Você está na página 1de 19

REFLEKSI KASUS NOVEMBER 2017

ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER


(ADHD)

Nama : Ilham Armadi


No. Stambuk : N 111 17 077
Pembimbing : dr. Suldiah, Sp. A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU

1
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau gangguan aktivitas


dan perhatian (gangguan hiperkinetik) adalah suatu gangguan psikiatrik yang
cukup banyak ditemukan dengan gejala utama inatensi (gangguan pemusatan dan
susah untuk fokus dalam 1 hal), membuat rencana realistik, hiperaktivitas, tidak
bisa berpikir sebelum bertindak, impulsivitas yang tidak konsisten dengan tingkat
perkembangan anak, remaja, atau orang dewasa. ADHD (Attention Deficit
Hyperactivity Disorder) adalah kelainan hiperaktivitas kurang perhatian yang
sering ditampakan sebelum usia 4 tahun dan dikarakarakteriskan oleh inatensi,
impulsive dan hiperaktif. ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit
Hyperactivity Disorder, suatu kondisi yang pernah dikenal sebagai Attention
Deficit Disorder (Sulit memusatkan perhatian), Minimal Brain Disorder (Ketidak
beresan kecil di otak), Minimal Brain Damage (Kerusakan kecil pada otak),
Hyperkinesis (Terlalu banyak bergerak / aktif), dan Hyperactive (Hiperaktif).
Biasanya pada waktu anak ADHD mencapai remaja atau dewasa, gejala
hiperaktivitas dan impulsivitas cenderung menurun meskipun gejala inatensinya
kadang- kadang masih tetap ada. Terdapat kira-kira 3 - 5% anak usia sekolah
menderita ADHD.1,2,3,4
Anak-anak dengan ADHD bisa dikenali di klinik, di sekolah, maupun di
rumah. Kurangnya perhatian mereka nampak pada saat sering melamun, bingung,
dan kesulitan dalam mengerjakan satu tugas selama periode waktu tertentu yang
diperpanjang. Seiring dengan perhatian mereka yang mudah beralih dari satu
stimulus ke stimulus lainnya, mereka seringkali meninggalkan orang tua atau guru
dengan kesan bahwa mereka tidak mendengarkan.2
Hiperaktivitas seringkali muncul dalam bentuk kegelisahan, bicara
berlebihan, ditoleransi dengan buruk di sekolah, serta membuat frustasi orang tua
yang seringkali kehilangan mereka di tengah banyak orang dan tidak dapat
membuat mereka tidur sesuai dengan jam tidurnya. Sedangkan impulsivitas

2
nampak mudah mendapat kecelakaan, menciptakan masalah dengan teman
sebaya, dan mengganggu suasana kelas yaitu ketika mereka menjawab tanpa
berfikir, mengganggu orang lain, atau beralih dari pekerjaan sekolah menuju
aktivitas lain yang kurang pantas.1,2
Pada kehidupan selanjutnya apabila tidak ditangani dengan baik maka
ketiga gejala tersebut dapat menyebabkan menurunnya harga diri, menurunnya
prestasi akademik, dan timbulnya gangguan dalam hubungan interpersonal pada
saat remaja maupun dewasa. Sedangkan dampak anak ADHD pada keluarga dapat
menyebabkan keluarga merasa bersalah, depresi, mengalami stres yang berat,
isolasi sosial, dan bahkan bisa mengalami masalah perkawinan maupun
pekerjaan.3,5
Sampai saat ini memang belum ada teori yang menyebutkan penyebab pasti
dari ADHD, namun beberapa teori menyebutkan adanya berbagai faktor yang ikut
berperan, diantaranya adalah : genetik, minimal brain damage, neurobiologi,
neurokimiawi, psikososial, makanan, dan lain sebagainya. Usaha-usaha untuk
mencari penyebab yang pasti dari gangguan ini memang belum menghasilkan
kesepakatan yang jelas, namun demikian tidaklah diragukan lagi bahwa faktor
neurobiologi memiliki peran dan pengaruh yang cukup besar terhadap timbulnya
ADHD tersebut. Hal ini bisa dimengerti mengingat atensi atau perhatian yang
merupakan aktifitas mental dalam memilah berbagai macam rangsangan sensorik
yang masuk untuk diberi respon, dalam prosesnya melibatkan berbagai sistim
yang ada dalam otak. Bila ada gangguan di bagian otak yang terkait dengan fungsi
atensi, maka hal tersebut akan menimbulkan gangguan dalam pemusatan
perhatiannya. Itulah sebabnya pemahaman aspek neurologis terhadap ADHD
diperlukan agar dapat dilakukan penanganan sedini dan seholistik mungkin
sehingga bisa mengurangi berbagai dampak negatif yang lebih buruk pada anak
ADHD, orang tua, sekolah, maupun masyarakat.1,2

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah
gangguan perilaku yang ditandai inattentiveness atau gangguan pemusatan
perhatian dan gangguan konsentrasi, impulsivitas yaitu berbuat dan
berbicara tanpa memikirkan akibatnya, disertai hiperaktif (overactivity)
yang tidak sesuai dengan umur perkembangannya.1

2.2 Epidemiologi
Sampai saat ini Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) masih merupakan masalah yang serius pada anak-anak

dikarenakan ADHD masih mempunyai angka prevalensi yang tinggi pada anak-anak di seluruh dunia. Pada penelitian yang

dilakukan oleh Jyothsna pada tahun 2013 di India yang melibatkan 770 anak dengan umur antara 6 tahun dan 11 tahun tercatat

prevalensi ADHD adalah sebesar 11.32 % (Gambar 2). Presentase yang ditemukan pada anak laki-laki sebesar 66.7%, sedangkan

pada anak perempuan adalah sebesar 33.3 %5. Hasil penelitian ini ditemukan tertinggi pada anak dengan umur 9 dan 10 tahun dan

ditemukan mayoritas pada anak-anak dengan keadaan sosio ekonomi yang rendah.4

Gambar 2. Prevalensi ADHD pada anak-anak 6-11 tahun

4
Gambar 3. Perbandingan prevalensi ADHD pada anak laki-laki dan perempuan
serta perbandingan prevalensi ADHD pada tingkat sosioekonomi menengah dan
bawah

Dari 34 juta kasus ADHD di USA, Eropa dan Jepang, diperkirakan 31%
menjadi kasus ADHD dewasa (usia > 19 tahun) dan 69% kasus ADHD pada usia
3-19 tahun. Penelitian longitudinal telah membuktikan bahwa sebanyak 2/3 dari
anak-anak ADHD memiliki gejala ADHD yang mengganggu ketika mereka
menjadi dewasa.5
Di Indonesia prevalensi anak ADHD di Indonesia semakin meningkat
menjadi sekitar 5% yang berarti 1 dari 20 anak menderita ADHD. Peningkatan ini
disebabkan oleh berbagai faktor seperti genetik ataupun pengaruh lingkungan
yang lain, seperti pengaruh alkohol pada kehamilan, kekurangan omega 3, alergi
terhadap suatu makanan.5

2.3 Etiologi
Sampai saat ini memang belum ada teori yang menyebutkan penyebab
pasti dari ADHD, namun beberapa teori menyebutkan adanya berbagai faktor

5
yang ikut berperan, diantaranya adalah : genetik, minimal brain damage,
neurobiologi, neurokimiawi dan psikososial. Usaha-usaha untuk mencari
penyebab yang pasti dari gangguan ini memang belum menghasilkan
kesepakatan yang jelas, namun demikian tidaklah diragukan lagi bahwa
faktor neurobiologi memiliki peran dan pengaruh yang cukup besar terhadap
timbulnya ADHD tersebut.6,7,8
Hal ini bisa dimengerti mengingat atensi atau perhatian yang
merupakan aktifitas mental dalam memilah berbagai macam rangsangan
sensorik yang masuk untuk diberi respon, dalam prosesnya melibatkan
berbagai sistim yang ada dalam otak. Bila ada gangguan di bagian otak yang
terkait dengan fungsi atensi, maka hal tersebut akan menimbulkan gangguan
dalam pemusatan perhatiannya. Itulah sebabnya pemahaman aspek neurologis
terhadap ADHD diperlukan agar dapat dilakukan penanganan sedini dan
seholistik mungkin sehingga bisa mengurangi berbagai dampak negatif yang
lebih buruk pada anak ADHD, orang tua, sekolah, maupun masyarakat.9,10
ADHD merupakan kumpulan gejala yang kompleks dengan etiologi
yang bervariasi. Meskipun terdapat bukti bahwa ADHD diturunkan dalam
beberapa keluarga, namun tidak ada bukti mengenai satu pun gen yang
menentukan tipe ADHD. Walau sebagian besar kasus ADHD terjadi pada
anak dengan perkembangan yang normal, ADHD dapat dijumpai pada anak
dengan gangguan perkembangan, termasuk sindrom fetal alcohol dan
sindrom Down, serta pada anak yang pemah mengalami cedera otak dengan
derajat yang bervariasi, termasuk cedera otak perinatal. Biasanya tidak ada
penyebab ADHD yang dapat diidentifikasi. Geiala-gejala ADHD
kemungkinan mempakan kombinasi gejala dari berbagai faktor penyebab,
termasuk etiologi genetik, organik, dan Iingkungan.6

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya ADHD masih sepenuhnya belum jelas, dan
banyak teori yang bermunculan. Salah satunya adalah bahwa pengaruh

6
glukosa dengan terjadinya ADHD. Penelitian lain menyebutkan bahwa
adanya pengaruh gangguan perkembangan neurologis yang mempengaruhi
timbulnya gejala ADHD. Penelitian dengan CT Scan dan MRI telah
membuktikan bahwa ada beberapa tempat di otak yang berfungsi abnormal
pada individu dengan ADHD yakni meliputi regio cortex prefrontalis, cortex
frontalis, cerebellum, corpus callosum dan dua daerah ganglia basalis yakni
globus pallidus dan nucleus caudatus. Demikian juga dari hasil pemeriksaan
PET Scan (Positron EmissionTomography) pada anak-anak ADHD
didapatkan penurunan metabolisme glukose di korteks prefrontal dan frontal
terutama sebelah kanan. 10,11
Beberapa anak menunjukkan kelambatan perkembangan otak
(maturational delay) pada anak ADHD yang biasanya tampak gejalanya
pada usia 5 tahun. Perkembangan otak yang normal, biasanya menunjukkan
pertumbuhan secara cepat terjadi pada usia 3-10 bulan, 2-4 tahun, 6-8 tahun,
10- 12 tahun dan 14-16 tahun. Cerebellum mempunyai fungsi eksekutif
yakni mengatasi masalah, perhatian, “reasioning”, perencanaan, dan
pengaturan tugas individu. Hasil pemeriksaan dengan menggunakan MRI
didapatkan bahwa ada penurunan aktivitas metabolik di daerah daerah di
atas pada individu dengan ADHD. Para peneliti menyatakan bahwa ada
permasalahan dalam pengaturan transmisi saraf.6
(Regulatory Circuits) antara korteks prefrontal, ganglia basal, dan
cerebellum yang diduga merupakan penyebab terjadinya gejala ADHD.
Komunikasi dalam otak dalam area di atas menggunakan neurotransmiter
dopamin dan noradrenalin. Pada anak ADHD terjadi hipofungsi dopamin
dan noradrenalin. Neurotransmiter catecholamine yakni dopamine dan
norepinephrine berperan besar dalam hal atensi, konsentrasi yang
dihubungkan dengan fungsi kognitif misalnya motivasi, perhatian dan
keberhasilan belajar seseorang. 9,10
Noradrenalin diperkirakan mempunyai efek pada fungsi kognitif
individu melalui “postsinaptic alpha 2A adrenergic receptor” pada neuron
kortikal. Noradrenalin berperan penting pada fungsi kognitif yakni pada

7
tuntutan proses yang tinggi (temporal discrimination dan timed choice
reaction). Penekanan pada fungsi noradrenalin menyebabkan kesukaran
melakukan tugas-tugas yang berbeda-beda (timed choice reaction) dimana
tugas-tugas tampak terganggu bila dibutuhkan ketekunan khusus untuk
menyelesaikan tugas tersebut. Fungsi hemisphere kanan terutama untuk
mempertahankan attensi pada stimulasi baru dan fungsi hemisphere kiri
terutama untuk memusatkan perhatian pada stimulasi selektif.11

2.5 Diagnosis
1. Anamnesis
Diagnosis ADHD ditegakkan dengan anamnesis. Dokter harus
mendapatkan riwayat penyakit melalui anamnesis menggunakan
pertanyaan terbuka yang terfokus pada perilaku-perilaku spesifik dan
menggunakan skala penilaian spesifik untuk ADHD. Skala penilaian
ADHD sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis ADHD. Kuesioner
Conners dan formulir Vanderbilt adalah dua kuesioner untuk orangtua
dan guru yang sering digunakan.6
Kriteria diagnostic and Statistical manual of Mental health
Disorder, edisi keempat, untuk mendiagnosis ADHD
A. Salah satu dari 1 atau 2
1. Terdapat minimal enam (atau lebih) geiala-gejala inatensi berikut
yang menetap dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 6
(enam) bulan sampai ke tingkat yang maladaptif dan tidak sesuai
dengan tingkat perkembangan anak:
Inatensi
a. Sering gagal untuk memberikan perhatian yang baik terhadap
haI-hal yang rinci atau sering melakukan kesalahan yang tidak
seharusnya/ceroboh terhadap pekerjaan sekolah, pekerjaan
Iain, atau aktivitas lainnya
b. Sering mengalami kesulitan untuk mempenahankan perhatian
dalam melakukan tugas tanggung jawabnya atau dalam
kegiatan bermain
c. Sering tampak tidak mendengarkan (acuh) pada waktu diajak
berbicara
d. Sering tidak mampu mengikuti aturan atau instruksi dan gagal

8
dalam menyelesaikan tugas-tugaa sekolah. kegiatan sehari-hari
atau pekerjaan di tempat kerja (tidak disebabkan oleh karena
Gangguan Penlaku Menentang atau kesulitan untuk
memahami instruksi)
e. Sering mengalami kesulitan dalam mengorganisasi tugas
tanggung jawabnya atau aktivnas-aktfvitasnya
f. Sering menghindar. tidak suka, atau enggan meiakukan tugas-
tugas yang memeriukan konsentrasi yang lama (misalnya
tugas sekolah atau pekerjaan rumah)
g. Sering kehilangan benda-benda yang diperlukan untuk
mengerjakan tugas atau aktivitasnya (nusatnya mainan, tugas
sekolah, pensil, buku, atau peralatan)
h. Sering teralihkan perhatiannya oleh stimulus dari Iuar
i. Mudah lupa dalam kagiatan sehari-hari.
2. Terdapat minimal enam (atau lebih) gejala-gejala hiperaktivtas-
impulsivitas berikut yang menetap dan telah berlangsung
sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sampai ke tingkat yang
maladaptif dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak
Hiperaktivitas
a. Sering menggerakkan tangan dan kaki dengan gensah atau
tidak dapat duduk diam
b. Sering meninggalkan tempat duduk di ke|as di saat diharapkan
tetap duduk
c. Sering berlari ke sana kemari atau memanjat secara berlebihan
pada situasi yang tidak sehamsnya {pada remaja atau dewasa.
dapat terbatas pada perasaan kegelisahan yang subjektif)
d. Sering kesuiitan bermain atau me!akukan kegiatan waktu Iuang
dengan tenang
e. Sering bergerak atau berperilaku seperti “digerakkan oleh
mesin”
b. Sering berbicara berlebihan lmpulsivitas g. Sering memberikan
iawaban sebelum pertanyaan selesai diajukan
c. h. Sering mengalami kesulitan dalam menunggu giliran
d. Sering menginterupsi atau menyerobot orang lain (misalnya
memotong pembicaraan atau menyerobot datam permainan)
B. Beberapa gejala hiperaktif-impuisif atau inatensi yang
menyebabkan gangguan telah ada pada usia <7 tahun
C. Beberapa gangguan akibat gejala tersebut terjadi pada dua keadaan
atau lebih (misalnya di sekolah {atau pekerjaan] dan di rumah)
D. Terdapat bukti yang jelas adanya gangguan yang bermakna secara

9
klinis dalam fungsi sosial akademik, atau okupasi (pekeriaan)
E. Timbulnya gejala tersebut tidak terjadi secara eksklusif selama
perjalanan penyakit gangguan perkembangan pervasif, skizofrenia
atau gangguan psakotik lain dan tidak dapat jelaskan lebih banyak
dengan gangguan mental lainnya (misalnya gangguan mood gangguan
cemas atau gangguan kepribadian)
Kode berdasarkan tipe:
314.01 Gangguan ADHD tipe kombinasi: jika kriteria A1 dan A2
terpenuhi selama 6 bulan terakhir.
314.00 ADHD, tipe predominan inatensi: A1 terpenuhi namun kriteria
A2 tidak yerpenuhi selama 6 bulan terakhir.
314.01 ADHD, tipe predominan hiperaktif, impuls: jika kriteria A2
terpenuhi namun kriteria A1 tidka terpenuhi selama 6 bulan terakhir.
314.9 ADHD Tidak dijelaskan dengan cara lain.

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisis penting untuk menyingkirkan masalah medis
atau perkembangan yang mendasari. Pemeriksaan sebaiknya mencakup
pengamatan anak dan orangtua serta hubungan mereka. Adalah suatu
kesalahan untuk menafsirkan bahwa tidak adanya hiperaktivitas ketika
diperiksa di iempai praktik dokter sebagai tanda bahwa anak tidak
memiliki ADHD. Anak dengan ADHD seringkali dapat memfokuskan
diri tanpa hiperaktivitas di lingkungan dengan tingkat stimulasi rendah
dan tidak banyak distraksi.6

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium dan pencitraan tidak direkomendasikan
secara rutin. Dokter dapat mempertimbangkan untuk melakukan
pemeriksaan fungsi tiroid, kadar timbal darah. kariotipe genetik, dan
pencitraan otak, jika pemeriksaan tersebut terindikasi dari riwayat
penyakit dahulu, riwayat lingkungan. atau pemeriksaan fisis.
Pemeriksaan tersebut tidak mengonfirmasi ADHD, namun bermanfaat
untuk menyingkirkan kondisi Iain.6

10
pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada anak dengan ADHD antara
lain:
1. Pemeriksaan Tiroid, dapat menunjukkan gangguan hipertiroid atau
hipotiroid yang memperberat masalah
2. Tes neurologi (misalnya EEG, CT scan) menentukan adanya gangguan
otak organik.
3. Tes psikologis sesuai indikasi, menyingkirkan adanya gangguan
ansietas, mengidentifikasi bawaan, retardasi borderline atau anak tidak
mampu belajar dan mengkaji responsivitas sosial dan perkembangan
bahasa
4. Pemeriksaan diagnostik individual bergantung pada adanya gejala
fisik (misalnya ruam, penyakit saluran pernapasan atas, atau gejala
alergi lain, infeksi SSP).6

2.6 Diagnosa banding


Diagnosis banding mencakup kemungkinan periiaku anak masih
berada dalam batas normal. Kemungkinan lain meliputi hiperaktivitas dan
distraktibilitas sekunder akibat hipertiroidisme atau intoksikasi timbal.
Situasi kehidupan yang kacau juga dapat menyebabkan gejala hiperaktivitas,
distraktibilitas (perhatian mudah teralihkan), dan inatensi. Anak yang hanya
menunjukkan gejala ADHD pada satu setting tertentu mungkin menghadapi
masalah sekunder akibat tingkat kognitif, tingkat kematangan emosi, atau
perasaan kenyamanan pada setting tersebut.6
KeterIambatan bicara dan bahasa serta kesuIitan belajar dapat terjadi
bersama ADHD. Kondisi psikiatrik, misalnya depresi, dan gangguan cemas,
juga lebih sering didapatkan pada anak ADHD dibandingkan pada populasi
umum.6

2.7 Komplikasi
a. Diagnosis sekunder-gangguan konduksi, depresi, dan penyakit ansietas
b. Pencapaian akademik kurang, gagal di sekolah, sulit membaca dan
mengerjakan aritmatika (sering kali akibat abnormalitas konsentrasi)
c. Hubungan dengan teman sebaya buruk (sering kali perilaku agresif dan
kata- kata yang diungkapkan)

11
d. IQ rendah / kesulitan belajar (anak tidak duduk tenang dan belajar)
e. Resiko kecelakaan (karena impulsivitas )
f. Percaya diri rendah dan penolakan teman-teman sebaya (perilakunya
membuat anak-anak lainnya marah ).7

2.8 Screening
Dilakukan Skrining Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) pada anak
pra sekolah dengan ADHD tujuannya adalah untuk mengetahui secara dini
anak adanya Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) pada
anak umur 36 bulan ke atas. Jadwal deteksi dini GPPH pada anak prasekolah
dilakukan atas indikasi atau bila ada keluhan dari orang tua/pengasuh anak
atau ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader kesehatan, dan guru TK.
Keluhan tersebut dapat berupa salah satu atau lebih keadaan di bawah ini:
a. Anak tidak bisa duduk tenang
b. Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah
c. Perubahan suasana hati yang yang mendadak/impulsive.2
Alat yang digunakan adalah formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktivitas/GPPH (Abbreviated Conners Ratting Scale)
yaitu Formulir yang terdiri dari 10 pertanyaan yang ditanyakan kepada
orangtua / pengasuh anak / guru TK dan pertanyaan yang perlu pengamatan
pemeriksa.2
Cara menggunakan formulir deteksi dini GPPH
a. Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu persatu
perilaku yang tertulis pada formulir deteksi dini GPPH. Jelaskan
kepada orangtua / pengasuh anak untuk tidak ragu-ragu atau takut
menjawab.
b. Lakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan pertanyaan
pada formulir deteksi dini GPPH
c. Keadaan yang ditanyakan/diamati ada pada anak dimanapun anak
berada, misal ketika di rumah, sekolah, pasar, toko, dll. Setiap saat
dan ketika anak dengan siapa saja.
d. Catat jawaban dan hasil pengamatan perilaku anak selama
dilakukan pemeriksaan. Teliti kembali apakah semua pertanyaan
telah dijawab.2

12
Interpretasi
1. Nilai 0 : Jika keadaan tersebut tidak ditemukan pada anak
2. Nilai 1 : ika keadaan tersebut kadang-kadang ditemukan pada anak
3. Nilai 2 : Jika keadaan tersebut sering ditemukan pada anak
4. Nilai 3 : Jika keadaan tersebut selalu ada pada anak. Bila nilai total
13 atau lebih anak kemungkinan dengan GPPH.
Intervensi
1. Anak dengan kemungkinan GPPH perlu dirujuk ke Rumah
Sakit yang memiliki fasilitas kesehatan jiwa/tumbuh kembang
anak untuk konsultasi lebih lanjut.
2. Bila nilai total kurang dari 13 tetapi anda ragu-ragu, jadwalkan
pemeriksaan ulang 1 bulan kemudian. Ajukan pertanyaan
kepada orang-orang terdekat dengan anak (orang tua,
pengasuh, nenek, guru, dsb).2

FORMULIR DETEKSI DINI GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN


DAN HIPERAKTIVITAS (GPPH)
(Abbreviated Conners Ratting Scale)
No. Kegiatan yang diamati 0 1 2 3
1 Tidak kenal lelah, atau aktivitas yang berlebihan
2 Mudah menjadi gembira, impulsive
3 Menganggu anak-anak lain
Gagal menyelesaikan kegiatan yang telah dimulai,
4
rentang perhatian pendek
Menggerak-gerakkan anggota badan atau kepala secara
5
terus-menerus
6 Kurang perhatian, mudah teralihkan
Permintaannya harus segera dipenuhi, mudah menjadi
7
frustasi
8 Sering dan mudah menangis
9 Suasana hatinya mudah berubah dengan cepat dan drastic
Ledakkan kekesalan, tingkah laku eksplosif dan tak
10
terduga.
Jumlah :
Nilai total :

2.9 Pencegahan

13
a. Skrining DDTK pada ADHD
b. Perawatan saat hamil ( hindari obat – obatan dan alkoholik )
untuk orang tua
c. Asupan nutrisi yang seimbang
d. Berikan rutinitas yang terstruktur (membantu anak untuk
mematuhi jadwal yang teratur)
e. Manajemen perilaku (dapat mendorong anak untuk fokus pada
apa yang mereka lakukan).11
2.10 Penatalaksanaan Medis dan Perawatan
A. Perawatan
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada anak dengan
Attention Deficyt Hyperactivity Disorder (ADHD) antara lain :
1. Memastikan keamanan anak dan keamanan orang lain dengan:
a. Hentikan perilaku yang tidak aman
b. Berikan petunjuk yang jelas tentang perilaku yang dapat
diterima dan yang tidak dapat diterima
c. Berikan pengawasan yang ketat
2. Meningkatkan performa peran dengan cara:
a. Berikan umpan balik positif saat memenuhi harapan
b. Manajemen lingkungan (misalnya tempat yang tenang dan bebas
dari distraksi untuk menyelesaikan tugas)
3. Menyederhanakan instruksi/perintah untuk:
a. Dapatkan perhatian penuh anak
b. Bagi tugas yang kompleks menjadi tugas-tugas kecil
c. Izinkan beristirahat
4. Mengatur rutinitas sehari-hari
a. Tetapkan jadwal sehari-hari
b. Minimalkan perubahan
5. Penyuluhan dan dukungan kepada klien/keluarga dengan
mendengarkan perasaan dan frustasi orang tua
6. Berikan nutrisi yang adekuat pada anak yang mengalami ADHD.11
B. Pengobatan
Pengobatan yang dianjurkan utama adalah pemakaian psikostimulan
pada anak ADHD (first line treatment). Psikostimulan yang dianjurkan
digunakan adalah Methylphenidate (gold standard) Amphetamine (d
amphetamine, d,l amphetamine), Pemoline, D amphetamine (Dexedrin)
meningkatkan pengeluaran dopamine dan norepinephrine dan sedikit

14
serotonin. D amphetamine juga memblokir reuptake DA & NE ke presynaps
dan memblokir katabolisme DA & NE oleh Monoamine oxidase (MAO).
Hal ini menyebabkan penambahan kosentrasi DA & NE di synapse.11,12
Obat stimulan yang sering digunakan untuk mengobati ADHD antara
lain:
1. Metilfenidat (Ritalin)
Dosis 10-60 mg/kgBB/hari dalam 2 – 4 dosis yang terbagi.
Intervensi keperawatan pantau supresi nafsu makan yang turun, atau
kelambatan pertumbuhan, berikan setelah makan, efek obat lengkap
dalam 2 hari.
2. Dekstroamfetamin (Dexedrine) amfetamin (Adderall)
Dosis 3-40 mg/kgBB/hari dalam 2 atau 3 dosis yang terbagi.
Intervensi keperawatan, pantau adanya insomnia, berikan setelah makan
untuk mengurangi efek supresi nafsu makan, efek obat lengkap dalam 2
hari
3. Pemolin (Cylert)
Dosis 37,5-112,5 mg/kgBB/hari dalam satu dosis harian. Intervensi
keperawatan pantau peningkatan tes fungsi hati dan supresi nafsu
makan, dapat berlangsung 2 minggu untuk mencapai efek obat yang
lengkap

15
Gambar 4. Psikostimulan ADHD (Stimulansia) 11
2.11 Peran Orang Tua Pada Anak ADHD
1. Sedini mungkin membiasakan anaknya untuk hidup dalam suatu aturan.
Dengan menerapkan peraturan secara konsisten, anak dapat belajar untuk
mengendalikan emosinya.
2. Sedini mungkin memberikan kepercayaan dan tanggung jawab terhadap
apa yang seharusnya dapat dilakukan anak.
3. Kenali kondisi diri dan psikis anak. Dengan mengenali, orang tua tak
akan memberikan tekanan yang berlebihan, yang dapat menyebabkan
penolakan anak untuk melakukan apa yang seharusnya ia lakukan.
4. Upayakan untuk menyediakan ruang belajar yang jauh dari gangguan
televisi, mainan atau kebisingan.
5. Sedini mungkin melakukan monitoring dan evaluasi secara
berkelanjutan, dan konsisten terhadap terapi yang sedang dijalankan oleh
anak anda.
6. Biasakan anak untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk tulisan
atau gambar.
7. Aturlah pola makan anak, hindari makanan dan minuman dengan kadar
gula dan karbohidrat yang tinggi.
8. Ajaklah anak berekreasi ke tempat-tempat yang indah. Hal ini akan
membantu anak untuk berpikiran positif.
9. Ajaklah anak untuk berlatih menenangkan diri. Misalnya dengan menarik
nafas dalam-dalam dan keluarkan lewat mulut. Latihan ini bisa dilakukan
berulang- ulang. (1,2)

BAB III
KESIMPULAN

16
1. Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan
perilaku dengan inatensi, impulsivitas dan hiperaktif.
2. Sampai saat ini memang belum ada teori yang menyebutkan penyebab
pasti dari ADHD, namun beberapa teori terdapat faktor yang berperan,
yaitu: genetik, minimal brain damage, neurobiologi, neurokimiawi dan
psikososial.
3. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada anak dengan Attention
Deficyt Hyperactivity Disorder (ADHD) dalah memastikan keamanan
anak dan keamanan orang lain, Menyederhanakan instruksi/perintah,
Mengatur rutinitas sehari-hari anak.
4. Pengobatan yang dianjurkan utama adalah pemakaian psikostimulan.

DAFTAR PUSTAKA

17
1. APA, ADHD. AmericanPsychologican.Association. 2013
2. APA. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM IV) 4th
Ed Washington DC. American Psychiatric Association. 2013, pp. 78-85.
2015

3. Aviva Yochman et al., CO-occurrence of Developmental Delays Among


Preschool Children with Attention Deficit Hyperactivity. Developmental
Medicine and Child Neurology. 2015

4. Carmen et al., Right Hemisphere Dysfunction in Subjects With Attention


Deficit Disorder With and Without Hyperactivity. Journal of Child
Neurology. 2015
5. Doengoes, M.E., Townsend, M.C., Moorhouse, M.F., Rencana asuhan
keperawatan Psikiatri. Edisi 3. Kedokteran EGC. Jakarta: 2007
6. Schachar R & Tannock R. Syndromes of Hyperactivity and Attention
Deficit Disorder in Child and Adolescent Psychiatry by Rutter M and
Taylor E. 4th Ed. Blackwell Science Ltd, pp: 399-411. 2008.
7. Sadock BJ and Sadock VA. Attention Deficit Disorders, Synopsis of
Psychiatry 9th Ed, Lippincott Williams & Wilkins USA, pp 1223-1230. Di
akses tanggal 18 november 2008.
8. Vassileva et al. Attention Deficit Hyperactivity Disorder in
Neuropsychiatry by Sciffer RB et al. Second Edition. Lippincott Williams
& Wilkins In, Philadelphia. pp:605-30. 2008.
9. Akam, Jyothsna, et al. Prevalence of Attention Deficit Hyperactivity
Disorder in Primary School in Children.Department of Psychiatry.
Institute of Medical Science and Research : India. 2007.
10. Akinbami, L.J., Liu, X., Pastor PN, Reuben CA. Attention deficit
hyperactivity disorder among children aged 5-17 years in the United.
medscape. 2009
11. Marcdante, K.J., Kliegman, R.M., Jenson.H.B., Behrman, R.nNelson Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi bahasa Indonesia , diterjemahkan, didapatkan dan
diedit oelh Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014.

18
12. Faraone G W and Biederman J. Neurobiology of attention deficit
hyperactivity disorder in Neurobiology of Mental Illness by Charney DS
and Nestler EJ 2nd Ed. Oxford University Press. 2009.

19

Você também pode gostar