Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
1.Pengertian
DHF (Dengue Haemoragic fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis
virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk
2.Etiologi
Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe. Dengue
1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-III, sedangkan dengue 3 dan
Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter
dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 700 C. Dengue merupakan serotipe yang paling
banyak beredar.
3.Patofisiologi
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas
dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.
Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia yang
mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal
diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan
dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati
kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan
yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada
plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan
jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak
mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik
asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh,
4.Gambaran Klinis
Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi anatara
13 – 15 hari, tetapi rata-rata 5 – 8 hari. Gejala klinik timbul secara mendadak berupa suhu
tinggi, nyeri pada otot dan tulang, mual, kadang-kadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala
dapat menyeluruh atau berpusat pada daerah supra orbital dan retroorbital. Nyeri di bagian
otot terutama dirasakan bila otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan
sebelum suhu naik pertama kali), terlihat jelas di muka dan dada yang berlangsung selama
Ruam berikutnya mulai antara hari 3 – 6, mula – mula berbentuk makula besar yang kemudian
bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak-bercak petekia. Pada dasarnya hal ini
Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya
kadang terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada
hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan.
Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis,
hematemesis, epistaksis. Juga kadang terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam
telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda : anak menjadi makin lemah, ujung jari,
telinga, hidung teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah
5.Diagnosis
Patokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut :
a. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 – 7 hari kemudian turun secara lisis demam disertai
b. Manifestasi perdarahan :
4)Hematemesis, melena.
c. Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus.
Renjatan biasanya terjadi pada saat demam turun (hari ke-3 dan hari ke-7 sakit ). Renjatan yang
6.Klasifikasi
DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4
a.Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet , trombositopenia
dan hemokonsentrasi.
b.Derajat II
Derajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
c.Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah rendah (hipotensi),
gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan).
d.Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
7.Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium
Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dan
meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan nila hematokrit pada
masa konvalesen.
Pada pasien dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan
hemokonsentrasi tersebut sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DHF dengan tepat.
Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada
saat peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnya limfosit pada saat
8.Diagnosa Banding
Gambaran klinis DHF seringkali mirip dengan beberapa penyakit lain seperti :
Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu di atas 400C disertai
ruam dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri sendi dan otot.
b.Demam tyfoid
Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif, adanya leukopenia,
limfositosis relatif.
c.Anemia aplastik
Penderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium lanjut, demam timbul karena
Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat menghilang, tidak terjadi
hemokonsentrasi.
9.Penatalaksanaan
c.Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita
sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
d.Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling
sering digunakan.
e.Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien
j.Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital,
Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus
sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau
Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 – 48 jam setelah
renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup
besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg
BB/jam.
Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi
pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan
Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara
pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD
a.Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya
dehidrasi.
10.Pencegahan
b.Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat
a.Menggunakan insektisida.
Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah
malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik
(larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara
penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes
yaitu bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram
b.Tanpa insektisida
Caranya adalah :
1)Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu
3)Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang
A. Pengkajian
1. Identitas
DHF merupakan penyakit daerah tropis yang sering menyebabkan kematian anak, remaja dan
2. Keluhan Utama
Pasien mengeluh panas, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.
Riwayat kesehatan menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, sakit
pada waktu menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu makan menurun.
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat menentukan, karena
penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty.
Biasanya lingkungan kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng bekas, ban bekas,
tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan.
Sistem Pernapasan
Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal, epistaksis, pergerakan dada simetris,
Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat trjadi
DSS
Sistem Cardiovaskuler
Pada grde I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif, trombositipeni, pada grade III
dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat, lemah, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung
dan jari-jari, pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
Sistem Pencernaan
Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn limpa,
pembesaran hati, abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat
Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan mengungkapkan nyeri sat kencing,
Sistem Integumen.
Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet,
terjadi pethike, pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit.
Data subyektif
Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga pada pasien DHF,
data obyektif yang sering ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu :
1.)Lemah.
8.)Konstipasi (sembelit).
b.Data obyektif :
Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data
3)Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma,
hematemesis, melena.
7)Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah,
2)Trombositopenia.
3)Hemoglobin meningkat > 20 %.
Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit,
4)Asidosis metabolik.
2.Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF menurut Christiante
c.Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia.
plasma.
i.Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami
pasien.
3.Perencanaan Keperawatan
Tujuan :
Intervensi :
Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu
suhu tubuh.
9)Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.
Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.
Tujuan :
Intervensi :
Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat melupakan perhatiannya terhadap
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan
Intervensi :
1)Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.
5)Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.
Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan
plasma.
Tujuan :
Intervensi :
1)Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan
normalnya.
Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami kekurangan cairan
tubuh karena cairan tubuh karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh.
Tujuan :
2)Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu dilakukan oleh pasien.
3)Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-hari sesuai tingkat keterbatasan
pasien.
Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada saat kondisinya lemah dan
perawat mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien tanpa
Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang
lain.
f. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh
Tujuan :
Intervensi :
Rasional : memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi
perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani.
2)Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.
Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok
hipovolemik.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai
Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang.
Intervensi :
infeksi.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat diketahui dari
Rasional : Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk atau penyulit lebih lanjut.
Tujuan :
Intervensi :
3)Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut.
Rasional : Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan.
i. Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang
dialami pasien.
Intervensi :
Rasional : Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan dengan baik.
Rasional : Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan pada pasien memberikan hasil yang
efektif.
4.Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien anak dengan DHF disesuaikan dengan intervensi
5.Evaluasi Keperawatan.
Hasil asuhan keperawatan pada klien anak dengan DHF sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang terjadi
pada pasien.
Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut :
a.Suhu tubuh pasien normal (36- 370C), pasien bebas dari demam.
c.Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan
d.Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi.
f.Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan tanda vital
i.Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang proses
penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hendarwanto, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, FKUI ; Jakarta.
Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan,
EGC ; Jakarta.