Você está na página 1de 17

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL

PERAN KEPOLISIAN DALAM MENGATASI TINDAK PIDANA


PENGANIAYAAN AKIBAT PENAGIHAN HUTANG

Oleh:
WIDYA FAN GESTIKA MAABU
NIM. 271412044

Telah diperiksa dan disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Moh Rusdiyanto U. Puluhulawa SH. M.Hum Lisnawaty W. Badu SH. MH


NIP. 197011051997031001 NIP. 196905292005012001

1
PERAN KEPOLISIAN DALAM MENGATASI TINDAK PIDANA
PENGANIAYAAN AKIBAT PENAGIHAN HUTANG

Widya Fan Gestika Maabu


Pembimbing I: Moh Rusdiyanto U. Puluhulawa SH. M.Hum
Pembimbing II: Lisnawaty W Badu SH. MH

ABSTRAK

Penulisan ini guna mengetahui dan menganalisis Bagaimana peran


kepolisian dalam mengatasi tindak pidana penganiayaan akibat penagihan hutang
dan untuk mengetahui dan menganalisis faktor penghambat pihak kepolisian
dalam mengatasi tindak pidana penganiayaan akibat penagihan hutang.
Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
empiris dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan tata cara
penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu yang dinyatakan oleh respon
den secara tertulis atau lisan dan perilaku nyata.
Hasil Penelitian menunjukan bahwa peran kepolisian dalam mengatasi
tindak pidana penganiayaan akibat penagihan hutang belum maksimal hal ini
dilihat sampai dengan saat ini masih banyak pelaku yang melakukan
penganiayaan akibat penagihan hutang. Dalam hal tindak pidana penganiayaan
akibat penagihan hutang kepolisian mengalami Beberapa faktor penghambat
dalam mengatasi tindak pidana penganiayaan akibat penagihan hutang yaitu
kurangnya pengetahuan hukum oleh masyarakat kecamatan kabila bone sehingga
gagal menerapkan hukum dan menanggulangi terjadinya tindak pidana
penganiayaan akibat penagihan hutang mengakibatkan penganiayaan akibat
penagihan hutang mengalami kendala.

Kata Kunci: Peran Kepolisian

2
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan
atas kekuasaan belaka. Penegakkan hukum harus sesuai dengan ketentuan yang
berlaku juga berdasarkan pada pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Hukum tersebut harus ditegakkan demi
terciptanya tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang dirumuskan
pada Pembukaan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada
‘Alinea ke 4 yaitu membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahateraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.1
Ketika mendengar istilah debtcollector masyarakat berasumsi bahwa debt
collector berperilaku kasar, garang dan selalu memberikan ancaman atau
penyitaan barang itulah yang terjadi dalam masyarakat. Di media Koran maupun
televisi masyarakat sering mendengar maupun melihat kejadian kekerasan yang
dilakukan oleh debtcollector terhadap debitur dalam penagihan hutang.
Tidak sedikit kasus penganiayaan yang di lakukan debtcollector dan
megakibatkan luka yang dialami oleh debitur . Bukan hanya itu saja sering kita
jumpai debtcollector mencaci maki maupun mengancam akan menyita semua
barang berharga milik debitur sebagai jaminan karena tidak mampu membayar
cicilan pinjaman kredit. Pemberi pinjaman harusnya melindungi debiturnya
karena belum tentu cicilan macet karena debiturnya nakal, bisa jadi debitur sedang
mengalami kesulitan ekonomi. Hal itu juga tidak lepas dari kesalahan pemberi
pinjaman itu sendiri yang tidak mensurvei kondisi ekonomi si debitur.
Kekerasan pada umumnya yang dilakukan oleh debtcollector dalam
penagihan hutang terhadap debitur karena tidak adanya etikat baik dari si debitur
dalam penyelesaian penagihan hutang maka dalam posisi seperti itu debt collector
melakukan penekanan agar debitur benar-benar mau menyelesaikan tagihan
hutang yang tertanggung pada si pemberi pinjaman. Dengan banyaknya karakter

1
Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia 1945 hlm.4 thn 2010

1
yang dimiliki oleh debitur dalam melakukan penagihan hutang yang terjadi di
kecamatan kabila bone kabupaten bone bolango.
Tidak hanya pola interaksi yang menjadi faktor utama antar debtcolletor
dengan debitur dalam melakukan penagihan hutang. Dalam hal ekonomi pun bisa
menjadi hambatan pola interaksi penagihan hutang terhadap debitur. Di butuhkan
kerja sama yang baik dalam etikat penyelesaian pelunasan cicilan tagihan hutang.
Sebagaimana hasil data yang di peroleh oleh peneliti di polsek kabila bone
kabupaten bone bolango yakni tercatat sebanyak 3 kasus yakni pada tahun 2013
sebanyak 1 kasus tahun 2014 sebanyak 1 Kasus dan 2015 sebanyak 1 kasus
tindak pidana penganiayaan akibat penagihan hutang.
Berdasarkan uraian di atas, penulis dapa merumuskan rumusan masalah
yakni (1) bagaimana peran kepolisian dalam mengatasi tindak pidana
penganiayaan akibat penagihan hutang dan (2) faktor-faktor apa saja yang
menghambat pihak kepolisian dalam mengatasi tindak pidana penganiayaan
akibat penagihan hutang.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang di anggkat oleh peneliti adalah penelitian hukum empiris
dengan pendekatan kualitatif. Dalam materi penelitian ini, menggunakan jenis
data Primer dan Sekunder (Library Research). Karena data yang diperoleh berupa
data Sekunder dan Primer, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
melalui studi dokumentasi atau melalui penelusuran literatur serta dengan
melakukan teknik wawancara atau observasi. Adapun analisis data dalam
penelitian hukum memiliki sifat Deskriptif. Sifat analisis deskriptif maksudnya
dalah bahwa peneliti dalam menganalisis berkeinginan untuk memberikan
gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian sebagaimana hasil
penelitian yang dilakukannya. Penggunakan pendekatan kualitatif yaitu suatu
cara analisis hasil penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, data yang
dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan serta juga tingkah laku yang
nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.2

2
Dr.Mukti Fajar ND & Yulianto Achmad, MH. Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris.Yogyakarta:Celeban
Timur UH III. 2009. hal 183

2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Polsek Kabila Bone adalah wilayah hukum polres bone bolango yang
terletak di kecamatan kabila bone kabupaten bone bolango. Polsek kabila bone
merupakan organisasi yang di pimpin Kepala Polisi Sektor (Kapolsek).
Kantor Polsek Kabila Bone merupakan instansi yang berperan aktif dalam
administrasi pemerintahan, pembangunan dan pemasyarakat yang khusunya
melayani, melindungi dan mengayomi masyarakat. Kantor Polsek Kabila Bone
terdiri atas Beberapa bagian, satuan fungsi dan seksi yaitu : Kanit Provost,
Kasium, Kanit Humas, Kanit Intelkam, Kanit Reskrim, Kanit Binmas, Kanit
Sabhara, Kanit Lantas.

Peran Kepolisian Dalam Mengatasi Tindak Pidana Penganiayaan Akibat


Penagihan Hutang
Penganiayaan akibat penagihan hutang kita ketahui bersama adalah
penganiayaan yang diakibatkan oleh seseorang yang mempunyai hutang dapat
melupakan janjinya kepada seseorang yang memberikan pinjaman, akan tetapi
tiba waktunya untuk membayarnya yang berhutang tidak melunasinya, sehingga
membuat debitur kesal, kecewa, bahkan sampai marah dan terpaksa melakukan
tindakan penganiayaan yang tidak di inginkan ini kepada debtcollector.
Pengertian Penganiayaan Akibat Penagihan Hutang menurut warga
masyarakat kecamatan kabila bone antara lain.
Mawar (nama samaran), wawancara 10 Februari 20163,Penganiayaan akibat
penagihan hutang yaitu terjadinya penganiayaan akibat penagihan hutang karena
biasanya yang berhutang sering berjanji akan membayar hutang misalnya bulan
depan, akan tetapi tiba waktunya yang berhutang tidak melunasinya. Sehingga
membuat yang berhutang kesal, kecewa, karena terus-terusan si penagih hutang
selalu datang menagih hutang pada yang berhutang pada hal yang berhutang
sudah mengeluarkan janji bahwa hutangnya akan di bayar bulan depan serta tiba
waktu yang telah di tentukan sebelumnya tidak melunasinya jadi si yang

3
Mawar (nama samaran), Korban Tindak Pidana Penganiayaan Akibat Penagihan Hutang. Desa Modelomo, Kec. Kabila
Bone, Kab Bone Bolango wawancara, 10 Februari 2016

3
berhutang marah, lantaran si penagih hutang terus-terusan datang jadi si penagih
hutang terpaksa melakukan penganiayaan terhadap yang menagih hutang.
Sau (nama samaran), wawancara 10 Februari 20164, Penganiayaan akibat
penagihan hutang yaitu lantaran si yang berhutang tidak dapat memenuhi
perjanjian, maka dengan terpaksa yang menagih hutang melakukan perbuatan
tindak pidana penganiayaan ini lantaran si yang menagih hutang sudah kesal pada
yang berhutang yang sudah tidak mau lagi membayarnya.
Frengki Botutihe, wawancara 10 Februari 20165, Penganiayaan akibat
penagihan hutang yaitu penganiayaan akibat penagihan hutang disebabkan oleh
orang yang mempunyai hutang dapat melupakan janjinya kepada orang yang
memberikan pinjaman, bahkan ada yang didatangi untuk di tagih hutangnya malah
hanya memberikan kata-kata yang dapat menyakiti hati orang yang memberikan
pinjaman.
Dari Beberapa pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa penganiayaan
akibat penagihan hutang yaitu di sebabkan oleh yang punya hutang tidak mau lagi
membayar hutangnya dan hanya mengeluarkan kata-kata yang membuat penagih
hutang marah seperti berjanji akan membayar hutangnya pada waktu yang telah di
tentukan serta tiba waktunya akhirnya tidak membayar.
Sebagai mana diatur dalam KUHP yang di amanatkan pada pasal 351 ayat
1 yaitu, “Penganiayaan di ancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun
delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.6
Menurut pendapat Soebroto Brotodiredjo sebagaimana di kemukakan oleh
R. Abdussalam bahwa keamanan dan ketertiban adalah keamanan bebas dari
kerusakan atau kehancuran yang mengancam keseluruhan atau perorangan dan
memberikan rasa bebas dari ketakutan dan kekawatiran, sehingga ada kepastian
dan rasa kepastian dari jaminan segala kepentingan atau suatu keadaan yang bebas
dari pelanggaran dan norma-norma hukum7. Sehingganya diperlukan peran atau
tindakan kepolisian, sebagaimana di kemukakan oleh Satjipto Raharjo yang di
4
Sau (nama samaran), Korban Tindak Pidana Penganiayaan Akibat Penagihan Hutang. Desa Modelomo, Kec. Kabila
Bone, Kab Bone Bolango wawancara, 10 Februari 2016
5
Frengki Botutihe, Masyarakat Desa Modelomo, Kec Kabila Kabila Bone, Kab Bone Bolango wawancara, 10 Februari
2016
6
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 351
7
Sadjijiono, Op.cit. hal 109

4
kutip oleh Achmat Ali, bahwa “aparat penegak hukum menjalankan dua tugas
yaitu disatu pihak melaksanakan ketertiban (order) dan dipihak lain untuk
melaksanakan hukum (law).8
Sebagaimana pernyataan yang di tuturkan diatas maka kepolisian sebagai
institusi Negara untuk menyelenggarakan hukum agar terciptanya keamanan dan
ketertiban Negara. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti
dengan Beberapa informan tentang penganiayaan, adapun Beberapa pendapat
tersebut sebagai berikut :
Mawar (nama samaran), wawancara 10 Februari 2016 9, penganiayaan yaitu
merupakan suatu perbuatan yang sangat merugikan orang lain dan penganiayaan
juga merupakan tindak kekerasan yang menimbulkan stress dan melanggar hak
asasi manusia.
Sau (nama samaran), wawancara 10 Februari 201610, penganiayaan yaitu
suatu tindakan seseorang yang melakukan pemukulan atau tindakan kejahatan
kepada orang lain yang menimbulkan sakit atau luka pada tubuh korban tersebut.
Frengki Botutihe, wawancara 10 Februari 201611, penganiayaan yaitu
merupakan suatu perbuatan yang tidak menyenangkan yang di lakukan oleh
seseorang kepada orang lain.
Dari Beberapa pendapat diatas peneliti menyimpulkan bahwa penganiayaan
yaitu merupakan bentuk tindakan yang tidak disukai oleh masyarakat dan
berpengaruh terhadap kesenjangan sosial. Dan berdampak buruk terhadap
lingkungan disekitar tempat tinggal karena dapat menimbulkan kekerasan fisik
maupun psikis serta melanggar hak asasi manusia. Adapun tindakan yang di
lakukan oleh pihak kepolisian dalam mengatasi tindak pidana penganiayaan akibat
penagihan hutang ini diantaranya.

8
Ibid hal 112
9
Mawar (nama samaran), Korban Tindak Pidana Penganiayaan Akibat Penagihan Hutang. Desa Modelomo, Kec. Kabila
Bone, Kab Bone Bolango . wawancara 10 Februari 2016
10
Sau (nama samaran), Korban Tindak Pidana Penganiayaan Akibat Penagihan Hutang. Desa Modelomo, Kec. Kabila
Bone, Kab Bone Bolango, wawancara 10 Februari 2016
11
Frengki Botutihe Masyarakat Desa Modelomo, Kec Kabila Kabila Bone, Kab Bone Bolango Wawancara 10 Februari
2016

5
Tindakan Preventif
Berdasarkan asas Preventif (prevetienve beginsel), yakni bahwa tindakan
kepolisian lebih mengutamakan pencegahan dari pada penindakan, dari itu pihak
kepolisian dalam hal mencegah terjadinya suatu tindakan yang mengandung unsur
pidana dikarenakan penagihan hutang dalam hal ini tindak pidana penganiayaan
yaitu dengan cara sebagai berikut;
1. Menerima dan merespon setiap laporan masyarakat yang menjadi koraban
terjadinya tindakan penganiayaan akibat penagihan hutang.
2. Melakukan proses sesuai hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
3. Apabila tindakan penganiayaan akibat penagihan hutang itu bersifat ringan
melakukan upaya damai kedua belah pihak apabila hal itu di mungkinkan.
Sesuai dengan pernyataan kanit reskrim Brigadir Zulkifli Doda12,
wawancara 22 Februari 2013 Dengan demikian kami selaku aparat penegak
hukum sangatlah aktif dalam menjaga ketertiban masyarakat termasuk dalam
memberikan sosialisasi tindak pidana penganiayaan akibat penagihan hutang
kepada masyarakat. Dan menindak lanjuti setiap laporan dan aduan masyarakat
dengan cara melakukan penyelidikan dan penyidikan setiap laporan yang masuk.
Dengan demikian kami juga selaku aparat penegak hukum yang ditugaskan di
wilayah kecamatan kabila bone sudah dapat mencegah tindakan-tindakan yang
mengandung unsur pidana akibat penagihan hutang antara lain tindak pidana
penganiayaan akibat penagihan hutang.

Tindakan Refresif
Tindakan yang harus dilakukan ketika suatu perbuatan tindak pidana
penganiayaan yang diakibatkan penagihan hutang itu terjadi yaitu dengan cara
menerapkan regulasi hukum sesuai dengan aturan agar dalam mengatasi tindak
pidana penganiayaan akibat penagihan hutang sehingga Institusi Polri dalam hal
menegakan tujuan hukum benar-benar berada pada keadaan yang stabil dan
konsisten demi tercapainya keamanan dan ketertiban berdasarkan tugas dan fungsi
Polri sebagaimana yang telah diamanahkan dalam Undang-undang No.2 Tahun

12
Brigadir Zulkifli Doda, Kanit Reskrim, Wawancara 22 Februari 2016, Di Kantor Kepolisian Polsek Kabila Bone.

6
2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia. Adapun tindakan represif yang
dimaksud antara lain;
1. Penyelidikan
Secara umum penyelidikan atau dengan kata lain sering disebut dengan
penelitian adalah langkah awal atau upaya awal untuk mengidentifikasi benar atau
tidaknya suatu peristiwa pidana itu terjadi. Dalam perkara pidana,penyelidikan
atau penyidikan ini adalah langkah-langkah untuk melakukan penyelidikan
berdasarkan hukum dan peraturan perundang undangan.13
Berdasarkan penelitian ada beberapa penjelasan mengenai tindakan yang
dilakukan kepolisian dalam mengatasi tindak pidana penganiayaan akibat
penagihan hutang.antara lain”
Brigadir Zulkifli Doda, wawancara 22 Februari 201614 menjelaskan bahwa
aparat kepolisian polsek kabila bone sangatlah aktif dalam menjaga ketertiban
masyarakat termasuk mencegah seseorang untuk melakukan peminjaman lagi
kepada si peminjam yang masih punya hutang, dan menindak lanjuti setiap aduan
masyarakat yang dilaporkan, dengan cara melakukan penyidikan setiap laporan
yang masuk.
15
Brigadir Nazib Berekat, wawancara 22 Februari 2016 menuturkan bahwa
langkah awal untuk mengatasi suatu tindak pidana, dalam hal ini tindak pidana
penganiayaan akibat penagihan hutang yaitu memberikan sosialisasi serta
menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi di masyarakat dan akan
pentingnya kesadaran hukum serta dampak hukum yang akan terjadi akibat dari
perbuatan tersebut. dan juga dapat melakukan tindakan kepolisian dengan
menyikapi dan menindak lanjuti setiap laporan penganiayaan akibat penagihan
hutang yang terjadi dimasyarakat dan mempelajari seberapa besar penganiayaan
akibat penagihan hutang itu terjadi serta melakukan proses sesuai hukum dan
perundang-undangan yang berlaku.
Menurut ketentuan pasal 1 angka 5 KUHP, penyelidikan adalah tindakan
atas nama hukum untuk melakukan penelitian, apakah perkara dimaksud benar-

13
Hartono SH,MH, Penyidikan dan penegakan hukum pidana (Jakarta. Sinar Grafika, 2012) hal 18-19.
14
Brigadir Zulkifli Doda, Kanit Reskrim, wawancara 22 Februari 2016 Di Kantor Kepolisian Polsek Kabila Bone.
15
Brigadir Nazib Berekat, Bhabinkamtibmas. Wawancara 22 Februari 2016 Di Kantor Kepolisian Polsek Kabila Bone.

7
benar merupakan peristiwa pelanggaran terhadap hukum pidana atau bukan
merupakan pelanggaran pidana16

2. Penyidikan
Tindakan Penyidikan adalah tingkat lanjut dari tindakan penyelidikan
berdasarkan pasal 5 ayat 2 yaitu penyelidik membuat dan menyampaikan laporan
hasil pelaksanaan tindakan penyelidikan dalam menyelidiki suatu peristiwa yang
di duga sebagai tindak pidana kepada penyidik.
Penyidikan yaitu upaya penyidik untuk mencari dan mengatasi keterangan
atau informasi tentang peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana atau peristiwa
kejahatan yang dilakukan oleh seseorang yang belum diketahui identitas
pelakunya. Informasi-informasi atau bahan keterangan itu yang mampu
menjelaskan tentang peristiwa yang diduga merupakan peristiwa pidana
(kriminal).17
Berikut ini adalah langkah-langkah penyidik melakukan penyidikan
terhadap dugaan tindak pidana yang terjadi:
1. Jam berapa dugaan tindak pidana atau kejahatan itu di lakukan. Waktu harus
diartikan sebagai bentuk pengawasan dan penelitian terhadap dugaan tindak
pidana.
2. Dengan alat apa, dengan cara Bagaimana, atau perantara apa dugaan
kejahatan itu dilakukan.
3. Apa kerugian yang terjadi atau yang ditimbulkan (kejiwaan atau kebendaan)
akibat dugaan tindak pidana atau kejahatan itu dilakukan.
4. Adakah hukum atau peraturan perundang-undangan yang dilanggar oleh
yang diduga melakukan tindak pidana itu.
5. Adakah sebab-sebab lain terhadap dugaan tindak pidana itu.
6. Adakah dokumen-dokumen tertulis yang terkait secara langsung maupun
tidak langsung terhadap dugaan tindak pidana itu.
Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan penyidik dalam hal mengatasi
tindak pidana penganiayaan akibat penagihan hutang antara lain:

16
Hartono SH,MH, Op. cit hal 19.
17
Ibid, hal 33

8
1. Pemanggilan
Pemanggilan adalah tindakan hukum yang di lakukan oleh penyidik kepada
seseorang karena kewenangannya untuk datang ketempat yang telah di tentukan.
Pemanggilan merupakan tindakan hukum yang mempunyai kekuatan memaksa,
dan berakibat hukum. Akibat hukum diartikan juga berakibat timbulnya tuntutan
keadilan karena dengan pemanggilan itu sudah menimbulkan implikasi hukum itu
sendiri. Implikasi dapat dilihat dari status yang dipanggil yaitu status saksi atau
status tersangka.
2. Pemeriksaan terhadap tersangka.
Pemeriksaan di lakukan oleh penyidik dalam perkara pidana, yaitu
pemeriksaan terhadap tersangka yang dianggap melakukan perbuatan pidana,
pemeriksaan biasanya dilakukan dengan cara atau metode Tanya Jawab yang di
kemudian dituangkan dalam berita acara pemeriksaan atau BAP. Berita acara
pemeriksaan yang dibuat bertujuan untuk membuat gambaran yang jelas terhadap
dugaan peristiwa pidana terjadi apakah benar peristiwa pidana itu terjadi dan
benar-benar melanggar hukum.
3. Penangkapan.
Tindakan penangkapan adalah tindakan hukum yang di lakukan oleh
penyelidik atas perintah penyidik yang bersifat memaksa kepada seseorang yang
diduga kuat sebagai pelaku tindak pidana. Namun untuk menentukan status itu
harus didahului dengan adanya bukti-bukti seperti keterangan saksi dan bukti lain
guna untuk menguatkan status tersangka.
4. Penahanan.
Berdasarkan ketentuan perundang-undangan penahanan adalah bagian dari
kewenangan yang di berikan kepada penyidik untuk melakukan pembatasan hak-
hak seseorang. Pembatasan itu antara lain, pembatasan kebebasan untuk bergerak
leluasa dan pembatasan untuk tidak bisa bebas tinggal di tempat-tempat yang ia
sukai. Akan tetapi yang di tahan yaitu kebebasan untuk makan, minum, tidur dan
sejenisnya.

9
Faktor-Faktor Penghambat Pihak Kepolisian Dalam Mengatasi Tindak
Pidana Penganiayaan Akibat Penagihan Hutang.
Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan peneliti, yang menjadi
penghambat pihak kepolisian dalam mengatasi tindak pidana penganiayaan akibat
penagihan hutang yakni:

Faktor Kesadaran Masyarakat


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adapun faktor yang
mempengaruhi penegakan hukum kepolisian dalam hal mengatasi tindak pidana
penganiayaan akibat penagihan hutang sebagaimana yang dikemukakan oleh:
18
Brigadir Zulkifli Doda, wawancara 22 Februari 2016 Hal yang lebih
menjadi prioritas adalah kesadaran masyarakat, dalam hal ini masyarakat
diharapkan haruslah lebih koperatif yakni dapat membantu aparat penegak hukum
dalam mengatasi tindak pidana penganiayaan akibat penagihan hutang, serta dapat
menyadari kerugian yang akan ditimbulkan. Sehingganya hal ini juga dapat
menjadi upaya preventif, dalam hal terjadinya suatu perbuatan penganiayaan
akibat penagihan hutang.
Brigadir Nazib Berekat, wawancara 22Februari 2016 19 dalam hal mengatasi
tindak pidana penganiayaan akibat penagihan hutang di pengaruhi oleh kurangnya
informasi laporan apabila tindakan penganiayaan akibat penagihan hutang itu
sudah terjadi sehingga anggota kepolisian tidak dapat melakukan deteksi dini serta
mengadakan pencegahan terhadap tindak pidana penganiayaan akibat penagihan
hutang sehingga dapat menghambat proses pengungkapan kasus tersebut.
Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Soerjono Soekanto 20 yang
menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum yakni sebagai
berikut :
1. Faktor hukum itu sendiri (termasuk undang-undang)
Faktor hukum (undang-undang) mungkin di sebabkan karena :
a. Tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-undang.

18
Brigadir Zulkifli Doda, Kanit Reskrim, wawancara 22 Februari 2016 Di Kantor Kepolisian Polsek Kabila Bone.
19
Brigadir Nazib Berekat, Bhabinkamtibmas, Wawancara 22 Februari 2016 Di Kantor Kepolisan Polsek Kabila Bone.
20
Soerjono soekanto, faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007). hal 8

10
b. Belum adanya peraturan pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk
menerapkan undang-undang.
c. Ketidakjelasan arti kata-kata dalam undang-undang.
1. Faktor penegak hukum dalam hal ini aparat penegak hukum yang haruslah
berani dan dapat menegakan hukum sesuai dengan aturan yang berlaku.
2. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum, demi
mencapainya suatu penegakan hukum yang baik perlunya tunjangan dari
sarana dan fasilitas yang memadai.
3. Faktor masyarakat, yakni masyarakat dimana hukum tersebut ditetapkan,
hukum hidup dalam masyarakat jadi masyarakat merupakan suatu tolak
ukur dari suatu keberhasilan penegakan hukum.
4. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan karsa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk mencapai
kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu,
masyarakat dapat mempengaruhi penindakan hukum tersebut dalam hal ini
diketengahkan secara garis besar perihal pendapat-pendapat masyarakat mengenai
hukum, yang sangat mempengaruhi kepatuhan hukumnya. Kiranya jelas, bahwa
hal ini pasti ada kaitannya dengan faktor-faktor terdahulu, yaitu undang-undang,
dan sarana atau fasilitas. Dari sekian banyak pengertian yang diberikan pada
hukum, terdapat kecenderungan yang besar pada mayarakat, untuk mengartikan
hukum dan bahkan mengidentifikasikannya dengan petugas (penegak hukum
sebagai pribadi). Salah satu akibatnya adalah, bahwa baik buruknya hukum
senantiasa dikaitkan dengan pola prilaku penegak hukum tersebut, yang menurut
pendaptnya merupakan pencerminan dari hukum secara struktur maupun proses.
Warga masyarakat rata-rata mempunyai pengharapan agar polisi dengan
sertamerta dapat menanggulangi masalah yang di hadapi tanpa memperhitungkan
apakah polisi tersebut baru saja menyelesaikan pendidikan kepolisian, atau
merupakan polisi yang sudah berpengalaman.21

21
Ibid, hal 47

11
Dengan melihat beberapa penjelasan di atas bahwa masyarakat dan aparat
kepolisian merupakan mitra kerja yang seharusnya dapat bersinegi demi
tercapainya suatu ketertiban dan keamanan masyarakat itu sendiri, dalam hal ini
mengatasi tindak pidana penganiayaan akibat penagihan hutang, kesadaran
masyarakat merupakan objek yang paling penting dimana masyarakat yang bisa
menjadi kontrol sehingganya perbuatan tindakan penganiayaan akibat penagihan
hutang dapat dicegah, begitu juga dengan peranan kepolisian, polisi dituntut harus
berlaku tegas dalam hal penegakan hukum dan juga dituntut bisa lebih humanis
dalam hal interaksi sosial dengan masyarakat,.
Sebagaimana penjelasan diatas diperlukan upaya meningkatkan peran
masyarakat dalam hal penegakan hukum. Berikut ini adalah upaya-upaya untuk
meningkatkan peranan masyarakat dalam penegakan hukum.
1. Masyarakat harus menyadari bahwa dalam proses penegakan hukum, bukan
merupakan tanggung jawab aparatur semata, tetapi merupakan tanggung
jawab masyarakat dalam upaya menghadapi, menanggulangi berbagai
bentuk kejahatan yang merugikan dan meresahkan masyarakat itu sendiri.
2. Dalam proses penegakan hukum anggota mayarakat sangat berperan dalam
mengungkapkan pelanggaran/kejahatan yang terjadi selaku saksi dalam
perkara tersebut. Kesadaran untuk menjadi saksi dapat melaporkan peristiwa
pelanggaran, kejahatan aparatur GAKKUM dalam hal ini kepolisian
merupakan kewajiban hukum setiap warga negara/anggota masyarakat yang
baik. Serta masyarakat dilarang menghakimi sendiri, apabila terjadi
pelanggaran.
3. Penerangan hukum, penyuluhan hukum yang dilakukan oleh instansi
pemerintah selama ini ditujukan juga agar masyarakat menyadari hak dan
kewajibannya termasuk peran serta tanggung jawabnya dalam setiap proses
penegak hukum.
4. Dengan penerangan dan penyuluhan hukum tersebut diharapkan individu,
kelompok masyarakat, pemuka masyarakat dan organisasi sosial lainnya
memahami peran dan tanggung jawabnya dalam setiap proses penegakan
hukum.Proses penegak hukum adalah upaya pemulihan reaksi hukum

12
masyarakat terhadap terjadinya pelanggaran/kejahatan dengan tujuan bagi
pelakunya dapat dijatuhi hukuman yang adil dan dimasyarakat terwujudnya
kepastian hukum yang mengayomi masyarakat.22
Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis menyimpulkan bahwa faktor-
faktor penghambat pihak kepolisian dalam mengatasi tindak pidana penganiayaan
akibat penagihan hutang yaitu tidak adanya keterbukaan masyarakat terhadap
anggota kepolisian yang ada dalam menghadapi setiap problem yang ada serta
permasalahan hidup yang dihadapinya. Dan juga tidak adanya kesadaran hukum
dari masyarakat yang melakukan tindakan penganiayaan akibat penagihan hutang.
Sehingganya masyarakat dengan perkembangan zaman yang semakin modern
menuntut suatu perubahan sosial baik kearah positif ataupun negatif. Namun tidak
sedikit tuntutan hal negatif yang terjadi di era moderenisasi, sehingganya
diperlukan ketangkasan penegak hukum dalam hal menjalankan aturan sesuai
ketentuan hukum yang berlaku, dalam praktiknya setiap penegakan hukum tidak
lepas dari kendala yang dihadapi diantaranya kurangnya upaya penyelenggara
hukum dalam hal memberikan kesadaran hukum terhadap masyarakat. Hukum
hidup dan berkembang dalam masyarakat, dan terlaksananya hukum dititik
beratkan pada barometer kesadaran masyarakat itu sendiri, hal ini juga merupakan
salah-satu kendala yang dihadapi kepolisian dalam mengatasi tindak pidana
penganiayaan akibat penagihan hutang.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpualan
1. Dalam melaksanakan tugasnya aparat kepolisian polsek kabila bone belum
efektif hal ini di buktikan dengan adanya kekerasan yang masih di lakukan
oleh debtcollector kepada debitur dalam proses penagihan hutang yang terjadi
di masyarakat.
2. Adapun hambatan yang di hadapi oleh aparat kepolisian polsek kabila bone
dalam mengatasi tindak pidana penganiayaan akibat penagihan hutang yaitu
kurangnya kesadaran hukum masyarakat terhadap kasus Tindak Pidana
Penganiayaan Akibat Penagihan Hutang ini masih kurang. hal ini di buktikan

22
Soejono, 1996. Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia, (Jakarta: PT rineka cipta) hal 3-4

13
dengan data kasus tindak pidana penganiayaan akibat penagihan hutang yang
ditangani Polsek Kabila Bone mengalami peningkatan. Untuk itu peran dari
Kepolisian Polsek Kabila Bone dalam meningkatkan kesadaran hukum
masyarakat yaitu dengan melakukan sosialisasi tentang tindak pidana
penganiayaan akibat penagihan hutang kepada masyarakat disetiap desa-desa
tempat mereka tinggal. Sosialisasi itu dilakukan oleh Babinkantibmas yang
berada disetiap desa-desa yang berada di Kabila Bone. Babinkantibmas
merupakan suatu program dari Kepolisian yang ditugaskan di setiap desa
untuk membina masyarakat agar dapat menimbulkan rasa kesadaran hukum
sehingga keamanan dan ketertiban didalam masyarakat itu tercapai.

Saran
1. Upaya kamtibmas yang di lakukan oleh pihak kepolisian perlu di
apresiasi karena dengan adanya kambtibmas tersebut situasi bisa
berjalan dengan aman. Bila terjadi tindak pelaku kejahatan
penganiayaan akibat penagihan hutang segera melapor ke pihak yang
berwajib.
2. Perlu peran serta masyarakat dan kepolisian maupun pemerintah lebih
membina karakter masyarakat yang sadar akan hukum sehingga tidak
terjadinya tindakan-tindakan yang dapat melanggar hukum dalam hal ini
tindakan penganiayaan akibat penagihan hutang dan mewujudkan
tuntutan masyarakat yaitu polisi tidak hanya berlaku tegas dalam
menjalankan hukum, tetapi juga humanis terhadap masyarakat agar
terciptanya kerja sama masyarakat yang baik dengan aparat hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Chazawi Adami, 2004. Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Jakarta. PT Raja
Grafindo Persada,
Efendi Erdianto, 2011, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, PT Refika
Aditama

14
Fajar Mukti ND & Yulianto Achmad. 2009. Dualisme Penelitian Hukum Normatif
& Empiris. Yogyakarta : Celeban Timur UH III.
Hartono, 2012. Penyidikan dan penegakan hukum pidana, Jakarta. Sinar Grafika.
Ismu Gunadi W dan Jonaedi Efendi, 2011, cepat dan mudah memahami Hukum
Pidana (Jilid 1), PT. Prestasi Pustakaraya
Maramis Frans. 2012, Hukum Pidana Umum Dan Tertulis Di Indonesia, PT Raja
Grafindo Persada Jakarta.
Marjuki Peter Mahmud 2007, Penelitian Hukum. Jakarta. Kencana Pranada Media
Grup.
Muin Idianto, 2006. Sosiologi. Erlangga Jakarta.
Sadjijono, 2010. Memahami Hukum Kepolisian . Jogjakarta: LaksbangPresindo.
Soekanto Soerjono, 2014. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press
Soekanto Soerjono dkk, 2011. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta. PT. Raja
Grafindo Persada.
Soekanto Soerjono, 2007. faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Soejono, 1996. Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Jakarta: PT
Rineka cipta
TabahAnton, 2002 Membangun Polri yang Kuat. Jakarta: Mitra Hardhasuma.

15

Você também pode gostar