Você está na página 1de 10

LO1 anatomi hepar, enzim hepar, serta metabolism bilirubin

1. Anatomi Hepar

Hati adalah salah satu organ vital pada manusia yang terletak di sebelah kanan atas
rongga perut, dibawah diafragma. Hati juga disebut liver atau hepar. Hati memiliki banyak
fungsi diantaranya penawar racun, sintesis protein, merombak sel darah merah, dan
menghasilkan empedu yang bermanfaat bagi sistem pencernaan pada manusia. Hati memiliki
empat lobus dengan ukuran dan bentuk yang bervariasi (Jong,1997).

1. Garis Besar Anatomi Hati Manusia

Secara garis besar, anatomi hati manusia dibagi menjadi dua lobus (lobus kanan dan
lobus kiri) ketika dilihat dari depan. Namun dibaliknya terdapat dua lobus lain (lobus kaudatus
dan lobus kuadrat) sehingga hati memiliki empat lobus (Jong,1997).

Ligamen berbentuk sabit membatasi lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran lebih
besar. Pada lapisan dalam, terdapat dua lobus tambahan yang terletak di antara lobus kanan dan
kiri. Terdapat sebuah garis yang melintang dari sebelah kiri vena cava dan kemudian
memisahkan hati dan kantung empedu. Garis tersebut disebut Cantlie’s line. Terdapat pula
beberapa ligamen lain seperti venosum ligamentum dan ligamentum teres yang membagi sisi
kiri hati menjadi dua bagian (Jong,1997).

1.1. Anatomi Permukaan Hati Manusia

Pada lapisan diafragmatik yang terhubung dengan diafragma, hati dilapisi oleh
membran tipis berlapis dua yang disebut peritoneum. Fungsi peritoneum adalah untuk
mengurangi gesekan dengan organ lain. Lapisan ini melapisi bentuk cembung dari kedua lobus
yang juga memberikan bentuk pada diafragma. Peritoneum membentuk lipatan untuk
membentuk ligamen berbentuk sabit (falciform ligament) dan ligamen segitiga kanan dan kiri
(Jong,1997)..

Ligamen segitiga (triangular ligaments) fungsinya belum diketahui. Namun, falciform


ligament berfungsi untuk melekatkan hati ke dinding tubuh bagian posterior dan anterior
(Jong,1997)..

Permukaan visceral (dibawah) tidak rata dan cekung. Permukaan ini dilapisi dengan
peritoneum yang juga berfungsi melekatkan kantung empedu dan porta hepatica (Jong,1997)..

1.2. Bentukan pada Hati Manusia

Terdapat beberapa bentukan (impression) pada permukaan hati yang mengikuti struktur
dan bentuk organ yang berdekatan. Dibawah lobus kanan dan sebelah kanan kantung empedu,
terdapat dua bentukan yang dipisahkan oleh sebuah lekukan. Satu yang di atas dan yang paling
dalam disebut bentukan renal (renal impression) yang mendukung bentuk ginjal kanan dan
kelenjar suprarenal. Satunya yang di bawah dan lebih condong ke depan adalah bentukan colic
(colic impression) (Jong,1997).

Bentukan suprarenal adalah area berbentuk segitiga kecil pada hati. Letaknya berada di
dekat lobus kaudatus dan di atas bentukan renal. Sebagian besar bentukan suprarenal tidak
memiliki peritoneum dan menempel pada kelenjar suprarenal kanan Bagian kiri bentukan renal
sedikit menekuk hingga ke leher kantung empedu. Ini dikarenakan pengaruh dari duodenum.
Tekukan tersebut disebut bentukan duodenal. Pada permukaan belakang dari lobus kiri terdapat
bentukan lambung. (Jong,1997).

Anatomi Hati Manusia secara Mikroskopik

Secara histologi, ilmu anatomi mikroskopik menunjukkan terdapat dua jenis sel utama
pada hati yaitu sel parenkimal dan non-parenkimal. 80% volume hati diisi oleh sel-sel
parenkimal yang sering disebut hepatosit. Sel-sel non-parenkimal berjumlah 40% dari total
jumlah sel hati, namun hanya mengisi volume hati sebanyak 6,5%. Sinusoid hati dilapisi oleh
dua jenis sel yaitu sel-sel endotel sinusoidal dan sel kupffer yang bersifat fagosit. Sel stellata
hepatika adalah beberapa jenis sel non-parenkimal yang berada di luar sinusoid di ruang Disse
(Jong,1997).

Hati tersusun atas pusat-pusat pengolahan sebesar biji wijen yang disebut lobulus.
Setiap lobulus terdiri atas lembaran-lembaran sel hati yang mengolah darah yang mengaliri sel
tersebut, menyimpan sejumlah zat, menguraikan zat lain, dan melepaskan zat untuk digunakan
tubuh (Jong,1997).

Masing-masing lobus tampak terbuat dari lobulus hati. Vena keluar dari tengah, yang
mana akan bergabung dengan vena hepatica untuk membawa darah keluar dari hati. Di
permukaan lobulus, terdapat saluran-saluran, vena dan arteri yang membawa cairan dari dan
menuju lobulus. Komponen khusus pada lobulus disebut triad portal (Jong,1997)..

Anatomi Fungsional Hati Manusia

Daerah pusat dimana saluran empedu, vena porta hepatica, dan arteri hepatika masuk
disebut porta hepatika (pintu gerbang ke hati) atau celah melintang pada hati. Saluran, vena,
dan arteri bercabang dua yaitu ke kanan dan ke kiri menuju lobus fungsional kanan dan kiri
(Jong,1997)..

Lobus fungsional dipisahkan oleh bidang imajiner. Garis Cantlie bergabung dengan
kantung empedu menuju ke vena cava inferior. Vena hepatica tengah juga membatasi lobus
kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh vena hepatika
kanan. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh vena hepatika kiri. Celah
ligamen yang mengitari hati (ligamentum teres) juga memisahkan segmen medial dan lateral.
Segmen medial juga disebut lobus kuadrat. Dalam sistem Couinaud (atau “sistem Perancis”),
lobus fungsional dibagi menjadi delapan subsegmen berdasarkan bidang melintang dari vena
portal utama. Lobus kaudatus adalah struktur terpisah yang menerima aliran darah dari kedua
cabang pembuluh darah kanan dan kiri (Jong,1997)..

4. Bagian-Bagian Hati Manusia

Berikut adalah bagian-bagian hati manusia menurut gambar pertama dan kedua beserta
penjelasannya (Jong,1997).:

1. Gall-bladder (kantung empedu). Fungsi kantung empedu adalah untuk menyimpan


empedu yang dihasilkan oleh sel-sel hati.
2. Right lobe (lobus kanan), left lobe (lobus kiri), dan caudate lobe (lobus kaudatus)
adalah bagian-bagian utama hati.
3. Inferior vena cava (vena cava inferior) berfungsi mengangkut darah yang miskin
oksigen, namun kaya nutrien (nutrisi) dari usus halus dan mengantarkannya ke sel-sel
hati untuk diolah.
4. Hepatic vein (vena hepatika) dan portal vein (vena porta) memiliki fungsi yang sama
dengan vena cava inferior.
5. Left triangular ligament (ligamen segitiga kiri) dan right triangular ligament (ligamen
segitiga kanan) berfungsi untuk memisahkan lobus.

2. Enzim Hepar

1. Fosfatase Alkali
Fosfatase alkali (alkaline phosphatase, ALP) merupakan enzim yang diproduksi
terutama oleh epitel hati dan osteoblast (sel-sel pembentuk tulang baru); enzim ini juga berasal
dari usus, tubulus proksimalis ginjal, plasenta dan kelenjar susu yang sedang membuat air susu.
Fosfatase alkali disekresi melalui saluran empedu. Meningkat dalam serum apabila ada
hambatan pada saluran empedu (kolestasis). Tes ALP terutama digunakan untuk mengetahui
apakah terdapat penyakit hati (hepatobiliar) atau tulang (Sardini, 2007).
Pada orang dewasa sebagian besar dari kadar ALP berasal dari hati, sedangkan pada
anak-anak sebagian besar berasal dari tulang. Jika terjadi kerusakan ringan pada sel hati,
mungkin kadar ALP agak naik, tetapi peningkatan yang jelas terlihat pada penyakit hati akut.
Begitu fase akut terlampaui, kadar serum akan segera menurun, sementara kadar bilirubin tetap
meningkat. Peningkatan kadar ALP juga ditemukan pada beberapa kasus keganasan (tulang,
prostat, payudara) dengan metastase dan kadang-kadang keganasan pada hati atau tulang tanpa
matastase (isoenzim Regan) (Sardini, 2007).
Kadar ALP dapat mencapai nilai sangat tinggi (hingga 20 x lipat nilai normal) pada
sirosis biliar primer, pada kondisi yang disertai struktur hati yang kacau dan pada penyakit-
penyakit radang, regenerasi, dan obstruksi saluran empedu intrahepatik. Peningkatan kadar
sampai 10 x lipat dapat dijumpai pada obstruksi saluran empedu ekstrahepatik (misalnya oleh
batu) meskipun obstruksi hanya sebagian. Sedangkan peningkatan sampai 3 x lipat dapat
dijumpai pada penyakit hati oleh alcohol, hepatitis kronik aktif, dan hepatitis oleh virus
(Sardini, 2007)..
Pada kelainan tulang, kadar ALP meningkat karena peningkatan aktifitas osteoblastik
(pembentukan sel tulang) yang abnormal, misalnya pada penyakit Paget. Jika ditemukan kadar
ALP yang tinggi pada anak, baik sebelum maupun sesudah pubertas, hal ini adalah normal
karena pertumbuhan tulang (fisiologis). Elektroforesis bisa digunakan untuk membedakan ALP
hepar atau tulang. Isoenzim ALP digunakan untuk membedakan penyakit hati dan tulang;
ALP1 menandakan penyakit hati dan ALP2 menandakan penyakit tulang (Sardini, 2007).
Jika gambaran klinis tidak cukup jelas untuk membedakan ALP hati dari isoenzim-
isoenzim lain, maka dipakai pengukuran enzim-enzim yang tidak dipengaruhi oleh kehamilan
dan pertumbuhan tulang. Enzim-enzim itu adalah : 5’nukleotidase (5’NT), leusine
aminopeptidase (LAP) dan gamma-GT. Kadar GGT dipengaruhi oleh pemakaian alcohol,
karena itu GGT sering digunakan untuk menilai perubahan dalam hati oleh alcohol daripada
untuk pengamatan penyakit obstruksi saluran empedu (Sardini, 2007).
Metode pengukuran kadar ALP umumnya adalah kolorimetri dengan menggunakan alat
(mis. fotometer/spektrofotometer) manual atau dengan analizer kimia otomatis. Elektroforesis
isoenzim ALP dilakukan untuk membedakan ALP hati dan tulang. Bahan pemeriksaan yang
digunakan berupa serum atau plasma heparin (Sardini, 2007).
Nilai Rujukan :
Dewasa : 42 – 136 U/L,
ALP1 : 20 – 130 U/L,
ALP2 : 20 – 120 U/L,
Lansia : agak lebih tinggi dari dewasa
Anak-Anak : Bayi dan anak (usia 0 – 20 th) : 40 – 115 U/L),
Anak berusia lebih tua (13 – 18 th) : 50 – 230 U/L.

Masalah Klinis
Peningkatan Kadar :
Obstruksi empedu (ikterik), kanker hati, sirosis sel hati, hepatitis, hiperparatiroidisme,
kanker (tulang, payudara, prostat), leukemia, penyakit Paget, osteitis deforman, penyembuhan
fraktur, myeloma multiple, osteomalasia, kehamilan trimester akhir, arthritis rheumatoid
(aktif), ulkus (Sardini, 2007).
Pengaruh obat : albumin IV, antibiotic (eritromisin, linkomisin, oksasilin, penisilin),
kolkisin, metildopa (Aldomet), alopurinol, fenotiazin, obat penenang, indometasin (Indocin),
prokainamid, beberapa kontrasepsi oral, tolbutamid, isoniazid, asam para-aminosalisilat
(Sardini, 2007).
Penurunan Kadar :
hipotiroidisme, malnutrisi, sariawan/skorbut (kekurangan vit C), hipofosfatasia, anemia
pernisiosa, isufisiensi plasenta.
Pengaruh obat : oksalat, fluoride, propanolol (Inderal)

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :


· Sampel hemolisis,
· Pengaruh obat-obatan tertentu (lihat pengaruh obat),
· Pemberian albumin IV dapat meningkatkan kadar ALP 5-10 kali dari nilai normalnya,
· Usia pasien (mis. Usia muda dan tua dapat meningkatkan kadar ALP),
· Kehamilan trimester akhir sampai 3 minggu setelah melahirkan dapat meningkatkan kadar
ALP.

2. SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase)


SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase) merupakan enzim yang
banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler.
Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada
umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati
akut, sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya (Sardini, 2007).
SGPT/ALT serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, secara
semi otomatis atau otomatis. Nilai rujukan untuk SGPT/ALT adalah :
Laki-laki : 0 - 50 U/L
Perempuan : 0 - 35 U/L

Masalah Klinis
Kondisi yang meningkatkan kadar SGPT/ALT adalah :

 Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut, nekrosis hati
(toksisitas obat atau kimia)
 Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis aktif, sumbatan
empedu ekstra hepatik, sindrom Reye, dan infark miokard (SGOT>SGPT)
 Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis Laennec, sirosis
biliaris (Sardini, 2007)..

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :

 Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar
 Trauma pada proses pengambilan sampel akibat tidak sekali tusuk kena dapat
meningkatkan kadar
 Hemolisis sampel
 Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (klindamisin, karbenisilin, eritromisin,
gentamisin, linkomisin, mitramisin, spektinomisin, tetrasiklin), narkotika
(meperidin/demerol, morfin, kodein), antihipertensi (metildopa, guanetidin), preparat
digitalis, indometasin (Indosin), salisilat, rifampin, flurazepam (Dalmane), propanolol
(Inderal), kontrasepsi oral (progestin-estrogen), lead, heparin.
 Aspirin dapat meningkatkan atau menurunkan kadar (Sardini, 2007).

3. SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase)


SGOT atau juga dinamakan AST (Aspartat aminotransferase) merupakan enzim yang
dijumpai dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot
rangka, ginjal dan pankreas. Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah, kecuali jika terjadi
cedera seluler, kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan ke dalam sirkulasi. Pada infark
jantung, SGOT/AST akan meningkat setelah 10 jam dan mencapai puncaknya 24-48 jam
setelah terjadinya infark. SGOT/AST akan normal kembali setelah 4-6 hari jika tidak terjadi
infark tambahan. Kadar SGOT/AST biasanya dibandingkan dengan kadar enzim jantung
lainnya, seperti CK (creatin kinase), LDH (lactat dehydrogenase). Pada penyakit hati, kadarnya
akan meningkat 10 kali lebih dan akan tetap demikian dalam waktu yang lama (Sardini, 2007).
SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, semi
otomatis menggunakan fotometer, spektrofotometer, atau secara otomatis menggunakan
chemistry analyzer. Nilai rujukan untuk SGOT/AST adalah (Sardini, 2007).:
Laki-laki : 0 - 50 U/L
Perempuan : 0 - 35 U/L

Masalah Klinis
Kondisi yang meningkatkan kadar SGOT/AST :
· Peningkatan tinggi (> 5 kali nilai normal) : kerusakan hepatoseluler akut, infark miokard,
kolaps sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis infeksiosa
· Peningkatan sedang (3-5 kali nilai normal) : obstruksi saluran empedu, aritmia jantung, gagal
jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau primer), distrophia muscularis
· Peningkatan ringan (sampai 3 kali normal) : perikarditis, sirosis, infark paru, delirium tremeus,
cerebrovascular accident (CVA) (Sardini, 2007)..

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :

 Injeksi pre intra-muscular (IM) dapat meningkatkan kadar SGOT/AST


 Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar
SGOT/AST
 Hemolisis sampel darah
 Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (ampisilin, karbenisilin, klindamisin,
kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, nafsilin, oksasilin, polisilin, tetrasiklin),
vitamin (asam folat, piridoksin, vitamin A), narkotika (kodein, morfin, meperidin),
antihipertensi (metildopa/aldomet, guanetidin), metramisin, preparat digitalis, kortison,
flurazepam (Dalmane), indometasin (Indosin), isoniazid (INH), rifampin, kontrasepsi oral,
teofilin. Salisilat dapat menyebabkan kadar serum positif atau negatif yang keliru (Sardini,
2007)..

4. Gamma Glutamil Transferase (GGT)


Gamma-glutamil transferase (gamma-glutamyl transferase, GGT) adalah enzim yang
ditemukan terutama di hati dan ginjal, sementara dalam jumlah yang rendah ditemukan dalam
limpa, kelenjar prostat dan otot jantung. Gamma-GT merupakan uji yang sensitif untuk
mendeteksi beragam jenis penyakit parenkim hati. Kebanyakan dari penyakit hepatoseluler dan
hepatobiliar meningkatkan GGT dalam serum. Kadarnya dalam serum akan meningkat lebih
awal dan tetap akan meningkat selama kerusakan sel tetap berlangsung (Sardini, 2007).
GGT adalah salah satu enzim mikrosomal yang bertambah banyak pada pemakai
alkohol, barbiturat, fenitoin dan beberapa obat lain tertentu. Alkohol bukan saja merangsang
mikrosoma memproduksi lebih banyak enzim, tetapi juga menyebabkan kerusakan hati,
meskipun status gizi peminum itu baik. Kadar GGT yang tinggi terjadi setelah 12-24 jam bagi
orang yang minum alkohol dalam jumlah yang banyak, dan mungkin akan tetap meningkat
selama 2-3 minggu setelah asupan alkohol dihentikan. Tes gamma-GT dipandang lebih sensitif
daripada tes fosfatase alkalis (alkaline phosphatase, ALP) (Sardini, 2007).
Metode pemeriksaan untuk tes GGT adalah spektrofotometri atau fotometri, dengan
menggunakan spektrofotometer/fotometer atau alat kimia otomatis. Bahan pemeriksaan yang
digunakan berupa serum atau plasma heparin (Sardini, 2007).
Nilai Rujukan :
Dewasa : Pria : 15 - 90 U/L,
Wanita : 10 - 80 U/L,
Lansia : sedikit lebih tinggi
Anak-Anak : Bayi baru lahir : 5 x lebih tinggi daripada dewasa,
Prematur : 10 x lebih tinggi dari dewasa,
Anak : sama dengan dewasa. (Nilai normal bisa berbeda untuk tiap lab, tergantung metode
yang digunakan).
Masalah Klinis
Peningkatan Kadar :
Sirosis hati, nekrosis hati akut dan subakut, alkoholisme, hepatitis akut dan kronis, kanker
(hati, pankreas, prostat, payudara, ginjal, paru-paru, otak), kolestasis akut, mononukleosis
infeksiosa, hemokromatosis (deposit zat besi dalam hati), DM, steatosis hati/
hiperlipoproteinemia tipe IV, infark miokard akut (hari keempat), CHF, pankreatitis akut,
epilepsi, sindrom nefrotik (Sardini, 2007).
Pengaruh obat : Fenitoin (Dilantin), fenobarbital, aminoglikosida, warfarin (Coumadin).

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :


Obat fenitoin dan barbiturat dapat menyebabkan tes gamma-GT positif palsu. Asupan alkohol
berlebih dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan peningkatan kadar gamma-GT.

3. Metabolisme Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk
akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Bilirubin
berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan
25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti
mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase. Metabolisme bilirubin meliputi
pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan
ekskresi bilirubin (Helfi, 2004).

Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan
bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati,
dan organ lain. Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin
oleh enzim biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen
serta pada pH normal bersifat tidak larut (Helfi, 2004).

Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya


dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bilirubin yang terikat dengan
albumin serum ini tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar.
Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat nontoksik (Helfi, 2004).

Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit,


albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel
membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan
sitotoksik lainnya. Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak
terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis (Helfi, 2004).

Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang


larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate
glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam
kanalikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan kembali
ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya (Helfi, 2004).
Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam
kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feces.
Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat
diresorbsi, kecuali dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim
beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna
dan kembali ke hati untuk dikonjugasi disebut sirkulasi enterohepatik (Helfi, 2004).

Gambar Metabolisme bilirubin pada neonatus


1. Jong. D.W. Saluran Empedu dan Hati. In : Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC. Jakarta. 1997. Hal : 783 – 790.
2. Sardini, S. 2007. Penentuan Aktivitas Enzim GOT dan GPT dalam Serum dengan
Metode Reaksi Kinetik Enzimatik sesuai IFCC. Jakarta : BATAN.
3. Helvi Mardiani; 2004; Metabolisme HEME ;Digital Library;.Universitas Sumatera Utara
;Medan

Você também pode gostar