Você está na página 1de 98

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT

TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN


DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG

DJUMADI PARLUHUTAN P.

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Analisis Dampak Penambangan


Pasir Laut Terhadap Perikanan Rajungan Di Kecamatan Tirtayasa Kabupaten
Serang” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.

Bogor, A p r i l 2007

Djumadi Parluhutan P.
C551030274
ABSTRAK

DJUMADI PARLUHUTAN P. Analisis Dampak Penambangan Pasir Laut


Terhadap Perikanan Rajungan di Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang.
Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan RONNY IRAWAN WAHYU.

Pemerintah Daerah Kabupaten Serang telah memberikan perijinan


penambangan pasir laut kepada PT. Jet Star yang telah melakukan penambangan
pasir laut di Kecamatan Tirtayasa sejak September tahun 2003 sampai dengan
tahun 2005. Penambangan pasir laut telah berdampak pada perikanan tangkap
khususnya rajungan. Rajungan (Portunus pelagicus) termasuk krustasea demersal
dengan habitat pasir.
Penelitian ini bertujuan menganilisis dampak penambangan pasir laut
terhadap perikanan rajungan. Uji T digunakan untuk membandingkan produksi
rajungan sebelum dan setelah adanya penambangan pasir laut. Analisis regresi
digunakan untuk mengetahui hubungan antara produksi pasir laut dengan
produksi rajungan. Aspek ekonomi dinilai dengan valuasi ekonomi melalui
metode perubahan surplus produsen.
Hasil penelitian menunjukan bahwa produksi rajungan menurun secara
signifikan setelah adanya penambangan pasir laut. Lebar karapas dan bobot tubuh
juga menurun setelah adanya penambangan pasir laut. Analisis regresi
menunjukan bahwa setiap kenaikan produksi pasir laut akan menurunkan produksi
rajungan. Terdapat perubahan surplus produsen sebesar Rp.10.046.625.000,-
setiap tahun. Penambangan pasir laut juga telah berdampak terhadap pola
penangkapan nelayan rajungan.
Pemerintah Daerah Kabupaten Serang perlu membuat peraturan daerah
mengenai penambangan pasir laut secara khusus yang didasarkan peraturan
daerah tentang tata ruang laut dan pesisir. Pemerintah daerah juga perlu membuat
suatu program dan penelitian untuk meminimalkan dampak negatif penambangan
pasir laut.

Kata kunci : penambangan pasir laut, rajungan, Kabupaten Serang.


ABSTRACT

DJUMADI PARLUHUTAN P. Impact Analysis of Sand Mining on The


Swimming Crab Fishery in Tirtayasa, Serang Regency. Under direction of
AKHMAD FAUZI and RONNY IRAWAN WAHYU.

The government of Serang District has given the policy to sand mining on
coastal fisheries and PT Jetstar has exploited sand on coastal fisheries in Tirtayasa
since September 2003 up to 2005. Sand mining has influenced on coastal fisheries
especially to the swimming crab (Portunus pelagicus). Swimming crab is a
demersal crustacea with habitat muddy sand.
The objective of the research is to analyze the impact of sand mining on
the swimming crab fishery. T test analysis was used to compare the production of
swimming crabs before and after sand mining. Regression analysis was use to
analyze correlation between sand mining production and swimming crabs
production. Economic valuation was obtained by using surplus producer method.
The result of this research show that the swimming crabs production has
decrease and there is significantly after sand mining activity. Carapace Wide
(CW) and Body Weight (BW) has decreased after sand mining. The result of
regression analysis shows that increasing the production of sand mining has an
impact towards decreasing of swimming crab production. There is decreasing of
surplus producers Rp. 10.046.625.000, - for a year. The sand mining has
influenced to the pattern of fishing for the crab fishers activities.
In the future, the government needs to establish the regulation of marine
and coastal zone, special regulation sand mining on coastal, sustainable fisheries
program and research to minimize negative impact of sand mining activities.

Key words : sand mining, swimming crab, Serang Regency


© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor
Tahun 2007
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis
dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT
TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN
DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG

DJUMADI PARLUHUTAN P.

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : Analisis Dampak Penambangan Pasir Laut Terhadap


Perikanan Rajungan di Kecamatan Tirtayasa Kabupaten
Serang
Nama : Djumadi Parluhutan P.
NRP : C 551030274
Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc. Ir. Ronny I. Wahyu, M. Phil.


Ketua Anggota

Diketahui,

Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB


Ketua

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 19 April 2007 Tanggal Lulus :


PRAKATA

Syukur kepada Tuhan atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat


menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul Dampak Penambangan Pasir Laut
Terhadap Perikanan Rajungan di Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang. Tesis
ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan dan memperoleh
gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Kelautan, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Dengan penuh rasa hormat dan tulus penulis mengucapkan terimakasih
kepada bapak Dr.Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc. dan Ir. Ronny I. Wahyu, M.Phil.
selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan waktu dan pikiran serta
memberikan saran, bimbingan dan petunjuk yang sangat berarti. Ucapan
terimakasih juga kami sampaikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Serang,
Dinas Perikanan dan Kelautan yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk
mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. Ucapan terimakasih juga
kami sampaikan kepada semua pihak di jajaran Pemerintah Daerah Kabupaten
Serang dan rekan - rekan TKL yang telah membantu penulis dalam penelitian,
penulisan tesis dan penyelesaian studi. Terimakasih juga kami sampaikan kepada
orangtua, mertua, dan keluarga serta istri dan putri tercinta atas dukungan dan doa
untuk penulis.
Penulis mengharapkan saran dan kritik demi penyempurnaan penelitian
penulis.

Bogor, April 2007

Penulis
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 23 Januari 1970 sebagai


putra ketujuh dari delapan bersaudara pasangan Bapak S.T. Pandjaitan dan
Ibu T. Simandjuntak (Alm.) Pendidikan penulis dari SD hingga SMU ditempuh di
Kota Bandung.
Penulis lulus SMA tahun 1988 dan pada tahun 1990 penulis diterima di
Program Studi Pengolahan Hasil Perikanan, Universitas Brawijaya Malang dan
selesai pada tahun 1996. Pada tahun 1996 penulis bekerja sebagai Supervisor di
CP Bahari, Lampung dan tahun 1998 menjadi PNS pada Departemen
Transmigrasi yang ditempatkan di Kanwil Banda Aceh. Pada tahun 2000 penulis
pindah ke Kanwil Jawa Barat dan ditempatkan di Kandep Serang. Pada tahun
2000 penulis menjadi pegawai Pemerintah Daerah Kabupaten Serang dan bertugas
pada Dinas Perikanan dan Kelautan. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan
pendidikan pada Program Studi Teknologi Kelautan, Sub Program Perencanaan
Pembangunan Kelautan Perikanan, SPs-IPB.
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL. .................................................................................................. viii


DAFTAR GAMBAR. ............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN. .......................................................................................... xi
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang . ....................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah . ............................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian. .................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian. .................................................................................. 4
1.5 Kerangka Pemikiran. ................................................................................ 4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sumberdaya. ........................................................................... 8
2.2 Klasifikasi Sumberdaya Alam. ................................................................ 9
2.3 Penilaian Ekonomi Sumber Daya. ........................................................... 12
2.4 Teknik Pengukuran Nilai Ekonomi. ......................................................... 15
2.4.1 Pengukuran Nilai Ekonomi Barang dan Jasa yang
Diperdagangkan (traded). .............................................................. 15
1) Surplus. .................................................................................... 15
2) Surplus Konsumen. .................................................................. 16
3) Surplus Produsen. .................................................................... 17
4) Rente Sumberdaya. .................................................................. 18
2.4.2 Teknik Penilaian Non Pasar Sumber Daya Alam dan Lingkungan 18
2.5 Sumber Daya Pasir Laut. ......................................................................... 19
2.6 Sumber Daya Rajungan. ......................................................................... 21
2.6.1 Sistematika Rajungan. .................................................................... 22
2.6.2 Habitat dan Penyebaran. ................................................................ 23

v
2.7 Dampak Penambangan Pasir Laut. ........................................................... 25
2.7.1 Aspek Ekonomi. ............................................................................ 25
2.7.2 Aspek Lingkungan. ....................................................................... 25
2.7.3 Aspek Sosial. ................................................................................. 26
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode dan Lokasi Penelitian. ................................................................. 28
3.2 Jenis dan Sumber Data. ............................................................................ 28
3.3 Metode Pengambilan Contoh atau Data. ................................................. 28
3.4 Analisis Data. ........................................................................................... 29
3.4.1 Uji Perbedaan Produksi. ................................................................. 29
3.4.2 Kualitas Rajungan. ......................................................................... 30
3.4.3 Analisis Hubungan Produksi Pasir Laut-Produksi Rajungan. ....... 30
3.4.4 Surplus Produsen. .......................................................................... 31
4. KEADAAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN
4.1 Kondisi Umum. ........................................................................................ 33
4.2 Kondisi Perikanan Tangkap dan Budidaya Tambak. ............................... 34
4.3 Keadaan Umum Kecamatan Tirtayasa. .................................................... 40
4.4 Karakteristik Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Penelitian. . 44
4.5 Karakteristik Responden. ......................................................................... 55
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Daerah Penangkapan Ikan dan Kawasan Penambangan Pasir Laut. ........ 57
5.2 Produksi Rajungan. .................................................................................. 57
5.3 Produksi Rajungan Sebelum dan Setelah Penambangan Pasir Laut. ....... 58
5.4 Kualitas Produksi Rajungan. .................................................................... 59
5.5 Ijin Pertambangan dan Produksi Pasir Laut. ............................................ 60
5.6 Biofisik Perairan. ..................................................................................... 62
5.7 Regresi Produksi Pasir Laut Terhadap Produksi Rajungan. ................... 64
5.8 Perubahan Surplus Produsen. ................................................................... 65
5.9 Implikasi Kebijakan . ............................................................................... 68

vi
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan. ............................................................................................. 72
6.2 Saran. ........................................................................................................ 72
DAFTAR PUSTAKA . ........................................................................................... 74
LAMPIRAN

vii
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Siklus perkembangan hidup dan habitat rajungan (Portunus pelagicus) ... 24

2. Produksi perikanan tangkap/budidaya Kabupaten Serang tahun 2003 ...... 34

3. Produksi (ton) perikanan laut Kabupaten Serang menurut kecamatan ...... 35

4. Nilai produksi (Rp. 1000) perikanan laut Kabupaten Serang menurut


kecamatan. ..................................................................................................
35

5. Produksi perikanan laut menurut jenis ikan tahun 2002-2003. .................. 36

6. PDRB Kabupaten Serang dan kontribusi sektor perikanan terhadap


PDRB. ........................................................................................................
37

7. Jumlah armada penangkapan nelayan menurut kecamatan. ...................... 37

8. Jumlah alat tangkap di Kabupaten Serang tahun 2003. ............................. 38

9. Perkiraan pendapatan nelayan dan buruh nelayan pada beberapa alat


tangkap di Teluk Banten tahun 1998-1999. ...............................................
39

10. Luas tambak menurut kecamatan. .............................................................. 40

11. Jumlah rumah tangga petani tambak dan luas areal tambak di Kabupaten
Serang. ........................................................................................................
40

12. Jumlah penduduk Kecamatan Tirtayasa. .................................................... 41

13. Luas penggunaan lahan di Kecamatan Tirtayasa (ha.). ............................. 42

14. Pemanfaatan lahan di Kecamatan Tirtayasa pada desa-desa pengamatan 42

15. Jumlah lulusan tiap jenjang pendidikan di Kecamatan Tirtayasa. ......... 42

v
16. Bagian, bahan dan ukuran jaring rajungan yang digunakan nelayan
Kecamatan Tirtayasa. .................................................................................
45

17. Bagian, bahan dan ukuran bubu lipat. ........................................................ 49

18. Jumlah kapal dan nelayan di desa-desa pengamatan di Kecamatan


Tirtayasa. ....................................................................................................
53

19. Karakteristik responden di wilayah penelitian. .......................................... 55

20. Perbandingan kualitas rajungan. ................................................................ 60

21. Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air di lokasi


penambangan. .............................................................................................
63

22. Dampak penambangan terhadap perubahan surplus produsen. ................. 66

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Alur kerangka penelitian. .............................................................. 6

2. Pandangan terhadap sumberdaya alam. ........................................ 10

3. Klasifikasi sumberdaya alam. ....................................................... 11

4. Surplus konsumen, surplus produsen dan rente sumberdaya. ...... 17

5. Rajungan (Portunus pelagicus). ................................................... 22

6. Siklus hidup rajungan. (Portunus pelagicus)................................. 23

7. Pengukuran rajungan (Portunus pelagicus). ................................. 30

8. Produksi rajungan dan pasir laut. .................................................. 58

9. Mekanisme pengelolaan pertambangan. ....................................... 61

10. Skema pengurusan ijin pertambangan daerah. .............................. 61

11. Regresi produksi pasir laut terhadap produksi rajungan. .............. 65

12. Surplus produsen sebelum dan setelah penambangan. .................. 68

x
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Uji T produksi rajungan . ........................................................................... 78

2. Rata-rata dan standar deviasi ukuran rajungan. ......................................... 79

3. Perhitungan perubahan surplus produsen ................................................... 80

4. Regresi produksi pasir laut terhadap produksi rajungan. ........................... 81

5. Peta zona daerah penangkapan ikan, kedalaman 0-5m. ............................ 82

6. Peta zona daerah penangkapan ikan, kedalaman 5-10m. .......................... 83

7. Peta zona daerah penangkapan ikan, kedalaman 10-15m . ....................... 84

8. Peta karakteristik pantai dan kuasa pertambangan pasir laut . ................... 85

xi
1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sumber daya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan, dan lain-
lain merupakan sumber daya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia.
Hilangnya atau berkurangnya ketersediaan sumber daya tersebut akan berdampak
sangat besar bagi kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi ini.
Sumber daya alam seperti hutan, ikan dan pasir laut merupakan sumber
daya yang tidak saja mencukupi kebutuhan hidup manusia, namun juga
memberikan kontribusi yang cukup besar bagi kesejahteraan suatu bangsa.
Pengelolaan sumber daya alam yang baik akan meningkatkan kesejahteraan umat
manusia. Oleh karena itu, persoalan mendasar sehubungan dengan pengelolaan
sumber daya alam adalah bagaimana mengelola sumber daya alam tersebut agar
menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi manusia dengan tidak
mengorbankan kelestarian sumber daya alam itu sendiri ( Fauzi, 2004).
Pasir laut adalah salah satu sumber daya alam yang bersifat tidak dapat
pulih (non renewable resource) yang telah lama dimanfaatkan dan akhir-akhir ini
menjadi hal penting baik pada skala nasional maupun daerah. Pasir laut adalah
bahan galian pasir yang terletak pada wilayah perairan Indonesia yang tidak
mengandung unsur mineral golongan A dan/atau B dalam jumlah yang berarti
ditinjau dari segi ekonomi pertambangan, Keppres No. 33 Tahun 2002
(Sekretaris Kabinet, 2002).
Selama bertahun-tahun sejak akhir tahun delapan puluhan hingga saat ini
pasir laut telah dieksploitasi secara besar-besaran dengan kapal-kapal pengeruk.
Penambangan pasir laut ada yang dilakukan secara legal maupun illegal. Pasir
tersebut dijual ke Singapura dan digunakan oleh negara tersebut untuk
mereklamasi pantainya sehingga negara pulau itu bertambah luasnya. Jadi pasir
laut itu hanya dinilai sebagai tanah urugan (land-fill), dan karena dibeli dalam
jumlah yang sangat besar, harganya menjadi sangat rendah.
Pemerintah memutuskan untuk melarang ekspor pasir laut sampai batas
waktu yang belum ditentukan. Kebijakan itu dikeluarkan untuk menertibkan
penambangan pasir laut serta mengatur kembali tata niaga ekspor pasir laut yang
selama ini dilakukan secara bebas. Menurut menteri perindustrian dan
perdagangan, salah satu masalah dalam ekspor pasir laut adalah banyaknya izin
yang dikeluarkan instansi pemerintah, seperti dari kantor Dinas Departemen
Pertambangan dan Sumber Daya Mineral. Selain itu, penambangan dan ekspor
pasir laut juga tidak terkontrol. Akibatnya berdampak terhadap lingkungan dan
menurunkan harga jual pasir laut. Tujuan penghentian sementara ekspor pasir laut
ini adalah untuk melakukan penataan kembali penambangan dan ekspor pasir
laut. Pengawasan ekspor pasir laut itu kemungkinan besar akan dilakukan dengan
menggunakan sistem kuota yang diatur oleh pemerintah daerah dan asosiasi
pelaku usaha pasir laut itu sendiri.
Penggalian pasir laut di sejumlah daerah di Indonesia masih perlu
dilakukan, mengingat beberapa pelabuhan masih perlu digali agar dapat disandari
kapal dan hasil pasir laut bisa diekspor atau dijadikan sebagai bahan reklamasi.
Bila dikelola dengan baik, maka ekspor pasir laut dapat menguntungkan bagi
Indonesia karena menghasilkan devisa bagi negara (Kompas, 22 Oktober 2003).
Pemerintah Kabupaten Serang menerbitkan SK No.541.35/1750/2003
tentang penghentian sementara penambangan pasir laut terhitung 6 November
2003. Sejak beroperasinya kapal pengeruk pasir tersebut telah berdampak
terhadap kegiatan perikanan di wilayah perairan sekitarnya. Kegiatan
penambangan pasir laut tersebut juga tidak memberikan kontribusi kepada
masyarakat setempat. Perusahaan penambangan pasir laut juga telah memperluas
operasi pengerukan pasir laut. Pada awalnya kapal pengeruk pasir laut hanya
beroperasi di sepanjang pantai Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa, tetapi
perusahaan itu juga telah melakukan operasi pengerukan sepanjang pantai
Kecamatan Tirtayasa. Pemerintah Daerah Kabupaten Serang masih mengalami
kesulitan dalam pengawasan kegiatan penambangan pasir laut karena pada
pelaksanaan tidak terpasang batas-batas wilayah pengerukan yang jelas,
kurangnya sumber daya manusia yang mengawasi dan terbatasnya sarana dan
prasarana kegiatan pengawasan.
Penambangan pasir laut akan berdampak pada lingkungan perairan dan
ikan–ikan yang hidup didalamnya termasuk rajungan yang biasa hidup didasar
laut berpasir. Terganggunya kehidupan ikan ataupun rajungan dapat menyebabkan

2
perubahan hasil tangkapan nelayan dan akan mempengaruhi perekonomian
nelayan.

1.2 Perumusan Masalah


Prakiraan dampak merupakan telaahan secara cermat dan mendalam
secara parsial terhadap kualitas lingkungan yang berubah secara mendasar akibat
suatu kegiatan. Perubahan kualitas lingkungan tersebut diungkapkan sebagai
besarnya dampak dan pentingnya dampak. Pada dasarnya besar dampak
merupakan “selisih“ antara kondisi kualitas lingkungan tanpa ada kegiatan dengan
kondisi kualitas lingkungan sebagai akibat dari adanya kegiatan. Penambangan
pasir laut di kawasan laut utara Kabupaten Serang akan memberikan dampak
terhadap komponen lingkungan fisik,kimia, biologi, sosial, ekonomi, budaya,
keamanan dan ketertiban masyarakat. Berkenaan dengan hal-hal tersebut diatas
maka pertanyaan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah
penambangan pasir laut mempengaruhi biofisik berupa hasil produksi perikanan
tangkap, jumlah dan jenis ikan yang didaratkan khususnya pada produksi rajungan
dimana yang didapat dijadikan indikator apakah terjadi perbedaan rata-rata lebar
dan panjang carapace serta bobot saat sebelum dan sesudah aktivitas
penambangan pasir laut. Aspek ekonomi juga perlu diidentifikasi mengenai
dampaknya terhadap biaya operasi penangkapan, harga rajungan dan rantai
pemasaran.

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan diatas, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisa seberapa besar dampak penambangan
pasir laut yang masih berlangsung sampai saat ini terhadap perikanan rajungan
dan aspek ekonominya. Hal yang akan dilakukan adalah :
1. Menganalisis perbedaan jumlah produksi rajungan sebelum penambangan
pasir laut dengan produksi rajungan setelah penambangan pasir laut.
2. Menganalisis perubahan kesejahteraan nelayan dengan menggunakan
perubahan surplus produsen.

3
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang berguna sebagai
input dalam merumuskan strategi kebijakan, terutama bagi pemerintah daerah
terkait dengan pengelolaan pasir laut dan hasil produksi rajungan oleh nelayan
serta kelestarian sumber daya alam sehingga pemanfaatannya dilakukan secara
bertanggung jawab untuk kesejahteraan masyarakat.

1.5 Kerangka Pemikiran


Penambangan pasir laut menghasilkan debu-debu halus yang disebut debri
dan akan mengikuti arus laut. Debri bisa berkelana hingga 20-30 mil jauhnya dan
dapat menutupi terumbu karang, serta mengganggu kehidupan biota laut. Jelas
sekali dampak debri ini pada hutan bakau, garis pantai, dan keberlangsungan
terumbu karang. Jika terumbu karang rusak, dampaknya langsung ke populasi
ikan dan akan berpengaruh pada pendapatan nelayan. Kerusakan paling nyata
pada penambangan pasir laut di Daerah Riau Kepulauan adalah terjadinya abrasi
pantai dan kekeruhan air laut. Terjadinya abrasi akan menyebabkan kerusakan
ekosistem dan populasi hutan bakau serta hilangnya daerah asuhan ikan.
Sementara itu, meningkatnya kekeruhan akan menyebabkan bermigrasinya
populasi ikan dan rusaknya ekosistem terumbu karang (Delinom et al. 2004)
Salah satu kekayaan ekosistem pesisir teletak pada lapisan yang tidak
terlalu tebal yang terdapat di permukaan dasar perairan pesisir. Lapisan tipis ini
dapat berupa hasil dekomposisi bahan organik seperti dedaunan dari berbagai
jenis vegetasi pantai yang bercampur dengan sedimen halus sampai kasar. Habitat
merupakan tempat dimana jasad renik yang berperan melakukan proses
dekomposisi terhadap bahan organik sehingga menjadi makanan alami bagi larva,
juvenile sebelum mereka tumbuh dewasa dan dapat berkelana ke habitat lain
sesuai dengan karakter biologisnya. Oleh karena itu lapisan tipis ini sangat kritis
dalam kehidupan makhluk kecil dan lemah tersebut sehingga tempat tersebut
disebut nursery ground (tempat pengasuhan). Bila perkembangan masa juvenile
ini terganggu maka dapat dipastikan mempengaruhi proses rekruitment dan
akibatnya populasi ikan yang menjadi dewasa juga akan menurun, yang berarti

4
hasil tangkapan akan jauh menurun. selain itu, berbagai organisme bentos yang
hidup dan mencari makan pada habitat tersebut juga akan hilang.
Selain itu juga, lokasi-lokasi yang menjadi habitat berbagai organisme laut
harus dilindungi dan terbebas dari aktivitas penambangan pasir laut, karena selain
akan mematikan jasad renik, larva, juvenil, serta organisme bentos lainnya, juga
merusak habitat yang kritis bagi rantai kehidupan berbagai organisme laut.
Pemerintah Daerah Kabupaten Serang telah mengeluarkan beberapa ijin
Kuasa Penambangan (KP) pasir laut yang didasarkan dari hasil rekomendasi
Subdin Pertambangan pada Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang.
Beberapa perusahaan telah melakukan penambangan pasir laut secara aktif pada
perairan Kecamatan Tirtayasa. Sebagaimana telah diuraikan diatas, pengaruh
penambangan pasir laut terhadap habitat perairan, maka penambangan pasir laut
kabupaten Serang akan berdampak terhadap hasil tangkapan nelayan.
Pada sumber daya laut terdapat sumber daya pasir laut, sumber daya ikan
dan sumber daya lainnya. Sumber daya pasir laut di ekstraksi maka akan didapat
pasir laut, tetapi walupun tidak sengaja ekstraksi tersebut secara pasti akan
menghasilkan tingginya kadar total padatan tersuspensi (total suspendid solid) dan
tingkat kekeruhan yang akan mempengaruhi jumlah hasil tangkapan perunit
usaha. Sedangkan sumber daya ikan yang dimanfaatkan merupakan perikanan
tangkap. Penangkapan ikan terus menerus secara kontinu juga dapat merubah
hasil tangkapan. Hasil tangkapan dominan yang biasa didapat di Kecamatan
Tirtayasa Kabupaten Serang adalah rajungan dengan menggunakan alat tangkap
jaring rajungan dan bubu rajungan. Tingkat perubahan hasil tangkapan merupakan
dampak dari ekstraksi pasir laut yang akan menjadi sumber informasi, kemudian
perlu disikapi secara bijaksana sehingga memunculkan aturan yang baik dalam
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut.
Parameter perubahan dalam penelitian ini adalah aspek biofisik berupa
Produksi rajungan yang didaratkan, serta lebar dan panjang carapace (carapace
width; carapace length) sebelum dan sesudah aktivitas penambangan pasir laut.
Aspek lainnya yang perlu diobservasi adalah aspek ekonomi berupa biaya operasi
penangkapan per unit alat tangkap, harga rajungan, harga pasir laut serta rantai
pemasaran ikan. Data yang diperlukan adalah produksi bulanan sebelum

5
penambangan pasir laut terjadi dan dibandingkan dengan produksi bulanan setelah
penambangan pasir berlangsung. Kerangka pemikiran dari penelitian Analisis
Dampak Penambangan Pasir Laut Terhadap Perikanan Rajungan di Kecamatan
Tirtayasa Kabupaten Serang dapat dilihat pada Gambar 1.
Penelitian ini ditujukan hanya pada alat tangkap jaring rajungan dan bubu
rajungan. Hal ini dilakukan untuk mengisolasi dampak dari alat tangkap lainnya.
Selain itu penelitian ini dilakukan pada lokasi yang sama antara penambangan
pasir laut dengan “fishing ground” dari jaring dan bubu rajungan.

START

Identifikasi SD

SD Pasir Laut SD Rajungan

Analisis Identifikasi
Kebutuhan Jenis Rajungan

Rencana Pola Penyebaran


Pemanfaatan Rajungan
Jenis
Alat
Penambangan Produksi Rajungan

Analisis Dampak

Strategi Pengelolaan

Selesai

Gambar 1. Alur kerangka penelitian

6
Sebagaimana kerangka pikir penelitian maka diperlukan data time series bulanan,
periode sebelum dilaksanakan penambangan pasir dan periode saat berlangsung
penambangan pasir.

7
2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sumber Daya

Sumber daya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai


ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumber daya adalah komponen dari
ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan
manusia. Menurut Grima dan Berkes (1989) dalam Fauzi (2004) mendefinisikan
sumber daya sebagai aset untuk pemenuhan kepuasan dan utilitas manusia.
Menurut Rees (1990) dalam Fauzi (2004 ) menyatakan bahwa sesuatu untuk dapat
dikatakan sebagai sumber daya harus memiliki dua kriteria, yakni :
1. Harus ada pengetahuan, teknologi atau keterampilan (skill) untuk
memanfaatkannya.
2. Harus ada permintaan (demand) terhadap sumber daya tersebut .
Apabila kedua kriteria tersebut tidak dimiliki , maka sesuatu itu disebut barang
netral.
Sumber daya juga terkait pada dua aspek, yaitu aspek teknis yang
memungkinkan bagaimana sumber daya dimanfaatkan, dan aspek kelembagaan
yang menentukan siapa yang mengendalikan sumber daya dan bagaimana
teknologi digunakan.
Fauzi (2004) menyatakan bahwa Adam Smith sebagai bapak ilmu
ekonomi memiliki pandangan mengenai sumber daya sebagai seluruh faktor
produksi yang diperlukan untuk menghasilkan output. Dalam pengertian ini
sumber daya merupakan komponen yang diperlukan untuk aktivitas ekonomi
yang secara matematis dapat ditulis sebagai :
у = ƒ (x1 , x2,… xn )
dimana у adalah maksimum kuantitas dari output yang dihasilkan jika
x1, x2,… xn unit dari input digunakan secara optimal.
Secara eksplisit , ƒ (x) misalnya, sering ditulis sebagai ƒ (L,K) dimana
L adalah tenaga kerja dan K adalah kapital (aset). Dalam konsep ekonomi klasik,
sumber daya diidentikan dengan input produksi.
Pengertian sumber daya pada dasarnya mencakup aspek yang jauh lebih
luas. Dalam literatur sering dinyatakan bahwa sumber daya memiliki nilai
intrinsik. Nilai Intrinsik adalah nilai yang terkandung dalam sumber daya,
terlepas apakah sumber daya tersebut dikonsumsi atau tidak, atau lebih ekstrim
lagi, terlepas dari apakah manusia ada atau tidak. Dalam ilmu ekonomi
konvensional, nilai intrinsik ini sering diabaikan sehingga menggunakan alat
ekonomi konvensional semata untuk memahami pengelolaan sumber daya alam
sering tidak mengenai sasaran yang tepat.
Sumber daya alam juga dapat diartikan sebagai segala sumber daya
hayati dan non-hayati yang dimanfaatkan umat manusia sebagai sumber pangan,
bahan baku dan energi. Dengan kata lain, sumber daya alam adalah faktor
produksi dari alam yang digunakan untuk menyediakan barang dan jasa dalam
kegiatan ekonomi (Fauzi, 2004).

2.2 Klasifikasi Sumber Daya Alam


Secara umum sumber daya alam dapat diklasifikasikan ke dalam dua
kelompok. Pertama adalah kelompok yang kita sebut sebagai kelompok stok.
Sumber daya ini dianggap memiliki cadangan yang terbatas sehingga eksploitasi
terhadap sumber daya tersebut akan menghabiskan cadangan sumber daya. Apa
yang kita manfaatkan sekarang mungkin tidak lagi tersedia di masa mendatang.
Dengan demikian, sumber daya stok dikatakan tidak dapat diperbarui (non-
renewable) atau terhabiskan (exhaustible) . Termasuk ke dalam kelompok ini
antara lain sumber daya mineral, logam, minyak, dan gas bumi.

9
Sumber daya alam

Eksploitasi/Pemanfaatan

Ekstraksi
Pengurangan TingkatPengurasan Pemanfaatan Lestari
Daya Tidak

Ya

Pengurasan SDA

Kelangkaan

Peningkatan Biaya Peningkatan Harga

- Pencarian SDA Pengganti


Penurunan Permintaan - Peningkatan Daur Ulang Peningkatan Penawaran

INOVASI
- Pencarian SDA Baru
- Peningkatan Efisiensi
- Perbaikan Teknologi Daur Ulang
- Perbaikan Konservasi

Gambar 2. Pandangan terhadap sumber daya alam

Sumber : Ekonomi dan sumber daya alam lingkungan, Fauzi (2004)

Pengelompokan jenis sumber daya seperti yang dipaparkan diatas adalah


pengelompokan berdasarkan skala waktu pembentukan sumber daya itu sendiri.
Sumber daya alam dapat juga diklasifikasikan menurut jenis penggunaan akhir
dari sumber daya tersebut. Hanley et al. (1997), misalnya, membedakan antara
sumber daya material dan sumber daya energi. Sumber daya material merupakan
sumber daya yang dimanfaatkan sebagai bagian dari suatu komoditas. Bijih besi,
misalnya, diproses menjadi besi yang kemudian dijadikan bagian atau komponen

10
mobil. Aluminium dapat digunakan untuk keperluan peralatan rumah tangga dan
sejenisnya. Sumber daya material ini dapat dibagi lagi menjadi material metalik
seperti contoh di atas dan material non metalik seperti tanah dan pasir.
Sumber daya energi di sisi lain merupakan sumber daya yang digunakan
untuk kebutuhan menggerakkan energi melalui proses transformasi panas maupun
transformasi energi lainnya. Beberapa sumber daya dapat dikategorikan ke dalam
keduanya. Sumber daya minyak misalnya, dapat dimanfaatkan untuk energi
pembakaran kendaraan bermotor atau dapat juga digunakan untuk bahan baku
plastik. Tampilan berikut ini menguraikan secara sistematis klasifikasi sumber
daya alam sebagaimana dijelaskan di atas.

Sumber Daya Alam

skala waktu pertumbuhan Kegunaan akhir

Stok (tidak dapat Alur (dapat


diperbarui) diperbarui) SD Material SD Energi

Habis Dapat didaur Memiliki Tidak memiliki Material Material Energi


dikonsumsi ulang titik kritis titik kritis metalik non-metalik

Contoh: Contoh: Contoh: Contoh: Contoh: Contoh: Contoh:


- Minyak - Besi - Ikan - Udara - Emas - Tanah - Energi
- Gas - Tembaga - Hutan - Pasang surut - Besi - Pasir Surya
- Batubara - Aluminium - Tanah - Angin - - Air - Angin
Aluminium -Minyak

Ekstraksi > Titik Kritis

Gambar 3. Klasifikasi sumber daya alam


Sumber : Ekonomi dan sumber daya alam lingkungan, Fauzi (2004)

11
2.3 Penilaian Ekonomi Sumber Daya

Pelaksanaan pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan


masyarakat tidak lepas dari kegiatan yang berhubungan dengan pemanfaatan
sumber daya alam dan lingkungan. Oleh karena itu, pemanfaatan sumber daya
alam dan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan manusia harus dilakukan secara
bijak dan terencana. Karena jika tidak, maka bencana ekologis akan terjadi dan
manusia sendiri yang akan menanggung akibatnya. Bencana ekologis yang
disebabkan oleh kesalahan manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam dan
lingkungan dapat berupa abrasi pantai, banjir, tanah longsor, kekeringan, wabah
penyakit dan kekurangan pangan.
Pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan manusia,
semestinya tidak hanya dilihat dari terpenuhinya kebutuhan konsumsi semata,
tetapi juga adanya hubungan keseimbangan antara manusia dengan sumber daya
alam.
Besaran dampak kesejahteraan yang ditimbulkan dari ekstraksi dan
depresiasi sumber daya alam merupakan hal yang paling mendasar dan menjadi
perhatian utama dari setiap pengembangan model sumber daya alam. Pada model
konvensional, kesejahteraan diukur dari manfaat sosial (social benefit) yang
dihasilkan dari sumber daya alam. Pengukuran ini bersifat exante sehingga sulit
digunakan untuk mengukur kesejahteraan dari kerusakan lingkungan dan
depresiasi sumber daya yang bersifat ex-post (Fauzi, 2005).
Pada model kerusakan lingkungan dan depresiasi, dampak kesejahteraan
(welfare effect) diukur berdasarkan perubahan surplus ekonomi yang terjadi.
Surplus ekonomi pada dasarnya merupakan selisih antara manfaat kotor yang
diterima dari ekstraksi sumber daya alam. Dengan kata lain menurut Green (1992)
dalam Fauzi (2005) manfaat ekonomi menempatkan nilai moneter terhadap
kesejahteraan masyarakat (social well-being) dari mengkonsumsi dan
mengekploitasi sumber daya alam, dan menguranginya dengan biaya sosial yang
ditanggung masyarakat. Hartwick dan Olewiler (1998) dalam Fauzi (2005)
Konsep surplus ekonomi ini mengenal adanya surplus konsumen dan surplus
produsen, yang merupakan pengukuran moneter dari utilitas masyarakat dan profit
perusahaan (firm), yang biasanya digunakan sebagai perkiraan dari social
welfare.

12
Valuasi ekonomi pada dasarnya adalah suatu upaya untuk memberikan
nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam
dan lingkungan terlepas dari apakah nilai pasar (market prices ) tersedia atau
tidak. Akar dari konsep penilaian ini sebenarnya berlandaskan pada ekonomi neo-
klasikal (neo clasical economic theory) yang menekankan pada kepuasan atau
keperluan konsumen. Berdasarkan pemikiran neo-klasikal ini, penilaian setiap
individu pada barang dan jasa tidak lain adalah selisih antara keinginan membayar
(willingness to pay = WTP) dengan biaya untuk mensuplai barang dan jasa
tersebut. Barbier et al. (1996) dalam Fauzi (2004), misalnya menyatakan bahwa
jika sumber daya alam dan lingkungan tersedia dan menghasilkan barang dan jasa
tanpa kita harus mengeluarkan biaya, maka nilai WTP kitalah yang
mencerminkan nilai dari sumber daya itu sendiri, terlepas kita membawanya atau
tidak.
Konsep ini dalam satu dan lain hal identik dengan surplus konsumen
(Marshallian Consumer’s Surplus) yang telah dikembangkan lebih awal oleh
Dupuit (1952). Meskipun tidak terukur secara jelas, teknik pengukuran konsumen
ini sudah sangat dikenal pada barang dan jasa konvensional yang diperdagangkan
dipasar dengan harga yang terukur. Ketika surplus konsumen yang diperoleh dari
mengkonsumsi barang dan jasa tersebut sudah diukur, valuasi ekonomi pada
komoditas yang konvensional ini kemudian diukur dengan melihat perbandingan
surplus konsumen yang terjadi akibat adanya perubahan ekonomi.
Masalah yang timbul untuk barang dan jasa yang nonkonvensional seperti
halnya sumber daya alam dan lingkungan yang selain menghasilkan produk yang
bisa dikonsumsi, juga menghasilkan atribut yang tidak terkonsumsi, dimana pasar
tidak memberikan harga yang dapat diamati, sehingga pengukuran surplus
konsumen tersebut akan menemui kesulitan. Tidak adanya harga yang teramati ini
menyulitkan pengukuran surplus konsumen yang memang dibangun berdasarkan
kriteria selisih antara keinginan membayar dengan harga yang teramati.
Dalam menilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam,
para ahli ekonomi sumber daya membagi nilai tersebut ke dalam beberapa jenis.

13
Secara umum nilai ekonomi sumber daya dibagi kedalam nilai kegunaan atau
pemanfaatan (use values) dan nilai non-kegunaan (non use values).
Komponen pertama, yaitu use value pada dasarnya diartikan sebagai nilai
yang diperoleh seorang individu atas pemanfaatan langsung dari sumber daya
alam dimana individu berhubungan langsung dengan sumber daya alam dan
lingkungan. Nilai ini juga termasuk pemanfaatan secara komersial atas barang dan
jasa yang dihasilkan sumber daya alam. Use value secara lebih rinci
diklasifikasikan kembali kedalam direct use value dan indirect use value. Direct
use value merujuk pada kegunaan langsung dari konsumsi sumber daya seperti
penangkapan ikan, pertanian, kayu sebagai bahan bakar dan lain sebagainya baik
secara komersial maupun non komersial. Sementara indirect use value merujuk
pada nilai yang dirasakan secara tidak langsung kepada masyarakat terhadap
barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan.
Termasuk kedalam indirect use value ini misalnya fungsi pencegahan banjir dan
nursery ground dari suatu ekosistem (Fauzi, 2003). Komponen non use value
adalah nilai yang diberikan pada sumber daya alam atas keberadaannya meskipun
tidak dikonsumsi secara langsung. Non use value lebih sulit diukur (less tangible)
karena lebih didasarkan pada preferensi terhadap lingkungan dibanding
pemanfaatan langsung. non use value dibagi lagi dalam sub kelas yakni : nilai
eksistensi (existence value), bequest value, dan nilai pilihan (option value). Nilai
eksistensi pada dasarnya adalah penilaian yang diberikan dengan terpeliharanya
sumber daya alam dan lingkungan. Nilai ini sering pula disebut dengan nilai
intrinsik (intrinsic value) dari sumber daya alam. Bequest value diartikan sebagai
nilai yang diberikan oleh generasi saat ini dengan menyediakan atau mewariskan
bequest sumber daya untuk generasi mendatang. Nilai pilihan lebih diartikan
sebagai pemeliharaan sumber daya sehingga pilihan untuk memanfaatkannya
(option) untuk masa datang tersedia. Nilai pilihan ini mengandung ketidak
pastian. Nilai ini merujuk pada nilai barang dan jasa dari sumber daya alam yang
mungkin timbul sehubungan dengan ketidakpastian permintaan di masa
mendatang. Bila kita yakin akan preferensi dan ketersediaan sumber daya alam di
masa mendatang, maka nilai pilihan kita nol, sebaliknya jika kita tidak yakin,
maka misalnya saja kita mau membayar “premium” (nilai opsi) agar opsi untuk

14
mengkonsumsi barang dan jasa dari sumber daya alam tetap terbuka. Nilai
kegunaan pada hakekatnya adalah mendefinisikan suatu nilai dari konsumsi aktual
maupun konsumsi potensial dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber
daya alam. Konsep ini dibagi lagi menjadi beberapa subkelas dan diartikan
sebagai nilai yang diperoleh seorang individu atas pemanfaatan langsung dengan
sumber daya alam dan lingkungan.

2.4 Teknik Pengukuran Nilai Ekonomi


2.4.1 Pengukuran Nilai Ekonomi Barang dan Jasa yang Diperdagangkan
(traded)
Komponen barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam ada
yang diperdagangkan (traded goods) dan ada yang tidak (non traded goods).
Barang dan jasa yang diperdagangkan, teknik pengukuran valuasi ekonomi sudah
well-established dan lebih terukur. Beberapa pengukuran yang biasa dilakukan
adalah menyangkut pengukuran perubahan dalam surplus konsumen dan surplus
produsen (Fauzi, 2003).

1) Surplus
Hal yang krusial dari ekonomi sumber daya alam adalah bagaimana surplus
dari sumber daya alam dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu konsep surplus
harus dipahami terlebih dahulu dengan mengetahui kurva permintaan dan
penawaran sehingga konsep surplus dapat diturunkan secara rinci. Pada dasarnya
konsep surplus menempatkan nilai moneter terhadap kesejahteraan masyarakat
dari hasil mengekstraksi dan mengkonsumsi sumber daya alam. Surplus juga
merupakan manfaat ekonomi yang tidak lain adalah selisih antara manfaat kotor
(gross benefit) dan biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk mengekstraksi
sumber daya alam. Green (1992) dalam Fauzi (2004) memandang bahwa
menggunakan pendekatan surplus untuk mengukur manfaat sumber daya alam
merupakan pengukuran yang tepat karena pemanfaatan sumber daya dinilai
berdasarkan alternatif penggunaan terbaiknya (best alternative use) .

15
2) Surplus Konsumen
Pada Gambar 4, kurva permintaan digambarkan dengan label U’(x)
sementara kurva penawaran digambarkan dengan label C’ (x), surplus konsumen
secara matematik dapat ditulis :
CS(x) = U(x) – (x)U’(x)
= U(x) – xp(x)
Dengan kata lain surplus konsumen (CS) sama dengan manfaat yang
diperoleh masyarakat dari mengkonsumsi sumber daya alam U(x) dikurangi
dengan jumlah yang dibayarkan untuk mengkonsumsi barang tersebut xp(x).
Secara diagramatis, hal ini ekuivalen dengan diagram A ditambah daerah yang
dibatasi oleh P1FEP0 pada Gambar 4. Fauzi (2004) menyatakan bahwa konsep
surplus konsumen lebih bersifat intangible namun konsep ini penting karena dapat
mengukur keinginan membayar dari masyarakat terhadap barang atau dalam
kasus ini barang yang dihasilkan dari sumber daya alam.
Hal lain yang patut dicatat mengenai surplus konsumen adalah
menyangkut pengukuran. Ekonom biasanya tidak tertarik untuk mengukur surplus
konsumen secara absolut. Mereka lebih tertarik untuk mengukur perubahan
surplus konsumen yang diakibatkan oleh perubahan kebijakan yang
mengakibatkan terjadinya perubahan harga. Selain itu pengukuran surplus
konsumen secara absolut juga tidak praktis karena kurva permintaan pada tingkat
harga yang sangat rendah sulit atau tidak diketahui.
Secara grafik, perubahan surplus konsumen adalah luas daerah P0EFP1.
Jika kurva permintaan dan penawaran bersifat linier, luas daerah tersebut bisa
dihitung secara mudah. Namun demikian, jika kurva permintaan dan penawaran
tidak bersifat linier maka pengukuran perubahan surplus konsumen dapat ditulis

dCS = - xp’(x)dx = -xdp

dengan mengintegralkan kedua sisi persamaan, maka akan diperoleh perubahan


surplus konsumen sebesar :
p1
∆ CS = ∫ d CS = - ∫ x(p)dp
p
0

16
(kurva
penawaran)
MC = C' (x)
Harga=p

A
P1 F

Po E
B
P2
C
U' (x)
D (kurva permintaan)

0 x1 xo out put

Gambar 4 Surplus konsumen, surplus produsen dan rente sumber daya


Sumber : Ekonomi dan sumber daya alam lingkungan, Fauzi, 2004

3) Surplus Produsen

Satu hal penting yang mendasar dari aspek ekonomi sumber daya alam
adalah bagaimana ekstraksi sumber daya alam tersebut dapat memberikan
manfaat kesejahteraan kepada masyarakat secara keseluruhan. Mengingat dimensi
kesejahteraan sangat kompleks maka dapat dilakukan pengukuran surplus yang
dapat diperoleh dari konsumsi maupun produksi barang dan jasa yang dihasilkan
dari sumber daya alam. Surplus yang diperoleh dari sumber daya alam pada
dasarnya didapat dari interaksi antara permintaan dan penawaran (Fauzi, 2004).
Surplus produsen sebagai pembayaran yang paling minimum yang bisa
dierima oleh produsen dikurangi dengan biaya untuk memproduksi komoditas.
Surplus produsen dapat juga dianggap sebagai surplus yang bisa diperoleh oleh
pemilik sumber daya atau aset yang produktif pada saat pendapatan dari sumber
daya melebihi biaya pemanfaatannya.
Seperti halnya dengan surplus konsumen, pengukuran besaran surplus
produsen juga dapat dilakukan dengan mencari luas area di atas kurva penawaran

17
yang dibatasi oleh garis harga. Secara matematik, luas area surplus produsen ini
adalah:

x0
PS(x0) = P0x0 – ∫ S(x) dx
0

x0
= P0x0 – ∫ MC(x) dx
0

Dalam pengukuran dampak kesejahteraan, surplus produsen sering tidak diukur


berdasarkan ukuran absolut, namun lebih didasarkan pada pengukuran relatif.
Artinya, indikator kesejahteraan dari stakeholder lebih sering diukur berdasarkan
perubahan dalam surplus produsen. Pada kasus perikanan, surplus produsen
merupakan surplus yang diterima oleh nelayan atas ekstraksi sumberdaya ikan
oleh karena itu perubahan surplus produsen bisa diukur karena adanya perubahan
hasil tangkap akibat perubahan lingkungan, sehingga nilai perubahan surplus
tersebut akan menggambarkan nilai kerusakan lingkungan yang diderita oleh
pelaku.

4) Rente Sumber Daya


Komponen ketiga dari pengukuran surplus adalah resource rent (RR) atau
rente sumber daya. Rente sumber daya ini merupakan surplus yang bisa dinikmati
oleh pemilik sumber daya (misalnya pemerintah) yang merupakan selisih antara
jumlah yang diterima dari pemanfaatan sumber daya dikurangi biaya yang
dikeluarkan untuk mengekstraksinya. Secara matematik rente sumber daya ini
dapat ditulis:
RR(x) = x [U’(x) – C’(x)]

2.4.2 Teknik Penilaian Non-Pasar Sumber Daya Alam dan Lingkungan


Secara umum, teknik valuasi ekonomi sumber daya yang tidak dapat
dipasarkan (non-market valuation) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok.
Kelompok pertama adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga implisit
dimana willingness to pay terungkap melalui model yang dikembangkan. Teknik

18
ini sering disebut teknik yang mengandalkan revealed WTP (keinginan membayar
yang terungkap). Beberapa teknik yang termasuk ke dalam kelompok pertama ini
adalah travel cost, hedonic pricing, dan teknik yang relatif baru yang disebut
random utility model. Kelompok kedua adalah teknik valuasi yang didasarkan
pada survei di mana keinginan membayar atau WTP diperoleh langsung dari
responden, yang langsung diungkapkannya secara lisan maupun tertulis. Salah
satu teknik yang cukup populer dalam kelompok ini adalah yang disebut
Contingent Valuation Method (CVM), dan Discrete Choice Method.

2.5 Sumber Daya Pasir Laut


Tata nama tanah didasarkan kenampakan fisiknya, salah satu klasifikasi
tanah adalah cara USCS (unified Soil Classification system). Cara USCS
diusulkan pertama kali oleh Prof. Arthur Casagandre, didasarkan kepada sifat
tekstur tanah/soil (system unified) dibagi kedalam tiga kelompok yaitu tanah
berbutir kasar, berbutir halus dan tanah organik. Simbol komponen : kerikil-G
(gravel), S (sand), Lanau-M(mo), lempung-C (clay), organik-O (organic) dan
gambut-Pt (peat). Tanah berbutir kasar terdiri dari kerikil-tanah kerikilan (G), dan
pasir tanah pasiran (S). Kerikil berdiameter lebih dari 4 (empat) milimeter,
sedangkan pasir berukuran antara 0,06 – 2,00 milimeter. Tanah berbutir halus
terdiri dari lanau (M) dan lempung (C), keduanya dibedakan dari batas cair dan
plastisnya. Tanah organik termasuk dalam fraksi ini. Tanah organik tinggi
diklasifikasikan kedalam Pt, yang dicirikan dengan sangat mudah ditekan, dan
tanah lumpur dengan tekstur organik yang tinggi, komponen umum dari tanah ini
adalah partikel-partikel daun, rumput, dahan dan bahan-bahan regas lainnya
(Dahuri et al. 2001).
Ombak yang terdapat didekat pantai, terutama didaerah pecahan ombak
(breaker zone) mempunyai energi besar dan sangat berperan dalam pembentukan
morfologi pantai, seperti menyeret sedimen pasir dan kerikil yang ada untuk
ditumpuk dalam bentuk gosong pasir (sandbar). Ombak berperan sangat dominan
dalam menghancurkan daratan (erosi laut). Salah satu fungsi pasir laut adalah
meredam energi gelombang sebelum menghempas ke pantai. Bila dasar perairan
pesisir dikeruk (ditambang) untuk diambil pasir lautnya, dasar perairan akan lebih
dalam ataupun lereng dasar perairannya menjadi lebih curam. Akibatnya adalah

19
tingkat energi gelombang yang menghempas ke pantai akan menjadi lebih tinggi
karena peredaman oleh dasar perairan telah berkurang. Hal ini berdampak pada
makin intensifnya proses abrasi/erosi pantai (Purba, 2003).
Berkaitan dengan pemanfaatan pasir laut, maka persyaratan yang harus
dipertimbangkan adalah pada kedalaman berapa penambangan pasir dapat
dilakukan sehingga fungsi dasar perairan untuk meredam energi gelombang dapat
dipertahankan. Dengan kata lain, proses hantaman gelombang di pantai tidak
meningkat akibat adanya penambangan pasir laut di perairan pesisir pantai
tersebut.
Sedimen dasar perairan sebagai salah satu unsur dalam sumber daya
kelautan disamping perairan dan organisme yang menempatinya. Sedimen dasar
perairan sebagai wadah terjadinya proses fisis dan kimia perairan juga sebagai
subtrat bagi organisme hidup disamping sedimen itu sendiri senantiasa berubah
akibat proses alami yang terjadi. Mengetahui jenis dan komposisi sedimen
tersebut akan sangat berguna untuk mengetahui potensi pasir dan tingkat
kesuburan bagi organisme tertentu .
Endapan sedimen di perairan teluk banten selalu berubah-ubah tiap
bulannya karena dipengaruhi oleh energi arus. Endapan lumpur yang cukup luas
terjadi pada bulan- bulan saat kecepatan arus lemah yaitu bulan april. Sedangkan
pada bulan agustus sampai dengan oktober merupakan kecepatan arus tinggi
ditemukan endapan pasir dan pasir krikilan (Helfinalis 2002).
Jenis sedimen dasar perairan di kabupaten serang pada umumnya terdiri
dari pasir, lanau pasiran, pasir lanauan, dan lumpur pasiran. Pasir umumnya
tersebar di laut jawa dekat dengan pulau atau daratan hingga lepas pantai pesisir
Kabupaten Serang bagian timur, terdapat pada kedalaman batimetri 0 hingga –35
m. Luas sekitar 580 km2, dengan tebal pasir 10 m sehingga volume potensi
terukur diperkirakan dengan faktor koreksi 80% adalah 5.800.000.000 m3 x 80%
= 4.640.000.000 m3. Lanau pasiran umumnya tersebar luas di laut jawa antara
lepas pantai Kabupaten Tanggerang hingga lepas pantai Kabupaten Serang,
terdapat pada kedalaman batimetri -5 hingga –50 m dengan luas 50,34 km2.
Lumpur pasiran sedikit kerikilan, umumnya tersebar dilaut jawa bagian timur
lepas pantai pesisir Propinsi Banten antara lepas pantai Kabupaten Tanggerang
hingga lepas pantai Kabupaten Serang, terdapat pada kedalaman batimetri -5
hingga -50 m dengan luas sekitar 133,5 km2. Lanau umumnya terdapat dekat
pantai perbatasan Kabupaten Serang dengan Kabupaten Tanggerang, terdapat

20
pada kedalaman 0 – 10 m dengan luas sekitar 14,5 km2. Berdasarkan hasil survei
potensi dasar laut dalam dokumen andal PT. Samudera Banten Jaya bahwa
sedimen yang berada didasar perairan Kabupaten Serang didominasi oleh pasir
koral , lempung pasiran dan pasir halus dengan ketebalan1,5 hingga 7 meter.

2.6 Sumber Daya Rajungan


Salah satu kekayaan ekosistem pesisir terletak pada lapisan yang tidak
terlalu tebal yang terdapat di permukaan dasar perairan pesisir. Lapisan tipis ini
dapat berupa hasil dekomposisi bahan organik seperti dedaunan dari berbagai
jenis vegetasi pantai yang bercampur dengan sedimen halus sampai kasar. Habitat
ini merupakan tempat jasad renik berperan melakukan proses dekomposisi
terhadap bahan organik sehingga menjadi pakan alami bagi larva, juvenil sebelum
mereka tumbuh dewasa dan dapat berkelana ke habitat lain sesuai karakter
biologisnya. Lapisan tipis ini sangat kritis bagi kehidupan mahluk kecil dan lemah
tersebut sehingga tempat ini disebut nursery ground (tempat pengasuhan).
Aswandy (1996) menyatakan bahwa dasar perairan Teluk Banten dan sekitarnya
berpasir dengan patahan-patahan karang. Kondisi dasar perairan demikian biasa
ditumbuhi padang lamun yang sangat disukai oleh krustasea termasuk rajungan.
Menurut Juwana (2001) persyaratan yang cocok untuk budidaya rajungan adalah
menempel pada dasar perairan berpasir. Hasil penelitian menunjukan bahwa
budidaya rajungan pada daerah yang menempel pada daerah dasar perairan
berpasir memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan budidaya pada daerah
kolom air saja.
Bila perkembangan masa juvenile terganggu maka dapat dipastikan
mempengaruhi proses rekruitment dan akibatnya populasi ikan yang menjadi
dewasa juga akan menurun, yang berarti hasil tangkapan akan jauh menurun.
Selain itu, berbagai organisme bentos yang hidup mencari makan dihabitat
tersebut juga akan hilang. Lokasi - lokasi demikian tentunya harus dilindungi dari
kegiatan penambangan pasir, karena selain akan mematikan jasad renik, larva,
juvenil serta organisme bentos lainnya juga merusak habitat yang kritis bagi rantai
kehidupan organisme laut tersebut. Kerusakan habitat ini akan berdampak sangat
jauh karena untuk memulihkan kepada kondisi yang terbentuk selama bertahun-
tahun sebelum terjadinya penambangan tidak dapat pulih dalam waktu yang
singkat.

21
Rajungan (Portunus pelagicus) adalah sejenis kepiting renang atau
swimming crab, disebut demikian karena memiliki sepasang kaki belakang yang
berfungsi sebagai kaki renang, berbentuk seperti dayung. Karapasnya memiliki
tekstur yang kasar, karapas melebar dan datar, sembilan gerigi disetiap sisinya;
dan gigi terakhir dinyatakan sebagai tandu. Karapas tersebut umumnya berbintik
biru pada jantan dan berbintik coklat pada betina, tetapi intensitas dan corak dari
pewarnaan karapas berubah-ubah pada tiap individu, Kangas (2000).

2.6.1 Sistematika Rajungan


Moosa et al. (1980) menyatakan bahwa sistematika rajungan (Portunus
pelagicus) adalah sebagai berikut :
Filum : Antrhopoda
Kelas : Crustacea
Subkelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Sub Ordo : Reptantia
Seksi : Branchyrhyncha
Famili : Portunidae
Sub Famili : Portunninae
Genus : Portunus
Spesies : Portunus pelagicus

(1) Portunus pelagicus jantan (2) Portunus pelagicus betina


Gambar 5 Rajungan (Portunus pelagicus) (1) jantan dan (2) betina

22
Rajungan merupakan jenis paling terkenal diantara jenis kepiting lainnya bahkan
di Indonesia, Australia dan India, rajungan merupakan hasil perikanan yang
penting bagi Industri perikanan dan sangat digemari, terbukti dengan banyaknya
terdapat di pasar-pasar (Soim, 1999)

2.6.2 Habitat dan Penyebaran

Penyebaran rajungan (Portunus pelagicus) sangat luas, dapat hidup


diberbagai ragam habitat mulai dari tambak, perairan pantai hingga perairan lepas
pantai dengan kedalaman mencapai 60 m. Substrat dasar perairan berlumpur,
berpasir, campuran lumpur dan pasir, beralga hingga padang lamun. Biasanya
rajungan hidup didasar perairan, tetapi sesekali dapat juga terlihat berada dekat
permukaan atau kolom perairan pada malam hari saat mencari makan ataupun
berenang dengan sengaja dengan mengikuti arus (Nontji, 1986)
Moosa et al. (1980) menyebutkan bahwa Marga Portunus hidup pada
beranekaragam habitat : dasar berpasir, pasir-lumpuran, lumpur-pasiran, pasir
kasar dengan pecahan karang mati. Rajungan hidup di wilayah yang luas di
pinggir pantai dan wilayah continental shelf, termasuk pasir, berlumpur atau
berhabitat algae dan padang lamun dari zona intertidal (wilayah pasang surut)
sampai perairan dengan kedalaman 50 m, CIESM ( 2000).

Gambar 6 Siklus hidup rajungan (Portunus pelagicus) (Kangas, 2000)

23
Rajungan banyak terdapat di perairan Indonesia sampai perairan
kepulauan Pasifik serta terdapat di sepanjang negara-negara Indo Pasifik Barat,
Samudera Hindia, Asia Timur dan Tenggara (Singapura, Philipina, Jepang, Korea,
China, Teluk Benggala), Turki, Lebanon, Sicilia, Syiria, Cyprus, dan sekitar
Australia (CIESM, 2000).
Rajungan jantan menyenangi perairan dengan salinitas rendah sehingga
penyebarannya di sekitar perairan pantai yang dangkal. Sedangkan rajungan
betina menyenangi perairan dengan salinitas lebih tinggi terutama untuk
melakukan pemijahan, sehingga menyebar ke perairan yang lebih dalam
dibanding jantan, Saedi (1997). Hal ini diperkirakan karena kondisi lingkungan
yang berubah. Perubahan salinitas dan suhu di suatu perairan mempengaruhi
aktivitas dan keberadaan suatu biota (Gunarso, 1985).

Tabel 1 Siklus perkembangan hidup dan habitat rajungan (Portunus


pelagicus)

Tahap
Lokasi Ukuran Keterangan
Perkembangan
7≥CW≤9 cm, (kumar et
Estuaria, teluk yang terlindungi
all, 2000) 3,7 cm CL Usia sekitar
Dewasa dan perairan pantai sampai
(Rousenfell, 1975. vide satu tahun
kedalaman 65 m (CEISM, 2000)
Solihin, 1993)
Daerah pesisir pantai dekat teluk
Bertelur
(Thomson, 1974)
Daerah pesisir pantai dekat teluk
Memijah
(Thomson, 1974)
Perairan terbuka (West Sifat
Larva CW≤0.48 mm
Australian Government, 1997) planktonik
Teluk terbuka lalu menuju Transisi dari
muara dan berakhir disekitar CW antara 0.4 cm plantonik
Juvenil
perairan estuaria (West ≥CW≤1.0 cm menuju
Australian Government, 1997) Benthik
Estuaria (West Australian
Muda Benthik
Government, 1997)

Keterangan : CW = Carapace Width, CL = Carapace Length

24
2.7 Dampak Penambangan Pasir Laut

Saraswati (2005) menuturkan dalam penelitian pasir laut yang pernah


dilakukan, bahwa penambangan pasir laut telah berdampak pada aspek ekonomi,
aspek lingkungan dan aspek sosial.

2.7.1 Aspek Ekonomi


Secara ekonomi penerimaan PAD pemerintah daerah Kabupaten Serang
dari retribusi pasir laut seharga Rp. 1.000,- per meter kubik dikalikan produksi
pasir laut 2.194.103 meter kubik maka didapat penerimaan senilai Rp.
2.194.103.000,- per tahun. Penerimaan ini memberikan sumbangan sebesar
0,025% terhadap PDRB dan 3,547% terhadap PAD Kabupaten Serang. Apabila
penambangan pasir laut dilarang maka pemerintah daerah Kabupaten Serang
akan kehilangan penerimaan tersebut ditambah dengan kehilangan nilai ekonomi
lain dari turunan kegiatan ekonomi penambangan pasir laut. Tetapi jika dilihat
dari total nilai ekonomi yang hilang dibanding dengan potensi cadangan yang
diperkirakan maka potensi ekonomi yang hilang ini diperkirakan sebesar 0,63%
sehingga dari sisi perspektif ekonomi finansial, kerugian ekonomi akibat
pelarangan penambangan pasir laut memang sangat kecil dibanding dengan
potensi ekonomi yang mungkin dihasilkan.

2.7.2 Aspek Lingkungan


Kegiatan penambangan pasir laut memberikan pengaruh langsung
terhadap kondisi lingkungan perairan. Terdapat 3 (tiga) tahapan kegiatan
penambangan pasir laut yang memberikan dampak langsung terhadap kualitas
lingkungan perairan, yaitu tahap penggalian (dredging), pemuatan dan
pengangkutan hasil galian. Dampak langsung dari aktivitas penambangan pasir
laut adalah penurunan kualits air berupa peningkatan kekeruhan dan kadar
padatan tersuspensi (TSS ; Total Suspended Solid), rusaknya wilayah pemijahan
(spawning ground) dan daerah asuhan (nursery ground). Kapal keruk yang
melakukan aktivitas penggalian pasir dengan menggunakan Suction Cutter
Dredger akan menimbulkan turbulensi pada saat cutter menghancurkan endapan
pasir yang ada di dasar perairan sehingga akan terjadi peningkatan kekeruhan air

25
laut dan kadar TSS di dasar perairan tersebut. Peningkatan nilai kekeruhan dan
kadar TSS di kolom dan permukaan perairan justru terjadi pada tahap pemuatan
material galian yang dialirkan masuk ke dalam tongkang (hopper barger) dan
pada tahap pengangkutan hasil galian. Pada kegiatan pemuatan bahan galian,
seluruh material yang dihisap oleh suction dredger yang terdiri dari pasir, lumpur
dan air akan terangkut. Material berat yaitu pasir akan mengendap pada bagian
bawah tongkang, sedangkan lumpur dan air akan berada di permukaan tongkang
dan kemudian melimpah kembali ke laut, baik ketika proses pemuatan masih
berlangsung maupun selama proses pengangkutan bahan galian. Limpahan
material galian tersebut akan menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap
kekeruhan dan kadar TSS. Penyebaran dampaknya akan sangat tergantung kepada
komposisi lumpur dan pola aliran air laut pada saat operasi penambangan pasir
laut dilakukan.

2.7.3 Aspek Sosial


Dampak sosial yang sangat dominan, terutama di Desa Lontar adalah
terjadinya konflik antara masyarakat dengan pemerintah daerah, konflik
masyarakat dengan pihak pengusaha penambangan pasir laut, maupun konflik
intern dalam masyarakat. Hasil analisis yang pernah dilakukan menggunakan
game theory pada interaksi pemerintah daerah dengan nelayan didasarkan dana
kompensasi maka interaksi akan memberikan solusi optimum bila meneruskan
kebijakan penambangan pasir. Tetapi bila payoff nelayan didasarkan pada
perubahan pendapatan, maka keputusan menghentikan penambangan pasir laut
akan memberikan solusi optimum. Kondisi yang sama terjadi pada interaksi
perusahaan dengan nelayan. Interaksi Masyarakat dengan pemerintah, maupun
interaksi masyarakat dengan perusahaan, bila payoff masyarakat adalah
pendapatan, maka dihentikannya penambangan pasir laut bagi masyarakat
merupakan solusi yang memberikan manfaat yang optimal. Analisis multikriteria
adalah kerangka kerja (frame work) terstruktur untuk menginvestigasi,
menganalisis, dan memecahkan pengambilan keputusan yang terkendala dengan
berbagai tujuan dan kriteria dan merupakan teknik pengambilan keputusan
berbasis non-parametrik. Hasil analisis multikreteria yang pernah dilakukan

26
dengan menggunakan teknik PRIME dinyatakan bahwa penghentian
penambangan pasir laut merupakan keputusan yang optimis dengan potensi
kerugian ekonomi yang paling kecil.

27
3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode dan Lokasi Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus
(case study). Studi kasus adalah penelitian tentang status subyek penelitian yang
berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas,
Nazir (1999). Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara
mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat, serta karakter yang khas dari kasus.
Adapun yang menjadi satuan kasus adalah Kabupaten Serang Propinsi Banten,
khususnya Kecamatan Tirtayasa, Karena pada wilayah ini terdapat aktivitas
penambangan pasir laut. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus – September
2005.

3.2 Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder baik kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui
pengamatan, wawancara, dan kuesioner. Data sekunder diperoleh melalui laporan-
laporan dari berbagai instansi di Pemerintah Daerah Kabupaten Serang seperti
kantor pusat statistik, Dinas Perikanan dan Kelautan, Kantor Lingkungan Hidup,
Kantor Kepala Desa maupun melalui penelusuran literatur. Jenis data yang
dikumpulkan adalah jumlah produksi rajungan, jumlah produksi rajungan, ukuran
panjang, lebar karapas dan berat rajungan tertangkap, jumlah trip, biaya
operasional melaut dan harga rajungan.

3.3 Metode Pengambilan Contoh atau Data


Unit analisis ini adalah Rumah Tangga Perikanan (RTP. Metode
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling (secara sengaja), dimana sampel ditarik secara sengaja dari berbagai
kelompok dalam masyarakat pantai. Teknik ini lebih mengandalkan logika atas
kaidah yang berlaku, dimana pemilihan responden dilakukan secara sengaja
dengan pertimbangan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan baik
dalam mengisi kuesioner (Nazir, 1999).
3.4 Analisis Data
3.4.1 Uji Perbedaan Produksi
Pengujian ini biasanya dilakukan pada penelitian dengan teknik
eksperimen dimana satu sampel diberi perlakuan tertentu kemudian dibandingkan
dengan kondisi sampel sebelum adanya perlakuan. Jadi satu kelompok sampel
akan berfungsi sebagai variabel pengendali terhadap variabel yang lain yang
mendapat perlakuan tertentu. Produksi rajuangan setelah adanya penambangan
pasir laut diasumsikan sebagai sampel yang telah mengalami perlakuan.
Untuk menguji apakah ada perbedaan produksi sebelum adanya
penambangan pasir laut dengan produksi setelah adanya penambangan pasir laut
maka langkah-langkah yang dilakukan adalah :
1. Merumuskan hipotesis null dan alternatif
Ho : µ1 = µ2 atau µ1 - µ2 = 0
Ha : µ1 ≠ µ2 atau µ1 - µ2 ≠ 0
Selang kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau dengan menggunakan α
0,05.
Pada penelitian ini hipotesisnya adalah :
Ho : tidak ada perbedaan produksi rajungan sebelum dan sesudah
penambangan pasir laut
Ha : terdapat perbedaan produksi rajungan sebelum dan sesudah
penambangan pasir laut
2. Menentukan aturan pengambilan keputusan
Aturan dalam pengambilan keputusan adalah menerima Ho jika t hitung lebih
kecil daripada t tabel dan menolak Ho jika t hitung lebih besar dari t tabel.
thitung > ttabel maka H0 ditolak
thitung < ttabel maka H0 diterima
3. Menghitung nilai t hitung atau t statistik.
Untuk menghitung nilai t statistik kita menggunakan program MS. Excel.
4. Pengambilan keputusan dan interpretasi hasil .
Setelah menghitung t statistik, langkah yang terakhir adalah mengambil
keputusan atas hasil analisis dan interpretasi atas hasil tersebut.
(Nazir, 1999).

29
3.4.2 Kualitas Rajungan
Terganggunya atau berubahnya habitat rajungan diperkirakan akan
mempengaruhi aspek biologi rajungan. Dalam penelitian ini dilakukan
pengukuran berat rajungan (gram), panjang carapace rajungan (centimeter) dan
lebar carapace rajungan (centimeter) yang tertangkap. Pengolahan data ukuran
dan jumlah rajungan yang tertangkap dilakukan dengan menggunakan Microsoft
Excel untuk memperoleh komposisi ukuran tubuh rajungan yang tertangkap oleh
jaring rajungan. Ukuran yang didapat merupakan kualitas rajungan yang akan
dibandingkan dengan kualitas rajungan sebelum adanya penambangan pasir laut
berdasarkan literatur atau hasil penelitian terdahulu.

Gambar 7 Pengukuran rajungan (Portunus pelagicus)

3.4.3 Analisis Hubungan Produksi Pasir Laut – Produksi Rajungan


Analisa regresi menjelaskan hubungan dua atau lebih dari variabel sebab
akibat. Artinya variabel yang satu akan mempengaruhi variabel lainnya. Besarnya
pengaruh varabel ini dapat diduga dengan besaran yang ditunjukan oleh koefisien
regresi. Persamaan regresi dapat dituliskan :
Y = f(X1,X2, ......, Xi,....., Xn)

30
keterangan:

Y = Produksi rajungan sebagai variabel yang dijelaskan (dependent


variabel)

X1 = Produksi pasir laut sebagai variabel yang menjelaskan


(independent variabel)

X2 = Trip penangkapan rajungan sebagai variabel yang menjelaskan


(independent variabel)

Pada penelitian ini dilakukan analisis regresi produksi pasir laut (X) terhadap
produksi rajungan (Y). Analisis regresi ini untuk melihat seberapa besar
hubungan produksi pasir laut terhadap produksi rajungan yang ditunjukan oleh
koefisien regresi yang didapat.

3.4.4 Surplus Produsen


Analisa aspek ekonomi dapat dilakukan dengan valuasi ekonomi dengan
menggunakan pendekatan berubahnya pendapatan melalui data produksi dan
harga rajungan sebelum dan sesudah adanya penambangan pasir laut. Surplus
produsen merupakan bagian dari valuasi ekonomi. Surplus produsen adalah
pembayaran yang paling minimum yang bisa diterima oleh produsen dikurangi
dengan biaya untuk memproduksi barang x. Surplus produsen diukur dari sisi
manfaat dan kehilangan dari sisi produsen atau pelaku ekonomi. Pada penelitian
ini dihitung pendapatan nelayan dari hasil produksi rajungan setiap bulan setelah
dikurangi biaya produksi setiap bulan dan dengan cara yang sama dihitung pada
masa sebelum adanya penambangan pasir laut. Selisih pendapatan nelayan
rajungan pada masa sebelum adanya penambangan pasir laut dengan pendapatan
setelah adanya penambangan pasir laut disebut perubahan surplus produsen.
Oleh karena kurva supply perikanan rajungan dalam penelitian ini tidak
diketahui, maka penghitungan surplus produsen di proxy berdasarkan surplus
penerimaan dengan cara menghitung :

SP = ( A x B x C x D ) – ( C x D x E )

31
Keterangan :
SP = Surplus Produsen
A = Produksi rajungan rata-rata per trip (kilogram)
B = Harga jual rajungan (Rp / kg)
C = Jumlah trip (hari melaut per tahun)
D = Jumlah armada tangkap (unit)
E = Biaya operasional per trip (Rp)

32
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Kondisi Umum


Kabupaten Serang merupakan bagian dari Provinsi Banten dengan
memiliki luas 1.734,09 km2 dan terdiri dari 32 kecamatan. Wilayah Kabupaten
Serang berbatasan langsung dengan Kabupaten Tanggerang di sebelah timur,
Kotamadya Cilegon dan Selat Sunda di sebelah barat, Kabupaten Lebak dan
Pandeglang di sebelah selatan serta Teluk Banten dan Laut Jawa disebelah utara.
Kecamatan yang berada di wilayah pesisir berjumlah 9 kecamatan yaitu
Kecamatan Cinangka, Kecamatan Anyer, Kecamatan Pulo Ampel, Kecamatan
Bojonegara, Kecamatan Kramatwatu, Kecamatan Kasemen, Kecamatan Pontang,
Kecamatan Tirtayasa dan Kecamatan Tanara.
Topografi Kabupaten Serang merupakan wilayah dataran rendah dan
pegunungan dengan ketinggian antara 0 sampai dengan 1.778 m diatas permukaan
laut. Sedangkan fisiografi Kabupaten Serang dari arah utara ke selatan terdiri dari
wilayah rawa pasang surut, rawa musiman, dataran, perbukitan dan pegunungan.
Bagian utara merupakan wilayah yang datar dan tersebar luas sampai ke pantai,
kecuali sekitar Gunung Sawi, Gunung Terbang dan Gunung Batusipat. Bagian
selatan sampai ke barat berbukit dan bergunung antara lain sekitar Gunung
Kencana, Gunung Karang dan Gunung Gede. Daerah yang bergelombang tersebar
diantara kedua wilayah tersebut.
Iklim di wilayah Kabupaten Serang termasuk tropis dengan musim hujan
antara Bulan November-April dan musim kemarau antara Bulan Mei-Oktober.
Curah hujan rata-rata 3.92 mm/hari. Temperatur udara rata-rata berkisar antara
25,8o – 27,6o Celcius. Temperatur udara minimum 20,90o Celsius dan maksimum
33,8o Celsius. Tekanan udara dan kelembaban nisbi rata-rata 81,00 mb/bulan.
Kecepatan arah angin rata-rata 2,80 knot, dengan arah terbanyak adalah dari barat.
Salah satu kegiatan perekonomian penting yang ada di Kabupaten Serang yang
didasari oleh potensi sumberdaya alam adalah sektor perikanan, pariwisata dan
pertambangan.

4.2 Kondisi Perikanan Tangkap dan Budidaya Tambak


Perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang berkembang di
Kabupaten Serang. Produksi perikanan Kabupaten Serang berasal dari perikanan
tangkap dan perikanan budidaya. Perikanan tangkap ini baik berasal dari
perikanan laut maupun perairan umum (sungai dan rawa/danau), sedangkan
perikanan budidaya meliputi tambak, kolam, dan sawah. Produksi perikanan ini
pada tahun 2003 (Tabel 2). Pada tabel 3 terlihat bahwa perikanan laut memiliki
kontribusi terbesar terhadap produksi perikanan Kabupaten Serang. Produksi
perikanan laut pada tahun 2003 mencapai 6.008.500 ton atau 75.5% dari produksi
total dengan nilai produksi mencapai Rp. 25.097.530.000,- atau 60.4% dari nilai
produksi total, kemudian disusul oleh perikanan tambak dengan produksi
mencapai 1.299.900 ton atau 16.3% dari produksi total dengan nilai produksi
mencapai Rp. 12.090.995.000,- atau 29.1% dari nilai produksi total.

Tabel 2. Produksi perikanan tangkap/budidaya Kabupaten Serang tahun 2003

Produksi (Ton) Produksi (Ton)


Perikanan Tangkap/Budidaya 2002 2003 2002 2003
1. Perikanan Tangkap
a. Laut 11,491.80 6,008.50 51,857,812.00 25,097,530.00
b. Perairan Umum
Sungai 322.50 137.70 1,563,550.00 782,970.00
Rawa/Danau 320.50 149.10 2,094,200.00 1,057,100.00
2. Perikanan Budidaya
a. Tambak 1,739.70 1,299.90 20,850,700.00 12,090,995.00
b. Kolam 410.00 284.40 2,946,500.00 1,884,837.00
c. Sawah 201.40 81.20 1,594,200.00 651,155.00
JUMLAH 14,485.90 7,960.80 80,906,962.00 41,564,587.00
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang 2002-2003

34
Tabel 3. Produksi (ton) perikanan laut Kabupaten Serang menurut kecamatan

TAHUN TIRTAYASA KASEMEN KRAMATWATU BOJONEGARA ANYER CINANGKA JUMLAH


1998 977.10 3,397.80 3,588.60 1,713.00 2,736.60 767.80 13,180.90
1999 478.00 1,130.00 3,827.00 826.30 401.30 366.60 7,029.20
2000 544.00 1,284.60 4,349.70 940.00 456.00 272.50 7,846.80
2001 140.40 2,617.80 5,477.20 1,183.00 574.50 667.50 10,660.40
2002 458.00 3,534.20 4,387.70 1,783.30 771.60 557.00 11,491.80
2003 389.50 2,277.00 1,949.90 851.80 113.60 426.70 6,008.50
2,987.00 14,241.40 23,580.10 7,297.40 5,053.60 3,058.10 56,217.60

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang (1998-2003)

Tabel 4. Nilai produksi (Rp. 1000) perikanan laut Kabupaten Serang menurut
kecamatan.

TAHUN TIRTAYASA KASEMEN KRAMATWATU BOJONEGARA ANYER CINANGKA JUMLAH

1998 2,651,967 4,107,746 5,525,914 2,936,814 2,957,128 1,193,670 19,373,239

1999 1,291,019 3,319,764 8,483,847 3,319,763 1,291,019 737,723 18,443,135

2000 3,536,000 4,753,000 14,829,280 732,420 3,830,400 2,402,400 30,083,500

2001 916,500 15,982,900 18,675,529 822,740 4,821,600 9,390,731 50,610,000

2002 4,610,910 9,461,280 26,401,480 2,900,600 3,480,800 5,002,742 51,857,812

2003 1,676,247 9,321,052 7,745,532 3,704,980 843,404 1,806,315 25,097,530

14,682,643 46,945,742 81,661,582 14,417,317 17,224,351 20,533,581 195,465,216

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang (1998-2003)

Hasil tangkapan ikan didaratkan melalui Tempat Pendaratan Ikan (TPI).


Di Kabupaten Serang terdapat beberapa TPI, yaitu di Kecamatan Tirtayasa (Desa
Tengkurak, Lontar), Pontang (Kemayungan Desa Sukajaya), Kecamatan Tanara
(Desa Tenjo Ayu, baru dibangun), Kecamatan Kasemen (Karangantu), Kecamatan
Kramatwatu. Sedangkan TPI yang berada di Selat Sunda terdapat di Merak,
Anyer dan Cinangka.
Aktivitas nelayan Kabupaten Serang sebagian besar menangkap ikan di
dekat pantai, sampai ke Suralaya. Beberapa nelayan mengkap ikan hingga ke selat
sunda pada musim timur (Juli-Agustus), nelayan menangkap ikan di perairan
sekitar P. Pamujan Besar, P. Pamujan Kecil, P. Panjang bagian barat dan utara.

35
Pada musim barat (Desember-Februari), dimana angin dan arus kuat, mereka
menangkap ikan sampai ke perairan Kepulauan Seribu atau Lampung (Nuraini,
2004).

Tabel 5. Produksi perikanan laut menurut jenis ikan tahun 2002-2003

Produksi (Ton) Nilai Produksi (Rp. 1000)


No. Jenis Ikan 2002 2003 2002 2003
1 Petek 726.70 510.60 726,700.00 510,000.00
2 Manyung 178.30 79.60 1,248,100.00 557,200.00
3 Kakap 8.10 97,200.00
4 Kurisi 708.20 291.20 4,519,920.00 1,456,000.00
5 Cucut 118.70 31.60 593,500.00 158,000.00
6 Pari 131.10 10.50 327,750.00 31,500.00
7 Layang 600.30 553.50 3,305,500.00 2,767,500.00
8 Teri 840.00 303.40 1,680,000.00 910,200.00
9 Tembang 2,412.50 905.60 2,412,500.00 1,811,200.00
10 Lemuru 652.00 372.00 3,260,000.00 1,860,000.00
11 Kembung 1,550.00 500.70 1,085,100.00 3,504,900.00
12 Tengiri 328.20 30.10 3,260,000.00 361,200.00
13 Tongkol 702.50 191.50 4,533,500.00 1,532,000.00
14 Selar 608.20 249.30 3,041,000.00 1,246,500.00
15 Belanak 29.40 11.70 117,600.00 58,500.00
16 Kuro 9.10 8.60 45,500.00 43,000.00
17 Bawal 3.00 30,000.00
18 Layur 3.00 15,000.00
19 Japuh 12.30 12,300.00
20 Ikan Lainnya 1,019.50 1.606.0 4,715,942.00 3,094,130.00
21 Rajungan 208.10 102.60 2,081,000.00 1,026,000.00
22 Udang Jerbung 161.00 74.00 1,610,000.00 2,220,000.00
23 Udang Lainnya 104.00 832,000.00
24 Cumi 395.60 157.70 2,598,000.00 1,892,400.00
Jumlah 11,491.50 4,402.50 42,090,812.00 25,097,530.00
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang 2003

36
Tabel 6. PDRB Kab. Serang dan kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB

PDRB Harga Berlaku (Juta) PDRB Harga Konstan (Juta)


Tahun Kabupaten Perikanan % Kabupaten Perikanan %

1993 4,299,276.40 32,386.30 0.75 4,299,276.49 32,386.30 0.75


1994 4,857,784.41 33,929.83 0.70 4,638,237.12 30,750.68 0.66

1995 5,704,514.30 43,795.02 0.77 4,981,189.71 36,351.80 0.73


1996 6,539,244.20 52,257.74 0.80 5,419,288.96 39,049.10 0.72
1997 7,503,414.00 52,641.00 0.70 5,653,568.00 36,949.00 0.65

1998 5,209,013.00 71,714.00 1.38 2,424,614.00 32,635.00 1.35


1999 5,683,671.00 91,869.00 1.62 2,453,401.00 33,330.00 1.36
2000 6,541,283.00 106,798.00 1.63 2,577,376.00 36,154.00 1.40
2001 7,226,565.00 108,939.00 1.51 2,657,374.00 36,481.00 1.37
2002 8,212,199.00 120,301.00 1.46 2,751,767.00 38,137.00 1.39
2003 8,941,194.00 128,835.00 1.44 2,867,055.00 39,903.00 1.39
Sumber : Serang Dalam Angka 1993-2003

Berdasarkan laporan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang,


armada penangkapan nelayan Kabupaten Serang merupakan perahu dengan motor
tempel dan kapal motor, dengan rincian seperti tertera pada Tabel 6. Perahu motor
berukuran panjang kurang dari 12 meter dengan lebar antara 1-3 meter dengan
motor berkekuatan 4-9 HP.

Tabel 7. Jumlah armada penangkapan nelayan menurut kecamatan

Jumlah perahu/Kapal
Kecamatan Motor Tempel Kapal Motor Jumlah
Tirtayasa 399 399
Tanara 56 56
Kasemen 128 121 249
Kramatwatu 52 52
bojonegara 217 217
Anyar 21 36 57
Cinangka 61 61
Jumlah 882 209 1091
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang 2003

37
Beberapa alat tangkap yang umum dan potensial di Kabupaten Serang
dalam produksi ikan adalah bubu (trap), pancing rawe (bottom lngline), payang,
jaring dogol (danish seine), jaring bondet (beach seine), bagan tancap (fixed lift
net), bagan apung/perahu, jaring klitik (bottom gill net) dan jaring insang (gill
net), jaring klitik (bottom gill net) dan jaring insang (gill net), jaring arad (bag
net), sudu perahu, dan sudu (push net,) Nuraini( 2004).
Berdasarkan laporan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang,
jenis dan jumlah alat tangkap di Kabupaten Serang pada tahun 2003 tertera pada
Tabel 8.
Pada tahun 1999, jumlah penduduk Kabupaten Serang sebesar 7.500.000
jiwa dan 10% dari jumlah penduduk tersebut hidup dan bermukim di kawasan
pantai budidaya. Terdapat 1.553 rumah tangga perikana (RTP) yang memiliki
aktivitas di bidang perikanan laut dan melibatkan 12.764 orang pada tahun1999
dengan pendapatan seperti tertera pada Tabel 9.

Tabel 8. Jumlah alat tangkap di Kabupaten Serang tahun 2003


Gill Jr. Tramel Jr.
Kecamatan Payang Net Klitik Net Angkat Pancing Arad Bondet Jumlah

Tirtayasa 72 40 12 9 - 48 - 8 189

Tanara 20 23 1 - - 11 - - 55

Kasemen 25 40 - 65 57 249 42 - 478

Kramatwatu 42 9 - - - 53 - 103 207

bojonegara 70 56 - - 9 5 - 37 177

Anyar 44 5 - - - 57 - - 106

Cinangka 61 - - - - - - 61

Jumlah 334 173 13 74 66 423 42 148 1273


Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang 2003

38
Tabel 9. Perkiraan pendapatan nelayan dan buruh nelayan pada beberapa alat
tangkap di Teluk Banten tahun 1998-1999

Biaya Pendapatan Pendapatan


Alat Tangkap Operasional Pendapatan pemilik perahu buruh nelayan
Lokal kg/trip per trip per trip per trip per trip
(Rp. 1000) (Rp. 1000) (Rp. 1000) (Rp. 1000)

Payang 50-150 125-300 500-1000 190-350 15-30


Bagan Tancap 5-25 50-250 10-50 5-40 5-35
Bagan Apung 30 15-40 100-200 50-150 75-150
150-
Jaring dogol 500 15-25 150-250 50-125 10-30
Jaring Rajungan 1-5 1-5 10-50 10-50 10-50
bondet 25-100 30 100-200 15-125 5-30
Jaring Insang 5-10 10 10-30 10-60 10-25
Jaring Arad 0.5-2 30 100-200 5-150 10-25
Bubu 1-20 5-10 5-250 5-75 5-25
Rawe 10-25 25-35 10-225 5-75 5-25
Sudu 0.5-2 2-5 5-20 5-20 5-20
Sudu Perahu 5-10 5-10 5-40 5-50 5-30
Sumber : Nuraini (2004)

Perikanan tambak memainkan peranan yang penting dalam perekonomian

masyarakat pesisir. Berdasarkan laporan hasil penelitian Potensi Sumberdaya

pesisir Kabupaten Serang Tahun 2003, luasan tambak di Kabupaten Serang

mencapai 8.050,45 ha seperti tertera pada Tabel 10.

Produksi perikanan tambak meliputi ikan bandeng, mujahir, udang windu,

udang putih, dan udang apai-api. Jumlah rumah tangga petani tambak pada 4

kecamatan mencapai 1145 orang dan luas tambak mencapai 5.462,37 ha seperti

tertera pada Tabel 11.

39
Tabel 10. Luas tambak menurut kecamatan
Kecamatan Luas tambak (ha)
Bojonegara 157.22
Kasemen 988.14
Kramatwatu 656.60
Pontang 2,168.52
Pulo Ampel 19.22
Tanara 1,797.67
Tirtayasa 2,263.08
Jumlah 8,050.45
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang

Tabel 11. Jumlah rumah tangga petani tambak dan luas areal tambak di
Kabupaten Serang
Kecamatan Desa Jumlah Petani Tambak Luas Areal (ha.)
Kasemen banten 49 126.60
Sawah Luhur 144 387.80
Sukajaya 105 340.50
Pontang Linduk 60 342.37
Wanayasa 70 425.80
Domas 104 522.90
Tirtayasa Alang-Alang 36 105.00
Lontar 88 521.70
Susukan 107 447.90
Sujung 8 54.00
Tengkurak 71 748.00
Tanara Pedaleman 52 240.40
Tenjoayu 234 1,118.90
Tanara 17 80.5
Jumlah 1145 5462.37
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang

4.3 Keadaan Umum Kecamatan Tirtayasa


Kecamatan Tirtayasa memiliki luas 64,46 km2 dan terdiri dari 14 Desa.
Kecamatan Tirtayasa berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Kecamatan
Tanara di sebelah timur, Kecamatan Pontang di sebelah barat dan selatan. Dari 14

40
Desa di Kecamatan Tirtayasa, 6 desa memiliki wilayah-wilayah pesisir/pantai,
yaitu Desa Sujung, desa Lontar, Desa Susukan, Desa Alang-alang, Desa
Tengkurak, dan Wargasara serta Pulo Panjang yang merupakan desa pulau.
Penduduk Kecamatan Tirtayasa pada tahun 2002 berjumlah 39.226 jiwa,
dengan komposisi jumlah wanita dan laki-laki adalah 19.580 dan 19.646 jiwa,
jumlah penduduk pada tiap desa tertera pada Tabel 12. Pada desa-desa yang
terletak di wilayah pantai atau pesisir, sebagian besar penduduk bermata
pencaharian sebagai nelayan, petambak, bakul (tengkulak) dan pada desa-desa
lainnnya, penduduk sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani sawah.
Komposisi penggunaan lahan untuk kegiatan perekonomian di
KecamatanTirtayasa Pontang terdiri atas lahan persawahan, kebun, tegalan dan
tambak, secara terperinci tertera pada Tabel 13. Sedangkan pemanfaatan lahan
untuk aktivitas perekonomian pada 2 desa pengamatan di Tirtayasa tertera pada
Tabel 14.

Tabel 12. Jumlah penduduk Kecamatan Tirtayasa

Jumlah Penduduk
Desa
Wanita Laki-laki KK
Tirtayasa 1587 1557 787
Sujung 2132 2011 1035
Kebon 1389 1311 758
Lontar 2604 2561 1932
Susukan 1785 1780 891
Pontang Legon 1195 1168 590
Kemanisan 1333 1259 648
Kebuyutan 943 928 467
Samparwadi 1308 1295 650
Puser 1213 1109 580
Laban 1072 1049 530
Alang-alang 1178 1160 648
Tengkurak 1259 1229 622
Wargasara 509 457 245
Jumlah 19507 18874 10383
Sumber: Kantor Kecamatan Tirtayasa

41
Tabel 13. Luas penggunaan lahan di Kecamatan Tirtayasa (ha)

Kecamatan Pemukiman Sawah Kebun Semak Tambak Jumlah


Pontang 314.79 5,151.99 43.97 0.00 2,168.52 7,680.27
Tirtayasa 235.88 2,989.08 357.14 76.26 2,263.08 5,921.44
Sumber: Laporan Penelitian Survey Pemetaan Sumberdaya Pesisir Kabupaten
Serang 2002.

Tabel 14. Pemanfaatan lahan di Kecamatan Tirtayasa pada desa-desa pengamatan


Luas Persawahan Luas Tambak Lain-lain Jumlah
Desa
(ha) (ha) (ha) (ha)
Lontar 199 223 133 555
Susukan 30 553 15 598
Sumber: Kantor Kecamatan Tirtayasa (2003)

Sarana dan Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Tirtayasa terdiri dari sebuah


Puskesmas yang terletak di ibukota kecamatan, polindes dengan satu orang bidan
desa pada tiap desa. Sedangkan sarana dan fasilitas pendidikan berupa lembaga
pendidikan dasar dari tingkat sekolah dasar hingga SMA, serta pesantren.
Tingkat pendidikan di Kecamatan Tirtayasa khususnya pada 2 desa
pengamatan relatif rendah seperti tertera pada Tabel 15.

Tabel 15. Jumlah lulusan tiap jenjang pendidikan di Kecamatan Tirtayasa

Desa SD SLTP SLTA Akademi Universitas


Lontar 900 250 122 12 6
Tengkurak 924 102 40 3 9
Susukan 300 140 95 25 7

Sumber: Bappeda Kabupaten Serang (2003)

Desa Lontar sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan
dengan Desa Alang-Alang, Sebelah barat dengan Desa Susukan, dan sebelah
timur dengan Desa Tengkurak. Desa Lontar yang terdiri dari 1932 KK, sebagian
besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan. Selain nelayan, mata
pencaharian utama yang lain adalah bakul (tengkulak), dimana hubungan antara

42
bakul dengan nelayan sudah terjalin erat dan melembaga. Bakul ini terdiri dari
bakul pertama yang membeli hasil tangkapan langsung dari nelayan, bakul kedua,
yang membeli hasil tangkapan dari bakul pertama dan bakul besar atau bakul
pengumpul. Terdapat pula bakul besar yang membeli hasil tangkapan langsung
dari nelayan dalam jumlah yang besar terutama untuk hasil tangkapan rajungan.
Para bakul ini terdiri dari bakul yang memiliki kapal maupun bakul yang tidak
memiliki kapal.
Nelayan yang ada di Desa Lontar terdiri dari nelayan yang memiliki
perahu, nelayan tanpa perahu, nelayan jaring lempar, pengumpul kerang-
kerangan. Jenis-jenis tangkapan yang dihasilkan para nelayan sangat tinggi, terdiri
dari berbagai jenis ikan pelagis seperti tenggiri, tongkol, selar, layar dan lain-lain,
udang, rajungan, berbagai jenis kerang-kerangan, benih kerapu. Kegiatan
pengumpulan kerang-kerangan pada umumnya dilakukan oleh para wanita istri
nelayan.
Kegiatan perikanan tambak terdapat pula di Desa Lontar dengan luas
tambak sebesar 285 ha, dimana komoditas yang dihasilkan dari tambak ini adalah
ikan mujair dan bandeng. Seperti halnya nelayan tangkap, nelayan tambak
memasarkan panen tambaknya kepada para bakul. Selain ikan mujahir dan
bandeng, petambak memanen pula udang alam (udang api) yang masuk ke tambak
melalui saluran air masuk dari laut. Selain petani, bakul dan petambak, mata
pencaharian lain yang cukup dominan adalah warung dan ojeg. Perekonomian di
Desa Lontar digerakkan pula oleh banyaknya TKW yang bekerja di luar negeri,
dimana pada saat-saat musim pacekcik, peran TKW ini cukup berarti untuk
menopang perekonomian keluarga. Peran TKW yang cukup menonjol ini terlihat
pada bangunan fisik rumah yang tergolong baik. Desa Lontar dengan panjang
pantai kurang lebih 6 km, memiliki komunitas mangrove (jenis api-api) yang
sudah rusak dan saat ini memiliki komunitas mangrove yang tidak berarti. Pantai
di Desa Lontar adalah pantai berpasir dimana pada pantai ini pula terdapat
komunitas nelayan dengan pemukiman yang terletak di pinggir pantai.
Pantai di Desa Lontar menjadi kawasan wisata lokal, baik untuk masyarakat Desa
Lontar sendiri maupun desa-desa lain di Kecamatan Tirtayasa.
Sarana dan fasilitas kesehatan yang terdapat di Desa Lontar adalah sebuah
polindes atau satu orang bidan desa. Sedangkan sarana pendidikan yang ada di
Lontar berupa 1 buah lembaga pendidikan TK, 3 buah setingkat SD dan 1 buah
Madrasah Tsanawiyah.

43
Desa Susukan dengan luas 7,90 km2, wilayahnya terdiri dari areal
persawahan, tambak dan pemukiman. Sebagaian besar penduduknya bermata
pencaharian sebagai nelayan dan petambak. Nelayan di Desa Susukan sebagian
besar merupakan nelayan jaring rajungan. Di Desa Susukan terdapat 2 orang
pengusaha atau bakul besar yang menampung rajungan tangkapan nelayan untuk
kemudian dijadikan komoditas rajungan kaleng.

4.4 Karakteristik Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Penelitian


Armada Penangkapan
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, kapal yang digunakan oleh
nelayan di Kecamatah Tirtayasa berupa kapal kayu dengan ukuran lebar perahu
antara 1.5-2.5 meter, panjang perahu antara 5-9 meter, dengan kapasitas antara 2-
3 GT. Perahu ini dilengkapi dengan mesin (motor tempel) dengan kekuatan 3-25
PK.
Pada umumnya kapal-kapal atau perahu yang dimiliki nelayan merupakan
milik pribadi yang dibeli dengan modal sendiri atau meminjam. Pada umumnya
nelayan mengakui belum ada atau tidak pernah memanfaatkan fasilitas pinjaman
atau kredit dari lembaga keuangan formal dalam permodalannya. Modal yang
diperlukan nelayan untuk satu unit kapal (ukuran 2 x 8 m) dengan mesin (10 PK)
serta 1 unit (6 pis) jaring udang dan jaring rampus, mencapai Rp. 19 juta pada
tahun 2003. Nelayan menyatakan, bahwa selama 1.5 -2 tahun modal tersebut
sudah tertutupi.
Wilayah penangkapan nelayan-nelayan di Kecamatan Tirtayasa pada
umumnya berkisar 1-3 mil. Aktivitas penangkapan dilakukan dengan “one-day
fishing”. Namun adakalanya pada musim rajungan atau puncak musim ikan,
wilayah tangkapan ikan nelayan mencapai wilayah perairan Lampung.
Penangkapan dilakukan pula di wilayah perairan dekat pantai yang dilakukan
ketika air surut. Aktivitas ini dilakukan tanpa menggunakan perahu, dengan
menggunakan jaring/jala lempar, garuk ataupun tangan dengan cara ‘menggaruk’
dasar perairan untuk mencari kerang-kerangan.

Alat tangkap
Alat tangkap yang biasa digunakan masyarakat Kecamatan Tirtayasa
untuk menangkap rajungan adalah jaring rajungan dan bubu rajungan.

44
1. Jaring rajungan
Jaring rajungan memiliki bagian-bagian, yaitu tali ris atas (head rope), tali
pelampung (float line), pelampung (float), badan jaring (webbing), tali ris bawah
(ground rope), pemberat (singker), tali selambar dan perlengkapan tambahan
berupa pelampung tanda dan pemberat tambahan. Jaring rajungan dioperasikan
oleh 2-3 orang, kadang ada beberapa nelayan yang ikut membawa jaring rajungan
sendiri dengan tujuan menghemat biaya operasional. Biasanya tiap nelayan
membawa 12-30 tingting. Spesifikasi alat tangkap jaring rajungan yang digunakan
yaitu pada Tabel 16

Tabel 16 Bagian, bahan dan ukuran jaring rajungan yang digunakan nelayan
Kecamatan Tirtayasa

No Nama Bagian Keterangan


1 Badan jaring
ƒ Bahan PA Monofilament no 20
ƒ Diameter 0,2 mm
ƒ Mesh size 3,5 inci (8,75 cm)
ƒ Jumlah mata jaring
- Panjang 16,5 mata/m
- Tinggi 6 mata
2 Tali ris atas dan tali ris bawah
ƒ Bahan PE multifilament
ƒ Arah pilinan Z
ƒ Diameter 2 mm
ƒ Panjang per tingting 105 m
3 Tali pelampung
ƒ Bahan PE multifilament
ƒ Arah pilinan S
ƒ Diameter 2 mm

4 Tali pemberat
ƒ Bahan PE multifilament
ƒ Arah pilinan S
ƒ Diameter 2 mm

5 Pelampung
ƒ Bahan Karet sandal
ƒ Bentuk Oval
ƒ Diameter dalam 0,2 cm
ƒ Diameter luar 2,6 cm
ƒ Ketebalan 1,3 cm
ƒ Jarak antar pelampung 240 cm
6 Pemberat
ƒ Bahan Timah
ƒ Berat 2 gr
ƒ Bentuk Bulat
ƒ Diameter dalam 1 mm
ƒ Diameter luar 3 mm
ƒ Jarak antar pemberat 30 cm

45
Waktu penangkapan 1 hari untuk 1 trip dilakukan pada sore hari dan baru
diambil pada pagi hari berikutnya.

Teknik Pengoperasian Jaring Rajungan


Tahapan yang dilakukan untuk mengoperasikan alat tangkap jaring rajungan
hampir sama dengan pengoperasian alat tangkap bubu lipat (wadong), yaitu tahap
persiapan, pencarian daerah penangkapan (fishing ground), penurunan jaring
(setting), perendaman (soaking) dan pengangkatan/penarikan jaring (hauling).

1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan dilakukan sebelum melakukan operasi penangkapan. Tahap
ini meliputi persiapan alat tangkap dan pemeriksaan kondisi mesin, perahu,
persiapan bahan bakar, persiapan perbekalan serta persiapan ABK.

2. Tahap Pencarian Daerah Penangkapan (Fishing Ground)


Penentuan daerah penangkapan (fishing ground) untuk menangkap rajungan
dilakukan berdasarkan informasi atau pengalaman hasil dalam operasi
tangkapan sebelumnya. Perairan yang sering dijadikan daerah penangkapan
rajungan adalah di sekitar perairan Kecamatan Tirtayasa yang juga merupakan
lokasi penambangan pasir laut. Bila penambangan pasir laut sedang dilakukan
maka nelayan mencari daerah penangkapan lebih jauh ketengah laut dan bila
bahan bakar terbatas mereka melakukan penangkapan lebih dekat ke pantai.
Sejalan dengan perahu diarahkan menuju daerah penangkapan, maka alat
tangkap jaring rajungan dirapihkan dan ditata pada lambung sebelah kanan
perahu. Pada saat yang sama juga dilakukan penyambungan jaring rajungan
dan pelampung tanda dengan jaring rajungan lainnya. Sebelum
penyambungan alat tangkap dengan pelampung tanda, yang dilakukan terlebih
dahulu adalah persiapan pelampung. Pelampung tanda diatur sedemikian rupa
agar tidak melilit atau kusut. Waktu yang dibutuhkan untuk mencari daerah
penangkapan kurang lebih 1 jam.
3. Tahap Penurunan Alat Tangkap Jaring Rajungan (Setting)
Sesampainya di daerah penangkapan (fishing ground), dilakukan pencarian
dasar perairan yang sekitarnya tepat untuk pemasangan jaring rajungan. Dasar

46
perairan yang sesuai adalah yang bertipe substrat lumpur berpasir. Setting
berlangsung kurang lebih selama 1 jam tergantung dari banyaknya jaring
rajungan yang dibawa. Tahapan penurunan alat tangkap tersebut adalah dari
lambung kanan kapal, dengan urutan sebagai berikut :
ƒ Kapal dijalankan dengan kecepatan rendah dan nelayan ke-1 menurunkan
alat tangkap per tinting sampai dengan selesai. Nelayan ke-2 bertugas
membantu kelancaran kegiatan penurunan alat tangkap (setting),
sedangkan nelayan ke-3 bertugas sebagai nahkoda/tekong, yaitu
mengarahkan dan mengemudikan perahu pada saat setting.
ƒ Kegiatan penurunan rangkaian alat tangkap jaring rajungan dimulai dari
bendera tanda. Kemudian rangkaian demi rangkaian dalam tiap tinting alat
tangkap jaring rajungan terus diturunkan. Pada rangkaian terakhir
diikatkan dengan tali selambar dengan panjang sekitar 35 m dari bahan
PE.
ƒ Kedalaman perairan berdasarkan pengamatan dan penelitian lapangan
pada kegiatan operasi penangkapan berkisar antara 7-15 meter. Setelah
semua rangkaian alat tangkap jaring rajungan diturunkan, posisi kapal
segera lego jangkar dan mesin kapal dimatikan.
ƒ Kegiatan penurunan alat tangkap jaring rajungan tersebut dilanjutkan
dengan tahap perendaman (soaking).
4. Tahap Perendaman Alat Tangkap Jaring Rajungan (Soaking)
Setelah selesai penurunan alat tangkap (setting), tali selambar yang
dihubungakan dengan pelampung tanda diikatkan ke badan kapal dan mesin
kapal dimatikan, kemudian jangkar kapal diturunkan.Selama proses
perendaman alat tangkap (soaking), nelayan kembali kedarat untuk
beristirahat ataupun melakukan aktivitas lainnya. Lama perendaman alat
tangkap yang dilakukan adalah satu malam atau 9-12 jam.
5. Tahap Pengangkatan/Penarikan Alat Tangkap Jaring Rajungan (Hauling)
Kegiatan pengangkatan/penarikan alat tangkap jaring rajungan (hauling)
dimulai dengan pengangkatan jangkar ke atas perahu. Kemudian penarikan
pelampung tanda dan penarikan rangkaian alat tangkap.
Pada saat hauling, ada pembagian tugas diantara para nelayan. Nelayan ke-1
bertugas menarik tali utama dan bagian badan jaring (webbing) sambil

47
membersihkan kotoran (sampah) yang menempel pada jaring tersebut.
Nelayan ke-2 bertugas membantu nelayan ke-1 dalam menarik jaring,
menyusun jaring untuk setting berikutnya, mengeluarkan hasil tangkapan dari
badan jaring dan memasukkan hasil tangkapan ke dalam ember plastik yang
telah disediakan. Nelayan ke-3 bertugas mengemudikan kapal sambil sesekali
membantu melepaskan hasil tangkapan dari badan jaring.
Kegiatan hauling dilakukan di bagian lambung kanan kapal. Lama waktu
hauling sekitar 2 jam tergantung dari banyaknya jaring rajungan yang dibawa
oleh nelayan.

2. Bubu Lipat (Wadong)


Bubu lipat (wadong) yang dioperasikan di Kecamatan Tirtayasa memiliki
bagian-bagian, yaitu pelampung tanda, tali pelampung tanda, tali utama, tali
cabang dan bubu lipat (wadong) dengan besarnya mesh size net webbing
pembungkus rangka yaitu 1,25 cm. Dioperasikan oleh 3-4 orang nelayan
bergantung dari banyaknya bubu yang dibawa dan jarak daerah penangkapan yang
ditempuh. Nelayan Kecamatan Tirtayasa melakukan operasi penangkapan rutin
tiap hari (one day fishing).
Umumnya nelayan membeli bubu dengan cara memesan bubu sesuai dengan
ukuran berdasarkan keinginan nelayan. Bubu lipat dengan ukuran besar memiliki
harga jual Rp 12.000,- per buah mempunyai ukuran panjang 52 cm, lebar 33 cm,
dan tinggi 20 cm, sedangkan yang berukuran kecil dengan harga Rp 10.000,-
mempunyai ukuran panjang 44 cm, lebar 28 cm dan tinggi 15 cm. Jumlah bubu
yang dibawa berkisar antara 150-300 buah. Spesifikasi alat tangkap bubu lipat
(wadong) yang biasa digunakan nelayan Kecamatan Tirtayasa yaitu pada Tabel
17.

Teknik Pengoperasian Bubu Lipat (Wadong)


Pengoperasian alat tangkap bubu lipat (wadong) untuk menangkap rajungan
melalui beberapa tahap, yaitu persiapan, pencarian daerah penangkapan (fishing
ground), penurunan bubu (setting), perendaman (soaking) dan pengangkatan
/penarikan bubu (hauling).

48
Tabel 17 Bagian, bahan dan ukuran bubu lipat yang digunakan nelayan
Kecamatan Tirtayasa
No Nama Bagian Keterangan
1 Bagian bubu
ƒ Bahan rangka utama Besi behel ukuran 8 …..mm
ƒ Panjang (cm) 51,5 cm
ƒ Lebar (cm) 34 cm
ƒ Tinggi (cm) 20 cm
ƒ Dimensi mulut (cm) 1-2 cm
ƒ Kasa tempat umpan Besi behel ukuran 10……mm
ƒ Panjang tempat umpan (cm) 18-20 cm
2 Tali utama
ƒ Bahan PE multifilament
ƒ Panjang (m) 3000 m
ƒ Diameter (mm) 10 mm
3 Tali cabang
ƒ Bahan PE multifilament
ƒ Panjang (m) 2m
ƒ Diameter (mm) 4 mm
4 Pelampung tanda
ƒ Bahan Bambu atau Styrofoam
ƒ Panjang (m) 2m
ƒ Bentuk elips
ƒ Panjang tali (m) 20 m
ƒ Diameter tali (mm) PE multifilament 3 mm
Tahapan pengoperasian bubu lipat adalah sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan ini dilakukan sebelum berangkat menuju daerah
penangkapan. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah pemeriksaan alat
tangkap, mesin, perahu, persiapan bahan bakar (solar dan minyak tanah),
persiapan perbekalan (bahan makanan, es, air bersih) serta persiapan umpan.
2. Tahap Pencarian Daerah Penangkapan (Fishing Ground)
Pada tahap penentuan daerah penangkapan (fishing ground) untuk menangkap
rajungan, biasanya dilakukan berdasarkan informasi atau pengalaman hasil
tangkapan sebelumnya. . Perairan yang sering dijadikan daerah penangkapan
rajungan adalah di sekitar perairan Kecamatan Tirtayasa yang juga merupakan

49
lokasi penambangan pasir laut. Bila penambangan pasir laut sedang dilakukan
maka nelayan mencari daerah penangkapan lebih jauh ketengah laut. Pada saat
perahu diarahkan menuju ke daerah penangkapan, maka ikan umpan yaitu dari
jenis ikan petek dan ikan rucah dipersiapkan dan dipasang pada bubu,
kemudian setelah ikan umpan terpasang, bubu dilipat kembali dan disusun di
lambung kanan kapal untuk persiapan penurunan alat tangkap (setting).
Umpan yang digunakan berukuran 5 cm. Jadi, jika ukuran ikan melebihi 5 cm,
maka ikan dibagi menjadi 2 bagian sehingga kira-kira berukuran 5 cm. Waktu
yang dibutuhkan untuk mencari daerah penangkapan ini kurang lebih 1-2 jam.
3. Tahap Penurunan Alat Tangkap Bubu Lipat (Wadong) (Setting)
Sesampainya di daerah penangkapan (fishing ground) dilakukan pencarian
dasar perairan yang sekiranya tepat untuk pemasangan bubu. Dasar perairan
yang sesuai adalah yang bertipe substrat lumpur berpasir.
Setting berlangsung kurang lebih selama 1-1,5 jam dengan jumlah bubu ± 300
buah. Waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan setting alat tangkap bubu lipat
(wadong) rata-rata sekitar 12 detik per buah. Tahapan penurunan alat tangkap
tersebut adalah dari lambung kanan kapal, dengan urutan sebagai berikut :
ƒ Kapal dijalankan dengan kecepatan rendah dan nelayan ke-1
menyusun/merangkai alat tangkap yang satu dengan yang lainnya serta
posisi bubu lipat yang awalnya terlipat segera untuk dibuka. Apabila telah
siap, alat tangkap diserahkan kepada nelayan ke-2 untuk dilakukan
penurunan alat tangkap (setting).
ƒ Nelayan ke-3 bertugas membantu kelancaran penurunan alat tangkap dan
nelayan ke-4 bertugas sebagai nahkoda/tekong, yaitu mengarahkan dan
mengemudikan kapal pada saat setting.
ƒ Kegiatan penurunan rangkaian alat tangkap bubu lipat (wadong) dimulai
dari bendera tanda, kemudian rangkaian alat tangkap bubu terus
diturunkan dan setiap 50 buah diberi bendera tanda. Secara keseluruhan
dari 300 buah rangkaian bubu dibagi menjadi 8 buah bendera tanda.
Kedalaman perairan laut dalam mengoperasikan bubu lipat adalah
berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian lapangan yaitu berkisar
antara 7-15 m tergantung dari daerah penangkapan. Setelah semua

50
rangkaian alat tangkap bubu diturunkan, posisi kapal segera lego jangkar
dan mesin kapal dimatikan.
ƒ Selanjutnya adalah tahap perendaman (soaking).
4. Tahap Perendaman Alat Tangkap Bubu Lipat (Wadong) (Soaking)
Setelah selesai penurunan alat tangkap (setting), tali selambar yang
dihubungkan dengan pelampung tanda diikatkan ke badan kapal dan mesin
kapal dimatikan, kemudian jangkar diturunkan. Selama proses perendaman
alat tangkap (soaking), nelayan kembali kedarat untuk melakukan aktivitas
lainnya. Lama perendaman alat tangkap berkisar 9-12 jam.
5. Tahap Pengangkatan/Penarikan Alat Tangkap Bubu Lipat (Hauling)
Kegiatan penangkapan/penarikan alat tangkap bubu lipat (hauling) dimulai
dengan pengangkatan jangkar ke atas. Kemudian penarikan pelampung tanda
dan penarikan bubu.
Pada saat hauling, pembagian tugas diantara para nelayan adalah sebagai
berikut : nelayan-1 bertugas menarik tali utama, nelayan ke-2 bertugas
mengangkat bubu pada tali cabang dan membersihkan lumpur pada bubu,
nelayan ke-3 mengeluarkan hasil tangkapan dari dalam bubu ke cool box dan
nelayan ke-4 bertugas memasang umpan sekaligus merapihkan bubu di atas
kapal untuk setting yang berikutnya.
Kegiatan hauling dilakukan di bagian lambung kanan perahu, dengan rata-rata
waktu yang dibutuhkan untuk penarikan bubu sekitar 2 jam.

Musim dan Hasil Tangkapan.


Teluk Banten merupakan perairan yang dangkal, kurang dari 12 m
dalamnya dengan luas kira-kira 150 km2. Dasar perairan pada umumnya berpasir
(Nurani, 2004). Demikian pula perairan Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang
umumnya memiliki dasar laut berpasir. Jika organisme ingin menghuni daerah ini
maka organisme tersebut harus beradaptasi dengan kondisi pasir. Biasanya adalah
dengan menggali substrat sampai mencapai kedalaman tertentu dari pasir dimana
gelombang tidak dapat lagi mempengaruhi. Kedua adalah cara menggali dengan
cepat, mekanisme ini banyak dipakai oleh cacing anelida, kerang kecil dan

51
crustaceae. Tipe ini juga dianut oleh Kepiting pasir dari famili Hippidae yang
banyak ditemukan di pantai (Nybaken , 1992).
Pada perairan Kecamatan Tirtayasa saat bulan-bulan tertentu terdapat
musim udang. Secara kontinu juga banyak ditangkap rajungan (Portunus
pelagicus) bahkan pada bulan-bulan tertentu terjadi musim rajungan atau
besarnya hasil tangkapan. Terdapatnya musim udang dan rajungan pada perairan
Kecamatan Tirtayasa tidaklah mengherankan, karena udang ataupun rajungan
yang telah dewasa mereka cenderung berada pada dasar perairan yang berpasir.
Rajungan jenis Portunus sp hidup pada habitat yang beraneka ragam yaitu pantai
dengan dasar pasir, pasir lumpur dan juga di laut terbuka. Dalam keadaan biasa, ia
diam di dasar laut sampai dengan kedalaman lebih dari 65 m, tetapi sekali-sekali
ia dapat juga terlihat dekat ke permukaan laut (Nontji, 1993).
Portunidae adalah salah satu famili kepiting yang memiliki pasangan
kaki jalan dan pasangan kaki kelimanya berbentuk pipih dan melebar pada ruas
yang terakhir. Famili Portunidae sebagian besar hidup di laut, perairan bakau, atau
perairan payau. Rajungan berbeda dengan kepiting, tetapi karena masih satu
famili maka dalam dunia perdagangan dimasukkan satu kelompok yang sama
dengan kepiting yaitu kelompok crabs.
Musim ikan terjadi 2 kali dalam setahun, baik pada musim barat maupun
musim timur, dan mencapai puncak menjelang musim hujan pada bulan Juni-
Oktober. Sedangkan musim udang terjadi 2 kali setahun, yaitu pada musim barat
dan timur, mengalami puncak musim selama 3 bulan dalam 1 tahun. Pada saat
musim udang, nelayan menangkap udang 3 hari dalam 1 minggu. Menurut salah
seorang nelayan, bulan Februari-Maret-April dimana terjadi musim timur
merupakan puncak musim kerapu. Menurut para nelayan, diantara komoditas
udang, ikan, rajungan dan kerang-kerangan, hanya rajungan dan kerang-kerangan
saja yang tidak mengenal musim.

52
Tabel 18. Jumlah kapal dan nelayan di desa-desa pengamatan di Kecamatan
Tirtayasa.
Susukan Lontar Tengkurak
Alat Tangkap
Kapal Nelayan Kapal Nelayan Kapal Nelayan
Jr. Udang - - - -
Jr. Bondet - - - - 17 102
Bubu 18 72 - - - -
Sero - - - - 22 110
Jr. Rajungan - - - - - -
Jr. Rampus 1 4 - - - -
Jr. Tegur - - - - 14 70
Yonbun 3 15 - - - -
Jr. Klitik 10 50 - - - -
Jumlah 32 141 265 1200 53 282
Sumber : Hasil survey Dinas Perikanan Kab. Serang tahun 2004

*) Hasil pengamatan

Hasil tangkapan nelayan berupa udang-udangan (udang jerbung, udang


kipas, udang peci, udang belalang atau cackrik), rajungan, kerang-kerangan
seperti kerang darah, kerang tahu (kepah), kerang bulu, tiram, “menyeng”,
“bladed”, keong-keongan seperti keong macan, berbagai jenis ikan seperti ikan
kuro, kuwe, tenggiri, bawal, kakap, kerapu, kembung, tongkol, selar, pari,
belanak, teri, manyun, layur, tembang, sembilang, kedukang, bilis, cucut, kurisi,
raja gantang, cumi, sotong, kerapu (kerapu lumpur, lodeg, macan, bebek, karet,
bibit kerapu) dan yang lainnya. Rajungan merupakan salah satu tangkapan
nelayan yang dominan dari kedua desa di Kecamatan Tirtayasa. Di desa Lontar
dan Susukan terdapat bakul besar rajungan yang melakukan pengolahan daging
rajungan, yang produksinya kemudian dipasarkan untuk ekspor. Rajungan ini
ditangkap dengan jaring rajungan maupun bubu.
Berdasarkan wawancara dengan nelayan, rata-rata dalam setiap
operasinya, setiap perahu memerlukan biaya operasi sebesar 30-35 ribu untuk
jaring rajungan, 70 ribu untuk jaring udang, 75 ribu untuk jaring ikan, 35 ribu
untuk jaring bondet dengan hasil tangkapan (sebelum beroperasinya kapal keruk)

53
10-40 kg./trip untuk jaringan udang, 50-150 kg/trip untuk jaring rampus, 15-50 kg
untuk jaring rajungan, 100-200 kg/trip untuk jaring arad, 200-500/kg untuk
jaring bondet. Pada puncak musim udang, tangkapan udang mampu mencapai
100-200 kg/trip. Nelayan-nelayan yang mencari ikan di pinggir pantai dengan
menggunakan jala lempar, menghasilkan 3-6 kg. Udang/ikan tiap harinya, dan
para pengumpul kerang dapat menghasilkan kerang-kerangan 5-10 kg setiap
harinya. Selain itu, dengan menggunakan sudu, diperoleh pula bibit kerapu.

Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan.


Pada masyarakat nelayan di kecamatan Tirtayasa terdapat kelompok-
kelompok yang dikategorikan sebagai :
1. Nelayan Pemilik Kapal
2. Nelayan Buruh
3. Nelayan jala lempar, pengumpul kerang-kerangan
4. Bakul (tengkulak)
Nelayan pemilik kapal dalam statistik perikanan disebut sebagai Rumah Tangga
Perikanan (RTP) Nelayan ini pada umumnya ikut dalam operasi penangkapan
ikan dan pendapatan nelayan ini pada umumnya dua kali lebih besar daripada
nelayan buruh. Nelayan buruh dalam statistik perikanan disebut sebagai Rumah
Tangga Buruh Perikanan (RTBP). Dalam satu armada penangkapan, terdiri dari 5-
6 orang nelayan, yang terdiri dari satu orang punggawal dan 4 orang anak buah
kapal. Berdasarkan perhitungan, jumlah nelayan (nelayan pemilik kapal dan
buruh) mencapai 2170 orang, sedangkan nelayan jaring lempar dan para
pengumpul kerang-kerangan diperkirakan mencapai 20 orang.
Bakul merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan
nelayan. Para nelayan menjual hasil tangkapannya kepada para bakul. Setiap
nelayan memiliki hubungan yang tetap dengan bakul tertentu. Bakul ini adalah
yang memiliki perahu dan alat tangkap yang dijalankan oleh para nelayan.
Seringkali para bakul menjadi lembaga yang memberikan pinjaman kepada para

54
nelayan terutama pada musim paceklik. Bakul ini juga dapat dikelompokkan
menjadi bakul pertama (bakul kecil) dan bakul kedua atau bakul besar.
Berdasarkan pengamatan, pada tempat-tempat dimana ikatan bakul dengan
nelayan begitu kuat, tidak ada aktivitas pada TPI seperti di Desa Lontar.
Pendapatan nelayan pemilik perahu berkisar antara Rp. 20.000 -100.000
setiap harinya, dengan rata-rata Rp. 43.000,-, nelayan buruh Rp. 10.000-100.000
/hari dengan rata-rata Rp. 34.000,- dan bakul 10.000-3.000.000,- dengan rata-rata
Rp. 130.000 per hari. Bila sedang musim paceklik, nelayan mengaku masih
memperoleh pendapatan antara 5.000-25.000 setiap harinya. Nelayan jaring
lempar setiap harinya dapat memperoleh pendapatan antara 20.000-50.000 setiap
harinya, begitu pula dengan nelayan pengumpulan kerang-kerangan.

4.5 Karakteristik Responden


Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan di kecamatan Tirtayasa
yang meliputi 2 desa terhadap 38 responden, diperoleh karakteristik sosial-
ekonomi responden seperti tertera pada Tabel 19.

Tabel 19. Karakteristik responden di wilayah penelitian

Pendidikan Umur Pekerjaan


Nelayan Nelayan
Kec./Desa SD SLTP SLTA <30 31-40 >40 Bakul Jumlah
Pemilik Buruh
Tirtayasa
Lontar 23 3 1 6 9 12 12 12 5 27
susukan 10 1 0 3 4 4 7 3 1 11
Jumlah 33 4 1 9 13 16 19 15 6 38
Prosentase 86.84 10.53 2.63 23.68 34.21 42.11 50.00 39.47 15.79 100.00

Sumber : hasil wawancara

Responden berusia antara 18-62 tahun dan apabila dikelompokkan lagi


berdasarkan kelompok umur, maka responden terbanyak memiliki kisaran umur di
atas 40 tahun. Sebagian besar para nelayan berada pada kelompok umur di atas 40

55
tahun. Dari sisi tingkat pendidikan, maka sebayak 33 orang (86.84%)
berpendidikan SD (tamat atau tidak tamat), 4 orang (10.53%) berpendidikan
SLTP, dan 1 orang (2.63%) berpendidikan SLTA.
Sebanyak 19 orang dari 38 orang responden bermata pencaharian sebagai
nelayan pemilik dan dari 38 orang tersebut, 17 orang (16.8%) merupakan nelayan
yang memiliki perahu, dan 15 orang (39.47%) merupakan nelayan buruh, 6 orang
(15.79%) responden bermata pencaharian sebagai bakul ikan.

56
5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Daerah Penangkapan Ikan dan Kawasan Penambangan Pasir Laut


Daerah penangkapan ikan di perairan Kabupaten Serang dapat digolongkan ke
dalam tiga cluster daerah penangkapan ikan, yaitu daerah penangkapan ikan dengan
kedalaman 0-5 meter (cluster satu), daerah penangkapan ikan dengan dengan
kedalaman 5–10 meter (cluster dua), dan daerah penangkapan ikan dengan
kedalaman 10–15 meter (cluster tiga). Ketiga cluster caerah penangkapan ikan ini
kesemuanya tumpang tindih dengan kawasan penambangan pasir yang diizinkan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Serang.
Tumpang tindihnya daerah penangkapan ikan dengan kawasan penambangan
pasir mengakibatkan nelayan dalam melakukan penangkapan ikan selalu berupaya
menghindari kapal keruk yang sedang beroperasi agar tidak terjadi tabrakan ataupun
turut terhisapnya alat tangkap nelayan oleh kapal keruk. Kejadian ini membuat
Nelayan melakukan upaya penangkapan pada daerah yang sangat dekat dengan pantai
dengan resiko hasil tangkapan sangat terbatas dan berukuran kecil atau melakukan
penangkapan yang lebih jauh dari pantai melampaui kapal keruk yang sedang
beroperasi sehingga membutuhkan bahan bakar yang lebih dari keadaan normal.

5.2 Produksi Rajungan


Produksi Rajungan sebelum adanya penambangan pasir laut di Kecamatan
Tirtayasa pada Tahun 2002 mencapai 180,4 ton, Pada Tahun 2003 dengan
dimulainya penambangan pasir pada bulan september produksi rajungan di
kecamatan Tirtayasa mencapai 62,34 ton. Pada bulan september 2003 dimulai
penambangan pasir laut oleh PT. Jet Star. Penambangan pasir laut terus berlangsung
hingga tahun 2005. Seiring dengan penambangan pasir laut, upaya penangkapan
rajungan oleh nelayan juga terus berlangsung. Nelayan terpaksa melakukan
penangkapan rajungan pada perairan dekat pantai atau jauh ketengah menghindari
kapal keruk pasir laut yang sedang melakukan operasi pengerukan. Sesekali
dilakukan penangkapan rajungan tepat pada lokasi pengerukan ketika kapal keruk
kembali ke Jakarta membawa muatan pasir laut. Pada kondisi demikian, tahun 2004
produksi rajungan bersamaan dengan berlangsungnya penambangan pasir laut di
Kecamatan Tirtayasa mencapai 50,2 Ton.

60.0 600000

50.0 500000

produksi pasir laut (M 3)


produksi rajungan (ton)

40.0 400000
produksi
30.0 300000 rajungan (ton)
20.0 200000 produksi pasir
laut (M3)
10.0 100000

- 0
jan'03

jan'04

jan'05
apr

apr

apr
bulan

jul

jul

jul
oct

oct

oct

Gambar 8. Produksi rajungan dan pasir laut

Produksi rajungan setiap tahunnya semakin menurun meskipun rajungan dapat


tertangkap sepanjang tahun dan produksi bulanan pada tiap–tiap tahun tidak memiliki
pola. Pada kenyataan di lapangan, produksi rajungan di Kecamatan Tirtayasa
berlangsung terus-menerus sepanjang tahun. Nelayan akan berhenti melakukan
penangkapan rajungan ketika musim udang ataupun musim ikan tiba.

5.3 Produksi Rajungan Sebelum dan Setelah Penambangan Pasir Laut


Produksi rajungan sebelum dilakukan penambangan pasir cukup tinggi pada
tahun 2000 sampai dengan tahun 2002. Pada tahun 2002 produksi rajungan mencapai
180,4 ton. Pada tahun 2003 sampai dengan bulan Agustus kecenderungan menurun
dan pada akhirnya pada bulan September dilakukan penambangan pasir laut. Pada
bulan September tahun 2003 sampai dengan tahun 2004 produksi rajungan semakin
menurun. Kondisi penurunan produksi pada saat dilakukannya penambangan pasir

58
laut dibandingkan dengan produksi sebelum dilakukan penambangan pasir laut
dilakukan uji T dengan taraf α 5% untuk mengetahui apakah terjadi penurunan yang
signifikan.
Hasil uji T menunjukan bahwa t hitung memiliki nilai 2,187 sedangkan t tabel
memiliki nilai 2,100 , oleh karena t hitung lebih besar dari pada t tabel maka Ho : u1
= u2 ditolak dan berarti terjadi penurunan produksi rajungan yang signifikan pada
saat setelah dilakukan penambangan pasir laut dibandingkan dengan produksi
rajungan sebelum penambangan pasir laut.

5.4 Kualitas Produksi Rajungan


Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan di peraiaran
Kabupaten Serang sebelum terjadi penambangan pasir laut yaitu pada bulan Maret
hingga April 2003 oleh Suadela (2004) didapatkan rata –rata Panjang karapas (CL)
rajungan sebesar 5,59 cm ± 0,68 sedangkan rata-rata lebar karapas (CW) rajungan
mencapai 11,56 cm ± 1,24 dan rata-rata berat tubuh rajungan 121,75 gram ± 50,19 .
Pada saat penambangan pasir laut dilakukan didapat rata-rata panjang karapas (CL)
rata-rata 5,04 cm ± 0,96 cm sedangkan rata–rata lebar karapas (CW) sebesar 10,3 cm
± 1,9 cm dan rata-rata berat tubuh (BW) sebesar 92,69 gram ± 71,58 gram.
Perbandingan rata-rata panjang karapas (CL) , lebar karapas (CW) dan berat tubuh
(BW) sebelum penambangan pasir laut dan setelah penambangan pasir laut terdapat
perbedaan yang semakin mengecil hal ini berarti secara kualitas baik panjang karapas
(CL) , lebar karapas (CW) dan berat tubuh (BW) rajungan pada saat penambangan
pasir laut terjadi penurunan kualitas.

59
Tabel 20. Perbandingan kualitas rajungan

Dimensi Ukuran Rata-rata + SD


CL, cm 5,59 + 0,68
Sebelum Penambangan CW, cm 11,56 + 1,24
BW, gram 121,75 + 50,19

Setelah Penambangan CL, cm 5,04 + 0,96


CW, cm 10,3 + 1,9
BW, gram 92,69 + 71,58

Sumber : Data hasil pengolahan

5.5 Ijin Pertambangan dan Produksi Pasir Laut


Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah pusat telah
mengeluarkan ijin Kuasa Pertambangan (KP) Pasir laut kepada enam perusahaan.
Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah maka dengan alasan kepentingan
daerah dalam hal pengelolaan potensi Sumber Daya Alam (SDA) agar potensi bisa
dimanfaatkan secara optimum namun lingkungan dapat terkendali maka Pemerintah
Daerah Kabupaten Serang mengkaji ijin yang telah dikeluarkan pemerintah pusat.
Pengkajian dan penerbitan ijin oleh daerah didasarkan aturan dan landasan hukum
yang ada baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemohon ijin
pertambangan pasir laut mengajukan permohonan kepada bupati. Kemudian
diteruskan kepada dinas terkait untuk melakukan pengkajian administrasi. Apabila
secara administrasi dapat diterima maka dinas bersama tim teknis melakukan kajian
teknis. Apabila secara teknis dapat diterima maka dinas terkait memberikan
rekomendasi kepada bagian hukum untuk dipersiapkan ijin pertambangan . Ijin
Pertambangan diterbitkan setelah ditandatangani oleh Bupati.

60
SKIP
-Teristis
EKSPLORASI
-Studi Literatur
STUDI KELAYAKAN Fisik, Ekonomi, Budaya
-Fotogramatis
AMDAL (Foto udara, satelit)
TEKNIS EKSPLOITASI
PENGOLAHAN
PENGANGKUTAN Perencanaan Tambang
(Sistem, Alat, Volume)
PENJUALAN

KEPALA TEKNIK Tugas & fungsi :


TAMBANG (KTT) 1.Mengawasi kegiatan tambang
K3
2. Mediator antara perusahaan dgn pemerintah
Sarana
PELAKSANA
INSPEKSI -Pengawasan SDM
TAMBANG (PIT) -Menghentikan kegiatan tambang Operasinal

Unsur yg diperiksa:
LINGKUNGAN AMDAL, RKL & RPL 1. Adm ( Buku Tambang)
2. Teknis
- Baku Mutu
3. Lingkungan
- Ambang Batas
4. K3

Gambar 9. Mekanisme pengelolaan pertambangan

DITOLAK

PEMOHON BUPATI DINAS TIM


TEKNIS

DITERIMA

BAGIAN
HUKUM

SURAT IJIN PERTAMBANGAN DAERAH

Gambar 10. Skema pengurusan ijin pertambangan daerah

61
Pemerintah Kabupaten Serang telah mengeluarkan ijin kuasa pertambangan
kepada beberapa perusahaan. Perusahaan yang telah memiliki ijin ekploitasi dan
telah melakukan penambangan pasir laut adalah P.T. Jet Star yang memulai operasi
penambangan pada bulan September 2003. Adapun produksi Pasir Laut sampai
dengan bulan Maret 2005 seperti dalam Gambar 7. Berdasarkan hasil eksplorasi, luas
penyebaran pasir mencapai 12.185.000 m3 dengan ketebalan rata-rata 3.81 m.
Cadangan terukur sebesar 28.647.316 m3 serta dari perhitungan cadangan tersebut
didapat cadangan tertambang sebesar 47.047.835 m3.

5.6 Biofisik Perairan


Lingkungan biofisik adalah lingkungan yang terdiri dari komponen biotik dan
abiotik yang berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Kualitas
lingkungan biofisik dikatakan baik jika interaksi antar komponen berlangsung
seimbang. Simanjuntak (2002) menyatakan bahwa sebelum adanya penambangan
pasir laut, hasil penelitian berdasarkan kadar fosfat, nitrat dan silikat maka perairan
Teluk Banten dan sekitarnya dikategorikan perairan yang subur dan kualitas air laut
masih baik sehingga layak digunakan untuk usaha bidang perikanan dan budidaya
biota laut lainnya. Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Rencana Penambangan
Pasir Laut di Kawasan Laut Utara Kabupaten Serang dinyatakan bahwa
penambangan pasir laut akan memberikan dampak pada aspek biologi dan fisik
perairan dengan kategori dampak negatif penting. Hal tersebut akan menjadikan
kondisi lingkungan biofisik yang menurun dan harus diantisipasi.
Proses penambangan pasir laut menyebabkan endapan lumpur yang
bercampur dengan pasir laut ikut tersedot dan dikembalikan ke laut. Material lumpur
yang bercampur dengan air laut akan menimbulkan padatan terlarut. Lamanya
padatan ini menyebar menyebabkan kekeruhan. Berdasarkan kedalaman perairan 15 –
20 m dan kecepatan arus 22,5 cm/detik maka kekeruhan terjadi sampai dengan 6 jam
dan sebaran mencapai 4,5 km. Penambangan pasir laut juga menambah kedalaman
dasar laut yang mempengaruhi energi gelombang sehingga menjadi bertambah besar.
Penambangan pasir skala besar dan terus menerus dalam periode waktu yang cukup
lama serta aktivitas pemulihan kembali kondisi lahan dan lingkungan bekas
penggalian pasir laut berjalan dengan lambat akan merubah fisik perairan sehingga

62
mempengaruhi biota laut beserta habitatnya. Hasil pengukuran beberapa parameter
kualitas lingkungan perairan di lokasi penambangan pasir oleh PT. Jet Star dapat
dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air di lokasi penambangan.

No Parameter Satuan Baku Mutu Lokasi penambangan

Fisika

1 Warna TCU < 50 20

2 Bau Alami Alami Alami

3 Kekeruhan NTU < 30 94.3

4 TSS mg/l < 80 140

5 TDS mg/l - 18310

Sumber : Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, 2004

Penambangan pasir laut memberikan pengaruh terhadap tingginya nilai


kekeruhan dan TSS. Nilai kedua parameter tersebut sudah melebihi baku mutu air
untuk biota laut yaitu 94,3 NTU untuk nilai kekeruhan dan 140 mg/l untuk TSS.
Volume galian pasir laut yang dihasilkan dari aktivitas penambangan pasir PT. Jet
Star di wilayah perairan Desa Lontar, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang adalah
500 m3 per jam atau 10.000 m3 per hari (asumsi operasional suction Cutter Dredger
adalah 20 jam per hari). Sedangkan material galian lain yang dibuang kembali ke
perairan adalah 3300 m3 per hari, terdiri dari air laut 3.000 m3/hari dan lumpur 300
m3/ hari.
Ketika proses penggalian pasir berlangsung, Suction Cutter Dredger akan
menyedot apapun yang berada di bawahnya dengan kekuatan tinggi, termasuk jika di
wilayah penyedotan pasir laut tersebut terdapat wilayah pemijahan dan pembesaran
ikan serta habitat hidup biota atau sumberdaya hayati laut lainnya, seperti jasad renik

63
(plankton, nekton), terumbu karang dan padang lamun. Seluruh isi laut akan ditarik
ke atas dan sesampainya diatas kemudian dipilah-pilah. Pasirnya akan diambil,
sedangkan lumpur, air dan lainnnya dibuang kembali ke laut. Bertebaranlah limbah
pengerukan yang berisi lumpur dan jasad renik serta material lainnya yang ikut
terhisap selama proses penggalian dan pemuatan berlangsung. Berbagai jasad renik
yang ikut tersedot, secara otomatis ikut menjadi penyebab munculnya bau busuk
yang mengganggu dan biasanya menjadi penyebab terjadinya plankton booming
(penyuburan perairan). Kejadian ini terus berulang dan tidak meninggalkan waktu
sedikitpun bagi laut dan berbagai satwa lainnya untuk bernafas di air yang jernih.
Kondisi perairan dengan kekeruhan dan kadar TSS yang tinggi akan
mengganggu ikan dan biota laut lainnya dalam proses bernafas karena butiran-butiran
pasir yang teraduk tersebut dapat menutupi organ pernafasan ikan yaitu insang.
Kondisi ini dapat berakibat pada : 1) kematian ikan karena kesulitan dalam bernafas;
dan 2) perpindahan atau migrasi besar-besaran ikan, udang dan biota laut lain menuju
tempat dengan kondisi lingkungan perairan yang lebih bersih, lebih sehat dan tidak
mengganggu keberlangsungan hidupnya.

5.7 Regresi Produksi Pasir Laut Terhadap Produksi Rajungan


Hasil analisis regresi produksi pasir laut terhadap produksi rajungan didapat
persamaan regresi Y=1,37 – 0.237X1 + 0,365X2 dengan koefisisen korelasi 0,36 ;
koefisien determinasi 0,13 dan koefisien determinasi yang disesuaikan 0,017.
Mengacu kepada nilai koefisen determinasi berarti perubahan produksi rajungan
dapat dijelaskan sebesar tiga belas persen (13%) oleh produksi pasir laut, sedangkan
delapan puluh tujuh persen (87%) disebabkan oleh variabel lainnya. Variabel lain
yang dapat mempengaruhi produksi rajungan adalah jumlah alat tangkap dan jumlah
biaya operasional. Persamaan regresi produksi pasir laut terhadap produksi rajungan
menunjukan kurva yang negatif, hal tersebut menunjukan setiap kenaikan produksi
pasir laut akan menurunkan produksi rajungan, meskipun laju penurunan tersebut
belum memberikan pengaruh yang signifikan.

64
1.2

produksi rajungan (ton)


1
produksi rajungan
0.8 (ton)
0.6 Predicted produksi
rajungan (ton)
0.4 Linear (produksi
rajungan (ton))
0.2

0
0 2 4 6
produksi pasir laut (M3)

Gambar 11. Regresi produksi pasir laut terhadap produksi rajungan

5.8 Perubahan Surplus Produsen


Salah satu dampak yang dikeluhkan oleh stakeholders akibat penambangan
pasir laut adalah kekhawatiran atas berubahnya kesejahteraan nelayan setempat yang
merupakan pemanfaat sumberdaya perikanan yang berada pada wilayah-wilayah
sekitar penambangan. Penambangan pasir laut dapat menimbulkan eksternalitas
(dampak) yang bisa saja bersifat welfare enhanching (meningkatkan kesejahteraan)
maupun akibat penambangan pasir laut adalah yang bersifat welfare reducing.
Seberapa besarnya perubahan kesejahteraan yang bersifat welfare reducing terhadap
para nelayan, dihitung dengan mengukur perubahan surplus produsen (nelayan).
Fauzi (2004) mendefinisikan surplus produsen sebagai pembayaran yang
paling minimum yang bisa diterima oleh produsen dikurangi dengan biaya untuk
memproduksi komoditas. Surplus produsen dapat juga dianggap sebagai surplus yang
bisa diperoleh oleh pemilik sumberdaya atau asset yang produktif pada saat
pendapatan dari sumberdaya melebihi biaya pemanfaatannya. Dalam kasus
perikanan, surplus produsen merupakan surplus yang diterima oleh nelayan atas
ekstraksi sumberdaya ikan.

65
Dampak perubahan surplus produsen akibat penambangan pasir laut di daerah
penelitian dihitung berdasarkan data primer dan data sekunder untuk perikanan di
wilayah yang terkena penambangan pasir laut. Data sekunder terlebih dahulu
disagregasi untuk memisahkan alat tangkap yang beroperasi di daerah penambangan
pasir laut dengan alat tangkap yang beroperasi di luar daerah penambangan pasir laut.
Kurva supply perikanan rajungan dalam penelitian ini tidak diketahui, maka
perhitungan surplus produsen di proxy berdasarkan surplus penerimaan. Perhitungan
surplus produsen didasarkan pada produksi perikanan untuk komoditas atau alat
tangkap dominan serta diperkirakan mengalami perubahan produksi karena adanya
penambangan pasir laut, yaitu rajungan, ikan, dan udang. Analisis terhadap
produktivitas alat tangkap dilakukan terhadap jaring rajungan, bubu, jaring bondet,
jaring udang, jaring rampus. Komponen-komponen untuk menghitung surplus
produsen ini adalah:
1. Hasil tangkapan (rata-rata) per trip (kg/trip)
2. Jumlah armada penangkapan
3. Harga komoditas perikanan (Rp/kg)
4. Jumlah hari melaut
5. Biaya operasional per trip (Rp/trip); biaya bahan bakar, perbekalan.
Berdasarkan data primer dan sekunder, maka diperoleh surplus untuk
rajungan pada kondisi sebelum penambangan dan pada saat penambangan seperti
tertera pada Tabel 22.

Tabel 22 Dampak penambangan terhadap perubahan surplus produsen (rupiah)


PRODUKSI SEBELUM FASE PERUBAHAN
RAJUNGAN PENAMBANGAN PENAMBANGAN SURPLUS

DESA LONTAR 9.846.075.000 1.001.700.000 8.844.375.000


DESA SUSUKAN 1.635.690.000 433.440.000 1.202.250.000
JUMLAH 11.481.765.000 1.435.140.000 10.046.625.000

Sumber : Data hasil pengolahan

66
Pada Desa Lontar sebelum adanya penambangan pasir laut, hasil tangkapan
rajungan pada saat musim rajungan mencapai 50 kg/trip dan di luar musim mencapai
15 kg/trip. Setelah adanya penambangan pasir laut hasil tangkapan rajungan pada saat
musim rajungan mencapai 8 kg/trip dan di luar musim mencapai 4 kg/trip. Jumlah
trip atau hari melaut musim rajungan mencapai 18 hari sedangkan diluar musim
rajungan jumlah hari melaut mencapai 174 hari dalam 1 tahun. Jumlah armada yang
melakukan penangkapan rajungan mencapai 265 kapal. Harga jual rajungan sebesar
Rp. 12.500,-/kg. Biaya operasional penangkapan sebesar Rp. 35.000,-/trip.
Berdasarkan variabel-variabel tersebut maka dihitung total penerimaan dan total
biaya variabel. Selisih antara total penerimaan dan total biaya variabel merupakan
surplus produsen. Biaya penangkapan pada musim rajungan sebesar Rp. 700,-/kg dan
diluar musim rajungan sebesar Rp.2.333,-/kg. Cara perhitungan yang sama dilakukan
pada Desa Susukan sehingga didapat perhitungan surplus produsen sebelum dan
setelah penambangan pasir laut.
Surplus produsen untuk rajungan pada keadaan sebelum penambangan
sebesar Rp. 11.481.765.000,- sedangkan surplus produsen pada saat penambangan
sebesar Rp 1.435.140.000,- sehingga terjadi perubahan (penurunan) surplus sebesar
Rp. 10.046.625.000,- atau sebesar 88%.
Menurut Saraswati (2005), nilai ekonomi pasir laut di Kabupaten Serang sebesar
Rp. 109.705.150.000,- per tahun, dengan demikian bila dibandingkan perubahan surplus
produsen rajungan terhadap nilai ekonomi pasir laut diperoleh nilai sebesar 9%. Gambar
12 menampilkan perbandingan surplus produsen.

67
10000000
R
I 9000000
B 8000000
U 7000000
6000000
R SEBELUM PENAMBANGAN
U 5000000
SETELAH PENAMBANGAN
P 4000000
I 3000000
A
2000000
H
1000000
0
Ds. LONTAR Ds. SUSUKAN

Gambar 12. Surplus produsen sebelum dan setelah penambangan

Namun demikian sebenarnya sangat sulit untuk menentukan, apakah


perubahan surplus ini benar-benar terjadi karena penambangan pasir laut. Beberapa
nelayan menyatakan bahwa sepanjang tahun 2004 merupakan periode paceklik yang
panjang. Sebagian besar nelayan menyatakan bahwa telah terjadi penurunan produksi
sejak beberapa tahun terakhir, namun penurunan produksi tersebut dianggap
penurunan yang wajar akibat fluktuasi musiman.
Berdasarkan data produksi perikanan, baik produksi perikanan Kabupaten Serang
maupun Kecamatan Tirtayasa sejak tahun 1998 hingga 2003, terdapat
kecenderungan menurunnya produksi rajungan.

5.9 Implikasi Kebijakan


Pemberian ijin kuasa pertambangan pasir laut di Kabupaten Serang
didasarkan kepada Peraturan Daerah No 1 tahun 2003 tentang ijin pengusahaan

68
pertambangan umum. Perda No 1 Tahun 2003 memasukan pasir laut dengan
kategori sebagai bahan galian C. Perda tersebut memiliki kelemahan bila diterapkan
pada usaha penambangan pasir laut karena pada pasal 21 ayat 4 disebutkan bahwa
luas wilayah ekploitasi maksimal 100 hektar. Pada kenyataan saat ini setiap kuasa
pertambangan yang diberikan oleh pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Serang
luasnya mencapai puluhan ribu hektar. Mempertimbangkan kelemahan tersebut,
apabila Pemerintah Daerah Kabupaten Serang tetap pada kebijakan mengekploitasi
pasir laut sebaiknya membuat peraturan daerah khusus mengenai pengusahaan pasir
laut yang mengacu pada peraturan daerah tentang tata ruang laut dan pesisir. Hal
tersebut sangat diperlukan karena wilayah laut merupakan perairan umum dan
berbagai pihak memiliki kepentingan atas perairan tersebut.
Hal lain yang menjadi masalah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Serang
belum memiliki peraturan daerah mengenai tata ruang laut dan pesisir sehingga
Pemerintah Daerah belum memiliki kebijakan mengenai zonasi-zonasi laut yang
mengatur wilayah fishing ground, penambangan pasir laut ataupun zonasi laut untuk
kepentingan lainnya. Melihat kondisi tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Serang
perlu segera membuat peraturan daerah tentang tata ruang laut dan pesisir yang
memuat kebijakan zonasi untuk kepentingan berbagai pihak yang dapat mengatur dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Community development sebagai upaya pemberdayaan masyarakat diberikan
oleh perusahaan yang melakukan penambangan pasir, tetapi besaran nilai dana dan
teknis pengelolaannya belum ada pedoman atau aturan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Daerah. Produksi perikanan tangkap di Kecamatan Tirtayasa semakain
menurun terlebih dengan kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Serang
memberikan ijin penambangan pasir laut. Penambangan pasir laut telah menyebabkan
pola penangkapan yang dilakukan oleh nelayan berubah, khususnya ketika kapal
penambang pasir laut beroperasi. Nelayan Kecamatan Tirtayasa biasanya melakukan
penangkapan secara oneday fishing dengan memasang jaring atau bubu pada sore hari
dan setelah itu kembali kedarat untuk melakukan aktivitas lainnya. Waktu tempuh
yang diperlukan untuk dapat sampai pada lokasi fishing ground hanya berkisar 30 –

69
60 menit. Pada pagi hari nelayan kembali ke laut untuk menarik jaring atau bubu.
Semenjak adanya penambangan pasir laut, nelayan melakukan penangkapan pada
lokasi yang lebih dekat ke pantai atau jauh melewati daerah fishing ground yang
biasa dituju. Ketika melakukan penangkapan lebih dekat ke pantai, nelayan tidak
merubah pola penangkapan, tetapi hasil yang didapat adalah rajungan dengan ukuran
yang relatif lebih kecil sehingga nilai jual rajungan semakin murah dibawah harga
yang layak. Ketika nelayan melakukan penangkapan pada perairan melewati fishing
ground yang biasa dituju, pola penangkapan nelayan berubah. Nelayan pergi melaut
pada pagi hari untuk memasang jaring atau bubu dan mengangkatnya kembali setelah
terendam 3-4 jam. Hal tersebut diulangi dua atau tiga kali dalam satu trip
penangkapan sehingga mereka tidak lagi kembali kedarat dengan meninggalkan
jaring sebagaimana biasa dilakukan. Nelayan yang melakukan penangkapan pada
fishing ground lebih jauh mendapat hasil tangkapan yang relatif lebih banyak dan
berkualitas serta harga jual rajungan yang relatif lebih baik, tetapi belum tentu lebih
ekonomis karena nelayan yang melakukan penangkapan pada lokasi fishing ground
lebih jauh tersebut membutuhkan bahan bakar dan perbekalan yang lebih banyak pula
sehingga biaya operasional melaut menjadi lebih tinggi. Nelayan Kecamatan
Tirtayasa berupaya mengatasi tingginya biaya operasional dengan menggunakan
bahan bakar yang tidak semestinya sebagai pengganti solar. Bahan bakar pengganti
tersebut berupa campuran 8 – 10 liter minyak tanah dengan satu liter olie bekas.
Pemerintah Daerah Kabupaten Serang sampai saat ini belum mengeluarkan
aturan khusus mengenai alat tangkap, oleh karena itu di perairan Kabupaten Serang
cukup banyak beroperasi alat tangkap yang kurang ramah lingkungan seperti gardan,
arad dan lampara dasar yang dimodifikasi menjadi mini trawl. Berbagai program
Pemerintah Daerah Kabupaten Serang melalui Dinas Perikanan dan Kelautan untuk
nelayan telah banyak dilakukan seperti pemberian bantuan alat tangkap, mesin perahu
dan pemasangan rumpon dengan sumber pembiayaan APBN maupun APBD. Namun
seringkali pemberian bantuan tersebut kurang tepat sasaran dan kurang tepat guna.
Kurang tepat sasaran dikarenakan bantuan tersebut diterima oleh masyarakat yang
tidak berhak, dan kurang tepat guna karena bantuan alat misalnya jaring sering tidak

70
sesuai dengan apa yang biasa digunakan oleh nelayan pada perairan Kabupaten
Serang. Pemberian bantuan yang kurang tepat sasaran dan kurang tepat guna menjadi
sia-sia bahkan terkadang menjadi masalah baru. Program subsidi untuk perikanan
tangkap saat ini baru diberikan kepada pengelola tempat pelelangan ikan untuk
menampung ikan hasil tangkapan nelayan. Hal tersebut dilakukan untuk menjadikan
harga ikan stabil pada kisaran harga yang layak. Program tersebut untuk menaikan
posisi tawar nelayan yang selama ini lebih sering dikendalikan para juragan atau
pemilik modal. Program lainnya berupa bantuan peningkatan modal usaha perikanan
saat ini masih berjalan melalui kegiatan PEMP (pemberdayaan ekonomi masyarakat
pesisir ) bersumber dana APBN. Program PEMP juga telah berhasil membangun
SPDN di Kecamatan Anyer dan rencana saat ini akan dibangun SPDN di Kecamatan
Tirtayasa.

71
6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Penambangan pasir laut di utara perairan Kabupaten Serang telah


dilakukan oleh PT Jet Star sejak 2003 hingga 2005. Semenjak
dilakukannya penambangan pasir laut, terjadi penurunan produksi secara
signifikan. Ukuran panjang Carapace (CL) 5,04 cm ± 0,96 sedangkan
rata–rata lebar karapas (CW) sebesar 10,3 cm ± 1,9 dan rata-rata berat
tubuh (BW) sebesar 92,69 gram ± 71,58 .
2. Berdasarkan hasil penelitian bahwa semenjak dilakukan penambangan
pasir laut, pendapatan nelayan semakin berkurang. Selama periode
penambangan pasir laut telah terjadi penurunan surplus produsen dari
komoditas rajungan senilai Rp. 10.046.625.000,- setiap tahunnya.
3. Regresi produksi pasir laut terhadap produksi rajungan didapat persamaan
Y=1,37 –0.237X1 + 0,365X2 dengan kurva trend produksi rajungan
menurun, namun demikian persamaan regresi belum memberikan hasil
yang signifikan.

6.2 Saran
Kebijakan Pemerintah Daerah memutuskan memberikan ijin ataupun tidak
terhadap penambangan pasir laut, tetap akan menghadapi resiko dan
permasalahan. Namun dalam memutuskan kebijakan Pemerintah Daerah
hendaknya melihat dari keseluruhan aspek, termasuk aspek budaya, sosial dan
lingkungan. Pemerintah Daerah harus memperhatikan kesejahteraan masyarakat
termasuk nelayan dan tidak harus selalu berorientasi pada peningkatan pendapatan
asli daerah (PAD). Hal lain yang perlu diperhatikan sebelum memutuskan
kebijakan adalah :
1. Pemerintah Daerah Kabupaten Serang perlu membuat peraturan daerah
tentang tata ruang laut dan pesisir yang memuat kebijakan zonasi di laut
sehingga Pemerintah Daerah dapat mengkaji peraturan daerah secara
khusus tentang ijin pengusahaan pasir laut dan mengacu pada peraturan
daerah tentang tata ruang laut dan pesisir.
2. Perlu dibuat kebijakan serta program perikanan yang mengupayakan
kelestarian dan keberlanjutan sumber daya ikan dalam rangka peningkatan
kesejahteraan nelayan.
3. Perlu dilakukan penelitian analisis dampak penambangan pasir laut
terhadap komoditas perikanan lainnya selain rajungan (Portunus
pelagicus).
4. Perlu dilakukan penelitian upaya meminimalkan dampak penambangan
pasir laut, sebagai upaya peningkatan kesejahteraan nelayan

73
Lampiran 1. Uji T produksi rajungan

t-Test: Paired Two Sample for Means

Variable Variable
1 2
Mean 10.59 4.873158
Variance 149.9122 7.811445
Observations 19 19
Pearson Correlation 0.407587
Hypothesized Mean
Difference 0
df 18
t Stat 2.186999
P(T<=t) one-tail 0.021093
t Critical one-tail 1.734063
P(T<=t) two-tail 0.042186
t Critical two-tail 2.100924

78
Lampiran 2 . Rata-rata dan standar deviasi ukuran rajungan

Dimensi
Ukuran Rata-rata + SD
Sebelum
Penambangan CL, cm 5,59 + 0,68
CW, cm 11,56 + 1,24
BW, gram 121,75 + 50,19

Setelah
Penambangan CL, cm 5,04 + 0,96
CW, cm 10,3 + 1,9
BW, gram 92,69 + 71,58

79
Lampiran 3. Perhitungan perubahan surplus produsen

Desa Lontar
Komoditas/alat tangkap Produksi per Harga (Rp/Kg) Jumlah Jumlah Hari Biaya Total Penerimaan Total Biaya Surplus
trip (Kg) Armada Melaut Operasional (Rp) (Rp)
Per Trip
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
(1) x (2) x (3) x (4) (3) x (4) x (5) (6) - (7)
Sebelum Penambangan
1) Rajungan (Jaring Rajungan)
- Musim 50 12,500 265 18 35,000 2,981,250,000 166,950,000 2,814,300,000
- Tidak Musim 15 12,500 265 174 35,000 8,645,625,000 1,613,850,000 7,031,775,000

Setelah Penambangan
1) Rajungan (Jaring Rajungan)
- Musim 8 12,500 265 18 35,000 477,000,000 166,950,000 310,050,000
- Tidak Musim 4 12,500 265 174 35,000 2,305,500,000 1,613,850,000 691,650,000

Desa Susukan
Komoditas/alat tangkap Produksi per Harga (Rp/Kg) Jumlah Jumlah Hari Biaya Total Penerimaan Total Biaya Surplus
trip (Kg) Armada Melaut Operasional (Rp) (Rp)
Per Trip
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
(1) x (2) x (3) x (4) (3) x (4) x (5) (6) - (7)
Sebelum Penambangan
1) Rajungan (Bubu)
- Musim 50 12,500 18 24 40,000 270,000,000 17,280,000 252,720,000
- Tidak Musim 20 12,500 18 234 40,000 1,053,000,000 168,480,000 884,520,000
2) Jaring
- Musim 50 12,500 10 24 35,000 150,000,000 8,400,000 141,600,000
- Tidak Musim 15 12,500 10 234 35,000 438,750,000 81,900,000 356,850,000
Setelah Penambangan
1) Bubu 10 12,500 18 258 40,000 580,500,000 185,760,000 394,740,000
2) Jaring 4 12,500 10 258 35,000 129,000,000 90,300,000 38,700,000
Lampiran 5. Peta zona daerah penangkapan ikan, kedalaman 0 – 5 m

82
Lampiran 6. Peta zona daerah penangkapan ikan, kedalaman 5 – 10 m

83
Lampiran 7. Peta zona daerah penangkapan ikan, kedalaman 10 – 15 m

84
Lampiran 8. Peta karakteristik pantai dan kuasa pertambangan pair laut

85
REKAPITULASI PRODUKSI
RAJUNGAN TAHUN 2002 - 2004

No Tahun / Bulan Rajungan (Ton) Udang (Ton) Ikan (Ton)


2002
1 Jan-02 9.10 Produk
2 Peb 30.18
3 Mar 50.30
60.00
4 April 14.40
5 Mei 15.40
50.00

Jumlah Produksi (ton)


6 Juni 18.20
7 Juli 4.00
40.00
8 Agustus 2.00
9 Sept 9.00
30.00
10 Okt 6.79
11 Nop 6.29
12 Des 14.80 20.00
2003
1 Jan-03 1.30 10.00
2 Pebruari 2.45
3 Maret 0.90 -
4 April 2.50

ril

Ja t
2

li

k
Ju
-0

O
Ap
5 Mei 2.20

n
Ja
6 Juni 1.50
7 Juli 8.00
8 Agustus 11.00
9 September 12.00
10 Okt 7.88
11 Nopember 6.48
12 Desember 6.13
2004
1 Jan-04 2.00
2 Pebruari 1.80
3 Maret 2.50
4 April 3.00
5 Mei 2.20
6 Juni 1.80
7 Juli 4.00
8 Agustus 5.60
9 September 7.00
10 Okt 8.00
11 Nopember 7.00
12 Desember 5.30
2005
Jan-05 3.20
Peb 5.00
Maret 1.70
Produksi Rajungan 2002 - 2005

y = 0.031x2 - 1.628x + 23.979


R2 = 0.3868
ril

Ja t

ril

Ja t
il

kt

li

04

li

05
2

li

k
r
Ju

Ju

Ju
-0
O

O
Ap

Ap

Ap
n-

n-
n
Ja

Bulan

Você também pode gostar