Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disusun Oleh
Meti Destriyana 1618012047
Nida Nabilah Nur 1618012129
Serafina Subagio 1618012053
Perseptor
dr. Hadjiman Yotosudarmo, Sp. THT
DAFTAR ISI
COVER
BAB I PENDAHULUAN
BAB II ISI
1
BAB I
PENDAHULUAN
Insiden rhinitis non alergi (NAR) bervariasi dari studi ke studi. Salah satu
survey praktek kesehatan US, klasifikasi pasien dengan rhinitis adalah 43%
rhinitis alergi, 23% rhinitis non alergi, dan 34% rhinitis campuran. Di
Amerika Serikat, ada sekitar 60 juta pasien dengan rhinitis alergi dan 30 juta
dengan rhinitis vasomotor. NAR cenderung onset dewasa, dengan usia khas
dominasi perempuan yang jelas, dengan perkiraan mulai dari 58% sampai
71%. 5
lokal.
b. Faktor fisik, seperti asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang
3
4
Kelainan ini mempunyai gejala yang mirip dengan rhinitis alergi, namun
tergantung posisi pasien. Selain itu terdapat rinore yang mukoid atau serosa.
vasokonstriktor oral. 1
4
5
adanya rhinitis infeksi, alergi, okupasi, hormonal dan akibat obat. Dalam
didapatkan konka nasalis berwarna merah gelap atau merah tua, tetapi dapat
pula pucat, edema mukosa hidung dan permukaan konka dapat licin atau
biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore sekret yang ditemukan
dalam sekresi hidung, akan tetapi dalam jumlah sedikit. Tes cukit kulit
yang edema dan mungkin tampak gambaran cairan dalam sinus apabila sinus
telah terlibat.1,2,3
5
6
bedah, tetapi sampai saat ini belum memberikan hasil yang optimal. 1
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
vasomotor.
6
BAB II
ISI
Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung
d. Ala nasi
e. Kolumela
nasi kanan dan kiri. Lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares
oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar subasea dan rambut panjang
8
empat buah dinding, yaitu dinding lateral, medial, inferior, dan superior.1
Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan
kolumela. 1
8
9
Dinding lateral terdapat 4 buah konka yaitu yang terbesar bagian bawah
konka inferior kemudian lebih kecil adalah konka media dan lebih kecil lagi
konka superior dan yang terkecil disebut konka suprema yang biasanya
rudimenter. Diantara konka dan dinding lateral hidung terdapat meatus nasi
yang jumlahnya tiga buah, yaitu meatus inferior, meatus media, dan meatus
superior. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar hidung
dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara
media dan dinding lateral rongga hidung yang bermuara pada sinus frontalis,
sinus etmoid anterior dan sinus maksilaris. Pada meatus superior yang
merupakan ruang di antara konka superior dan konka media terdapat muara
9
10
maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa secara histologi dan fungsional dibagi
yang mempunyai silia dan terdapat sel-sel goblet. Dalam keadaan normal
warna mukosa adalah merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut
silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret
kental, dan obat-obatan. Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung,
konka superior, dan sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel
coklat kekuningan.1
10
11
sering menjadi sumber epistaksis anterior. Bagian depan dan atas rongga
otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut sensoris dari n.
Saraf otonom yang mempersarafi mukosa hidung berasal dari nervus vidianus
11
12
pada dasar fossa cranialis media yang bersifat parasimpatis dari Vertebra
internus.
Nervus vidianus terbentuk pada pertemuan kedua nervus tersebut pada dasar
sebelah lateral cavum nasi, anterior inferior dari fossa cranialis media,
arteri maxillaris.
hidung dan sinus paranasal adalah: 1) fungsi respirasi untuk mengatur kondisi
12
13
nasal dan sekresi mukus. Diameter dari arteri hidung diatur oleh saraf
dikeluarkan sel-sel seperti sel mast. Peptida ini termasuk histamin, leukotrien,
13
14
Pelepasan dari peptida ini bukan diperantarai oleh IgE seperti pada rhinitis
alergik. Pada beberapa kasus rhinitis vasomotor, eosinofil atau sel mast
kasus rhinitis vasomotor berkaitan dengan agen spesifik atau kondisi tertentu.
yang terlalu kuat, asap rokok, debu, polusi udara, dan stres (fisik dan
psikis).1,3
Mekanisme terjadinya rhinitis vasomotor oleh karena aroma dan emosi secara
sesudah merelay neuron pada dua daerah utama otak, yaitu daerah olfaktoris
medial dan olfaktoris lateral. Daerah olfaktoris medial terletak pada bagian
oleh aroma yang kuat serta emosi, maka akan menimbulkan reaksi
14
15
adrenergik maupun oleh kolinergik. Sistem saraf otonom ini yang mengontrol
Dianggap bahwa sistem saraf otonom, karena pengaruh dan kontrolnya atas
bersin dan rasa gatal. Pelepasan mediator juga meningkatan aktivitas kelenjar
reaksi vasomotor yang khas, terdapat disfungsi sistem saraf autonom yang
15
16
Hal ini menimbulkan gejala obstruksi saluran pernafasan hidung serta gejala
gejala yang sama melalui mekanisme yang berbeda. Pada reaksi alergi, ia
tergantung pada faktor penyebab dan gejala yang menonjol. Secara garis
a. Non Farmakologi
1. Menghindari penyebab
16
17
menarik dalam hal ini. Dalam rongga hidung yang sehat, aliran
Efek dari KOS dapat bertahan 2 hari segera setelah perawatan tapi
17
18
adiktif.4
kontrol dan kateter sekali pakai dan ikat kepala dari Chordate
yang berbeda. Contoh yang paling jelas dari interkoneksi yang erat
tatatalaksana.4
18
19
saraf otonom.4
3. Operatif
19
20
dan diharapkan bila paru terbuka maksimal maka hidung juga akan
b. Farmakologi
antikolinergik juga efektif pada pasien dengan gejala utama rinorea. Obat
dihindari pada pasien dengan takikardi dan glaukom sudut sempit. 1,3
rinorea dan bersin. Obat ini menekan respon inflamasi lokal yang
basofil, sel mast dan eosinofil. Efek dari kortikostreroid tidak bisa segera,
20
21
topikal yang terlalu lama (> 5 hari) dapat terjadi rhinitis medikamentosa
yaitu rebound kongesti yang terjadi setelah penggunaan obat topikal > 5
21
22
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Rhinitis vasomotor adalah suatu inflamasi pada mukosa hidung yang bukan
vasomotor. Saat ini telah dikembangkan penelitian untuk terapi rhinitis non
24
25
DAFTAR PUSTAKA
Iskandar, Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-7. Jakarta : Balai
Neck Surgery second edition. New York: Lange McGrawHill Comp, 2007.p.
112-117.
3. Adams G., Boies L., Higler P., 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke enam.
25