakan otot – otot bantu nafas.
 Makanan / Cairan  Berat badan kurang dari 2500 gr, Panjang badan : 44 – 45 cm,
turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi).

3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Pola nafas tidak efektif b.d imaturitas paru dan neuromuskuler, penurunan energy, dan
keletihan.
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi mekanis (adanya secret) / produksi mucus
banyak.
3) Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4) Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
5) Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada
agen-agen infeksius.
6) Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d kelahiran preterm, lingkungan NICU
tidak alami, perpisahan dari orang tua.
7) Perubahan proses keluarga b.d krisis situasi / maturasi, gangguan proseses kedekatan
orang tua.
8) Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.

xv
3.3. RENCANA INTERVENSI / INTERVENSI KEPERAWATAN

1) DX : Pola nafas tidak efektif b.d imaturitas paru dan neuromuskuler, penurunan energy,
dan keletihan.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola


nafas menjadi efektif.

Kriteria Hasil :

 Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.


 Jalan nafas tetap paten.
 Pernafasan memberikan oksigenasi dan pembuangan CO2 yang adekuat
 Frekuensi dan pola nafas dalam batas yang sesuai
 Ekspansi dada simetris.
 Tidak ada bunyi nafas tambahan.
 Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
 Oksigenasi jaringan adekuat

Intervensi Rasional
1) Tempatkan pada posisi terlentang dengan 1) Untuk mencegah adanya penyempitan
leher sedikit ekstensi dan hidung jalan nafas
menghadap ke atas.
2) Observasi adanya penyimpangan dari fungsi 2) Mengenali tanda – tanda asfiksia berlanjut /
yang di inginkan, kenali tanda-tanda asfiksia berat.
sianosis,pernafasan cuping hidung 3) Untuk menghilangkan mucus yang
3) Lakukan penghisapan (suction) terkumulasi dari nasofaring,tracea
4) Lakukan perkusi,vibrasi,dan postural 4) Untuk memudahkan drainase secret
drainage sesuai indikasi 5) Pertahankan suhu lingkungan yang netral
5) Pertahankan suhu lingkungan yang netral

xvi
2) DX : Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi mekanis (adanya secret) / produksi
mucus banyak.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan


nafas lancar.

NOC I :

Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas

Kriteria Hasil :

 Tidak menunjukkan demam.


 Tidak menunjukkan cemas.
 Rata-rata repirasi dalam batas normal.
 Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
 Tidak ada suara nafas tambahan.
NOC II :

Status Pernafasan : Pertukaran Gas

Kriteria Hasil :

 Mudah dalam bernafas.


 Tidak menunjukkan kegelisahan.
 Tidak adanya sianosis.
 PaCO2 dalam batas normal.
 PaO2 dalam batas normal.
 Keseimbangan perfusi ventilasi

xvii
Keterangan Skala :
 Skala 1 : Selalu Menunjukkan
 Skala 2 : Sering Menunjukkan
 Skala 3 : Kadang Menunjukkan
 Skala 4 : Jarang Menunjukkan
 Skala 5 : Tidak Menunjukkan

NIC I : Suction jalan nafas

Intevensi :
 Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal.
 Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction
 Beritahu keluarga tentang suction
 Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.
 Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan
sesudah suction.

NIC II : Resusitasi Neonatus


 Siapkan perlengkapan resusitasi sebelum persalinan.
 Tes resusitasi bagian suction dan aliran O2 untuk memastikan dapat berfungsi
dengan baik
 Tempatkan BBL di bawah lampu pemanas radiasi.
 Masukkan laryngoskopy untuk memvisualisasi trachea untuk menghisap
mekonium.
 Intubasi dengan endotracheal untuk mengeluarkan mekonium dari jalan nafas
bawah.
 Berikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau punggung bayi.
 Monitor respirasi.
 Lakukan auskultasi untuk memastikan vetilasi adekuat.

xviii
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Hassan, R dkk. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 3. Jakarta : Informedika

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid II. Jakarta : Media
Aesculapius.

Santosa, B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Definisi dan Klasifikasi. Jakarta :
Prima Medika.

Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria Hasil
NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC

Manuaba, I. B. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta :
EGC

Mochtar. R. 1989. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC

Saifudin. A. B. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Straight. B. R. 2004. Keperawatan Ibu Baru Lahir. Edisi 3. Jakarta : EGC


terdapat pada http://www.freewebs.com/asfiksia/polacederaasfiksia.htm

xix
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ........................................................................... 1

1.2. Tujuan ...................................................................................... 2

1.2.1 . Tujuan Umum ................................................................. 2

1.2.2. Tujuan Khusus .............................................................. 2

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian ................................................................................... 3

2.2 Klasifikasi ................................................................................... 3

2.3 Etiologi ........................................................................................ 4

2.4 Manifestasi Klinis ....................................................................... 5

2.5 Patofisiologi ............................................................................... 8

2.6 Web Of Causation (WOC) .......................................................... 9

2.7 Pemeriksaan Diagnostik.............................................................. 10

2.8 Penatalaksanaan .......................................................................... 10

2.9 Komplikasi ................................................................................. 12

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian .................................................................................. 13

3.2 Diagnosa Keperawatan .............................................................. 14

3.3 Intervensi Keperawatan .............................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA

xx

Você também pode gostar