Você está na página 1de 30

LAPORAN KASUS

DEPRESI SEDANG DENGAN GEJALA SOMATIK

Pembimbing :
dr. FENDI HARYANTO Sp. KJ

Disusun Oleh :
dr. Ahmad Izzudin Afif

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP ANGKATAN I


RS BHAYANGKARA MOESTAJAB NGANJUK
2017

1
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. G
Usia : 48 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sonobeker – Tanjung Anom Nganjuk
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Masuk RS : 2 Juni 2017
No. CM : 09-05-99

II. ANAMNESIS RIWAYAT PSIKIATRI


Didapat dari data autoanamnesis dan alloanamnesis dari keluarga:

Identitas I

Nama Ny. D
Usia 27 tahun
Jenis Kelamin Perempuan
Alamat Sonobeker – Tanjung Anom
Nganjuk
Suku Jawa
Agama Islam
Pekerjaan Buruh pabrik
Status Pernikahan Menikah
Hubungan Anak

1. Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara Nganjuk dengan keluhan susah tidur dan
badan terasa lemas.

2
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Di IGD
Pasien Baru datang dengan keluhan susah tidur sudah 4 bulan, badan lemas, selera
makan turun, tidak bersemangat mengerjakan pekerjaan rumah, deg-deg an (-), Pusing
(-), Seseg (-), Pasien merasa beban pikirannya banyak karena punya hutang. Pasien
sudah periksa ke dokter, pasien diberikan obat zypras 0,5 mg  kemudian bisa tidur.
Obat tidak diminum lagi  tidak bisa tidur. Pasien merasa depresi, mengurung dalam
kamar (-), Pikiran untuk mengakhiri hidup (-).
Sejak 6 bulan SMRS pasien sering merasakan jantungnya berdebar debar, dan
sering merasa was was akan suatu hal yang terjadi, namun pasien tidak pernah
menganggap ini sebagai keluhan yang serius, sehingga tidak pernah memeriksakan
keluhan ini.
5 bulan SMRS pasien memiliki masalah dengan keluarga, terutama dengan
suami. Pasien memiliki hutang di bank sejak kurang lebih 10 tahun. Keluarga sedang
dalam ekonomi yang menurun, sehingga suami pasien berencana untuk menjual salah
satu aset keluarga (sawah) namun pasien menolak. Pasien mengaku tidak ikhlas dan
sering memikirkan bila sawah yang dimilikinya di jual. Pasien semakin tidak ikhlas
dan jengkel ketika sawah yang dimiliki dijual oleh suaminya.
4 bulan SMRS keluarga mengaku pasien sering menyendiri lebih sering
merenung didepan rumah dan kadang lebih sering menyendiri didalam kamar, makan
harus dipaksa paksa, susah tidur, diajak bicara sering tidang nyambung. Pasien
mengaku sering capek sehingga lebih sering dirumah ketimbang kesawah, pasien
merasa sedih karena harus menjual sawahnya untuk menutupi hutang bank. Pasien
mengatakan sulit untuk tidur. Pasien juga mengeluh nafsu makannya berkurang
namun dalam melakukan aktifitas sehari-hari seperti mandi, beribadah, tidak
terganggu.
3 bulan SMRS keluhan sebelumnya masih dan ditambah dada semakin
berdebar-debar, pasien semakin sulit tidur. Pasien mengaku semakin khawatir terjadi
apa-apa dengan jantungnya. Pasien berkali kali periksa ke dokter jantung dilakukan
pemeriksaan EKG, Echo dan Treatmil hasilnya normal, namun pasien mengaku masih
sering berdebar debar dan merasa sakit jantung. Oleh dokter jantung dibawakan obat
untuk penenang dan disarankan untuk periksa ke dokter kesehatan jiwa. Setelah

3
periksa ke dokter jantung pasien sempat periksa ke dokter penyakit dalam dengan
keluhan perut terasa tidak nyaman. Berkali kali ke dokter keluhan masih sama.
1 minggu SMRS pasien masih dengan keluhan yg sama dan tidak mau makan,
tidak mau minum dan sulit untuk tidur.
Saat masuk rumah sakit pasien lemas tidak mau makan selama 2 hari, keluarga
meminta untuk dirawat inap agar dapat nutrisi.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat Psikiatri
Pasien tidak pernah mengalami gangguan seperti ini sebelumnya.
b. Medis umum
Riwayat trauma kepala (-), kejang (-), tekanan darah tinggi (-), DM (-), asma (-)
disangkal.
c. NAPZA dan merokok
Pasien tidak pernah menggunakan obat- obatan NAPZA dan pasien tidak merokok

4. Riwayat Kehidupan Pribadi


a. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kehamilan yang direncanakan. Pada saat hamil ibu tidak mengeluh sakit apapun,
saat persalinan normal ditolong dukun bayi, cukup bulan, BBL tidak diketahui.
Pasien merupakan anak ke-2 dari 2 bersaudara. Sejak lahir pasien tinggal bersama
kedua orang tua.
b. Riwayat masa anak-anak awal (0-3 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pasien normal, sesuai dengan anak seusianya.
c. Riwayat masa anak-anak tengah (3-11 tahun)
Pada masa ini pasien tumbuh dan berkembang seperti anak seusianya. Pasien
termasuk anak yang aktif namun pandai bergaul, bermain dengan teman-teman
sebayanya. Pasien lulus SD sampai tamat kelas 6.
d. Riwayat masa anak-anak akhir (11-18 tahun)
Setelah lulus SD pasien tidak melanjutkan pendidikan SMP. Pasien bekerja untuk
membantu orang tuanya dan bekerja sebagai petani di sawah.
e. Riwayat masa dewasa
4
i. Riwayat keagamaan
Pasien rajin dalam menjalankan ibadah (shalat).
ii. Riwayat pendidikan
Pasien tamat pendidikan SD. Kemudian tidak melanjutkan di tingkat SMP
iii. Riwayat pekerjaan
Pasien bekerja sebagai petani di sawah
iv. Riwayat pernikahan
Pasien sudah menikah.
v. Riwayat aktivitas sosial
Pasien seorang yang mudah bergaul dengan tetangga dan rutin mengikuti
kegiatan di kampungnya yaitu pengajian rutin tiap hari Kamis malam.
vi. Riwayat hukum
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum Situasi hidup sekarang
Pasien tinggal bersama suami, anak dan cucunya.

5. Riwayat keluarga
Pasien merupakan anak ke-2 dari 2 bersaudara. Keluarga pasien tidak mempunyai
riwayat gangguan jiwa.

Genogram :

Keterangan :
5
: laki-laki
: perempuan
: penderita dengan gangguan jiwa
------ : tinggal serumah

6. Riwayat psikoseksual
Pasien menyadari bahwa dirinya perempuan, berpakaian dan bertingkah laku sesuai
jenis kelamin. Dan menyukai lawan jenis pertama kali pada saat usia 15 tahun.
7. Riwayat mimpi dan fantasi
Pasien tidak pernah mimpi yang sama dan berulang.

III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 3 juni 2017 di Ruang Flamboyan RS Bhayangkara
Nganjuk.
1.Gambaran Umum
a. Penampilan :
Tampak seorang perempuan, sesuai umur, rawat diri cukup, berpakaian bersih dan
wajar.
b. Sikap terhadap pemeriksa :
Kooperatif
c. Tingkah laku :
Normoaktif
d. Kontak Psikis :
Mudah ditari, mudah dicantum
e. Pembicaraan :
Pasien berbicara cukup, intonasi, volume, dan suara cukup, artikulasi jelas,
produktivitas bicara cukup, spontanitas baik, jawaban pasien sesuai dengan
pertanyaan pemeriksa (jawaban relevan).
2. Alam Perasaan
a. Mood : disforik (meningkat)
b. Afek : appropriate
3. Bicara
a. Kualitas : kohern
6
b. Kuantitas : cukup

4. Gangguan persepsi
a. Ilusi :-
b. Halusinasi :-
c. Depersonalisasi :-
d. Derealisasi :-
5. Proses pikir
a. Bentuk pikir : realistic
b. Arus pikir : kohern, jawaban relevan
c. Isi pikir : waham (-)
6. Sensorium dan Kognisi
a. Kesadaran neurologis : Composmentis (GCS 15)
psikiatri : Jernih
b. Orientasi Waktu : Baik
Tempat : Baik
Orang : Baik
Situasional : Baik
c. Daya ingat Segera : Baik
Jangka pendek : Baik
Jangka panjang:Baik
d. Konsentrasi : Kurang
e. Perhatian : Mudah ditarik, mudah dicantum
f. Kemampuan baca tulis : Baik
g. Kemampuan visuospasial : Baik
h. Pikiran abstrak : Baik
7. Pengendalian impuls : Baik
8. Tilikan : True insight
9. Reliabilitas : Alloanamnesis dapat dipercaya
Autoanamnesis dapat dipercaya
IV. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Internus
1. Keadaan umum : Kesan gizi cukup
7
2. Kesadaran : composmentis (GCS 15)
3. Tanda vital :
 Tekanan darah : 140/ 70 mmHg
 Nadi : 84 x/menit
 Pernafasan : 20x/menit
 Suhu : 360C (afebris)
4. Kepala : Mesocephali, tidak ditemukan bekas luka
5. Mata : SI -/-, CA -/-,pupil isokor Ø 3 mm,
6. Leher : Kelenjar getah bening dan tiroid tidak membesar
7. Paru : Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
8. Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop(-)
9. Abdomen : Datar, bising usus(+), supel, nyeri tekan(-)
10. Ekstremitas : Tonus dan pergerakan normal, edema(-)
B. Status Neurologis
1. GCS : E4V5M6=15
2. Kaku kuduk : (-)
3. Nn.Craniales : tidak ada kelainan
4. Pemeriksaan motoric : Superior Inferior
Kekuatan 5/5 5/5
Gerakan bebas/bebas bebas/bebas
Tonus N/N N/N
Trofi eu/eu eu/eu
Refleks Fisiologis +/+ +/+
Refleks Patologis -/- -/-
5. Pemeriksaan Sensibilitas +/+ +/+

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Foto Thoraks : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. EKG : Normo Sinus Ritmik

8
VI. RESUME
Telah diperiksa seorang Perempuan usia 48 tahun, suku Jawa, agama Islam,
sudah menikah, pendidikan SD (tamat), tampak sesuai usianya, rawat diri cukup, alamat di
Sonobeker – Tanjung Anom Nganjuk. Masuk ke IGD RS Bhayangkara Nganjuk pada
tanggal 2 juni 2017 karena susah tidur dan badan terasa lemas yang semakin memberat
sejak 1 minggu terakhir. Dari anamnesis didapatkan 6 bulan SMRS pasien sering
merasakan jantungnya berdebar debar, dan sering merasa was was akan suatu hal yang
terjadi. 5 bulan SMRS pasien memiliki masalah dalam hal hutang piutang,. Keluarga
sedang dalam ekonomi yang menurun, sehingga suami pasien berencana untuk menjual
salah satu aset keluarga (sawah) namun pasien menolak. Pasien mengaku tidak ikhlas dan
sering memikirkan bila sawah yang dimilikinya di jual. Pasien semakin tidak ikhlas dan
jengkel ketika sawah yang dimiliki dijual oleh suaminya. 4 bulan SMRS keluarga
mengaku pasien lebih sering menyendiri lebih sering merenung didepan rumah dan
kadang lebih sering menyendiri didalam kamar, makan harus dipaksa paksa, susah tidur,
diajak bicara sering tidang nyambung. 3 bulan SMRS keluhan sebelumnya masih dan
ditambah dada semakin berdebar-debar, pasien semakin sulit tidur. Pasien mengaku
semakin khawatir terjadi apa-apa dengan jantungnya. Pasien berkali kali periksa ke dokter
jantung dilakukan pemeriksaan EKG, Echo dan Treatmil hasilnya normal, namun pasien
mengaku masih sering berdebar debar dan merasa sakit jantung. Oleh dokter jantung
dibawakan obat untuk penenang dan disarankan untuk periksa ke dokter kesehatan jiwa.
Sebelum masuk rumah sakit pasien mengaku dada terasa seperti kram, tangan sebelah
kanan pegal dan gemetaran serta kaki terasa lemas, oleh karena itu pasien juga mengeluh
sulit tidur. Pasien selalu merasa sedih dan memikirkan tentang sawah yang dimilikinya
telah dijual. Pasien berhenti bekerja karena selalu merasa cepat lelah dan konsentrasi
pasien sering terganggu.. Pasien juga tidak memiliki nafsu makan. Tidak ada riwayat
gangguan jiwa dalam keluarga.
Pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum kesan gizi cukup, kesadaran
composmentis (GCS 15), tekanan darah 110/ 70 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan
20x/menit, suhu 36.60C (afebris).Pemeriksaan status mental didapatkan mood disforik,
afek appropiate, bentuk pikir realisti, arus pikir kohern, jawaban relevan, tilikan true
insight.

9
Sindrom yang ditemukan dari pemeriksaan :
a. Sindrom Depresi
- Perasaan hati sedih
- Hipoaktif
- Cara berpikir lambat
b. Sindrom Somatik Psikogenik
- Adanya keluhan fisik
- Gambaran keluhan tak sesuai klinis penyakit tertentu (tidak sesuai dengan
anatomi dan fisiologi bagian tubuh yang dikeluhkan)

VII. DIAGNOSIS
F 32.11 Episode Depresi sedang dengan Gejala Somatik

PEDOMAN DIAGNOSTIK PADA PASIEN


 Pasien merasa sedih
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3  Berkurangnya energi, cepat
gejala utama depresi seperti pada lelah
episode depresi ringan (F32.0)  Afek Depresi
Ditambah sekurang kurangnya 3 ( dan  Konsentrasi berkurang
sebaiknya 4) dari gejala lainnya.  Tidur terganggu
 Merasa bersalah
 Nafsu makan berkurang

Lamanya seluruh episode berlangsung Terpenuhi (±3 bulan)


minimum sekitar 2 minggu.

Menghadapi kesulitan nyata untuk Terpenuhi


memenuhi kegiatan sosial, pekerjaan,
dan urusan rumah tangga

10
VIII. DIAGNOSIS BANDING
F 41.1 Gangguan cemas menyeluruh
F 32.2 Episode Depresi Berat tanpa Gejala Psikotik

PEDOMAN DIAGNOSTIK PADA PASIEN

Semua 3 gejala utama depresi harus ada Terpenuhi

Ditambah sekurang kurangnya 4 dari Tidak Terpenuhi


gejala dan beberapa diantaranya harus
berintensitas berat

Bila ada gejala penting (misalnya agitasi


atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak
mau atau tidak mampu untuk Tidak Terpenuhi
melaporkan banyak gejalanya secara
rinci.
Dalam hal demikian penilaian secara
menyeluruh terhadap episode depresif
berat masih dapat dibenarkan.

Episede depresif biasanya harus


berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat
berat dan beronset sangat cepat, maka Tidak Terpenuhi
masih dibenarkan untuk menegakkan
diagnosis dalam kurun waktu < 2
minggu

Tidak Terpenuhi
Sangat tidak mungkin pasien akan
mampu meneruskan kegiatan sosial,

11
pekerjaan, atau urusan rumah tangga,
kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

IX. Follow Up

X. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
AKSIS I : F 32.11 Episode Depresi sedang dengan Gejala Somatik
AKSIS II : Z 03.2
AKSIS III : Tidak ada (none)
AKSIS IV : Masalah keluarga dan ekonomi ( Masalah Hutang dan penjualan
Sawah)
AKSIS V : GAF admission : 40-31
GAF mutakhir : 60-51
XI. TERAPI
a. Psikofarmaka
- Antidepresan
Noxetin 20 mg ½ - 0 - 0
Merlopam 2 mg ½ - 0 – ½
b. Non farmakoterapi
 Edukasi keluarga
 Menjelaskan tentang penyakit pasien kepada keluarga, perjalanan
penyakit dan prognosisnya.

12
 Menasihati keluarga untuk memberikan dukungan moral kepada
pasien.
 Menasihati keluarga untuk memahami cara berpikir pasien.
 Menasihati keluarga agar mengawasi pasien ketika minum obat dan
membawa pasien kontrol tepat waktu.

XII. PROGNOSIS

No. Faktor Risiko ke Arah Baik Terpenuhi?


1. Onset lambat Tidak
2. Faktor pencetus jelas Ya
3. Riwayat pekerjaan, sosial, premorbid baik Ya
4. Menikah Ya
5. Sistem pendukung baik Ya
6. Gejala positif menonjol Tidak
7. Non-genetik Ya
8. Usia 15-25 tahun Tidak
9. Tidak ada kekambuhan Tidak
Kesimpulan: dubia ad bonam

13
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energy dan
minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, mengalami hilangnya nafsu makan, berpikir
mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan aktivitas, kemampuan
kognitif, bicara dan fungsi vegetative (termasuk tidur, aktivitas seksual, dan ritme biologik
yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya interpersonal, sosial dan
fungsi pekerjaan. 1

1.2.EPIDEMIOLOGI
Insidensi dan Prevalensi

Gangguan depresi paling sering terjadi,dengan prevalensi seumur hidup sekitar 15


persen. Penderita perempuan dapat mencapai 25 persen, sekitar 10 persen di perawatan
primer dan 15 persen dirawat dirumah sakit. Pada anak sekolah didapatkan prevalensi sekitar
2 persen,dan usia remaja 5 persen. 1

Jenis kelamin. Perempuan dua kali lipat lebih besar dibandingkan laki-laki. Diduga adanya
perbedaan hormon , pengaruh melahirkan, perbedaan stressor psikososial antara laki-laki dan
perempuan, dan model perilaku yag dipelajari tentang ketidak berdayaan. 1

Usia. Rata-rata usia sekitar 40 tahunan. Hampir 50 persen awitan diantara usia 20-50 tahun.
Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak-anak atau lanjut usia. Data terkini
menunjukkan,gangguan depresi diusia kurang dari 20 tahun mungkin berhubungan dengan
meningkatnya pengguna alkohol dan penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tersebut. 1

Status perkawinan. Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan
interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai atau berpisah. Perempuan yang tidak
menikah memiliki kecenderungan lebih rendah untuk menderita depresi dibandingkan dengan
yang menikah namun hal ini berbanding terbalik untuk laki-laki. 1

14
Faktor sosioekonomi dan budaya. Tidak ditemukan korelasi antara status sosioekonomi
dan gangguan depresi berat. Depresi lebih sering terjadi di daerah perdesaan dibandingkan
perkotaan. 1

1.3.ETIOLOGI
1.
Faktor organobiologi.
Dilaporkan terdapat kelainan metabolik amin biogenic seperti asam 5-
hydroxyindoloacetic (5-HIAA), asam homovanilic (HVA), dan 3 methoxy-4-
hydroxyphenyl-glycol (MHPG) di dalam darah, urin dan cairan serebrospinal (CSF)
1
pasien dengan gangguan mood.

a. Amino Biogenik
Norephineprin dan serotonin adalah dua neurotransmitter yang paling terlibat
patofisiologi gangguan mood. 1

b. Norepinefrin
Penurunan regulasi reseptor beta adrenergic dan respons klinis antidepresi merupakan
peran langsung system noradrenergic pada depresi. Bukti lainyang juga melibatkan
reseptor b2 presinaptik pada depresi,yaitu aktifnya reseptor yang mengakibatkan
pengurangan jumlah pelepasan norepinefrin. Reseptor b2-presinaptik juga terletak
pada neuron serotonergik dan mengatur jumlah pelepasan serotonin. 1

c. Dopamine
Aktivitas dopamine mungkin berkurang pada depresi. Penemuan subtype baru
reseptor dopamine dan meningkatnya pengertian fungsi regulasi presinaptik dan
pascasinaptik dopamine memperkaya hubungan antara dopamine dan ganguuan
mood. Dua teori terbaru tentang dopamine dan depresi adalah jalur dopamine
mesolimbik mungkin mengalami disfungsi pada depresi dan reseptor dopamine
mungkin hipoaktif pada depresi. 1

d. Serotonin
Aktivitas serotonin berkurang pada depresi. Serotonin bertanggung jawab untuk
mengontrol regulasi afek, agresi, tidur dan nafsu makan. Pada bebrapa penelitian

15
ditemukan jumlah serotonin yang berkurang di celah sinap dikatakan
bertanggungjawab untuk terjadinya depresi. 1

2. Faktor genetik
Genetik merupakan faktor penting dalam perkembangan gangguan mood, tetapi jalur
penurunan sangan komplek. 1

- Penelitian dalam keluarga.


Generasi pertama, lebih sering 2-10 kali mengalami depresi berat

- Penelitian yang berkaitan dengan adopsi


Dua dari tiga studi menemukan gangguan depresi berat diturunkan secara genetik.
Studi menunjukkan, anak biologis dari orang tua yang terkena gangguan mood
beresiko untuk mengalami gangguan mood walaupun anak tersebut dibesarkan oleh
keluarga angkat.

- Penelitian yang berhubungan dengan anak kembar


Kembar monozigot sebesar 50% dan kembar dizigot sebesar 10-25%. Pada anak
kembar dizigot gangguan depresi berat terdapat sebanyak 13-28% sedangkan pada
kembar monozigot 53-69%.

3. Faktor psikososial
Peristiwa kehidupan dengan stressful sering mendahului episode pertama
dibandingkan episode berikutnya.ada teori yang mengemukakan adanya stres sebelum
episode pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan
ini menyebabkan berbagai neurotrasmitter dan sistem sinyal intraneuron. Termasuk
hilangnya beberapa neuron dan penurunan kontak sinaps. Dampaknya, seorang
individu beresiko tinggi mengalami episode berulang gangguan mood, sekalipun
tanpa stresor dari luar. 1

Faktor paling mendukung sehubugan dengan peristiwa kehidupan atau stresor


lingkungan yang sering berkaitan dengan depresi adalah kehilangan orang tua
sebuelum usia 11 tahun dan kehilangan pasangan. Factor resiko lain adalah
kehilangan pekerjaannya beresiko tiga kali lebih besar untuk timbulnya gejala
dibandingkan yang bekerja. 1

16
4. Faktor kepribadian
Semua orang, apapun pola kepribadiannya, dapat mengalamidepresi sesuai dengan
situasinya. Orang dengan gangguan kepribadian obsesi kompulsi, histrionic dan
ambang, beresiko tinggi untuk mengalami depresi dibandingkan dengan gangguan
kepribadian paranoid atau antisosial. Pasien dengan gangguan distimik dan siklotimik
beresiko menjadi gangguan depresi berat. 1

5. Faktor psikodinamik pada depresi


Pemahaman psikodinamik depresi yang ditemukan oleh sigmon freud dan dilanjutkan
dengan Karl Abraham dikenal sebagai pandangan klasik dari depresi. 1

Teori tersebut termasuk empat hal utama: 1

1. Gangguan hubungan ibu- anak selama fase oral (10-18 bulan), menjadi faktor
predisposisi untuk rentan terhadap episode depresi berulang.
2. Depresi dapat dihubungkan dengan kenyataan atau bayangan kehilangan objek.
3. Introjeksi merupakan terbangkitnya mekanisme pertahanan untuk mengatasi
penderitaan yang berkaitan dengan kehilangan objek.
4. Akibat kehilangan objek cinta, diperlihatkan dalam bentuk campuran antara benci
dan cinta, perasaan marah yang diarahkan pada diri sendiri.

1.4.GEJALA KLINIS

Tanda dan gejala : 1

 Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya energi adalah gejala utama dari
depresi. Pasien mungkin mengatakan perasaannya sedih, tidak mempunyai harapan,
dicampakkan, atau tidak berharga.1
 Pasien depresi terkadang tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh
tentang gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman dan
aktivitas sebelumnya. 1
 Hampir semua pasien depresi mengeluh tentang penurunan energi.
 Pasien dengan depresi mengalami kesulitan menyelesaikan tugas, mengalami hendaya
disekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan
baru.1

17
 Pasien mengeluh masalah tidur, khususnya terjaga dini hari (Terminalinsomnia) dan
sering terbangun pada malam hari karena memikirkan masalah yang dihadapi. 1
 Kebanyakan pasien juga menunjukan peningkatan atau penurunan nafsu makan
demikian pula dengan bertambah dan menurun berat badannya serta mengalami tidur
lebih lama dari yang biasanya. 1
 Kecemasan
 Perubahan asupan makanan dan istirahat dapat menyebabkan timbulnya penyakit lain
secara bersamaan, seperti diabetes, hipertensi, penyakit paru obstruksi kronik, dan
penyakit jantung. Gejala lain termasuk haid yang tidak teratur dan menurunnya minat
serta aktivitas seksual.1

1.5. PEDOMAN DIAGNOSIS GANGGUAN DEPRESI BERDASARKAN (PPDGJ-III)

Pedoman diagnostik secara umum episode depresif Berdasarkan PPDGJ III: 3

1. Gejala Utama :

- Afek depresif

- Kehilangan minat dan kegembiraan

- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah, dan

menurunnya aktivitas.

2. Gejala tambahan :

- Konsentrasi dan perhatian kurang

- Harga diri dan kepercayaan diri kurang

- Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berminat

- Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.

- Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri.

- Nafsu makan berkurang.

- Tidur terganggu.

18
 Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa

sekurang-kurangnya 2 minggu untuk menegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih

pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

 Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1) dan Berat (F32.2)

hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif

berikutnya harus diklasifikasi di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif

berulang (F33.-).

F 32.1 Episode Depresif Sedang

Pedoman Diagnostik Episode Depresif Sedang (F32.1)

a. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi pada episode depresi ringan.
b. Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya.
c. Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 3 minggu.
d. Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah
tangga.
Karakter kelima: F32.10 = Tanpa gejala somatik

F32.11 = Dengan gejala somatic

1.6.PENATALAKSANAAN
1.6.1. Farmakoterapi
Pemberian Obat-Obatan Anti Depresan:5

Obat antidepresan mempunyai beberapa sinonim, antara lain timoleptik atau


psychic energizers. Dalam membicarakan obat antidepresi yang menjadi obat acuan
adalah amitriptilin.5

Sindrom depresi disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu neurotransmiter


aminergik (noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di SSP khususnya di
sistem limbik. Mekanisme kerja obat-obat anti depresi yaitu menghambat re-uptake
neurotransmiter aminergik dan menghambat penghancuran oleh ensim monoamin
oksidase. 5
19
Pengolongan Obat antidepresan :

 Obat antidepresan Trisiklik : Seperti amitriptyline, imipramine,


Clomipramine, Tianeptine
 Obat antidepresan Tetrasiklik : Seperti Maprotiline, Mianserin, Amoxapine
 Obat antidepresan Reversible Inhibitor Monoamin oxydase – A (RIMA) :
Seperti Moclobemide
 Obat antidepresan Selective Serotonin Reupteke Inhibitor (SSRI) : Seperti
Sertraline, Fluoxetine, Duloxetine, Citalopram
 Obat antidepresan Atipikal : Seperti Trazodone, Mitrazapine

Efek Samping5

 Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor


menurun, dll)

 Efek antikolinergik (mulut kering, retensi urin. penglihatan kabur, konstipasi,


sinus takikardi, dll)

 Efek antiadrenergik alfa (perubahan EKG, hipotensi)

 Efek neurotoksis (tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia)

5
Gbr. Pemilihan Obat

Efek samping yang tidak berat biasanya berkurang setelah 2-3 minggu bila tetap
diberikan dengan dosis yang sama.
20
Pada keadaan overdosis/intoksikasi trisiklik dapat terjadi Atropine Toxic
Syndrome dengan gejala eksitasi susunan saraf pusat, hipertensi, hiperpireksia,
konvuisi, toxic consumed state (confusion, delirium, disorientation). 5

Cara Penggunaan

Pemilihan jenis obat berdasarkan toleransi pasien terhadap efek samping dan
penyesuaian efek samping terhadap kondisi pasien (usia, penyakit fisik tertentu.
jenis depresi).5

Dalam pengaturan dosis perlu dipertimbangkan:


 Onset efek primer : sekitar 2-4 minggu.
 Onset efek sekunder : sekitar 12-24 jam
 Waktu paruh : 12 - 48 jam (pemberian 1-2x perhari)

Proses dalam pengaturan dosis :5

1. Initiating dosage (test dose); untuk mencapai dosis anjuran selama 1


minggu.
2. Titrating dosage (optimal dose); mulai dosisi anjuran sampai mencapai
dosis efektif (dosis optimal)
3. Stabilizing dosage (stabilization dose); dosis optimal yang dipertahankan
selaam 2-3 bulan.
4. Maintaining dosage (maintenance dose); selama 3-6 bulan. Biasanya dosis
pemeliharaan = ½ dosis optimal.
5. Tappering dosage (tappering dose); selama 1 bulan. Kebalikan dari proses
“initiating dosage”.

Dengan demikian obat anti-depresi dapat diberhentikan total. Kalau kemudia Sindrom
Depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dan awal dan seterusnya.5

Pada dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single dose one
hour before sleep) untuk golongan Trisiklik dan Tetrasiklik. Untuk golongan SSRI
diberikan dosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan pagi.5

21
No. Nama generic Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran
1. Amitriptyline AMITRIPTYLINE Drag 25 mg 75-150 mg/h
2. Amoxapine ASENDIN Tab 100 mg 200- 300 mg /h
3. Tianeptine STABLON Tab12,5 mg 25-50 mg/h
4. Clomipramine ANAFRANIL Tab 25 mg 75-150 mg/h
5. Imipramine TOFRANIL Tab 25 mg 75-150 mg/h
6. Meclobemide AURORIX Tab 150 mg 300-600 mg/h
Tab 10 mg
Tab 25 mg
Tab 50 mg
7. Maprotiline LUDIOMIL 75-150 mg /h
Tab 75 mg
Drop 2 % 50 ml
Ampul 25-5 ml
Tab 10 mg
8. Mianserin TOLVON 30-60 mg/h
Tab 30 mg
ZOLOFT
FATRAL
9. Sertraline Tab 50 mg 50-100 mg/h
FRIDEP
NUDEP
Tab 50 mg
10. Trazodone TRAZONE 100-200mg/h
Tab 100 mg
11. Paroxetine SEROXAT Tab 20 mg 20-40 mg/h
Tab 20 mg
12. Fluvoxamine LUVOX 50-100 mg/h
Tab 50 mg
PROZAC Cap 20 mg
NOPRES Cap 20 mg
ANSI Cap 10-20 mg
13. Fluoxetine ANTIPRESTIN Cap 10-20 mg 20-40 mg/h
LODEP Cap 20 mg
KALXETIN Cap 10-20 mg
ZAC Cap 10-20 mg

22
14.
Citalopram CIPRAM Tab 20 mg 20-60 mg/h
15.
Mirtazapine REMERON Tab 30 mg 15-45 mg/h

1.7.2 penanganan psikososial


A. Psikoterapi.
Berbagai jenis psikoterapi tersedia bagi pasien depresif ringan atau sedang atau
bagi pasien yang telah sembuh dari episode depresif berat. Terapi tersebut meliputi:
terapi kognitif berupa pengajaran agar pasien dapat menghadapi kognisi depresif
personal; terapi kelompok; psikoterapi psikoanalisis; dan pada kasus masalah keluarga
atau perkawinan, terapi keluarga dan terapi mental. Semua terapi dapat digunakan
bersama farmakoterapi.2

Prognosis
Hasil episode depresif berbeda-beda tetapi pada umumnya semakin lama follow-up
semakin baik. Resiko kekambuhan berkurang jika obat antidepresan diteruskan selama
6 bulan setelah akhir episode depresif, secara keseluruhan.2

Indikator prognosis
Indikator prognosis baik dan buruk pada depresi yaitu :1
Prognosa baik apabila :
- Episodenya ringan,
- tidak ada gejala psikotik
- Waktu rawat inap singkat
- Indikator psikososial meliputi mempunyai teman akrab selama masa remaja,
- Fungsi keluarga stabil
- Lima tahun sebelumnya sakit secara umum fungsi sosial baik.
- Tidak ada kemorbiditasdan gangguan psikiatri lain.
- Tidak lebih dari sekali rawat inap dengan depresi berat,
- onset awal pada usia lanjut.

Prognosa buruk apabila :


- Depresi berat bersamaan dengan distimik
- Penyalahgunaan Alkohol dan zat lain
23
- Ditemukan gejala gangguan cemas
- Ada Riwayat lebih dari satu episode depresi sebelumnya

24
Gangguan Somatisasi

PENDAHULUAN

Gangguan somatisasi sudah dikenal sejak zaman mesir kuno. Nama awalnya untuk gangguan
somatisasi adalah hysteria, suatu keadaan yang secara tidak tepat diperkirakan hanya
mengenai wanita saja. Hysteria berasal dari bahasa Yunani “ Hysteria” yang diartikan sebagai
rahim. (7)
Pada abad ke – 17, Thomas syndenham menemukan bahwa faktor psikologis yang
dinamakannya penderitaan yang mendahului (antecendent sorrow) adalah terlibat dalam
patogenese gejala somatisasi. (7)
Ditahun 1859 Paul Briquet, seorang dokter Perancis mengamati banyaknya gejala dan sistem
organ yang terlibat dalam perjalanan penyakit yang biasanya kronis. (7)
Pada tahun 1943, Stekel mengusulkan istilah somatization untuk menggambarkan manifestasi
klinis fisik dari konflik neurotik , sebuah konsep yang mirip dengan Freud tentang
Conversion Hysteria. (9)

DEFENISI
Gangguan somatisasi ditandai oleh banyaknya gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan
secara adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gangguan ini dibedakan dari
gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan melibatkan sistem organ yang
multipel ( sebagai contohnya : gastrointestinal dan neurologis). Gangguan ini adalah kronis (
dengan gejala ditemukan selama beberapa tahun dan dimulai sebelum usia 30 tahun) dan
disertai dengan penderitaan psikologis yang bermakna, gangguan fungsi sosial dan pekerjaan,
dan perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan. (7)

EPIDEMIOLOGI
Prevalensi seumur hidup gangguan pada populasi umum diperkirakan adalah 0,1 – 0,2 %
walaupun beberapa kelompok penelitian percaya bahwa angka sesungguhnya mungkin
mendekati 0,5 %. (1) Wanita dengan gangguan somatisasi melebihi jumlah laki – laki sebesar
5-20 kali, walupun perkiraan tertinggi mungkin karena kecenderungan awal yang tidak
mendiagnosis ganguan somatisasi pada laki-laki. Namum demikian, dengan rasio wanita
berbanding laki-laki adalah 5 berbanding 1, prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi

25
pada wanita dipopulasi umum adalh 1 atau 2 persen ; gangguan ini bukan gangguan yang
jarang ditemukan.(7)
Ganguan berhubungan terbalik dengan posisi sosial, terjadi paling sering pada pasien
denganpendidikan rendah dan miskin(9). Banyak penderita
Gangguan somatisasi tubuh dengan menyaksikan kesakitan dari penyakit yang diderita oleh
orang tuanya atau sering menderita penyakit sewaktu anak-anak(9).
Gangguan somatisasi didefinisikan dimulai sebelum usia 30 tahun, tetapi seringkali mulai
usia belasan tahun.(7)

ETIOLOGI
Penyebab gangguan somatisasi adalah tidak diketahui.(10)
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan gangguan somatisasi antara lain :
A. Faktor psikososial.
Rumusan psikososial tentang penyebab gangguan melibatkan interpretasi gejala suatu tipe
komunikasi sosial, hasilnya adalah menghindari kewajiban (sebagai contoh : mengerjakan
pekerjaan yang tidak sesuai), mengekspresikan emosi (sebagai contohnya : kemarahan
pada pasangan), atau untuk mensimbolisasikan suatu perasaan atu keyakinan
(sebagai contohnya : nyeri pada usus seseorang )(4)
Interpretasi psikoanaliti yang ketat tentang gejala terletak pada hipotesi bahwa gejala adalah
substitusi untuk implus instinktual yang direpresi.(10)
Beberapa pasien gangguan somatisasi berasal dari rumah yang tidak stabil dan telah
mengalami penyiksaan fisik.(10). Pandangan perilaku padagangguan somatisasi menekan
bahwa pengajaran perebterial dan etika moral mungkin mengajarkan anak-anak untuk lebih
bersomatisasi dibandingkan anak lain.(7)
B. Faktor Biologi.
Data genetika menyatakan bahwa sekurang-kurangnya pada beberapa keluarga, transmisi
gangguan somatisasi memiliki suatu komponen genetika(7). Data menyatakan bahwa
gangguan somatisasi cenderung terjadi pada 10-20% saudara wanita derajad pertama
penderita gangguan somatisasi
Dan penyalagunaan zat dan ganguan kepribadian antibiotik dialami saudara laki-lakinya(7).
Penelitian neuropsikologis menyatakan bahwa pasien memiliki gangguan perhatian dan
kognitif yang menyebabkan persepsi yang salah tertahap masukan somatosensorik(7,10).

26
Gangguan yang dilaporkan adalah distraktibilitas, asosiaso parsial, sirkumstansial dan tidak
adanya selektivitas.(7)
Pemeriksaan pencitraan otak menunjukkan penurunan motabolisme dilobus frontalis dan
hemisfer non dominan.(7)
Penelitian neuro ilmiah dasar mengajukan konsep sitokin yang merupakan molekul pembawa
pesan dari sistem kekebalan kepada dirinya sendiri dan kepada otak. Beberapa percobaan
awal menyatakan bahwa sitokin berperan dalam patogenesis gejala non spesifik dari penyakit
seperti hipersomnia, anoreksia, kelelahan dan depresi. Tetapi belum ada data yang pasti
menunjukan hubungan gangguan somatisasi dengan regulasi sitokin yang abnormal.(7)

DIAGNOSIS
Banyak pedoman untuk mendiagnosis gangguan somatisasi. Salah satunya yang sedang
sederhana dan berlaku di indonesia adalh berdasarkan pedoman penggolongan dan Diagnosis
Gangguan jiwa di Indonesia III, dimana diagnosa pasti gangguan somatisasi memerlukan
hal-hal berikut.
A. Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam –macam yang tidak dapat dijelaskan
atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikit 2 tahun.
B. Tidak mau meneima nasihat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada
kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.
C. Terdapat disabilitasi dalam fungsinya dimasyarakat dan keluarga yang berkaitan dengan
sifat keluhan – keluhannya dan dampak dari perilakunya.

GAMBARAN KLINIK
Gangguan somatisasi ditandai oleh banyak keluhan fisik yang mengenai banyak sistem organ.
Selama perjalanan penyakit, penderita gangguan somatisasi mengeluhkan sekurang-
kurangnya empat gejala nyeri yaitu dua gejala gastrointestinal, satu gejala seksual dan satu
gejala neurologis yang tidak dapat dijelaskan melalui pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Pasien biasanya tetapi tidak selalu menggambarkan keluhannya dalam cara yang
dramatik, emosional dan berlebihan dengan bahasa yang gemblang dan bermacam-macam.
Gejala yang paling sering timbul biasanya berupa mual, muntah, kesulitan menelan, nyeri
lengan dan tungkai, nafas pendek yang tidak berhubungan dengan
aktifitas, amnesia, komplikasi kehamilan dan menstruasi.

27
Kondisi psikiatri yang paling menonjol pada gangguan somatisasi adalh kecemasan dan
depresi(1). Ganggauan somatisasi seringkali disertai oleh gangguan mentyal lainya termasuk
gangguan depresi berat, gangguan kepribadian (Contohnya :paranoid, obsesif, anti sosial
dan histrionik), gangguan penyalagunaan zat, kecemasan umum dan fobia.
Ancaman bunuh diri sering ditemukan, tetapi bunuh diri yang sesungguhnya hanya dijumpai
pada pasien gangguan somatisasi yang disertai dengan penyalagunaan zat
DIAGNOSIS BANDING
Gangguan somatisasi biasanya didiagnosa banding dengan :
1. Gangguan somatoform lainya yaitu:
A. Gangguan konveksi
B. Hipokondriasis
C. Gangguan nyeri
D. Gangguan dismorfik tubuh.
2. Gangguan depresi berat
3. Gangguan kecemasan umum.
4. Gangguan medis non psikoatri seperti multipe sklerosi, miastenia gravis, lupus eritematosus
sistemik, AIDS, porfiria intermitten akut, hiperparatiroidsme dan infeksi sistemik kronis.
Onset gejala somatik multi pel pada seseorang pasien yang berusia lebih dari 40 tahun harus
dianggap disebabkan oleh kondisi non psikistrik sampai pemeriksaan media yang lengkap
telah dilakukan.

PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS


Gangguan somatisasi suatu gangguan kronis dan sering menyebabkan ketidak
mampuan(1,2,3,4). Episode peningkatan keparahan gejala dan perkembangan gejala yang baru
diperkirakan berlanmgsung enam sampai sembilan bulan dan dapat dipisahkan oleh periode
yang kurang simptomatik yang berlangsung selama sembilan sampai dua belas bulan.(7)

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien dengan gangguan somatisasi merupakan sebuah tantangan tersendiri
dimana pasien biasanya menolak untuk berobat kepada psikiater.(10)
1. Interaksi dokter dengan pasien.
Pasien gangguan somatisasi paling baik diobati jika mereka memiliki seseorang dokter
tunggal sebagai perawat kesehatan utamanya(1). Hubungan ini harus memiliki dipertahankan
28
terus dan dokter harus mempunyai empati terhadap pasien(10). Kunjungan harus relatif singkat
dan dilakukan pemeriksaan fisik lengkap dengan meminimalisasi pemeriksaan laboratorium
dan penunjang diagnostik.(7)

2. Psikoterapi individu dan kelompok.


Dapat membantu pasien mengatasi gejalanya untuk mengekspresikan emosi yang
mendasari dan mengembangkan strategi alternatif untuk mengekspresikan perasaan
mereka(7). Biasanya pasien merasa ditolak, tidak dimengerti dan diasingkan dari pergaulan,
oleh karena itu terapi kelompok dapat mengatasi hal tersebut.(10)

3. Farmokoterapi.
Memberikan medikasi psikotropik bilamana gangguan somatisasi ada bersama-sama
dengan gangguan mood atau kecemasan adalh selalu memiliki resiko(7), tetapi pengobatan
psikofarmakologis, dan juga pengobatan psikoterapetik, pada gangguan penyerta adalah
diindikasikan(7,10). Medikasi haerus dimonitor, karena pasien dengan gangguan somatisasi
cenderung menggunakan obat secara berlebihan dan tidak dapat dipercaya.(7)

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Elvira S.D, hadisukanto.G . Buku Ajar Psikiatri edisi ke II. Jakarta, fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.2013. hal 228
2. Puri B.K, laking P.J dkk, Buku Ajar Psikiatri edisi keII, Jakarta .EGC 2012.hal: 33,
164-187
3. Maslim R. Skizofrenia, Episode Depresi dan gangguan Somatisasi Buku Saku
Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III Edisi ketiga. Jakarta: PT
Nuh Jaya, 2003. Hal: 64 dan 84
4. Amir Nurmiati, Depresi Aspek neurobiology Diagnosis dan tatalaksana, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2005 , hal 18.
5. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta-Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma jaya. 2002.
6. Tomp David A, Buku saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta ; EGC. 2003
7. Kaplan dan Sadock. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku dan Psikiatri
Klinis. Edisi Ketujuh.Jakarta: Binarupa Aksara.1997. h: 685-729.
8. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya. Jakarta.2003. h: 46-9.
9. Halgin R.P, Whitboume S. K : Abnormal Psychology ; The Human Experience of
Psychological Disorders, Massachusetts, 1997, page.240-241.
10. Elkin G. D : Introduction to Clinical Psychiatry, Firs Edition, Prentice-Hall
International Inc, San Fransisco, 199, page, 117-121.

30

Você também pode gostar