Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
1
REHABILITASI PADA AUTISMA INFANTIL
Definisi
Program Rehabilitasi pada gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh
adanya abnormalitas dan atau hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia
3 tahun. Fungsi abnormal dalam perkembangan mencakup 3 bidang yaitu
interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.
Diagnosis Fungsional
Gangguan fungsional berupa:
Gangguan sensori/persepsi, komunikasi, perilaku, gangguan interaksi sosial.
Pemeriksaan Penunjang
Elektrodiagnostik : E.E.G dan BrainMapping
Radiologi : C.T Scan kepala
A.B.R dan Behaviour Audiometry
Konsultasi
Dokter Spesialis Jiwa Anak.
Dokter Spesialis Saraf Anak.
Dokter Spesialis T.H.T
Perawatan R.S
Rawat jalan
Terapi/Intervensi
Edukasi keluarga
Terapi terpadu di tempat terapi dan di rumah :
Interaksi intensif setiap saat.
Intervensi perilaku.
Sensori Integrasi.
Komunikasi non verbal dan verbal.
Latihan perawatan diri dan ketrampilan fungsi tangan.
Terapi remedial.
2
Standar Tenaga.
Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik.
Dokter umum dengan pelatihan Rehabilitasi Medik
Psikolog.
Ahli Terapi Tingkah laku.
Ahli Terapi Wicara.
Ahli Terapi Okupasi
Penyulit/Komplikasi
Penyulit :
Retardasi mental, hiperaktivitas, kondisi psikososial keluarga yang buruk.
Prognosis/Masa Pemulihan
10% prognosis baik.
25% prognosis sedang.
65% prognosis buruk
Luaran/Outcome
Tercapainya kemandirian fungsional tergantung tingkat disabilitas, onset
intervensi terapi
3
REHABILITASI PADA GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN
/HIPERAKTIVITAS
( ADD / ADHD )
Definisi
Program Rehabilitasi pada gangguan berupa ketidakmampuan untuk memusatkan
perhatian, hiperaktivitas dan impulsivitas yang terjadi pada usia kurang dari 7
tahun
Diagnosis Fungsional
Gangguan fungsional berupa:
Gangguan sensori integrasi, gangguan perilaku, gangguan konsentrasi.
Pemeriksaan Penunjang
Elektrodiagnostik :E.E.G dan brain mapping
Radiologi: C.T Scan kepala.
Konsultasi
Dokter Spesialis Jiwa Anak.
Dokter Spesialis Saraf Anak.
Perawatan R.S
Rawat jalan
Terapi/Intervensi
Non farmakologi
Terapi perilaku dengan control learning, allied behavior analysis.
Terapi Sensori Integrasi
Standar Tenaga
Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik.
Dokter umum dengan pelatihan Rehabilitasi Medik
Psikolog
Terapis : Okupasi Terapis
Penyulit/Komplikasi
Penyulit :
Retardasi mental, Cerebral Palsy, Epilepsi dan Gangguan neurologi lain.
4
Prognosa/Masa Pemulihan.
Memerlukan waktu panjang ( bertahun-tahun ), perlu kerjasama yang baik
dengan orang tua.
Prognosis kurang baik bila ada perilaku agresif, I.Q rendah, relasi buruk
terhadap teman.
Luaran/Outcome
Ada 3 klasifikasi luaran :
1. Gangguan menghilang sama sekali menjelang pubertas.
2. Semua gejala menetap hingga remaja dan dewasa
3. Hiperaktivitas menghilang tetapi kesulitan memusatkan perhatian dan
impulsive menetap hingga remaja dan dewasa.
5
REHABILITASI PADA DISTROPHIA MUSCULORUM PROGRESIVA
( DMP )
Definisi
Program Rehabilitasi pada kasus dengan kelemahan, distrofi otot, kadang-kadang
terlihat seperti otot membesar (Pseudohipertrofi), yang bersifat progresif
disebabkan abnormalitas gen yang diturunkan secara x-linked ataupun secara
autosom.
Beberapa tipe DMP:
Duchenne Muscular Dystrophy ( DMD ).
Becker Muscular Dystrophy ( BMD ).
Severe Childhood Autosomal Recessive Muscular Dustrophy( SCARMD )
Congenital Muscular Dystrophy ( CMD ).
Fascioscapulohumeral Muscular Dystrophy (FMD ).
Emery Dreifus Muscular Dystrophy ( EMD ).
Limb Girdle Dystrophy ( LGD ).
Diagnosis Fungsional
Gangguan kemampuan fungsional berupa:
Kardiorespirasi, ambulasi, mobilisasi, psikososial.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium: Serum Creatinphosphokinase.
Elektrodiagnosis : EMG dan konduksi saraf.
Biopsi otot.
Konsultasi
Dokter Spesialis Jantung.
Dokter Spesialis Paru.
Dokter Spesialis Bedah Tulang.
Dokter Spesialis Saraf Anak.
Dokter Ahli Patologi Anatomi.
6
Perawatan R.S
Rawat jalan.
Rawat inap bila ada penyulit kardiorespirasi
Terapi/Intervensi
Tujuan : Pencegahan dan mempertahankan/memperbaiki fungsi ketidakmampuan
yang sudah terjadi
Latihan pernapasan rutin untuk mencegah komplikasikardiorespirasi
Latihan lingkup gerak sendi, peregangan otot dan postur yang benar untuk
mencegah kontraktur sendi.
Latihan penguatan otot dengan beban submaksimal. Berenang merupakan
latihan yang bagus untuk kondisi umum, lingkup gerak sendi dan
pernapasan.
Crutch, walker, kursi roda sesuai fungsional motorik individu.
Sling untuk bahu, forearm orthosis, A.F.O, K.A.F.O berbahan ringan.
Modifikasi alat di dalam rumah untuk mempermudah mobilisasi.
Psikosuportif untuk pasien dan keluarga.
Standar Tenaga
Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik.
Dokter Umum dengan pelatihan Rehabilitasi Medik.
Terapis : Fisioterapis, Okupasi Terapis
Psikolog.
Penyulit/Komplikasi
Kardiorespirasi, kontraktur, sindroma dekondisi
Prognosis/Masa pemulihan.
Prognosis penyakit progresif, cenderung memburuk perlahan-lahan.
Luaran/Outcome
Ketergantungan sebagian atau penuh tergantung dari tipe DMP dan ada tidaknya
faktor penyulit dan komplikasi
7
REHABILITASI PADA KEADAAN SINDROMA DEKONDISI
Definisi
Diagnosis Fungsional
Gangguan kemampuan fungsional pada fungsi kardiorespirasi, mobilisasi dan
ambulasi, kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari, komunikasi, perilaku,
kognitif, kontrol miksi dan defekasi, psikososial. Otot kehilangan kekuatan 1 – 3 %
setiap hari, 10% - 20% dalam seminggu, massa otot berkurang 3 % setiap hari.
Osteoporosis terjadi 4 – 6 minggu setelah imobilisasi. Oleh karena itu, setiap
penderita yang terimobilisasi lebih dari 3 hari, harus dirujuk ke bagian
Rehabilitasi Medik.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Radiologi : x-ray
Pemeriksaan faal paru
BMD
Elelktrodiagnostik: EKG
Konsultasi
Spesialis Penyakit Dalam
Spesialis Kesehatan Jiwa
8
Spesialis Bedah Orthopedi & Bedah Plastik
Spesialis Gizi Klinik
Terapi / intervensi
Tujuan : mencegah perburukan sindroma dekondisi dan mengembalikan
kemampuan fungsional secara optimal
Non Farmakologi
Program rekondisi bertahap
Terapi fisik dada dan latihan pernapasan
Latihan fungsi menelan bila perlu
Latihan otot dasar panggul
Latihan LGS, kekuatan dan ketahanan otot, keseimbangan, koordinasi dan pola
berjalan
Program kontrol miksi dan defekasi
Standar tenaga
Dokter spesialis rehabilitasi medik
Dokter umum dengan pelatihan Rehabilitasi Medik
Perawat rehabilitasi
Terapis (fisioterapis & okupasi terapis)
Teknisi ortotik prostetik
Penyulit/Komplikasi
Penyulit
Penyakit yang mendasari sindrom dekondisi
Penyakit penyerta
Status mental : demensia, penurunan fungsi kognitif
Komplikasi
Bronkopneumonia, osteoporosis tanpa atau dengan fraktur, kontraktur, infeksi
saluran kemih, obstipasi, ulkus dekubitus, depresi
Prognosis
Tergantung pada :
- Kapasitas fungsional sebelumnya
- Penyulit/ komplikasi
- Intervensi : semakin dini semakin baik
Luaran / outcome
Mampu melakukan aktivitas fungsional secara optimal
9
REHABILITASI PADA HIP ARTHROPLASTI
Definisi
Program Rehabilitasi pada pasien pasca hip arthroplasti yang terbanyak
disebabkan karena fraktur collum femoris
Diagnosis fungsional
Pasca hip arthroplasti e.c fraktur colum femoris dengan gangguan aktivitas
fungsional dan ambulasi
Pemeriksaan penunjang
Radiologi : x-ray
BMD
Konsultasi
Spesialis Bedah Ortopedi
Spesialis Penyakit Dalam
Spesialis Jantung
Perawatan RS
Rawat inap
Rawat jalan
Terapi/ Intervensi
Pra operatif
Tujuan : Persiapan program rehabilitasi pasca operasi
Intervensi :
Evaluasi ketahanan fungsi kardiorespirasi
Evaluasi kondisi, kemampuan atau aktivitas premorbid
Evaluasi faktor penyulit program rehabilitasi pasca operasi : kognisi,
status mental, penyakit penyerta
Edukasi tahapan program rehabilitasi pasca operasi
Terapi dada dan latihan pernafasan
Latihan Ketahanan umum pada ekstremitas yang sehat
Pasca operatif
Tujuan: Mengembalikan kemampuan fungsional dengan cara
Memperbaiki dan mengembalikan lingkup gerak sendi lutut dan panggul.
Meningkatkan kekuatan otot pada tungkai yang sakit.
Intervensi :
10
Latihan lingkup gerak sendi lutut dan panggul sampai tercapai fleksi
panggul minimal 900 untuk posisi duduk
Latihan penguatan otot pada tungkai yang sakit
Latihan pola jalan
Latihan aktivitas kehidupan sehari-hari
Tahapan program :
Hari I-minggu I pasca operasi:
a. Positioning : hindari posisi adduksi dan atau endorotasi
b Latihan aktif sesuai toleransi
c Penguatan otot : isotonic ankle, isometric gluteus dan quadriceps, latihan
untuk rekondisi umum
d Aktivitas fungsional : bed mobilisation dan transfer, latihan kehidupan
sehari-hari, latihan cara duduk, ambulasi dengan weight bearing bertahap
sesuai toleransi menggunakan crutches atau walker
Standar tenaga
Spesialis Rehabilitasi Medik
Dokter umum dengan pelatihan Rehabilitasi Medik
Terapis : Fisioterapis, Okupasi Terapis
Teknisi : Ortosis Prostesis
Penyulit/komplikasi
Penyulit:
a. gangguan kognisi/psikologi
b. nyeri
Komplikasi
a. dekondisi
b. kontraktur sendi panggul lutut
c. dislokasi sendi
Prognosis/masa pemulihan
Kemampuan ambulasi tercapai setelah 12 minggu
Luaran/outcome
Mampu ambulasi dengan stabilitas dan pola jalan yang benar
Tercapainya kemampuan fungsional sesuai usia
11
REHABILITASI PADA SKOLIOSIS
Definisi
Program Rehabilitasi pada penderita skoliosis (merupakan kelainan bentuk vertebra
berupa kurva lateral biasanya disertai elemen rotasi, struktural dan non struktural)
Diagnosis fungsional
Skoliosis struktural dan non struktural dengan gangguan kemampuan fungsional :
- aktivitas kehidupan sehari-hari
- kardiorespirasi
- ambulasi
- miksi dan defekasi
Khusus :
- Plumb line dan water pass
- Kesegarisan tinggi bahu, pelvis
- Lingkup gerak sendi, fleksibilitasi tulang belakang
- Forward bending test (melihat hump)
- Leg length discrepancy
- Pemeriksaan fungsional : aktivitas kehidupan sehari-hari,
fungsi kardiorespirasi, fungsi
ambulasi, fungsi miksi dan defekasi,
status mental
Pemeriksaan Penunjang
Radiologi : x- ray
Konsultasi
Spesialis Bedah Ortopedi
Spesialis Penyakit Dalam (kardiolog, pulmonolog)
Perawatan RS
Rawat jalan
Rawat inap bila : intervensi bedah, ada cedera medulla spinalis
Terapi intervensi
Farmakologi : analgetik
Non farmakologi :
- Edukasi postur dan aktivitas sehari-hari yang aman
- Skoliosis non struktural: sesuai etiologi
- Skoliosis struKtural
o Ringan : kurva < 200
Observasi
12
Terapi latihan, prinsip : elongasi, fleksibilitas,
derotasi, latihan pernapasan dan pengembangan
thoraks
Standar Tenaga
Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik
Dokter Umum yang mendapat pelatihan Rehabilitasi Medik
Terapis : Fisioterapis, Okupasi Terapis
Teknisi : Ortosis Prostesis
Perawat
Penyulit/Komplikasi
Penyulit :
- Gangguan kognitif
- Adanya penyakit yang menjadi penyebab (CP)
Komplikasi :
- Gangguan kardiorespirasi
- Gangguan neurologis
Luaran/ outcome
Tercapainya kemampuan fungsional yang optimal.
Tidak terjadi perburukan/progresivitas kurva.
13
REHABILITASI PASCA MCI (MYOCARDIAL INFARK)
Definisi
Rehabilitasi pasca penyakit yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah
didalam pembuluh darah koroner setelah terjadi oklusi koroner akut sehingga
terjadi nekrosis irreversible dari otot jantung, yang mengakibatkan gangguan
fungsional, psikologis dan endurance.
Faktor risiko :
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
- usia, jenis kelamin dan ras
- Riwayat keluarga
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
- Dislipidemia
- Merokok
- Tekanan darah tinggi
- Diabetes
- Obesitas
- Stress
- Dll
Diagnosis Fungsional
Pasca MCI fase I/II/III, dengan masalah :
- Nyeri dada
- Sesak napas yang berhubungan dengan aktivitas
- Penurunan endurance kardiovaskular
- Seksual
- Psikososial
- Pre vokasional/vokasional
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium: enzim :CK-CKMB, Troponin T
2. EKG
3. Radiologi : x ray thoraks
4. Ekokardiografi
5. kateterisasi
14
Konsultasi
Dokter spesialis jantung/ Internis kardiologi
Terapi/Intervensi
Tujuan :
1. Memperbaiki kapasitas fungsi kerja
2. Mengurangi stress emosi
3. memperbaiki kualitas hidup
4. Mengurangi angka kematian + kesakitan
5. Mengurangi pengaruh faktor risiko
6. Mengurangi keluhan jantung iskemi.
Hari III – V : 2-3 Mets Turun dari tempat tidur sesuai toleransi
tgt stabilitas OS
Pemanasan sambil berdiri
Jalan 5-10 ’ di Hall 2-3x/Hr
3-4 Mets Mandi sambil duduk
Pemanasan sambil berdiri
Jalan 5-10’ di hall 3-4x/hari
Turun tangga 1 flight atau naik
Turun tangga ½ flight (supervisi)
Fase III : Lamanya 3-6 bulan : mampu melakukan aktifitas 6-8 Mets
Program : - Melanjutkan fase II
15
- Exercise : - Senam Calistenik Stretching
- Ergocycle exercise 50 watt selama 10’
- Jalan kaki 3-4 Km/30’
- Relaksasi
- Konseling- edukasi
- Akhir fase III dilakukan treadmill test
Standar Tenaga
- Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik
- Dokter umum dengan pelatihan Rehabilitasi Medik
- Psikolog
- Perawat Rehabilitasi
- Terapis : Fisioterapis, Okupasi Terapis
Penyulit/Komplikasi
Penyulit :
- Aritmia Jantung
- Hipertensi
- Gagal ginjal kronis
- Penyakit paru menahun
Komplikasi :
- arythmia induce exercise
- angina induce exercise
Prognosis/Masa Pemulihan
Tergantung Stratifikasi risiko, menurut Guidelines for cardiac rehabilitation
and secondary prevention programs (American Association of Cardiovascular
& Pulmonary Rehabilitation) :
- Risiko rendah
- Risiko sedang
- Risiko tinggi
Luaran/Outcome
Mandiri
16
REHABILITASI PASCA REPAIR TENDON FLEXOR
Definisi
Proses Rehabilitasi pada pasien pasca repair tendon fleksor primer atau
sekunder dari suatu ruptur atau laserasi tendon fleksor (profundus dan atau
superfisialis) jari tangan pada zona I- V.
Diagnosis fungsional
Keterbatasan fungsi tangan akibat repair tendon flexor
Pemeriksaan penunjang
Radiologi : x - ray
Elektrodiagnostik :EMG
Konsultasi
Spesialis Bedah Ortopedi
Spesialis Bedah Plastik
Perawatan RS
Rawat inap
Rawat jalan
Terapi/Intervensi
Farmakologi : analgetik, anti inflamasi, neurotropika, topikal (manajemen
jaringan parut)
- Program latihan :
o Hari pertama sampai minggu IV : latihan dalam splint (posisi
pergelangan tangan fleksi 20o-30o, sendi MP 70o, sendi IP
ekstensi penuh) , fleksi pasif dan ekstensi aktif, frekuensi 10
x tiap jam
17
o Minggu IV-VI : posisi splint dirubah menjadi posisi
pergelangan tangan 0p, sendi MP 0o-100, sendi IP ekstensi
penuh, latihan sesuai di atas
o Minggu VI – VIII : splint dilepas, latihan sama dengan di
atas
o Minggu VIII – XII : latihan ke arah aktivitas semula secara
bertahap
Standar tenaga
Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik
Terapis : Okupasi terapis
Teknisi : Ortosis Prostetis
Penyulit/ Komplikasi
Penyulit :
- Cedera saraf
- Fraktur
- penyakit sistemik (Diabetes Melitus)
- Gangguan kognitif
Komplikasi :
- Infeksi
- Kontraktur
- Ruptur berulang
- Jaringan parut
Luaran/ Outcome
Tercapainya kemampuan fungsional tangan
18
REHABILITASI PADA OSTEOPOROSIS
Definisi
Rehabilitasi penderita osteoporosis, dengan gangguan fungsional yang diakibatkan
oleh rasa nyeri, fraktur (tersering pada vertebra, colum femoris, os radii)
Diagnosis Fungsional
Gangguan fungsional pada penderita osteoporosis tanpa atau dengan fraktur:
gangguan mobilisasi dan ambulasi
gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari
gangguan psikososial
sindroma dekondisioning
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : Estrogen, Calcium darah
Radiologi : x-ray
Pemeriksaan Densitometri
Konsultasi
Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi
Dokter Spesialis Bedah Tulang
Perawatan RS
Rawat jalan
Rawat inap : Bila terjadi komplikasi fraktur
Terapi/intervensi
Farmakologi : analgetik, kalsium, Vit D, Bifosfonat, HRT
Non farmakologi :
- Terapi modalitas untuk mengatasi nyeri
- Terapi latihan , prinsip: pembebanan, ritmis, dinamis
- Perbaikan postur
- Ortosis
- Latihan ambulasi dan aktivitas kehidupan sehari-hari
- Edukasi untuk pola hidup aman (aktivitas dan lingkungan)
Standar Tenaga
Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik
19
Dokter Umum dengan pelatihan Rehab Medik
Terapis : Fisioterapis, Okupasi Terapis
Teknisi : Ortosis Prostesis
Perawat
Penyulit/ Komplikasi
Penyulit :
fraktur
keganasan
demensia dan atau gangguan kognitif
psikologis
penyakit sistemik
Komplikasi :
fraktur
sindrom dekondisi
Prognosis
Baik bila tanpa penyulit/ komplikasi dan mendapat intervensi sedini mungkin
Luaran / Outcome
Mampu melakukan aktivitas fungsional secara optimal
20
REHABILITASI PASCA CEDERA OTAK TRAUMATIK
Definisi/batasan
Rehabilitasi Pasca Cedera Otak Traumatik adalah proses rehabilitasi pada
cedera otak yang diakibatkan oleh trauma, yang meninggalkan gangguan
fungsional, perilaku dan atau kognitif sehingga menyebabkan ketergantungan
dalam kehidupan sehari-hari (disabilitas) dan handicap pada penderitanya.
Diagnosis Rehabilitasi
Diffuse Axonal/Focal Injury Pasca Cedera Otak Traumatik Tertutup/
Terbuka/Penetrasi dengan :
Gangguan afektif
Gangguan perilaku dan psikososial
Gangguan fungsi kortikal luhur (komunikasi dan bahasa, memori, atensi,
konsentrasi, inisiasi, persepsi, visuospasial, emosi, kognitif, fungsi
eksekutif dll)
Gangguan ambulasi
Gangguan fungsional aktifitas sehari-hari
Gangguan miksi dan defekasi
Gangguan sistem neurologis lain (diplopia, neglect, neuropathic pain dll)
Dalam fase akut/pemulihan/kronis.
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang tambahan dapat diperlukan pada rehabilitasi
untuk menjelaskan defisit yang terjadi dan prognosis pemulihan sehingga dapat
menentukan goal serta jenis terapi rehabilitasi antara lain :
Radiologi : MRI / MRI Otak
Elektrofisiologi : Evoked Potensial (BAEP, VEP, SSEP), EMG
Pemeriksaan urodinamik
Laboratorium darah dan urin
21
Konsultasi
Konsultasi ataupun rawat bersama spesialis lain sesuai kebutuhan antara lain
dengan:
Psikiater
Neuropsikolog
Spesialis Saraf
Spesialis Urologi
Spesialis Penyakit Dalam
Spesialis Jantung/vaskuler
Spesialis Bedah
22
Psikoterapi untuk mengatasi emosi dan depresi
Terapi latihan kebugaran (fitness)
Terapi latihan prevokasional
Leisure, hobi dan olah raga
Edukasi : persiapan kembali ke rumah,
Edukasi : seksual & family planning.
Terapi suportif (kelompok) : pemahaman mengenai kecacatan.
Rehabilitasi pada fase lanjut
Dilaksanakan rawat jalan, lamanya seumur hidup untuk kecacatan
menetap
Tujuan Rehabilitasi :
- Resosialisasi (diantaranya mengembalikan ke tempat kerja atau
menyiapkan untuk kemampuan bekerja)
- Meningkatkan kualitas hidup
- Mempertahankan kemampuan fungsional
Program Rehabilitasi
- Resosialisasi
- Rujukan untuk vocational training
- Konseling keluarga
- Home programme
- Follow up
Penyulit / Komplikasi
Komplikasi :
Sistem neurologi : Epilepsi, parkinsonism, hidrosefalus post trauma
Sistem muskuloskeletal : kontraktur dan deformitas sendi
Psikologis : depresi post trauma (PTSD)
Sistem
Penyulit :
Gangguan perilaku/psikososial, agresi
Adanya penyakit penyerta seperti fraktur
Sistem muskuloskeletal : kontraktur, osteomyelitis
Sistem neurologis : spastisitas, neglect, nyeri neuropatik, sakit kepala
berkelanjutan
Ulcus decubitus
Standar Ketenagaan
Profesi dan ketenagaan yang diperlukan antara lain :
Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis
Psikolog klinis
Perawat Rehabilitasi
Terapis (Fisik, Okupasi, Prevokasional, Rekreasi, Wicara)
Pekerja Sosial Medis
Ortotis-Prostetis
23
Prognosis
Prognosis fungsional tergantung pada :
usia
lama koma
post traumatic amnesia (PTA)
eye sign
Luaran (outcome)
Tergantung Indikator Prognostik
Hasil rehabilitasi
Sembuh total, aktif bekerja
Sembuh parsial, aktif bekerja
Sembuh parsial, mandiri dalam aktivitas sehari-hari
Ketergantungan parsial
Ketergantungan total
24
REHABILITASI PADA REUMATOID ARTRITIS
Definisi
Rehabilitasi pada kondisi poli artritis kronik, progresif lambat, yang diklasifikasikan
sebagai suatu penyakit jaringan ikat yang difus dan multisistem, serta menyebabkan
gangguan fungsi ambulasi dan aktifitas kehidupan sehari – hari
Gambaran Klinis
a. Avitan bertahap, kasus akut 15 – 20%
Biasanya diawali gejala :
Fatique
Anoreksia
Malaise
Penurunan berat badan
Nyeri menyeluruh
Artritis reumatoid awalnya poliartikuler, mengenai sendi kecil tangan :
85% PIP, 70% MCP, 80% pergelangan tangan
Perjalanan klinis bervariasi :
< 10% dengan poliartritis destruktif
= 10% poliartritis ringan diikuti remisi lama
80% dengan gejala khas yang hilang timbul
Diagnosis Fungsional
Arthritis rematoid fase akut/subakut/kronik dengan masalah rehabilitasi:
Nyeri
Gangguan aktifitas fungsional/AKS
25
Gangguan ambulasi
Gangguan psikologis
Gangguan vokasional
Pemeriksaan Penunjang
Pemerikssaan laboratorium
Pemeriksaan radiologi : X – Ray sendi
Konsultasi
Dokter spesialis Penyakit Dalam
Dokter spesialis Orthopaedi
Dokter spesialis mata
Perawatan RS
Rawat jalan
Rawat inap
Terapi/Intervensi
Fase akut
Tujuan :
Mengurangi nyeri
Mencegah deformitas
Mencegah komplikasi tirah baring lama
Terapi dan intervensi
Farmakologi : analgetika dan anti inflamasi
Non farmakologi :
Imobilisasi sendi dengan splint
Mengurangi nyeri dengan terapi dingin
Latihan untuk ketahanan otot sesuai dengan toleransi
Edukasi untuk proteksi sendi
Terapi fisik dada dan latihan pernafasan
Supportif terapi untuk mengataasi masalah psikologis
26
Latihan ketahanan otot aktif
Fase kronik
Tujuan : mengembalikan kemampuan fungsional dan ambulasi
Intervensi
Mengembalikan flexibilitas sendi dapat dengan modalitas terapi panas
Latihan lingkup gerak sendi aktif, latihan flexibilitas, latihan ketahanan
dan penggunaan otot, latihan ketahanan kardiorespirasi (termasuk
latihan dalam air/akuatik terapi)
Splint/brace : statik/dinamik
Edukasi : pemeliharaan sendi, konservasi energi dan penyederhanaan
kerjaa
Penyesuaian lingkungan
Pemakaian alat bantu untuk aktifitas fungsional dan ambulasi
Latihan prevokasional
Mengatasi masalah psikososial
Standar Tenaga
Dokter spesialis Rehabilitasi Medik
Dokter umum dengan pelatihan Rehabilitasi Medik
Terapis : Fisioterapi, Terapis Okupasi
Tehnisi Ortotis protetis
Psikologi
Penyulit/Komplikasi
Penyulit
Gangguan psikologis
Nyeri yang tidak teratasi
Faktor usia
Komplikasi
Kontraktur/deformitas
Subluksasi daerah vetebral servikal yang dapat menyebabkan gangguan
neurologis
Gangguan sistemik lain
Komplikasi akibat pemakaian obat – obatan
Prognosis
Menetap, dengan gangguan fungsi
Dapat semakin memburuk bila disertai vaskulitis, subluksasi cervical
komplikasi akibat medikamentosa
Luaran/Outcome
Kualitas fungsional :
Mandiri
Ketergantungan sebagian
Ketergantungan penuh
27
REHABILITASI PADA SPINA BIFIDA
Definisi
Rehabilitasi pada Spina Bifida yang merupakan kelainan kongenital berupa defek
pada neural yang disebabkan malformasi pembentukan tulang belakang & medula
spinalis, seringkali diikuti anomali susunan saraf pusat dan struktur mesodermal
sehingga mengakibatkan gangguan lokomotor, defekasi dan miksi.
Diagnosis Fungsional
Spina bifida akulta / aperta, non pasca operatif dengan masalah :
- Transfer dan ambulasi disebabkan parese ekstremitas
- Gangguan miksi dan defekasi
- Psikososial
- Gangguan intelektual (pada hidrosefalus)
- Pemeriksaan fungsional
a. Fungsi locomotor
b.Fungsi ketrampilan tangan untuk yang lesinya tinggi
c. Aktifitas sehari-hari sesuai usia
Pemeriksaan Penunjang
2. Laboratorium
3. Radiologi : X Ray, USG kepala, CT scan dan MRI
4. Elektro fisiologi : EMG
5. Test psikologi : IQ
6. Pemeriksaan kapasitas bledder / urodinamik
Konsultasi
- Dokter spesialis syaraf anak
- Dokter spesialis bedah saraf
Perawatan RS
Rawat jalan
Rawat inap bila indikasi operasi / komplikasi berat
Terapi / Intervensi
1. Persiapan keluarga dan lingkungan dengan intervensi dini untuk posisi
pencegahan deformitas.
2. Terapi latihan :
- Pencegahan deformitas
28
- Fasilitas fungsi lokomotor dan latihan jalan
- Manajemen spastisitas
- Komunikasi pada pasien dengan hidrosefalus
- Aktifitas kehidupan sehari-hari
Standar Tenaga
- Dokter spesialis Rehabilitasi Medik
- Dokter umum dengan pelatihan Rehabilitasi
- Terapis : Fisioterapis, Terapis Okupasi, Terapis Wicara
- Tehnisi Orthotis Protesis
- Psikolog
Penyulit/Komplikasi
Penyulit
- Hidrosefalus
- Arnold – Chiari II malformation
- Retradasi mental
- Kiposkoliosis
Komplikasi
- Infeksi saluran kemih/gagal ginjal
- Infeksi serebrum
Prognosis/Masa Pemulihan
- Spina Bifida okulta : prognosis fungsional baik
- Spina Bifida aperta : prognosis fungsional kurang baik tergantung pada level
lesidan penyuliit/komplikasi
- Prognosis mobilisasi : ambulasi/transfer
a. 37% bayi menunjukkan perbaikan motorik dalam waktu seminggu
sesudah lahir.
b. 75% anak bisa berjalan di luar rumah dengan /tanpa alat bantu,
tindakan bedah, orthosa, terapi dan dukungan yang cukup.
- Komunikasi
10% mengalami gangguan bicara dan 13,4% mengalami gangguan
pendengaran akibat kelainan konduksi atau sensorinerual.
29
- Intelektual
75% mempunyai tingkat intelegensi yang normal (IQ>80), makin
rendah level lesi, makin tinggi tingkatan intelegensi. Pada kasus hidrosefalus
50 – 60% mempunyai intelegensi normal.
- Fungsi Miksi
Prognosis baik bila program bladdermanagement dimulai sebelum usia
3 tahun. Seringkali keadaan kontinen (control of bowel and bladder)
diicapai pada usia 10 – 15 tahun. Prognosis kurang baik bila ada penyulit
misalnya retradasi mental.
Luaran/Outcome
- Mandiri
- Ketergantungan sebagian
- Ketergantungan total
30
REHABILITASI PASCA CABG (BEDAH PINTAS CORONER)
Definisi
Rehabilitasi pasca bedah pintas koroner yang dilakukan pada penyakit sumbatan
pembuluh darah koroner :
- Lebih dari dua pembuluh darah ( multi vessel coronary artery disease).
- Pembuluh darah utama koroner kiri.
- Pembuluh darah koroner yang tidak dapat dilakukan angioplasti
transluminasi koroner perkutan (Transluminal coronary Angioplasty =
PTCA)
Untuk kembali ke aktivitas semula
Diagnosis Fungsional
- Pasien miokard infark pro BPK
- Berdasarkan kateterisasi jantung
Pemeriksaan Penunjang
Tes Treadmil terakhir
Ekokardiografi
Kateterisasi
Konsultasi
Spesialis jantung
Spesialis penyakit dalam konsultan jantung dan kardiovaskuler
Bedah jantung (cardiac surgery)
31
Perawatan RS
Rawat inap : Fase I
Rawat jalan : Fase II-III
Terapi/Intervensi
Pada Fase I (7-14 hari) : Akibat tirah baring baik karena sakit atau karena
pembedahan sampai penderita mampu jalan 1,5 km (3 Mets).
Pada Fase II (4 minggu - 8 minggu) : Mampu berjalan 2,5-3 km
(6 Mets)
Pada Fase III (> 8 minggu) : Mampu berjalan 3-4 km dalam 30 menit
(6-8 Mets)
Program rehabilitasi :
Fase I (7-14 hari)
Tujuan rehabilitasi medik untuk mengatasi akibat tirah baring karena
penyakitnya atau pembedahan. Sasaran penderita mampu jalan 1,5 km (3
mets).
Fase I
Hari ke: Latihan dengan pengawasan Aktivitas ICU/ruangan
Sebelum Penilaian : Mengurangi latihan sesering
operasi Kesiapan pasien menjalankan mungkin
operasi:
Postur pasien
LGS semua sendi besar
Latihan :
Abdomino thoracal breathing
Coughing mechanism
Ankle pumping exercise
Shoulder & UE exercise
Sesudah Breathing exercise Merawat diri dengan bantuan :
operasi Coughing mechanism Makan sendiri
1. ICU Active ankle exercise Duduk pasif di tempat tidur
Gerakan aktif dengan pasif dari
anggota gerak ditempat tidur
Ulangi pada jam-jam selanjutnya
saat pasien terjaga
2. ICU Gerakan aktif seluruh anggota Duduk dikursi 15-30 menit
gerak Merawat diri tanpa bantuan
Duduk ditepi tempat tidur
3. Ruang rawat Latihan pemanasan 2 mets Duduk dikursi dengan waktu
didahului dengan senam terbatas
pereganganotot Pindah ruangan dengan kursi
Jalan pelan-pelan 2x50 m Jalan disekitar kamar
4. Senam peregangan Sesuai dengan kemampuan
Jalan 2x100m kapan saja dapat
meninggalkan tempat tidur
32
Jalan kekamar mandi,
ruangan dengan pengawasan
5 Senam 3 mets Jalan keruangan tunggu
Mengecek hitungan nadi Jalan di gang rumah sakit.
Mencoba menaiki beberapa anak
tangga
Jalan 2x200m bolak-balik
Standar Tenaga
Dokter umum dengan pelatihan Rehabilitasi Medik
Penunjang medik terkait (perawat, Fisioterapis)
Penyakit/Komplikasi
Stenosis Berulang
Prognosis/Masa Pemulihan
Prognosis penyakit : baik
Prognosis harapan hidup : baik (bila tidak ada komplikasi)
Prognosis fungsional : baik
Luaran/Outcome
Pasien pasca CABG mengikuti program rehabilitasi jantung akan menurunkan
morbidity dan mortality
33
REHABILITASI PADA CEDERA MEDULLA SPINALIS
Definisi/batasan
Rehabilitasi pada kerusakan medula spinalis akibat trauma atau penyakit,
bersifat komplit atau parsial (inkomplit), dapat disertai atau tanpa disertai
fraktur tulang belakang yang menyebabkan gangguan saraf sensorik, motorik
dan autonomik dibawah level lesi sehingga menimbulkan gangguan fungsional
(disabilitas) dan handicap pada penderitanya.
Cedera Medulla Spinalis dapat terjadi antara lain disebabkan oleh :
- Trauma akibat kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, jatuh dari
ketinggian, kecelakaan olah raga atau akibat kekerasan (tertembak, tertusuk
benda tajam, pukulan benda tumpul).
- Penyakit : spondilitis TB, myelitis transversa, tumor, syringomyelia
Diagnosis Rehabilitasi
Cedera Medulla Spinalis komplit/inkomplit dengan atau tanpa Fraktur
kompresi/dislokasi/burst vertebra .......... atau Contusio Medulla Spinalis dengan
level sensoris/neurologis setinggi ....(level cedera).......... klasifikasi AIS
A/B/C/D/E dengan :
Gangguan mobilisasi / ambulasi akibat tetraplegia /paraplegia.
Gangguan dalam aktivitas sehari-hari
Gangguan berkemih dan defekasi
Gangguan fungsi seksual
dalam fase akut/pemulihan/kronis.
Atau :
Sindroma Medula Spinalis
Sindroma Brown-Sequard
Sindroma Central Cord
Sindroma Anterior Cord
Sindroma Conus Medullaris
Sindroma Cauda Equina
34
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang tambahan dapat diperlukan selama
rehabilitasi antara lain
Laboratorium darah dan urin
Radiologi : Roentgen, BNO-IVP, CT Scan, MRI, USG
Elektrofisiologi : SSEP, EMG
Pemeriksaan urodinamik
Uji latih Kardiorespirasi
Konsultasi
Konsultasi ataupun rawat bersama spesialis lain sesuai kebutuhan antara lain
dengan:
Spesialis Saraf
Spesialis Bedah Orthopaedi
Spesialis Bedah Plastik
Spesialis Urologi
Spesialis Penyakit Dalam
Perawatan RS
Proses Rehabilitasi pada penderita cedera medulla spinalis :
Rawat Inap : fase akut dan fase pemulihan
Rawat Jalan : fase kronis
35
Spinal ortosis (lumbosakral, thorakolumbosakral, cervical, SOMI,
cervicothorakolumbal, body jacket) sesuai dengan level skeletal
Terapi latihan persiapan ambulasi
Ortosis tungkai ( AFO, KAFO)
Jalan dengan atau tanpa ortosis tungkai, dengan atau tanpa alat bantu
(crutches, canadian, walker)
Kursi roda sesuai level neurologis dan level kemandirian serta aktivitas
penderita, strap khusus
Terapi latihan pengendalian kursi roda di dalam rumah dan di luar
rumah.
Terapi latihan persiapan kemandirian aktivitas sehari-hari
Splint tangan (fungsional resting, cock up) untuk tetraplegia
Terapi latihan self care
Terapi latihan kontrol mikisi : self intermittent catheterization
Terapi latihan kontrol defekasi : manual evakuasi / stimulasi digital.
Terapi latihan kebugaran (fitness)
Terapi latihan prevokasional
Leisure, hobbies dan olah raga
Edukasi : persiapan kembali ke rumah,
Edukasi : seksual & family planning.
Terapi suportif (kelompok) : pemahaman mengenai kecacatan.
Rehabilitasi pada fase lanjut
Dilaksanakan rawat jalan, lamanya seumur hidup bagi pasien dengan
kecacatan menetap.
Tujuan Rehabilitasi :
- Resosialisasi (diantaranya mengembalikan ke tempat kerja atau
menyiapkan untuk kemampuan bekerja)
- Meningkatkan kualitas hidup
- Mempertahankan kemampuan fungsional
Program Rehabilitasi
- Resosialisasi
- Rujukan untuk vocational training
- Sistem rujukan dengan panti bina daksa
- Konseling keluarga
- Home programme
- Follow up
Penyulit / Komplikasi
Komplikasi bisa terjadi saat dirawat inap maupun kemudian saat pasien telah
dipulangkan.
Pulmoner : gangguan pernafasan
Cardiovaskuler : DVT, autonomic dysreflexia
Metabolik : heterotropic ossification, osteoporosis, immobilzation calcemia
Gastrointestinal : ileus, diare, acute abdomen
Tractus urinarius : batu ginjal, batu kandung kemih, infeksi kronis, fistel,
hidronefrosis, gagal ginjal
Muskuloskeletal : kontraktur, osteomyelitis, arthralgia/arthritis
36
Neurologis : spastisitas, nyeri neuropatik, syringomyelia
Ulcus decubitus
Standar Ketenagaan
Profesi dan ketenagaan yang diperlukan antara lain :
Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik / Rehab-SCI (Spinal Cord Injury).
Dokter Umum dengan pelatihan rehabilitasi medis
Psikolog klinis
Perawat Rehabilitasi
Terapis (Fisik, Okupasi, Prevokasional, Rekreasi, Wicara)
Pekerja Sosial Medis
Ortotis-Prostetis
Prognosis
Prognosis Penyakit : tergantung penyebab
Prognosis Harapan Hidup :
Paraplegia lebih baik daripada Tetraplegia
Tetraplegia dengan lesi inkomplit lebih baik daripada lesi komplit
Pernah mendapat rehabilitasi lebih baik dibandingkan yang tidak pernah
mendapat proses rehabilitasi
Keseluruhan harapan hidup penderita cedera medulla spinalis lebih
pendek dibandingkan dengan orang normal. Penyebab kematian adalah
komplikasi (kardiovaskuler, pulmoner dan renal)
Prognosis fungsional : tergantung level neurologis dan berat ringannya
cedera (klasifikasi AIS)
Luaran (outcome)
Hasil rehabilitasi tergantung pada :
Level neurologis dan berat ringannya cedera (komplit/inkomplit)
Motivasi penderita
Ketersediaan sarana serta sumber daya tenaga rehabilitasi
Co morbiditas
Dibagi dalam beberapa hasil outcome :
Ketergantungan penuh
Aktivitas sehari-hari dan mobilitas dibantu sebagian
Aktivitas sehari-hari dan mobilitas mandiri, tidak bekerja
Mandiri kembali bekerja
37
REHABILITASI PADA PARKINSONISM
Definisi/batasan
Rehabilitasi pada sindroma yang ditandai oleh adanya tremor istirahat, rigiditas,
bradikinesia dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamin
karena berbagai macam sebab sehingga menyebabkan gangguan fungsional
berupa ketergantungan dalam kehidupan sehari-hari (disabilitas) dan handicap
pada penderitanya.
Diagnosis Rehabilitasi
Posible/probable/definite Parkinson atau
Parkinsonism (vaskuler, drug induced, metabolik, NPH, infeksi, trauma,
neurodegeratif, herediter) dengan
Gangguan afektif / emosi
Gangguan stabilitas jalan
Gangguan transfer dan ambulasi
Gannguan aktivitas sehari-hari
Gangguan fungsi kortikal luhur
Gangguan berkemih dan defekasi
Gangguan fungsi menelan (disfagia)
Gangguan fungsi seksual
Klasifikasi Hoehn and Yahr stadium I/II/III/IV/V.
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang tambahan dapat diperlukan pada proses
rehabilitasi misalnya
Laboratorium
Radiologi : roentgen, MRI otak, fluoroskopi
Pemeriksaan urodinamik
Konsultasi
Konsultasi ataupun rawat bersama spesialis lain sesuai kebutuhan antara lain
dengan:
Spesialis Saraf
Psikiater
Spesialis Bedah Saraf
Spesialis Urologi
38
Perawatan RS
Rawat jalan.
Program Rehabilitasi :
Masalah Intervensi/penatalaksanaan
Gangguan postur dan jalan: Terapi regangan mobilitas trunk,
Postur membungkuk, kesulitan Terapi latihan balans dan kemampuan
memulai jalan, langkah memindahkan tumpuan berat badan,
terhuyung Terapi latihan untuk mempertahankan
kemampuan jalan dan memulai langkah
poor base support, freezing.
menggunakan cadence, akustik ritmik,
Trunk instability visual
Latihan jalan koordinasi dengan ayunan
tangan
Latihan penguatan otot punggung bawah
dan ekstensor panggul
Latihan koreksi postur, gunakan kaca
Perubahan rumah dan lingkungan
Menggunakan alat bantu adaptif
Gangguan mobilitas dan Terapi latihan lingkup gerak sendi dan
aktivitas akibat regangan sendi
Bradikinesia/diskinesia Terapi latihan aktivitas harian dengan
dan rigiditas pengulangan terus menerus
Terapi latihan aktifitas dengan
menggunakan cara dan balans yang tepat
Terapi aktifitas fungsional dalam tahapan
Terapi latihan relaksasi dengan mengikut
sertakan regangan dan gerakan ritmis
Latihan menulis dengan menggunakan
kertas bergaris, tulisan lebar dan besar
39
Terapi latihan fleksibilitas/mobilitas dinding
Gangguan bicara thorax
Disartria hipokinetik Terapi latihan pernafasan dalam
Terapi latihan kontrol pernafasan
Terapi latihan koordinasi oromotor
Terapi latihan artikulasi
Terapi latihan bicara prosodik
Terapi latihan utk meningkatkan volume
suara
Hindari makanan dengan konsistensi
Gangguan fungsi menelan campuran. Gunakan pengental bila perlu.
Makan makanan dalam porsi kecil
Terapi latihan peregangan
Terapi latihan kontrol fungsi menelan
Posisi yang tepat untuk cegah aspirasi
Minum obat 30 menit sebelum makan.
Evaluasi penyebab
Gangguan kognitif/emosi Asesmen neuropsikologi
Nilai kemampuan untuk hidup dan bekerja
mandiri pada fase awal
Psikoterapi
Evaluasi penyebab
Gangguan miksi Voiding diary,
Urgensi, frekuensi, nocturia Program bladder training residual urine
Untuk bladder hiperaktif : medikamentosa
mis: Oxybutinin 5 mg 3 kali/hari atau
Tolterodine 2 mg 2 kali/hari
Terapi latihan penguatan otot dasar panggul
Gangguan defekasi/konstipasi Pengosongan lambung
lambat:medikamentosa mis : domperidone
10 mg 3 kali/hari
Makan makanan dalam porsi kecil, serat
tinggi dan cairan banyak
Mekadimentosa : laksatif atau stool softener
Tingkatkan aktifitas
Gangguan aktifitas akibat Ajarkan metoda bangun dari tempat tidur
ortostatik hipotensi secara perlahan dan balans yang tepat
Gunakan compression stocking
Evaluasi penyebab
Gangguan seksual Evaluasi medikamentosa yang biasa
diminum
Terapi medikamentosa untuk impotensia
mis: sildenafil
Edukasi dan konseling
40
Penyulit / Komplikasi
Komplikasi:
Aspirasi pneumonia
Ulcus decubitus
Penyulit :
Fraktur
Osteoporosis
Kontraktur
Demensia
Standar Ketenagaan
Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik / Neuro-Rehab.
Dokter Umum dengan pelatihan rehabilitasi medik
Psikolog
Terapis (Fisik, Okupasi, Wicara, Prevokasional, Rekreasi)
Pekerja sosial medis
Tehnisi Ortotis-prostetis
Prognosis
Umumnya buruk.
Luaran/outcome
Ketergantungan penuh
41
REHABILITASI PASCA STROKE
Definisi
Rehabilitasi stroke adalah pengelolaan medis dan rehabilitasi yang
komprehensif terhadap disabilitas yang diakibatkan oleh stroke melalui
pendekatan neurorestorasi dan neurorehabilitasi dengan tujuan mengoptimalkan
dan memodifikasi kemampuan fungsional yang ada sehingga penyandang stroke
mampu beradaptasi dan mencapai kemandirian serta kualitas hidup yang lebih
baik.
Diagnosis Rehabilitasi
Stroke haemorrhagis/non haemorrhagis akibat gangguan sirkulasi anterior
total/anterior parsial/ posterior/lacunar dengan
Gangguan komunikasi
Gangguan fungsi kognitif
Gangguan afeksi/perilaku
Gangguan fungsi menelan
Gangguan mobilisasi / ambulasi
Gangguan dalam aktivitas sehari-hari
Gangguan berkemih dan defekasi
Gangguan ketahanan kardiovaskuler
Gangguan fungsi seksual
dalam fase akut/pemulihan/kronis.
42
gangguan bahasa (TADIR)
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang tambahan dapat diperlukan selama
rehabilitasi antara lain
Radiologi : CT Scan, MRI
Laboratorium
EKG
Uji latih kardiorespirasi
Konsultasi
Konsultasi ataupun rawat bersama spesialis lain sesuai kebutuhan antara lain
dengan:
Spesialis Saraf
Spesialis Jantung
Spesialis Penyakit Dalam
Perawatan RS
Rawat Inap : pada fase akut
Rawat Jalan : pada fase pemulihan dan fase lanjut
43
- Mampu mengontrol fungsi defekasi dan miksi
- Mampu mobilisasi dan ambulasi
- Mampu mengatasi masalah emosi dan depresi
- Mampu mengisi waktu luang dan hobi
- Mengatasi komplikasi yang mengganggu pemulihan fungsi.
Fase lanjut
Tujuan rehabilitasi :
- Mengoptimalkan kemampuan fungsi yang ada
- Mempertahankan kemampuan fungsional yang sudah dicapai
- Pencegahan komplikasi sekunder dan tersier
Intervensi rehabilitasi :
- Mempertahankan kemandirian
- Meningkatkan kebugaran fisik
- Mengembalikan ke tempat kerja pada pasien yang masih produktif
- Membantu sosialisasi kembali ke lingkungan dan masyarakat
- Membantu agar dapat menerima kecacatan menetap
- Konseling pada gangguan seksualitas
Penyulit/komplikasi :
Komplikasi :
- Pulmoner : gangguan pernafasan
- Kardiovaskuler : Trombosis pembuluh darah balik, dekondisi
- Muskuloskeletal : kontraktur, subluksasi bahu, arthralgia, frozen
shoulder, osteoarthrosis, osteoporosis
- Neurologis : spastisitas, nyeri neuropatik, neurogenic bladder
- Dekubitus
Penyulit :
Demensia
Afasia global
Standar Ketenagaan
Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik
Dokter Umum dengan pelatihan rehabilitasi medis
Psikolog
Perawat Rehabilitasi
Terapis (Fisik, Okupasi, Wicara, Prevokasional, Rekreasi)
Pekerja Sosial Medis
Tehnisi Ortotis-Prostetis
Prognosis
Prognosis Penyakit : dapat berulang
Prognosis Harapan Hidup tergantung pada :
Faktor risiko
Penyakit penyerta
Komplikasi
Prognosis fungsional tergantung pada :
luas dan lokasi lesi neuroantomis
44
penyakit atau kondisi penyulit
komplikasi
motivasi penderita
dukungan keluarga
sarana dan tenaga profesional rehabilitasi yang tersedia
Luaran/outcome
Ketergantungan penuh
Ketergantungan sebagian pada aktivitas sehari-hari
Mandiri dalam aktivitas sehari-hari, tidak bekerja
Mandiri dalam aktivitas sehari-hari, kembali bekerja
45
REHABILITASI PASCA AMPUTASI ANGGOTA GERAK
Definisi
Rehabilitasi pasca amputasi merupakan pengelolaan rehabilitatif untuk
menggantikan bagian tubuh yang hilang seluruhnya atau sebagian akibat
trauma, penyakit atau kelainan kongenital serta
mengembalikan/mengembangkan kemampuan fungsional seoptimal mungkin.
Diagnosis Fungsional
Amputasi ........(level amputasi, lokasi).......akibat trauma/penyakit/kelainan
kongenital dengan
Gangguan ambulasi jalan
Gangguan fungsi tangan
Gangguan aktivitas sehari-hari
Gangguan psikologis
Pada tahap pra prostesis/pasca prostesis
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium darah
Radiologi : X-ray sendi proksimal puntung sesuai indikasi, Bone Scan
Doppler Ultrasonografi
EKG, Echokardiografi
Konsultasi
Konsultasi ataupun rawat bersama spesialis lain yang terkait sesuai penyakit
yang mendasari.
Perawatan RS
Rawat Inap pada pra prostesis pasca operasi
46
Rawat jalan pada pasca prostesis
47
Penyulit / Komplikasi
Komplikasi :
Kontraktur sendi
Luka pada area penekan prostesis
Penyulit :
Demensia/gangguan kognitif
Luka pada area puntung yang sulit sembuh
Adanya phantom pain, neuroma
Sindroma dekondisi
Standar tenaga
Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik
Psikolog
Perawat Rehabilitasi
Terapis (Fisik, Okupasi, Vokasional)
Pekerja Sosial Medis
Tehnisi Ortotis-Prostetis
Prognosis
Prognosis fungsional tergantung level amputasi dan penyebab/penyakit yang
mendasari. Akibat trauma hasilnya lebih baik.
Prognosis fungsional pada amputasi kongenital ekstremitas atas umumnya
lebih sulit untuk mencapai kemampuan fungsional yang optimal dengan
prostesis karena telah ada pola gerak yang menetap.
Luaran/outcome
Umumnya kembali ke aktivitas semula seperti sebelum cedera bagi
amputasi traumatik kecuali pada level amputasi yang tinggi.
Hasil rehabilitasi pada amputasi akibat penyakit tergantung pada penyakit
yang mendasarinya dan komplikasi yang terjadi
48
REHABILITASI PADA CONGENITAL TALIPES EQUINO VARUS
Definisi
Rehabilitasi pada kelainan bawaan bentuk kaki dengan posisi :
- Kaki bagian depan : adduktus inversi
- Kaki bagian belakang : equino – varus
Yang menyebabkan malalignment postural, dan berakibat gangguan ambulasi.
Diagnosa penyakit primer yang sering dengan CTEV :
- Arthrogryposis multiplex congenital
- Spina bifida dengan meningomyelocele
- Diastrophic duarfism
- Streeter’s dysplasia (anomali tangan)
- Constriction band
- Cerebral palsy
Pemeriksaan Penunjang
Radiologi : genubilateral posisi berdiri AP :
- Dapat mendemonstrasikan posisi fungsional kaki
- Melihat kedudukan tulang
- Dapat untuk menghitung sudut :
Sudut talocalcaneal <35 caput os talus datar (Turco)
49
Sudut talocalcaneal <20 sedangkan sudut talometatarsal parallel
(Kite)
Konsultasi
Dokter Spesialis bedah ortopedi.
Terapi / Intervensi
Prinsip : sedini mungkin, melihat berat/ringannya deformitas, fleksibel /
menetap. Dimulai dengan serial gips yang dikoreksi tiap 2 minggu.
Pasca koreksi gips / operatif :
- Gentle Stretching : diajarkan pada orang tua / care giver, dilakukan sesering
mungkin secara teratur. Penting untuk mengajarkan cara stretching yang
benar untuk mencegah komplikasi rocker bottom foot.
- Terapi Ortotis Prostetis :
Dennis Brown Splint, sudut dikoreksi secara regular.
Moulded shoes (outflare shoes dengan reverse Thomas Heel)
bila anak sudah mulai berdiri/berjalan.
Dilakukan evaluasi regular sampai selesai masa pertumbuhan, dilihat:
- Bentuk dan kekakuan sampai selesai pertumbuhan.
- Nyeri pada aktifitas sehari-hari.
- Radiologi : dinilai 7 parameter :
a. kaki belakang : 1. AP : sudut talocalcaneal
2. Timpang tindih talonavikuler
3. Sudut talocalcaneal dari samping
(lateral)
4. Posisi navikuler
b. Kaki depan : 5. AP : sudut kalkaneus ke jari kedua (metatarsal)
c. Deformitas sisa : 6. lateral : sudut kalkaneus - metatarsal
7. posisi dari kalkaneus
Standar Tenaga
- Dokter spesialis rehabilitasi medik
- Dokter umum dengan pelatihan rehabilitasi medik
- Terapis (fisioterapis),
- Teknisi ortotis prostetis
Penyulit / Komplikasi
- Dekubitus oleh karena gips
- Luka terbuka dan terinfeksi, bila pakai K-wire terjadi pin track infection
- Avaskuler nekrosis navikuler (KÖhler)
- Kegagalan koreksi (bentuk tidak terkoreksi/koreksi tidak sempurna, rocker
bottm foot)
- Kekakuan sendi/otot
- Nyeri waktu berjalan
- Koreksi berlebihan
50
Prognosis / Masa Pemulihan
Tergantung berat / ringannya deformitas dan keberhasilan koreksi,
Dapat berhasil baik, terkoreksi sempurna, atau menetap / seumur hidup dengan
gejala sisa
Luaran
Kritria klinis :
a. Sempurna : - Apabila pada koreksi yang paripurna bentuk tanpa
gejala dan dapat melaksanakan segala aktivitas
fisik.
- Lingkup gerak pergelangan kak : 25° – 0° – 25°
(-15 subtalar)
b. Baik : - Hampir dapat koreksi sempurna.
- Tidak ada gejala tapi ada gangguan aktivitas ringan.
- Lingkup gerak pergelangan kaki : 10°-0°-20°
(-10° subtalar)
c. Cukup : - Koreksi partial.
- Kekuatan betis menurun tanpa gangguan fungsional.
- Lingkup gerak pergelangan kaki : 0°-10°/20°.
(-10° subtalar)
- Ada gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari.
- Perlu koreksi lebih dari 1 kali.
- Tindakan bedah.
d. Buruk : - Tidak terkoreksi.
- Kekuatan betis menurun.
- Lingkup gerak terbatas, subtalar 5°.
- Nyeri pada aktivitas berjalan.
51
REHABILITASI PADA PENYAKIT PARU RESTRIKTIF
Definisi
Penyakit paru awal / lanjut yang terutama menyebabkan gangguan pada
compliance paru, mengakibatkan keterbatasan kemampuan bernafas, penurunan
kebugaran dan keterbatasan aktivitas. Dapat membaik,menetap atau makin
memburuk, tergantung penyebab-penyebab yang mendasari :
A. Pulmonal
Tumor paru,pneumonia, TB , fibrosis paru, atelektasis karena berbagai sebab.
B. Ekstrapulmonal :
- penyakit pada pleura
- tumor pada toraks atau diinding dada
- kekakuan dinding toraks ( karena nyeri, pasca operasi toraks, skleroderma,
deformitas )
- penyakit yang berakibat pada kelemahan otot-otot pernafasan ( cedera
medula spinalis level tinggi, duchenne muscular dystrophy, Guillain Barre
Syndrome, myasthenia gravis)
- kelemahan /gangguan mobilitas diafragma, misal pada obesitas, asites
Khusus :
52
- pola pernapasan ( inspirasi dan ekspirasi ), kemampuan inspirasi dalam (
incentive spirometri ) dan pergerakan napas ( simetris/asimateris)
- keterbatasan gerak bahu
- postur : kyposis, kiposkoliosis
- mobilitas dan ekspansi toraks ( atas, tengah, bawah)
- ada/ tidak pola napas paradoksal
- wheezing, ronki, dahak ( lokasinya)
- atrofi otot-otot ekstremitas
- gejala cor pulmonale
Pemeriksaan fungsional :
UJI LATIH idem dengan penyakit paru obstruktif
Catatan : pada penyakit primer karena kelainan otot dan parese ekstremitas, hanya
dengan uji jalan atau ergometer tangan, jangan sampai lelah ( dinilai dengan skala
Borg modifikasi untuk kelelahan otot )
Dari hasil uji latih, ditentukan kemampuan fungsional dalam meter / watt / VO2
max / Mets.
Penilaian kualitas hidup dengan alat ukur kualitas hidup spesifik, misal : St George
Respiratory Questionner
Pemeriksaan Penunjang
A. Laboratorium : - darah rutin ( Hb,Ht, lekosit)
- analisa gas darah
- Pemeriksaan fungsi ginjal
B. radiologi : - X Ray toraks PA dan lateral
- CT scan
C. pemeriksaan faal paru : spirometri, body box ( DLCO, MVV)
Konsultasi
- Dokter spesialis gizi klinik
- Dokter spesialis terkait : saraf, paru, penyakit dalam, jantung
Terapi / Intervensi
A. Kondisi awal / pasca sesak napas (di rumah sakit atau rawat jalan)
- Medikamentosa : bronkodilator, mukolitik, steroid, umumnya inhalasi.
- Edukasi untuk posisi mengurangi sesak (waktu berbaring, duduk, berdiri)
- Latihan relaksasi (imagery, terapi musik, pernapasan pursedlip)
- Latihan mobilitas bahu dan dinding dada semaksimal mungkin
- Koreksi dan pemeliharaan postur (bila perlu)
- Terapi fisik dada untuk mengeluarkan dahak (bila perlu)
- Latihan inspirasi dalam bertahap, intermitten, pengulangan sesuai toleransi
53
- Latihan pernapasan segmental untuk pengembangan paru (tergantung
lokasi)
- Latihan ankle pumping aktif / pasif
- Mobilisasi aktif segera bila tidak sesak, sesuaikan dengan toleransi otot
(bertahap, waktu singkat, pengulangan sering). Jangan sampai lelah !!!
B. Kondisi Lanjut (di rumah sakit atau rawat jalan)
- Edukasi untuk pola latihan pernapasan dalam (disesuaikan dengan penyakit
yang mendasari), intermitten.
- Melakukan latihan-latihan seperti kondisi awal, sesuai kebutuhan dan
kondisi penyakit yang mendasari
- Untuk kasus kelemahan otot pernapasan yang kronik progresif, irreversible :
latihan pernapasan glossopharyngeal (secara intermitten)
- Terapi okupasi untuk konservasi energi dan penyesuaian aktivitas dengan
pola napas. Pemakaian alat bantu (bila perlu) pada kasus berat untuk
kelemahan otot yang irreversibel.
- Latihan rekondisi (bila perlu memakai O2 / meningkatkan asupan O2
selama latihan)
Rekondisi kardiorespirasi
Rekondisi grup otot
Rekondisi pernapasan
Intensitas disesuaikan dengan uji latih, dievaluasi berkala setiap 2-3 bulan.
Frekuensi : 3-5 kali per minggu, durasi 30 menit (dalam bentuk latihan
interval / terbagi).
Pada kasus berat (terutama pada kelemahan otot yang irreversibel), benar-
benar sesuai toleransi dan jangan sampai lelah!
Standar Tenaga
- dokter spesialis rehabilitasi medik
- dokter umum dengan pelatihan
- perawat rehabilitasi
- terapis ( fisioterapis,okupasiterapis)
- psikolog
Penyulit / Komplikasi
- penyulit : bronkopneumonia, bronkopleural fistula, penebalan pleura,
atelektasis yang menetap, sindroma dekondisi, kor pulmonale.
- Komplikasi : eksaserbasi akut, perburukan gizi
54
Luaran
Tergantung penyakit utama,
- sembuh sempurna, pada trauma toraks akut, pneumotoraks spontan primer
- sembuh parsial, mampu melakukan aktivitas sesuai kapasitas respirasi dan
cadangan endurance nya (ditentukan dengan uji latih)
Evaluasi :
spiromteri untuk fungsi paru
analisa gas darah
uji latih untuk kemampuan fungsional
55
REHABILLITASI CHF (GAGAL JANTUNG)
Definisi
- Adalah suatu keadaan dimana jantung tidak dapat memompatkan darah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuhwalaupun aliran darah
balik cukup
- Kelas fungional berdasarkan NYHA:
Kelas I : Aktivitas sehari – hari tidak terganggu, sesak
nafas timbul bila melakukan kegiatan fisik
yang berat
Kelas II : Aktivitas sehari – hari tidak terganggu
Kelas III : Aktivitas sehari – hari sangat terganggu, pada
saat istirahat biasanya nyaman
Kalas IV : Saat istirahat terasa sesak
56
Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium : Hb, Gula darah
- Rontgen Thorax
- EKG
- Ekokardiografi
Konsultasi
1. Cardiologist
2. Internist Cardiologist
Perawatan RS
Rawat jalan : Kronik CHF
Rawat inap : periode CHF akut
Periode CHF kronik exacerbasi akut
Terapi /Intervensi
Sesuai New York Heart Association
1. Akut : program RM berdasarkan klasifikasi NYHA
Kelas I : 7+ mets
Kelas II : 5 – 6 mets
Kelas III : 3 – 4 mets
Kelas IV : 1- 2 mets
2. Kronis :
Pemilihan pasien
- Klinik stabil
- Fungsional kela I, II, III (NYHA)
- Irama sinus
Program sesuai
1. Intensitas : mulai 40% VO2 max meningkat
2. Duarasi : 30 – 40 menit
3. Frekuensi : 3 – 4x/ minggu
4. Jenis latihan : Jalan kaki/jogging
Latihan ada 3 sesi 9ergocycle)
1. Fase pemanasan : 5 menit (tanpa beban)
2. Fase latihan : 30 menit (pembebanan)
3. Fase pendinginan : 5 menit (tanpa beban)
Evaluasi hasil latihan :
- Kapasitas erobik (VO2 max)
- Durasi latihan
- Kapasitas fungsional (NYHA)
Standar Tenaga
- Dokter spesialis Rehabilitasi Medik
- Dokter umum dengan pelatihan Rehabilitasi Medik
- Penunjang medis terkait (perawat, fioterapis,terapis okupasi )
Penyakit Komplikasi
- Edema paru akut
57
- Myopati jantung
Prognosis/Masa Pemulihan
- Prognosis penyakit : dubia (kronis berulang)
- Prognoi harapan hidup : dubia
- Prognosis fungsional : dubia
Luaran/Outcome
Latihan teratur 8 – 12 minggu, 3 – 4x/ minggu, durasi 30 – 40 menit akan
menurunkan morbity dan mortality dan meningkatkan kapasitaas fungsional.
58
REHABILITASI PALSY CEREBRAL
Definisi
Proses rehabilitasi pada kelumpuhan otak yang disebabkan karena adanya lesi
non progresif pada otak yang belum matur, sehingga mengakibatkan gangguan
control neuromuscular berupa gangguan tonus otot, refleks tendon, refleks
primitive dan reaksi postural dan menghasilkan pola gerak yang abnormal.
Diagnosis fungsional :
Palsi Cerebral dengan masalah :
Gangguan lokomotor
Gangguan komunikasi
Gangguan oromotor
Gangguan perilaku
Gangguan perkembangan
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiology untuk panggul, knee, ankle
Gait analysis
Videoflouroscopy
BERA / OAE (Otto acustic emision)
Perawatan RS :
Dokter spesialis anak (syaraf, gastroenterology)
Dokter spesialis bedah otot dan tulang (orthopedi)
Dokter spesialis gizi klinik
Dokter spesialis gigi anak
Dokter spesialis mata
Dokter spesialis THT
Terapi / intervensi
Persiapan keluarga dan lingkungan dengan intervensi dini untuk
gangguanfungsi untuk mendukung perkembangan anak dan terapi untuk
gangguan fungsi motorik
Terapi latihan dengan berbagai metode fasilitas serta manajemen spasttisitas dan
aktivitas fungsional sesuai tahap perkembangan anak.
Terapi oromotor
Terapi gangguan komunikasi
Terapi psikososial
Alat bantu aktifitas / alat bantuk jalan
59
Pemakaian orthose : Splint / brace (resting, functional, antispasticity) :
ekstemitas atas, ekstremitas bawah
Kursi roda
Tindakan operatif diperlukan untuk perbaikan fungsi, penampilan, serta
mencegah dan memperbaiki deformitas.
Standar tenaga
Dokter spesialis rehabilitasi medik
Dokter umum dengan pelatihan rehabilitasi medik
Perawat rehabilitasi
Psikolog
Terapis : Fisioterapis, Terapis Okupasi, Terapiss Wicara
Tehnisi Ortotis prostetis
Petugas sosial medis
Penyulit / komplikasi
Penyulit :
Mental Retardasi
Epilepsi
Defisit visual dan pendengaran
Komplikasi :
Aspirasi pneumonia berulang
Deformitas sendi
Luaran / outcome
Mampu mandiri pada CP hemiplegia dan diplegia tanpa penyulit
Ketergantungan sebagian pada CP hemiplegi dan diplegi dengan penyulit
Ketergantungan penuh pada CP total boy involvement
60
REHABILITASI PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
Definisi
Rehabilitasi pada penyakit paru kronik yang ditandai hambatan aliran udara di saluran
napas yang progresif nonreversible atau reversible parsial, yang mengakibatkan
gangguan pola pernapasan, penurunan kapasitas fisik dan kemammpuan fungsional
yang menetap.
Faktor risiko :
- merokok (terpenting)
- polusi udara
- hiperaktivitas bronkus
- riwayat infeksi saluran napas berulang
- defisiensi antitripsin alfa-1 (jarang di Indonesia)
Klasifikasi
Klasifikasi penyakit Gejala Spirometri
Ringan Tidak ada gejala waktu istirahat VEP1 > 80% prediksi
atau aktivitas VEP1 < 75%
Tidak ada gejala waktu istirahat KVP
tetapi gejala ringan bila aktivitas
sedang (jalan cepat, naik tangga)
Sedang Tidak ada gejala waktu istirahat, VEP1 30 – 80 % prediksi
tetapi ada gejala bila aktivitas VEP1 < 75%
ringan (mis : berpakaian) KVP
Gejala ringan pada istirahat
Berat Gejala sedang apda waktu VEP1 < 30 % prediksi
istirahat VEP1 < 75%
Gejala berat pada saat istirahat KVP
Tanda-tanda korpulmonale
61
Pemeriksaan Fisik Dan Fungsional
Umum :
Sesak napas atau napas pendek, penilaian dengan respiratory rate dan skala Borg
untuk pernapasan
Nadi (frekuensi dan regularitas), tensi
Tinggi dan berat badan (hitung Body Mass Indeks)
Khusus :
Pola pernapasan (inspirasi dan ekspirasi), kemampuan kontrol pernapasan dan
pergerakan pernapasan (simetris/asimetris)
Ada / tidak pola napas paradoksal
Ekspansi toraks (atas, tengah, bawah)
Aktivitas dan spasme otot-otot napas sekunder
Postur : kiposis, kiposkoliosis
Wheezing (inspirasi atau ekspirasi), ronki, dahak (lokasinya)
Atrofi otot-otot ekstremitas
Gejala kor pumonale :
Pemeriksaan fungsional :
UJI LATIH (Sub Maksimal) bisa berupa :
Uji jalan 6 menit
Sepeda statik (incremental /steady state)
Treadmill (incremental /steady state) dengan / tanpa monitor
Dari hasil uji latih, ditentukan kemampuan fungsional dalam m/Watt / VO2 max / Mets
Penilaian kualitas hidup dengan : alat ukur kualitas hidup spesifik, misal : St George
Respiratory Questionnaire .
Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium : - Daerah rutin (Hb, Ht, leukosit)
- Analisa gas darah
- Pemeriksaan fungsi ginjal
B. Radiologi : - X Ray toraks PA dan lateral
- CT Scan resolusi tinggi
C. Pemeriksaan faal paru : Spirometri, Bodybox (DLCO, raw)
Konsultasi
- Dokter Spesialis gizi klinik
- Dokter Spesialis penyakit dalam
- Dokter Spesialis paru
- Dokter Spesialis jantung
Terapi / Intervensi
A. Pasca eksaserbasi akut (di rumah sakit)
Tujuan :
62
mengatasi sesak napas
mencegah sindroma dikondisi
Program :
Medikamentosa : bronkodilator, steroid, mukolitik (inhalasi).
Edukasi untuk posisi mengurangi sesak (waktu berbaring, duduk, berdiri)
Latihan relaksasi (imagery, terapi musik, pernapasan pursedlip)
Latihan ankle pumping aktif / pasif
Latihan aktif / aktif asistif anggota gerak, terutama anggota gerak bawah
Terapi fisik dada untuk mengeluarkan dahak (aktif atau dibantu), bila perlu
memakai alat (PEEP / flutter)
Mobilisasi aktif segera bila sesak berkurang
B. Fase pemulihan (di rumah sakit, rawat jalan, home program)
Tujuan : - mencegah dan mengurangi frekuensi esaserbasi
- meningkatkan toleransi latihan
- meningkatkan kemampuan AKS / aktifitas kerja
Program :
Edukasi (terpenting!!) :
Program berhenti merokok
Penggunaan obat, tujuan / manfaat latihan dihubungkan dengan
patofisiologi penyakit
Strategi pernapasan optimal
Prinsip konservasi energi dan penyederhanaan kerja
Pemakaian CPAP (Continuous Positive Airway Pressure) dan LTOT
(Long Term Oxygen Therapy)
Latihan relaksasi : Relaksasi pernapasan dan relaksasi Jacobson.
Terapi fisik dada :
Kontrol pernapasan dan perbaikan pola napas
Pembersihan jalan napas (active cycle breathing technique), bila perlu
membantu refleks batuk (assist cough) dan dengan alat (PEEP / flutter)
Kelenturan otot-otot napas sekunder, otot bahu, memperbaiki mobilitas
dinding dada dan koreksi postur bila perlu.
Meningkatkan / memperbaiki kemampuan otot inspirasi
Terapi okupasi :
Posisi tubuh yang benar
Penyesuaian aktivitas dengan pola napas
Perencanaan dan prioritas aktivitas / kerja
Pemakaian alat bantu (bila perlu)
Latihan rekondisi (bila perlu diberikan Oksigen atau meningkatkan
asupan oksigen selama latihan) :
Rekondisi kardiorespirasi : jalan, sepeda statik, treadmill. Beban
disesuaikan dengan hasil uji latih, dapat dengan beban tetap atau
ditingkatkan bertahap.
Rekondisi grup otot (ekstremitas atas, ekstremitas bawah, abdominal)
Rekondisi otot pernapasan (dengan / tanpa alat) : perasat Muller, threshold
Inspiratory muscle trainer, incentive spirometri.
63
C. Fase Lanjut (rawat jalan, home program, latihan kelompok / klub senam)
Tujuan : - mempertahankan kapasitas fungsional / latihan
- mempertahankan kemampuan AKS / aktivitas kerja / psikososial dengan
coping skill yang optimal
Program :
Edukasi :
Pemakaian obat
Kontrol faktor risiko
Program latihan kontinyu, terutama kontrol pernapasan dan latihan
rekondisi
Melanjutkan latihan pada fase pemulihan
Khusus latihan rekondisi : meningkatkan intensitas, mempertahankan
frekuensi dan durasi latihan.
Intensitas dievaluasi dengan uji latih berkala (setiap 2-3 bulan)
Frekuensi : 3-5 kali per minggu
Durasi : 30 menit, dalam bentuk latihan kontinyu atau interval.
Latihan dalam klub senam PPOK atau senam asma
Standar Tenaga
- Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik
- Dokter Umum dengan pelatihan rehabilitasi medik
- Perawat Rehabilitasi
- Terapis (fisioterapis, okupasi terapis)
- Psikolog
Penyulit / Komplikasi
Penyulit : infeksi saluran napas berat, pneumotoraks, kor pulmonale
Komplikasi : eksaserbasi akut, perburukan gizi
Luaran
Sembuh parsial, mampu melakukan aktivitas sesuai kapasitas respirasi dan cadangan
endurance nya (ditentukan dengan uji latih).
Spirometri : setiap bulan, bila stabil setiap 3 bulan / bila eksaserbasi akut.
Analisa gas darah : setiap 1-3 bulan
Kemampuan fungsional : uji latih, bila stabil setiap 3 bulan
64
SINDROMA GUILLAIN BARRE
1. Definisi
Adalah suatu imunopati yang ditandai dengan perjalanan klinis yang akut dan kadang-
kadang sangat berat, yang pada dasarnya adalah proses demielinisasi dari akar-akar saraf
spinal.
2. Gambaran klinis
o Onsetnya akut dan pada bentuk yang berat seseorang yang semula tampak sehat
secara mendadak dalam 2 -3 hari menjadi lumpuh sama sekali
o Keadaan semakin berat dalam wktu 10 – 12 hari. Titik nadir rata-rata terjadi dalam
8 hari sesudah onset
o 40 – 60 % penderita sebelumnya menunjukkan gejala-gejala seperti “flu”, ISPA
dapat juga didahului oleh penyakit virus lain (seperti sitomegalovirus, virus
Epstein-Barr, HIV) dan radang usus oleh campylobacter jejuni.
o Gejala-gejala umumnya didahului dengan parestesia di jari-jari kaki dan tangan.
Dalam beberapa hari diikuti dengan kelemahan otot yang sifatnya simetris bilateral,
dimulai dari otot-otot ekstremitas bawah kemudian ke otot-otot tubuh, ekstremitas
atas, wajah dan orofaring
o 30% kasus disertai kelemahan otot-otot wajah (facial diplegia)
o refleks-refleks tendon dalam menurun atau menghilang
o pada kasus berat disertai dengan kelemahan otot-otot untuk pernafasan, menelan
dan ekstraokuler
o sering juga disertai dengan keluhan nyeri dalam bentuk nyeri iskialgia, neri
pinggang, dan nyeri punggung
o gangguan sistem autonomik berupa gangguan denyut jantung, irama jantung dan
tekanan darah.
3. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan dieprkuat dengan pemeriksan
elektrodiagnostik (NCV dan EMG).
Gejala-gejala kelinis yang sangat menunjang diagnosa SGB adalah :
o Gejala-gejala yang emmberat dalam waktu beberapa hari sampai 4 minggu
o Gejala-gejala bilateral simetris, kelemahan otot-otot dengan tipe LMN
o Gangguan sensorisnya minimal
o Ada gangguan saraf kranialis terutama kelemahan otot-otot wajah bilateral simetris
o Gejala-gejala mulai membaik dalam waktu 2 – 4 minggu setelah perjalanan
penyakit berhenti
o Adanya disfungsi otonomik
o Pada awal penyakit tidak disertai febris
o Pemeriksaan LCS : protein meningkat, sel normal
o EMG : pemanjangan F waves dan H refleks, perlambatan NCV.
o Fungsional : impairment, disabilitas, handicap tergantung berat ringannya penyakit.
4. Prognosis
A. Penyakit : umumnya cukup baik
B. Harapan hidup : umumnya cukup besar, kecuali kasus berat yang menyangkut
gangguan pernafasan yang memerlukan pertolongan dengan respirator (10-30%)
65
C. Fungsional : sebagian besar umumnya sangat baik prognosanya, hanya 5-10%
perbaikannya tidak komplit.
5. Prinsip pengelolaan :
o Pada waktu penderita dalam keadaan “bedridden” perhatian harus ditujukan
terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi serius akibat mobilisasi lama,
terutama : ulkus dekubitus, DVT (deep vein trombosis).
o Pencegahan kontraktur sendi : latihan ROM aktif/pasif, mengatur posisi yang benar
dan bila perlu dipasang splint.
o Bila sudah mulai ada perbaikan kekuatan otot, maka latihan ROM aktif bisa
ditingkatkan dengan selalu menghindari kelelahan. Bila otot sudah bisa melawan
gravitasi program latihan penguatan semakin diintensifkan.
o Latihan berdiri tegak, kalau perlu dimulai dengan latihan dengan menggunakan
tilting table.
o Latihan ambulasi dimulai dengan latihan berdiri latihan berdiri dalam paralel bar
latihan berjalan diluar paralel bar dengan bantuan alat-alat bantu jalan (kruk,
tongkat, walker, dan sebagainya).
66
SINDROMA DOWN
1. Definisi
sekumpulan gejala dengan tanda-tanda klinis berupa refleks lemah hipotoni, microsefal,
mata sipit miring keatas, garis simian pada tangan hiperlaksiti dan hidung pesek tampak
pada saat lahir karena kelainan pada kromosom 21.
2. Gambaran klinis
Hipotoni/floopy
Sendi-sendi sangat fleksibel
Kulit longgar dilekuk bagian belakang
Muka datar (flat facial profile)
Mata agak sipit dan miring keatas di bagian luar (upslanted palpebral fissure).
Kelainan daun telinga
Garis simian pada telapak tangan
3. Pemeriksaan IKFR
Anamnesa
Perkembangan psikomotor terlambat
Usia ibu saat hamil
Anggota keluarga ada yang menderita sindroma down
Pemeriksaan fisik
Kepala : mendatar pada daerah oksipital
Hidung : pesek dan pangkal hidung datar
Mata : epikantus pada sisi tengah sudut mata, iris : banyak titik-titik kecil seperti
pasir (brushfield spot) yang menghilang pada umur 12 bulan, gangguan
penglihatan, refleks pupil lambat, nystagmus.
Batang leher : pendek, lebar dan datar.
Telinga : daun telinga letak rendah, gangguan pendengaran tipe sensorineural
Mulit : cenderung membuka dan lidah menjulur
Jantung : sering ditemukan kelainan bawaan
Ekstremitas : jari kaki dan tangan yang pendek
Sela jari lebar antara jari I, II
Hip : dislokasi/subluksasi
Pemeriksaan fungsional :
Perkembangan motorik kasar dan halus terlambat
Respons refleks terlambat
Mental retardasi perkembangan bicara terlambat.
Pemeriksaan penunjang ;
Laboratorium : analisa kromosom, hormon tiroid
Radioogi : kestabilan tulang punggung
Evaluasi kardiologi
4. Diagnosis :
Tanda fisik tersebut diatas
Mental retardasi
67
Perkembangan terlambat
5. Prognosis :
Penyakit : statis
Prognosis fungsional :
Kualitas : tergantung perkembangan ketrampilan motorik kasar, halus
kemampuan kognitif dan kemampuan bicara
Kuantitas : dengan pengawasan dan atau dibantu sebagian .
6. Prinsip penatalaksanaan :
Tujuan :
Meningkatkan kemampuan motorik kasar dan halus
Meningkatkan kemampuan bicara/komunikatif
Meningkatkan kemampuan kognitif
Mengobati kelainan medis
Stimulasi dini psikomotor terapi latihan : ditujukan pada keterlambatan/kelainan yang
ada untuk psikomotor.
Ortosis
Edukasi orang tua/keluarga
Tindak lanjut : evaluasi psikomotor : tiap 3 bulan sampai usia 3 tahun, selanjutnya tiap
6 bulan hingga 6 – 7 tahun. Stimulasi psikososial/persiapan lingkungan sosial &
pendidikan.
Dukungan psikologi bagi anak & keluarga
68
SPINAL MUSCULAR ATROPHY (SMA)
1. Definisi
SMA merupakan suatu istilah untuk menyatakan sekelompok kelainan yang diturunkan
secara autosom resesif, ditandai oleh kelemahan dan kerusakan otot sebagai akibat dari
degenerasi pada sel kornu anterior sumsum tulang belakang dan nukleus motorik di batang
otak, kecuali traktus piramidal.
Klasifikasi menurut Konsorsium Internasional SMA berdasarkan saat mulai penyakit,
kemampuan perkembangan motorik dan kemungkinan hidup, yaitu :
SMA tipe I (berat) ; “Werdnig Hoffmann disease”
SMA tipe II (sedang)
SMA tipe III (ringan) : “ Kugelberg Welander disease”.
2. Gambaran klinis
Hipotoni menyeluruh dan kelemahan simetris yang lebih dulu dan lebih berat
mengenai ekstremitas inferior daripada ekstremitas superior serta otot proksimal
lebih lemah dariapada otot distal.
Werdnig Hoffman disease : onset lahir hingga usia 6 bulan, beberapa bayi lumpuh
saat lahir, ada pula mula-mula tampak normal tapi tiba-tiba lemah, menangis lemah,
kesulitan menghisap dan menelan. Pernafasan paradoksikal. Beberapa kasus ada
fibrilasi di lidah. Dapat mencapai kemampuan duduk dengan bantuan. Sebagian
besar meninggal pada usia sebelum 18 bulan,
Pada SMA tipe II ; onset sebelum usia 18 bulan, dijumpai keterlambatan
perkembangan motorik, 95% kasus diketahui sekitar usia 3 tahun. Anak laki-laki
lebih berat terkena dari perempuan. Hipertrofi otot betis. Fasikulasi otot lidah pada
sebagian kasus. Tremor pada tangan dan lengan bawah pada beberapa anak mamu
duduk mandiri, namun tidak mampu berdiri atau berjalan tanpa bantuan. Biasa usia
lebih dari 2 tahun. Sering melewati 10 tahun.
Pada SMA tipe III ; onset sesudah usia 18 bulan, mungkin ada kelambatan
perkembangan motorik saat bayi. Kelemahan biasa mulai umur antara 18 bulan
hingga akhir belasan tahun, pola jalan “wadling gait”. Fasikulasi pada 50% kasus.
Pseudohipertrofi otot betis pada 20% kasus. Mampu berdiri dan berjalan, sebagian
besar perlu kursi roda pada usia 30 tahun. Hidup sampai usia dewasa
Distal SMA : biasa pada populasi Asia, kelemahan lebih pada otot bagian distal
ekstremitas superior maupun inferior, terutama mengenai nukleus motorik C7, C*,
T1. kelainan dijumpai sekitar usia dekade 2 dan relatif statis selama usia dewasa.
Tipe keturunan belum diketahui.
3. Pemeriksaan IKFR
Anamnesis
Riwayat neonatal :kesulitan menghisap, menelan, pernafasan kelemahan umum,
kelumpuhan, sering aspirsi makanan
Keterlambatan tahap perkembangan
Pola berdiri atau jalan yang menunjukkan adanya kelemahan
Saat mulai (onset) perjalanan penyakit, distribusi eklemahan
Riwayat keluarga : pada autosom resesif apakah ada kelainan yang sama pada
saudara pasien atau anggota keluarga
69
Pemeriksaan fisik :
Hipotonia
Kelumpuhan simetris proksimal lebih dari distal
Inspeksi : kelemahan umum pada bayi yang terlihat sebagai kurang aktif atau tidak
aktif menendang maupun meraih. Pada posisi terlentang : posisi ekstremitas inferior
terlihat posisi “frog leg” sedang ekstremitas superior terlihat posisi “jug handle”.
Pada anak yang sudah bisa berdiri terlihat kesulitan untuk bangkit dari lantai ke
posisi berdiri (Gower sign). Postur berdiri hiperlordosis, pola jalan wadling gait dan
saat melangkah bagian jari kaki menyentuh lantai lebih dahulu (toe walking).
Tremor pada beberapa kasus
Palpasi : hipotoni otot, sensori normal
Kekuatan otot melemah simetris, ekstremitas inferior lebih lemah dari superior.
Bagian proksomal lebih lemah dari distal
Refleks fisiologi menurun sampai tak ada, refleks primitif pada bayi tak ada atau
lemah.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium : serum creatin kinase 2 – 4 x normal (SMA I & II) pada SMA III creatin
kinase bisa normal.
4. Diagnosa
Impairment : inti saraf motorik
Disabilities : neuromuskular, pernafasan, menelan
Handicap : ambulasi , mobilisasi, psikososial
5. Prognosis
Prognosis penyakit : progresif
Prognosis harapan hidup :
SMA tipe I : < 2 tahun
o 32% hidup sampai usia 2 tahun
o 18% hidup sampai usia > 2 tahun
SMA tipe II : > 2 tahun
o 98% hidup sampai usia 10 tahun
o 77% hidup sampai usia 20 tahun
o kemungkinan hidup lebih lama dimungkinkan dengan perawatan
adekuat.
SMA tipe III : usia dewasa
o 39 - 44% bisa tetap ambulatori setelah 20 tahun sejak timbulnya
kelemahan.
Prognosis fungsional : SMA tipe II dan III yang mencapai usia dewasa dapat
ambulasi, sebagian besar perlu kursi roda pada usia sekitar 30 tahun. Tidak ada
masalah dalam komunikasi. Fungsi berkemih dan defekasi serta diafragma tidak
terganggu.
6. Prinsip pengelolaan
Penatalaksanaan :
Pada SMA tipe I : program pemberian makan, suction dan postural drainage.
70
SMA tipe II dan III : latihan pernafasan, latihan lingkup gerak sendi rutin. Terpai
aquatik baik untuk memelihara mobilitas, kekuatan, fleksibilitas. Permainan dan
kegiatan sehari-hari sebagai latihan aktif.
Hindari latihan fisik yang berlebihan.
Alat bantu : walker, crawler, crutch, parapodium untuk mobilitas dan ambulasi.
Forearm orthosis bila kelemahan ekstremitas superior menyulitkan aktivitas makan
Psikosuportif konseling untuk pasien dan keluarga (oleh psikolog)
Follow up
Pendekatan multidisiplin antar anggota keluarga, pekerja sosial, terapis, dokter diperlukan
untuk membantu pasien memelihara kualitas hidup
SMA tipe I : tiap minggu evaluasi problem pernafasan, feeding, motorik
SMA tipe II dan III : tiap bulan sampai usia 2 tahun, selajutnya tiap 3 bulan
dilakukan evaluasi fungsi motorik dan persendian.
Sistem rujukan
Ahli genetika klinis : konseling genetik
Laboratorium : genetika molekuler
Ahli THT : Fluoroscopic Videodynamic Swallow evaluation
Pencegahan komplikasi
Nutrisi : pada SMA tipe I pakai premature baby nipple dengan lubang besar serta
porsi kecil frekuensi sering dalam pemberian nutrisi untuk memperkecil kelelahan
dan mencegah aspirasi.
FT : latihan pernafasan, latihan lingkup gerak sendi untuk mencegah kontraktur
Ortosa : splint untuk cegah kontraktur
Edukasi diberikan pada penderita dan keluarga/caregiver terutama untuk cara-cara feeding,
latihan pernafasan dan latihan lingkup gerak sendi.
71
NYERI PINGGANG BAWAH
Definisi
Sindroma dengan manifestasi klinis berupa nyeri didaerah punggung bawah mulai garis
bawah margo costalis sampai lipat paha pantat.
Merupakan nyeri lokal daerah punggung bawah atau bersamaan dengan nyeri daerah lain
atau dari daerah lain.
Gambaran klinis
Low back strain/strain
HNP
Spondylosis/spondyloarthrosis
Spondylolysthesis
Syndroma miofascial dan fibromyalgia
Stenosis spinalis
Fraktur kompresi dan osteoporosis
Spondylitis TB
Ankilosa Spondylitis
Tumor spinal
Low back post operative
Pemeriksaan IKFR
Anamnesa
Pemeriksaan fisik umum
Pemeriksaan khusus
Tes SLR
Tes Braggart
Tes Siccard
Tes Patrick/Fabere
Tes Gaenslen
Tes laseque
Pemeriksaan Penunjang :
Radilolgis
CSF
Darah, urine sesuai indikasi
Diagnosa
Impairment
Disability
Handicap
Prognosa
Dubia
Tergantung etiologi, fase perjalanan penyakit dan terapi yang diberikan
72
Prinsip pengelolaan
Penatalaksanaan KFR
Tujuan
Menghilangkan nyeri
Memperbaiki postur
Mencegah komplikasi disuse & misuse
Penguatan otot punggung abdomen dan tungkai
Cegah LBP berulang
Intervensi :
Istirahat
Modalitas dingin (fase akut)
Modalitas panas
Traksi lumbal
Massage
TENS
Akupuntur
Laser
Orthosis
Alat bantu jalan
Terapi latihan & Proper Back Mechanism
73
ASMA BRONCHIALE PADA ANAK
Definisi
Asma adalah suatu penyakit obstruktif jalan nafas yang reversibel yang timbul akibat
adanya stimulus.
Gambaran klinis
Batuk bersin, hidung buntu selanjutnya menjadi batuk hebat, sesak suara mengi.
Bila serangan hebat, gelisah, berkeringat mungkin ada sianosis
Dada mengembang, barrel chest, hiperinflasi, ekspirasi memanjang, otot-otot
interkostal, supraklavikula, dan sternokleidomastoideus ikut bergerak
Pemeriksaan IKFR
Anamnesa
Faktor lingkungan, musim, hewan peliharaan, makanan
Apakah keluhan sesak timbul berulang kali atau terus-menerus
Standar pemeriksaan :
X foto thoraks
Menentukan faktor pencetus : dingin, olah raga (exercise induced
bronchospasm/EIB)
Menentukan alergen : hirupan, makanan, obat-obatan, suntikan, dengan cara uji
kulit, tes provokasi, hitung eosinofil.
Diagnosis
Impairment : bronchospasm
Disability : keterbatasan dalam olah raga apabila ada EIB. Pada umumnya anak tidak
terdapat functional disability.
Handicap : faktor psikologis
Progonosis
Penyakit : berulang
Harapan hidup : tidak terpengaruh
Fungsional : baik
74
Prinsip pengelolaan
Eliminasi alergen :
Hindari debu rumah dan hewan penyebab
Hindari makanan dan obat-obatan penyebab
Imuno terapi
Farmakologis
Farmakologis
Indikasi :
Penanganan secara imunologis belum dapat dilakukan
Alergen belum/tidak dapat ditemukan
Alergen sudah ditemukan tetapi tidak dapat disingkirkan
Penyakit berat
Pada serangan akut
Obat-obatan :
Adrenalin 0,1 – 0,2 cc larutan 1 : 1000 cc
Efedrin 0,5 – 1 mg/kg/dosis 3 kali/24 jam
Salbutamol 0,1 – 0,15 mg/kg/dosis 3 – 4 kali/24 jam
Terbutalin 0,075 mg/kg/dosis, 3 – 4 kali/24 jam
Aminofilin 4 mg/kg/dosis 3 – 4 kali/24 jam
Teofilin 3 mg/kg/dosis 3 – 4 kali/24 jam
Prednison 0,5 – 2 mg/kg/hari, untuk 3 hari (pada serangan hebat).
Rehabilitasi
Fase akut :
Program :
Postural drainage
Perkusi & vibrasi
Bila sesak berkurang berikan :
Breathing retraining (lower thoracic expansion), relaksasi, abdominal breathing
Latihan nafas
Latihan luas gerak sendi bahu.
Fase kronis
Latihan nafas
Drainage postural
Metode relaksasi Jacobson
Koreksi postur
75
Renang
Latihan luas gerak sendi bahu dan mobilisasi dada
Class exercise untuk latihan fisik dan psikososial
Monitoring
Sebelum, selama dan sesudah postural drainage perlu monitor :
Volume, konsistensi dan warna sekret
Tanda-tanda vital
Edukasi keluarga
Keluarga dianjurkan melakukan drainage postural apabila anak menunjukkan tanda-
tanda infeksi saluran nafas dan produksi sekret yang meningkat.
76