Você está na página 1de 121

I.

Anatomi Jaringan Periodontal (Heztri Sela Prima)

Jaringan periodontal merupakan sistem fungsional jaringan yang


mengelilingi gigi dan melekatkan pada tulang rahang, dengan demikian dapat
mendukung gigi sehingga tidak terlepas dari soketnya. Jaringan periodontal terdiri
atas gingiva, tulang alveolar, ligamentum periodontal dan sementum.

Gambar 1. Jaringan periodontal

A. Gingiva
Gingiva merupakan bagian dari jaringan periodontal yang paling luar.
Gingiva seringkali dipakai sebagai indikator bila jaringan periodontal terkena
penyakit, hal ini disebabkan karena kebanyakan penyakit periodontal dimulai
dari gingiva, kadang-kadang gingiva juga dapat menggambarkan keadaan
tulang alveolar yang berada dibawahnya. Gingiva merupakan bagian dari
membran mukosa mulut tipe mastikasi yang melekat pada tulang alveolar
serta menutupi dan mengelilingi leher gigi, pada permukaan rongga mulut,
gingiva meluas dari puncak marginal gingiva sampai ke mukogingival
junction. Mukogingival junction ini merupakan batas antara gingiva dan
mukosa mulut lainnya. Mukosa mulut dapat dibedakan dengan mudah dari
gingiva, karena warnanya merah gelap, dan permukaannya licin atau halus
mengkilat. Hal ini dijumpai pada permukaan vestibular mandibula. Pada

1
permukaan oral maxila, mukogingival junction tidak dijumpai sama sekali,
karena gingiva berbatasan dengan membrane mukosa mulut yang menutupi
palatum durum, yang tipenya sama dengan gingival. Gingival mengelilingi
gigi dan meluas sampai ke ruang interdental. Antara permukaan oral dan
vestibular, gingiva akan berhubungan satu sama lainnya melalui gingiva yang
berada di ruang interdental ini.
Menurut daerahnya, gingiva dibagi tiga bagian, yaitu gingiva tidak
cekat (unattached gingiva), gingiva cekat (attached gingiva), dan papilla
interdental.

1. Gingiva Tidak Cekat (Unattached Gingiva)


Unattached gingiva atau dikenal juga sebagai free gingiva atau
marginal gingiva merupakan bagian gingiva yang tidak melekat erat pada
gigi, mengelilingi daerah leher gigi, membuat lekukan seperti kulit kerang.
Unattached gingiva ini mulai dari arah mahkota sampai pertautan
sementoemail. Batas antara unattached gingiva dengan attached gingiva
merupakan suatu lekukan dangkal yang dinamai free gingival groove.
Dalam keadaan normal, free gingival groove ini dapat dapat dipakai
sebagai petunjuk dasar sulkus gingiva.

Gambar 2. Gingiva dan hubungannya dengan mukosa mulut pada pemeriksaan


klinis

Sulkus gingiva merupakan suatu celah antara gigi dan marginal gingiva. Bagian
celah ini berbentuk huruf V dengan kedalaman 0-6 mm dengan rata-rata 1,8 mm.
Sulkus gingiva berisi cairan yang berisi yang berfungsi sebagai pembersih sulkus,

2
yang akan diikuti oleh migrasi sel-sel epitel attachment ke gigi karena cairan ini
mengandung plasma protein, antimikroorganisme, antibodi untuk pertahanan
gingiva dan medium organisme.1 Cairan sulkus gingiva dapat digunakan sebagai
indikator untuk menilai keadaan jaringan periodontal secara objektif sebab aliran
CSG sudah lebih banyak sebelum terlihatnya perubahan klinis radang gingiva bila
dibandingkan dengan keadaan normal.2

2. Gingiva cekat (attached gingiva)


Gingiva cekat merupakan lanjutan marginal gingiva, meluas dari free gingival
groove sampai ke pertautan mucogingival. Gingiva cekat ini melekat erat ke
sementum mulai dari sepertiga bagian akar ke periosteum tulang alveolar. Pada
permukaan gingiva cekat ini terdapat bintik-bintik seperti lesung pipi yang
disebut stippling. Stippling mengakibatkan permukaan gingiva cekat terlihat
seperti kulit jeruk.

Gambar 3. Stippling pada gingiva cekat


3. Papilla Interdental
Papilla interdental atau gingiva interdental merupakan bagian gingival
yang mengisi daerah interdental, umumnya berbentuk konkaf, menghubungkan
papilla fasial dan papilla lingual. Bila gigi – geligi berkontak, struktur ini akan
menyesuaikan terhadap bentuk gigi – geligi di apikal daerah kontak. Bila gigi–
gigi yang berdekatan tidak saling berkontak, tidak ada terlihat bentukan konkaf /
“col” dan gingival interdental kelihatan berbentuk datar atau konveks.
Epithelium col biasanya sangat tipis, tidak keratinisasi dan terbentuk hanya dari
beberapa lapis sel. Strukturnya mungkin merefleksikan posisinya yang
terlindung. Pertukaran sel–sel epithelial sama seperti pada daerah gingival

3
lainnya. Region interdental berperan sangat penting karena merupakan daerah
stagnasi bakteri yang paling persisten dan strukturnya menyebabkan daerah ini
sangat peka. Di daerah inilah biasanya timbul lesi awal pada gingivitis.2

Gambar 4. Papila interdental

Gambaran Klinis Gingiva Normal

a. Warna gingiva
Warna gingiva normal umumnya berwarna merah jambu (coral pink)
yang diakibatkan oleh adanya suplai darah dan derajat lapisan keratin
epitelium serta sel-sel pigmen. Warna ini bervariasi pada setiap orang dan erat
hubungannya dengan pigmentasi kutaneous. Pigmentasi pada gingiva biasanya
terjadi pada individu yang memiliki warna kulit gelap. Pigmentasi pada
attached gingiva mulai dari coklat sampai hitam. Warna pada alveolar mukosa
lebih merah disebabkan oleh mukosa alveolar tidak mempunyai lapisan
keratin dan epitelnya tipis.

b. Ukuran gingiva
Ukuran gingiva ditentukan oleh jumlah elemen seluler, interseluler dan
suplai darah. Perubahan ukuran gingiva merupakan gambaran yang paling
sering dijumpai pada penyakit periodontal.
c. Kontur gingiva
Kontur dan ukuran gingiva sangat bervariasi. Keadaan ini dipengaruhi
oleh bentuk dan susunan gigi geligi pada lengkungnya, lokalisasi dan luas area
kontak proksimal dan dimensi embrasur (interdental) gingiva oral maupun

4
vestibular. Interdental papil menutupi bagian interdental gingiva sehingga
tampak lancip.
d. Konsistensi gingiva
Gingiva melekat erat ke struktur dibawahnya dan tidak mempunyai lapisan
submukosa sehingga gingiva tidak dapat digerakkan dan kenyal.
e. Tekstur gingiva
Permukaan attached gingiva berbintik-bintik seperti kulit jeruk. Bintik-
bintik ini biasanya disebut stippling. Stippling akan terlihat jelas apabila
permukaan gingiva dikeringkan.

Gambar 5. Keadaan gingiva yang sehat (Nield-Gehrig & Willman, 2011)


B. Tulang Alveolar
Tulang alveolar merupakan bagian maksila dan mandibula yang
membentuk dan mendukung soket gigi. Secara anatomis tidak ada batas yang jelas
antara tulang alveolar dengan maksila maupun mandibula. Bagian tulang alveolar
yang membentuk dinding soket gigi disebut alveolar bone proper atau alveolar
proprium. Alveolar bone proper ini akan didukung oleh bagian tulang alveolar
lainnya yang dikenal dengan nama supporting alveolar bone.
Supporting alveolar bone terdiri dari dua bagian yaitu yang kompak, yang
membentuk keping oral dan vestibular dan tulang spongi (cancellous bone),
terletak diantara lempeng cortical dan alveolar bone proper. Periosteum adalah
lapisan yang menghubungkan jaringan lunak yang menutupi permukaan luar
tulang yang terdiri atas lapisan luar dari jaringan kolagen dan bagian dalam dari
serabut elastik lempeng cortical oral maupun vestibular, langsung bersatu dengan
maksila maupun mandibula. Keberadaan tulang alveolar bergantung dari adanya
gigi, bila gigi dicabut tulang alveolar akan mengalami resorpsi. Jika gigi tidak
erupsi, tulang alveolar tidak berkembang.

5
Permukaan luar lempeng cortical (cortical plate) merupakan permukaan luar
tulang alveolar pada daerah vestibular maupun cortical oral. Pada daerah leher
gigi dimana tulang alveolar akan berakhir, bagian ini akan dibentuk oleh persatuan
alveolar bone proper dan tulang kompak yang dikenal dengan nama puncak tulang
alveolar. Baik permukaan luar tulang alveolar maupun puncak tulang alveolar
konturnya sangat bervariasi.
Bagian tulang alveolar yang berada diantara dua gigi dikenal dengan nama
septum interdental. Septum interdental ini dibentuk oleh alveolar bone proper,
permukaan proksimal gigi geligi, tulang spongi dan tulang kompak yang berada
diantara gigi serta puncaknya dibentuk oleh penyatuan alveolar bone proper
maupun tulang kompak. Septum interdental ini dipakai sebagai dasar untuk
menilai keadaan tulang alveolar secara radiografis, baik secara kuantitaif maupun
kualitatif. Septum interradikuler merupakan bagian tulang alveolar yang berada di
antara percabangan akar gigi dan sering dipakai untuk menilai perluasan penyakit
periodontal secara radiografis.

6
Gambar 6. Pembagian tulang alveolar secara anatomis
C. Ligamentum Periodontal
Ligamentum periodontal merupakan jaringan pengikat yang mengisi
ruangan antara permukaan gigi dengan dinding soket, mengelilingi akar gigi
bagian koronal dan turut serta mendukung gingival. Kebanyakan penyakit yang
mengenai ligamentum periodontal, jika tidak dirawat dengan baik akhirnya akan
menyebabkan hilangnya gigi. Ligamentum periodontal merupakan struktur
jaringan penyangga gigi yang mengelilingi akar gigi dan melekatkannya ke tulang
alveolar. Ligamentum ini melanjutkan diri dengan jaringan ikat gingiva dan
berhubungan dengan sumsum melalui kanalis vaskuler yang ada pada alveolar
bone proper. Istilah lain dari ligamentum periodontal adalah membran
periodontal, perisementum, dental periosteum, alveole dental membrane.
1. Serat-Serat Utama Ligametum Periodontal
Elemen penting dari ligamen periodontal adalah serat–serat
periodontal yang mengandung kolagen serta tersusun dalam suatu
ikatan dan memiliki alur menyerupai gelombang. Bagian ujung-ujung
pangkal dari serat periodontal tertanam di dalam sementum dan tulang
alveolar yang biasa disebut sebagai serat sharpey’s.

Gambar 7. Perlekatan ligamentum periodontal dengan sementum dan tulang


alveolar

Serat–serat utama ligamen periodontal terbagi dalam 6 grup yaitu:


1. Grup transeptal

7
Serat utama ini merupakan serat transisi antara serat gingiva dan serat utama
ligamentum periodontal. Serat – serat transeptal meluas ke arah interproksimal
melewati puncak tulang alveolar dan tertanam di dalam sementum dari gigi
sebelahnya. Serat ini dapat mengalami rekrontruksi kembali bahkan setelah
terjadi kerusakan tulang alveolar akibat suatu penyakit periodontal.
2. Grup puncak alveolar (alveolar crest)
Serat ini berjalan melintang dari sementum yang tepat di bawah epitel
junctional ke puncak alveolar. Fungsi grup ini adalah menahan gigi di dalam
soket jika ada tekanan ke apikal dan lateral.
3. Grup horizontal
Serat-serat grup ini meluas agak tegak lurus dengan sumbu gigi dari
sementum ke tulang alveolar. Fungsinya sama dengan fungsi serat grup
puncka alveolar
4. Grup obliq (miring)
Serat-serat ini merupakan grup yang paling besar di antara grup serat utama
ligamentum periodontal. Serat meluas dari sementum ke arah koronal secara
obliqua dan melekat ke tulang alveolar. Grup serat ini menerima tekanan
vertikal yang paling besar.
5. Grup interrradikular
Serat ini meluas dari sementum percabangan akar gigi ke puncak septum
interradikular.
6. Grup apikal
Serat ini menyebar dari regio apikal gigi ke tulang pada soket gigi.Susunannya
tidak teratur dan tidak akan dijumpai sebelumpembentukan akar gigi
sempurna.

8
Gambar 8. Serat-serat utama ligamentum periodontal
2. Fungsi Ligamentum Periodontal
Ada beberapa fungsi ligamentum periodontal, yang dapat
dikelompokkan sebagai fungsi fisik, fungsi formatif, dan fungsi nutrisi dan
sensori.
1. Fungsi fisik: menyalurkan tekanan oklusal ke tulang alveolar,
melekatkan gigi ke tulang alveolar, memelihara hubungan jaringan
gingiva ke gigi, sebagai peredam tekanan, dan melindungi pembuluh
darah dan saraf dari tekanan mekanik.
2. Fungsi formatif: Sel-sel pada ligamentum periodontal dan puncak tulang
alveolar terkena oleh tekanan fisik pada proses pengunyahan, parafungsi,
bicara dan tekanan ortodonti. Elemen seluler pada ligamentum
periodontal berpartisipasi pada pembentukan maupun resorpsi sementum
dan tulang; yang hasilnya adalah pergesaran gigi secara fisiologis,
penyesuaian lebar periodontal terhadap tekanan oklusal, dan proses
perbaikan kerusakan.
3. Fungsi nutrisi dan sensori: memasok nutrisi ke sementum, tulang, dan
gingiva melalui pembuluh darahnya; mendeteksi dan melokalisasi
tekanan pada gigi; memegang peranan penting untuk mengontrol
mekanisme neuromuskular otot-otot pengunyahan

D. Sementum

9
Sementum merupakan suatu lapisan jaringan kalsifikasi yang tipis dan
menutupi permukaan akar gigi. Sementum ini akan berbatasan dengan dentin dan
email, maupun ligamentum periodontal, strukturnya mempunyai banyak
persamaan dengan struktur tulang. Sementum merupakan jaringan mesenkimal
yang tidak mengandung pembuluh darah maupun saraf dan mengalami kalsifikasi
serta menutupi permukaan akar gigi anatomis. Selain melapisi akar gigi,
sementum juga berperan dalam mengikatkan gigi ke tulang alveolar, yaitu dengan
adanya serat utama ligementum periodontal yang tertanam didalam sementum
(serat sharpey). Sementum ini tipis pada daerah dekat perbatasannya dengan
enamel dan makin menebal ke arah apeks gigi. Berdasarkan morfologinya
sementum dibagi menjadi dua tipe yaitu sementum asesuler (sementum primer)
dan sementum seluler (sementum sekunder).
Sementum aseluler adalah sementum yang pertama kali terbentuk, menutup
kurang lebih sepertiga servikal atau hingga setengah panjang akar, tidak
mengandung sel-sel, dibentuk sebelum gigi mencapai bidang oklusal. Serat
Shrapey merupakan struktur utamanya, yang berperan mendukung gigi.
Sementum seluler terbentuk setelah gigi mencapai bidang oklusal, bentuknya
kurang teratur (ireguler) dan mengandung sel-sel (sementosit) pada rongga-rongga
yang terpisah-pisah (lakuna-lakuna) yang berhubungan satu sama lain melalui
anastomosis kanalikuli. Sementum seluler kurang terkalsifikasi dibandingkan
dengan sementum aseluler dan hanya sedikit mengandung serat Sharpey.1

Gambar 9. Sementum aseluler dan seluler

10
II. Biofilm, Plak dan Kalkulus (Intan Permatasari)

A. Biofilm dan Plak Gigi

Biofilm berkembang dari suatu matriks ekstraseluler yang melekat satu


dengan yang lain pada suatu permukaan.1 Sedangkan, plak adalah suatu bentuk
biofilm berupa deposit lunak yang melekat pada permukaan gigi dan objek lain. 1
Plak gigi/biofilm adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas mikrokoloni bakteri
yang berkembang biak dalam suatu matriks interseluler.3 Plak gigi tidak dapat
dibersihkan dengan berkumur ataupun semprotan air dan hanya bisa dibersihkan
dengan cara mekanis.3 Plak yang jumlahnya sedikit tidak dapat terlihat kecuali
diwarnai dengan larutan diskolorasi dan plak yang menumpuk terlihat abu-abu
dan kekuningan.3

Plak gigi/biofilm terdiri atas mikrokoloni bakteri, matriks ekstraseluler,


kanal cairan, dan sistem komunikasi primitif.4Berikut adalah penjelasannya:

Tabel 1. Struktur Plak Gigi/Biofilm.4


No. Struktur Keterangan
1. Mikrokoloni bakteri - Bakteri dalam plak gigi/biofilm tidak tersebar secara
merata. Sebagai bakteri yang melekat erat pada
permukaan gigi satu sama lain, mereka berkumpul
bersama membentuk mikrokoloni bakteri yang
berbentuk seperti jamur yang melekat pada
permukaan gigi di bagian dasar yang cenderung tipis.
- Mikrokoloni adalah sebuah komunitas independen
kecil yang berisi ribuan bakteri yang kompatibel.
Mikrokoloni yang berbeda berisi kombinasi berbagai
spesies bakteri yang berbeda pula.
2. Lapisan lendir - Matriks ekstraseluler adalah pelindung yang
ekstraseluler/Matriks mengelilingi mikrokoloni bakteri yang berbentuk
ekstraseluler seperti jamur.
- Matriks ekstraseluler berfungsi untuk melindungi
mikrokoloni bakteri dari antimikrobial, antibiotik,
dan sistem pertahanan tubuh.
3. Kanal cairan - Serangkaian kanal cairan akan menembus matriks

11
ekstraseluler.
- Kanal cairan berfungsi untuk memberi oksigen dan
nutrisi pada mikrokoloni bakteri, serta memfasilitasi
pergerakan metabolit bakteri, produk sampingan, dan
enzim dalam struktur plak/biofilm.
4. Sistem komunikasi - Mikrokoloni bakteri menggunakan sinyal-sinyal
primitive kimia untuk berkomunikasi satu sama lain.

Adapun mekanisme dari pembentukan plak gigi adalah sebagai berikut:3

1. Pembentukan lapisan acquired pelicle


Acquired pelicle merupakan lapisan tipis, licin, dan tidak berwarna,
dan bebas bakteri. Acquired pelicle terbentuk pada permukaan gigi yang
baru saja selesai dibersihkan sehingga gigi langsung berkontak dengan
saliva dan flora mikroorganisme. Acquired pelicle terdiri dari
mukoprotein, glikoprotein saliva, dan dengan sedikit lipid.

2. Proliferasi bakteri
Tahap pertama ditandai dengan tumbuhnya bakteri pada 24 jam
pertama yaitu S. mutans, S. bovis, S. sanguis, dan S. salivarius. Hal
tersebut diiringi juga pembentukan matriks interbakterial yang terdiri dari
polisakarida ekstraseluler (levran dan dextran) yang diproduksi oleh
bakteri dan protein saliva. Perkembangbiakan bakteri membuat lapisan
plak bertambah tebal dan lingkungan di bagian dalam plak yang semula
aerob menjadi anaerob.
Tahap selanjutnya berlanjut ketika kebersihan mulut terabaikan dan
menyebabkan peningkatan bakteri kokus gram negatif dan basilus. Pada
hari kelima bakteri aerob seperti Fusobacterium, Aactinomyces, dan
Veillonella bertambah jumlahnya. Tahap ketiga merupakan pematangan
plak yang terjadi pada hari ketujuh ditandai dengan munculnya jenis
Spirocheta dan Vibrio sementara jenis filamen terus bertambah dan
pertumbuhan Aactonomyces naeslundi meningkat tajam. Pada hari kedua
puluh delapan dan kedua puluh sembilan spreptokokus akan berkurang
jumlahnya.
B. KALKULUS

12
Kalkulus merupakan massa yang terkalisifikasi dan merekat erat pada
permukaan gigi serta objek solid lain di dalam mulut seperti restorasi dan gigi
tiruan.2 Kalkulus jarang ditemukan pada gigi susu, tidak sering ditemukan pada
gigi permanen muda, dan ada pada hampir seluruh rongga mulut orang dewasa.
Kalkulus terdiri dari dua jenis:3
1. Kalkulus supragingiva3
Kalkulus supragingiva melekat pada permukaan mahkota gigi
mulai dari puncak gingival margin dan dapat dilihat. Berwarna putih
kekuning-kuningan, konsistensi keras, dan dapat dilepas menggunakan
skaler. Banyak terdapat pada bagian bukal molar rahang atas yang
berhadapan duktus Stesen’s, pada bagian lingual gigi depan rahang bawah
yang berhadapan dengan duktus Wharton’s, serta pada gigi yang jarang
digunakan.
2. Kalkulus subgingiva3
Kalkulus yang berada di bawah batas gingiva margin, biasanya
pada daerah saku gusi dan tidak dapat dilihat pada pemeriksaan. Berwarna
cokelat tua atau hijau kehitaman dan konsistensi melekat erat pada gigi.
Lokasi kalkulus dapat ditentukan dengan dilakukan probing menggunakan
eksplorer,
Adapun komposisi kalkulus adalah sebagai berikut:
1. Anorganik

70%-90% kalkulus terdiri dari bahan anorganik yang sebagian besar merupakan
kalsium fosfat (Ca3(PO4)2) sekitar 75% (dalam bentuk kristal brushite,
whitlockite dan fosfat oktakalsium) dan sebagian lainnya kalsium karbonat
(CaCO3) dan magnesium posfat (Mg3(PO4)2).5

Dua per tiga masa anorganik membentuk fase kristal seperti:3,5
o hidroksiapatite (Ca10(OH)2(PO4)2),
o brushite (CaH(PO4)2),
o magnesium whitlockite (Ca9(PO4)3XPO4), dan
o fosfat oktakalsium (Ca4H(PO4)3.2H2O).

13
Persentase masing-masing kristal bergantung pada beberapa faktor. Pada
umumnya, tebentuk 2-3 kristal yang dominasinya ditentukan oleh letak kalkulus.
Hidroksi apatit dan oktakalsium posfat adalah yang paling sering ditemukan
pada semua regio. Brushite mendominasi kalkulus pada mandibula anterior
sedangkan whitlockite pada daerah posterior seluruh regio. Namun, ada kasus
dimana keempat kristal terbentuk, maka dominasi kristal bergantung pada umur
kalkulus. Kalkulus yang baru terbentuk akan didominasi kristal brushite. Setelah
6 bulan terbentuk, kristal utama yang terbentuk adalah oktakalsium posfat atau
magnesium whitlockite, bergantung pada banyaknya fluoride. Dan setelah
kalkulus matang, komponen kristal utamanya adalah hidroksi apatit
(hidroksilapatit (58%), magnesium whitlockite(21%), oktakalsium posfat(12%),
brusit (9%)). Berikut ini tabel yang menunjukkan distribusi dari kristal kalkulus:

Tabel 2.Distribusi dari kristal kalkulus

 Selain itu, juga terdapat sejumlah kecil kalsium karbonat, magnesium, dan
fluoride.

2. Organik


10%-30% kalkulus terdiri atas bahan organik yang berasar dari plak yakni
karbohidrat, sisa bakteri dan sisa-sisa sel leukosit/epitel yang telah mati. 4
Kalkulus juga mengandung air meskipun sangat sedikit (sekitar 2%).

14

Sekitar 1,9 sampai 9,1% komponen organik adalah karbohidrat yang
terdiri atas galaktosa, glukosa, rhamnosa, mannose, asam glikuronik,
galaktosamine, dan kadang-kadang arabinase, asam galakturonik serta
glukosamin yang semuanya dijumpai pula di dalam glikoprotein saliva
kecuali arabinosa dan rhamnosa. Protein yang berasal dari saliva, sejumlah
5,9-8,2% yang kebanyakan terdiri atas asam amino. Lipid sejumlah 0,2%
dari komponen organik dalam bentuk lemak netral, asam lemak bebas,
kolesterol, kolesterol ester, dan fosfat lipid.4


Persentasi organisme filamentous gram positif dan gram negatif lebih
tinggi pada kalkulus daripada daerah lain rongga mulut. Mikroorganisme
pada daerah perifer yang predominan adalah bacillus gram negatif dan
kokus. Kebanyakan mikroorganisme di dalam kalkulus ini mati.

Permukaan kalkulus selalu terlapisi oleh lapisan plak dan bakteri karena
bentuknya yang irreguler. Plak tersebut tentu akan sulit dibersihkan karena
menempel pada daerah sempit pada kalkulus. Komposisi kalkulus
dipengaruhi oleh lokasi kalkulus dalam mulut serta waktu pembentukan
kalkulus. Mineral pada kalkulus supragingival berasal dari saliva, sedangkan
pada kalkulus subgingival berasal dari eksudat cairan gingiva.

Proses Terjadinya Kalkulus


Kalkulus adalah plak yang termineralisasi tetapi tidak semua plak
termineralisasi. Proses termineralisasi diawali dengan presipitasi garam-garam
mineral.2 Mineral pada kalkulus supragingiva didapatkan dari saliva dan
subgingiva berasal dari cairan eksudat gingiva. Setelah terjadi pengendapan garam
mineral maka dimulailah pembentukkan kalkulus.3 Plak yang tadinya lunak
mengalami mineralisasi dan pengerasan akibat adanya pengendapan garam
mineral pada hari 1 – 14 dari pembentukan plak.Berikut prosesnya:6
1) Awalnya terbentuk plak pada permukaan gigi dan terdapat endapan mineral
kalsium fosfat pada CSG/saliva.

15
2) Lalu, pada plak tersebut, terbentuk benih kristal melalui ikatan yang dibuat
antara ion Ca dan karbohidrat-protein pada matriks interseluler. Benih-benih
tersebut kemudian mengalami proses nukleasi. Selain itu, mineralisasi juga
terjadi melalui pengendapan dari kalsium fosfat itu sendiri secara langsung.
Presipitasi garam-garam mineral ke dalam plak sudah dapat terlihat beberapa
jam setelah deposisi plak, tetapi umumnya keadaan ini berlangsung 2-14 hari
saat terbentuknya plak.
3) Kalsifikasi plak berlangsung 4 – 8 jam. Awalnya mineralisasi terjadi pada
matriks interseluler. Lalu, berlanjut ke permukaan sel bakteri-bakteri dan pada
akhirnya bakteri-bakteri tersebut juga ikut mengalami kalsifikasi.
4) Kalsifikasi tersebut terjadi sepanjang permukaan dalam plak membentuk
fokus-fokus terpisah yang kemudian membesar, menyatu dan membentuk
massa kalkulus padat.

III.PENYAKIT JARINGAN PERIODONTAL

A. GINGIVITIS (Yeza Safitri)


1 Pengertian Gingivitis
Gingivitis adalah inflamasi gingiva yang hanya meliputi jaringan gingiva
sekitar gigi. Secara mikroskopis, gingivitis ditandai dengan adanya eksudat
inflamasi dan edema, kerusakan serat kolagen gingiva terjadi ulserasi, proliferasi
epitelium dari permukaan gigi sampai ke attached gingiva. Beberapa studi
sebelumnya menyebutkan bahwa gingivitis marginal merupakan penyakit
periodontal yang paling sering ditemukan pada anak-anak.1

16
Gambar 10. Gingivitis Marginalis Kronis karena kebersihan mulut yang buruk dan
susunan gigi yang tidak beraturan. Sumber: Newman GM, Takei H. Carranza’s clinical
periodontology. 10th ed2
2 Etiologi Gingivitis
Penyebab utama gingivitis pada anak-anak sama seperti pada orang dewasa
yaitu plak gigi disebabkan oleh karena kebersihan mulut yang buruk, posisi gigi
yang tidak teratur dapat menjadi faktor pendukung. Umumnya plak berakumulasi
dalam jumlah yang sangat banyak di regio interdental yang sempit, inflamasi gusi
cenderung dimulai pada daerah papila interdental dan menyebar dari daerah
tersebut ke sekitar leher gigi. Respon setiap individu terhadap plak sebagai faktor
penyebab bermacam-macam, beberapa anak mempunyai respon yang minimal
terhadap faktor lokal.12
a). Faktor Etiologi Primer.11
Penyebab primer dari penyakit periodontal adalah iritasi bakteri. Meskipun
demikian, sejumlah kecil plak biasanya tidak mengganggu kesehatan gingiva dan
periodontal, dan beberapa pasien bahkan mempunyai jumlah plak yang cukup
besar yang berlangsung lama tanpa mengalami periodontitis yang merusak
walaupun mereka mengalami gingivitis.
Ada beberapa faktor lain baik lokal maupun sistemik yang merupakan
predisposisi dari akumulasi plak atau perubahan respon gingiva terhadap plak.
Faktor ini dapat dianggap sebagai faktor etiologi sekunder.
2.1 Faktor Etiologi Sekunder.
Faktor-faktor sekunder dapat lokal atau sistemik. Beberapa faktor lokal
pada lingkungan gingiva merupakan predisposisii dari akumulasi deposit plak dan
menghalangi pembersihan plak. Faktor-faktor ini disebut sebagai faktor retensi
plak. Faktor sistemik dan hospes dapat memodifikasi respon gingiva terhadap
iritasi lokal.
A. Faktor lokal11
1. Restorasi yang keliru
Restorasi yang keliru mungkin merupakan faktor yang paling
menguntungkan bagi retensi plak. Tepi tumpatan yang berlebihan sangat

17
sering ditemukan dan berasal dari penggunaan matriks yang ceroboh dan
kegagalan memoles bagian tepi. Restorasi dengan kontur yang buruk,
terutama yang konturnya terlalu besar dan mahkota atau tumpatan yang
terlalu cembung, dapat menghalangi aksi penyikatan gigi yang efektif.
2. Kavitas karies
Kavitas yang keliru, terutama di dekat tepi gingiva, dapat merangsang
terbentuknya daerah timbunan plak.
3. Tumpukan sisa makanan
Sisa makanan adalah baji yang kuat dari makanan terhadap gingiva di
antara gigi-geligi. Bila gigi-geligi bergerak saling menjauhi dapat terbentuk
baji makanan, khususnya bila ada plunger cusp.
4. Geligi tiruan sebagian lepasan dengan desain tidak baik.
Geligi tiruan adalah benda asing yang dapat menimbulkan iritasi jaringan
melalui berbagai cara. Geligi tiruan yang longgar atau tidak terpoles dengan
baik cenderung berfungsi sebagai fokus timbunan plak. Geligi tiruan tisue
borne seringkali terbenam di dalam mukosa dan menekan tepi gingiva,
menyebabkan inflamasi dan kerusakan jaringan. Efek ini makin bertambah
buruk bila gigi-geligi tiruan tidak dibersihkan dengan baik dan tetap dipakai
selama pasien tidur.
5. Pesawat ortodonsi
Pesawat ortodonsi yang dipakai siang dan malam, kecuali bila pasien
sudah diajarkan cara membersihkan plak yang bertumpuk pada pesawat.
Karena sebagian besar pasien ortodonsi masih muda, inflamasi yang parah
disertai dengan pembengkakan gingiva dapat terjadi di sini.
6. Susunan gigi-geligi yang tidak teratur.
Susunan gigi yang tidak beraturan yang merupakan predisposisi dari
retensi plak dan mempersulit upaya menghilangkan plak.
7. Kurangnya seal bibir atau kebiasaan bernapas melalui mulut.
Pengaruh postur bibir terhadap kesehatan gingiva masih dipertanyakan
namun suatu fenomena klinis yang sering ditemukan adalah gingivitis
hiperplasia pada segmen anterior, biasanya pada regio insisivus atas, di mana
sel bibir kurang sempurna. Selain itu, pada sebagian besar kasus daerah
hiperplasia jelas dibatasi oleh garis bibir. Walaupun kurangnya seal bibir
sering berhubungan dengan kebiasaan bernafas melalui mulut, seal bibir yang
kurang memadai juga dapat terjadi walaupun pasien bernafas melalui hidung.

18
Bila bibir terbuka gingiva bagian depan tentunya tidak terlumasi saliva.
Keadaan ini kelihatannya mempunyai dua efek: (i) aksi pembersihan normal
dari saliva berkurang sehingga timbunan plak bertambah; (ii) dehidrasi
jaringan yang akan mengganggu resistensinya.
8. Merokok
Efek yang paling jelas dari kebiasaan merokok adalah perubahan warna
gigi-geligi dan bertambahnya keratinisasi epitelium mulut disertai dengan
produksi bercak putih pada perokok berat di daerah pipi dan palatum, yang
kadang-kadang dapat juga ditemukan pada jaringan periodontal. Insiden
gingivitis kronis dan gingivitis ulseratif akut kelihatannya lebih besar pada
perokok yang juga menunjukkan adanya kerusakan periodontal yang lebih
parah.
9. Groove perkembangan pada enamel servikal atau permukaan akar.
Groove pada permukaan akar atau daerah servikal mahkota dapat
merangsang akumulasi bakteri dan tidak mungkin dibersihkan. Keadaan ini
dapat menimbulkan daerah-daerah gingivitis lokal dan pembentukan poket,
yang paling sering terlihat di sebelah palatal insisivus atas. Fosa kaninus pada
permukaan mesial gigi premolar atas juga dapat berfungsi sebagai groove
perkembangan.

B. Faktor sistemik11
Faktor-faktor sistemik adalah faktor yang mempengaruhi tubuh secara
keseluruhan misalnya; faktor genetik, nutrisional, hormonal dan hematologi.
1. Faktor genetik
Kerentanan individual terhadap periodontitis kronis umumnya
bervariasi dan ada beberapa individu yang mencapai usia tua tanpa
menunjukkan tanda-tanda kerusakan periodontal sedangkan individu lainnya
sudah terkena serangan periodontitis yang progresif pada usia yang lebih
mudah.
Ada sejumlah penyakit genetik, beberapa diantaranya sangat langkah,
yang meningkatkan kerentanan terhadap kerusakan periodontal seperti
Sindrom Down, kerentanan di sini berhubungan dengan terganggunya fungsi
neutrofil atau perubahan metabolisme jaringan ikat. Sindroma Chediak-

19
Higashi, merupakan kondisi autosomal resesif yang langkah, ditandai dengan
neutrofil yang terganggu.
2. Faktor nutrisional
Secara teoritis defisiensi dari nutrien dapat mempengaruhi keadaan
gingiva dan daya tahannya terhadap plak, tetapi karena kesalingtergantungan
antara berbagai elemen diet yang berkembang, sangatlah sulit untuk
mendifinisikan akibat defisiensi spesifik pada seorang manusia.
Pada defisiensi nutrisional yang parah, yang umumnya disertai dengan
kebersihan mulut yang sangat buruk, terlihat adanya kerusakan jaringan
periodontal yang berkembang dengan cepat dan tanggalnya gigi yang cukup
dini.
3. Faktor hormonal
Hormon seks. Perubahan hormon seksual berlangsung semasa puberitas
dan kehamilan, keadaan ini dapat menimbulkan perubahan jaringan gingiva
yang merubah respon terhadap produk-produk plak.
Puberitas. Pada masa puberitas insiden gingivitis mencapai puncaknya.
Perubahan ini tetap terjadi walaupun kontrol plak tetap tidak berubah. Oleh
karena itu, sejumlah kecil plak yang pada usia yang lain hanya menyebabkan
terjadinya sedikit inflamasi gingiva, akan dapat menyebabkan inflamasi yang
hebat pada masa puberitas yang diikuti dengan pembengkakan gingiva dan
perdarahan. Bila masa puberitas sudah lewat, inflamasi cenderung reda
sendiri tetapi tidak dapat hilang sama sekali kecuali bila dilakukan
pengontrolan plak yang adekuat
4. Faktor hematologi (penyakit darah)
Penyakit darah kelihatannya tidak menyebabkan gingivitis tetapi dapat
menimbulkan perubahan jaringan yang merubah respon jaringan terhadap
plak. Dokter gigi mempunyai tanggung jawab khusus dalam hubungannya
dengan penyakit-penyakit ini karena perdarahan gingiva yang hebat
merupakan simtom umum pada leukimia akut dan dokter gigi mungkin
merupakan orang pertama yang memeriksakan keadaan pasien penyakit-
penyakit darah antara lain anemia, leukimia, dan leukopenia.
3 Patogenesis Gingivitis

20
Patogenesis gingivitis terdapat empat tipe lesi yang berbeda. Keempatnya
adalah lesi awal, lesi dini, lesi jelas, dan lesi lanjut. Lesi dini dan jelas dapat tetap
stabil untuk waktu yang lama. Selain itu, dapat terjadi pemulihan secara spontan
atau disebabkan oleh karena perawatan.2,13,14
a) Lesi awal (initial lesion)2
Tahap ini plak mulai berakumulasi ketika kebersihan rongga mulut tidak
terjaga. Perubahan jaringan pertama kali terlihat secara mikroskopis dua
sampai empat hari setelah akumulasi plak. Terdapat sedikit akumulasi
neutrofil polimorfonuklear (PMNs) dan sel mononuklear di bawah epitel.
Beberapa hari setelah plak berakumulasi, gingivitis ringan mulai terjadi pada
tahap ini.
b) Lesi dini (early lesion)2
Tahap ini sudah mulai terlihat tanda klinis eritema, terjadi setelah empat
sampai tujuh hari akumulasi plak. Perdarahan mulai terjadi pada tahap ini
apabila dilakukan probing. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
meningkatkan aliran CSG dan jumlah neutrofil terus meningkat. Sel dominan
pada tahap early lesion adalah neutrofil dan limfosit (terutama limfosit-T).
Neutrofil migrasi di sepanjang jaringan dan melakukan fagositosis. Tahap ini
fibroblas jelas terlihat menunjukkan perubahan sitotoksik sehingga kapasitas
produksi kolagen menurun. Kolagen mengalami destruksi, menghasilkan
deplesi kolagen di daerah apikal dan lateral junctional dan sulcular
epithelium. Sel basal dari struktur epitel mulai berproliferasi untuk
membentuk penghalang terhadap bakteri dan produknya, hasilnya adalah
epitel akan berproliferasi ke dalam daerah kolagen yang mengalami deplesi di
jaringan ikat. Jaringan gingiva akan mengalami edema dengan ciri-ciri gingiva
bengkak dan sulkus gingiva menjadi lebih dalam sehingga biofilm subgingiva
dapat berproliferasi ke arah apikal.2
Gambar 11. Early Lesion2
c) Lesi jelas (established lesion)
Tahap ini adalah suatu perkembangan lesi dini dan dapat ditemukan dua
sampai tiga minggu setelah akumulasi plak. Terlihat perubahan warna
kebiruan pada gingiva. Sel-sel darah merah keluar ke jaringan ikat, sebagian
pecah sehingga hemoglobin menyebabkan warna daerah peradangan menjadi

21
gelap. Lesi ini dapat disebut sebagai peradangan gingiva moderat hingga
berat. Aktivitas kolagenolitik sangat meningkat karena kolagenase banyak
terdapat di jaringan gingiva yang diproduksi oleh sejumlah bakteri rongga
mulut maupun neutrofil. Junctional dan sulcular epithelium yang terus
berproliferasi akan membentuk poket dengan ciri-ciri tidak melekat erat pada
permukaan gigi, mengandung sejumlah besar neutrofil, dan lebih permeabel
untuk dilewati oleh zat ke dalam atau ke luar dari jaringan ikat. Poket ini dapat
mengalami ulserasi dan mudah dimasuki oleh probe periodontal, sehingga
perdarahan ketika probing merupakan gejala umum gingivitis kronis.
Perubahan inflamasi masih bersifat reversibel jika kontrol plak dilakukan
dengan baik.2
Gambar 12. Establised Lesion2
d) Lesi lanjut (advanced lesion)
Perluasan lesi ke dalam tulang alveolar menunjukkan karakteristik tahap
keempat yang disebut sebagai lesi lanjut atau fase kerusakan periodontal.
Secara mikroskopis, terdapat fibrosis pada gingiva dan kerusakan jaringan
akibat peradangan dan imunopatologis. Secara umum pada tahap ini sel
plasma berlanjut pada jaringan konektif dan neutrofil pada epitel junctional
dan gingiva. Plasmasit tetap merupakan sel radang yang dominan. Terjadi
resorpsi puncak tulang alveolar, khususnya di daerah sekitar pembuluh darah.2

22
Gambar 13. Advanced Lesion2
4 Mekanisme Aksi Bakteri Pada Gingivitis 2
1. Invasi
Terjadinya gingivitis tidak selalu didahului oleh invasi bakteri. Syarat
utama adalah adanya bakteri patogen spesifik yang melekat ke permukaan
gigi disekitar gingiva. Tidak ada organisme spesifik atau kelompok
organisme tertentu yang secara positif atau khusus diidentifikasi sebagai
penyebab kerusakan jaringan periodontal, tetapi ada beberapa
mikroorganisme yang ditemukan pada kondisi penyakit periodontal
tertentu. Telah dibuktikan bahwa pada keadaan ini terjadi invasi bakteri ke
jaringan ikat.
2. Agen sitotoksik
Endotoksin yaitu substansi lipopolisakarida yang terdapat dalam dinding
sel bakteri gram negatif, yang dapat menjadi penyebab langsung nekrosis
jaringan, selain sebagai pencetus terjadinya proses peradangan dengan
memicu respons imunologik. Pada penelitian kultur jaringan, endotoksin
yang terdapat pada mikroorganisme tertentu di dalam mulut merangsang
terjadinya resorpsi tulang.

3. Enzim
Enzim kolagenase menguraikan fibril dan serabut kolagen, elemen utama
pembentuk gingiva dan ligamen periodonsium. Leukosit memproduksi
kolagenase dan terdapat dalam jumlah besar pada peradangan gingiva
tahap awal.
4. Mekanisme imunopatologi
Penelitian membuktikan bahwa sejumlah antigen plak menginduksi
peradangan dengan merangsang respons imunologik pada binatang
percobaan. Baik respons imun humoral maupun selular dapat ditemukan
pada penderita periodontitis.
5. Aksi gabungan
Terdapat lebih dari satu mekanisme yang terlibat dalam inisiasi dan
perkembangan penyakit periodontal. Sebagai contoh, bahwa enzim dan
substansi sitotoksik bakteri menimbulkan efek langsung terhadap jaringan

23
sulkular dan subsulkular dengan cara mencetuskan respons imunopatologi
secara tidak langsung.
5. Karakteristik Gingivitis
 Perubahan Warna Gingiva
Warna gingiva ditentukan oleh beberapa faktor, termasuk jumlah dan
ukuran pembuluh darah, ketebalan epitel, keratinisasi, dan pigmen di
dalam epitel. Perubahan warna merupakan tanda klinis dari penyakit pada
gingiva. Warna gingiva normal adalah merah muda coral dan dihasilkan
oleh vaskularitas jaringan dan lapisan epitel. Gingiva menjadi memerah
ketika vaskularisasi meningkat atau derajat keratinisasi epitel mengalami
reduksi atau menghilang. Warna menjadi pucat ketika keratinisasi
mengalami reduksi.2,15
Peradangan kronis menyebabkan warna merah atau merah
kebiruan akibat proliferasi dan keratinisasi. Vena akan memberikan
kontribusi menjadi warna kebiruan. Perubahan warna gingiva akan
memberikan kontribusi pada proses peradangan. Perubahan terjadi pada
papilla interdental dan margin gingiva, dan menyebar pada attached
gingiva.2,15
 Perubahan Konsistensi
Baik kondisi kronis maupun akut dapat menghasilkan perubahan
pada konsistensi gingiva normal yang kaku dan tegas. Seperti yang
dinyatakan bahwa pada gingivitis kronis, perubahan destruktif atau edema
dan reparative atau fibrous terjadi secara bersamaan, dan konsistensi
gingiva ditentukan berdasarkan kondisi yang dominan.2,15
 Perubahan Klinis dan Histopatologis
Pada peradangan gingiva, perubahan histopatologi menyebabkan
perdarahan gingiva akibat dilatasi, pembengkakan kapiler, dan penipisan
atau ulserasi epitel. Karena kapiler membengkak dan menjadi lebih dekat
ke permukaan, menipis, epitelium kurang protektif, dan stimuli yang
secara normal tidak melukai dapat menyebabkan rupture pada kapiler dan
perdarahan gingiva.2,15
Tabel 3. Perubahan Klinis dan Histologis Dasar Gingivitis
Perubahan Klinis Perubahan Histologis Dasar

24
Perdarahan gingival Ulserasi epitel sulkus, dengan
pelebaran kapiler yangmeluas dibawah
permukaan

Warna kemerahan Hiperemia, disertai dilatasi dan


pelebaran kapiler

Pembengkakan Infiltrasi cairan dan eksudat sel radang


ke jaringan ikat

Hilangnya tonus gingival Inflamasi disertai rusaknya serabut


gingiva

Hilangnya stippling Edema pada jaringan ikat dibawahnya

Konsistensi keras dan kaku Fibrosis karena terjadinya inflamasi


kronis dalamwaktu yang lama

Poket gingival Inflamasi disertai ulserasi epitel sulkus


dan pembesaran gingiva

Tabel 4. Perubahan Klinis dan Gambaran Mikroskopis Gingivitis Akut

Perubahan Klinis Gambaran Mikroskopis

Gingivitis Akut

1. Pembengkakan dan gingiva 1. Edema yang berasal dari


yang lunak. peradangan akut.
2. Debris berwarna keabu-abuan. 2. Nekrosis dengan pembentukan
membran yang terdiri dari bakteri,
Gingivitis Kronis leukosit polimorfonuklear, dan
3. Pembentukan vesikel. degenerasi epitel fibrous.
1. Pembengkakan lunak yang dapat 3.1. Edema
Infiltrasiinterseluler dan intraseluler
cairan dan eksudat pada
membentuk lubang sewaktu dengan
peradangan. degenerasi nukleus dan
ditekan. 2. sitoplasma,
Degenerasi dan rupture
jaringan dinding
konektif dan
2. Gingiva lunak pada saat probing sel.
epitel yang memicu peradangan dan;
dan area permukaan pinpoint Perubahan pada jaringan konektif -
tampak kemerahan epitel dengan jaringan konektif yang
Tabel 3.
5. Perubahan
KonsistensiKlinis dankasar
kaku dan Gambaran Mikroskopismengalami
Gingivitis Kronis
pembengkakan dan
peradangan, meluas sampai ke
Perubahan Klinis Gambaran Mikroskopis
permukaan jaringan epitel,
penebalan epitel, edema dan invasi
leukosit, dipisahkan oleh daerah
yang mengalami elongasi terhadap
jaringan konektif.
3. Fibrosis dan proliferasi epitel akibat
peradangan kronis yang 25
berkepanjangan.
 Perubahan Tekstur Jaringan Gingiva
Permukaan gingiva normal seperti kulit jeruk yang biasa disebut
sebagai stippling. Stippling terbatas pada attached gingiva dan secara
dominan terdapat pada daerah subpapila, tetapi meluas sampai ke papilla
interdental. Secara biologis stippling pada gingiva tidak diketahui,
beberapa peneliti menyimpulkan bahwa kehilangan stippling merupakan
tanda awal dari terjadinya gingivitis. Pada peradangan kronis, permukaan
gingiva halus dan mengkilap atau kaku, tergantung pada perubahan
eksudatif atau fibrotik. Tekstur permukaan yang halus juga dihasilkan oleh
atropi epitel pada gingivitis, dan permukaan yang rupture terjadi pada
gingivitis kronis. Hiperkeratosis dengan tekstur kasar, dan pertumbuhan
gingiva secara berlebih akibat obat akan menghasilkan permukaan yang
berbentuk nodular pada gingiva. 2,15
 Perubahan Posisi Gingiva
Salah satu gambaran pada penyakit gingiva adalah adanya lesi pada
gingiva. Lesi traumatik seperti lesi akibat kimia, fisik atau termal
merupakan lesi yang paling umum pada rongga mulut. Lesi akibat kimia
termasuk karena aspirin, hidrogen peroksida, perak nitrat, fenol, dan bahan
endodontik. Lesi karena fisik termasuk bibir, rongga mulut, dan tindik
pada lidah yang dapat menyebabkan resesi gingiva. Lesi karena termal
dapat berasal dari makanan dan minuman yang panas. Pada kasus akut,
epitelium yang nekrotik, erosi atau ulserasi, dan eritema merupakan

26
gambaran umum. Sedangkan pada kasus kronis, terjadi dalam bentuk
resesi gingiva.2,15
 Perubahan Kontur gingiva
Perubahan pada kontur gingiva berhubungan dengan pembesaran
gingiva, tetapi perubahan tersebut dapat juga terjadi pada kondisi yang
lain. Ketika resesi ke apikal, celah menjadi lebih lebar, dan meluas ke
permukaan akar. Ketika lesi mencapai mucogingival junction, mukosa
rongga mulut mengalami peradangan karena kesulitan untuk
mempertahankan kontrol plak yang adekuat pada daerah ini. Istilah
McCall festoon telah digunakan untuk menggambarkan penebalan pada
gingiva yang diamati pada gigi kaninus ketika resesi telah mencapai
mucogingival junction.2,15
6. Klasifikasi Gingivitis
Menurut Carranza dan Glickman’s dikutip oleh Eriska E, gingivitis dibedakan
berdasarkan perjalanan dan lamanya serta penyebarannya.
Berdasarkan perjalanan dan lamanya diklasifikasikan atas empat jenis yaitu :12
1. Gingivitis akut (rasa sakit timbul secara tiba-tiba dan dalam jangka waktu
pendek)
2. Gingivitis subakut (tahap yang lebih hebat dari kondisi gingivitis akut)
3. Gingivitis rekuren, peradangan gusi yang dapat timbul kembali setelah
dibersihkan dengan perawatan atau hilang secara spontan dan dapat timbul
kembali
4. Gingivitis kronis (peradangan gusi yang paling umum ditemukan, timbul
secara perlahan-lahan dalam waktu yang lama, dan tidak terasa sakit apabila
tidak ada komplikasi dari gingivitis akut dan subakut yang semakin parah).
Berdasarkan lokasi penyebarannya, pembesaran gusi dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1. Localized gingivitis (membatasi gusi pada satu daerah gigi atau beberapa
daerah gigi)
2. Generalized gingivitis (meliputi gusi di dalam rongga mulut secara
menyeluruh)
3. Marginal gingivitis (meliputi margin gusi tetapi juga termasuk bagian batas
gusi cekat)

27
4. Papillary gingivitis (meliputi papila interdental, sering meluas sampai batas
margin gusi, dan gingivitis lebih sering diawali pada daerah papilla)
5. Diffuse gingivitis (meliputi margin gusi, gusi cekat, dan papilla interdental).

Macam-macam gingivitis kronis pada anak antara lain sebagai berikut :12
1. Gingivitis marginalis kronis, merupakan suatu peradangan gusi pada daerah
margin yang banyak dijumpai pada anak, ditandai dengan perubahan warna,
ukuran konsistensi, dan bentuk permukaan gusi. Penyebab peradangan gusi
pada anak-anak sama seperti pada dewasa, yang paling umum yaitu
disebabkan oleh penimbunan bakteri plak. Perubahan warna dan
pembengkakan gusi merupakan gambaran umum terjadinya gingivitis kronis.
2. Gingivitis Erupsi, merupakan gingivitis yang terjadi di sekitar gigi yang
sedang erupsi dan berkurang setelah gigi tumbuh sempurna dalam rongga
mulut, sering terjadi pada anak usia 6-7 tahun ketika gigi permanen mulai
erupsi. Gingivitis erupsi lebih berkaitan dengan akumulasi plak daripada
dengan perubahan jaringan. McDonald dan Avery mengatakan bahwa
gingivitis dapat berkembang karena pada tahap awal erupsi gigi, margin gusi
tidak mendapat perlindungan dari mahkota sehingga terjadi penekanan
makanan di daerah tersebut yang menyebabkan proses peradangan. Selain itu
sisa makanan, materia alba, dan bakteri plak sering terdapat di sekitar dan di
bawah jaringan bebas, sebagian meliputi mahkota gigi yang sedang erupsi hal
ini mengakibatkan peradangan.
3. Gingivitis pada gigi karies dan loose teeth (eksfoliasi parsial). Pada pinggiran
margin yang tererosi akan terdapat akumulasi plak, sehingga dapat terjadi
edema sampai dengan abses.
4. Gingivitis pada maloklusi dan malposisi. Gingivitis disertai dengan
perubahan warna gusi menjadi merah kebiruan, pembesaran gusi, ulserasi,
dan bentuk poket dalam yang menyebabkan terjadinya pus, meningkat pada
anak-anak yang memiliki overjet dan overbite yang besar, kebiasaan bernafas
melalui mulut, open bite, edge to edge, dan protrusif.
5. Gingivitis pada mucogingiva problems. Mucogingiva problems merupakan
salah satu kerusakan atau penyimpangan morfologi, keadaan, dan kuantitas
dari gusi di sekitar gigi (antara margin gusi dan mucogingiva junction) yang

28
ditandai oleh mukosa alveolar yang tampak sangat tipis dan mudah pecah,
susunan jaringan ikatnya yang lepas serta banyaknya serat elastis.
6. Gingivitis karena resesi gusi lokalisata. Terjadi karena trauma sikat gigi, alat
ortodontik, frenulum labialis yang tinggi, dan kebersihan mulut yang buruk.
7. Gingivitis karena alergi. McDonald dan Avery menyebutkan adanya gingivitis
yang bersifat sementara terutama berhubungan dengan perubahan cuaca.
Akibat yang Ditimbulkan Oleh Gingivitis
Peradangan gingiva kronis dapat menyebabkan pembesaran gingiva.
Pertumbuhan gingiva bertambah parah pada pasien dengan faktor genetik atau
faktor sistemik yang berhubungan dengan obat, sebagai contoh; obat anti-
konvulsan, dan siklosporin. Pada individu yang mengkonsumsi fenitoin,
pertumbuhan gingiva secara berlebih dapat dihilangkan dengan kebersihan rongga
mulut individu secara tepat. Pertumbuhan gingiva berlebih terkadang tidak dapat
mengembalikan jaringan periodonsium kembali menjadi normal. Pertumbuhan
gingiva yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan pada kemampuan pasien
untuk membersihkan gigi secara adekuat, dan menyebabkan terjadinya masalah
estetik dan fungsional.13,16,17
Pada pasien dengan pertumbuhan gingiva berlebihan, pembedahan untuk
rekonturisasi dapat dilakukan untuk mempertahankan lingkungan pada rongga
mulut. Penanganan post-operatif setelah reseksi jaringan penting untuk
dilakukan.14,16
Rekurensi terjadi pada kebanyakan pasien dengan pertumbuhan gingiva
berlebihan akibat obat. Pada pasien tersebut, konsultasi dengan dokter umum
dapat disarankan untuk menentukan apakah memungkinkan untuk menggunakan
terapi obat alternatif yang tidak menyebabkan pertumbuhan gingiva secara
berlebihan. Jika tidak, pembedahan atau non-bedah dibutuhkan.13
7. Pencegahan Gingivitis
Menurut Depkes RI. (2002), untuk mencegah terjadinya gingivitis, kita harus
berusaha agar bakteri dan plak pada permukaan gigi tidak diberi kesempatan
untuk bertambah dan harus dihilangkan, sebenarnya setiap orang mampu, tetapi
untuk melakukannya secara teratur dan berkesinambungan diperlukan
kedisiplinan pribadi masing-masing. Caranya :13

29
1. Menjaga kebersihan mulut, yaitu : sikatlah gigi secara teratur setiap
sesudah makan dan sebelum tidur.
2. Mengatur pola makan dan menghindari makan yang merusak gigi, yaitu
makanan yang banyak gula.
3. Periksalah gigi secara teratur ke dokter gigi, Puskesmas setiap enam
bulan sekali.
8. Perawatan Gingivitis
Peradangan baik ringan maupun berat merupakan sumber infeksi penyakit–
penyakit pada tubuh. Sebagaimana umumnya dalam bidang kedokteran gigi,
perawatan untuk peradangan gingiva harus menekankan penjagaan oral higiene.
Pembuangan plak dan semua faktor retensinya harus diutamakan dan dituntaskan
segera.
Berikut perawatan yang dapat dilakukan pada peradangan gingiva yaitu :
13,14,16,17

1. Skeling dan Root Planing


Skeling adalah suatu proses membuang plak dan kalkulus dari
permukaan gigi, baik supragingiva maupun subgingiva. Sedangkan root
planing adalah proses membuang sisa – sisa kalkulus yang terpendam
dan jaringan nekrotik pada sementum untuk menghasilkan permukaan
akar gigi yang licin dan keras.
Tujuan utama skeling dan root planing adalah untuk
mengembalikan kesehatan gusi dengan cara membuang semua elemen
yang menyebabkan radang gusi baik plak maupun kalkulus dari
permukaan gigi. Prosedur skeling dan root planing perlu dilakukan dan
banyak menggunakan waktu. Penelitian menunjukkan pada kondisi
yang klinis terjadi peningkatan secara umum setelah root planing.
Namun demikian, terdapat beberapa daerah yang tidak memberikan
respon terhadap terapi ini. Faktor berikut dapat membatasi keberhasilan
perawatan root planing yaitu : anatomi akar gigi, furkasi, dan
kedalaman probing. Beberapa minggu setelah root planing, evaluasi
ulang harus dilakukan untuk melihat respon perawatan.
Instrumen skeling, root planning, dan kuretase digunakan untuk
pembersihan plak dan deposit yang terkalsifikasi pada mahkota dan

30
akar gigi, dan pembersihan jaringan lunak yang membentuk poket.
Instrument skeling dan kuretase diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Skeler sickle merupakan instrumen berat yang digunakan untuk
membersihkan kalkulus supragingiva.
b. Kuret merupakan instrumen yang digunakan untuk skeling subgingiva,
root planning, dan pengangkatan jaringan lunak yang membentuk poket.
c. Skeler hoe, chisel, dan file digunakan untuk membersihkan kalkulus
subgingiva yang keras, dan sementum yang mengalami perubahan. Instrumen
ultrasonik dan sonik digunakan untuk skeling dan pembersihan permukaan
gigi, dan kuretase dinding jaringan lunak pada poket periodontal.
2. Penyikatan gigi
Dalam suatu penelitian mengenai kebiasaan menyikat gigi di
Amerika menunjukkan hanya 60% masyarakat melakukannya dengan
ketat. Hasil ini menunjukkan pentingnya motivasi dan penyuluhan
tentang penjagaan kebersihan mulut. Selain itu kesempurnaan hasil
penyikatan lebih penting daripada teknik penyikatannya.13,16
3. Flossing
Hasil penelitian di Amerika menunjukkan bahwa hanya 25%
masyarakat terbiasa melakukannya. Flossing bermanfaat untuk
membuang plak dari daerah proksimal yang tidak dapat dicapai oleh
penyikatan gigi. Telah terbukti bahwa flossing daerah proksimal dapat
mengurangi terjadinya peradangan dan perdarahan gingiva pada orang
dewasa.16
Flossing sebagai alat yang berguna untuk menentukan status
peradangan gingiva interproksimal pada anak, khususnya pada kondisi
kesehatan gingiva.18
4. Berkumur dengan obat
Berbagai obat kumur hanya sedikit yang berisi bahan kimia yang
mampu mematikan bakteri plak, sehingga hanya obat kumur tertentu
yang mendapatkan pengakuan dari American Dental Assosiation.
Keunggulan obat kumur adalah dapat menyerap ke daerah subgingiva
walaupun hanya beberapa milimeter saja. Jadi obat kumur tetap paling
efektif terhadap plak supragingiva.14
5. Irigasi gingiva
Air yang digunakan sebagai irigator selain berhasil membuang
partikel makanan, juga dapat membuang produk bakteri sehingga lebih

31
efektif daripada berkumur. Irigasi ini bermanfaat karena dapat
dilakukan ke dalam sulkus maupun poket sehingga ditemukan jumlah
spesies Actinomyces maupun Bacteroides dapat berkurang.
Selain itu Peradangan gingiva juga dapat dihilangkan dengan
penggunaan irigasi subgingiva tunggal selama empat minggu berupa
klorheksidin atau larutan saline.14
6. Pengurutan gingiva
Mengurut gingiva dengan sikat gigi menyebabkan penebalan epitel,
peningkatan keratinisasi dan aktivitas mitotik dalam epitel dan jaringan
ikat, serta terbuangnya plak. Semua keadaan ini meningkatkan
kesehatan gingiva sehingga dapat dianjurkan untuk melakukan terapi
pada gingiva yang mudah berdarah.13
9. Indeks Yang Digunakan Pada Gingivitis
Banyak index yang dapat digunakan untuk menilai gingivitis oleh King tahun
1945, master dan Schour tahun 1949, dan Muhlemen dan Mazor tahun 1958.18
Yang termasuk index yang dapat digunakan :
 Sulcus bleeding index oleh Muhlemen & Son tahun 1971
SBI merupakan perdarahan pada sulkus setelah probing seperti terjadi
eritema, pembengkakan dan edema. Hal ini umumnya menunjukkan secara
terpisah antara papilla (P) dan gingival margin (M). SBI telah digunakan pada
berbagai studi tetapi berlaku juga untuk pasien dalam praktik.18
 Gingival index oleh Loe dan Silness tahun 1963
Indeks gingiva oleh Loe H dan Silness J tahun 1963 digunakan untuk
memeriksa keparahan gingivitis pada gigi indeks 16, 12, 24, 36, 32, 44.
Jaringan sekitar tiap gigi dibagi ke dalam empat unit penilaian gingiva, papilla
distal-fasial, margin fasial, papilla mesial-fasial, dan margin gingiva lingual
keseluruhan. Probe poket periodontal dapat digunakan untuk memeriksa
perdarahan pada jaringan.19
Gingival indeks adalah indeks kesehatan gigi. Indeks gingival diusulkan
pada tahun 1963 sebagai metode untuk menilai keparahan dan kuantitas
peradangan gingiva pada pasien. Hanya gingiva yang dapat dinilai dengan
Gingival Indeks. Menurut metode ini, bagian dari facial, mesial, distal dan
lingual dinilai untuk peradangan dan diberi skor 0 sampai 3. Untuk menilai

32
tingkat keparahan peradangan gingiva dapat dilakukan dengan menjalankan
probe periodontal sepanjang dinding jaringan lunak dari celah gingival.19
Keparahan kondisi ini dinyatakan dalam skala 0 sampai 3 :19
0. Gingiva normal; tidak ada keradangan, tidak ada perubahan warna, dan
tidak ada perdarahan.
1. Inflamasi ringan; sedikit perubahan warna, sedikit edema. Tidak ada
perdarahan waktu penyondean.
2. Inflamasi sedang; kemerahan, edema, dan mengkilat. Perdarahan pada
waktu penyondean.
3. Inflamasi parah; kemerahan yang nyata dan edema, ulserasi.
Kecenderungan perdarahan spontan.
Penilaian total skor untuk Gingival Indeks sebagai berikut : 19
1. Gingivitis ringan = 0,1 – 1,0
2. Gingivitis moderat = 1,1 – 2,0
3. Gingivitis parah = 2,1 -3,0
 Papilla Bleeding Index oleh Muhlemann tahun 1975.
PBI merupakan indikator peradangan gingiva pada pasien dan telah
terbukti berguna untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan selama terapi
periodontal. PBI juga dapat berfungsi sangat baik untuk memotivasi pasien
terhadap OH yang baik. Perdarahan pada saat probing menunjukkan bahwa
probe menembus poket dan mencapai vaskularisasi dibawah jaringan epitel.19
Keadaan gingiva yang ditandai dengan adanya perdarahan saat probing
atau perdarahan spontan. Caranya adalah sebagai berikut :
a. Probe dimasukkan secara berlahan ke dalam sulkus gingiva kurang lebih
2mm dengan membentuk sudut 60° terhadap sumbu panjang gigi dengan
tekanan ringan (tidak leih dari 0,25 N) atau setara dengan tekanan saat probe
kita masukkan ke kuku.
b. Pemeriksaan dilakukan pada permukaan bukal dan lingual elemen gigi
6 21 1246

6 4 2 1 12 6
c. Jumlah skor PBI masing-masing elemen gigi ditambahkan , kemudian dibagi
dengan jumlah permukaan ang diperiksa.
d. Metode bleeding site, membandingkan banyak titik atau daerah yang
mengalami perdarahan saat pemeriksaan menggunakan PBI 20-30 detik
setelah d probe.

33
e. Titik yang mengalami perdarahan dicatat, lalu ditambahkan dan dibagi jumlah
permukaan yang diperiksa.
Hasil pengukuran:
0 = Tidak ada perdarahan
1 = Perdarahan berupa titik
2 = Perdarahan berupa garis
3= Perdarahan berupa segitiga
4 = Perdarahan menyebar

Gambar 14. Pengukuran PBI

Kriteria Skor:
0-1,3 = sangat baik
1,4-2,7=baik
2,8-4,0= buruk
 Papillary Bleeding Score (PBS)
Penilaian ini dilakukan oleh Stim-U-dent® Loesche tahun 1979. PBS dibagi
berdasarkan Indeks Gingiva menurut Löe dan Silness tahun 1963.
Kriterianya adalah :19
0 = Gingiva sehat, tidak terjadi perdarahan pada interproksimal.
1 =Edema, gingiva memerah, tidak terjadi perdarahan pada bagian
interproksimal.
2 = Perdarahan pada daerah interproksimal.
3 = Perdarahan sepanjang margin gingiva.
4 = Perdarahan berkelanjutan pada bagian interproksimal.
5 = Peradangan parah, kemerahan, edema, dan cenderung terjadi
perdarahan yang spontan.

34
B. Periodontitis (Erni Haryanti)

Penyakit periodontal merupakan proses inflamasi progresif yang


menyebabkan hilangnya perlekatan periodontal secara bertahap, Periodontitis
adalah penyakit inflamasi yang melibatkan struktur jaringan periodontal dan
mengakibatkan kerusakan dari jaringan perlekatan dan terdapat perkembangan
poket periodontal.20
1. Etiologi Periodontitis
Penyakit periodontal diawali dengan berkumpulnya plak pada daerah tepi
gingiva yang meluas hingga ke daerah subgingiva. Kalkulus adalah plak yang
terkalsifikasi, terbentuk dari plak gigi yang termineralisasi oleh pengaruh
komponen saliva, dan terbentuk pada permukaan gigi secara alamiah. Kalkulus
bukanlah penyebab langsung terjadinya inflamasi, tetapi berperan penting dalam
perkembangan penyakit periodontal, bertindak sebagai permukaan kasar tempat
mikroorganisme berkembang biak dan melepaskan produk toksiknya. Maka
secara tidak langsung kalkulus juga dianggap sebagai penyebab keradangan gusi
(gingivitis). Permukaan kalkulus yang kasar mendorong perlekatan
plak bakteri.20-26
Plak gigi dan kalkulus mempunyai hubungan yang erat dengan keradangan
gusi, bila keradangan gusi ini tidak dirawat, akan berkembang menjadi
periodontitis. Plak merupakan sejumlah biofilm yang nantinya akan menimbulkan
respon inflamasi pada jaringan, lalu mengarah pada meningkatnya kebocoran
cairan dari pembuluh darah kecil (kapiler) dan berpindahnya sel-sel inflamasi akut
(neutrofil) dari pembuluh darah ke jaringan dan akhirnya sampai ke sulkus
gingiva. Pada tahap awal ini, epithelium sulkular mulai mengalami invaginasi dan
di sana akan tampak perubahan-perubahan seluler dan morfologi dari jaringan
ikat. Beberapa kolagen yang ada di jaringan ikat akan hilang dan sel imun
(limfosit) serta neutrofil akan mulai berkumpul pada daerah di bawah epithelium
sulkular. Pada tahap ini, lesi disebut sebagai gingivitis. Selanjutnya, bila terjadi
perubahan posisi dari junctional epithelium ataupun dari tulang pendukung, tahap
ini dapat disebut sebagai periodontitis. 20-26

35
Gingivitis dapat berkembang menjadi periodontitis hanya pada individu
yang rentan. Gingivitis tahap IV (advance lesion) merupakan tahapan awal dari
periodontitis, sebab pada tahap ini telah terjadi kerusakan pada jaringan
periodontal dan tulang alveolar, serta telah terjadi pembentukan poket. Poket
periodontal, yang didefinisikan sebagai pendalaman patologis pada sulkus
gingiva, merupakan salah satu ciri klinis yang paling penting dari penyakit
periodontal. Pendalaman sulkus gingiva dapat terjadi oleh pergerakan koronal
margin gingiva, perpindahan apikal perlekatan gingiva, atau kombinasi dari dua
proses tersebut. 20-26
2. Faktor Predisposisi Periodontitis
Faktor predisposisi periodontitis adalah faktor yang mendorong dan
memperbesar risiko terjadinya periodontitis. Faktor predisposisi penyakit
periodontal dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor lokal (ekstrinsik) dan
faktor sistemik (intrinsik). Faktor predisposisi lokal merupakan penyebab yang
berada pada lingkungan di sekitar gigi, sedangkan faktor predisposisi sistemik
dihubungkan dengan metabolisme dan kesehatan umum. 20-26
a. Faktor predisposisi lokal20-26
Faktor redisposisi lokal periodontitis berkaitan dengan kondisi lokal
rongga mulut yang menyebabkan retensi plak. Diantaranya adalah sebagai
berikut:
(1) Abnormalitas gigi
(a) Enamel Pearls
Enamel pearl adalah deposit ektopik dari enamel dan bentuknya
bervariasi, biasanya ada di daerah furkasi dari gigi molar. Enamel pearl
ditemukan paling banyak di molar kedua maksila. Morfologi enamel pearl
dapat memudahkan perkembangan kerusakan periodontal, karena enamel
ditutupi oleh mutiara (pearl) yang dapat menghalangi perlekatan jaringan
ikat dan memungkinkan menjadi tempat perlekatan plak.21,22,26

36
Gambar 15. Enamel pearl pada molar kedua rahang atas yang diekstraksi.

(b) Cervical Enamel Projections


Deposit ektopik dari apikal enamel sampai pada batas normal
cemento-enamel junction, dengan bentuk lonjong mengarah ke bagian area
furkasi, disebut sebagai cervical enamel projections.Anatomi dan lokasi
CEP memicu cepatnya perkembangan terbentuknya pocket. 21,22,26

Gambar 16. Cervical enamel projections pada molar pertama mandibula. Anomali pada
anatomis gigi ini membahayakan pada saat pembersihan plak.
(c)Palatogingival groove
Morfologi ini biasanya dimulai dari fossa sentral, melintasi singulum
dan meluas dengan berbagai jarak dan turun menuju akar yang umumnya
terdapat pada gigi insisivus lateral maksila. Bentuk morfologi ini dapat
memicu timbulnya plak. Groove akan memudahkan pertumbuhan plak
dengan menyediakan permukaan yang terlindungi dari kegiatan
pembersihan gigi. 21,22,26

37
Gambar 17. Palatogingival groove (A) terlihat adanya plak bakteri. (B) gambaran klinis
pada gigi 22.

(d)Labial-servikal-vertikal groove
Abnormalitas morfologi gigi labial-servikal-vertikal groove (LCVG)
dimulai pada bagian servikal enamel gigi dan meluas ke permukaan akar
gigi berbentuk seperti lengkungan. Anomali ini terjadi saat perkembangan
gigi yang menyebabkan terbentuknya groove. Keberadaan LCVG
menyebabkan akumulasi plak dan penurunan kontur marginal gingiva yang
berpengaruh terhadap jaringan periodontal. 21,22,26,h

Gambar 18. Labial-servikal-groove.

(2) Posisi gigi


(1) Open contact
Beberapa penelitian menunjukkan adanya kelainan papila yang lebih
tinggi pada area dengan kontak proksimal yang tidak rapat, daripada area
dengan kontak cukup baik. Open contact dapat mempengaruhi penyakit
periodontal karena open contact memungkinkan adanya celah yang
terbuka saat gigi berkontak, sehingga memudahkan terjadinya impaksi
makanan. Faktor ini dikaitkan dengan peningkatan pocket dan hilangnya
perlekatan. 21,22,26

38
Gambar 19. Kehilangan tulang akibat open contact jangka panjang.

(2) Maloklusi dan Malposisi


Gigi-geligi yang letaknya tidak teratur menyebabkan kontrol plak
sukar/tidak mungkin dilakukan. Resesi gingiva bisa terjadi pada gigi
labioversi. Hal ini dikarenakan gigi yang labioversi dapat memudahkan
terjadinya impaksi makanan. Disharmoni oklusal akibat maloklusi dapat
mencederai periodonsium. Overbite anterior menyebabkan iritasi gingiva
pada rahang antagonis. Open bite bisa menjurus ke perubahan periodontal
yang disebabkan penumpukan plak dan hilangnya fungsi. 21,22,26

Gambar 20. Open bite anterior sertapenumpukan debris makanan dan plak

(3) Trauma
(a) Trauma Oklusi
Cedera yang dihasilkan disebut trauma dari oklusi. Jadi suatu oklusi
yang menyebabkan cedera disebut juga sebagai trauma oklusi. Trauma
oklusi bisa berupa primer dan sekunder :
-
Trauma oklusi primer  terjadi jika terdapat peningkatan kekuatan
dan durasi dari tekanan oklusal yang berlebihan pada jaringan
periodonsium normal atau sehat (tidak terdapat kelainan gingiva,
kehilangan jaringan ikat, ataupun migrasi apikal dari epitel
penghubung). Contoh penyebab trauma oklusi primer : restorasi yang
terlalu tinggi, pemasangan protesa yang menyebabkan tekanan
berlebih pada gigi penyangga.25

39
Gambar 21. Trauma oklusi primer.
-
Trauma oklusi sekunder  terjadi ketika tekanan oklusal normal
yang diterima menjadi berlebihan karena telah terdapat kehilangan
jaringan yang parah atau berkurangnya kemampuan jaringan
periodonsium untuk menahan tekanan oklusal. Trauma karena oklusi
sekunder merupakan ciri klinis periodontitis marginalis. Pada
periodontitis marginalis, kemampuan periodonsium menerima
tekanan oklusal menjadi berkurang karena kehilangan tulang akibat
penyakit. Akibatnya, tekanan oklusal yang tadinya dapat ditolerir
dengan baik, sekarang menjadi traumatik.25

Gambar 22. Trauma oklusi sekunder.

Faktor penyebab yang dapat meningkatkan tekanan terhadap jaringan


periodontal adalah adanya ketidakseimbangan oklusi akibat kontak
prematur, kontak edge to edge, dan kebiasaan buruk seperti bruxism.22,25

40
Gambar 23. Gigi anterior yang mengalami kontak prematur.

Gambar 24. Gigi anterior yang mengalami edge to edge.

(b) Root Fractures


Fraktur akar biasanya diikuti dengan inflamasi jaringan periodontal
diikuti peningkatan akumulasi plak pada bagian yang mengalami fraktur
(fracture lines).21

Gambar 25. Fraktur akar

(4) Iatrogenic Dentistry


Iatrogenic dentistry merupakan iritasi yang ditimbulkan karena pekerjaan
dokter gigi yang tidak hati-hati dan adekuat sewaktu melakukan perawatan
pada gigi dan jaringan sekitarnya sehingga mengakibatkan kerusakan pada
jaringan sekitar gigi. 21,22,26
(a) Tepi Restorasi 21,22,26
Tepi tumpatan yang overhanging turut berperan dalam terjadinya inflamasi
gingiva dan perusakan periodontal karena:

41
 Merupakan lokasi ideal bagi penumpukan plak.
 Mengubah keseimbangan ekologis sulkus gingiva ke arah yang
menguntungkan bagi organisme anaerob gram-negatif yang menjadi
penyebab penyakit periodontal.
Lokasi tepi restorasi yang mengarah ke gingiva berkaitan langsung dengan
status kesehatan periodontal.
 Tepi restorasi yang letaknya subgingival akan diikuti dengan
penumpukan plak yang banyak, gingivitis yang lebih parah, dan saku
yang lebih dalam.
 Tepi restorasi kontak dengan gingiva akan menginduksi kondisi yang
lebih ringan keparahannya.
 Tepi restorasi yang terletak supragingival, kesehatan
periodonsiumnya sama dengan sisi gigi yang tidak ada restorasinya.

Gambar 26. Restorasi yang overhanging (radiografis).

(b) Kontur Restorasi 21,22,26


Mahkota tiruan dan restorasi dengan kontur berlebih (overcontoured)
dapat mempermudah penumpukan plak dan mencegah mekanisme self-
cleansing oleh pipi, bibir, dan lidah. Kontak proksimal
inadekuat/penempatannya tidak benar dan ditambah tidak dikembalikannya
anatomi occlusal marginal ridge dan developmental groove cenderung
menimbulkan impaksi makanan. Embrasur interproksimal inadekuat akan
mempermudah penumpukan debris dan plak.

42
Gambar 27. Restorasi yang overcontoured

Restorasi yang berlebih pada bagian oklusal akan menimbulkan ketidak


harmonisan sehingga bisa mencederai jaringan periodontal/ pendukung (trauma
oklusal). 21,22,26
b. Faktor predisposisi sistemik
(a) Diabetes Melitus 27,28
Diabetes melitus mempengaruhi penyakit periodontal :
1. Perubahan mikroflora
Kadar glukosa di cairan gingiva dan darah lebih tinggi pada individu
dengan diabetes dibanding mereka yang tanpa diabetes, dengan plak dan
skor indeks gingival yang sama. Peningkatan glukosa dalam cairan
gingival dan darah pasien diabetes bisa mengubah lingkungan
mikroflora, merangsang perubahan kualitatif pada bakteri yang dapat
berkontribusi terhadap tingkat keparahan penyakit periodontal.27,28
2. Perubahan berkaitan dengan kolagen
-
Hiperglikemia kronis merusak struktur dan fungsi kolagen yang
dapat berdampak langsung terhadap integritas periodonsium,
menurunkan sintesis kolagen, perubahan maturasi, serta perubahan
pemeliharaan matriks dan ekstra seluler. 27,28
-
Dalam keadaan hiperglikemia, banyak protein dan molekul matriks
menjalani glikosilasi nonenzimatik yang mengakibatkan
Accumulated Glycation End product (AGEs) akan meningkat. AGE
yang berikatan silang dengan kolagen akan menghasilkan kolagen
yang tidak mudah larut dan kurang dapat diperbaiki atau diganti.
Migrasi selular melalui cross-linked kolagen terhambat, dan
mungkin lebih penting lagi, integritas jaringan terganggu sebagai
akibat dari kolagen rusak yang tersisa di jaringan untuk waktu yang
lama. Akibatnya, kolagen dalam jaringan pasien dengan diabetes
yang kurang terkontrol lebih tua dan lebih rentan terhadap kerusakan
patogen (yaitu, kurang tahan terhadap kerusakan oleh infeksi
periodontal). 27,28
-

3. Peningkatan glukosa dalam darah

43
Level glukosa dalam cairan sulkular  mempengaruhi lingkungan
subgingiva  induksi perubahan kualitatif bakteri dominan
yaitu Capnocytophaga.sp, Achitomices dan Vibro anaerob. 27,28
4. Peningkatan sitokin pro-inflamasi. 27,28
5. Terjadinya penebalan membran basal
Pada penderita Diabetes Mellitus membran basal menebal  lumen
kapiler menyempit  terganggunya difusi oksigen, metabolisme,
migrasi PMN dan difusi faktor serum termasuk antibodi. 27,28
6. Perubahan Biokimia
Menurunnya level cylic Adenosine Monophosphate (cAMP) yang
berfungsi mengurangi inflamasi  inflamasi gingiva parah. 27,28
7. Perubahan imunologis
Defesiensi fungsi leukosit PMN yaitu terganggunya khemotaksis, lemah
daya fagosit, terganggu kemampuan untuk melekat ke bakteri. 27,28
(b) Obesitas
-
Studi mikrobiologi menghubungkan obesitas dengan penyakit
periodontal juga telah menghasilkan beberapa temuan menarik.
Pertumbuhan berlebih dari Tannerella forsythia dan S. noxia baru-baru
ini diamati dalam biofilm subgingiva individu dengan kelebihan beratvc
badan dan obesitas.29
-
Hubungan obesitas dengan penyakit periodontal juga diduga didasarkan
pada efek peningkatan sitokin proinflamasi yang dilepaskan oleh
jaringan adiposa, menunjukkan bahwa sekresi zat ini dapat
menimbulkan respon hiperinflamasi dalam periodontitis.29
(a) Defisiensi nutrisi27,29
1. Vitamin A
Defisiensi vitamin A menyebabkan degenerasi epitel sehingga terjadi
metaplasia keratin. Dikarenakan jaringan epitel menyediakan fungsi
penghalang utama sebagai pelindung terhadap invasi mikroorganisme,
maka vitamin A memiliki peran penting dalam mempertahankan epitel.
2. Vitamin D
Vitamin D sangat penting dalam penyerapan kalsium dari gastro
intestinal tract dan juga menjaga keseimbangan posfor dan kalsium
3. Vitamin E
4. Vitamin B-Complex
5. Vitamin C

44
Level vitamin C yang optimal sangat diperlukan untuk menjaga
integritas mikrovaskular periodontal, sama pentingnya terhadap respon
terhadap iritasi bakteri dan penyembuhan luka.
6. Protein
Defisiensi protein menyebabkan perubahan jaringan periodontal yang
diteliti pada hewan; degenerasi jaringan ikat pada gingival dan ligament
periodontal, osteoporosis tulang alveolar, retardasi pada deposisi
sementum, penundaan penyembuhan luka, dan atrophy epitel lidah.

3. Poket Periodontal
Pocket dapat diklasifikasikan sebagai berikut :20,21
1. Poket gingiva (pseudopocket/poket semu) adalah pendalaman sulkus gingiva
sebagai akibat dari pembesaran gingiva. Tidak terjadi migrasi epitel jungsional
ke apikal atau resorpsi puncak tulang alveolar.
2. Poket supraboni adalah pendalaman sulkus gingiva disertai dengan kerusakan
serabut gingiva di dekatnya, ligamen periodonsium, dan puncak tulang
alveolar, yang dikaitkan dengan migrasi epitel jungsional ke apikal. Dasar
poket dan epitel jungsional lebih koronal dibandingkan puncak tulang
alveolar. Poket supraboni dihubungkan dengan resorpsi tulang horizontal,
yaitu penurunan ketinggian puncak alveolar keseluruhan, umumnya puncak
tulang dan permukaan akar membentuk sudut siku-siku.
3. Poket infraboni adalah pendalaman sulkus gingiva dengan posisi dasar poket
dan epitel jungsional terletak lebih ke apikal dibandingkan puncak tulang
alveolar. Poket infraboni dihubungkan dengan resorpsi tulang vertikal
(resorpsi tulang angular), yaitu kehilangan tulang yang membentuk sudut
tajam terhadap permukaan akar (Tabel 6).
Tabel 6. Perbedaan Supraboni dan infraboni20

Poket Supraboni Poket Infraboni


1. Dasar poket lebih ke koronal 1. Dasar poket lebih ke apikal
dibanding puncak alveolar dibandingkan puncak tulang
alveolar
2. Pola resorpsi tulang horizontal 2. Pola resorpsi tulang vertikal
3. Daerah interproksimal ; serabut 3. Daerah interproksimal ; serabut
transeptal terlihat horizontal. transeptal terlihat oblik.

45
4. Dari permukaan fasial dan lingual.
4. Dari permukaan fasial dan lingual. Serabut ligament mengikuti pola
Serabut ligament mengikuti poket, angular yang mengelilingi tulang.
horizontal Dari sementum dasar poket ke
puncak tulang alveolar diluar
periosteum

Gambar 28. Ilusttrasi perbedaan antara sulkus gingiva sehat dan pocket periodontal 20

Gambar 29. Pocket gingiva (A), pocket supraboni (B), dan pocket
infraboni (C)20
Ciri-ciri klinis pocket :20
1. Dinding gingiva pada pocket menunjukkan berbagai tingkat
warna merah kebiruan, dalam keadaan normal, halus,
permukaan mengkilap, dan terdapat lubang pada penekanan.
2. Dinding gingiva berwarna pink tegas.
3. Pendarahan ditimbulkan oleh probing yang perlahan di dinding
jaringan lunak dari poket.
4. Ketika dieksplorasi dengan probe, bagian dalam dari pocket
umumnya menyakitkan.
5. Dalam banyak kasus, nanah dapat dinyatakan dengan
menerapkan tekanan digital.

46
4. Patogenesis Periodontitis
Lesi awal dalam pengembangan periodontitis adalah peradangan gingiva
akibat toksin bakteri. Perubahan sulkus gingiva normal ke poket periodontal yang
bersifat patologis berhubungan dengan proporsi sel-sel bakteri dan respon imun
tubuh. Namun, mikrobiota penyebab penyakit tidak dapat digunakan sebagai
prediktor rusaknya tulang karena kehadiran bakteri saja tidak cukup untuk
memulai kerusakan. Respon tubuh akibat aktivitas bakteri akan memulai
perjalanan rusaknya jaringan periodontal gigi.20
Terjadinya poket periodontal adalah akibat dari pergerakan tepi gusi bebas
ke arah koronal, perpindahan epitel jungsional ke arah apikal, bagian koronal
epitel terlepas dari permukaan gigi atau kombinasi kedanya.20
Pembentukan poket dimulai sebagai perubahan inflamasi pada jaringan
ikat dinding sulkus gingiva. sel dan cairan eksudat pada saat inflamasi
menyebabkan degenerasi jaringan ikat di sekitarnya, termasuk serat kolagen
gingiva. kerusakan serat kolagen akan menyebabkan epitel junctional bermigrasi
ke apikal, dan daerah tepat sirat kolagen yang hancur akan ditempati oleh sel-sel
inflamasi dan edema.20
Dua mekanisme yang dianggap terkait dengan kehilangan kolagen: (1)
enzim kolagenase yang dihasilkan oleh bakteri dan enzim lain yang disekresikan
oleh berbagai sel dalam jaringan sehat dan jaringan yang meradang, seperti
fibroblas, leukosit (PMN), dan makrofag yang menjadi ekstraseluler atau aktif
akan menghancurkan kolagen, enzim kolagenase ini yang mendegradasi kolagen
dan matriks makromolekul lainnya menjadi peptida kecil yang disebut matriks
metalloproteinases dan (2) fibroblas menghancurkan serat kolagen sehingga
memperluas proses sitoplasma ke antarmuka ligamen-sementum dan menurunkan
fibril kolagen dan fibril dari matriks sementum.20
Sebagai akibat dari hilangnya kolagen, sel-sel apikal epitel junctional
berproliferasi di sepanjang akar, memperpanjang proyeksi hingga ketebalan dua
atau tiga sel. Bagian koronal epitel junctional lepas dari akar sejak bagian apikal
bermigrasi. Sebagai akibat dari inflamasi, PMN menyerang ujung koronal epitel

47
junctional dalam jumlah besar. Ketika volume relatif PMN mencapai sekitar 60%
atau lebih dari epitel junctional, jaringan kehilangan kekompakan dan lepas dari
permukaan gigi. Dengan demikian dasar sulkus bergeser ke apikal, dan epitel
sulcular menempati bagian dari lapisan sulcular (poket). Awal pendalaman saku
telah digambarkan terjadi antara epitel junctional dan gigi atau oleh pembelahan
intraepithelial dalam junctional epithelium.20
Migrasi epitel junctional sepanjang akar membutuhkan sel-sel epitel yang
sehat. Degenerasi atau nekrosis epitel junctional malah akan merusak dari pada
mempercepat pembentukan poket. Perubahan degeneratif terlihat pada epitel
junctional di dasar kantong periodontal yang biasanya kurang parah dibandingkan
epitel dinding saku lateralis. Karena migrasi epitel junctional membutuhkan sel
yang sehat, adalah wajar untuk mengasumsikan bahwa perubahan degeneratif
yang dilihat di daerah ini terjadi setelah epitel junctional mencapai posisinya pada
sementum.20
Tingkat infiltrasi leukosit pada epitel junctional tidaktergantung pada
volume jaringan ikat yang meradang, sehingga proses ini dapat terjadi pada
gingiva dengan sedikit tanda-tanda peradangan klinis. Dengan berlanjutnya
inflamasi, gingiva akan meningkat dalam jumlah besar, dan puncak tepi gingiva
meluas ke koronal. Junctional epitelium terus bermigrasi sepanjang akar dan
terpisah dengan akar. Epitel dinding lateral poket akan berproliferasi membentuk
bulat, meluas ke dalam jaringan ikat yang meradang. Leukosit dan edema dari
jaringan ikat yang meradang menginfiltrasi lapisan epitel poket, inflamasi terus
berlanjut, yang mengakibatkan aktivasi sel RANK dan MMP yang akan
meresorbsi tulang dan jaringan pendukung sehingga mengakibatkan berbagai
tingkat degenerasi dan nekrosis. Transformasi dari sulkus gingiva menjadi poket
periodontal menciptakan suatu daerah yang rentan dengan akumulasi plak yang
sulit dibersihkan.20

5. Tahap-Tahap Periodontitis (Msy. Rizkika Fathiyah)


Tahap-tahap periodontitis adalah sebagai berikut :
a. Mild Periodontitis

48
Gambar 30. Mild Periodontitis20
Periodontitis ringan adalah bentuk paling awal, dan itu terjadi
ketika plak mulai mengeras menjadi kalkulus (tartar) di ruang antara gusi
dan gigi. Bakteri dapat menyebar di bawah garis gusi dan menyerang gusi
dan jaringan tulang yang mendukung gigi. Destruksi periodontal
umumnya dianggap sebagai periodontitis ringan ketika absorpsi tulang
alveolar tidak lebih dari 1 hingga 2 mm dari daerah cemento enamel
junction atau telah terjadi hilangnya perlekatan klinis atau terbentuk
pocket yang kedalamannya tidak lebih dari 1 hingga 2 mm. Pada tahap ini,
gusi akan menjadi lebih lunak, lebih mudah berdarah terutama saat
dilakukan probing, dan seringkali terjadi bone loss tipe horizontal.
Gambaran radiografisnya terdapat erosi tulang marginal yang terlokalisir,
puncak lamina dura menipis, hilangnya batas tajam lamina dura gigi yang
berdekatan, hilangnya sedikit tulang (< 1/3).20,21
b. Moderate Periodontitis

Gambar 31. Moderate Periodontitis20


Periodontitis ringan, jika tidak diobati, dapat berkembang menjadi
periodontitis moderat atau lanjutan. Infeksi dan peradangan menyebabkan
tubuh akan memecah serat dan tulang yang mendukung gigi. Racun dari
bakteri memasuki aliran darah dan merangsang respon inflamasi kronis
dengan hati dan sistem organ lainnya. Sejak gusi dan tulang rahang yang
mendasari dihancurkan, gigi akan mulai melonggar dan mungkin akan
lepas. Kerusakan jaringan periodontal umumnya dianggap sebagai
periodontitis yang sedang ketika telah terbentuk pocket sedalam 3 hingga 4
mm. Jaringan gingiva menjadi lebih merah dan bengkak, lebih mudah

49
berdarah, serta adanya kemungkinan terjadi bone loss tipe horizontal atau
vertikal. Rasio mahkota dan akar adalah 1:1 akibat hilangnya 1/3 tulang
alveolar. Gambaran radiografisnya terdapat kehilangan tulang horizontal
yang mengarah pada hilangnya tulang puncak pada gigi, kerusakan yang
terlokalisasi terdiri dari kehilangan tulang vertikal dan kehilang tulang
kortikal bukal dan lingual.20,21
c. Advanced Periodontitis

Gambar 32. Advanced Periodontitis20


Destruksi periodontal umumya dianggap sebagai periodontitis yang berat /
parah ketika telah terbentuk pocket sedalam 5 mm atau lebih. Tahap ini juga
ditandai dengan terjadinya bone loss tipe horizontal dan vertikal. Rasio mahkota
dan akar gigi adalah 2:1 atau bahkan lebih karena hilangnya lebih dari 1/3 tulang
alveolar. Secara klinis, gigi dapat bergeser, dapat diungkit, dan bahkan lepas.
Gambaran radiografisnya terdapat kehilangan tulang horizontal ataupun vertikal
atau kombinasi kehilangan tulang horizontal dengan kerusakan tulang vertikal
yang terlokalisasi, tingkatan tulang adalah 1/3 apikal akar.20,21
Mild periodontitis adalah berawal dari invasi bakteri (Gram negatif :
Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, Bacteroides forsythus,
Actinobacillus actinomytemcomitans, dan mikroorganisme Gram-positif :
Peptostreptococcus micros dan Streptococcus intermedius). Interaksi antara
bakteri dan respon imun host dapat menyebabkan destruksinya jaringan
periodonsium. Bila terjadi serangan bakteri, tubuh akan meresponnya dengan
reaksi inflamasi sebagai mekanisme pertahanan awal (respon imun alami). Pada
saat terjadinya inflamasi, sejumlah sel host dan mediator pro-inflamatori akan
berkumpul pada sisi yang terinfeksi. Sel-sel host tersebut meliputi sel mast,
netrofil (PMN), makrofag, sel NK, sel plasma, dan limfosit. Sel-sel host ini
kemudian mensekresi sejumlah mediator pro-inflamatori yaitu sitokin untuk
membantu melawan serangan bakteri dalam proses inflamasi.

50
Sitokin merupakan molekul biologik aktif sebagai mediator inflamatori
yang berperan sebagai pembawa sinyal antar sel-sel. Apabila sitokin dihasilkan
dalam jumlah yang cukup terhadap stimulus imun, sitokin berfungsi sebagai imun
protektif, dan sebaliknya apabila sitokin dihasilkan melebihi kebutuhan
(hipersensitivitas), maka sitokin akan bertindak sebagai non-imun protektif.
Dalam hal ini, sitokin akan mempengaruhi sejumlah faktor yang terlibat dalam
destruksi jaringan periodonsium.
Sitokin-sitokin pro-inflamatori seperti IL-1, 1L-6, TNF-α, dan IFN-γ
merupakan sitokin yang paling banyak terlibat pada penyakit periodontal. IL-1,
1L-6, dan TNF-α saling berhubungan satu sama lain. Kaitan ketiga sitokin
tersebut disebabkan karena masing-masing dapat saling menginduksi
pelepasannya. Misalnya IL-1 atau TNF-α dapat menginduksi pelepasan IL-6,
TNF-α menginduksi pelepasan IL-1 dan IL-6 menginduksi IL-1. Walaupun TNF-α
dalam beberapa aktivitas biologik mirip IL-1, namun ada beberapa perbedaan
dalam pengaturan mekanisme imun. TNF-α mempunyai aktivitas stimulasi
multipel terhadap limfosit T yang teraktivasi, misalnya respon proliferatif
terhadap antigen, dan induksi produksi IFN-γ. Apabila sel-sel host dan sejumlah
mediator tersebut tidak mampu melawan serangan bakteri, maka respon imun
adaptif akan teraktivasi. Dalam hal ini, makrofag sebagai sel penyaji antigen
(APC) akan memproses antigen yang akan disajikan sebagai suatu molekul pada
permukaan sel bersama dengan protein MHC sehingga limfosit T akan teraktivasi
dan IFN-γ dihasilkan selama adanya antigen spesifik sel-sel T tersebut. Limfosit T
diaktifkan untuk mengekpresikan RANKL dan IFN-γ sebagai pemicu aktivasi
limfosit T tersebut.
Pada keadaan yang tidak terkendali (reaksi hipersensitivitas), proses
inflamasi yang dikatakan sebagai mekanisme pertahanan tubuh, bahkan dapat
berbalik menjadi sesuatu yang merugikan tubuh. Apabila proses inflamasi ini
terus berlanjut dan kadar keempat sel sitokin (IL-1, 1L-6, TNF-α, dan IFN-γ)
meningkat pada jaringan periodonsium, maka keempat sel-sel sitokin ini akan
menstimulasi RANKL dan M-CSF yang merupakan faktor utama yang terlibat
dalam differensiasi osteoklas, hal ini menunjukkan adanya peningkatan proses

51
inflamasi dan terjadilah mild periodontitis yang ditandai dengan resorbsi tulang
alveolar tidak lebih dari 1-2 mm dari CEJ dan kedalaman poket yang sama.
OH buruk sangat menentukan perkembangan dari periodontitis tersebut,
karena bakteri akan semakin leluasa dalam menginvasi jaringan sehingga didapat
degradasi tulang dan poket yang semakin dalam. Hal ini juga didukung oleh
faktor resiko pada subjek tersebut, seperti penyakit yang diderita misalnya
diabetes, dan kebiasaan merokok. Semakin dalamnya poket, bakteri yang
menginvasi adalah dominan bakteri anaerob seperti Porphyromonas gingivalis,
Prevotella intermedia, Bacteroides forsythus, Actinobacillus
actinomytemcomitans. Akhirnya hal ini menyebabkan moderate periodontitis
dengan kedalaman poket dan resorbsi tulang sedalam 3-4mm dan rasio mahkota
akar 1:1 karena hilangnya 1/3 tulang alveolar. Perawatan tidak dilakukan dan
invasi terus berlanjut sehingga menyebabkan advanced periodontitis yang ditandai
dengan dengan kedalaman poket 5 mm atau lebih. rasio mahkota dan akar gigi
2:1 atau lebih karena hilang lebih dari 1/3 tulang alveolar.20,21
Menurut AAP (American Academy of Periodontology) International
Workshop for Classification of Periodontal Diseases 1999 Periodontitis
diklasifikasikan menjadi:20
(a) Periodontitis kronis (chronic periodontitis)
(b) Periodontitis agresif (aggressive periodontitis)
(c) Periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik (periodontitis as a
manifestation of systemic diseases)
Klasifikasi menurut AAP World Workshop in Clinical Periodontics (1989)
(a) Periodontitis dewasa (adult periodontitis)
(b) Periodontitis bermula dini (early onset p’titis)
▪ Prapubertas (prepubertal) : Generalisata / lokalisata
▪ Juvenil (juvenile) : Generalisata / lokalisata
(c) Periodontitis berkembang cepat (rapidly progressive
periodontitis)
(d) Periodontitis berkaitan dengan penyakit sistemik
(periodontitis associated with systemic diseases)

52
▪ Sindroma Down (Down syndrome)
▪ Diabetes mellitus tipe I
▪ Sindroma Papillon-Lefevre (Papillon-Lefevre syndrome)
(e) Periodontitis ulseratif nekrosis (necrotizing ulcerative p’titis)
(f) Periodontitis refraktori (refractory periodontitis)
Klasifikasi penyakit periodontal menurut Suzuki (1988):20,25
(a) Periodontitis dewasa (adult periodontitis)
(b) Periodontitis berkembang cepat (rapidly progressive periodontitis)
▪ Tipe A
▪ Tipe B
(c) Periodontitis juvenil (juvenile periodontitis)
(d) Periodontitis pasca juvenil (post-juvenile periodontitis)
(e) Periodontitis prapubertas (prepubertal periodontitis)
Klasifikasi periodontitis destruktif kronis menurut Carranza (1996):20,21
(a) Periodontitis
▪ Periodontitis berkembang lambat (slowly progressing periodontitis)
▪ Periodontitis berkembang cepat (rapidly progressing periodontitis)
◦ Periodontitis bermula dewasa (adult onset p’titis)
◦ Periodontitis bermula dini (early onset p’titis)
- Periodontitis prapubertas (prepubertal p’titis)
- Periodontitis juvenil (juvenile periodontitis)
▪ Periodontitis ulseratif nekrosis (necrotizing ulcerative periodontitis)
▪ Periodontitis refraktori (refractory periodontitis)
(b) Trauma karena oklusi (trauma from occlusion)
(c) Atrofi periodontal (periodontal atrophy)
(d) Manifestasi periodontal penyakit sistemik (periodontal manifestation of
systemic diseases)
Periodontitis sebagai manifestasi klinis penyakit sistemik dapat
diklasifikasikan berdasarkan kondisi klinis, radiografis, riwayat penyakit, dan
karatkteristik pemeriksaan laboratorium.20 Karakteristik berikut yang umum untuk
pasien dengan periodontitis kronis:20

53
• Lazim pada orang dewasa tetapi dapat terjadi pada anak-anak.
• Jumlah kerusakan konsisten dengan faktor lokal.
• Terkait dengan pola mikroba variabel.
• kalkulus subgingival sering ditemukan.
• laju perkembangan lambat sampai sedang dengan periode perkembangan
yang mungkin cepat.
• Dapat atau berhubungan dengan: Penyakit sistemik seperti diabetes mellitus
dan manusia immunodeficiency virus (HIV).
Periodontitis kronis dapat selanjutnya dikelompokkan menjadi lokal dan
bentuk umum dan ditandai sebagai sedikit, sedang, atau berat berdasarkan hal-hal
berikut:
• Localized: <30% dari situs yang terlibat.
• Generalized:> 30% dari situs yang terlibat.
• Sedikit: 1 sampai 2 mm perlekatan klinis loss (CAL).
• Sedang: 3 sampai 4 mm CAL.
• berat: ≥5 mm CAL.
Periodontitis agresif memiliki karakteristik berikut yang umum sbb:
• Pasien Jika secara klinis sehat.
• attachment loss dan kerusakan tulang berlangsung cepat.
• Jumlah deposit mikroba tidak konsisten dengan tingkat keparahan penyakit.
• riwayat familial individu penderita.
Karakteristik berikut yang umum tapi tidak universal:
• terinfeksi Actinobacillus actinomycetemcomitans.
• Kelainan pada fungsi fagosit.
• makrofag Hyperresponsive, memproduksi peningkatan prostaglandin
E2 (PGE2) dan interleukin-1β (IL-1β).
Dalam beberapa kasus, perkembangan penyakit periodontitis agresif
selanjutnya dapat diklasifikasikan ke dalam lokal dan generalisata berdasarkan
hal-hal berikut:20
Lokalisata:
• timbul karena onset Circumpubertal.

54
• Lokal pada molar pertama atau gigi seri dengan resorbsi area proksimal,
atau setidaknya pada dua gigi permanen, salah satunya adalah molar
pertama.
Generalisata
• Biasanya mempengaruhi orang di bawah usia 30 tahun (namun, mungkin
lebih tua).
• Kehilangan perlekatan proksimal yang mempengaruhi setidaknya tiga
gigi selain geraham pertama dan gigi seri.
Periodontitis sebagai Manifestasi Penyakit sistemik. Periodontitis dapat
diamati sebagai manifestasi berikut:20
1. Gangguan Hematologi
2. Gangguan genetik
3. Tidak terklasifikasi

Tabel 7. Gambaran klinis dan histologis gingivitis(Fedi dkk,2004) 23

Gingivitis Periodontitis
Perdarahan gingival Perdarahan gingival dapat terjadi sontan
Warna mukosa gingiva kemerahan Warna mukosa gingiva merah pucat
keunguan
Tidak terjadi kehilangan perlekatan epitel Terjadi kehilangan perlekatan epitel
junctional junctional
Tidak terjadi kerusakan tulang alveolar, gigi Terjadi kerusakan tulang alveolar, dapat
tidak goyang ditemukan kegoyangan pada gigi
Poket gingival (pseudopocket), probing Poket infraboni atau
depth 0-3 mm supraboni, probing depth >3
mm

Tabel 8. Perbedaan Gingivitis dan Periodontitis Secara Klinis Berdasarkan Tahap Perkembangan Penyakit20-23,30

Tahapan Penyakit Gingivitis Periodontitis


Periodontal

Tahap 1 (Initial Lesion) (Mild Periodontitis)

- Eritema terlokalisir - Poket 1-2 mm


- Vasodilatasi - Belum terdapat
- Secara klinis masih perubahan rasio
terlihat seperti sehat mahkota akar
- Perubahan jaringan
perivaskuler
-

55
Tahap 2 (Early Lesion) (Moderate Periodontitis)
- Eritema terlihat jelas
- Edema - Poket 3-4 mm
- Degradasi kolagen - Perubahan rasio
- Stipling hilang mahkota akar 1:1
disertai edema - Kehilangan 1/3
- Perkembangan tulang alveolar
jaringan ikat pada - Mobilitas derajat
rete pegs 2
- Bleeding on probing
Tahap 3 (Establish Lesion) (Advance Periodontitis)
- Eritema dan edema
sangat jelas terlihat - Poket ≥ 5 mm
- Hyperplastic - Perubahan rasio
swelling mahkota akar 2:1
- Stipling hilang - Kehilangan tulang
sempurna ≥ 1/3 tulang
- Pendarahan spontan alveolar
(Spontaneous - Mobilitas derajat
hemorrhage) 3
- Rete pegs meluas ke
jaringan ikat
- Jaringan epitel tidak
melekat lagi ke gigi
- Poket gingiva
Tahap 4 (Advanced (Advanced Lesion)
Lesion)
- Eritema dan edema
sangat jelas terligat
- Spontaneous
hemorrhage
- Hilang perlekatan
jaringan ikat
(attachment loss)
- Poket periodontal

 Perbedaan histopatologi gingivitis dan periodontitis (Dina Oktaviani)


Tabel 9. Perbedaan gingivitis dan periodontitis secara histopatologi30-32

KONDISI Lesi Awal Lesi Dini Lesi Jelas


Gingiva
HISTO- (Initial) (Early) (Established) Periodontitis
Sehat
PATOLOGI Gingiva Gingiva Gingiva

Plak Sedikit, dominan dominan Gram +, gram Gram +


dominan gram + gram + – pada poket adherent,
gram + aerobik aerobik gingiva gram – non-
aerobik adherent pada

56
poket
Junctional Normal Alteration Alteration Proliferasi Proliferasi
epitelium tanpa hampir pada lateral padalateral dan
(JE) rete pegs seluruh seluruh JE, apical poket
bagian bagian pseudopoket epitelium,
koronal JE korona JE adanya poket
dan ulserasi
Infiltrasi sel Sedikit Eksudat Vaskulitis, Inflamasi akut; Eksudat
radang dan PMN dari sulkus, eksudat dominasi sel supuratif,
eksudat dan peningkatan serum plasma; perluasan
sangat migrasi protein, ekstravaskulari reaksi
sedikit leukosit ke migrasi imunoglobulin inflamasi dan
eksudat JE dan PMN, pada jaringan imunopatologi
sulkus akumulasi ikat, JE dan
sel limfoid, sulkus;
sel plasma peningkatan
sedikit eksudat sulkus
Fibroblast, normal Kehilangan Fibroblast Kerusakan Kehilangan
Jaringan ikat, kolagen alteration, berat hampir semua
kolagen perivaskular kehilangan fibroblast, fibroblast,
kolagen banyak fibrosis pada
pada area kehilangan daerah gingiva
jaringan kolagen, periperal
ikat yang infiltrasi
terinfiltrasi berlanjut
Tulang normal normal normal normal Signifikan
alveolar bone loss
Tahapan - 2-4 hari 4-7 hari 1-3 minggu Periode
penyakit setelah setelah setelah quiescence
akumulasi akumulasi akumulasi plak dan
plak plak eksaserbasi

57
Gambar 33. Perbedaan gingivitis dan periodontitis secara histopatologi. 31

Gambar 34. Perbedaan diagnosis gingivitis dan periodontitis 32

C. Rencana Perawatan (Yenni Amalia)


Tujuan dari rencana perawatan adalah perawatan total untuk menghasilkan
gigi yang berfungsi dengan baik dalam lingkungan periodontal yang sehat.
Perawatan periodontal merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perawatan

58
gigi. Perawatan periodontal harus mencakup prosedur-prosedur kedokteran gigi
lainnya sesuai dengan kasus.20 Rencana perawatan periodontal yang ingin dicapai
adalah menghilangkan inflamasi gingiva dengan menghilangkan rasa sakit,
mencegah kerusakan jaringan keras dan lunak ( kehilangan perlekatan ),
mengurangi kehilangan gigi, dan mencegah penyakit rekuren.33

Fase emergensi

Fase non-bedah

Fase pemeliharaan

Fase bedah Fase restoratif

Gambar 34. Urutan pilihan perawatan periodontal

Semua prosedur perawatan disusun dalam urutan sebagai berikut ( yang


dicetak miring adalah prosedur perawatan periodontal ):20

Fase Preliminari
Perawatan emergensi:
 Dental atau periapikal
 Periodontal
 Lain-lain
Pencabutan gigi dengan prognosis tidak ada harapan dan pemasangan gigi tiruan
sementara jika diperlukan ( dapat ditunda pada waktu yang lebih tepat )
Fase non-bedah ( perawatan fase I )
Kontrol plak dan edukasi pasien:
 Kontrol diet ( bagi pasien dengan rampan karies )
 Penghapusan kalkulus ( scaling ) dan root planing
 Koreksi protesa dan restorasi yang mengiritasi

59
 Ekskavasi karies dan restorasi ( sementara atau permanen, tergantung apakah
prognosis giginya sudah ditentukan, dan lokasi karies)
 Terapi antimikroba ( lokal atau sistemik )
 Terapi oklusal
 Penggerakan gigi secara ortodontik
 Splinting sementara dan protesa
Evaluasi respon terhadap fase non-bedah
Pengecekan ulang:
 Kedalaman poket dan inflamasi gingiva
 Karies, plak dan kalkulus

Fase bedah ( perawatan fase II )


Fase ini termasuk semua perawatan bedah periodontal:
 Terapi periodontal, termasuk pemasangan implan
 Terapi endodontik
Fase restoratif ( perawatan fase III )
 Restorasi akhir
 Gigi tiruan cekat dan lepasan
 Evaluasi respon terhadap prosedur restoratif
 Pemeriksaan periodontal
Fase pemeliharaan ( perawatan fase IV )
Pengecekan ulang berkala:
 Plak dan kalkulus
 Kondisi gingiva ( poket, inflamasi )
 Oklusi, mobilitas gigi
 Perubahan patologi lainnya
Fase I atau fase non-bedah bertujuan untuk menghilangkan etiologi penyakit
gingiva dan periodontal. Fase I berhasil, pada fase ini akan menghentikan
perkembangan penyakit gigi dan periodontal. Segera setelah selesai fase I, pasien
segera ditempatkan pada fase pemeliharaan (IV) untuk mempertahankan hasil
yang diperoleh dan mencegah kerusakan lebih lanjut dan penyakit rekuren.
Selama fase pemeliharaan dalam tahap evaluasi berkala, pasien masuk ke fase
bedah (II) dan fase perawatan (III). Fase tersebut termasuk fase bedah periodontal
untuk merawat dan memperbaiki kondisi jaringan periodontal dan sekitarnya.

60
Fase tersebut termasuk tahap regenerasi fungsi dan estetika gingiva dan tulang,
penempatan implan dan perawatan restorasi.20

Prognosis20

SANGAT BAIK: faktor etiologi terkontrol dan dukungan periodontal

memungkinkan gigi akan mudah untuk dipertahankan oleh pasien dan dokter gigi.

BAIK: kehilangan perlekatan sekitar 25% dan/ atau klas I dengan keterlibatan

furkasi (lokasi dan kedalaman memungkinkan pemeliharaan yang baik dengan

pasien yang kooperatif).

BURUK: kehilangan perlekatan sekitar 50%, klas II dengan keterlibatan furkasi

(lokasi dan kedalaman memungkinkan pemeliharaan baik namun sulit).

DIPERTANYAKAN: kehilangan perlekatan >50%, rasio mahkota-akar buruk,

bentuk akar buruk, klas II keterlibatan furkasi (lokasi dan kedalaman

memungkinkan pemeliharaan sulit) atau klas III keterlibatan furkasi;

kegoyangan >2+.

HOPELESS: perlekatan tidak adekuat untuk mempertahankan kesehatan, dan

fungsi periodontal.

D. Indikasi dan Kontraindikasi Skeling Manual, Ultrasonik dan Root


Planning (Fina Rahma Husaina)

 PERAWATAN SCALING

INDIKASI33
 Terdapat plak dan kalkulus.
 Penderita gingivitis dan periodontitis.

KONTRA INDIKASI34
 Pasien dengan dentin terbuka.
 Pada pasien anak-anak kontraindikasi menggunakan scaler
ultrasonic karena struktur anatomis ruang pulpa yang lebar
dapat meningkatkan resiko trauma pada pulpa.
 Penderita penyakit menular melalui udara, seperti Tuberculosis.

61
 Penderita penyakit kelainan darah.
 Penderita hipertensi yang tidak terkontrol.
 PERAWATAN ROOT PLANNING

INDIKASI
 Poket lebih dari 4 mm.
 Nekrosis pada jaringan sementum.

KONTRA INDIKASI33
 Terdapat abses.
 Kalkulus yang meluas ke daerah apikal.

E. Langkah Kerja Skeling Manual (Putri Hardiyatin)

a) Teknik scaling supragingiva35


 Alat dipegang dengan modifikasi memegang pena
 Sandaran jari dilakukan pada gigi tetangga atau tempat tumpuan lainnya
 Sisi pemotong mata scaler ditempatkan pada tepi apikal kalkulus
 Mata scaler diadaptasikan ke permukaan gigi membentuk angulasi 45-
90 derajat
 Dengan tekanan lateral yang kuat dilakukan serangkaian sapuan scaler
yang pendek bertumpang tindih ke korona dalam arah vertical dan
oblique
 Tekanan lateral berangsur-angsur dikurangi sampai diperoleh
permukaan gigi yang terbebas dari kalkulus.

b) Teknik scaling subgingiva35


 Alat dipegang dengan modifikasi memegang pena
 Sandaran jari dilakukan pada gigi tetangga atau tempat tumpuan lainnya
 Pilih sisi pemotong yang sesuai
 Sisi pemotong diadaptasi ke permukaan gigi dengan angulasi 0 derajat,
diselipkan dengan hati-hati ke epitel penyatu
 Setelah sisi pemotong mencapai dasar saku dibentuk angulasi 45-90
derajat
 Dengan tekanan lateral yang kuat dilakukan serangkaian sapuan scaler
yang pendek secara terkontrol bertumpang tindih ke korona dalam arah
vertical dan oblique

F. Langkah Kerja Skeling Ultrasonik (Resty Wahyu Veriani)

Operator harus memanipulasi rasa perabaannya karena tidak adanya


kemampuan taktil, Operator harus mampu untuk merasakan daerah-daerah yang
62
tidak rata dari permukaan gigi dan meletakkan alat pada daerah ini, barulah
instrumentasi dapat dilakukan. Alat ultrasonic dapat digunakan dengan cara
sebagai berikut:14,36
a. Alat harus distel untuk medapatkan semprotan air yang sedikit pada ujung
kerja. Aspirasi yang adekuat perlu untuk menghilangkan air bila terkumpul
dalam mulut. Power settingnya jangan terlalu besar dari yang diperlukan
untuk menghilangkan kalkulus.
b. Alat dipegang dengan cara hand rest yang dimodifikasi dengan finger rest
atau fulcrum harus diperoleh seperti pada instrumentasi manual atau
konvensional. Gagang alat disejajarkan dengan panjang aksis gigi
dan working end disesuaikan dengan lengkung permukaan gigi.
c. Alat dinyalakan dengan menginjak pedal kaki dengan gerakan ringan,
pendek, dan vertikal, maka working end melewati deposit itu. Tekanan
lateral yang besar tidak perlu dilakukan karena alat ini dapat melepaskan
kalkulus. Namun working end harus mengenai deposit supaya kalkulus
dapat terlepas.
d. Working end harus tetap dilakukan dengan gerakan yang konstan dan
ujungnya jangan dipegang secara prepedikuler pada permukaan gigi
karena hal ini akan menggores atau membuat lekukan pada permukaan
mukosa.
e. Pedal kaki harus dilepaskan sekali-kali supaya dapat dilakukan aspirasi air
dan permukaan gigi harus diperiksa secara teratur dengan explorer.
G. Instrumen Skeling Manual dan Cara Penggunaan (Endah)

a. Sickle Scaler (Skeler Sabit)37

 Permukaan datar dengan 2 sisi pemotong (cutting edge) menyatu


membentuk sudut runcing.
 Penampang melintang berbentuk segitiga dan sisi pemotong pada kedua
sisi.
 Alat ini hanya untuk penyingkiran kalkulus supragingival.
 Jika dipakai untuk penyingkiran subgingival akan menciderai jaringan
gusi.

63
Gambar 35. Skeler Sabit

b. Hoe Scaler (Skeler Pacul)37

 Membengkok membentuk sudut 90-1000 terhadap tangkai


 Didesain untuk setiap permukaan gigi untuk 1 jenis skeler
 Untuk menyingkirkan kalkulus supragingival dan sementum
nekrosis,penggunaan lebih terbatas.
 Langkah pertama bersihkan kalkulus pada semua permukaan distal gigi
Di regio kanan RA, kemudian untuk permukaan mesial pada gigi yang
sama.

Gambar 36. Skeler Pacul

c. Chisel Scaler (Skeler Pahat)37


Didesain khusus untuk permukaan proksimal gigi anterior dengan
interproksimal sempit

Tangkai lurus atau membengkok

Sisi pemotong membentuk sudut 450

Gerakan: mendorong dari bagian labial kearah interdental. Chisel scaler efektif
digunakan untuk menghilangkan kalkulus supragingival bagian lingual di
mandibula pada gigi anterior, kaninus, dan premolar.

64
Gambar 37. Skeler Pahat

d. File (Kikir)37

 Sudah tidak digunakan lagi untuk SPA karena timbul guratan pada
permukaan akar gigi.

Gambar 38. Skeler Kikir

e. Polis menggunakan Rubber cup dan pasta propilaksis37

 Setiap dilakukan skeling gigi harus di polis, jika tidak maka akan
menyisakan permukaan kasar yang akan meningkatkan akumulasi kembali
bakteri plak.

65
 Rubber cup dengan pasta propilaksis adalah metode polishing terbaik, jika
digunakan dengan hati-hati rubber cup juga dapat membersihkan sulkus 1-
2 mm dibawah margin gingiva.

Gambar 39. Polis menggunakan Rubber cup dan pasta propilaksis

H. Instrumen Root Planning dan Cara Penggunaan (Dea Meigina Kamal)

IV. Instrumen Root Planning

Root planning merupakan tindakan dengan menghilangkan

mikroorganisme pada permukaan akar dan poket, menghilangkan seluruh kalkulus

dan dentin serta sementum yang terkontaminasi.38

 Instrumentasi39:

Hand instuments

 Kuret
o Instrument yang sering digunakan untuk root planning
o Bilah melengkung dan melengkung sehingga memberikan adaptasi

yang baik pada permukaan akar


o Terdapat dua tipe, spesifik dan universal
o Gracey curettes merupakan modifikasi terbaru dengan desain

spesifik.

66
Gambar 40. Kuret Gracey A. #5-6 B. #7-8 C. #11-12 D. #13-14.20

Tabel 10. Perbandingan kuret Gracey dan kuret universal. 20

 Instrumentasi Ultrasonic dan sonic

o Magnetostricitve dan piezoelectric


o Udara atau sonic
o Berfungsi dengan garis udara biasanya tersambung dengan turbin udara

Gambar 41. Instrumentasi Ultrasonik dan sonic

Perio Tor

67
o Di desain secara khusus untuk mengoptimalkan pembersihan dari
cementum akar yang kasar serta menghindari pengambilan sementum akar
saat permukaan tersebut sudah halus dan bersih.

Gambar 42. Perior Tor

Perbandingan hand instrument, ultrasonic dan sonic instrument, dan Perio


Tor

Gambar 41. Perbedaan kuret, ultrasonic, perior tor

Strategi Instrumentasi

- Pemilihan kuret
o
Fine set : non retractable tissue

68
o
Heavy set: retractable tissue
o
Medium set : retractable tissue
- Letak jari dan cara menggenggam
o
Grasp-modified pen dan posisi jari stabil
o
Identifikasi cutting edge dari kuret
- Aktivasi instrument
o
Adaptasi dengan posisi lower shank parallel
o
Angulasi sekitar 45-90o

- Arah gerakan
o
Arah vertical dan oblique adalah yang paling efektif untuk root
planning.

Gambar 42. Strategi Instrumentasi

- Jarak gerakan
o
Root planning dilakukan dari dasar poket menuju CEJ
- Aktivasi gerakan
o
Aktivasi instrument dengan gerakan pergelangan tangan
V. Teknik rootplaning (Meilani)
Terdapat 2 macam gerakan dasar dalam scaling dan root planing, yakni:
1. Gerakan eksplorasi
Gerakan ini ditujukan untuk mencari letak deposit subgingival.
Mata pisau instrument dilewatkan sepanjang permukaan akar atau deposit
kalkulus, ke arah apikal, hingga ke dasar poket. Bila terdapat hambatan
selama gerakan eksplorasi mata pisau instrumen sebaiknya digerakkan
kembali ke arah apikal dengan perlahan-lahan. Gerakan ini membantu
membedakan birai kalkulus dengan dasar poket.

2. Gerakan menarik
Setelah kalkulus atau permukaan yang kasar ditemukan, sudut
instrumen dibuat 80 derajat terhadap permukaan akar dan kalkulus, dan
dengan hati-hati instrumen digerakkan ke arah oklusal sepanjang

69
permukaan akar untuk melepas kalkulus tersebut. Gerakan ini diikuti
dengan gerakan penghalusan dengan pengendalian alat yang baik. Root
planing dilakukan dengan kuret yang tajam dan gerakan-gerakan yang
pendek dan halus, berirama, serta berkelanjutan. Instrumen diletakkan
pada tepi deposit, kemudian digerakkan ke beberapa arah agar seluruh
permukaan dapat dikenai. Lakukan dengan hati-hati agar permukaan akar
tidak tergores atau tercungkil. Pengerokan ini terus dikerjakan hingga
permukaan akar benar-benar mulus.

Teknik scaling subgingiva dan root planing dikerjakan dengan cara :


1. Alat dipegang dengan modifikasi pegangan pena
2. Sandaran jari dilakukan pada gigi tetangga atau tempat bertumpu lain
3. Pilih sisi pemotong yang sesuai
4. Sisi pemotong diadaptasi ke permukaan gigi dengan angulasi 0 derajat.
Memasukan instrumen dengan hati-hati
5. Setelah sisi pemotong mencapai dasar saku dibentuk angulasi 45
derajat – 90 derajat. Dengan tekanan lateral yang kuat, dilakukan
serangkaian gerakan dasar scaling yang bertumpang tindih dalam arah
vertikal dan oblik
6. Instrumentasi dianjurkan dengan serangkaian gerakan root planing
untuk penerutan akar yang bertumpang tindih dimulai dengan tekanan
lateral sedang dan diakhiti dengan tekanan lateral ringan
7. Instumentasi pada permukaan proksimal dibawah daerah kontak harus
dilakukan dengan cara mengatur bagian bawah tangkai kuret sejajar
dengan sumbu panjang gigi
8. Halusnya permukaan gigi dan akar gigi adalah kriteria evaluasi yang
cepat dari pekerjaan scaling dan root planing. Evaluasi yang
menyeluruh didasarkan pada respon jaringan.

Prinsip umum instrumentasi:20 (Selvi Tri Septiarini )

70
1. Pencapaian daerah kerja dengan mengatur posisi pasien dan operator
Untuk instrumentasi rahang atas, pasien diminta untuk manaikkan
dagunya sedikit untuk mencapai pandangan dan masuknya alat secara
optimal. Untuk instrumentasi rahang bawah, sandaran kursi dapat sedikit
dinaikkandan dagu pasien sedikit direndahkan sehingga mandibula sejajar
dengan lantai.20
2. Visibilitas, pencahayaan, dan retraksi pipi, lidah, dan bibir
Pandangan langsung dan pandangan langsung dari lampu dental unit
adalah kondisi yang paling diinginkan. Pandangan tidak langsung dapat
dicapai dengan kaca mulut, dan pencahayaan tidak langsung dapat dicapai
dengan memakai kaca mulut untuk merefleksikan cahaya kea rah yang
diperlukan.
Retraksi memungkinkan visibilitas, ketercapaian ke daerah kerja dan
pencahayaan.20

Gambar 43. Retraksi lidah dengan menggunakan kaca mulut. 20

Gambar 44. Retraksi bibir dengan jari telunjuk tangan yang


tidak digunakan untuk scaling dan root planning. 20

Gambar45. Retraksi pipi dengan menggunakan kaca mulut. 20

71
3. Kondisi dan ketajaman alat
Alat yang digunakan harus dalam keadaan bersih, steril, dan dalam kondisi
baik. Sisi kerja alat yang berbentuk titik maupun yang berbentuk pisau
harus tajam supaya efektif. Instrument yang tajam meningkatkan
senditifitas taktil dan memungkinkan operator bekerja lebih efektif dan
efisien. 20
4. Mempertahankan daerah kerja supaya bersih
Jika daerah kerja tertutup oleh saliva dapat menggunakan saliva ejector
atau suction. Darah dan kotoran dapat dibersihkan dengan suction atau
dilap dengan tampon. Daerah kerja selajutnya disemprot dengan air. Udara
bertekanan dan cotton pellet dapat digunakan untuk membersihkan
permukaan gigi pada daerah sedikit di bawah margin gingiva selama
instrumentasi. 20
5. Stabilisasi instrumen, meliputi cara pegang alat dan tumpuan
Cara pegang alat

A B C

Gambar 46. A. Modifikasi pen grasp B. Pen grasp standar C. Palm adan thumb grasp.20
Tumpuan
Tumpuan jari membuat stabil tangan dan instrumen dengan bertindak
sebagai fulkrum ketika mengaktifkan instrumen dan mencegah perlukaan
pada gingiva dan jaringan lunak di sekitar gigi. Tumpuan secara umum
dibagi menjadi tumpuan intraoral dan ekstraoral. 20
Empat jenis fulkrum intraoral:
1. Konvensional, tumpuan jari diletakkan pada permukaan gigi yang
berdekatan dengan daerah yang di rootplaning
2. Cross arch, tumpuan jari diletakkan pada permukaan gigi pada sisi
yang berlawanan tapi pada rahang yang sama
3. Opposite arch, tumpuan jari diletakkan pada permukaan gigi pada
rahang yang berlawanan

72
4. Finger on finger, tumpuan jari diletakkan pada jari telunjuk atau

A B C D
ibujari yang tidak mengerjakan rootplaning.20
Gambar 47. A. Konvensional B. Cross arch C. Opposite arch D. Finger on finger.20

Dua jenis fulkrum ekstraoral yang sering digunakan: 20


1. Palm up, dilakukan dengan cara menyandarkan punggung jari tengah
dan jari manis pada kulit wajah di sisi lateral mandibula pada sisi
kanan wajah.
2. Palm down, dilakukan dengan cara meletakkan ujung jari tengah dan
jari manis pada kulit wajah di sisi lateral mandibula pada sisi kiri
wajah.

A B
Gambar 48. A. Palm up B. Palm down. 20

6. Aktivasi instrumen
Adaptasi
Adaptasi adalah cara bagaimana sisi potong (working end) ditempatkan
pada permukaan gigi. Tujuan adaptasi adalah supaya instrumen tersebut
menyentuh dengan maksimal pada kontur gigi. 20

Gambar 49. kuret di sisi kiri beradaptasi dengan tepat dengan permukaan akar. Kuret pada
sisi kanan kurang beradaptasi, sepertiga sisi potong mengarah keluar.20
Angulasi

73
Gambar 50. Angulasi blade A. 0 derajat untuk insersi blade B. 45-90 derajat untuk
scaling dan root planing C. Kurang dari 45 derajat tidak tepat untuk scaling
dan root planing D. Lebih dari 90 derajat untuk kuretase gingiva.20
Tarikan root planing adalah tekanan maupun tarikan dengan kekuatan
ringan hingga sedang untuk menghaluskan dan meratakan permukaan akar
gigi hingga keras dan licin. 20

 Universal kuret
Alat dapat digunakan baik untuk anterior maupun posterior.
Working-end design ditentukan untuk mendapatkan angulasi yang benar.

Sangat penting untuk diingat bahwa pada kuret universal, working end

berada tepat pada sudut 90o dari lower shank. Angulasi yang benar

didapatkan dengan memiringkan sisi lower shank secara perlahan kearah

permukaan gigi yang akan diinstrumentasi.39

Gambar 51. Working-end berada tepat pada sudut 90o dari lower shank.39

Gambar 52. Posisi sudut yang benar. 29


 Kuret Gracey
Alatnya spesifik, seperti pada tabel berikut:
Tabel 11. Kuret dan area apikasi.39

74
Kuret sudah didesain sehingga bagian sisi depan kuret gracey

dalam posisi miring dari lower shank, sehingga sudut yang didapatkan

adalah 70o.

Gambar 53. Arah sudut kuret.39


20
Teknik rootplaning:
a. Persiapkan: posisi pasien dan operator
b. Pastikan working end instrumen, instrumen dipegang dengan modifikasi

pen grasp

Gambar 54. Posisi area yang akan di instrumentasi.39

Gambar 55. Posisikan working-end pada get ready zone.39

75
c. Sisi pemotong diadaptasi ke permukaan gigi dengan angulasi 0 derajat

diselipkan dengan hati-hati ke dalam sulkus gingiva

Gambar 56. Ujung kuret dimasukkan ke margin gingiva.39


d. Setelah sisi pemotong mencapai dasar saku dibentuk angulasi 45-90

derajat

Gambar 57. Gerakan dimulai dari sisi mesial.39


e. Putar kuret ketiak sudah mencapai sudut mesial untuk mendapatkan

adaptasi yang baik.

Gambar 58. Putar kuret untuk mendapatkan adaptasi yang baik.39


f. Tekanan diteruskan sampai mencapai setengah dari permukaan distal

proksimal.

Gambar 59. Kuret diteruskan sampai capai setengah permukaan distal proksimal.39

I. Obat-obatan (Topikal/Sistemik) Setelah Perawatan (Khairunnisa Trisna)

Scaling dan root planing kadang-kadang diikuti dengan terapi tambahan


seperti pemberian antimikroba lokal dan antibiotik sistemik.40

Antibiotik sistemik yang dapat diberikan yaitu tetrasiklin, metronidazol,


amoksisilin, dan klindamisin, sedangkan antimikroba lokal yang dapat diberikan
yaitu gel metronidazole, klorheksidin, gel triklosan, hidrogen peroksida, dll.40

Tetrasiklin adalah antibiotik spektrum luas bakteriostatik. Mekanisme aksi


mereka adalah untuk mengikat subunit ribosom ke 30 dan mencegah sintesis

76
protein. Tetrasiklin memiliki spektrum yang luas baik pada bakteri gram negatif
dan bakteri gram positif yang memiliki peranan penting dalam periodontitis.41
Tetracyclin diberikan sebagai tambahan setelah scaling dan root planing
menunjukkan penurunan poket lebih besar dari scaling dan root planing saja.
Rata-rata pengurangan kedalaman poket lebih besar dari scaling dan root planing
saja setelah 6 bulan. Tetrasiklin juga meningkatkan clinical attachment level
(CAL) 0,04 mm sampai 0,3 mm lebih besar setelah 6 bulan daripada hanya
scaling dan root planing saja.42

Metronidazol adalah nitroimazole bakteriosidal. Mekanisme tindakan obat


ini adalah merusak bagian aktif DNA bakteri dan protazoal, menyebabkan
kematian sel. Metronidazole efektif terhadap anaerob obligat seperti
Porphyromonas spp, Prevotella spp, Bacteroides spp, Fusobacterium spp, dan
Clostridium spp. Gel metronidazol efektif untuk membunuh bakteri anareob sub
ginggiva yang berperan penting terhadap terjadinya periodontitis seperti A.
actinomycetemcomitans dan Porphyromonas gingivalis.42 Metronidazol sendiri
telah menunjukkan perubahan berarti pada kedalaman poket. Perubahan tingkat
perlekatan klinis pada pasien yang memakai metronidazole berkisar 0,2 mm.42

Amoksisilin adalah penisilin spektrum luas dalam keluarga beta-laktam.


Mekanisme antibiotik beta-laktam adalah penghambatan sintesis dinding sel.
Amoksisilin adalah obat pilihan untuk kelompok Viridens Streptococcus, E.
corrodens, F. nucleatum, non-beta laktamase Prevotella, dan Porphyromonas
spp.41 Penggunaan amoksisilin dengan metronidazol setelah scaling dan root
planing pada pasien dengan periodontitis kronis memiliki perbedaan yang lebih
besar dalam perlekatan klinis dari scaling dan root planing saja.42

Klindamisin adalah antibiotik lincosamide. Obat ini adalah antibiotik


bakteriostatik yang memiliki mekanisme kerja mengikat subunit ribosom 23s
yang mencegah sintesis protein bakteri. Hal ini efektif terhadap banyak bakteri
anaerob gram positif dan gram negatif serta bakteri anaerob fakultatif, termasuk
Prevotella, Porphyromonas, Eubacteria, dan Streptococcus spp.41 Klindamisin

77
dengan scaling dan root planing memiliki tingkat CAL 1,6 mm lebih baik dari
scaling dan root planing. Perubahan kedalaman poket berkisar dari 0,2 mm
sampai 2,3 mm.42

Penggunaan klorheksidin sebagai terapi tambahan setelah scaling dan root


planing juga bertujuan untuk mendapatkan kembali perlekatan klinis dan
mengurangi kedalaman poket. Tiga studi memiliki hasil yang signifikan secara
statistik dalam hal perlekatan klinis (CAL) mulai dari 0,16 mm sampai 0,28 mm,
mendukung penggunaan klorheksidin.43

J. Instrumen Ultrasonik dan Cara Penggunaan (Harentya Suci Shabillah)

 Scaler elektrik
Macam-macam scaler elektrik, yaitu:
Ultrasonik
Scaler ultrasonik merupakan alat dengan energi getaran yang tinggi yang
dihasilkan oleh generator osilasi yang dikonduksikan ke ujung alat sehingga
menyebabkan getaran dengan rentang frekuensi diantara 25000-42000 Hz.
Getaran mikro menghancurkan dan menghilangkan kalkulus dengan dilengkapi
dengan air sebagai pendingin. Scaler ultrasonik sangat efektif dalam
menghilangkan kalkulus dari permukaan gigi.14
Vibrasi ultrasonik dapat digunakan untuk membersihkan deposit gigi dan
mengkuret jaringan lunak. Ujung khusus biasanya berbentuk seperti kuret,
digunakan bersama semprotan air sebagai pendingin karena vibrasi menimbulkan
panas juga memberikan efek yang membantu pembersihan. Alat ini diaplikasikan
pada gigi dengan gerak menyapu ringan tanpa tekanan yang terlalu keras. Scaler
ini juga dapat digunakan untuk membersihkan stain dan semen gigi, dan hati-hati
penggunaannya pada restorasi keramik. Sebaiknya digunakan untuk
membersihkan deposit supragingiva dan subgingiva serta dapat pula untuk
menyempurnakan scaling yang menggunakan alat manual.14
Macam-macam alat scaler ultrasonik, yaitu:14
1. Hoe insert, gunanya untuk kalkulus supragingiva dan stain.

78
2. Universal scaler, bentuknya segitiga pada potongan melintang
gunanya untuk kalkulus bagian proksimal.
3. Fine scaler, bentuknya seperti periodontal probe, gunanya untuk
kalkulus subgingiva.
4. Flushing device, gunanya untuk menyemprot sulkus gingiva pada
kasus-kasus infeksi.
Teknik penggunaan scaler ultrasonik berbeda dengan penggunaan scaler
manual. Modifikasi pen grasp digunakan pada scaler ultrasonik dengan
menggunakan fulkrum ekstraoral (gambar 31). Tujuan fulkrum ekstraoral adalah
membuat operator dapat mempertahankan light grasp dan mempermudah akses ke
rongga mulut (gambar 32). Fulkrum alternatif dapat digunakan cross arch dan
opposite arch.20
Instrumentasi scaler ultrasonik membutuhkan penghilangan dari bagian
koronal ke bagian apikal dari deposit. Pola ini memungkinkan pengerjaan pada
pola gerakan yang optimal untuk penghilangan deposit.20

Gambar 60. Modifikasi Pen Grasp20

79
Gambar 61. Penempatan Intraoral.20

K. Posisi Kerja (Evi Novianti)

POSISI KERJA (ERGONOMIS)

Ergonomis berasal dari bahasa Yunani yaitu ergon berarti kerja dan nomos
berarti hukum. Definisi ergonomik menurut Occupational Safety and Health
Administration (OSHA) adalah hubungan manusia dengan lingkungan kerja yang
tidak mengakibatkan suatu gangguan. Secara garis besarnya, ergonomis berarti
terciptanya sistem kerja yang sehat, aman, dan nyaman bagi manusia. 44 Pada
dasarnya kondisi ergonomis sangat menguntungkan karena dapat mencegah
terjadinya gangguan muskuloskeletal dan mengurangi kesalahan yang dapat
mengakibatkan cedera pada para pekerja. Dalam kaitan tersebut di atas,
ergonomik bukan hanya tentang perasaan lebih baik secara fisik, namun juga
bagaimana menempatkan peralatan pada posisi yang mudah dijangkau sehingga
akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Menurut OSHA, gangguan
muskuloskeletal yang berhubungan dengan pekerjaan seseorang dapat terjadi
apabila ada ketidakcocokan antara kebutuhan fisik kerja dan kemampuan fisik
tubuh manusia. Sistem ergonomis di bidang kedokteran gigi tidak hanya sekedar
posisi operator dan desain alat, namun integrasi dari peralatan yang digunakan di
dalam praktik dokter gigi.44,48
Berdasarkan four-handed dentistry, operator dan asisten harus bekerja
sesuai dengan area kerja. Area kerja ini disebut zona aktifitas dan dibagi menjadi
4, yaitu zona operator, zona asisten, zona transfer, dan zona statis. 45 Zona operator
sebagai tempat pergerakan dokter gigi. Zona asisten adalah zona tempat
pergerakan perawat gigi atau asisten. Zona transfer adalah daerah tempat transfer
alat dan bahan antara tangan dokter gigi dan tangan asisten. Instrumen diberikan
dari asisten ke dokter gigi lewat dada pasien. Jangan memberikan alat di atas mata

80
pasien. Sedangkan Zona statis adalah daerah tanpa pergerakan dokter gigi maupun
perawat gigi serta tidak terlihat oleh pasien, zona ini untuk menempatkan meja
instrumen bergerak yang berisi instrumen tangan serta peralatan yang dapat
membuat takut pasien.45,46
Untuk dokter gigi dengan tangan kanan, zona operator berada pada jam 7
– 12; zona asisten berada pada jam 2-4; zona transfer instrumen pada jam 4-7; dan
zona statis pada jam 12-2 (Gambar 1). Sementara itu, untuk dokter gigi bertangan
kidal, zona operator berada pada jam 5-12; zona asisten pada jam 8-10; zona
transfer instrumen pada jam 5-8; dan zona statis pada jam 10-12 (Gambar 2).47

Gambar 62. Zona aktifitas untuk dokter gigi dengan tangan kanan

Gambar 63. Zona aktifitas untuk dokter gigi dengan tangan kidal
Konsep four-handed denstistry ini tidak akan sempurna bila tidak
diimbangi dengan penerapan posisi operator secara ergonimis. Posisi ergonomis
yang dapat dilakukan oleh dokter gigi adalah sebagai berikut49:
a. Prinsip kerja stabil, posisi aktif

81
1. Duduk pada posisi rilek, simetriskan posisi lengan atas tegak lurus tubuh.
Hal tersebut dapat meminimalisir gerakan statis gerakan lengan atas dan
bahu. Kemudian, pergerakan lengan atas baik secara ke arah samping
maupun kedepan harus diminimalisir sekecil mungkin. Gerakan
kesamping kurang lebih 15-20 derajat. Gerakan kedepan kurang lebih 25
derajat. Tubuh bagian atas dapat ikut bergerak 10-20 derajat sedangkan
untuk gerakan ke samping tidak diperbolehkan. Kepala dapat ikut bergerak
ke depan tetapi hanya sekitar 25 derajat.
2. Untuk memperoleh posisi dinamis saat bekerja, buatlah gerakan sebanyak
mungkin selama perawatan sehingga mengurangi beban dan relaksasi yang
terjadi pada otot dan tulang belakang.

b. Kondisi untuk memperoleh posisi kerja yang optimal dan stabil adalah
sebagai berikut :
1. Duduk dalam posisi kerja yang tegak dan stabil .
2. Posisikan bidang kerja mulut tepat sebelum tubuh bagian atas berada
pada garis simetris. Garis mid-sagital membagi tubuh secara vertical
menjadi dua sisi sama besar.
3. Pastikan area bidang kerja terlihat sebanyak mungkin dan tegak lurus
pada bidang kerja . Jika hal ini tidak terjadi bola mata dapat mengarah
pada daerah yang tidak terlihat, sehingga tubuh secara otomatis
mengikuti arah pergerakan mata. Hal ini menyebabkan postur tubuh
membungkuk dan bidang kerja menjadi asimetris.

Anda dapat membandingkan posisi bidang kerja di mulut pasien dengan


posisi di mana Anda memegang sebuah apel, mengupas apel, atau menjahit apel
tersebut ketika mempersiapkan hal berikut: Anda akan terus berada pada posisi
kerja dengan tanpa membungkukkan kepala. Selanjutnya, lakukan posisi miring
sepeti memegang buku sembari duduk di kursi untuk membaca ( dengan lampu
disamping / di belakang Anda ).46 Hal ini memberikan kesan bagaimana
menempatkan bidang kerja sehingga bidang penglihatan berada tegak lurus mata
anda.

82
Kepala pasien diputar dalam 3 arah sehingga, memungkinkan bidang
kerja berada pada bidang simetris operator dan permukaan gigi yang dirawat
terlihat oleh pandangan. Dengan kata lain, permukaan gigi sejajar dengan kepala
depan dokter gigi.46

Gambar 64. Prinsip dalam kerja stabil dan posisi aktif


c. Duduk sejauh mungkin di kursi untuk mendapatkan postur yang stabil dan
simetris
 Lengan atas diletakkan di samping tubuh bagian atas untuk
mendukung lengan selama perawatan
 Sudut antara kaki bawah dan atas sekitar 110° atau lebih sedikit,
serta kaki sedikit membuka.
 Tinggi kerja disesuaikan dengan benar. Lengan bawah terangkat
sedikit sekitar 10° sampai maksimum 25°.
 Jarak antar daerah kerja di mulut dan mata atau kacamata biasanya
35-40 cm.
 Punggung harus didukung oleh panggul sehingga jika otot menjadi
terlalu lelah dalam mempertahankan posisi tegak dari belakang,
posisi punggung saat istirahat dapat dipastikan dalam posisi yang
stabil.

83
 Instrumen handpiece digenggam dengan 3 jari mengenggam bagian
bulat instrumen dan 2 jari terakhir berada diluar mulut sebagai
tumpuan.

Gambar 65. Posisi operator ketika duduk dan mengerjakan pasien, sehingga
menghasilkan postur yang stabil dan simetris

Prinsip terpenting adalah bagaimana duduk dalam posisi dinamis. Hal


ini dapat dilakukan dengan duduk bergantian dengan/tanpa dukungan panggul
oleh back-rest. Mulailah dengan duduk tegak aktif dengan tulang dada didorong
ke depan dan ke atas, otot perut tegang sedikit serta tubuh bagian atas jika
diperlukan membungkuk sedikit ke depan dengan sudut tidak lebih dari 10°. 45,46
Sepanjang posisi tersebut dapat dilakukan selama mungkin, juga ditambah dengan
otot yang terlatih, Anda dapat bekerja dengan tanpa mendukung bagian pelvis.
Keuntungan dari posisi ini adalah kita dapat menggerakkan tubuh dengan lebih
mudah. Tetapi, posisi ini membutuhkan kekuatan otot besar, sehingga cepat atau
lambat dapat menyebabkan kelelahan fisik. Akibatnya tubuh tidak mungkin untuk
mempertahankan posisi tegak. Begitu terjadi kelelahan, operator akan duduk
membungkuk kembali – biasa disebut C-back. Dukungan dari back-rest melawan
posisi panggul atas/samping perlu dilakukan untuk menghindari duduk yang tidak
menguntungkan dan dapat merusak postur.45 Hal ini penting bila back-rest dapat

84
secara tepat berada pada posisi yang tepat sehingga postur menjadi sesuai dan
fleksibel.

Gambar 66.
Posisi duduk
yang
dinamis
dengan dan
tanpa dukungan panggul.
d. Penerapan prinsip-prinsip untuk postur kerja yang baik

Gambar 67. Bidang kerja tepat menghadap tubuh bagian atas, pada bidang
simetris.

85
Gambar 68. Postur yang kurang baik muncul secara spontan ketika bidang kerja
berada di luar bidang simetris.

Gambar 69. Melihat secara tegak lurus sebanyak mungkin ke bidang kerja dari
posisi tubuh yang benar.

86
Gambar 70. Bidang kerja yang tidak disesuaikan tegak lurus ke arah garis
penglihatan, secara otomatis menyebabkan posisi operator tidak benar.

e. Posisi sinar dari cahaya penerangan sejajar dengan penglihatan


Tujuan dilakukannya kesejajaran antara posisi sinar dengan penglihatan
adalah untuk mendapatkan kesinergisan antara cahaya pada bidang kerja dan
mulut secara keseluruhan, serta menghindari terbentuknya bayangan.49 Hal ini
dilakukan untuk mencegah terbentuknya bayangan dari tangan, bibir, gigi,
atau pipi yang berada pada bidang kerja. Untuk mencapai hal ini lampu perlu
memiliki 3 (orthogonal) sumbu yang memungkinkan lampu untuk bergerak
kesegala arah sehingga mencapai posisi yang diinginkan yaitu dengan
menempatkan lampu pada sisi dokter gigi. 49 Hal ini juga menghindari
penempatan lampu di depan pasien yang biasanya membuat pasien tidak
nyaman.

87
Gambar 71. Posisi lampu untuk dokter gigi tangan kanan. Ketika duduk di
belakang pasien: lampu berada di sebelah kiri, sedikit atas samping sebelah kepala
dokter gigi (untuk dokter gigi kidal, disebelah cermin). Ketika lampu ditempatkan
di sisi kiri: bayangan akan terbentuk di bawah tangan kanan dan instrumen.

Gambar 72. Ketika duduk di samping kursi pasien: lampu diletakkan di sisi kanan.

f. Pergerakan kepala pasien di tiga arah

Kepala pasien harus dipindahkan di tiga arah untuk mencapai posisi yang
benar dari bidang kerja sehingga:

 Posisi bidang kerja di mulut berada pada bidang simetris;

 Menghasilkan posisi tegak lurus sebanyak mungkin.

88
Gambar 73. Gerakan pertama: maju sehingga permukaan oklusal sejajar dengan
rahang bawah, sekitar 0 ° atau bergerak mundur dengan permukaan oklusal sejajar
rahang atas sekitar 20-25°

Gambar 74. Gerakan kedua: lateroflexion ke kiri atau ke kanan, sekitar 30 °

Gambar 75. Gerakan ketiga: bergerak ke kiri atau ke kanan dari sumbu aksis
pasien, maksimal 45 °

Selain gerakan yang ditunjukkan pada gambar di atas, untuk mendapatkan posisi
yang baik, posisi bantal harus berada
pada posisi yang tepat.

Rahang Bawah

89
Gambar 76. Gerakkan kepala ke depan: bidang oklusal rahang bawah berada pada
posisi horizontal ketika dokter gigi bekerja di posisi jam 9.00-10.00 di rahang
bawah. Punggung diposisikan sedikit miring, bantal diposisikan mundur dan dagu
mengarah ke dada.

Gambar 77. Tanpa menempatkan bidang oklusal secara horizontal saat bekerja di
rahang bawah, lengan kanan harus diangkat untuk mendapatkan posisi handpiece
atau alat scaler dalam posisi yang tepat. Kepala dokter gigi akan mengarah
kesamping demi mendapatkan penglihatan yang baik. Hal ini dapat menyebabkan
kelelahan pada otot.

90
Gambar 78. Bidang oklusal rahang bawah sedikit mengarah ke belakang pada
sudut 35o, hal ini berkaitan dengan operator untuk tindakan perawatan pada gigi
bawah di bagian depan, dan bantal diposisikan sedikit lebih jauh ke belakang
sementara dagu diarahkan ke dada. Sumbu gigi bawah diarahkan menuju arah
pandang.

Gambar 79. Bidang oklusal rahang bawah dimundurkan, sekitar 40 °, untuk


tindakan pada daerah premolar.

91
Gambar 80. Bidang oklusal diarahkan lebih jauh lagi ke belakang, sekitar 45 °,
untuk dapat melihat area molar tanpa perlu menundukkan tubuh bagian atas.

Rahang Atas

Gambar 81. Memiringkan kepala kebelakang: permukaan oklusal rahang atas 20-
25 ° ke belakang, kaitannya dengan bidang vertikal untuk dapat melihat tegak
lurus pada gigi insisifus, seperti membaca buku. Gigi insisivus diposisikan
membentuk sudut sudut 20-25 ° ke atas.

92
Gambar 82. Posisi saat bekerja menggunakan kaca mulut dalam posisi miring
untuk dapat melihat secara tegak lurus, seperti membaca buku; sinar diarahkan
sejajar dengan arah penglihatan dan sejauh mungkin dengan kaca mulut.

Gambar 83. Langkah yang dilakukan saat posisi Gambar 19 dan 20 tidak dapat
dilakukan: Jika tidak mungkin untuk mengubah kepala pasien dengan permukaan
oklusal rahang atas kebelakang, maka setelah posisi tubuh bagian atas dan kepala
pasien horizontal, kepala biasanya dapat berubah dalam posisi yang diinginkan
melalui tekanan dengan jari pada bagian belakang gigi insisif atas

93
Gambar 84. Menggerakkan kepala pasien secara lateral sekitar 30 °, kepala pasien
dimiringkan ke samping kanan atau kiri, dan pasien diminta untuk mengangkat
kepalanya. Dokter gigi kemudian menempatkan bantal dalam posisi miring sekitar
4 cm ke samping karena leher dipindahkan ke samping. Kemudian, kepala pasien
di arahkan ke bantal pada posisi yang diinginkan. Gerakan ini diperlukan dalam
rangka untuk menempatkan bidang kerja pada bidang simetris dan dapat melihat
tegak lurus. Lateroflexion adalah gerakan yang paling diabaikan dari kepala
pasien. Hal ini biasanya disebabkan karena sandaran kepala tidak nyaman

Gambar 85. Memutar kepala pasien sekitar sumbu axis ke kanan atau kiri
digunakan untuk mendapatkan posisi akhir dari bidang kerja yang diinginkan. Hal
ini akan menghasilkan posisi bidang kerja yang tepat dengan arah penglihatan,
ketika berada pada posisi duduk yang tepat. Tanpa gerakan lateoflexion, posisi ini
tidak dapat dicapai dan biasanya dokter gigi perlu membungkukkan punggung

94
atau kepala. Lateroflexion kanan kiri harus digunakan oleh dokter gigi yang
dominan kanan atau kidal.

g. Memposisikan pasien ketika dokter gigi bekerja dari arah belakang


Pasien perlu diposisikan dengan kedua kepala dan tubuh horizontal, baik
untuk tindakan pada rahang atas atau bawah, sebab 3 alasan:49
1. Untuk dapat bergerak bebas dari arah jam 8.30 – 12.30 dengan kaki
berada pada bagian belakang kursi pasien; untuk dokter gigi kidal,
pada arah jam 3.30 – 11.30. Tujuannya adalah untuk dapat bergerak
sebanyak mungkin selama tindakan dengan tetap berada pada
posisi dinamis

2. Asisten dokter gigi bisa duduk bersama dan sejajar dengan dokter
gigi.

3. Untuk dapat memposisikan gigi di mulut pasien (bidang kerja)


dalam jarak sependek mungkin dari dokter gigi, terutama penting
bagi dokter gigi kecil. Selain itu untuk menempatkan mulut sebisa
mungkin sejajar dokter gigi. Dengan cara ini dokter gigi terhindar
untuk membungkuk ke arah mulut.

Ketika tidak mungkin mendapatkan pandangan yang baik dari arah insisif bawah
dan premolar dengan menggerakkan dagu ke arah dada atau kepala ke atas pada
bantal atau sandaran kepala, maka bagian belakang kursi pasien diposisikan
sedikit miring.

95
Gambar 86. Dokter Gigi dengan posisi tegak simetris, dengan lengan di samping
tubuh bagian atas. Pasien diposisikan horizontal dan asisten gigi dapat duduk
sejajar dokter gigi dengan kaki sebelah kiri berada di bawah dental chair (Four
handed dentistry). Dokter gigi dapat menggerakkan kaki di semua posisi antara
arah jam 8.30 – 13.30 , sedangkan asisten gigi mampu mengikuti.

h. Posisi untuk mayoritas tindakan : arah jam 11.00


Dokter gigi dengan tangan kanan biasanya duduk pada arah jam 11.00.
(posisi dokter gigi kidal sekitar pukul 13.00 ). Posisi jam 12.00 tidak banyak
digunakan dan sering hanya bersifat sementara (tidak lebih dari 10%). Posisi
jam 11 juga memiliki keuntungan, yaitu asisten dokter gigi dapat duduk
dengan postur tubuh yang benar dan lurus dengan dokter gigi serta bisa duduk
cukup dekat dengan pasien.49 Dokter gigi yang duduk dengan cara ini juga
dekat ke instrumen dan akan sedikit melakukan tarikan instrumen. Bila
menggunakan posisi jam 11.00 sebagai posisi awal misalnya untuk
pemeriksaan dan perawatan berorientasi oklusal, ruang antara jam 11.00-12.00
/ 12.30 dapat digunakan ketika merawat permukaan gigi yang berorientasi ke
kiri, sehingga memberikan postur tubuh yang tepat tanpa membungkuk.49

96
Gambar 87. Untuk bekerja di posisi jam 11.00 kepala pasien diarahkan
lateroflexion ke kanan (kiri untuk dokter gigi kidal) dengan kepala pasien
diarahkan pada bidang simetris dari dokter gigi. Bantal di bawah leher
ditempatkan miring, sekitar 30 °, dan mendorong kepala beberapa sentimeter ke
bagian yang diinginkan.

Gambar 88. Menggunakan shell berbentuk headrest memungkinkan untuk


menempatkan bantal kerja di atasnya, sehingga meningkatkan keterbatasan ketika
memutar kepala pasien.

Lateroflexion kemudian harus diikuti dengan gerakan kecil dari tubuh pasien ke
arah yang sama untuk membuat posisi kepala lebih nyaman bagi pasien. Pastikan
bahwa ada dukungan yang cukup baik untuk leher pasien. Dalam pukul 11.00 atau
pukul 13.00 posisi jam 12.00 dapat ditiru. Tetapi, apabila tindakan tersebut juga
bisa dikerjakan pada posisi jam 12.00.45,49

Penjelasan:

Dengan posisi kepala pasien miring ke kanan (atau ke kiri untuk


menghindari tangan dokter gigi) dokter gigi mampu bekerja dalam postur tegak
simetris dengan lengan di samping tubuh bagian atas.6 Begitu bidang kerja
diposisikan di luar bidang simetris dari tubuh bagian atas, dokter gigi akan
mengangkat tangannya dan membungkuk ke samping, serta memutar tulang
97
belakang, sehingga posisi kepala menjadi tidak menguntungkan dan membebani
postur.4 Lateroflexion ke kanan kepala pasien juga menguntungkan untuk asisten
dokter gigi.

Kepala dan tubuh pasien harus diarahkan ke garis yang lebih atau kurang
lurus dengan lateroflexion kepala untuk membuat posisi yang nyaman bagi
pasien. Hal ini membutuhkan penyesuaian kembali dari kursi pasien untuk
mencapai hasil yang diinginkan. Sehingga, pasien dapat berbaring nyaman dengan
posisi segaris lurus pada jam 11.00, 12.00 dan 13.00 tanpa diganggu oleh desain
dental chair. Hal ini juga penting karena posisi berbaring yang nyaman bagi
pasien menghasilkan kondisi santai dan posisi yang benar dari kepala pasien.49

Seluruh jenis perawatan dilakukan pada posisi jam 11.00, termasuk pemeriksaan,
melaksanakan pemeriksaan periodontal, scaling dan polishing gigi, persiapan
permukaan oklusal di bawah dan atas rahang, perawatan endodontik dan
perawatan bukal di sisi kiri.

Aplikasi

Gambar 89. Aplikasi rahang bawah kiri, preparasi mahkota 36:

 Oklusal permukaan rahang bawah 45° miring ke belakang;


 Lateroflexion ke kanan;

98
 Memutar kepala pasien pada axis ke kanan untuk dapat
memperoleh gambaran yang cukup dari gigi 36 dan
sekitarnya;
 Sinar harus sejajar dengan arah pandang.

Gambar 90. Aplikasi rahang atas kiri, persiapan gigi 26 MO, dengan pandangan
tidak langsung:
 Permukaan oklusal rahang atas mundur sekitar 20-25 °;
 Lateroflexion ke kanan;
 Memutar kepala pasien pada axis ke kanan untuk
mendapatkan posisi yang tepat dari bidang kerja (fine
tuning);
 Sinar harus sejajar dengan arah pandang.

99
Gambar 91. Aplikasi rahang atas, kiri, persiapan bukal untuk mahkota,
dengan pandangan langsung:

 Permukaan oklusal rahang atas 20-25 ° mundur ke


belakang;
 Lateroflexion ke kanan;
 Memutar kepala pasien pada axis ke kanan untuk
mendapatkan posisi yang tepat dari bidang kerja (fine
tuning);
 Sinar harus sejajar dengan arah pandang.

100
Gambar 92. Aplikasi rahang bawah, lingual kanan, scaling dan polishing
gigi:
 Oklusal permukaan rahang bawah sekitar 40-45° miring
ke belakang;
 Lateroflexion ke kanan;
 Memutar kepala pasien pada axis, tergantung pada
posisi gigi, untuk mendapatkan posisi yang tepat dari
bidang kerja (fine tuning);
 Sinar harus sejajar dengan arah pandang.

i. Duduk di samping pasien, di posisi jam 8.30-10.00, untuk perawatan pada


rahang bawah

Untuk bekerja pada posisi jam 8.30-10.00 di rahang bawah, bagian belakang
kursi ditempatkan sedikit miring dan kepala pasien diputar ke depan dari
headrest atau bantal dan dagu diarahkan dada pasien sehingga bidang oklusal
rahang bawah diposisikan horizontal.

101
Gambar 93. Aplikasi untuk perawatan oklusal 46:
 Oklusal permukaan rahang bawah horizontal;
 Lateroflexion ke kanan;
 Memutar kepala pasien pada axis ke kanan untuk
mendapatkan posisi yang tepat dari bidang kerja (fine
tuning);
 Sinar harus sejajar dengan arah pandang.

102
Gambar 94. Aplikasi untuk perawatan rahang bawah, bukal bagian ke kiri,
lingual. Perawatan lingual gigi 36:

 Oklusal rahang bawah sekitar horizontal;


 Lateroflexion ke kiri;
 Memutar kepala pasien pada axis ke kiri untuk
mendapatkan posisi yang tepat dari bidang kerja (fine
tuning);
 Sinar harus sejajar dengan garis pandang

j. Duduk di samping pasien, di posisi jam 8.30-10.00, untuk perawatan rahang


atas

Aplikasi untuk persiapan tertentu dari permukaan bukal rahang atas, scaling
dan polishing, perawatan endodontik, serta perawatan yang jauh dari
permukaan palatinal rahang atas, misalnya persiapan mahkota.

103
Gambar 95. Aplikasi preparasi mahkota rahang atas bagian bukal 16:

 Permukaan oklusal rahang atas 20-25 ° mundur


kebelakang;
 Lateroflexion ke kiri;
 Memutar kepala pasien pada axis ke kanan untuk
mendapatkan posisi yang tepat dari bidang kerja (fine
tuning);
 Sinar harus sejajar dengan arah pandang .

Gambar 96. Ketika dokter gigi tidak dapat duduk secara simetris saat
preparasi pada rahang atas, posisi yang sesuai dapat dilakukan dengan teknik
pandangan tidak langsung menggunakan cermin. Caranya, sinar sejajar dengan
arah pandang. Instrumen ditempatkan dalam bidang penglihatan, dalam posisi
terdekat dengan kondisi menggenggam secara alami, tanpa mengangkat lengan

104
dan bahu atas. Memegang instrumen dengan cara seperti memegang pena yang di
modifikasi (kekuatannya 4 kali lebih besar dibandingkan dengan pegangan pena
normal); dan aplikasi four handed dentistry. Posisi ini untuk preparasi regio kanan
dan rahang atas.49

k. Kombinasi posisi kerja stabil dan aktif dengan metode kerja yang dinamis.
Dokter gigi harus memenuhi dua kondisi untuk mencapai cara kerja yang
sehat
Kondisi yang harus diperoleh:
1. Duduk simetris tegak pada postur aktif dan
2. Membuat gerakan sebanyak mungkin selama melakukan tindakan
Dokter gigi perlu mengubah mode statisnya dalam bekerja dengan secara
konstan mengubah posisi duduk, menghindari membungkukkan kepala dan
tubuh bagian atas, serta menghindari mengangkat lengan. Hal ini bertujuan
agar dokter gigi selalu duduk dalam posisi benar, baik dalam bergerak maupun
dalam menggerakkan kepala pasien, seperti yang telah dijelaskan di awal.
Ketika dokter gigi perlu merubah posisi instrumen dan bekerja diluar garis
simetri demi mendapatkan pandangan yang baik, maka dokter gigi harus
merubah posisi pasien, bukan dengan membungkukkan kepala atau badannya.
Hal ini berarti dokter gigi harus belajar untuk mengkombinasikan perubahan
posisi kepala pasien dengan bergerak sebanyak mungkin disekitar kepala
pasien. Sehingga, dokter gigi mendapatkan alternatif lain kontraksi dan
relaksasi otot tubuh, sehingga mendapatkan fungsi tubuh yang sesuai.49
Pusat posisi kerja dokter gigi sekitar posisi jam 11.00 tetapi, dokter gigi
juga dapat bekerja antara jam 8.30-12.30 (atau 3.30-11.30).
Ketika melakukan treatment atau memeriksa permukaan mulut pasien di
bagian kiri maka dokter gigi bekerja di arah jam 12.00 sementara kepala
pasien dimiringkan ke kanan. Ketika melakukan treatment atau memeriksa
permukaan mulut pasien di bagian kanan posisi dokter gigi di sebelah kanan
pasien dan bekerja di arah jam 10.00 atau 9.00, sementara kepala pasien
dimiringkan ke kiri atau bila perlu dengan lateroflexion kiri. Dokter gigi
berada di posisi tengah ketika perawatan pada bagian oklusal.47,48
Prinsip kerja: melakukan perpindahan sehingga mencegah kepala dan
tubuh membungkuk serta mencegah terbentuknya postur yang statis.

105
Gambar 97. Ketika melakukan perawatan di dalam mulut bagian kiri, maka:
o Posisi kerja dokter gigi pindah ke arah jam 12.00

o Kepala pasien berubah ke arah yang berlawanan.

Aplikasi: misalnya perawatan scaling dan polishing pada


bukal rahang bawah:

 Permukaan oklusal rahang bawah 40/45 ° miring ke


belakang;
 Lateroflexion ke kanan;
 Memutar kepala pasien ke kanan untuk mendapatkan
posisi yang tepat dari bidang kerja (fine tuning);
 Sinar harus sejajar dengan arah pandang.

106
Gambar 98. Ketika melakukan perawatan mulut bagian kanan,maka:

 Posisi kerja dokter gigi pindah ke arah jam 09.00

 Kepala pasien berubah ke arah yang berlawanan ke


kiri dan bila perlu juga berubah di lateroflexion ke
kiri.

Aplikasi: misalnya preparasi mahkota rahang atas bagian


bukal 16, atau scaling dan polishing, bagian bukal di rahang
atas bagian kanan.

 Permukaan oklusal rahang atas 20-25 ° mundur ke


belakang;
 Lateroflexion ke kiri;
 Memutar kepala pasien pada axis ke kanan untuk
mendapatkan posisi yang diinginkan;
 Sinar harus sejajar dengan arah pandang.

107
Gambar 99. Ketika melakukan perawatan bagian lingual atau palatinal, posisi arah
jam 11.00 dapat digunakan.

Aplikasi: misalnya scaling dan polishing gigi 36 bagian lingual (preparasi


mahkota):

 Permukaan oklusal 40-45 ° miring ke belakang;


 Lateroflexion ke kanan;
 Memutar kepala pasien lebih atau kurang ke kanan untuk fine
tuning;
 Sinar lampu harus sejajar dengan arah pandang.

Posisi Kerja Saat Scalling7,8

1. Posterior Kanan Rahang Atas: aspek fasial (Molar)

Posisi operator : di sebelah pasien

Pencahayaan : langsung

Penglihatan : langsung (tidak langsung

untuk permukaan distal dari molar)

Retraksi : kaca mulut atau jari lainnya

108
Jari lainnya : ekstraoral, telapak tangan. Punggung jari tengah dan jari manis

terletak pada lateral mandibula.

2. Posterior Kanan Rahang Atas: aspek fasial (Premolar)

Posisi operator : di sebelah

atau di belakang pasien

Pencahayaan: langsung

Penglihatan : langsung

Retraksi : kaca mulut atau jari

lainnya

Jari lainnya : ekstraoral, telapak

tangan. Jari manis berada pada

permukaan oklusal gigi sebelahnya.

3. Posterior Kanan Rahang Atas: aspek palatal

Posisi operator : di sebelah

atau depan pasien

Pencahayaan : langsung dan

tidak langsung

Penglihatan : langsung dan

tidak langsung

Retraksi : -

109
Jari lainnya : ekstraoral, telapak tangan. Punggung jari tengah dan jari manis

terletak pada lateral mandibula.

Posisi operator: di depan

pasien

Pencahayaan : langsung

Penglihatan : langsung

Retraksi :-

Jari lainnya : intraoral,

telapak tangan, jari.

Jari telunjuk tangan

yang tidak bekerja

berada di permukaan oklusal dari gigi poserior kanan rahang atas. Jari

manis dari tangan yang bekerja pada jari telunjuk tangan yang tidak

bekerja.

4. Anterior Rahang Atas: aspek fasial

Posisioperator :di belakang

pasien

Pencahayaan : langsung

Penglihatan : langsung

Retraksi : jari telunjuk dari jari

yang tidak bekerja

110
Jari lainnya : intraoral, telapak tangan. Jari manis pada incisal edge pada gigi

sebelah.

Posisi operatordi depan pasien

Pencahayaan : langsung

Penglihatan : langsung

Retraksi : jari telunjuk dari jari yang

tidak bekerja

Jari lainnya : intraoral, telapak tangan.

Jari manis pada incisal edge atau permukaan labial pada gigi sebelah

5. Anterior Rahang Atas: aspek palatal

Posisi operator : di belakang pasien

Pencahayaan : tidak langsung

Penglihatan : tidak langsung

Retraksi :-

Jari lainnya : intraoral, telapak

tangan. Jari manis pada incisal edge pada

gigi sebelah

111
6. Posterior Kiri Rahang Atas: aspek fasial

Posisi operator :di samping

atau belakang pasien

Pencahayaan : langsung atau

tidak langsung

Penglihatan : langsung atau

tidak langsung

Retraksi : kaca mulut

Jari lainnya : ekstraoral, telapak tangan. Permukaan depan dari jari tengah dan

jari manis pada lateral mandibula sebelah kiri.

Posisi operator :di samping atau

belakang pasien

Pencahayaan : langsung atau tidak

langsung

Penglihatan : langsung atau tidak

langsung

Retraksi: kaca mulut

Jari lainnya : intraoral, telapak tangan. Jari manis pada incisal edge atau

permukaan oklusal dari gigi sebelah.

7. Posterior Kiri Rahang Atas: aspek lingual

112
Posisi operator :di depan

pasien

Pencahayaan : langsung

Penglihatan : langsung

Retraksi :-

Jari lainnya: intraoral. Jari manis

pada incisal edge dari gigi

anterior rahang bawah atau

permukaan fasial dari premolar

rahang bawah, diperkuat dengan jari telunjuk dari tangan yang tidak bekerja

Posisi operator:di depan pasien

Pencahayaan : langsung dan tidak

langsung

Penglihatan : langsung dan tidak

langsung

Retraksi :-

Jari lainnya : ekstraoral, telapak

tangan. Permukaan depan dari jari

tengah dan jari manis pada permukaan lateral dari mandibula

Tangan yang lainnya memegang kaca mulut sebagai pencahayaan tidak langsung.

113
Posisi operator :di samping

atau depan pasien

Pencahayaan : langsung

Penglihatan : langsung

Retraksi :-

Jari lainnya : intraoral, telapak

tangan. Jari manis pada incisal edge

atau permukaan oklusal dari gigi sebelah

8. Posterior Kiri Rahang Bawah: aspek fasial

Posisi operator :di samping

atau belakang pasien

Pencahayaan : langsung

Penglihatan : langsung atau tidak

langsung

Retraksi : kaca mulut atau jari

telunjuk

Jari lainnya : intraoral, telapak

tangan. Jari manis pada incisal edge atau permukaan oklusal dari gigi sebelah

114
9. Posterior Kiri Rahang Bawah: aspek lingual

Posisi operator :di samping ataudepan

pasien

Pencahayaan: langsung dan tidak langsung

Penglihatan : langsung

Retraksi : kaca mulut menahan lidah

Jari lainnya : intraoral, telapak tangan.

Jari manis pada incisal edge atau

permukaan oklusal dari gigi sebelah.

10. Anterior Rahang Bawah: aspek fasial

Posisi operator :di depan pasien

Pencahayaan : langsung

Penglihatan : langsung

115
Retraksi : jari telunjuk dari tangan yang tidak bekerja

Jari lainnya : intraoral, telapak tangan. Jari manis pada incisal edge atau

permukaan oklusal dari gigi sebelah

Posisi operator :di belakang pasien

Pencahayaan : langsung

Penglihatan : langsung

Retraksi : jari telunjuk atau jempol

dari tangan yang tidak bekerja

Jari lainnya : intraoral, telapak

tangan. Jari manis pada incisal edge

atau permukaan oklusal gigi sebelah

11. Anterior Rahang Bawah: aspek lingual

Posisi operator :di belakang pasien

Pencahayaan : langsung dan tidak

langsung

Penglihatan : langsung dan tidak

langsung

Retraksi : kaca mulut menahan lidah

Jari lainnya : intraoral, telapak tangan. Jari manis pada incisal edge atau

permukaan oklusal gigi sebelah

Posisi operator :di depan pasien

Pencahayaan : langsung dan tidak langsung

116
Penglihatan : langsung dan tidak langsung

Retraksi : kaca mulut menahan lidah

Jari lainnya : intraoral, telapak tangan. Jari manis pada incisal edge atau

permukaan oklusal gigi sebelah.

12. Posterior Rahang Bawah: aspek bukal

Posisi operator :di sebelah atau depan pasien

Pencahayaan : langsung

Penglihatan : langsung

Retraksi : kaca mulut atau jari telunjuk

dari tangan lainnya

Jari lainnya : intraoral, telapak tangan.

Jari manis pada incisal edge atau permukaan

oklusal gigi sebelah

13. Posterior Kanan Rahang Bawah: aspek lingual

Posisi operator :di depan pasien

Pencahayaan : langsung dan tidak langsung

Penglihatan : langsung dan tidak langsung

Retraksi : kaca mulut menahan lidah

Jari lainnya : intraoral, telapak tangan.

Jari manis pada incisal edge atau permukaan

oklusal gigi sebelah

117
DAFTAR PUSTAKA

1. Putri MH, Herijulianti E, Nurjannah N. Ilmu pencegahan penyakit jaringan


keras dan jaringan pendukung gigi. Jakarta: EGC; 2012. hlm. 54, 56-58,
85-89.

2. Carranza FA. Clinical Periodontology. 10th ed. Philadelphia:WB


Saunders; 2006
3.
4.
5. Reddy, Shantipriya. Essentials of clinical periodontology and periodontics.
2nd. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd. 2008. p. 57-9.
6. Marya. A textbook of public health dentistry. 1st. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers (P) Ltd. 2011. p. 273-4.
7. Nield-Gehrig, Jill Shiffer, Willmann, Donald E. Foundations of
periodontics for the dental hygienist. 2nd. US: Lippincott Williams &
Willkins, a Wolters Kluwer Business. 2008. p. 72-5.
8. CM Marya.2011.Public Health Dentistry.New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers.
9. Nirmaladewi A, Handajani J, Tandelilin RTC. Status Saliva dan
Gingivitis Pada Penderita Gingivitis Setelah Kumur Epigaloca
Techingallate (EGCG) Dari Ekstrak Teh Hijau (Camellia Sinensis).
Bagian Biologi Mulut FKG UGM.
10. Marsh PD. Microbiological Aspects OF The Chemical Control Of
Plaque and Gingivitis. Journal Dental Research July 1992 ; 71 (7) :
1431 – 1438.

118
11. Manson J D, Eley BM. Buku ajar periodonti (outline of periodontics). 2nd
Ed. Ahli bahasa: Anastasia S. Editor ; Kentjana S. Hipokrates; Jakarta.
1993. p 44-7; 66-71; 101-2
12. Barnes I. Perawatan Gigi Terpadu Untuk Lansia. Jakarta : Penerbit buku
kedokteran EGC ; 2006.
13. Mustaqimah DN. Inflamasi gingiva dan penanggulangan praktisnya.
Cakradonya Dental Journal 1st ed. 2009 : 1 – 12.
14. Putri MH, Herijulianti E, Nurjannah N. Ilmu Pencegahan Penyakit
Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi. Preventive Dentistry.
Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC; 2010.
15. Steenberghe V, Berglundh DT, and Lindhe J. Clinical Periodontology and
Implant Dentistry fourth edition. Section 1 : Blackwell, Munksgaard 2005.
p : 269 – 275.
16. Daliemunthe SH. Perdarahan Gingiva Untuk Mendeteksi Penyakit
Periodontal Secara Dini dan Memotivasi Pasien. Dentika Dental Journal
2001 ; 6 (2) : 278 -283.
17. Lindhe J, Karring T, and Lang NP. Clinical Periodontology and Implant
Dentistry fourth edition. Section 1 : Blackwell, Munksgaard 2005. Chapter
12. p : 269 – 275.
18. Rachmawati, Ranny. Cara Efektif Menghentikan Kebiasaan Merokok pada
Pasien dengan Penyakit Periodontal. Jurnal Ilmiah Kedokteran Gigi
PPDGS FKG UI 2009 ; 6 (2) : 57 - 62.
19. Rateitschak EM, Wolf HF, Hassel TM. Color Atlas Of Periodontology.
Plaque Indices, Epidemiology and Indices, and Gingival indices. p : 9 –
32.
20. Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA. Carranza’s
clinical periodontology. 11th ed. Philadelphia: W. B. Saunders Company.
2012. p.71-75;127-169
21. Denis F. Kinane, Andrea Mombelli. Periodontal Disease. Karger. 2012.
p.27-30;75;95;104-110;130-145
22. Jan Lindhe & Thorkild Karring. Clinical Periodontolody and Implant
Dentistry 4th Edition. Denmark: Blackwell Munksgard; 2003.
23. Fedi, dkk.Silabus Periodonti. Jakarta: EGC; 2004.

119
24. Manson, J. D. & Elley, B. M..Buku Ajar Periodonti Edisi 2. Jakarta:
Hipokrates; 1993.
25. Valarie Clerehugh, Aradhna Tugnait and Robert Genco.Periodontology at
Glance. USA: Wiley-Blackwell; 2009.
26. Debora C. Matthews & Moe Tabesh. Detection of localized teeth-related
factors that predipose to periodontal infections. Blackwell Munksgard.
2004;34:136-150.
27. Hani Fadel. Periodontal Disease and Systemic Condition. Journal of
Periodontololgy. 82: 1 - 42, 2011.
28. Mealey BL, Ocampo GL. 2007. Diabetes mellitus and periodontal disease.
Journal compilation Ó 2007 Blackwell Munksgaard. Vol. 44, 2007, 127–
153.
29. Bonjak A, PlanEak D, CuriloviE Z. Advances in the Relationship between
Periodontitis and Systemic Diseases. Acta Stomat Croat 2001; 267-271
30. Alexandrina L. D. Etiology and pathogenesis of periodontal disease.
London: Springer. 2010: 98.
31. Jan L. Clinical periodontology and implant dentistry 4 th ed. UK: Blackwell
Publishing Company . 2003: 162.
32. Walter B. H. Critical decisions In periodontology 4th ed. Spain: Bc Decker
Inc. 2003: 47.
33. Dowd, Frank. Mosby’s review for the NBDE. 2 nd ed. United state: Mosby
Inc. 2015: 268-9.
34. American Dental Association.2014. p.1-4.

35. Krismariono A. Prinsip-prinsip dasar scaling dan root planing dalam


perawatan periodontal. Periodontic journal; 2009; 1: 33

36. Mans JD. & Eley BM. Buku ajar periodonti edisi 2. Jakarta: Hipokrates;
1993.
Hal: 1-4, 49-53,152-4
37. Rateitschak E M. Klaus H. Wolf H F. Hassel T M. Color Atlas of
Periodontology. New York. Thieme Inc. 1985: 122-124

38. Nield-Gehrig JS, Wilmann DE. Foundations of periodontics for the dental
hygienist. USA: Lippincott Williams& Wilkins. 2003

120
39. Nield-Gehrig JS. Fundamentals of periodontal instrumentation &
advanced root instrumentation. USA: Lippincott Williams & Wilkins.
2008
40. Bonito AJ, Lux L, Lohr KN. Impact of Local Adjuncts to Scaling and Root
Planing in Periodontal Disease Therapy: A Systematic Review. J
Periodontol 2005;76:1227-1236.
41. Pallasch TJ. Antibacterial and Antibiotic Drugs CH 39 Pharmacology and
Theraputics for Dentisry 5th ed. Mosby. 2004.
42. Herrera D, Sanz M, Jepsen S. Needleman I, Roldan S. A systematic review
on the effect of systemic antibiotic as an adjunct to scaling and root
planing in periodontitis patients. J Clinical Periodontology 2002;
29(Suppl. 3):136-159.
43. AJ Bonito, KN Lohr, L Lux, S Sutton, A Jackman, L Whitener, and C
Evensen. Effectiveness of Antimicrobial Adjuncts to Scaling and Root‐
Planing Therapy for Periodontitis: Summary. AHRQ Publication Number
04‐E014‐1, January 2004.
44. Biswas R, Vinov S, Vikas J, Sanna R. Mucoskeletal disorders and
ergonomic risk factors in dental practice. Indian J Den Sci, 2012;4(1):70-4.
45. Hoekwerda O, Rolf de R, Shandra S. Adopting a healthy sitting working
posture during patient treatmnent. Optergo, 2006; pp.1-30.
46. Singh N, Ankita J, Nidhi S, Astha C, Rahila R. Application of four-handed
dentistry in clinical practice, a review. Int J Dent Med Res, 2014; 1(1):8-
13.
47. Ivona K, Georgiev Z, Dimova C, Sabanav E, Petrovski M, Fotea K.
Ergonomics at dentistry. Science & Technology, 2014; 4(1):83-6.

121

Você também pode gostar