Você está na página 1de 76

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

UNIT REHABILITASI MEDIK


RS AWAL BROS, BATAM

1. REHABILITASI PADA AUTISMA INFANTIL


2. REHABILITASI PADA GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN
/HIPERAKTIVITAS ( ADD / ADHD )
3. REHABILITASI PADA DISTROPHIA MUSCULORUM PROGRESIVA ( DMP )
4. REHABILITASI PADA KEADAAN SINDROMA DEKONDISI
5. REHABILITASI PADA HIP ARTHROPLASTI
6. REHABILITASI PADA SKOLIOSIS
7. REHABILITASI PASCA MCI (MYOCARDIAL INFARK)
8. REHABILITASI PASCA REPAIR TENDON FLEXOR
9. REHABILITASI PADA OSTEOPOROSIS
10. REHABILITASI PASCA CEDERA OTAK TRAUMATIK
11. REHABILITASI PADA REUMATOID ARTRITIS
12. REHABILITASI PADA SPINA BIFIDA
13. REHABILITASI PASCA CABG (BEDAH PINTAS CORONER)
14. REHABILITASI PADA CEDERA MEDULLA SPINALIS
15. REHABILITASI PADA PARKINSONISM
16. REHABILITASI PASCA STROKE
17. REHABILITASI PASCA AMPUTASI ANGGOTA GERAK
18. REHABILITASI PADA CONGENITAL TALIPES EQUINO VARUS
19. REHABILITASI PADA PENYAKIT PARU RESTRIKTIF
20. REHABILLITASI CHF (GAGAL JANTUNG)
21. REHABILITASI PALSY CEREBRAL
22. REHABILITASI PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
23. SINDROMA GUILLAIN BARRE
24. SINDROMA DOWN
25. SPINAL MUSCULAR ATROPHY (SMA)
26. NYERI PINGGANG BAWAH
27. ASMA BRONCHIALE PADA ANAK

1
REHABILITASI PADA AUTISMA INFANTIL

Definisi
Program Rehabilitasi pada gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh
adanya abnormalitas dan atau hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia
3 tahun. Fungsi abnormal dalam perkembangan mencakup 3 bidang yaitu
interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.

Diagnosis Fungsional
Gangguan fungsional berupa:
Gangguan sensori/persepsi, komunikasi, perilaku, gangguan interaksi sosial.

Pemeriksaan Fisik dan Fungsional


Umum : Status kesehatan secara umum
Khusus :
 Observasi gejala gangguan sensori ( hipo / hiperresponsif ),
gangguan oromotor, komunikasi non verbal dan verbal.
 Gangguan perilaku : hiperaktivitas motorik, pengulangan
gerak berlebihan( stereotipik )
 Evaluasi perkembangan motorik kasar, motorik halus,
komunikasi, personal sosial.
 Evaluasi perkembangan motorik kasar, motorik halus,
komunikasi, personal sosial.

Pemeriksaan Penunjang
 Elektrodiagnostik : E.E.G dan BrainMapping
 Radiologi : C.T Scan kepala
 A.B.R dan Behaviour Audiometry

Konsultasi
 Dokter Spesialis Jiwa Anak.
 Dokter Spesialis Saraf Anak.
 Dokter Spesialis T.H.T

Perawatan R.S
 Rawat jalan

Terapi/Intervensi
Edukasi keluarga
Terapi terpadu di tempat terapi dan di rumah :
 Interaksi intensif setiap saat.
 Intervensi perilaku.
 Sensori Integrasi.
 Komunikasi non verbal dan verbal.
 Latihan perawatan diri dan ketrampilan fungsi tangan.
 Terapi remedial.

2
Standar Tenaga.
 Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik.
 Dokter umum dengan pelatihan Rehabilitasi Medik
 Psikolog.
 Ahli Terapi Tingkah laku.
 Ahli Terapi Wicara.
 Ahli Terapi Okupasi

Penyulit/Komplikasi
Penyulit :
Retardasi mental, hiperaktivitas, kondisi psikososial keluarga yang buruk.

Prognosis/Masa Pemulihan
 10% prognosis baik.
 25% prognosis sedang.
 65% prognosis buruk

Luaran/Outcome
Tercapainya kemandirian fungsional tergantung tingkat disabilitas, onset
intervensi terapi

3
REHABILITASI PADA GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN
/HIPERAKTIVITAS
( ADD / ADHD )

Definisi
Program Rehabilitasi pada gangguan berupa ketidakmampuan untuk memusatkan
perhatian, hiperaktivitas dan impulsivitas yang terjadi pada usia kurang dari 7
tahun

Diagnosis Fungsional
Gangguan fungsional berupa:
Gangguan sensori integrasi, gangguan perilaku, gangguan konsentrasi.

Pemeriksaan Fisik dan Fungsional


Umum : Status kesehatan secara umum
Khusus :
- Evaluasi perkembangan motorik kasar, motorik halus, komunikasi, personal
sosial.
- Evaluasi clumpsiness.

Pemeriksaan Penunjang
 Elektrodiagnostik :E.E.G dan brain mapping
 Radiologi: C.T Scan kepala.

Konsultasi
 Dokter Spesialis Jiwa Anak.
 Dokter Spesialis Saraf Anak.

Perawatan R.S
Rawat jalan

Terapi/Intervensi
Non farmakologi
 Terapi perilaku dengan control learning, allied behavior analysis.
 Terapi Sensori Integrasi

Standar Tenaga
 Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik.
 Dokter umum dengan pelatihan Rehabilitasi Medik
 Psikolog
 Terapis : Okupasi Terapis

Penyulit/Komplikasi
Penyulit :
Retardasi mental, Cerebral Palsy, Epilepsi dan Gangguan neurologi lain.

4
Prognosa/Masa Pemulihan.
 Memerlukan waktu panjang ( bertahun-tahun ), perlu kerjasama yang baik
dengan orang tua.
 Prognosis kurang baik bila ada perilaku agresif, I.Q rendah, relasi buruk
terhadap teman.

Luaran/Outcome
Ada 3 klasifikasi luaran :
1. Gangguan menghilang sama sekali menjelang pubertas.
2. Semua gejala menetap hingga remaja dan dewasa
3. Hiperaktivitas menghilang tetapi kesulitan memusatkan perhatian dan
impulsive menetap hingga remaja dan dewasa.

5
REHABILITASI PADA DISTROPHIA MUSCULORUM PROGRESIVA
( DMP )

Definisi
Program Rehabilitasi pada kasus dengan kelemahan, distrofi otot, kadang-kadang
terlihat seperti otot membesar (Pseudohipertrofi), yang bersifat progresif
disebabkan abnormalitas gen yang diturunkan secara x-linked ataupun secara
autosom.
Beberapa tipe DMP:
 Duchenne Muscular Dystrophy ( DMD ).
 Becker Muscular Dystrophy ( BMD ).
 Severe Childhood Autosomal Recessive Muscular Dustrophy( SCARMD )
 Congenital Muscular Dystrophy ( CMD ).
 Fascioscapulohumeral Muscular Dystrophy (FMD ).
 Emery Dreifus Muscular Dystrophy ( EMD ).
 Limb Girdle Dystrophy ( LGD ).

Diagnosis Fungsional
Gangguan kemampuan fungsional berupa:
Kardiorespirasi, ambulasi, mobilisasi, psikososial.

Pemeriksaan FIsik dan Fungsional


Umum : tanda vital
Khusus :
- pola jalan toe walking, gluteus medius gait/ Trendelenburg gait, gower`s
sign
- Muskuloskeletal : scapular winging, hipertrofi otot betis, lingkup gerak
sendi ( sering terjadi kontraktur ).
- Manual muscle test ( otot ekstensor lebih lemah dari fleksor, evertor lebih
lemah dari invertor, abduktor lebih lemah dari adduktor )
- Pemeriksaan kemampuan fungsional aktivitas sehari-hari dan keterampilan
tangan

Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium: Serum Creatinphosphokinase.
 Elektrodiagnosis : EMG dan konduksi saraf.
 Biopsi otot.

Konsultasi
 Dokter Spesialis Jantung.
 Dokter Spesialis Paru.
 Dokter Spesialis Bedah Tulang.
 Dokter Spesialis Saraf Anak.
 Dokter Ahli Patologi Anatomi.

6
Perawatan R.S
Rawat jalan.
Rawat inap bila ada penyulit kardiorespirasi

Terapi/Intervensi
Tujuan : Pencegahan dan mempertahankan/memperbaiki fungsi ketidakmampuan
yang sudah terjadi
 Latihan pernapasan rutin untuk mencegah komplikasikardiorespirasi
 Latihan lingkup gerak sendi, peregangan otot dan postur yang benar untuk
mencegah kontraktur sendi.
 Latihan penguatan otot dengan beban submaksimal. Berenang merupakan
latihan yang bagus untuk kondisi umum, lingkup gerak sendi dan
pernapasan.
 Crutch, walker, kursi roda sesuai fungsional motorik individu.
 Sling untuk bahu, forearm orthosis, A.F.O, K.A.F.O berbahan ringan.
 Modifikasi alat di dalam rumah untuk mempermudah mobilisasi.
 Psikosuportif untuk pasien dan keluarga.

Standar Tenaga
 Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik.
 Dokter Umum dengan pelatihan Rehabilitasi Medik.
 Terapis : Fisioterapis, Okupasi Terapis
 Psikolog.

Penyulit/Komplikasi
Kardiorespirasi, kontraktur, sindroma dekondisi

Prognosis/Masa pemulihan.
Prognosis penyakit progresif, cenderung memburuk perlahan-lahan.

Luaran/Outcome
Ketergantungan sebagian atau penuh tergantung dari tipe DMP dan ada tidaknya
faktor penyulit dan komplikasi

7
REHABILITASI PADA KEADAAN SINDROMA DEKONDISI

Definisi

Program rehabilitasi pada penurunan kapasitas fungsional yang disebabkan oleh


immobilisasi dan atau degenerasi fisiologis.
Efek terhadap berbagai sistem tubuh :
- Sistem kardiorespirasi
- Sistem muskuloskeletal
- Sistem susunan saraf
- Sistem gastrointestinal
- Sistem genitourinari

Diagnosis Fungsional
Gangguan kemampuan fungsional pada fungsi kardiorespirasi, mobilisasi dan
ambulasi, kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari, komunikasi, perilaku,
kognitif, kontrol miksi dan defekasi, psikososial. Otot kehilangan kekuatan 1 – 3 %
setiap hari, 10% - 20% dalam seminggu, massa otot berkurang 3 % setiap hari.
Osteoporosis terjadi 4 – 6 minggu setelah imobilisasi. Oleh karena itu, setiap
penderita yang terimobilisasi lebih dari 3 hari, harus dirujuk ke bagian
Rehabilitasi Medik.

Pemeriksaan fisik & fungsional


- Pemeriksaan umum : tanda vital
- Pemeriksaan khusus :
Sistem kardiorespirasi : Ketahanan kardiorespirasi (uji jalan 6 menit)
Sistem muskuloskeletal : Trofi otot, LGS, kekuatan, deformitas
Sistem neuropsikiatri :
 Status mental : penapisan depresi
 Demensia : skoring demensia
Sistem integumentari : ulkus dekubitus
Sistem gastrointestinal : fungsi menelan, defekasi
Sistem genitourinaria : fungsi miksi
Analisa pola jalan
Pengkajian fungsional : Kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari

Pemeriksaan penunjang
 Laboratorium
 Radiologi : x-ray
 Pemeriksaan faal paru
 BMD
 Elelktrodiagnostik: EKG

Konsultasi
 Spesialis Penyakit Dalam
 Spesialis Kesehatan Jiwa

8
 Spesialis Bedah Orthopedi & Bedah Plastik
 Spesialis Gizi Klinik

Perawatan Rumah Sakit


 Rawat inap
 Rawat jalan
 Home care

Terapi / intervensi
Tujuan : mencegah perburukan sindroma dekondisi dan mengembalikan
kemampuan fungsional secara optimal

Non Farmakologi
 Program rekondisi bertahap
 Terapi fisik dada dan latihan pernapasan
 Latihan fungsi menelan bila perlu
 Latihan otot dasar panggul
 Latihan LGS, kekuatan dan ketahanan otot, keseimbangan, koordinasi dan pola
berjalan
 Program kontrol miksi dan defekasi

Standar tenaga
 Dokter spesialis rehabilitasi medik
 Dokter umum dengan pelatihan Rehabilitasi Medik
 Perawat rehabilitasi
 Terapis (fisioterapis & okupasi terapis)
 Teknisi ortotik prostetik

Penyulit/Komplikasi

Penyulit
Penyakit yang mendasari sindrom dekondisi
Penyakit penyerta
Status mental : demensia, penurunan fungsi kognitif

Komplikasi
Bronkopneumonia, osteoporosis tanpa atau dengan fraktur, kontraktur, infeksi
saluran kemih, obstipasi, ulkus dekubitus, depresi

Prognosis
Tergantung pada :
- Kapasitas fungsional sebelumnya
- Penyulit/ komplikasi
- Intervensi : semakin dini semakin baik

Luaran / outcome
Mampu melakukan aktivitas fungsional secara optimal

9
REHABILITASI PADA HIP ARTHROPLASTI
Definisi
Program Rehabilitasi pada pasien pasca hip arthroplasti yang terbanyak
disebabkan karena fraktur collum femoris

Diagnosis fungsional
Pasca hip arthroplasti e.c fraktur colum femoris dengan gangguan aktivitas
fungsional dan ambulasi

Pemeriksaan fisik dan fungsional


Umum : tanda vital
Khusus :
- keterbatasan gerak sendi
- fungsi kognitif dan status mental
- kemampuan fungsional lain sesuai usia
- kemampuan kardiorespirasi
- kemampuan ambulasi

Pemeriksaan penunjang
 Radiologi : x-ray
 BMD

Konsultasi
 Spesialis Bedah Ortopedi
 Spesialis Penyakit Dalam
 Spesialis Jantung

Perawatan RS
Rawat inap
Rawat jalan

Terapi/ Intervensi
Pra operatif
Tujuan : Persiapan program rehabilitasi pasca operasi
Intervensi :
 Evaluasi ketahanan fungsi kardiorespirasi
 Evaluasi kondisi, kemampuan atau aktivitas premorbid
 Evaluasi faktor penyulit program rehabilitasi pasca operasi : kognisi,
status mental, penyakit penyerta
 Edukasi tahapan program rehabilitasi pasca operasi
 Terapi dada dan latihan pernafasan
 Latihan Ketahanan umum pada ekstremitas yang sehat

Pasca operatif
Tujuan: Mengembalikan kemampuan fungsional dengan cara
 Memperbaiki dan mengembalikan lingkup gerak sendi lutut dan panggul.
 Meningkatkan kekuatan otot pada tungkai yang sakit.
Intervensi :

10
 Latihan lingkup gerak sendi lutut dan panggul sampai tercapai fleksi
panggul minimal 900 untuk posisi duduk
 Latihan penguatan otot pada tungkai yang sakit
 Latihan pola jalan
 Latihan aktivitas kehidupan sehari-hari

Tahapan program :
Hari I-minggu I pasca operasi:
a. Positioning : hindari posisi adduksi dan atau endorotasi
b Latihan aktif sesuai toleransi
c Penguatan otot : isotonic ankle, isometric gluteus dan quadriceps, latihan
untuk rekondisi umum
d Aktivitas fungsional : bed mobilisation dan transfer, latihan kehidupan
sehari-hari, latihan cara duduk, ambulasi dengan weight bearing bertahap
sesuai toleransi menggunakan crutches atau walker

Minggu II – III pasca operasi


a. Latihan lingkup gerak sendi aktif dan aktif assistivemobilisasi pada panggul,
lutut, pergelangan kaki.
b. Latihan penguatan pada otot gluteus dan quadriceps
c. Latihan berjalan dengan peningkatan weight bearing

Minggu IV-XII pasca operasi


a. Peningkatan program latihan di atas
b. Perbaikan pola jalan
c. Perbaikan aktivitas fungsional lain

Standar tenaga
Spesialis Rehabilitasi Medik
Dokter umum dengan pelatihan Rehabilitasi Medik
Terapis : Fisioterapis, Okupasi Terapis
Teknisi : Ortosis Prostesis

Penyulit/komplikasi
Penyulit:
a. gangguan kognisi/psikologi
b. nyeri
Komplikasi
a. dekondisi
b. kontraktur sendi panggul lutut
c. dislokasi sendi

Prognosis/masa pemulihan
Kemampuan ambulasi tercapai setelah 12 minggu

Luaran/outcome
Mampu ambulasi dengan stabilitas dan pola jalan yang benar
Tercapainya kemampuan fungsional sesuai usia

11
REHABILITASI PADA SKOLIOSIS

Definisi
Program Rehabilitasi pada penderita skoliosis (merupakan kelainan bentuk vertebra
berupa kurva lateral biasanya disertai elemen rotasi, struktural dan non struktural)

Diagnosis fungsional
Skoliosis struktural dan non struktural dengan gangguan kemampuan fungsional :
- aktivitas kehidupan sehari-hari
- kardiorespirasi
- ambulasi
- miksi dan defekasi

Pemeriksaan Fisik dan fungsional


Umum : tanda vital, kardiorespirasi, neurologis, deformitas thoraks

Khusus :
- Plumb line dan water pass
- Kesegarisan tinggi bahu, pelvis
- Lingkup gerak sendi, fleksibilitasi tulang belakang
- Forward bending test (melihat hump)
- Leg length discrepancy
- Pemeriksaan fungsional : aktivitas kehidupan sehari-hari,
fungsi kardiorespirasi, fungsi
ambulasi, fungsi miksi dan defekasi,
status mental

Pemeriksaan Penunjang
Radiologi : x- ray

Konsultasi
Spesialis Bedah Ortopedi
Spesialis Penyakit Dalam (kardiolog, pulmonolog)

Perawatan RS
Rawat jalan
Rawat inap bila : intervensi bedah, ada cedera medulla spinalis

Terapi intervensi
Farmakologi : analgetik
Non farmakologi :
- Edukasi postur dan aktivitas sehari-hari yang aman
- Skoliosis non struktural: sesuai etiologi
- Skoliosis struKtural
o Ringan : kurva < 200
 Observasi

12
 Terapi latihan, prinsip : elongasi, fleksibilitas,
derotasi, latihan pernapasan dan pengembangan
thoraks

o Sedang : kurva 200 – 400


 Ortosis
 Terapi latihan di dalam ortosis
 Latihan penguatan otot abdomen dan trunkus
 Latihan koreksi aktif
 Terapi latihan di luar ortosis :
 Latihan postural
 Latihan fleksibilitas

o Berat : kurva > 400


 Indikasi tindakan bedah
 Jika menunggu maturitas tulang bisa dipakai ortosis
dan terapi latihan
 Terapi latihan kemampuan fungsional

Standar Tenaga
Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik
Dokter Umum yang mendapat pelatihan Rehabilitasi Medik
Terapis : Fisioterapis, Okupasi Terapis
Teknisi : Ortosis Prostesis
Perawat

Penyulit/Komplikasi
Penyulit :
- Gangguan kognitif
- Adanya penyakit yang menjadi penyebab (CP)

Komplikasi :
- Gangguan kardiorespirasi
- Gangguan neurologis

Prognosis/ masa pemulihan


Baik pada skoliosis ringan dan sedang tanpa penyulit dan komplikasi yang
mendapat intervesi dini.
Buruk pada skoliosis berat disertai penyulit dan komplikasi.

Luaran/ outcome
Tercapainya kemampuan fungsional yang optimal.
Tidak terjadi perburukan/progresivitas kurva.

13
REHABILITASI PASCA MCI (MYOCARDIAL INFARK)

Definisi
Rehabilitasi pasca penyakit yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah
didalam pembuluh darah koroner setelah terjadi oklusi koroner akut sehingga
terjadi nekrosis irreversible dari otot jantung, yang mengakibatkan gangguan
fungsional, psikologis dan endurance.

Faktor risiko :
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
- usia, jenis kelamin dan ras
- Riwayat keluarga
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
- Dislipidemia
- Merokok
- Tekanan darah tinggi
- Diabetes
- Obesitas
- Stress
- Dll

Diagnosis Fungsional
Pasca MCI fase I/II/III, dengan masalah :
- Nyeri dada
- Sesak napas yang berhubungan dengan aktivitas
- Penurunan endurance kardiovaskular
- Seksual
- Psikososial
- Pre vokasional/vokasional

Pemerikasaan Fisik dan Fungsional


a. Pemeriksaan umum : Tanda-tanda vital
b. Pemeriksaan khusus jantung
c. Pemeriksaan fungsional :
 uji latih (maksimal/submaksimal tergantung kondisi)
 uji jalan 6 menit
 sepeda statik
 tread mill dengan/ tanpa monitor

Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium: enzim :CK-CKMB, Troponin T
2. EKG
3. Radiologi : x ray thoraks
4. Ekokardiografi
5. kateterisasi

14
Konsultasi
Dokter spesialis jantung/ Internis kardiologi

Terapi/Intervensi
Tujuan :
1. Memperbaiki kapasitas fungsi kerja
2. Mengurangi stress emosi
3. memperbaiki kualitas hidup
4. Mengurangi angka kematian + kesakitan
5. Mengurangi pengaruh faktor risiko
6. Mengurangi keluhan jantung iskemi.

Fase I : Program 5 step Pasca MCI (tanpa komplikasi)


Mets Level Aktivitas
Hari I ICCU 1-2 Mets Bed Rest sampai stabil
Turun dari tempat tidur ke kursi
Bed side Commode

Hari II ICCU 2-3 Mets Kegiatan rutin ICCU


Pemanasan di kursi
Jalan kaki di kamar.

Hari III – V : 2-3 Mets Turun dari tempat tidur sesuai toleransi
tgt stabilitas OS
Pemanasan sambil berdiri
Jalan 5-10 ’ di Hall 2-3x/Hr
3-4 Mets Mandi sambil duduk
Pemanasan sambil berdiri
Jalan 5-10’ di hall 3-4x/hari
Turun tangga 1 flight atau naik
Turun tangga ½ flight (supervisi)

3-4 Mets Lanjutkan seperti diatas


Naik turun tangga 1 flight
(supervisi)
Jalan di treadmill

Keterangan : 1 Flight = 14 anak tangga

Fase II : Lamanya 4-8 minggu : mampu melakukan aktivitas 6 Mets


Program : - Stratifikasi risiko : Ringan, Sedang, Berat
- Exercise : - Senam Calistenik Stretching
- Ergocycle exercise : 25 watt selama 10’
- Jalan kaki 2,5- 3 Km/ 30’
- Relaksasi
- Konseling & edukasi
- Akhir fase II dilakukan treadmill test

Fase III : Lamanya 3-6 bulan : mampu melakukan aktifitas 6-8 Mets
Program : - Melanjutkan fase II

15
- Exercise : - Senam Calistenik Stretching
- Ergocycle exercise 50 watt selama 10’
- Jalan kaki 3-4 Km/30’
- Relaksasi
- Konseling- edukasi
- Akhir fase III dilakukan treadmill test

Standar Tenaga
- Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik
- Dokter umum dengan pelatihan Rehabilitasi Medik
- Psikolog
- Perawat Rehabilitasi
- Terapis : Fisioterapis, Okupasi Terapis

Penyulit/Komplikasi
Penyulit :
- Aritmia Jantung
- Hipertensi
- Gagal ginjal kronis
- Penyakit paru menahun
Komplikasi :
- arythmia induce exercise
- angina induce exercise

Prognosis/Masa Pemulihan
Tergantung Stratifikasi risiko, menurut Guidelines for cardiac rehabilitation
and secondary prevention programs (American Association of Cardiovascular
& Pulmonary Rehabilitation) :
- Risiko rendah
- Risiko sedang
- Risiko tinggi

Luaran/Outcome
Mandiri

16
REHABILITASI PASCA REPAIR TENDON FLEXOR

Definisi
Proses Rehabilitasi pada pasien pasca repair tendon fleksor primer atau
sekunder dari suatu ruptur atau laserasi tendon fleksor (profundus dan atau
superfisialis) jari tangan pada zona I- V.

Diagnosis fungsional
Keterbatasan fungsi tangan akibat repair tendon flexor

Pemeriksaan fisik dan fungsional


Pemeriksaan umum : tanda vital, luka operasi, kondisi sistemik
Pemeriksaan khusus :
- status mental
- pemeriksaan fungsional tangan : kemampuan melakukan flexion
terminal hold, pemeriksaan sensoris (raba, 2 point discrimination).
- Pemeriksaan keterampilan tangan (setelah minggu ke 8)
- Pemeriksaan lingkup gerak sendi jari tangan (minggu 1 sampai ke 6
secara pasif)
- Pemeriksaan kekuatan pinch dan grip (setelah minggu ke 8)

Pemeriksaan penunjang
Radiologi : x - ray
Elektrodiagnostik :EMG

Konsultasi
Spesialis Bedah Ortopedi
Spesialis Bedah Plastik

Perawatan RS
Rawat inap
Rawat jalan

Terapi/Intervensi
Farmakologi : analgetik, anti inflamasi, neurotropika, topikal (manajemen
jaringan parut)

Non Farmakologi, dengan tujuan tercapainya tendon gliding yang maksimal


dan fungsi tangan yang optimal :
- Splint : modifikasi splint dinamik fleksor

- Program latihan :
o Hari pertama sampai minggu IV : latihan dalam splint (posisi
pergelangan tangan fleksi 20o-30o, sendi MP 70o, sendi IP
ekstensi penuh) , fleksi pasif dan ekstensi aktif, frekuensi 10
x tiap jam

17
o Minggu IV-VI : posisi splint dirubah menjadi posisi
pergelangan tangan 0p, sendi MP 0o-100, sendi IP ekstensi
penuh, latihan sesuai di atas
o Minggu VI – VIII : splint dilepas, latihan sama dengan di
atas
o Minggu VIII – XII : latihan ke arah aktivitas semula secara
bertahap

Standar tenaga
Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik
Terapis : Okupasi terapis
Teknisi : Ortosis Prostetis

Penyulit/ Komplikasi
Penyulit :
- Cedera saraf
- Fraktur
- penyakit sistemik (Diabetes Melitus)
- Gangguan kognitif

Komplikasi :
- Infeksi
- Kontraktur
- Ruptur berulang
- Jaringan parut

Prognosis/ masa pemulihan


Baik, fungsi tangan tercapai dalam waktu 12 minggu
Buruk, bila ada penyulit/komplikasi

Luaran/ Outcome
Tercapainya kemampuan fungsional tangan

18
REHABILITASI PADA OSTEOPOROSIS

Definisi
Rehabilitasi penderita osteoporosis, dengan gangguan fungsional yang diakibatkan
oleh rasa nyeri, fraktur (tersering pada vertebra, colum femoris, os radii)

Diagnosis Fungsional
Gangguan fungsional pada penderita osteoporosis tanpa atau dengan fraktur:
gangguan mobilisasi dan ambulasi
gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari
gangguan psikososial
sindroma dekondisioning

Pemeriksaan Fisik & Fungsional


Pemeriksaan umum : tanda vital, kardiorespirasi
Pemeriksaan khusus
- Musculoskeletal: lingkup gerak sendi, kekuatan dan ketahanan otot, postur,
deformitas
- Fungsi ambulasi : analisa pola jalan, keseimbangan, koordinasi
- Kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
- Fungsi keterampilan tangan

Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium : Estrogen, Calcium darah
 Radiologi : x-ray
 Pemeriksaan Densitometri

Konsultasi
Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi
Dokter Spesialis Bedah Tulang

Perawatan RS
Rawat jalan
Rawat inap : Bila terjadi komplikasi fraktur

Terapi/intervensi
Farmakologi : analgetik, kalsium, Vit D, Bifosfonat, HRT
Non farmakologi :
- Terapi modalitas untuk mengatasi nyeri
- Terapi latihan , prinsip: pembebanan, ritmis, dinamis
- Perbaikan postur
- Ortosis
- Latihan ambulasi dan aktivitas kehidupan sehari-hari
- Edukasi untuk pola hidup aman (aktivitas dan lingkungan)

Standar Tenaga
Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik

19
Dokter Umum dengan pelatihan Rehab Medik
Terapis : Fisioterapis, Okupasi Terapis
Teknisi : Ortosis Prostesis
Perawat

Penyulit/ Komplikasi
Penyulit :
 fraktur
 keganasan
 demensia dan atau gangguan kognitif
 psikologis
 penyakit sistemik
Komplikasi :
 fraktur
 sindrom dekondisi

Prognosis
Baik bila tanpa penyulit/ komplikasi dan mendapat intervensi sedini mungkin

Luaran / Outcome
Mampu melakukan aktivitas fungsional secara optimal

20
REHABILITASI PASCA CEDERA OTAK TRAUMATIK

Definisi/batasan
Rehabilitasi Pasca Cedera Otak Traumatik adalah proses rehabilitasi pada
cedera otak yang diakibatkan oleh trauma, yang meninggalkan gangguan
fungsional, perilaku dan atau kognitif sehingga menyebabkan ketergantungan
dalam kehidupan sehari-hari (disabilitas) dan handicap pada penderitanya.

Pemeriksaan Fisik dan Fungsional


Pemeriksaan/asesmen mencakup :
Pemeriksaan fisik secara umum
Pemeriksaan khusus : Neurologis, Muskuloskeletal, Neuropsikologi,
Penilaian berat ringannya cedera, Indikator Prognostik.
Pemeriksaan lain : Sistem Autonomik, Kardiovaskuler, Pulmoner,
Gastrointestinal, Genitourinaria.
Pemeriksaan fungsional : disabilitas fungsional dan kemampuan yang ada.
Level kognitif : Rancho Los Amigos Scale
FIM (Functional Independence Measure)

Diagnosis Rehabilitasi
Diffuse Axonal/Focal Injury Pasca Cedera Otak Traumatik Tertutup/
Terbuka/Penetrasi dengan :
Gangguan afektif
Gangguan perilaku dan psikososial
Gangguan fungsi kortikal luhur (komunikasi dan bahasa, memori, atensi,
konsentrasi, inisiasi, persepsi, visuospasial, emosi, kognitif, fungsi
eksekutif dll)
Gangguan ambulasi
Gangguan fungsional aktifitas sehari-hari
Gangguan miksi dan defekasi
Gangguan sistem neurologis lain (diplopia, neglect, neuropathic pain dll)
Dalam fase akut/pemulihan/kronis.

Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang tambahan dapat diperlukan pada rehabilitasi
untuk menjelaskan defisit yang terjadi dan prognosis pemulihan sehingga dapat
menentukan goal serta jenis terapi rehabilitasi antara lain :
Radiologi : MRI / MRI Otak
Elektrofisiologi : Evoked Potensial (BAEP, VEP, SSEP), EMG
Pemeriksaan urodinamik
Laboratorium darah dan urin

21
Konsultasi
Konsultasi ataupun rawat bersama spesialis lain sesuai kebutuhan antara lain
dengan:
Psikiater
Neuropsikolog
Spesialis Saraf
Spesialis Urologi
Spesialis Penyakit Dalam
Spesialis Jantung/vaskuler
Spesialis Bedah

Intervensi dan terapi


Proses rehabilitasi dibagi menjadi 3 fase
Rehabilitasi pada fase akut :
Dilaksanakan dalam rawat inap . Lebih diutamakan pada
penatalaksanaan medis dan bedah.
Tujuan Rehabilitasi :
- Mencegah atau meminimalkan defisit neurologis
- Mencegah komplikasi tirah baring.
Program Rehabilitasi :
Cegah kegagalan respirasi akibat retensi sekresi bronchial
Pertahankan integritas kulit
Cegah komplikasi kardiovaskuler
Cegah kekakuan sendi
Cegah distensi bladder dan infeksi traktus urinarius
Rehabilitasi pada fase pemulihan
Dilaksanakan dalam rawat inap. Merupakan proses rehabilitasi aktif.
Tujuan Rehabilitasi :
Mengatasi masalah disabilitas dan handicap yang timbul akibat cedera
Memaksimalkan fungsi yang ada untuk kemandirian
Meningkatkan kebugaran kardiopulmoner
Mencegah komplikasi sekunder
Program Rehabilitasi :
Terapi latihan persiapan mobilisasi dan transfer
Terapi latihan persiapan ambulasi
Terapi latihan balans
Ortosis tungkai ( AFO, KAFO) bila diperlukan
Latihan jalan dengan atau tanpa ortosis tungkai, dengan atau tanpa alat
bantu (crutches, canadian, walker)
Terapi latihan persiapan kemandirian aktivitas sehari-hari
Splint tangan dan alat bantu adaptif bila diperlukan
Terapi latihan oromotor dan fungsi menelan
Terapi latihan kontrol mikisi
Terapi latihan kontrol defekasi
Terapi latihan fungsi luhur/kognitif : arousal, atensi, fungsi eksekutif,
inisiasi, bahasa dan komunikasi, memori, persepsi serta visuospasial
Terapi perilaku

22
Psikoterapi untuk mengatasi emosi dan depresi
Terapi latihan kebugaran (fitness)
Terapi latihan prevokasional
Leisure, hobi dan olah raga
Edukasi : persiapan kembali ke rumah,
Edukasi : seksual & family planning.
Terapi suportif (kelompok) : pemahaman mengenai kecacatan.
Rehabilitasi pada fase lanjut
Dilaksanakan rawat jalan, lamanya seumur hidup untuk kecacatan
menetap
Tujuan Rehabilitasi :
- Resosialisasi (diantaranya mengembalikan ke tempat kerja atau
menyiapkan untuk kemampuan bekerja)
- Meningkatkan kualitas hidup
- Mempertahankan kemampuan fungsional
Program Rehabilitasi
- Resosialisasi
- Rujukan untuk vocational training
- Konseling keluarga
- Home programme
- Follow up

Penyulit / Komplikasi
Komplikasi :
Sistem neurologi : Epilepsi, parkinsonism, hidrosefalus post trauma
Sistem muskuloskeletal : kontraktur dan deformitas sendi
Psikologis : depresi post trauma (PTSD)
Sistem
Penyulit :
Gangguan perilaku/psikososial, agresi
Adanya penyakit penyerta seperti fraktur
Sistem muskuloskeletal : kontraktur, osteomyelitis
Sistem neurologis : spastisitas, neglect, nyeri neuropatik, sakit kepala
berkelanjutan
Ulcus decubitus

Standar Ketenagaan
Profesi dan ketenagaan yang diperlukan antara lain :
Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis
Psikolog klinis
Perawat Rehabilitasi
Terapis (Fisik, Okupasi, Prevokasional, Rekreasi, Wicara)
Pekerja Sosial Medis
Ortotis-Prostetis

23
Prognosis
Prognosis fungsional tergantung pada :
usia
lama koma
post traumatic amnesia (PTA)
eye sign

Lama proses rehabilitasi


Rehabilitasi dapat seumur hidup tergantung berat ringannya cedera otak dan
adanya komplikasi.

Luaran (outcome)
Tergantung Indikator Prognostik
Hasil rehabilitasi
Sembuh total, aktif bekerja
Sembuh parsial, aktif bekerja
Sembuh parsial, mandiri dalam aktivitas sehari-hari
Ketergantungan parsial
Ketergantungan total

24
REHABILITASI PADA REUMATOID ARTRITIS

Definisi
Rehabilitasi pada kondisi poli artritis kronik, progresif lambat, yang diklasifikasikan
sebagai suatu penyakit jaringan ikat yang difus dan multisistem, serta menyebabkan
gangguan fungsi ambulasi dan aktifitas kehidupan sehari – hari

Gambaran Klinis
a. Avitan bertahap, kasus akut 15 – 20%
Biasanya diawali gejala :
Fatique
Anoreksia
Malaise
Penurunan berat badan
Nyeri menyeluruh
Artritis reumatoid awalnya poliartikuler, mengenai sendi kecil tangan :
85% PIP, 70% MCP, 80% pergelangan tangan
Perjalanan klinis bervariasi :
< 10% dengan poliartritis destruktif
= 10% poliartritis ringan diikuti remisi lama
80% dengan gejala khas yang hilang timbul

2.1. Manifestasi artikuler


Kekakuan pagi hari yang berlangsung lebih dari 2 jam
Tanda radang sendi seperti nyeri, bengkak, pana, merah
yang terllihat pada fase akut
Keterbatasan gerak
Deformitas yang ditandai dengan kemunduran secara
fungsionil dan anatomik

2.2. Manifestasi ekstra artikuler


Kelemahan pada seluruh tubuh
Nodule pada kulit
Angguan vaskuler (vaskulitis)
Gangguan mata (herato conjunctivitis)
Gangguan respiratoris (nyeri tenggorokan, disphonia)
Gangguan jantung (efusi pericardial, disfungsi katup)
Gangguan neurologi (subluksasi cervical)
Gangguan hematologi (anemia)

Diagnosis Fungsional
Arthritis rematoid fase akut/subakut/kronik dengan masalah rehabilitasi:
Nyeri
Gangguan aktifitas fungsional/AKS

25
Gangguan ambulasi
Gangguan psikologis
Gangguan vokasional

Pemerikssaan Fisik dan Fungsional


Pemeriksaan umum
Pemeriksaan khusus
Lingkup gerak sendi, kekuatan otot, dan keterampilan tangan
Pemeriksaan fungsional
Kemampuan melaksanakan aktifitas sehari – hari
Kemampuan ambulasi dengan/tanpa alat bantu

Pemeriksaan Penunjang
Pemerikssaan laboratorium
Pemeriksaan radiologi : X – Ray sendi

Konsultasi
Dokter spesialis Penyakit Dalam
Dokter spesialis Orthopaedi
Dokter spesialis mata

Perawatan RS
Rawat jalan
Rawat inap

Terapi/Intervensi
Fase akut
Tujuan :
Mengurangi nyeri
Mencegah deformitas
Mencegah komplikasi tirah baring lama
Terapi dan intervensi
Farmakologi : analgetika dan anti inflamasi
Non farmakologi :
Imobilisasi sendi dengan splint
Mengurangi nyeri dengan terapi dingin
Latihan untuk ketahanan otot sesuai dengan toleransi
Edukasi untuk proteksi sendi
Terapi fisik dada dan latihan pernafasan
Supportif terapi untuk mengataasi masalah psikologis

Fase sub akut


Tujuan : mempersiapkan mobilisasi dan aktivitas sehari – hari
Intervensi:
Farmakologi : analgetika
Non farmakologi :
Mengurangi nyeri dengan elektroterapi/tens
Latihan lingkup gerak sendi pasif

26
Latihan ketahanan otot aktif

Fase kronik
Tujuan : mengembalikan kemampuan fungsional dan ambulasi
Intervensi
Mengembalikan flexibilitas sendi dapat dengan modalitas terapi panas
Latihan lingkup gerak sendi aktif, latihan flexibilitas, latihan ketahanan
dan penggunaan otot, latihan ketahanan kardiorespirasi (termasuk
latihan dalam air/akuatik terapi)
Splint/brace : statik/dinamik
Edukasi : pemeliharaan sendi, konservasi energi dan penyederhanaan
kerjaa
Penyesuaian lingkungan
Pemakaian alat bantu untuk aktifitas fungsional dan ambulasi
Latihan prevokasional
Mengatasi masalah psikososial

Standar Tenaga
Dokter spesialis Rehabilitasi Medik
Dokter umum dengan pelatihan Rehabilitasi Medik
Terapis : Fisioterapi, Terapis Okupasi
Tehnisi Ortotis protetis
Psikologi

Penyulit/Komplikasi
Penyulit
Gangguan psikologis
Nyeri yang tidak teratasi
Faktor usia
Komplikasi
Kontraktur/deformitas
Subluksasi daerah vetebral servikal yang dapat menyebabkan gangguan
neurologis
Gangguan sistemik lain
Komplikasi akibat pemakaian obat – obatan

Prognosis
Menetap, dengan gangguan fungsi
Dapat semakin memburuk bila disertai vaskulitis, subluksasi cervical
komplikasi akibat medikamentosa

Luaran/Outcome
Kualitas fungsional :
Mandiri
Ketergantungan sebagian
Ketergantungan penuh

27
REHABILITASI PADA SPINA BIFIDA

Definisi
Rehabilitasi pada Spina Bifida yang merupakan kelainan kongenital berupa defek
pada neural yang disebabkan malformasi pembentukan tulang belakang & medula
spinalis, seringkali diikuti anomali susunan saraf pusat dan struktur mesodermal
sehingga mengakibatkan gangguan lokomotor, defekasi dan miksi.

Diagnosis Fungsional
Spina bifida akulta / aperta, non pasca operatif dengan masalah :
- Transfer dan ambulasi disebabkan parese ekstremitas
- Gangguan miksi dan defekasi
- Psikososial
- Gangguan intelektual (pada hidrosefalus)

Pemeriksaan Fisik dan Fungsional


- Pemeriksaan umum : lingkaran kepala
- Pemeriksaan khusus :
a. Muskuloskeletal : Defek tulang belakang, skoliosis, kifosis,
hiperlordosis, deformitas tulang belakang dan anggota gerak
b. Neurologis : sensomotorik,otonomik

- Pemeriksaan fungsional
a. Fungsi locomotor
b.Fungsi ketrampilan tangan untuk yang lesinya tinggi
c. Aktifitas sehari-hari sesuai usia

Pemeriksaan Penunjang
2. Laboratorium
3. Radiologi : X Ray, USG kepala, CT scan dan MRI
4. Elektro fisiologi : EMG
5. Test psikologi : IQ
6. Pemeriksaan kapasitas bledder / urodinamik

Konsultasi
- Dokter spesialis syaraf anak
- Dokter spesialis bedah saraf

Perawatan RS
 Rawat jalan
 Rawat inap bila indikasi operasi / komplikasi berat

Terapi / Intervensi
1. Persiapan keluarga dan lingkungan dengan intervensi dini untuk posisi
pencegahan deformitas.
2. Terapi latihan :
- Pencegahan deformitas

28
- Fasilitas fungsi lokomotor dan latihan jalan
- Manajemen spastisitas
- Komunikasi pada pasien dengan hidrosefalus
- Aktifitas kehidupan sehari-hari

3. Penatalaksanaan gangguan miksi dan defekasi, sesuai tipe gangguan


neurologis
4. Terapi psikosuportif untuk penderita dan keluarga
5. Pemakaian orthosis
Splint /brace (resting, functional, antispastisitas) :
- ekstremitas atas
- ekstremitas bawah
6. Alat bantu aktifitas / alat bantu jalan
7. Kursi roda
8. Tindakan operatif diperlukan untuk perbaikan fungsi, penampilan dan
memperbaiki deformitas (bila diperlukan

Standar Tenaga
- Dokter spesialis Rehabilitasi Medik
- Dokter umum dengan pelatihan Rehabilitasi
- Terapis : Fisioterapis, Terapis Okupasi, Terapis Wicara
- Tehnisi Orthotis Protesis
- Psikolog

Penyulit/Komplikasi
Penyulit
- Hidrosefalus
- Arnold – Chiari II malformation
- Retradasi mental
- Kiposkoliosis
Komplikasi
- Infeksi saluran kemih/gagal ginjal
- Infeksi serebrum

Prognosis/Masa Pemulihan
- Spina Bifida okulta : prognosis fungsional baik
- Spina Bifida aperta : prognosis fungsional kurang baik tergantung pada level
lesidan penyuliit/komplikasi
- Prognosis mobilisasi : ambulasi/transfer
a. 37% bayi menunjukkan perbaikan motorik dalam waktu seminggu
sesudah lahir.
b. 75% anak bisa berjalan di luar rumah dengan /tanpa alat bantu,
tindakan bedah, orthosa, terapi dan dukungan yang cukup.
- Komunikasi
10% mengalami gangguan bicara dan 13,4% mengalami gangguan
pendengaran akibat kelainan konduksi atau sensorinerual.

29
- Intelektual
75% mempunyai tingkat intelegensi yang normal (IQ>80), makin
rendah level lesi, makin tinggi tingkatan intelegensi. Pada kasus hidrosefalus
50 – 60% mempunyai intelegensi normal.
- Fungsi Miksi
Prognosis baik bila program bladdermanagement dimulai sebelum usia
3 tahun. Seringkali keadaan kontinen (control of bowel and bladder)
diicapai pada usia 10 – 15 tahun. Prognosis kurang baik bila ada penyulit
misalnya retradasi mental.

Luaran/Outcome
- Mandiri
- Ketergantungan sebagian
- Ketergantungan total

30
REHABILITASI PASCA CABG (BEDAH PINTAS CORONER)

Definisi

Rehabilitasi pasca bedah pintas koroner yang dilakukan pada penyakit sumbatan
pembuluh darah koroner :
- Lebih dari dua pembuluh darah ( multi vessel coronary artery disease).
- Pembuluh darah utama koroner kiri.
- Pembuluh darah koroner yang tidak dapat dilakukan angioplasti
transluminasi koroner perkutan (Transluminal coronary Angioplasty =
PTCA)
Untuk kembali ke aktivitas semula

Diagnosis Fungsional
- Pasien miokard infark pro BPK
- Berdasarkan kateterisasi jantung

Pemeriksaan Fisik dan Fungsional


Sebelum operasi :
Anamnesa :
- Keluhan
- Penyakit penyerta
- Faktor resiko
- Obat-obatan yang diminum
- Aktivitas terakhir
- Pekerjaan/hobi
- Keadaan rumah, kantor dan lingkungan
- Jumlah pembuluh darah yang terkena/akan dioperasi
- Penjelasan program rehabilitasi jantung fase I, II, III
Pemeriksaan Fisik :
- Tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan.
- Keadaan jantung, paru
- Pengembangan dada
- Postur
- Lingkup gerak sendi anggota gerak atas

Pemeriksaan Penunjang
 Tes Treadmil terakhir
 Ekokardiografi
 Kateterisasi

Konsultasi
 Spesialis jantung
 Spesialis penyakit dalam konsultan jantung dan kardiovaskuler
 Bedah jantung (cardiac surgery)

31
Perawatan RS
Rawat inap : Fase I
Rawat jalan : Fase II-III

Terapi/Intervensi
Pada Fase I (7-14 hari) : Akibat tirah baring baik karena sakit atau karena
pembedahan sampai penderita mampu jalan 1,5 km (3 Mets).
Pada Fase II (4 minggu - 8 minggu) : Mampu berjalan 2,5-3 km
(6 Mets)
Pada Fase III (> 8 minggu) : Mampu berjalan 3-4 km dalam 30 menit
(6-8 Mets)

Program rehabilitasi :
Fase I (7-14 hari)
Tujuan rehabilitasi medik untuk mengatasi akibat tirah baring karena
penyakitnya atau pembedahan. Sasaran penderita mampu jalan 1,5 km (3
mets).
Fase I
Hari ke: Latihan dengan pengawasan Aktivitas ICU/ruangan
Sebelum Penilaian : Mengurangi latihan sesering
operasi Kesiapan pasien menjalankan mungkin
operasi:
 Postur pasien
 LGS semua sendi besar
Latihan :
 Abdomino thoracal breathing
 Coughing mechanism
 Ankle pumping exercise
 Shoulder & UE exercise
Sesudah  Breathing exercise Merawat diri dengan bantuan :
operasi  Coughing mechanism  Makan sendiri
1. ICU  Active ankle exercise  Duduk pasif di tempat tidur
 Gerakan aktif dengan pasif dari
anggota gerak ditempat tidur
 Ulangi pada jam-jam selanjutnya
saat pasien terjaga
2. ICU  Gerakan aktif seluruh anggota  Duduk dikursi 15-30 menit
gerak  Merawat diri tanpa bantuan
 Duduk ditepi tempat tidur
3. Ruang rawat  Latihan pemanasan 2 mets  Duduk dikursi dengan waktu
didahului dengan senam terbatas
pereganganotot  Pindah ruangan dengan kursi
 Jalan pelan-pelan 2x50 m  Jalan disekitar kamar
4.  Senam peregangan  Sesuai dengan kemampuan
 Jalan 2x100m kapan saja dapat
meninggalkan tempat tidur

32
 Jalan kekamar mandi,
ruangan dengan pengawasan
5  Senam 3 mets  Jalan keruangan tunggu
 Mengecek hitungan nadi  Jalan di gang rumah sakit.
 Mencoba menaiki beberapa anak
tangga
 Jalan 2x200m bolak-balik

Fase II (Intervensi, 4-8 minggu)


A. Program latihan 3 x seminggu
- Senam pemanasan, kalistenik
- Program jalan dan sepeda statis disesuaikan dengan hasil tes
treadmil.
- Pendinginan
B. Penyuluhan kesehatan
- Penyuluhan mengenai jantung dan pembuluh darah
- Penyuluhan psikologi, individu/ terapi group.
- Penyuluhan berhenti merokok.
- Penyuluhan gizi.
- Penyuluhan mengenai pekerjaan
- Penyuluhan aktifitas seksual dan perkawinan
C. Evaluasi test treadmill
- 4 Minggu dan 6 minggu post BPK dengan target 6 Mets.

Fase III ( Pemeliharaan, 3-6 bulan)


- Program latihan diluar.lapangan terbuka.
- Merupakan program pemeliharaan
- Bergabung dengan Klub Jantung Sehat.
- Evaluasi program dengan tes treadmill 3 dan 6 bulan target 6-8 Mets.

Standar Tenaga
 Dokter umum dengan pelatihan Rehabilitasi Medik
 Penunjang medik terkait (perawat, Fisioterapis)

Penyakit/Komplikasi
Stenosis Berulang

Prognosis/Masa Pemulihan
 Prognosis penyakit : baik
 Prognosis harapan hidup : baik (bila tidak ada komplikasi)
 Prognosis fungsional : baik

Luaran/Outcome
Pasien pasca CABG mengikuti program rehabilitasi jantung akan menurunkan
morbidity dan mortality

33
REHABILITASI PADA CEDERA MEDULLA SPINALIS

Definisi/batasan
Rehabilitasi pada kerusakan medula spinalis akibat trauma atau penyakit,
bersifat komplit atau parsial (inkomplit), dapat disertai atau tanpa disertai
fraktur tulang belakang yang menyebabkan gangguan saraf sensorik, motorik
dan autonomik dibawah level lesi sehingga menimbulkan gangguan fungsional
(disabilitas) dan handicap pada penderitanya.
Cedera Medulla Spinalis dapat terjadi antara lain disebabkan oleh :
- Trauma akibat kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, jatuh dari
ketinggian, kecelakaan olah raga atau akibat kekerasan (tertembak, tertusuk
benda tajam, pukulan benda tumpul).
- Penyakit : spondilitis TB, myelitis transversa, tumor, syringomyelia

Pemeriksaan Fisik dan Fungsional


Pemeriksaan/asesmen mencakup :
Pemeriksaan fisik secara umum
Pemeriksaan khusus :
Muskuloskeletal : Level skeletal (pada tulang belakang), cedera skeletal
lain
Neurologis : Level neurologis, Klasifikasi AIS (Asia Impairment Scale)
Pemeriksaan lain : Sistem Autonomik, Kardiovaskuler, Pulmoner,
Gastrointestinal, Genitourinaria.
Pemeriksaan fungsional : disabilitas fungsional dan kemampuan yang ada.
FIM ( Functional Independence Measure)

Diagnosis Rehabilitasi
Cedera Medulla Spinalis komplit/inkomplit dengan atau tanpa Fraktur
kompresi/dislokasi/burst vertebra .......... atau Contusio Medulla Spinalis dengan
level sensoris/neurologis setinggi ....(level cedera).......... klasifikasi AIS
A/B/C/D/E dengan :
Gangguan mobilisasi / ambulasi akibat tetraplegia /paraplegia.
Gangguan dalam aktivitas sehari-hari
Gangguan berkemih dan defekasi
Gangguan fungsi seksual
dalam fase akut/pemulihan/kronis.
Atau :
Sindroma Medula Spinalis
Sindroma Brown-Sequard
Sindroma Central Cord
Sindroma Anterior Cord
Sindroma Conus Medullaris
Sindroma Cauda Equina

34
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang tambahan dapat diperlukan selama
rehabilitasi antara lain
Laboratorium darah dan urin
Radiologi : Roentgen, BNO-IVP, CT Scan, MRI, USG
Elektrofisiologi : SSEP, EMG
Pemeriksaan urodinamik
Uji latih Kardiorespirasi

Konsultasi
Konsultasi ataupun rawat bersama spesialis lain sesuai kebutuhan antara lain
dengan:
Spesialis Saraf
Spesialis Bedah Orthopaedi
Spesialis Bedah Plastik
Spesialis Urologi
Spesialis Penyakit Dalam

Perawatan RS
Proses Rehabilitasi pada penderita cedera medulla spinalis :
Rawat Inap : fase akut dan fase pemulihan
Rawat Jalan : fase kronis

Intervensi dan terapi


Proses rehabilitasi cedera medulla spinalis dibagi dalam 3 fase :
Rehabilitasi pada fase akut :
Dilaksanakan dalam rawat inap . Lebih diutamakan pada
penatalaksanaan medis dan bedah.
Tujuan Rehabilitasi :
- Mencegah atau meminimalkan defisit neurologis
- Mencegah komplikasi tirah baring.
Program Rehabilitasi :
Cegah kegagalan respirasi akibat retensi sekresi bronkial
Pertahankan integritas kulit
Cegah komplikasi kardiovaskuler
Cegah kekakuan sendi
Cegah distensi bladder dan infeksi traktus urinarius
Rehabilitasi pada fase pemulihan
Dilaksanakan dalam rawat inap. Merupakan proses rehabilitasi aktif.
Tujuan Rehabilitasi :
Mengatasi masalah disabilitas dan handicap yang timbul
akibat cedera
Memaksimalkan fungsi yang ada untuk kemandirian
Meningkatkan kebugaran kardiopulmoner
Mencegah komplikasi sekunder
Program Rehabilitasi :
Terapi latihan persiapan mobilisasi dan transfer

35
Spinal ortosis (lumbosakral, thorakolumbosakral, cervical, SOMI,
cervicothorakolumbal, body jacket) sesuai dengan level skeletal
Terapi latihan persiapan ambulasi
Ortosis tungkai ( AFO, KAFO)
Jalan dengan atau tanpa ortosis tungkai, dengan atau tanpa alat bantu
(crutches, canadian, walker)
Kursi roda sesuai level neurologis dan level kemandirian serta aktivitas
penderita, strap khusus
Terapi latihan pengendalian kursi roda di dalam rumah dan di luar
rumah.
Terapi latihan persiapan kemandirian aktivitas sehari-hari
Splint tangan (fungsional resting, cock up) untuk tetraplegia
Terapi latihan self care
Terapi latihan kontrol mikisi : self intermittent catheterization
Terapi latihan kontrol defekasi : manual evakuasi / stimulasi digital.
Terapi latihan kebugaran (fitness)
Terapi latihan prevokasional
Leisure, hobbies dan olah raga
Edukasi : persiapan kembali ke rumah,
Edukasi : seksual & family planning.
Terapi suportif (kelompok) : pemahaman mengenai kecacatan.
Rehabilitasi pada fase lanjut
Dilaksanakan rawat jalan, lamanya seumur hidup bagi pasien dengan
kecacatan menetap.
Tujuan Rehabilitasi :
- Resosialisasi (diantaranya mengembalikan ke tempat kerja atau
menyiapkan untuk kemampuan bekerja)
- Meningkatkan kualitas hidup
- Mempertahankan kemampuan fungsional
Program Rehabilitasi
- Resosialisasi
- Rujukan untuk vocational training
- Sistem rujukan dengan panti bina daksa
- Konseling keluarga
- Home programme
- Follow up

Penyulit / Komplikasi
Komplikasi bisa terjadi saat dirawat inap maupun kemudian saat pasien telah
dipulangkan.
Pulmoner : gangguan pernafasan
Cardiovaskuler : DVT, autonomic dysreflexia
Metabolik : heterotropic ossification, osteoporosis, immobilzation calcemia
Gastrointestinal : ileus, diare, acute abdomen
Tractus urinarius : batu ginjal, batu kandung kemih, infeksi kronis, fistel,
hidronefrosis, gagal ginjal
Muskuloskeletal : kontraktur, osteomyelitis, arthralgia/arthritis

36
Neurologis : spastisitas, nyeri neuropatik, syringomyelia
Ulcus decubitus

Standar Ketenagaan
Profesi dan ketenagaan yang diperlukan antara lain :
Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik / Rehab-SCI (Spinal Cord Injury).
Dokter Umum dengan pelatihan rehabilitasi medis
Psikolog klinis
Perawat Rehabilitasi
Terapis (Fisik, Okupasi, Prevokasional, Rekreasi, Wicara)
Pekerja Sosial Medis
Ortotis-Prostetis

Prognosis
Prognosis Penyakit : tergantung penyebab
Prognosis Harapan Hidup :
 Paraplegia lebih baik daripada Tetraplegia
 Tetraplegia dengan lesi inkomplit lebih baik daripada lesi komplit
 Pernah mendapat rehabilitasi lebih baik dibandingkan yang tidak pernah
mendapat proses rehabilitasi
 Keseluruhan harapan hidup penderita cedera medulla spinalis lebih
pendek dibandingkan dengan orang normal. Penyebab kematian adalah
komplikasi (kardiovaskuler, pulmoner dan renal)
Prognosis fungsional : tergantung level neurologis dan berat ringannya
cedera (klasifikasi AIS)

Lama proses rehabilitasi


Rawat Inap : Proses rehabilitasi untuk paraplegia umumnya sekitar 3-4
bulan, untuk tetraplegia sekitar 4-6 bulan
Rawat Jalan : evaluasi berkala setiap bulan untuk 3 bulan pertama, setiap 3
bulan untuk tahun pertama dan selanjutnya setiap setahun sekali atau
bila ada masalah / komplikasi seumur hidup pada penderita dengan
kecacatan menetap.

Luaran (outcome)
Hasil rehabilitasi tergantung pada :
 Level neurologis dan berat ringannya cedera (komplit/inkomplit)
 Motivasi penderita
 Ketersediaan sarana serta sumber daya tenaga rehabilitasi
 Co morbiditas
Dibagi dalam beberapa hasil outcome :
 Ketergantungan penuh
 Aktivitas sehari-hari dan mobilitas dibantu sebagian
 Aktivitas sehari-hari dan mobilitas mandiri, tidak bekerja
 Mandiri kembali bekerja

37
REHABILITASI PADA PARKINSONISM

Definisi/batasan
Rehabilitasi pada sindroma yang ditandai oleh adanya tremor istirahat, rigiditas,
bradikinesia dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamin
karena berbagai macam sebab sehingga menyebabkan gangguan fungsional
berupa ketergantungan dalam kehidupan sehari-hari (disabilitas) dan handicap
pada penderitanya.

Pemeriksaan Fisik / Fungsional


Pemeriksaan/asesmen mencakup :
Pemeriksaan fisik secara umum
Pemeriksaan khusus : Neurologis,
Pemeriksaan lain : Sistem Autonomik, Kardiovaskuler, Pulmoner,
Gastrointestinal, Genitourinaria.
Pemeriksaan fungsional : disabilitas fungsional dan kemampuan yang ada
dengan UPDRS (Unitefied Parkinson Disease Rating Scale)

Diagnosis Rehabilitasi
Posible/probable/definite Parkinson atau
Parkinsonism (vaskuler, drug induced, metabolik, NPH, infeksi, trauma,
neurodegeratif, herediter) dengan
Gangguan afektif / emosi
Gangguan stabilitas jalan
Gangguan transfer dan ambulasi
Gannguan aktivitas sehari-hari
Gangguan fungsi kortikal luhur
Gangguan berkemih dan defekasi
Gangguan fungsi menelan (disfagia)
Gangguan fungsi seksual
Klasifikasi Hoehn and Yahr stadium I/II/III/IV/V.

Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang tambahan dapat diperlukan pada proses
rehabilitasi misalnya
Laboratorium
Radiologi : roentgen, MRI otak, fluoroskopi
Pemeriksaan urodinamik

Konsultasi
Konsultasi ataupun rawat bersama spesialis lain sesuai kebutuhan antara lain
dengan:
Spesialis Saraf
Psikiater
Spesialis Bedah Saraf
Spesialis Urologi

38
Perawatan RS
Rawat jalan.

Intervensi dan terapi


Tujuan rehabilitasi :
Mempertahankan kemampuan fungsional selama mungkin
Mencegah komplikasi dan mengatasi bila ada
Meningkatkan kualitas hidup

Program Rehabilitasi :
Masalah Intervensi/penatalaksanaan
Gangguan postur dan jalan: Terapi regangan mobilitas trunk,
Postur membungkuk, kesulitan Terapi latihan balans dan kemampuan
memulai jalan, langkah memindahkan tumpuan berat badan,
terhuyung Terapi latihan untuk mempertahankan
kemampuan jalan dan memulai langkah
poor base support, freezing.
menggunakan cadence, akustik ritmik,
Trunk instability visual
Latihan jalan koordinasi dengan ayunan
tangan
Latihan penguatan otot punggung bawah
dan ekstensor panggul
Latihan koreksi postur, gunakan kaca
Perubahan rumah dan lingkungan
Menggunakan alat bantu adaptif
Gangguan mobilitas dan Terapi latihan lingkup gerak sendi dan
aktivitas akibat regangan sendi
Bradikinesia/diskinesia Terapi latihan aktivitas harian dengan
dan rigiditas pengulangan terus menerus
Terapi latihan aktifitas dengan
menggunakan cara dan balans yang tepat
Terapi aktifitas fungsional dalam tahapan
Terapi latihan relaksasi dengan mengikut
sertakan regangan dan gerakan ritmis
Latihan menulis dengan menggunakan
kertas bergaris, tulisan lebar dan besar

39
Terapi latihan fleksibilitas/mobilitas dinding
Gangguan bicara thorax
Disartria hipokinetik Terapi latihan pernafasan dalam
Terapi latihan kontrol pernafasan
Terapi latihan koordinasi oromotor
Terapi latihan artikulasi
Terapi latihan bicara prosodik
Terapi latihan utk meningkatkan volume
suara
Hindari makanan dengan konsistensi
Gangguan fungsi menelan campuran. Gunakan pengental bila perlu.
Makan makanan dalam porsi kecil
Terapi latihan peregangan
Terapi latihan kontrol fungsi menelan
Posisi yang tepat untuk cegah aspirasi
Minum obat 30 menit sebelum makan.
Evaluasi penyebab
Gangguan kognitif/emosi Asesmen neuropsikologi
Nilai kemampuan untuk hidup dan bekerja
mandiri pada fase awal
Psikoterapi
Evaluasi penyebab
Gangguan miksi Voiding diary,
Urgensi, frekuensi, nocturia Program bladder training residual urine
Untuk bladder hiperaktif : medikamentosa
mis: Oxybutinin 5 mg 3 kali/hari atau
Tolterodine 2 mg 2 kali/hari
Terapi latihan penguatan otot dasar panggul
Gangguan defekasi/konstipasi Pengosongan lambung
lambat:medikamentosa mis : domperidone
10 mg 3 kali/hari
Makan makanan dalam porsi kecil, serat
tinggi dan cairan banyak
Mekadimentosa : laksatif atau stool softener
Tingkatkan aktifitas
Gangguan aktifitas akibat Ajarkan metoda bangun dari tempat tidur
ortostatik hipotensi secara perlahan dan balans yang tepat
Gunakan compression stocking
Evaluasi penyebab
Gangguan seksual Evaluasi medikamentosa yang biasa
diminum
Terapi medikamentosa untuk impotensia
mis: sildenafil
Edukasi dan konseling

40
Penyulit / Komplikasi
Komplikasi:
Aspirasi pneumonia
Ulcus decubitus
Penyulit :
Fraktur
Osteoporosis
Kontraktur
Demensia

Standar Ketenagaan
Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik / Neuro-Rehab.
Dokter Umum dengan pelatihan rehabilitasi medik
Psikolog
Terapis (Fisik, Okupasi, Wicara, Prevokasional, Rekreasi)
Pekerja sosial medis
Tehnisi Ortotis-prostetis

Prognosis
Umumnya buruk.

Lama proses rehabilitasi


Seumur hidup.

Luaran/outcome
Ketergantungan penuh

41
REHABILITASI PASCA STROKE

Definisi
Rehabilitasi stroke adalah pengelolaan medis dan rehabilitasi yang
komprehensif terhadap disabilitas yang diakibatkan oleh stroke melalui
pendekatan neurorestorasi dan neurorehabilitasi dengan tujuan mengoptimalkan
dan memodifikasi kemampuan fungsional yang ada sehingga penyandang stroke
mampu beradaptasi dan mencapai kemandirian serta kualitas hidup yang lebih
baik.

Stroke diklasifikasikan berdasarkan :


a. Letak gangguan sirkulasi di otak (Bamford Clinical Classification)
 Sindroma sirkulasi anterior total
 Sindroma sirkulasi anterior parsial
 Sindroma sirkulasi posterior
 Sindroma lakunar
b. Sifat gangguan aliran darah
 Non Haemorrhagik (thrombosis, emboli, RIND, TIA)
 Haemorrhagik (intraserebral, subarachnoid)
c. Waktu terjadinya
 Stroke in evolution
 Stroke komplit

Diagnosis Rehabilitasi
Stroke haemorrhagis/non haemorrhagis akibat gangguan sirkulasi anterior
total/anterior parsial/ posterior/lacunar dengan
Gangguan komunikasi
Gangguan fungsi kognitif
Gangguan afeksi/perilaku
Gangguan fungsi menelan
Gangguan mobilisasi / ambulasi
Gangguan dalam aktivitas sehari-hari
Gangguan berkemih dan defekasi
Gangguan ketahanan kardiovaskuler
Gangguan fungsi seksual
dalam fase akut/pemulihan/kronis.

Pemeriksaan Fisik dan Fungsional


Pemeriksaan/asesmen mencakup :
Pemeriksaan fisik secara umum
Pemeriksaan khusus : Sistem neurologis
 Pemeriksaan fungsional :
kemampuan fungsional aktivitas sehari-hari (Barthel Index, FIM)
fungsi kognitif (Mini Mental Test)

42
gangguan bahasa (TADIR)

Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang tambahan dapat diperlukan selama
rehabilitasi antara lain
Radiologi : CT Scan, MRI
Laboratorium
EKG
Uji latih kardiorespirasi

Konsultasi
Konsultasi ataupun rawat bersama spesialis lain sesuai kebutuhan antara lain
dengan:
Spesialis Saraf
Spesialis Jantung
Spesialis Penyakit Dalam

Perawatan RS
Rawat Inap : pada fase akut
Rawat Jalan : pada fase pemulihan dan fase lanjut

Intervensi dan terapi


 Fase akut :
Tujuan rehabilitasi :
- Mencegah komplikasi dari stroke
- Mencegah efek tirah baring lama.
Intervensi rehabilitasi :
- Mempertahankan integritas kulit
- Mencegah pola postur dan spastisitas yang mengganggu pemulihan
- Mencegah komplikasi gangguan pernafasan dan kardiovaskuler
- Mengatasi gangguan fungsi menelan
- Mengatasi gangguan fungsi miksi dan defekasi
- Mengatasi gangguan kesadaran, sensoris
- Persiapan mobilisasi bertahap
 Fase subakut
Tujuan rehabilitasi :
- Mengoptimalkan pemulihan neurologis dan reorganisasi saraf
- Penatalaksanaan disabilitas akibat stroke dengan tetap memperhatikan
Pemulihan impairment melalui pendekatan-pendekatan atau metoda
intervensi yang sesuai.
- Meminimalkan dan mengatasi komplikasi akibat stroke
- Intervensi Rehabilitasi :
- Mampu komunikasi
- Mampu melakukan tanpa aspirasi
- Mampu melakukan perawatan dini dan melakukan aktivitas
- sehari-hari

43
- Mampu mengontrol fungsi defekasi dan miksi
- Mampu mobilisasi dan ambulasi
- Mampu mengatasi masalah emosi dan depresi
- Mampu mengisi waktu luang dan hobi
- Mengatasi komplikasi yang mengganggu pemulihan fungsi.
 Fase lanjut
Tujuan rehabilitasi :
- Mengoptimalkan kemampuan fungsi yang ada
- Mempertahankan kemampuan fungsional yang sudah dicapai
- Pencegahan komplikasi sekunder dan tersier
Intervensi rehabilitasi :
- Mempertahankan kemandirian
- Meningkatkan kebugaran fisik
- Mengembalikan ke tempat kerja pada pasien yang masih produktif
- Membantu sosialisasi kembali ke lingkungan dan masyarakat
- Membantu agar dapat menerima kecacatan menetap
- Konseling pada gangguan seksualitas

Penyulit/komplikasi :
Komplikasi :
- Pulmoner : gangguan pernafasan
- Kardiovaskuler : Trombosis pembuluh darah balik, dekondisi
- Muskuloskeletal : kontraktur, subluksasi bahu, arthralgia, frozen
shoulder, osteoarthrosis, osteoporosis
- Neurologis : spastisitas, nyeri neuropatik, neurogenic bladder
- Dekubitus
Penyulit :
Demensia
Afasia global

Standar Ketenagaan
Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik
Dokter Umum dengan pelatihan rehabilitasi medis
Psikolog
Perawat Rehabilitasi
Terapis (Fisik, Okupasi, Wicara, Prevokasional, Rekreasi)
Pekerja Sosial Medis
Tehnisi Ortotis-Prostetis

Prognosis
 Prognosis Penyakit : dapat berulang
 Prognosis Harapan Hidup tergantung pada :
 Faktor risiko
 Penyakit penyerta
 Komplikasi
 Prognosis fungsional tergantung pada :
luas dan lokasi lesi neuroantomis

44
penyakit atau kondisi penyulit
komplikasi
motivasi penderita
dukungan keluarga
sarana dan tenaga profesional rehabilitasi yang tersedia

Lama proses rehabilitasi


Lama proses rehabilitasi tergantung pada berat-ringannya stroke serta ada
tidaknya faktor penyulit. Umumnya,
fase akut : rawat inap selama 1-2 minggu
fase subakut/ pemulihan : rawat jalan selama 3-4 bulan
fase lanjut : home program seumur hidup pada kecacatan menetap.

Luaran/outcome
 Ketergantungan penuh
 Ketergantungan sebagian pada aktivitas sehari-hari
 Mandiri dalam aktivitas sehari-hari, tidak bekerja
 Mandiri dalam aktivitas sehari-hari, kembali bekerja

45
REHABILITASI PASCA AMPUTASI ANGGOTA GERAK

Definisi
Rehabilitasi pasca amputasi merupakan pengelolaan rehabilitatif untuk
menggantikan bagian tubuh yang hilang seluruhnya atau sebagian akibat
trauma, penyakit atau kelainan kongenital serta
mengembalikan/mengembangkan kemampuan fungsional seoptimal mungkin.

Diagnosis Fungsional
Amputasi ........(level amputasi, lokasi).......akibat trauma/penyakit/kelainan
kongenital dengan
 Gangguan ambulasi jalan
 Gangguan fungsi tangan
 Gangguan aktivitas sehari-hari
 Gangguan psikologis
Pada tahap pra prostesis/pasca prostesis

Pemeriksaan Fisik dan Fungsional


 Pemeriksaan umum
 Pemeriksaan khusus :
Muskuloskeletal : Lingkup gerak sendi, kekuatan otot,
Pemeriksaan puntung : luka pasca operasi, udema, panjang dan
bentuk puntung, maturitas puntung
Pemeriksaan kardiovaskuler : denyut nadi pembuluh darah
arteri proksimal puntung
Pemeriksaan psikososial
Pemeriksaan neurologis : sensorik, motorik (kekuatan otot), kognitif,
phantom pain, phantom sensation
 Pemeriksaan fungsional : aktivitas sehari-hari, uji latih
kardiorespirasi

Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium darah
 Radiologi : X-ray sendi proksimal puntung sesuai indikasi, Bone Scan
 Doppler Ultrasonografi
 EKG, Echokardiografi

Konsultasi
Konsultasi ataupun rawat bersama spesialis lain yang terkait sesuai penyakit
yang mendasari.

Perawatan RS
 Rawat Inap pada pra prostesis pasca operasi

46
 Rawat jalan pada pasca prostesis

Terapi dan Intervensi


 Pra operasi amputasi
Tujuan rehabilitasi :
- Mencegah komplikasi pasca operasi
- Mempersiapkan penderita menggunakan prostesis
Program rehabilitasi :
- Edukasi/konseling tim rehabilitasi
- Terapi latihan lingkup gerak sendi dan peregangan sendi
- Latihan penguatan otot
- Terapi fisik dada dan latihan pernafasan
 Tahap pra prostesis pasca operasi
Tujuan rehabilitasi :
- Mempersiapkan puntung untuk penggunaan prostesis
- Mobilisasi dini dan persiapan aktivitas sehari-hari dengan prostesis
- Meningkatkan ketahanan kardiorespirasi
- Mencegah gangguan psikologis yang timbul akibat amputasi
Intervensi rehabilitasi :
- Farmakologis : Analgetika bila diperlukan
- Terapi fisik dada dan latihan pernafasan
- Membalut puntung dengan elastic bandage dengan figure of eight
- Edukasi tentang pemeliharaan puntung
- Terapi latihan peregangan dan fleksibilitas sendi
- Terapi latihan penguatan otot-otot sendi proksimal puntung
- Latihan endurance kardiorespirasi
- Memberikan pemahaman mengenai bagian dari prostesis dan fungsinya.
- Edukasi mengenai konservasi energi dan penyederhanaan kerja.
- Konseling dan edukasi suportif
 Tahap pemasangan prostesis
Tujuan rehabilitasi :
- Pembuatan prostesis yang sesuai
- Mengoptimalkan kemampuan fungsional dengan prostesis
- Mengatasi gangguan psikologis yang timbul
Intervensi rehabilitasi :
- Pembuatan prostesis yang sesuai dengan kemampuan dan aktivitas yang
diharapkan.
- Check out awal prostesis yang sesuai dengan resep
- Latihan jalan dengan prostesis ekstremitas bawah
- Latihan fungsional tangan dengan prostesis ekstremitas atas, kecuali
pada penggunaan prostesis kosmesis.
- Check out akhir prostesis
- Meningkatkan kebugaran fisik
- Edukasi pemeliharaan prostesis
- Terapi psikosuportif

47
Penyulit / Komplikasi
Komplikasi :
 Kontraktur sendi
 Luka pada area penekan prostesis
Penyulit :
 Demensia/gangguan kognitif
 Luka pada area puntung yang sulit sembuh
 Adanya phantom pain, neuroma
 Sindroma dekondisi

Standar tenaga
 Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik
 Psikolog
 Perawat Rehabilitasi
 Terapis (Fisik, Okupasi, Vokasional)
 Pekerja Sosial Medis
 Tehnisi Ortotis-Prostetis

Prognosis
 Prognosis fungsional tergantung level amputasi dan penyebab/penyakit yang
mendasari. Akibat trauma hasilnya lebih baik.
 Prognosis fungsional pada amputasi kongenital ekstremitas atas umumnya
lebih sulit untuk mencapai kemampuan fungsional yang optimal dengan
prostesis karena telah ada pola gerak yang menetap.

Luaran/outcome
 Umumnya kembali ke aktivitas semula seperti sebelum cedera bagi
amputasi traumatik kecuali pada level amputasi yang tinggi.
 Hasil rehabilitasi pada amputasi akibat penyakit tergantung pada penyakit
yang mendasarinya dan komplikasi yang terjadi

48
REHABILITASI PADA CONGENITAL TALIPES EQUINO VARUS

Definisi
Rehabilitasi pada kelainan bawaan bentuk kaki dengan posisi :
- Kaki bagian depan : adduktus inversi
- Kaki bagian belakang : equino – varus
Yang menyebabkan malalignment postural, dan berakibat gangguan ambulasi.
Diagnosa penyakit primer yang sering dengan CTEV :
- Arthrogryposis multiplex congenital
- Spina bifida dengan meningomyelocele
- Diastrophic duarfism
- Streeter’s dysplasia (anomali tangan)
- Constriction band
- Cerebral palsy

Diagnosis fungsional / masalah rehabilitasi medik


CTEV dengan masalah :
- Problema postural akibat deformitas yang fleksibel / menetap
- Kelemahan / imbalance otot-otot kaki
- Keterlambatan perkembangan motorik (ekstremitas bawah)
- Gangguan pola berjalan (gait abnormality)

Pemeriksaan fisik dan fungsional


Umum : Orthopaedic Check List menurut R. Siffert
Khusus :
- Adanya kelainan bentuk kaki spesifik :
 Fleksi jari-jari kaki
 Kaki bagian depan adduksi
 Tumit varus
 Tibia rotasi interna
- Kontraktur otot betis
- Pada kelainan unilateral :
 Ukuran kaki lebih kecil
 Betis hipotrofi
 Ada selisih panjang tungkai
Pemeriksaan Fungsional :
- Lingkup gerak sendi kaki
- Kekuatan otot (perkiraan)

Pemeriksaan Penunjang
Radiologi : genubilateral posisi berdiri AP :
- Dapat mendemonstrasikan posisi fungsional kaki
- Melihat kedudukan tulang
- Dapat untuk menghitung sudut :
 Sudut talocalcaneal <35 caput os talus datar (Turco)

49
 Sudut talocalcaneal <20 sedangkan sudut talometatarsal parallel
(Kite)

Konsultasi
Dokter Spesialis bedah ortopedi.

Perawatan Rumah Sakit


Umumnya rawat jalan.

Terapi / Intervensi
Prinsip : sedini mungkin, melihat berat/ringannya deformitas, fleksibel /
menetap. Dimulai dengan serial gips yang dikoreksi tiap 2 minggu.
Pasca koreksi gips / operatif :
- Gentle Stretching : diajarkan pada orang tua / care giver, dilakukan sesering
mungkin secara teratur. Penting untuk mengajarkan cara stretching yang
benar untuk mencegah komplikasi rocker bottom foot.
- Terapi Ortotis Prostetis :
 Dennis Brown Splint, sudut dikoreksi secara regular.
 Moulded shoes (outflare shoes dengan reverse Thomas Heel)
bila anak sudah mulai berdiri/berjalan.
Dilakukan evaluasi regular sampai selesai masa pertumbuhan, dilihat:
- Bentuk dan kekakuan sampai selesai pertumbuhan.
- Nyeri pada aktifitas sehari-hari.
- Radiologi : dinilai 7 parameter :
a. kaki belakang : 1. AP : sudut talocalcaneal
2. Timpang tindih talonavikuler
3. Sudut talocalcaneal dari samping
(lateral)
4. Posisi navikuler
b. Kaki depan : 5. AP : sudut kalkaneus ke jari kedua (metatarsal)
c. Deformitas sisa : 6. lateral : sudut kalkaneus - metatarsal
7. posisi dari kalkaneus

Standar Tenaga
- Dokter spesialis rehabilitasi medik
- Dokter umum dengan pelatihan rehabilitasi medik
- Terapis (fisioterapis),
- Teknisi ortotis prostetis

Penyulit / Komplikasi
- Dekubitus oleh karena gips
- Luka terbuka dan terinfeksi, bila pakai K-wire terjadi pin track infection
- Avaskuler nekrosis navikuler (KÖhler)
- Kegagalan koreksi (bentuk tidak terkoreksi/koreksi tidak sempurna, rocker
bottm foot)
- Kekakuan sendi/otot
- Nyeri waktu berjalan
- Koreksi berlebihan

50
Prognosis / Masa Pemulihan
Tergantung berat / ringannya deformitas dan keberhasilan koreksi,
Dapat berhasil baik, terkoreksi sempurna, atau menetap / seumur hidup dengan
gejala sisa

Luaran
Kritria klinis :
a. Sempurna : - Apabila pada koreksi yang paripurna bentuk tanpa
gejala dan dapat melaksanakan segala aktivitas
fisik.
- Lingkup gerak pergelangan kak : 25° – 0° – 25°
(-15 subtalar)
b. Baik : - Hampir dapat koreksi sempurna.
- Tidak ada gejala tapi ada gangguan aktivitas ringan.
- Lingkup gerak pergelangan kaki : 10°-0°-20°
(-10° subtalar)
c. Cukup : - Koreksi partial.
- Kekuatan betis menurun tanpa gangguan fungsional.
- Lingkup gerak pergelangan kaki : 0°-10°/20°.
(-10° subtalar)
- Ada gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari.
- Perlu koreksi lebih dari 1 kali.
- Tindakan bedah.
d. Buruk : - Tidak terkoreksi.
- Kekuatan betis menurun.
- Lingkup gerak terbatas, subtalar 5°.
- Nyeri pada aktivitas berjalan.

51
REHABILITASI PADA PENYAKIT PARU RESTRIKTIF

Definisi
Penyakit paru awal / lanjut yang terutama menyebabkan gangguan pada
compliance paru, mengakibatkan keterbatasan kemampuan bernafas, penurunan
kebugaran dan keterbatasan aktivitas. Dapat membaik,menetap atau makin
memburuk, tergantung penyebab-penyebab yang mendasari :
A. Pulmonal
Tumor paru,pneumonia, TB , fibrosis paru, atelektasis karena berbagai sebab.
B. Ekstrapulmonal :
- penyakit pada pleura
- tumor pada toraks atau diinding dada
- kekakuan dinding toraks ( karena nyeri, pasca operasi toraks, skleroderma,
deformitas )
- penyakit yang berakibat pada kelemahan otot-otot pernafasan ( cedera
medula spinalis level tinggi, duchenne muscular dystrophy, Guillain Barre
Syndrome, myasthenia gravis)
- kelemahan /gangguan mobilitas diafragma, misal pada obesitas, asites

Diagnosis Fungsional/Masalah Rehabilitasi Medik


Penyakit paru restriktif ringan/ sedang/ berat pada kondisi awal / lanjut yang
menyebabkan penurunan volume tidal, kapasitas inspirasi maksimal, kapasitas
vital dan kapasitas total paru.
Dengan masalah :
- napas pendek dangkal dengan kesulitan inspirasi dalam
- gangguan mobilitas dinding dada dan pengembangan paru, dapat disertai
kolaps paru
- penumpukan dahak di saluran napas dan kemampuan batuk yang lemah /
tidak ada
- keterbatasan kemampuan berjalan kemampuan berjalan, naik tangga,
penurunan aktivitas kehidupan sehari-hari ( termasuk merawat diri).
- Rasa cemas dan depresi ( akut atau kronis)
- gangguan pola tidur/ insomnia
- penurunan rasa percaya diri
- terganggunya aktivitas sosial
- meningkatnya hari mangkir kerja
- pada penyakit-penyakit tertentu akan berlanjut sampai pemakaian ventilator
jangka panjang / seumur hidup

Pemeriksaan Fisik Dan Fungsional


Umum :
- sesak napas/ napas pendek, dinilai respiratory rate dan skala Borg untuk
pernapasan
- nadi (frekuensi dan regularitas), tensi
- tinggi dan berat badan (hitung Body Mass Index)

Khusus :

52
- pola pernapasan ( inspirasi dan ekspirasi ), kemampuan inspirasi dalam (
incentive spirometri ) dan pergerakan napas ( simetris/asimateris)
- keterbatasan gerak bahu
- postur : kyposis, kiposkoliosis
- mobilitas dan ekspansi toraks ( atas, tengah, bawah)
- ada/ tidak pola napas paradoksal
- wheezing, ronki, dahak ( lokasinya)
- atrofi otot-otot ekstremitas
- gejala cor pulmonale
Pemeriksaan fungsional :
UJI LATIH idem dengan penyakit paru obstruktif
Catatan : pada penyakit primer karena kelainan otot dan parese ekstremitas, hanya
dengan uji jalan atau ergometer tangan, jangan sampai lelah ( dinilai dengan skala
Borg modifikasi untuk kelelahan otot )
Dari hasil uji latih, ditentukan kemampuan fungsional dalam meter / watt / VO2
max / Mets.
Penilaian kualitas hidup dengan alat ukur kualitas hidup spesifik, misal : St George
Respiratory Questionner

Pemeriksaan Penunjang
A. Laboratorium : - darah rutin ( Hb,Ht, lekosit)
- analisa gas darah
- Pemeriksaan fungsi ginjal
B. radiologi : - X Ray toraks PA dan lateral
- CT scan
C. pemeriksaan faal paru : spirometri, body box ( DLCO, MVV)

Konsultasi
- Dokter spesialis gizi klinik
- Dokter spesialis terkait : saraf, paru, penyakit dalam, jantung

Perawatan Rumah Sakit


- rawat jalan.
- Rawat inap pada :
- kasus lanjut ( eksaserbasi akut) dengan restriksi sedang sampai berat
- pasca sesak napas
- kasus dengan ventilator / proses weaning

Terapi / Intervensi
A. Kondisi awal / pasca sesak napas (di rumah sakit atau rawat jalan)
- Medikamentosa : bronkodilator, mukolitik, steroid, umumnya inhalasi.
- Edukasi untuk posisi mengurangi sesak (waktu berbaring, duduk, berdiri)
- Latihan relaksasi (imagery, terapi musik, pernapasan pursedlip)
- Latihan mobilitas bahu dan dinding dada semaksimal mungkin
- Koreksi dan pemeliharaan postur (bila perlu)
- Terapi fisik dada untuk mengeluarkan dahak (bila perlu)
- Latihan inspirasi dalam bertahap, intermitten, pengulangan sesuai toleransi

53
- Latihan pernapasan segmental untuk pengembangan paru (tergantung
lokasi)
- Latihan ankle pumping aktif / pasif
- Mobilisasi aktif segera bila tidak sesak, sesuaikan dengan toleransi otot
(bertahap, waktu singkat, pengulangan sering). Jangan sampai lelah !!!
B. Kondisi Lanjut (di rumah sakit atau rawat jalan)
- Edukasi untuk pola latihan pernapasan dalam (disesuaikan dengan penyakit
yang mendasari), intermitten.
- Melakukan latihan-latihan seperti kondisi awal, sesuai kebutuhan dan
kondisi penyakit yang mendasari
- Untuk kasus kelemahan otot pernapasan yang kronik progresif, irreversible :
latihan pernapasan glossopharyngeal (secara intermitten)
- Terapi okupasi untuk konservasi energi dan penyesuaian aktivitas dengan
pola napas. Pemakaian alat bantu (bila perlu) pada kasus berat untuk
kelemahan otot yang irreversibel.
- Latihan rekondisi (bila perlu memakai O2 / meningkatkan asupan O2
selama latihan)
 Rekondisi kardiorespirasi
 Rekondisi grup otot
 Rekondisi pernapasan
Intensitas disesuaikan dengan uji latih, dievaluasi berkala setiap 2-3 bulan.
Frekuensi : 3-5 kali per minggu, durasi 30 menit (dalam bentuk latihan
interval / terbagi).
Pada kasus berat (terutama pada kelemahan otot yang irreversibel), benar-
benar sesuai toleransi dan jangan sampai lelah!

Standar Tenaga
- dokter spesialis rehabilitasi medik
- dokter umum dengan pelatihan
- perawat rehabilitasi
- terapis ( fisioterapis,okupasiterapis)
- psikolog

Penyulit / Komplikasi
- penyulit : bronkopneumonia, bronkopleural fistula, penebalan pleura,
atelektasis yang menetap, sindroma dekondisi, kor pulmonale.
- Komplikasi : eksaserbasi akut, perburukan gizi

Prognosis / Masa Pemulihan


Bergantung penyakit utama, dapat :
- baik, misalnya pneumotoraks spontan primer, trauma toraks akut.
- Berlangsung seumur hidup, penyakit statik tapi fungsional membaik,
misalnya pasca TB, fibrosis paru
- Berlangsung seumur hidup dan makin memburuk, pada penyakit primer
kelemahan otot-otot pernapasan (DMP, GBS, Myastenia gravis)
Dengan rehabilitasi memperlambat perburukan klinis / fungsional,
memperbaiki kualitas hidup.

54
Luaran
Tergantung penyakit utama,
- sembuh sempurna, pada trauma toraks akut, pneumotoraks spontan primer
- sembuh parsial, mampu melakukan aktivitas sesuai kapasitas respirasi dan
cadangan endurance nya (ditentukan dengan uji latih)
Evaluasi :
 spiromteri untuk fungsi paru
 analisa gas darah
 uji latih untuk kemampuan fungsional

55
REHABILLITASI CHF (GAGAL JANTUNG)

Definisi
- Adalah suatu keadaan dimana jantung tidak dapat memompatkan darah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuhwalaupun aliran darah
balik cukup
- Kelas fungional berdasarkan NYHA:
Kelas I : Aktivitas sehari – hari tidak terganggu, sesak
nafas timbul bila melakukan kegiatan fisik
yang berat
Kelas II : Aktivitas sehari – hari tidak terganggu
Kelas III : Aktivitas sehari – hari sangat terganggu, pada
saat istirahat biasanya nyaman
Kalas IV : Saat istirahat terasa sesak

Diagnosa Fungsional (sesuai NYHA)


Gagal Jantung Kiri :
- Dyspnoe de effort
- Ortopnoe
- Paroksimal noctural dyspnoe
- Gejala lain : takikardi, pucat, keringat dingin dan tekanan darah menurun
Gagal Jantung Kanan :
- Edema V. Jugolaris externa
- Hepatomegali
- Splenomegali
- Edema perifer
Gagal Jantung Kongestif :
Apabila gagal jantung kanan dan kiri terjadi pada saat yang bersamaan.

Pemeriksaan Fisik dan Fungsional


a. Anamnesa
Keluhan utama
- Sesak nafas
- Cepat lelah
- Kedua kaki bengkak
RPD
- Pernah menderita : gagal jantung (sebelumnya)
- Miocard infark
- Hipertensi
- Penyakit jantung bawaan
b. Pemeriksaan Fisik :
- St. Generlis : tanda vital : T, N, R, S
Cor : Bj I – II M ....., Murmur ?, gallop?
- St. Musculoskeletal : normal
- St. Fungsional : sesuai NYHA (New York Heart Association)

56
Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium : Hb, Gula darah
- Rontgen Thorax
- EKG
- Ekokardiografi

Konsultasi
1. Cardiologist
2. Internist Cardiologist

Perawatan RS
Rawat jalan : Kronik CHF
Rawat inap : periode CHF akut
Periode CHF kronik exacerbasi akut

Terapi /Intervensi
Sesuai New York Heart Association
1. Akut : program RM berdasarkan klasifikasi NYHA
Kelas I : 7+ mets
Kelas II : 5 – 6 mets
Kelas III : 3 – 4 mets
Kelas IV : 1- 2 mets
2. Kronis :
Pemilihan pasien
- Klinik stabil
- Fungsional kela I, II, III (NYHA)
- Irama sinus
Program sesuai
1. Intensitas : mulai 40% VO2 max meningkat
2. Duarasi : 30 – 40 menit
3. Frekuensi : 3 – 4x/ minggu
4. Jenis latihan : Jalan kaki/jogging
Latihan ada 3 sesi 9ergocycle)
1. Fase pemanasan : 5 menit (tanpa beban)
2. Fase latihan : 30 menit (pembebanan)
3. Fase pendinginan : 5 menit (tanpa beban)
Evaluasi hasil latihan :
- Kapasitas erobik (VO2 max)
- Durasi latihan
- Kapasitas fungsional (NYHA)

Standar Tenaga
- Dokter spesialis Rehabilitasi Medik
- Dokter umum dengan pelatihan Rehabilitasi Medik
- Penunjang medis terkait (perawat, fioterapis,terapis okupasi )

Penyakit Komplikasi
- Edema paru akut

57
- Myopati jantung

Prognosis/Masa Pemulihan
- Prognosis penyakit : dubia (kronis berulang)
- Prognoi harapan hidup : dubia
- Prognosis fungsional : dubia

Luaran/Outcome
Latihan teratur 8 – 12 minggu, 3 – 4x/ minggu, durasi 30 – 40 menit akan
menurunkan morbity dan mortality dan meningkatkan kapasitaas fungsional.

58
REHABILITASI PALSY CEREBRAL

Definisi
Proses rehabilitasi pada kelumpuhan otak yang disebabkan karena adanya lesi
non progresif pada otak yang belum matur, sehingga mengakibatkan gangguan
control neuromuscular berupa gangguan tonus otot, refleks tendon, refleks
primitive dan reaksi postural dan menghasilkan pola gerak yang abnormal.

Diagnosis fungsional :
Palsi Cerebral dengan masalah :
 Gangguan lokomotor
 Gangguan komunikasi
 Gangguan oromotor
 Gangguan perilaku
 Gangguan perkembangan

Pemeriksaan fisik dan fungsional


Pemeriksaann mencakup pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan khusus
muskuloskeletal, pemeriksaan khusus neurologis, pemerikssaan khusus fungsi
oromotor, pemeriksaan fungsional milestone, penilaian tingkat keparahan
penyakit.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiology untuk panggul, knee, ankle
Gait analysis
Videoflouroscopy
BERA / OAE (Otto acustic emision)

Perawatan RS :
Dokter spesialis anak (syaraf, gastroenterology)
Dokter spesialis bedah otot dan tulang (orthopedi)
Dokter spesialis gizi klinik
Dokter spesialis gigi anak
Dokter spesialis mata
Dokter spesialis THT

Terapi / intervensi
Persiapan keluarga dan lingkungan dengan intervensi dini untuk
gangguanfungsi untuk mendukung perkembangan anak dan terapi untuk
gangguan fungsi motorik
Terapi latihan dengan berbagai metode fasilitas serta manajemen spasttisitas dan
aktivitas fungsional sesuai tahap perkembangan anak.
Terapi oromotor
Terapi gangguan komunikasi
Terapi psikososial
Alat bantu aktifitas / alat bantuk jalan

59
Pemakaian orthose : Splint / brace (resting, functional, antispasticity) :
ekstemitas atas, ekstremitas bawah
Kursi roda
Tindakan operatif diperlukan untuk perbaikan fungsi, penampilan, serta
mencegah dan memperbaiki deformitas.

Standar tenaga
Dokter spesialis rehabilitasi medik
Dokter umum dengan pelatihan rehabilitasi medik
Perawat rehabilitasi
Psikolog
Terapis : Fisioterapis, Terapis Okupasi, Terapiss Wicara
Tehnisi Ortotis prostetis
Petugas sosial medis

Penyulit / komplikasi
Penyulit :
Mental Retardasi
Epilepsi
Defisit visual dan pendengaran
Komplikasi :
Aspirasi pneumonia berulang
Deformitas sendi

Prognosis /masa pemulihan


a. Prognosis ambulasi
CP ringan dapat ambulasi dan melakukan AKS secara mandiri
Prognosis ambulasi baik bila refleks hilang  18 bulan
Prognosis ambulasi buruk bila refleks primitive menetap setelah  18 bulan
dan apabila 2 – 4 tahun belum mampu duduk sendiri.
CP diskinetik sebagian besar (75%) dapat berjalan walaupun tidak stabil,
50% dari yang dapat berjalan tercapai pada usia 3 tahun
CP total body involvement umumnya buruk
CP hemiplegi dan diplegi umumnya mampu ambulasi
b. Prognosis komunikasi
Prognosis komunikasi verbal baik bila mamplu mengeluarkan suara
bermakna, sebelum usia 2 tahun.
Prognosis komunikasi non verbal mampu mengungkapkan ya dan tidak
sebelum 2 tahun
c. Program AKS
Prognosis baik bila ada kontrol volunter pada minimal 1 tangan. Mampu
menggunakan alat bantu AKS bila ada kontrol volunter pada minimal satu
sisi tubuh.

Luaran / outcome
Mampu mandiri pada CP hemiplegia dan diplegia tanpa penyulit
Ketergantungan sebagian pada CP hemiplegi dan diplegi dengan penyulit
Ketergantungan penuh pada CP total boy involvement

60
REHABILITASI PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

Definisi
Rehabilitasi pada penyakit paru kronik yang ditandai hambatan aliran udara di saluran
napas yang progresif nonreversible atau reversible parsial, yang mengakibatkan
gangguan pola pernapasan, penurunan kapasitas fisik dan kemammpuan fungsional
yang menetap.
Faktor risiko :
- merokok (terpenting)
- polusi udara
- hiperaktivitas bronkus
- riwayat infeksi saluran napas berulang
- defisiensi antitripsin alfa-1 (jarang di Indonesia)

Diagnosis Fungsional/Masalah Rehabilitasi Medik


PPOK ringan/sedang/berat dalam fase pasca akut / 0pemulihan lanjut, yang berakibat :
1. Penurunan fungsi paru
2. Penurunan fungsi otot
3. Kondisi gizi yang makin buruk
Dengan masalah :
 Sesak napas atau napas pendek dengan inspirasi menggunakan otot-otot napas
sekunder.
 Banyak dahak di saluran napas dengan kemampuan batuk yang menurun/buruk.
 Penurunan kapasitas fisik yang berakibat penurunan kemampuan berjalan, naik
tangga, penurunan aktivitas kehidupan sehari-hari (termasuk merawat diri).
 Rasa cemas sampai depresi (akut atau kronis)
 Gangguan pola tidur dan insomnia
 Penurunan rasa percaya diri
 Terganggunya aktivitas sosial
 Meningkatnya hari mangkir kerja.

Klasifikasi
Klasifikasi penyakit Gejala Spirometri
Ringan  Tidak ada gejala waktu istirahat VEP1 > 80% prediksi
atau aktivitas VEP1 < 75%
 Tidak ada gejala waktu istirahat KVP
tetapi gejala ringan bila aktivitas
sedang (jalan cepat, naik tangga)
Sedang  Tidak ada gejala waktu istirahat, VEP1 30 – 80 % prediksi
tetapi ada gejala bila aktivitas VEP1 < 75%
ringan (mis : berpakaian) KVP
 Gejala ringan pada istirahat
Berat  Gejala sedang apda waktu VEP1 < 30 % prediksi
istirahat VEP1 < 75%
 Gejala berat pada saat istirahat KVP
 Tanda-tanda korpulmonale

61
Pemeriksaan Fisik Dan Fungsional
Umum :
 Sesak napas atau napas pendek, penilaian dengan respiratory rate dan skala Borg
untuk pernapasan
 Nadi (frekuensi dan regularitas), tensi
 Tinggi dan berat badan (hitung Body Mass Indeks)
Khusus :
 Pola pernapasan (inspirasi dan ekspirasi), kemampuan kontrol pernapasan dan
pergerakan pernapasan (simetris/asimetris)
 Ada / tidak pola napas paradoksal
 Ekspansi toraks (atas, tengah, bawah)
 Aktivitas dan spasme otot-otot napas sekunder
 Postur : kiposis, kiposkoliosis
 Wheezing (inspirasi atau ekspirasi), ronki, dahak (lokasinya)
 Atrofi otot-otot ekstremitas
 Gejala kor pumonale :
Pemeriksaan fungsional :
UJI LATIH (Sub Maksimal) bisa berupa :
 Uji jalan 6 menit
 Sepeda statik (incremental /steady state)
 Treadmill (incremental /steady state) dengan / tanpa monitor
Dari hasil uji latih, ditentukan kemampuan fungsional dalam m/Watt / VO2 max / Mets
Penilaian kualitas hidup dengan : alat ukur kualitas hidup spesifik, misal : St George
Respiratory Questionnaire .

Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium : - Daerah rutin (Hb, Ht, leukosit)
- Analisa gas darah
- Pemeriksaan fungsi ginjal
B. Radiologi : - X Ray toraks PA dan lateral
- CT Scan resolusi tinggi
C. Pemeriksaan faal paru : Spirometri, Bodybox (DLCO, raw)

Konsultasi
- Dokter Spesialis gizi klinik
- Dokter Spesialis penyakit dalam
- Dokter Spesialis paru
- Dokter Spesialis jantung

Perawatan Rumah Sakit


- rawat jalan.
- Rawat inap, rawat inap pada kondisi pasca eksaserbasi akut, komplikasi gizi buruk.

Terapi / Intervensi
A. Pasca eksaserbasi akut (di rumah sakit)
Tujuan :

62
 mengatasi sesak napas
 mencegah sindroma dikondisi
Program :
 Medikamentosa : bronkodilator, steroid, mukolitik (inhalasi).
 Edukasi untuk posisi mengurangi sesak (waktu berbaring, duduk, berdiri)
 Latihan relaksasi (imagery, terapi musik, pernapasan pursedlip)
 Latihan ankle pumping aktif / pasif
 Latihan aktif / aktif asistif anggota gerak, terutama anggota gerak bawah
 Terapi fisik dada untuk mengeluarkan dahak (aktif atau dibantu), bila perlu
memakai alat (PEEP / flutter)
 Mobilisasi aktif segera bila sesak berkurang
B. Fase pemulihan (di rumah sakit, rawat jalan, home program)
Tujuan : - mencegah dan mengurangi frekuensi esaserbasi
- meningkatkan toleransi latihan
- meningkatkan kemampuan AKS / aktifitas kerja
Program :
 Edukasi (terpenting!!) :
 Program berhenti merokok
 Penggunaan obat, tujuan / manfaat latihan dihubungkan dengan
patofisiologi penyakit
 Strategi pernapasan optimal
 Prinsip konservasi energi dan penyederhanaan kerja
 Pemakaian CPAP (Continuous Positive Airway Pressure) dan LTOT
(Long Term Oxygen Therapy)
 Latihan relaksasi : Relaksasi pernapasan dan relaksasi Jacobson.
 Terapi fisik dada :
 Kontrol pernapasan dan perbaikan pola napas
 Pembersihan jalan napas (active cycle breathing technique), bila perlu
membantu refleks batuk (assist cough) dan dengan alat (PEEP / flutter)
 Kelenturan otot-otot napas sekunder, otot bahu, memperbaiki mobilitas
dinding dada dan koreksi postur bila perlu.
 Meningkatkan / memperbaiki kemampuan otot inspirasi
 Terapi okupasi :
 Posisi tubuh yang benar
 Penyesuaian aktivitas dengan pola napas
 Perencanaan dan prioritas aktivitas / kerja
 Pemakaian alat bantu (bila perlu)
 Latihan rekondisi (bila perlu diberikan Oksigen atau meningkatkan
asupan oksigen selama latihan) :
 Rekondisi kardiorespirasi : jalan, sepeda statik, treadmill. Beban
disesuaikan dengan hasil uji latih, dapat dengan beban tetap atau
ditingkatkan bertahap.
 Rekondisi grup otot (ekstremitas atas, ekstremitas bawah, abdominal)
 Rekondisi otot pernapasan (dengan / tanpa alat) : perasat Muller, threshold
Inspiratory muscle trainer, incentive spirometri.

63
C. Fase Lanjut (rawat jalan, home program, latihan kelompok / klub senam)
Tujuan : - mempertahankan kapasitas fungsional / latihan
- mempertahankan kemampuan AKS / aktivitas kerja / psikososial dengan
coping skill yang optimal
Program :
 Edukasi :
 Pemakaian obat
 Kontrol faktor risiko
 Program latihan kontinyu, terutama kontrol pernapasan dan latihan
rekondisi
 Melanjutkan latihan pada fase pemulihan
Khusus latihan rekondisi : meningkatkan intensitas, mempertahankan
frekuensi dan durasi latihan.
Intensitas dievaluasi dengan uji latih berkala (setiap 2-3 bulan)
Frekuensi : 3-5 kali per minggu
Durasi : 30 menit, dalam bentuk latihan kontinyu atau interval.
 Latihan dalam klub senam PPOK atau senam asma

Standar Tenaga
- Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik
- Dokter Umum dengan pelatihan rehabilitasi medik
- Perawat Rehabilitasi
- Terapis (fisioterapis, okupasi terapis)
- Psikolog

Penyulit / Komplikasi
Penyulit : infeksi saluran napas berat, pneumotoraks, kor pulmonale
Komplikasi : eksaserbasi akut, perburukan gizi

Prognosis / Masa Pemulihan


Berlangsung seumur hidup dan makin memburuk.
Dengan rehabilitasi, memperlambat perburukan klinis / fungsional, memperbaiki
kemampuan merawat diri / beraktivitas dan memperbaiki kualitas hidup

Luaran
Sembuh parsial, mampu melakukan aktivitas sesuai kapasitas respirasi dan cadangan
endurance nya (ditentukan dengan uji latih).
 Spirometri : setiap bulan, bila stabil setiap 3 bulan / bila eksaserbasi akut.
 Analisa gas darah : setiap 1-3 bulan
 Kemampuan fungsional : uji latih, bila stabil setiap 3 bulan

64
SINDROMA GUILLAIN BARRE

1. Definisi
Adalah suatu imunopati yang ditandai dengan perjalanan klinis yang akut dan kadang-
kadang sangat berat, yang pada dasarnya adalah proses demielinisasi dari akar-akar saraf
spinal.

2. Gambaran klinis
o Onsetnya akut dan pada bentuk yang berat seseorang yang semula tampak sehat
secara mendadak dalam 2 -3 hari menjadi lumpuh sama sekali
o Keadaan semakin berat dalam wktu 10 – 12 hari. Titik nadir rata-rata terjadi dalam
8 hari sesudah onset
o 40 – 60 % penderita sebelumnya menunjukkan gejala-gejala seperti “flu”, ISPA
dapat juga didahului oleh penyakit virus lain (seperti sitomegalovirus, virus
Epstein-Barr, HIV) dan radang usus oleh campylobacter jejuni.
o Gejala-gejala umumnya didahului dengan parestesia di jari-jari kaki dan tangan.
Dalam beberapa hari diikuti dengan kelemahan otot yang sifatnya simetris bilateral,
dimulai dari otot-otot ekstremitas bawah kemudian ke otot-otot tubuh, ekstremitas
atas, wajah dan orofaring
o 30% kasus disertai kelemahan otot-otot wajah (facial diplegia)
o refleks-refleks tendon dalam menurun atau menghilang
o pada kasus berat disertai dengan kelemahan otot-otot untuk pernafasan, menelan
dan ekstraokuler
o sering juga disertai dengan keluhan nyeri dalam bentuk nyeri iskialgia, neri
pinggang, dan nyeri punggung
o gangguan sistem autonomik berupa gangguan denyut jantung, irama jantung dan
tekanan darah.

3. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan dieprkuat dengan pemeriksan
elektrodiagnostik (NCV dan EMG).
Gejala-gejala kelinis yang sangat menunjang diagnosa SGB adalah :
o Gejala-gejala yang emmberat dalam waktu beberapa hari sampai 4 minggu
o Gejala-gejala bilateral simetris, kelemahan otot-otot dengan tipe LMN
o Gangguan sensorisnya minimal
o Ada gangguan saraf kranialis terutama kelemahan otot-otot wajah bilateral simetris
o Gejala-gejala mulai membaik dalam waktu 2 – 4 minggu setelah perjalanan
penyakit berhenti
o Adanya disfungsi otonomik
o Pada awal penyakit tidak disertai febris
o Pemeriksaan LCS : protein meningkat, sel normal
o EMG : pemanjangan F waves dan H refleks, perlambatan NCV.
o Fungsional : impairment, disabilitas, handicap tergantung berat ringannya penyakit.

4. Prognosis
A. Penyakit : umumnya cukup baik
B. Harapan hidup : umumnya cukup besar, kecuali kasus berat yang menyangkut
gangguan pernafasan yang memerlukan pertolongan dengan respirator (10-30%)

65
C. Fungsional : sebagian besar umumnya sangat baik prognosanya, hanya 5-10%
perbaikannya tidak komplit.

5. Prinsip pengelolaan :
o Pada waktu penderita dalam keadaan “bedridden” perhatian harus ditujukan
terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi serius akibat mobilisasi lama,
terutama : ulkus dekubitus, DVT (deep vein trombosis).
o Pencegahan kontraktur sendi : latihan ROM aktif/pasif, mengatur posisi yang benar
dan bila perlu dipasang splint.
o Bila sudah mulai ada perbaikan kekuatan otot, maka latihan ROM aktif bisa
ditingkatkan dengan selalu menghindari kelelahan. Bila otot sudah bisa melawan
gravitasi program latihan penguatan semakin diintensifkan.
o Latihan berdiri tegak, kalau perlu dimulai dengan latihan dengan menggunakan
tilting table.
o Latihan ambulasi dimulai dengan latihan berdiri  latihan berdiri dalam paralel bar
 latihan berjalan diluar paralel bar dengan bantuan alat-alat bantu jalan (kruk,
tongkat, walker, dan sebagainya).

66
SINDROMA DOWN

1. Definisi
sekumpulan gejala dengan tanda-tanda klinis berupa refleks lemah hipotoni, microsefal,
mata sipit miring keatas, garis simian pada tangan hiperlaksiti dan hidung pesek tampak
pada saat lahir karena kelainan pada kromosom 21.

2. Gambaran klinis
 Hipotoni/floopy
 Sendi-sendi sangat fleksibel
 Kulit longgar dilekuk bagian belakang
 Muka datar (flat facial profile)
 Mata agak sipit dan miring keatas di bagian luar (upslanted palpebral fissure).
 Kelainan daun telinga
 Garis simian pada telapak tangan

3. Pemeriksaan IKFR
Anamnesa
 Perkembangan psikomotor terlambat
 Usia ibu saat hamil
 Anggota keluarga ada yang menderita sindroma down
Pemeriksaan fisik
 Kepala : mendatar pada daerah oksipital
 Hidung : pesek dan pangkal hidung datar
 Mata : epikantus pada sisi tengah sudut mata, iris : banyak titik-titik kecil seperti
pasir (brushfield spot) yang menghilang pada umur 12 bulan, gangguan
penglihatan, refleks pupil lambat, nystagmus.
 Batang leher : pendek, lebar dan datar.
 Telinga : daun telinga letak rendah, gangguan pendengaran tipe sensorineural
 Mulit : cenderung membuka dan lidah menjulur
 Jantung : sering ditemukan kelainan bawaan
 Ekstremitas : jari kaki dan tangan yang pendek
 Sela jari lebar antara jari I, II
 Hip : dislokasi/subluksasi
Pemeriksaan fungsional :
 Perkembangan motorik kasar dan halus terlambat
 Respons refleks terlambat
 Mental retardasi perkembangan bicara terlambat.
Pemeriksaan penunjang ;
 Laboratorium : analisa kromosom, hormon tiroid
 Radioogi : kestabilan tulang punggung
 Evaluasi kardiologi

4. Diagnosis :
 Tanda fisik tersebut diatas
 Mental retardasi

67
 Perkembangan terlambat

5. Prognosis :
 Penyakit : statis
 Prognosis fungsional :
 Kualitas : tergantung perkembangan ketrampilan motorik kasar, halus
kemampuan kognitif dan kemampuan bicara
 Kuantitas : dengan pengawasan dan atau dibantu sebagian .

6. Prinsip penatalaksanaan :
Tujuan :
 Meningkatkan kemampuan motorik kasar dan halus
 Meningkatkan kemampuan bicara/komunikatif
 Meningkatkan kemampuan kognitif
 Mengobati kelainan medis
 Stimulasi dini psikomotor terapi latihan : ditujukan pada keterlambatan/kelainan yang
ada untuk psikomotor.
 Ortosis
 Edukasi orang tua/keluarga
 Tindak lanjut : evaluasi psikomotor : tiap 3 bulan sampai usia 3 tahun, selanjutnya tiap
6 bulan hingga 6 – 7 tahun. Stimulasi psikososial/persiapan lingkungan sosial &
pendidikan.
 Dukungan psikologi bagi anak & keluarga

68
SPINAL MUSCULAR ATROPHY (SMA)

1. Definisi
SMA merupakan suatu istilah untuk menyatakan sekelompok kelainan yang diturunkan
secara autosom resesif, ditandai oleh kelemahan dan kerusakan otot sebagai akibat dari
degenerasi pada sel kornu anterior sumsum tulang belakang dan nukleus motorik di batang
otak, kecuali traktus piramidal.
Klasifikasi menurut Konsorsium Internasional SMA berdasarkan saat mulai penyakit,
kemampuan perkembangan motorik dan kemungkinan hidup, yaitu :
 SMA tipe I (berat) ; “Werdnig Hoffmann disease”
 SMA tipe II (sedang)
 SMA tipe III (ringan) : “ Kugelberg Welander disease”.

2. Gambaran klinis
 Hipotoni menyeluruh dan kelemahan simetris yang lebih dulu dan lebih berat
mengenai ekstremitas inferior daripada ekstremitas superior serta otot proksimal
lebih lemah dariapada otot distal.
 Werdnig Hoffman disease : onset lahir hingga usia 6 bulan, beberapa bayi lumpuh
saat lahir, ada pula mula-mula tampak normal tapi tiba-tiba lemah, menangis lemah,
kesulitan menghisap dan menelan. Pernafasan paradoksikal. Beberapa kasus ada
fibrilasi di lidah. Dapat mencapai kemampuan duduk dengan bantuan. Sebagian
besar meninggal pada usia sebelum 18 bulan,
 Pada SMA tipe II ; onset sebelum usia 18 bulan, dijumpai keterlambatan
perkembangan motorik, 95% kasus diketahui sekitar usia 3 tahun. Anak laki-laki
lebih berat terkena dari perempuan. Hipertrofi otot betis. Fasikulasi otot lidah pada
sebagian kasus. Tremor pada tangan dan lengan bawah pada beberapa anak mamu
duduk mandiri, namun tidak mampu berdiri atau berjalan tanpa bantuan. Biasa usia
lebih dari 2 tahun. Sering melewati 10 tahun.
 Pada SMA tipe III ; onset sesudah usia 18 bulan, mungkin ada kelambatan
perkembangan motorik saat bayi. Kelemahan biasa mulai umur antara 18 bulan
hingga akhir belasan tahun, pola jalan “wadling gait”. Fasikulasi pada 50% kasus.
Pseudohipertrofi otot betis pada 20% kasus. Mampu berdiri dan berjalan, sebagian
besar perlu kursi roda pada usia 30 tahun. Hidup sampai usia dewasa
 Distal SMA : biasa pada populasi Asia, kelemahan lebih pada otot bagian distal
ekstremitas superior maupun inferior, terutama mengenai nukleus motorik C7, C*,
T1. kelainan dijumpai sekitar usia dekade 2 dan relatif statis selama usia dewasa.
Tipe keturunan belum diketahui.

3. Pemeriksaan IKFR
Anamnesis
 Riwayat neonatal :kesulitan menghisap, menelan, pernafasan kelemahan umum,
kelumpuhan, sering aspirsi makanan
 Keterlambatan tahap perkembangan
 Pola berdiri atau jalan yang menunjukkan adanya kelemahan
 Saat mulai (onset) perjalanan penyakit, distribusi eklemahan
 Riwayat keluarga : pada autosom resesif apakah ada kelainan yang sama pada
saudara pasien atau anggota keluarga

69
Pemeriksaan fisik :
 Hipotonia
 Kelumpuhan simetris proksimal lebih dari distal
 Inspeksi : kelemahan umum pada bayi yang terlihat sebagai kurang aktif atau tidak
aktif menendang maupun meraih. Pada posisi terlentang : posisi ekstremitas inferior
terlihat posisi “frog leg” sedang ekstremitas superior terlihat posisi “jug handle”.
Pada anak yang sudah bisa berdiri terlihat kesulitan untuk bangkit dari lantai ke
posisi berdiri (Gower sign). Postur berdiri hiperlordosis, pola jalan wadling gait dan
saat melangkah bagian jari kaki menyentuh lantai lebih dahulu (toe walking).
Tremor pada beberapa kasus
 Palpasi : hipotoni otot, sensori normal
 Kekuatan otot melemah simetris, ekstremitas inferior lebih lemah dari superior.
Bagian proksomal lebih lemah dari distal
 Refleks fisiologi menurun sampai tak ada, refleks primitif pada bayi tak ada atau
lemah.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium : serum creatin kinase 2 – 4 x normal (SMA I & II) pada SMA III creatin
kinase bisa normal.

4. Diagnosa
Impairment : inti saraf motorik
Disabilities : neuromuskular, pernafasan, menelan
Handicap : ambulasi , mobilisasi, psikososial

5. Prognosis
 Prognosis penyakit : progresif
 Prognosis harapan hidup :
 SMA tipe I : < 2 tahun
o 32% hidup sampai usia 2 tahun
o 18% hidup sampai usia > 2 tahun
 SMA tipe II : > 2 tahun
o 98% hidup sampai usia 10 tahun
o 77% hidup sampai usia 20 tahun
o kemungkinan hidup lebih lama dimungkinkan dengan perawatan
adekuat.
 SMA tipe III : usia dewasa
o 39 - 44% bisa tetap ambulatori setelah 20 tahun sejak timbulnya
kelemahan.
 Prognosis fungsional : SMA tipe II dan III yang mencapai usia dewasa dapat
ambulasi, sebagian besar perlu kursi roda pada usia sekitar 30 tahun. Tidak ada
masalah dalam komunikasi. Fungsi berkemih dan defekasi serta diafragma tidak
terganggu.

6. Prinsip pengelolaan
Penatalaksanaan :
 Pada SMA tipe I : program pemberian makan, suction dan postural drainage.

70
 SMA tipe II dan III : latihan pernafasan, latihan lingkup gerak sendi rutin. Terpai
aquatik baik untuk memelihara mobilitas, kekuatan, fleksibilitas. Permainan dan
kegiatan sehari-hari sebagai latihan aktif.
 Hindari latihan fisik yang berlebihan.
 Alat bantu : walker, crawler, crutch, parapodium untuk mobilitas dan ambulasi.
Forearm orthosis bila kelemahan ekstremitas superior menyulitkan aktivitas makan
 Psikosuportif konseling untuk pasien dan keluarga (oleh psikolog)
Follow up
Pendekatan multidisiplin antar anggota keluarga, pekerja sosial, terapis, dokter diperlukan
untuk membantu pasien memelihara kualitas hidup
 SMA tipe I : tiap minggu evaluasi problem pernafasan, feeding, motorik
 SMA tipe II dan III : tiap bulan sampai usia 2 tahun, selajutnya tiap 3 bulan
dilakukan evaluasi fungsi motorik dan persendian.
Sistem rujukan
 Ahli genetika klinis : konseling genetik
 Laboratorium : genetika molekuler
 Ahli THT : Fluoroscopic Videodynamic Swallow evaluation
Pencegahan komplikasi
 Nutrisi : pada SMA tipe I pakai premature baby nipple dengan lubang besar serta
porsi kecil frekuensi sering dalam pemberian nutrisi untuk memperkecil kelelahan
dan mencegah aspirasi.
 FT : latihan pernafasan, latihan lingkup gerak sendi untuk mencegah kontraktur
 Ortosa : splint untuk cegah kontraktur
Edukasi diberikan pada penderita dan keluarga/caregiver terutama untuk cara-cara feeding,
latihan pernafasan dan latihan lingkup gerak sendi.

71
NYERI PINGGANG BAWAH

Definisi
Sindroma dengan manifestasi klinis berupa nyeri didaerah punggung bawah mulai garis
bawah margo costalis sampai lipat paha pantat.
Merupakan nyeri lokal daerah punggung bawah atau bersamaan dengan nyeri daerah lain
atau dari daerah lain.

Gambaran klinis
 Low back strain/strain
 HNP
 Spondylosis/spondyloarthrosis
 Spondylolysthesis
 Syndroma miofascial dan fibromyalgia
 Stenosis spinalis
 Fraktur kompresi dan osteoporosis
 Spondylitis TB
 Ankilosa Spondylitis
 Tumor spinal
 Low back post operative

Pemeriksaan IKFR
Anamnesa
Pemeriksaan fisik umum
Pemeriksaan khusus
 Tes SLR
 Tes Braggart
 Tes Siccard
 Tes Patrick/Fabere
 Tes Gaenslen
 Tes laseque
Pemeriksaan Penunjang :
 Radilolgis
 CSF
 Darah, urine sesuai indikasi

Diagnosa
 Impairment
 Disability
 Handicap

Prognosa
Dubia
Tergantung etiologi, fase perjalanan penyakit dan terapi yang diberikan

72
Prinsip pengelolaan
Penatalaksanaan KFR
Tujuan
 Menghilangkan nyeri
 Memperbaiki postur
 Mencegah komplikasi disuse & misuse
 Penguatan otot punggung abdomen dan tungkai
 Cegah LBP berulang
Intervensi :
 Istirahat
 Modalitas dingin (fase akut)
 Modalitas panas
 Traksi lumbal
 Massage
 TENS
 Akupuntur
 Laser
 Orthosis
 Alat bantu jalan
 Terapi latihan & Proper Back Mechanism

73
ASMA BRONCHIALE PADA ANAK

Definisi
Asma adalah suatu penyakit obstruktif jalan nafas yang reversibel yang timbul akibat
adanya stimulus.

Gambaran klinis
 Batuk bersin, hidung buntu selanjutnya menjadi batuk hebat, sesak suara mengi.
 Bila serangan hebat, gelisah, berkeringat mungkin ada sianosis
 Dada mengembang, barrel chest, hiperinflasi, ekspirasi memanjang, otot-otot
interkostal, supraklavikula, dan sternokleidomastoideus ikut bergerak

Gejala klinis menurut alat tubuh khusus :


 Hidung : bersin, pilek, buntu, gatal, mulut selalu terbuka
 Telinga : gatal, otitis media berulang
 Tenggorok : gatal, atuk
 Mata : gatal, hiperemi, lakrimasi, konjuntivitis
 Dada : kifosis, barrel chest, hipertrofi otot-otot pektoralis dan sternokleidomastoid
 Waktu serangan asma terdapat ekspirasi yang memanjang, suara mengi (wheezing)
ekspirasi dan inspirasi, hipersonor
 Kulit gatal, eksema pada pipi, leher, fossa poplitea, fossa cubiti, urtikaria
 Pencernaan : kolok, abdominal pain, gastroenteritis kronis

Pemeriksaan IKFR
Anamnesa
 Faktor lingkungan, musim, hewan peliharaan, makanan
 Apakah keluhan sesak timbul berulang kali atau terus-menerus
Standar pemeriksaan :
 X foto thoraks
 Menentukan faktor pencetus : dingin, olah raga (exercise induced
bronchospasm/EIB)
 Menentukan alergen : hirupan, makanan, obat-obatan, suntikan, dengan cara uji
kulit, tes provokasi, hitung eosinofil.

Diagnosis
Impairment : bronchospasm
Disability : keterbatasan dalam olah raga apabila ada EIB. Pada umumnya anak tidak
terdapat functional disability.
Handicap : faktor psikologis

Progonosis
Penyakit : berulang
Harapan hidup : tidak terpengaruh
Fungsional : baik

74
Prinsip pengelolaan
Eliminasi alergen :
 Hindari debu rumah dan hewan penyebab
 Hindari makanan dan obat-obatan penyebab
 Imuno terapi
 Farmakologis

Farmakologis
Indikasi :
 Penanganan secara imunologis belum dapat dilakukan
 Alergen belum/tidak dapat ditemukan
 Alergen sudah ditemukan tetapi tidak dapat disingkirkan
 Penyakit berat
 Pada serangan akut
Obat-obatan :
 Adrenalin 0,1 – 0,2 cc larutan 1 : 1000 cc
 Efedrin 0,5 – 1 mg/kg/dosis 3 kali/24 jam
 Salbutamol 0,1 – 0,15 mg/kg/dosis 3 – 4 kali/24 jam
 Terbutalin 0,075 mg/kg/dosis, 3 – 4 kali/24 jam
 Aminofilin 4 mg/kg/dosis 3 – 4 kali/24 jam
 Teofilin 3 mg/kg/dosis 3 – 4 kali/24 jam
 Prednison 0,5 – 2 mg/kg/hari, untuk 3 hari (pada serangan hebat).

Rehabilitasi
Fase akut :
Program :
 Postural drainage
 Perkusi & vibrasi
 Bila sesak berkurang berikan :
 Breathing retraining (lower thoracic expansion), relaksasi, abdominal breathing
 Latihan nafas
 Latihan luas gerak sendi bahu.

Fase sub akut


 Latihan nafas
 Drainage postural (untuk mengeluarkan sekret sehingga mencegah atelektasis dan
infeksi bronkial)
 Perkusi dan vibrasi dada
 Koreksi postur
 Latihan luas gerak sendi bahu

Fase kronis
 Latihan nafas
 Drainage postural
 Metode relaksasi Jacobson
 Koreksi postur

75
 Renang
 Latihan luas gerak sendi bahu dan mobilisasi dada
 Class exercise untuk latihan fisik dan psikososial

Monitoring
Sebelum, selama dan sesudah postural drainage perlu monitor :
 Volume, konsistensi dan warna sekret
 Tanda-tanda vital

Edukasi keluarga
Keluarga dianjurkan melakukan drainage postural apabila anak menunjukkan tanda-
tanda infeksi saluran nafas dan produksi sekret yang meningkat.

76

Você também pode gostar