Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
adhysty.vidyana21@ui.ac.id
Abstrak
Makalah ini membahas mengenai aturan pemajakan transaksi e-commerce, tantangan dalam pemajakannya, faktor-
faktor yang menyebabkan lemahnya pendeteksian transaksi e-commerce dan upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan efektivitas pendeteksian transaksi e-commerce. Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian
menggunakan pendekatan dengan metode kualitatif. Pengumpulan data untuk keperluan analisis diperoleh melalui
penelitian dokumen meliputi studi kepustakaan dan wawancara dengan akademisi, otoritas pajak dari Pelaksana
Subdit Perjanjian & Kerjasama Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak, dan dari konsultan pajak.
Berdasarkan penelitian, peraturan dan sistem pemeriksaan serta pengawasan transaksi e-commerce di Indonesia
masih rendah. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah agar membuat aturan yang lebih jelas mengenai transaksi e-
commerce dan meningkatkan sistem administrasi perpajakan serta meningkatkan sumber daya otoritas pajak.
Pemerintah juga diharapkan dapat melakukan kerjasama dengan perbankan dan kementerian lainnya demi adanya
integrasi peraturan yang mengatur transaksi e-commerce ini.
Kata Kunci: Bentuk Usaha Tetap; E-commerce; Pajak Penghasilan; Pajak Pertambahan Nilai; Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda
Abstract
This thesis discuss about the rules of taxation of e-commerce transactions, the challenges in taxing the transactions,
factors that led to the weakness of detection e-commerce transactions and efforts should be made to improve the
effectiveness of detection e-commerce transactions. This thesis is based on research using qualitative methods
approach. The collection of data for analysis of documents obtained through research includes the study of literature
and interviews with academics, the tax authority of the Executive Sub-Directorate of International Tax Cooperation
Agreement of the Directorate General of Taxation, and from a tax consultant. Based on research, regulation and
inspection systems and e-commerce transaction monitoring in Indonesia is still low. Therefore, it is expected the
government to make the rules clearer about e-commerce transactions and improve tax administration system and the
resource tax authorities. The government is also expected to make cooperation with banks and other ministries for
the sake of the integration of the rules governing these e-commerce transactions.
Keywords: E-commerce; Income Tax; Permanent Establishments; Tax Treaty; Value Added Tax
Penemuan internet merupakan sebuah penemuan yang berdampak besar bagi masyarakat.
Saat ini makin banyak kegiatan perekonomian yang dilakukan dengan media internet.
Perdagangan elektronik dengan media internet, atau yang lebih dikenal dengan e-commerce,
didefinisikan sebagai transaksi pembelian dan penjualan barang dan jasa secara fisik
menggunakan peralatan komunikasi elektronik, seperti telepon, komputer pribadi, online kiosk,
Automatic Teller Machine (ATM), smart card atau smart phone, melalui saluran telekomunikasi
seperti jaringan telepon publik tradisional, jaringan komputer, jaringan komputer yang bergerak,
dan sejenisnya (Mustika, 2008).
E-commerce menimbulkan beberapa masalah dalam sistem penagihan pajak. Transaksi e-
commerce terjadi dalam waktu yang singkat, sehingga sangat sulit untuk melacak siapa saja
pelaku transaksinya. Bentuk barang atau jasa yang diperdagangkan kebanyakan berformat digital
(non fisik) seperti software, video, musik, e-magazine, sehingga cukup menyulitkan dalam
penentuan obyek pajaknya. Di samping itu, bukti transaksinya adalah bukti elektronik sehingga
membuat transaksi e-commerce semakin susah untuk dideteksi. Dan kendala yang terakhir adalah
bahwa transaksi online tak hanya terjadi di dalam wilayah pabean Indonesia saja, namun
terkadang menembus batas geografis negara lain. Karena sifatnya lintas negara, banyak
perusahaan e-commerce yang menjalankan bisnis secara online di suatu negara, meskipun tidak
ada keberadaan secara fisik perusahaan di negara tersebut. Hal ini tentu akan menimbulkan
kesimpangsiuran mengenai negara mana yang berhak memungut pajaknya, dikarenakan
pengenaan pajak hanya mencakup sebatas di wilayah teritorial suatu negara.
Dalam Pasal 2 Ayat (5) Undang-Undang PPh, dijelaskan mengenai pengertian Bentuk
Usaha Tetap (BUT) yang salah satunya mencakup adanya keberadaan fisik tempat usaha berupa
tanah, gedung, peralatan, mesin, dan komputer, agen elektronik, atau peralatan yang dimiliki,
disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik. Dari definisi BUT di UU PPh
tersebut, perusahaan e-commerce di luar Indonesia sulit untuk dikategorikan sebagai BUT,
kecuali ada server yang terletak di Indonesia. Pasalnya, beberapa perusahaan e-commerce beserta
seluruh asetnya tidak terletak di Indonesia dan tidak melaksanakan kegiatan yang secara fisik di
Indonesia. Padahal bisa saja pendiri dan pemegang saham perusahaan e-commerce tersebut
adalah orang Indonesia, dan notabene target konsumennya adalah orang Indonesia sendiri. Tanpa
David Baum (1999) menyatakan bahwa e-commerce sebagai suatu set teknologi, aplikasi,
dan proses bisnis yang dinamis yang menghubungkan perusahaan, konsumen, dan komunitas
tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, pelayanan, dan informasi yang
dilakukan secara elektronik. Pada dasarnya transaksi e-commerce berbeda dengan transaksi
perdagangan biasa. Transaksi e-commerce memiliki beberapa karakteristik, diantaranya:
a. Transaksi tanpa batas
Dengan internet pengusaha e-commerce dapat memasarkan produknya secara internasional
cukup dengan membuat situs web atau dengan memasang iklan di situs-situs internet tanpa
batas waktu 24 jam, dan tentu saja pelanggan dari seluruh dunia mengakses situs tersebut dan
melakukan transaksi secara online.
b. Transaksi Anonim
Para penjual dan pembeli dalam transaksi melalui internet tidak bertemu muka satu dengan
yang lainnya. Penjual tidak memerlukan nama dari pembeli sepanjang mengenai
pembayarannya telah diotorisasi oleh penyedia sistem pembayaran yang ditentukan yang
biasanya dengan menggunakan kartu kredit.
c. Produk digital dan non digital
Produk-produk seperti software komputer, musik dan produk digital lainnya dapat dipasarkan
secara elektronik dengan cara men-download secara elektronik.
d. Produk barang tak berwujud
Banyak perusahaan yang bergerak di bidang e-commerce dengan menawarkan barang tak
berwujud seperti data software dan ide-ide yang dijual melalui internet.
1. Neutrality
METODE PENELITIAN
Studi ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian termasuk
dalam penelitian deskriptif. Pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini dilakukan
melalui beberapa metode, yaitu:
1. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan melalui pengumpulan literatur dan data yang relevan dengan
penelitian ini, seperti buku-buku, literatur, jurnal, artikel, baik media cetak maupun
elektronik.
2. Studi Lapangan
Di dalam studi ini, peneliti memberikan batasan obyek yang akan dibahas hanya pada
transaksi e-commerce terkait transfer intangible goods yang diberikan oleh Subjek Pajak Luar
Negeri kepada Subjek Pajak Dalam Negeri.
PEMBAHASAN
Pengenaan pajak atas transaksi e-commerce telah mengundang banyak perdebatan. Baik
pihak yang pro maupun kontra masing-masing memiliki alasan tersendiri. Penulis sendiri
berpendapat bahwa demi memenuhi prinsip kesetaraan perpajakan, maka transaksi e-commerce
ini tetap harus dikenakan pajak. Namun pajak yang dikenakan diharapkan tidak menghambat
perkembangan pelaku usaha e-commerce ini. Mengingat bahwa industri ini juga banyak
dilakukan oleh pengusaha kecil dan menengah.
Perluasan definisi royalti ini merupakan salah satu upaya agar perdagangan via elektronik
atau e-commerce bisa dipajaki di Indonesia. Di samping itu, ketentuan yang disebutkan dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-undang PPh ini memberi dasar hukum yang lebih kuat dalam hal
pengenaan PPh Pasal 26 atas berbagai jenis pembayaran royalti yang selama ini belum diatur
secara tegas.
Namun demikian, bila ternyata transaksi itu terkait dengan penduduk dari salah satu
treaty partner, maka pengenaan pajaknya harus memperhatikan tax treaty yang bersangkutan.
Bila ternyata treaty tidak mengatur klausul royalti terkait dengan e-commerce, maka bisa jadi
ketentuan itu tidak bisa diberlakukan kepada penduduk dari treaty partner.
Jika penyerahan dilakukan oleh penjual yang tidak berdomisili di Indonesia, atas
pembelian barang, jika barang yang dibeli merupakan barang berwujud, pengenaan PPN
dilakukan oleh bea cukai saat barang yang dibeli masuk ke daerah pabean Indonesia. Sedangkan
jika barang yang dibeli merupakan barang tidak berwujud, apabila dibeli oleh PKP maka PPN
dipungut dan disetorkan sendiri oleh PKP pembeli dengan menggunakan SSP. Namun jika
pembeli bukan merupakan PKP terlebih lagi pembeli orang pribadi yang bukan merupakan wajib
pajak, sangat sulit untuk mengenakan PPN-nya.
Sesuai dengan Pasal 16F UU PPN 2009, dikatakan bahwa “Pembeli Barang Kena Pajak
atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak,
sepanjang tidak dapat menunjukan bukti bahwa Pajak telah dibayar”. Sehingga siapapun yang
memanfaatkan jasa kena pajak atau barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean,
baik itu Wajib Pajak badan maupun Wajib Pajak Orang Pribadi, baik itu telah dikukuhkan
sebagai pengusaha kena pajak ataupun belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak,
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai hal ini sesuai dengan ketentuan dalam penjelasan Pasal 4
huruf d dan e UU PPN 2009.
Dalam konteks PPN, penggunaan prinsip destinasi (destination principle) telah menjadi
suatu norma dalam perdagangan internasional di antara negara-negara yang menerapkan PPN.
Bagi transaksi barang dalam perdagangan internasional, menjadi suatu norma bagi negara penjual
Dari tabel jenis-jenis penghasilan atas transaksi e-commerce di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa penghasilan yang dominan dihasilkan adalah penghasilan usaha dan royalti.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa suatu penghasilan usaha baru dapat dikenakan
pajak di Indonesia sebagai negara sumber apabila pengasilan usaha tersebut memiliki Bentuk
Usaha Tetap dan penghasilan dari royalti dikenakan secara witholding tax. Apabila royalti yang
dibayarkan oleh wajib pajak dalam negeri kepada wajib pajak luar negeri Pengenaan PPh atas
transaksi ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Bila royalti yang dibayarkan oleh wajib pajak dalam negeri kepada wajib pajak luar
negeri merupakan penduduk negara treaty partner (terdapat tax treaty antara indonesia
dengan negara yang bersangkutan)
Pembayaran royalti kepada wajib pajak luar negeri dimaksud akan terhutang Pajak
Penghasilan pasal 26 sebesar tarif treaty dikalikan dengan jumlah bruto. Apabila wajib
pajak luar negeri tersebut memiliki Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dan royalti tersebut
memiliki hubungan efektif dengan Bentuk Usaha Tetap maka penghasilan dari royati
tersebut akan digolongkan sebagai laba usaha Bentuk Usaha Tetap. Dengan demikian
Singapura
Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS) adalah badan yang menjadi pengelola
perpajakan di Singapura. IRAS tidak mempunyai divisi khusus yang menangani e-commerce.
Agar dapat memahami perlakuan pajak penghasilan terhadap e-commerce, IRAS mengeluarkan
dokumen Income Tax Guide on E-commerce. Dalam panduan yang sebagian besar menerapkan
peraturan yang ada terhadap e-commerce ini, diatur perlakuan terhadap:
a. Perusahaan yang operasionalnya berada di Singapura dan mendapatkan penghasilan dari e-
commerce melalui situs yang dikelola di Singapura.
b. Perusahaan yang beroperasi di Singapuran dan mendapatkan penghasilan dari e-commerce
melalui situs di luar Singapura.
c. Perusahaan yang beroperasi di luar Singapura dan mendapatkan penghasilan dari e-commerce
yang situsnya berlokasi di Singapura.
Jepang
Negara Jepang juga memperlakukan hal yang sama bahwa tidak ada pengenaan pajak
yang baru bagi e-commerce dan mendapatkan perlakuan yang sama dengan perdagangan biasa.
Untuk pengawasan kepatuhan pajak terhadap e-commerce, otoritas perpajakan di Jepang
membuat suatu satuan khusus yang disebut dengan PROTECT (Professional Team for E-
commerce Taxation). Tim yang dibentuk pada setiap kantor wilayah ini memburu pelaku usaha e-
commerce yang tidak melakukan kewajiban perpajakannya. Yang menjadi tugas utama
PROTECT adalah:
• Pemeriksaan terhadap transaksi e-commerce
• Pengembangan kemampuan pemeriksaan terhadap e-commerce
Amerika
Dimulai sejak Oktober 1998, Presiden Bill Clinton telah menandatangani suatu peraturan
yaitu Internet Tax Freedom Act. Undang-undang ini memberikan moratorium perpajakan pada e-
commerce dalam jangka waktu tiga tahun. Yang menjadi objek dari moratorium perpajakan ini
contohnya pengenaan pajak terhadap akses ke internet, jumlah bit dalam akses internet, dan
penggunaan e-mail. Sementara itu, pajak penghasilan dan pajak penjualan untuk transaksi
melalui internet mendapat perlakuan pajak yang sama dengan transaksi perdagangan biasa.
Uni Eropa
Uni Eropa merupakan otoritas pertama yang mengambil langkah perpajakan terhadap
transaksi e-commerce. Sejak tanggal 1 Juli 2003, Uni Eropa mengganti sistem PPN terhadap
barang digital. Setiap pengusaha/perusahaan yang berdomisili di luar Uni Eropa dan bermaksud
menjual secara online barang dan jasa kepada penduduk Uni Eropa, apabila
pengusaha/perusahaan tersebut telah melampaui batas penjualan tertentu, perusahaan tersebut
wajib memungut PPN dan mendaftarkan diri di salah satu negara Uni Eropa.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang diperoleh peneliti
adalah:
SARAN
1. Otoritas pajak perlu membuka ruang diskusi dengan pelaku transaksi e-commerce tentang
aturan seperti apa yang harus disusun dan juga memperkuat sistem administrasi perpajakan.
2. Perlu dilakukan pengaturan kembali dalam peraturan perpajakan dalam negeri maupun
internasional dalam memperluas definisi Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang dapat mencakup
adanya transaksi e-commerce lintas negara (cross border).
3. Direktorat Jenderal Pajak perlu meningkatkan sumber daya otoritas pajak dalam hal teknologi
informasi dan pengetahuan para petugas pajak.
4. Pemerintah sebaiknya mengadopsi pengadministrasian perpajakan atas transaksi e-commerce
dari negara-negara yang telah berhasil melalui sistem perpajakan atas e-commerce yang
diterapkan di negara tersebut.
DAFTAR REFERENSI
Buku
Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:
Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI.
Mustika, Nita. 2008. Kebijakan Pajak atas Penghasilan yang Didapat dari Transaksi E-commerce.
Skripsi dipublikasikan. Jakarta: Program Studi Sarjana UI.
Majalah
Baum, David. 1999. “Business Links”. Oracle Magazine Vol. XIII
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 40/PMK.04/2010 tentang Tata Cara
Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas
Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Dan Atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah
Pabean.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan
Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce.