Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Pengertian
Pembesaran pada kelenjar tiroid biasa disebut sebagai struma nodosa atau
struma. Pembesaran pada tiroid yang disebabkan akibat adanya nodul, disebut
struma nodosa (Tonacchera, Pinchera & Vitty, 2009). Biasanya dianggap
membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal. Pembesaran ini dapat
terjadi pada kelenjar yang normal (eutirodisme), pasien yang kekurangan hormon
tiroid (hipotiroidisme) atau kelebihan produksi hormon (hipertiroidisme) (Black
and Hawks, 2009). Menurut Penelitian Framingham, setiap orang berisiko 5-10%
untuk menderita struma nodosa dan perempuan berisiko 4 kali lipat dibanding
laki-laki (Incidence and Prevalence Data, 2012). Kebutuhan hormon tiroid
meningkat pada masa pertumbuhan, masa kehamilan dan menyusui. Pada
umumnya struma nodosa banyak terjadi pada remaja, wanita hamil dan ibu
menyusui. Struma nodosa terdapat dua jenis, toxic dan non toxic. Struma nodusa
non toxic merupakan struma nodusa tanpa disertai tanda- tanda hipertiroidisme
(Hermus& Huysmans, 2004). Pada penyakit struma nodusa non toxic tiroid
membesar dengan lambat. Struma nodosa toxic ialah keadaan dimana kelenjar
tiroid yang mengandung nodul tiroid yang mempunyai fungsi yang otonomik,
yang menghasilkan suatu keadaan hipertiroid. Dampak struma nodosa terhadap
tubuh dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian
posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma nodosa
dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara
sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia (Rehman, dkk 2006). Hal tersebut
akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan
elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar
dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia
3
II.2. Etiologi
Penyebab utama struma nodosa ialah karena kekurangan yodium (Black and
Hawks, 2009). Defisiensi yodium dapat menghambat pembentukan hormon tiroid
oleh kelenjar. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam
jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid
6
II.3. Patofisiologi
Yodium merupakan bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tiroid. Bahan yang mengandung yodium diserap usus,
masuk kedalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid.
Dalam kelenjar, yodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimulasikan
oleh Tiroid Stimulating Hormon (TSH) kemudian disatukan menjadi molekul
tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul
diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul triiodotironin (T3). Tiroksin
(T4) menunjukan pengaturan umpan balik negatif dari seksesi TSH dan bekerja
langsung pada tirotropihypofisis, sedangkan T3 merupakan hormon metabolik
yang tidak aktif. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan
pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid
dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram. Beberapa obat dan keadaan dapat
mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat
sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan
pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran
kelenjar tiroid. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-
angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher.
Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya
tanpa keluhan. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan
karena menonjol kebagian depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan
trakea bila pembesarannya bilateral.
7
II.5. Pemeriksaan
Pemeriksaan penunjang untuk struma nodosa antara lain (Tonacchera, dkk, 2009):
2.5.1 Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan tes fungsi hormon : T4 atau T3, dan TSH
2.5.2 Pemeriksaan radiologi.
Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran
struma yang pada umumnya secara klinis sudah bias diduga, foto rontgen
pada leher lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas.
Pemeriksaan ultrasonografi (USG). Manfaat USG dalam pemeriksaan
tiroid :
- Untuk menentukan jumlah nodul.
- Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik.
- Dapat mengukur volume dari nodul tiroid.
- Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak
menangkap yodium, dan tidak terlihat dengan sidik tiroid.
9
2.5.3 Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration Biopsy). Biopsi ini
dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
II.6. Penatalaksaan
Penatalaksanaan struma dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
2.6.1 Penatalaksanaan konservatif
Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid. Tiroksin digunakan untuk
menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa pertumbuhan sel
kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan
TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan
untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan
kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah
propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.
Terapi Yodium Radioaktif . Yodium radioaktif memberikan radiasi
dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi
jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium
radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif
tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran
terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko
kanker, leukimia, atau kelainan genetik. Yodium radioaktif diberikan dalam
bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini
biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat
tiroksin.
10
II.8. Komplikasi
Komplikasi umumnya tidak ada ,kecuali ada infeksi seperti pada tiroiditis
akut /subakut
II.9. Prognosis
Ad bonam.
13
BAB III
PENUTUP
Kelenjar tiroid ialah organ endokrin yang terletak di leher manusia yang
berfungsi untuk mengeluarkan hormon tiroid Kelenjar ini memproduksi Hormon
Tiroksin (T4) dan Triiodotironin (T3) dan menyalurkan hormon tersebut kedalam
aliran darah. Terdapat 4 atom yodium di setiap molekul T4 dan 3 atom yodium
pada setiap molekul T3. Hormon tersebut dikendalikan oleh kadar hormon
perangsang tiroid TSH (thyrid stimulating hormone) yang dihasilkan oleh lobus
anterior kelenjar Hipofisis sebelah kanan dan satu lagi disebelah kiri.
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus,
masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid..
Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler
oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin
yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul
diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3).
Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi
Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang
tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif.
Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan
metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui
rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar
hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.
Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah
nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul tersebut
suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel atau inoperabel.
Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi
dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan dengan
tindakan debulking dan radiasi eksterna atau khemoradioterapi. Bila nodul tiroid
14
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,. Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas Kedokteran UNAIR.
Surabaya.
Jong, Wim de dan R. Sjamsuhidayat. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. EGC :
Jakarta.
Kumar. Et.al. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Volume 2 Edisi 7. EGC: Jakarta.
Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Penerbit
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi Edisi 6. EGC : Jakarta.
Reksoprodjo, S dkk. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara : Jakarta.
Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent edition. Mc-
Graw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma Electronic
Publication.
Silbernagl, Stefan. 2007. Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC : Jakarta.