Você está na página 1de 8

BAB 1

PENDAHULUAN

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003,

Angka kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada 307 per 100.000 kelahiran

hidup atau setiap jam terdapat 2 orang Ibu bersalin yang meninggal dunia karena

berbagai sebab. Penatalaksanaan MPS (Making Pregnancy Safer), target yang

diharapkan dapat dicapai tahun 2010 adalah angka Kematian Ibu menjadi 125 per

100.000 kelahiran hidup. Menurut dr. H. Bambang Trijanto, Sp.OG(K) : 2009,

tujuan global MPS adalah menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir

yaitu Menurunkan Angka Kematian Ibu sebesar 75% pada tahun 2015 dari AKI tahun

1990 menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup, menurunkan Angka Kematian Bayi

35 per 1000 kelahiran hidup menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015.

Keputusan Menkes RI 754/MENKES/SK/2000 ditetapkan Visi Pembangunan

Kesehatan, yaitu “Indonesia Sehat 2010”.

Penyebab kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan (30%), infeksi (12%),

eklampsi (25%), abortus (5%), partus lama (5%), emboli obstetri (3%), komplikasi

masa nifas (8%) dan penyebab lainnya (12%). Perdarahan yang menyebabkan

kematian ibu yang sekarang banyak ditemui adalah abortus. Menurut SDKI tahun

1997 menunjukkan bahwa wanita berstatus menikah melakukan abortus masih tinggi

berkisar 9,2% dengan alasan tidak menginginkan anak lagi atau untuk menjarangkan

kehamilan, tetapi tidak menggunakan alat kontrasepsi (Depkes RI, 2001).

Keguguran/abortus merupakan masalah kesehatan yang terjadi pada ibu hamil

juga pada janin di dalam kandungan dimana usia kehamilan kurang dari 22 minggu
atau berat badan janin 1000 gr dan abortus ini bisa terjadi karena kondisi ibu yang

lemah, kehamilan yang tidak diinginkan dan kehamilan di luar nikah. Keguguran atau

abortus sering terjadi adalah abortus inkompletus, dimana janin yang dikandungnya

sudah keluar sebagian dan sebagian lagi tinggal di dalam rahim. Bila keguguran ini

terjadi harus segera ditangani untuk mengatasi perdarahan yang banyak yang dapat

menyebabkan kematian pada ibu (Manuaba, 1998). Kira-kira 12-15 % dari seluruh

kehamilan berakhir spontan sebelum umur kehamilan 20 minggu ( Taber, 1996).

Perdarahan pervaginam yang terjadi pada kehamilan trimester pertama

umumnya disebabkan oleh abortus dan hanya sebagian kecil saja karena sebab-sebab

lain. Perdarahan tersebut biasanya diawali dengan perdarahan bercak kemudian

berlanjut menjadia abortus inkomplit atau abortus yang lainnya (Saifuddin, 2002).

Sekitar 25 % wanita hamil mengalami flek atau perdarahan dan sekitar 50% dialami

oleh wanita pada trimester I, dan perdarahan ini terjadi sekitar 2 dari 10 wanita hamil.

(Anonymous,2003). Di Indonesia diperkirakan sekitar 2-2,5% mengalami keguguran

setiap tahun sehingga secara nyata dapat menurunkan angka kelahiran menjadi 1,7 per

tahunnya (Manuaba, 2001).

Menurut Prof. Dr. Wimpie Pangkahila abortus di Indonesia tingkat abortus

masih cukup tinggi dibanding dengan negara-negara maju di dunia, yakni mencapai

2,3 juta abortus per tahun. 1 juta diantaranya adalah abortus spontan, 0,6 juta

disebabkan oleh kegagalan program KB, dan 0,7 juta karena tidak pakai alat

kontrasepsi KB.

Angka Kematian Ibu di Jawa Timur Tahun 2008 sebesar 83 per 100.000

kelahiran hidup. Penyebab kematian terbanyak kasus perdarahan (33%) dan mulai

muncul kasus penyakit jantung (12%) sebagai penyebab kematian. Tempat kematian
terbanyak di Rumah Sakit (76%) dan saat kematian terbanyak pada masa nifas

(42,3%).

Berdasarkan kutipan Syahrianti tahun 2004 mahasiswi Politeknik Kesehatan

Medan Program Studi Kebidanan Pematang Siantar yang dikemukakan oleh Siegler

dan Eastman, Insiden abortus secara umum berkisar 10% dari seluruh kehamilan.

Demikian juga di Rumah Sakit Pirngadi Medan tahun 2003, prevalensi abortus

meningkat sesuai dengan usia ibu 12% pada usia 20 tahun dan 50% pada usia 45

tahun dan 80% dari abortus terjadi pada bulan ke 2-3 kehamilan menurut Eastman dan

76% menurut Simens (Syahrianti, 2004).

Ada beberapa alasan dan kondisi individualis yang memungkinkan terjadinya

abortus. Beberapa karakteristik umum dapat didefinisikan yaitu tingkat pendidikan,

pekerjaan, status ekonomi, tinggal di daerah perkotaan, status perkawinan, umur dan

paritas. Estimasi nasional menyatakan setiap tahun terjadi 2 juta kasus abortus di

Indonesia, artinya terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup perempuan usia

15 - 49 tahun.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti memperoleh data dari rekam

medik di Rumah Bersalin dan Klinik Medika Utama Balong Bendo Kabupaten

Sidoarjo tahun 2008 dari data pemeriksaan ANC pada kehamilan Trimester I

sebanyak 108 ibu hamil, angka kejadian abortus sebesar 84 kasus dengan kejadian

abortus inkomplit sebanyak 61 kasus (72,62%), %), abortus imminens sebanyak 14

kasus (12,10%) dan missed abortion sebanyak 1 kasus (1,19%), dan blight ovum

sebanyak 10 kasus (11,90%). Sedangkan data yang diperoleh pada tahun 2009 dari

data pemeriksaan ANC pada kehamilan Trimester I sebanyak 131 ibu hamil, angka

kejadian abortus sebesar 111 kasus dengan kejadian abortus inkomplit sebanyak 99
kasus (89,19%), abortus imminens sebanyak 7 kasus (6,30%) dan abortus insipiens

sebanyak 2 kasus (1,80%), dan blight ovum sebanyak 3 kasus (2,70%). Sehingga

peneliti dapat menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan abortus dari tahun ke tahun

di Rumah Bersalin dan Klinik Medika Utama Balong Bendo Kabupaten Sidoarjo.

Melihat masih tingginya angka abortus, maka penulis termotivasi melakukan

penelitian tentang “ Hubungan Karakteristik Ibu terhadap terjadinya abortus di

Rumah Bersalin dan Klinik Medika Utama Balong Bendo, Kecamatan Sidoarjo

Tahun 2010 “.
BAB 1

PENDAHULUAN

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003,

Angka kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada 307 per 100.000 kelahiran

hidup atau setiap jam terdapat 2 orang Ibu bersalin yang meninggal dunia karena

berbagai sebab. Penatalaksanaan MPS (Making Pregnancy Safer), target yang

diharapkan dapat dicapai tahun 2010 adalah angka Kematian Ibu menjadi 125 per

100.000 kelahiran hidup. Menurut dr. H. Bambang Trijanto, Sp.OG(K) : 2009,

tujuan global MPS adalah menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir

yaitu Menurunkan Angka Kematian Ibu sebesar 75% pada tahun 2015 dari AKI tahun

1990 menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup, menurunkan Angka Kematian Bayi

35 per 1000 kelahiran hidup menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015.

Keputusan Menkes RI 754/MENKES/SK/2000 ditetapkan Visi Pembangunan

Kesehatan, yaitu “Indonesia Sehat 2010”.

Penyebab kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan (30%), infeksi (12%),

eklampsi (25%), abortus (5%), partus lama (5%), emboli obstetri (3%), komplikasi

masa nifas (8%) dan penyebab lainnya (12%). Perdarahan yang menyebabkan

kematian ibu yang sekarang banyak ditemui adalah abortus. Menurut SDKI tahun

1997 menunjukkan bahwa wanita berstatus menikah melakukan abortus masih tinggi

berkisar 9,2% dengan alasan tidak menginginkan anak lagi atau untuk menjarangkan

kehamilan, tetapi tidak menggunakan alat kontrasepsi (Depkes RI, 2001).

Keguguran/abortus merupakan masalah kesehatan yang terjadi pada ibu hamil

juga pada janin di dalam kandungan dimana usia kehamilan kurang dari 22 minggu
atau berat badan janin 1000 gr dan abortus ini bisa terjadi karena kondisi ibu yang

lemah, kehamilan yang tidak diinginkan dan kehamilan di luar nikah. Keguguran atau

abortus sering terjadi adalah abortus inkompletus, dimana janin yang dikandungnya

sudah keluar sebagian dan sebagian lagi tinggal di dalam rahim. Bila keguguran ini

terjadi harus segera ditangani untuk mengatasi perdarahan yang banyak yang dapat

menyebabkan kematian pada ibu (Manuaba, 1998). Kira-kira 12-15 % dari seluruh

kehamilan berakhir spontan sebelum umur kehamilan 20 minggu ( Taber, 1996).

Perdarahan pervaginam yang terjadi pada kehamilan trimester pertama

umumnya disebabkan oleh abortus dan hanya sebagian kecil saja karena sebab-sebab

lain. Perdarahan tersebut biasanya diawali dengan perdarahan bercak kemudian

berlanjut menjadia abortus inkomplit atau abortus yang lainnya (Saifuddin, 2002).

Sekitar 25 % wanita hamil mengalami flek atau perdarahan dan sekitar 50% dialami

oleh wanita pada trimester I, dan perdarahan ini terjadi sekitar 2 dari 10 wanita hamil.

(Anonymous,2003). Di Indonesia diperkirakan sekitar 2-2,5% mengalami keguguran

setiap tahun sehingga secara nyata dapat menurunkan angka kelahiran menjadi 1,7 per

tahunnya (Manuaba, 2001).

Menurut Prof. Dr. Wimpie Pangkahila abortus di Indonesia tingkat abortus

masih cukup tinggi dibanding dengan negara-negara maju di dunia, yakni mencapai

2,3 juta abortus per tahun. 1 juta diantaranya adalah abortus spontan, 0,6 juta

disebabkan oleh kegagalan program KB, dan 0,7 juta karena tidak pakai alat

kontrasepsi KB.

Angka Kematian Ibu di Jawa Timur Tahun 2008 sebesar 83 per 100.000

kelahiran hidup. Penyebab kematian terbanyak kasus perdarahan (33%) dan mulai

muncul kasus penyakit jantung (12%) sebagai penyebab kematian. Tempat kematian
terbanyak di Rumah Sakit (76%) dan saat kematian terbanyak pada masa nifas

(42,3%).

Berdasarkan kutipan Syahrianti tahun 2004 mahasiswi Politeknik Kesehatan

Medan Program Studi Kebidanan Pematang Siantar yang dikemukakan oleh Siegler

dan Eastman, Insiden abortus secara umum berkisar 10% dari seluruh kehamilan.

Demikian juga di Rumah Sakit Pirngadi Medan tahun 2003, prevalensi abortus

meningkat sesuai dengan usia ibu 12% pada usia 20 tahun dan 50% pada usia 45

tahun dan 80% dari abortus terjadi pada bulan ke 2-3 kehamilan menurut Eastman dan

76% menurut Simens (Syahrianti, 2004).

Ada beberapa alasan dan kondisi individualis yang memungkinkan terjadinya

abortus. Beberapa karakteristik umum dapat didefinisikan yaitu tingkat pendidikan,

pekerjaan, status ekonomi, tinggal di daerah perkotaan, status perkawinan, umur dan

paritas. Estimasi nasional menyatakan setiap tahun terjadi 2 juta kasus abortus di

Indonesia, artinya terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup perempuan usia

15 - 49 tahun.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti memperoleh data dari rekam

medik di Rumah Bersalin dan Klinik Medika Utama Balong Bendo Kabupaten

Sidoarjo tahun 2008 dari data pemeriksaan ANC pada kehamilan Trimester I

sebanyak 108 ibu hamil, angka kejadian abortus sebesar 84 kasus dengan kejadian

abortus inkomplit sebanyak 61 kasus (72,62%), %), abortus imminens sebanyak 14

kasus (12,10%) dan missed abortion sebanyak 1 kasus (1,19%), dan blight ovum

sebanyak 10 kasus (11,90%). Sedangkan data yang diperoleh pada tahun 2009 dari

data pemeriksaan ANC pada kehamilan Trimester I sebanyak 131 ibu hamil, angka

kejadian abortus sebesar 111 kasus dengan kejadian abortus inkomplit sebanyak 99
kasus (89,19%), abortus imminens sebanyak 7 kasus (6,30%) dan abortus insipiens

sebanyak 2 kasus (1,80%), dan blight ovum sebanyak 3 kasus (2,70%). Sehingga

peneliti dapat menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan abortus dari tahun ke tahun

di Rumah Bersalin dan Klinik Medika Utama Balong Bendo Kabupaten Sidoarjo.

Melihat masih tingginya angka abortus, maka penulis termotivasi melakukan

penelitian tentang “ Pengetahuan Ibu terhadap terjadinya abortus di Rumah

Bersalin dan Klinik Medika Utama Balong Bendo, Kecamatan Sidoarjo Tahun

2010 “.

Você também pode gostar