Você está na página 1de 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sehat merupakan kondisi yang sangat penting dan berharga pada manusia.

Definisi Sehat menurut WHO adalah keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial

yang utuh dan tidak semata terbebas dari penyakit atau kelemahan (Kozier, et al,

2010). Sedangkan pengertian Kesehatan Jiwa menurut UU No.18 tahun 2014,

adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental,

spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri,

dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan

kontribusi untuk komunitasnya (DPR RI, 2014). Sugiharsono, et al (2008)

mengungkapkan penduduk usia produktif adalah penduduk pada kelompok usia

yang dapat berpenghasilan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, yaitu antara

usia 15 sampai 65 tahun. Seseorang yang usianya kurang dari 15 tahun atau lebih

dari 65 tahun tidak dapat dikatakan usia produktif, atau disebut non produktif, dan

salah satu kelompok usia non produktif adalah lansia.

Lansia atau lanjut usia adalah proses menua baik secara biologis,

psikologis, dan sosial dengan batasan yaitu dewasa menjelang lansia (45-54

tahun), lanjut usia (55-64 tahun), lansia dengan resiko tinggi (>65 tahun)

(Kusumawati & Hartono, 2012). Seiring terjadinya proses menua, perubahan

secara menyeluruh ini tentunya tidak dapat dihindarkan dan perlahan mulai terjadi

perubahan keadaan fisik, selain itu di masa lansia seseorang akan mulai

mengalami kehilangan pekerjaan, kehilangan tujuan hidup, kehilangan teman,

risiko terkena penyakit, terisolasi dari lingkungan, dan kesepian. Hal tersebut

1
2

dapat memicu terjadinya gangguan mental, dan depresi merupakan salah satu

gangguan mental yang banyak dijumpai pada lansia akibat proses penuaan

(Irawan, 2013).

Definisi depresi menurut Katona, Cooper, & Robertson (2012) adalah

gangguan mood yang ditandai oleh penurunan mood berkepanjangan meresap

disertai dengan gejala psikososial dan biologis. Yosep dalam Wahyuni (2010)

juga mendefinisikan depresi sebagai salah satu bentuk gangguan jiwa pada alam

perasaan (afektif, mood) yang ditandai kemurungan, kesedihan, kehilangan gairah

hidup, tidak ada semangat, merasa tidak berdaya, tidak berguna dan putus asa

yang dapat dilihat dari beberapa gambaran psikosis serta gejala episode depresif

dan digolongkan menjadi beberapa tingkatan mulai ringan, sedang, berat.

Jumlah lansia di dunia pada tahun 2025 diperkirakan menjadi 1,2 milyar

(22%) dan menjadi 2 milyar pada tahun 2050, prevalensi depresi pada lansia di

dunia berkisar 8-15%, dan dari hasil metaanalisis di laporan negara-negara di

dunia mendapatkan prevalensi rata-rata depresi pada lansia adalah 13,5%. Adapun

prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di rumahsakit dan panti

perawatan sebesar 30-45% (Dharmono & Rahardjo, dalam Syarniah, 2010). Data

BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2014 jumlah penduduk di Indonesia mencapai

252.164.800 jiwa, dan sekitar 20.763.698 jiwa adalah penduduk lansia, di Provinsi

Jawa Timur terdapat 7.028.237 lansia, dan di Indonesia sekitar 74% lansia berusia

60 tahun keatas berpotensi mengalami depresi karena menderita penyakit kronis.

Berdasarkan dari hasil studi pendahuluan di UPTD Griya Werdha Surabaya yang

dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan kuisioner GDS-15, dari 10 orang

lansia yang mandiri 7 diantaranya mengalami depresi ringan sampai sedang.


3

Kejadian depresi pada lansia ini banyak disebabkan karena penurunan

fungsional, tingkat ketergantungan terhadap orang lain, penurunan daya ingat,

penurunan aktivitas dan peran sosial di masa pensiun, dan selain itu juga dapat

disebabkan oleh penyakit yang menyertai seperti osteoporosis, rematik, jantung,

diabetes, hipertensi (Rahardjo, dalam Syarniah 2010). Kondisi ini tentunya dapat

mempengaruhi kehidupan lansia tersebut, sehingga mengakibatkan lansia

memiliki perasaan tidak berharga dan tidak berdaya, stress karena

ketidakmampuannya dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar, dan

hubungan sosialnya menjadi terganggu yang tentunya dengan kondisi seperti ini

lansia rentan mengalami depresi.

Penatalaksanaan lansia dengan depresi tentunya dapat dilakukan dengan

terapi modalitas. Terapi modalitas merupakan terapi utama dalam keperawatan

yang diberikan dalam upaya merubah perilaku pasien dari perilaku maladaptif

menjadi perilaku yang adaptif (Kusumawati & Hartono, 2012). Terapi modalitas

atau terapi komplementer dibagi menjadi beberapa jenis yaitu, terapi pikiran

tubuh (mind-body), terapi sistem pengobatan alternatif, terapi berbasis biologis,

terapi manipulatif tubuh, dan terapi energi (Setyoadi & Kushariyadi, 2011).

Salah satu terapi modalitas yang dapat digunakan pada lansia dengan

depresi adalah terapi pikiran-tubuh (mind-body). Terapi pikiran tubuh (mind-

body) adalah salah satu jenis terapi modalitas komplementer yang menggunakan

pendekatan perilaku, psikologis, sosial dan spiritual untuk kesehatan. Bentuk

terapi mind-body adalah dengan senam pernapasan dan terapi spiritual (dzikir)

(Setyoadi & Kushariyadi, 2011).


4

Menurut Mistra dalam Sari (2015) senam pernapasan dilakukan untuk

senam penyembuhan dengan pola olah napas, olah gerak, dan olah batin sehingga

memperkaya oksigen dalam sel-sel dan merangsang metabolisme dalam tubuh.

Senam pernapasan yang dikombinasi dengan terapi spiritual yakni dzikir tentunya

dapat memberikan dampak positif mengingat manfaat dzikir yang begitu banyak

dan memiliki pengaruh besar dalam penentraman jiwa. Manfaat dzikir menurut

Fajar (2011) antara lain, sebagai pengantar do’a, relaksasi, upaya kesembuhan

keagamaan, dan sebagai terapi kejiawaan. Hal ini dibuktikan dalam penelitian

Saseno dan Arifah (2014) yang berjudul Efektivitas Terapi Psikoreligius

Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha

dimana terjadi penurunan tingkat depresi secara signifikan pada lansia setelah

dilakukan terapi psikoreligius.

Tingginya angka kejadian depresi pada lansia menunjukkan bahwa depresi

pada lansia merupakan masalah psikososial yang perlu diupayakan pemulihannya.

Terapi mind-body adalah salah satu upaya yang dapat digunakan untuk menangani

depresi pada lansia, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh terapi

mind-body terhadap penurunan tingkat depresi pada lansia di UPTD Griya

Werdha Surabaya.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh terapi mind-body terhadap penurunan tingkat depresi

pada lansia di UPTD Griya Werdha Surabaya ?


5

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini betujuan untuk mengetahui pengaruh terapi mind-body

terhadap penurunan tingkat depresi pada lansia di UPTD Panti Griya Werdha di

Surabaya.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tingkat depresi pada lansia sebelum diberikan intervensi

terapi mind-body di UPTD Griya Werdha di Surabaya.

2. Mengidentifikasi tingkat depresi pada lansia sesudah diberikan intervensi

terapi mind-body di UPTD Griya Werdha di Surabaya.

3. Menganalisis pengaruh terapi mind-body terhadap penurunan tingkat

depresi pada lansia di UPTD Griya Werdha di Surabaya.

1.4 Manfaat

1.4.1 Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu terapi dalam

menurunkan tingkat depresi pada lanjut usia di UPTD Panti Griya Werdha

Surabaya.

1.4.2 Secara Praktis

1. Bagi Lansia

Dengan adanya penelitian ini lansia dengan depresi akan mendapatkan

pengalaman dan pengetahuan baru mengenai terapi mind-body dengan metode

senam pernapasan dan dzikir.


6

2. Bagi Profesi Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukkan dalam

penerapan asuhan keperawatan, agar dapat meningkatkan mutu dan peran perawat

dan mengembangkan intervensi keperawatan, khususnya keperawatan gerontik

dalam bentuk terapi mind-body terhadap tingkat depresi pada lansia.

3. Bagi Panti Werdha

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan bahan masukan

dalam memberikan perawatan pada lansia di panti werdha.

4. Bagi Penelti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk

pengembangan peneltian selanjutnya yang berhubungan dengan terapi mind-body

sebagai terapi komplementer pada klien dengan gangguan mental.

Você também pode gostar