Você está na página 1de 14

BAB I

PENDAHULUAN

Oklusi Arteri Retina Sentalis (Central Retina Artery Occlusion) pertama kali
dikemukakan oleh von Graefes pada tahun 1859. Beliau menganalogikan sebagai
seranan stroke akut pada mata dan termasuk kegawatdaruratan dalam bidang
oftalmologi. Insidensi diperkirakan terjadi 1 dari 100000 orang dan tercatat 1 dari
10000 ditemukan pada pasien yang datang ke poli mata. Studi prospektif pada 260
mata dengan CRAO menunjukkan orang-orang mengalami gangguan pengelihatan
monokular yang besar, dengan 80% pasien tersabut memiliki tajam pengelihatan
20/400 atau kurang. Penurunan tajam pengelihatan meningkatkan resiko jatuh dan
mengakibatkan ketergantungan. CRAO menandakan adanya iskemik organ lanjut dan
seringkali didasari oleh aterosklerosis. Faktor risiko yang mendasari aterosklerosis
sama dengan yang dimiliki oleh individu dengan risiko stroke serebral dan penyakit
jantung iskemik.
Walaupun dianalogikan dengan stroke serebral, tidak ada petunjuk yang
didasari bukti yang ada untuk penatalaksanaan. Saat ini pilihan untuk terapi dikenal
dengan terapi standar, seperti isosorbide dinitrat sublingual, pentoxifylline sistemik
atau inhalasi carbogen, terapi hiperbarik, pijat mata, kompres bola mata, asetazolamid
intravena dan manitol, parasentesis COA, dan metilprednisolon. Semua terapi ini
tidak lebih baik daripada plasebo.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi dan Patofisiologi


Arteri retina sentralis (CRA) merupakan cabang dari arteri oftalmika (OA),
yang merupakan percabangan pertama dari arteri karotis interna. CRA mengalirkan
darah ke lapisan permukaan diskus optikus. Dari diskus optikus, arteri bercabang ke
bagian superior dan inferior, kemudian dari bagian-bagian tersebut bercabang lagi
kearah nasal dan temporal, yang mengalirkan darah ke empat kuadran retina. Retina
bagian luar disuplai oleh choriokapiler dari choroid yang merupakan percabangan
dari arteri siliaris. Kedua arteri ini berguna untuk menjaga fungsi dari retina, karena
kedua arteri retina sentralis dan arteri siliaris berasal dari arteri oftalmika.
Salah satu hal yang penting adalah keberadaan arteri silioretinalis. Berdasarkan
penelitian pada 1000 pasien menggunakan fundus fluorescein angiography (FFA),
ditemukan arteri silioretinalis pada 49.5% pasien. Pembuluh darah ini menyuplai
bundle papilomakular, yang mengandung fotoreseptor maksimal untuk pengelihatan
sentral. Pada pasien ini, macula mungkin masih dapat perfusi pada oklusi arteri retina
sentralis, yang berarti pengelihatan yang baik masih dapat dipertahankan. Namun, hal
ini tidak selalu terjadi. Penelitian terhadap 260 mata dengan CRAO menunjukkan
adanya arteri silioretinalis pada 35 mata. Dari jumlah ini, 60% memiliki ketajaman
pengelihatan 6/30 atau kurang. Hal ini dikarenakan adanya variasi dari ukuran dan
area mana arteri tersebut menyuplai darah. Oleh karena itu, CRAO akan menurunkan
suplai darah ke retina, mengurangi ketebalan lapisan dalam retina. Akan tetapi, a.
silioretinalis, jika ada, akan menjaga ketebalan retina hingga ekstensi tertentu,
tergantung daru seberapa luas retina yang disuplai.
Lokasi terjadinya oklusi masih diperdebatkan. Studi anatomi menunjukkan
lumen tersempit dari a. retina sentralis yang memperdarahi dural sheath diskus
optikus dan bukan lamina cribrosa, dan daerah ini merupakan bagian dimana sering
terjadinya oklusi. Emboli merupakan penyebab tersering dari oklusi, penyebab
utamanya adalah CAD, biasanya dikarenakan adanya plak aterosklerosis. Stenosis

2
carotid dan jantung adalah faktor lain terjadinya emboli. Dari keseluruhan, 74%
emboli terbentuk oleh kolesterol. 10.5% dari kalsium, dan 15.5% terbentuk dari
fibrin. Ada kemungkinan besar terajadinya oklusi trombis di bagian posterior lamina
cribrosa juga menyebabkan CRAO.

Gambar 1. Aterosklerosis- lumen arteri menyempit karena lemak- didalam


intima mengandung sel

Gambar 2. Emboli pada bifurkasio carotid. (a) Hollenhorst plak (b) kalsifikasi
embolus pada diskus (c) emboli fibrin platelet (d) emboli fibrin platelet melibatkan 3
cabang

3
Ketika a. Retina tersumbat, kemampuan retina untuk pulih bergantung pada
mudah atau tidaknya embolus atau trombus dihilangkan, dan yang lebih penting lagi
berapa lama retina dapat mentoleransi keadaan iskemik. Studi menunjukkan tidak
ditemukan adanya kerusakan yang signifikan pada iskemik akibat CRAO selama 97
menit pertama, namun, antara 105-240 menit ada beberapa derajat kerusakan parsial
retina yang terligat. Dalam 240 menit, iskemik total atau hampir seluruh nervus
optikus menyebabkan kerusakan irreversibel retina yang masif. Hal ini mendukung
waktu intervensi sangat terbatas dan berbanding terbalik dengan derajat
penyembuhan. Waktu toleransi retina untuk pulih saat kerusakan irreversibel terjadi
belum diketahui, namun diperkirakan kurang dari 4 jam.

II.2 Jenis oklusi


CRAO dapat dibedakan menjadi 4 subtipe yang berbeda:
1. CRAO non-arteritik permanen
CRAO disebabkan terutama oleh trombus dan emboli sebagai akibat
dari aterosklerosis dan tercatat 2/3 dari seluruh kasus CRAO. Faktor resiko
meliputi: hipertensi, DM, CAD, TIA atau CVA, dan merokok. Faktor-faktor
tersebut secara signifikan ditemukan pada pasien dengan oklusi arteri retina
sentralis daripada populasi umumnya. Studi menunjukkan ada keterkaitan
antara faktor-faktor resiko dengan adanya penyakit ginjal.
Faktor resiko lainnya adalah adanya riwayat keluarga dengan penyakit
vaskular. Pada pasien yang lebih muda (di bawah 50 tahun), faktor defisiensi
protein C dan S dan antitrombin, antibodi ant-fosfolipid, atau mutasi
genprotrombin, sickle-cell disease, dan migrain akibat vasospasme dan
sindrom paraneoplastik mungkin berpengaruh pada oklusi non arteritik. Faktor
resiko dari mata itu sendri dapat berupa peningkatan tekanan intraokular,
drusen nervus optikus, dan preretinal aterial loops. Hal ini menyebabkan
menurunnya perfusi ke nervus optikus.

4
Gambar 3. Funduskopi mata kanan menunjukkan oklusi arteri retina sentralis akut
dengan cherry red spot dan cattle trucking of the arterioles.

2. CRAO non-arteritik transien


CRAO non-arteritik transien (kebutaan sebelah sementara) tercatat 15-
17% pada CRAO dan memiliki prognosis pengelihatan terbaik. Ini
dianalogikan sebagai TIA yang mengenai mata. Menormalkan aliran darah
kembali ke a. Retina sentral dapat mengurangi keluhan.
Vasospasme sementara akibat pelepasan serotonin dari platelet pada
plak atersklerosis dapat digambarkan sebagai mekanisme oklusi transien pada
hewan.
3. CRAO non-arteritik dengan cilioretinal sparing
Arteri silioretina ditemukan pada 49.5% pasien dengan CRAO.
Seberapa berat kerusakan bergantung pada seberapa luas arteri silioretina
menyuplai darah ke retina.

5
Gambar 4. Funduskopi mata kanan menunjukkan oklusi dengan
adanya a. silioretina dengan daerah retina-terperfusi (warna jingga)
pada distribusi a. Silioretina, namun daerah lainnya pucat dan infark.

4. CRAO arteritik
Oklusi arteritik, yang selalu diakibatkan oleh arteritis sel raksasa,
ditemukan pada 4.5% kasus oklusi.

Gambar 5. (a) Funduskopi mata kiri dengan klusi arteritik menunjukkan infark
dengan cherry-red spot. (b) Pemeriksaan penunjang fundus fluorescein angiography
menunjukkan oklusi medial posterior a. Siliar.

6
II.3 Presentasi klinis
Kelima aspek ini harus dapat diatasi ketika mengevaluasi oklusi
1. Riwayat kehilangan pengelihatan untuk mengkonfirmasi diagnosis CRAO
2. Evaluasi faktor resiko klinis yang dibutuhkan untuk penatalaksanaan
3. Temuan pada pemeriksaan klinis umum
4. Temuan pada pemeriksaan mata
5. Temuan pada pemeriksaan penunjang

Riwayat penyakit
CRAO biasanya timbul sebagai kebutaan mendadak tanpa disertai nyeri. 74%
pasien hanya dapat menghitung jari. Jika terdapat a. Cilioretinal, pusat pengelihatan
dapat dipertahankan.
Evaluasi faktr resiko aterosklerosis, seperti riwayat keluarga dengan penyakit
kardiovaskular, diabetes, hiperlipidemia,, penyakit katup jantung, atau kejadian
transien iskemik, seperti kebutaan sebelah sementara, TIA, atau gejala angina harus
dicari.
Pada pasien yang tidak memiliki faktor resiko tersebut, pertimbangkan
vaskulitis, sickle-cell disease, penyakit mieloproliferatif, hiperkoagulasi, dan
penggunaan kontrasepsi oral atau obat-obatan intravena.

Pemeriksaan fisik
Dapat dibagi menjadi (1) evaluasi mata; (2) faktor resiko vaskular.
Evaluasi mata
Temuan funduskopi pada CRAO didasari pada waktu kejadian dan
berdasarkan tipe oklusi. Temuan awal dalam 77 hari pertama menunjukkan hasil
berikut: opasitas retina posterior (58%), cherry-red spot (20%), cattle trucking (19%),
edema diskus optikus (22%) dan palor (39%). Derajat keparahan dapat ditetapkan
dari penurunan tajam pengelihatan dan funduskopi. Hal ini berguna untuk
memprediksi prognosis. Temuan lainnya adalah adanya intra-arterial emboli pada

7
20% kasus. Contohnya, adanya gambaran plak kecil, kuning, refraktil (Hollenhorst
plaques), mendukung adanya emboli kolesterol, dan adanya plak singlularm putih,
terletak di a. Retina proximal adalah emboli kalsium, dan emboli fibrin-platelet
terlihat sebagai badan kecil dan pucat.

Gambar 6. Funduskopi embolus retina. (a) embolus kolesterol, (b) embolus fibrin
platelet, (c) embolus kalsifikasi.

Perlu dicatat bahwa perlu dilihat mata yang sehat karena mungkin didapatkan
kelainan patologis yang mendasari, seperti retinopati hipertensi, perubahan arteriol,
atau riwayat oklusi sebelumnya. Investigasi lebih lanjut dapat menegakkan etiologi
oklusi, conthnya peningkatan tekanan intraokular, adanya preretinal arterial loops,
dan drusen karena dapat menurunkan perfusi ke nervus optikus.
FFA akan menujukkan gambaran delayed filling pada pembuluh darah yang
terkena, aliran arteri yang berkurang, dan cattle trucking, pada cabang arteri retina.
Mungkin didapatkan penebalan lapisan retina karena adanya edema retina dan diskus.

8
Gambar 7. FFA pada mata kanan menunjukkan adanya delay pada pengisian arteri di
CRAO pada 32 s, 1 m 40 s, 3 min 44 s, and 5 min 35 s.

Pemeriksaan resiko vaskular


Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan fokus pada sistem kardiovaskular
untuk menentukan penyebab yang potensial. Denyut nadi radialis dan ritme adalah
hal penting, karena jika irregular nenandakan adanya atrial fibriasi, yang beresiko
menimbulkan fenomena embolik. Memeriksa tekanan darah untuk mencri hubungan
oklusi dengan hipertensi. Pada pasien muda, dengan pemeriksaan dapat ditentukan
intuk mengenal adanya kemungkinan penyakit autoimun yang menyebabkan
terjadinya vaskulitis.

II.4 Tatalaksana
Penatalaksanaan untuk oklusi arteri retina sentral (CRAO) dibagi menjadi :
a. Akut : mencoba untuk mengembalikan perfusi ocular ke arteri retina sentral
b. Subakut : mencegah komplikasi neovaskular sekunder untuk mata
c. Jangka Panjang : mencegah iskemik vascular yang menuju ke mata ataupun
organ lain (Varma, 2013, p.692).
A. Terapi Akut untuk CRAO
Sejarah alami dari penyakit ini menunjukkan bahwa perbaikan visual spontan
dapat terjadi pada CRAO namun sejauh mana perbaikan tersebut tergantung jenis dan

9
ukuran CRAO. Seseorang dengan CRAO memiliki ketajaman visual 20/200 atau
lebih rendah dari itu. Saat ini leteratur menunjukkan terdapat 2 jenis pengobatan
utama untuk non-arteritic CRAO akut. Pertama disebut standar non-invasive dan
kedua a dalah penggunaan trombolitiks, yang dapat digunakan intravena ataupun intra
arterial (Varma, 2013, p.692).
Terapi standar non-invasiv yakni terdiri dari :
a. Penggunaan isosorbid dinitrat sublingual atau pentoxifilin sistemik atau
karbogen inhalasi, oksigen hiperbarik, berfungsi untuk meningkatkan
kadar oksigen dalam darah dan mendilatasi arteri retinal. Pemijatan ocular
dapat dicoba untuk menghilangkan emboli
b. Asetazolamid intravena dan manitol ditambah parasentesis ruang anterior
diikuti dengan penarikan sebagian kecil cairan aqueous dari mata
menyebabkan peningkatan tekanan perfusi arteri retina dengan
mengurangi tekanan intraocular.
c. Pendekatan konservatif multimodal stepwise melibatkan kombinasi : pijat
okuli selama 10 detik dengan istirahat 5 detik selama 15-20 menit,
kompresi bola mata, isosorbit dinitrat sublingual, asetazolamid intravena
250 mg atau 500 mg selama 24 jam, diikuti manitol intravena 1,5-2
g/kgBB selama 30-60 menit, metilprednisolon dosis tunggal 1 g,
streptokinase, retrobulbar talazoline dan antikoagulan lainnya (Cugati,
2013, p.66).
Jenis pengobatan konserfatif untuk CRAO akut telah digunakan sebagai
monoterapi maupun sebagai kombinasi. Efektifitas terapi tersebut bervariasi antara
6%-49% dengan peningkatan visual sebesar 15%-21% (Varma, 2013, p.692).
Hingga saat ini terdapat dua uji coba acak dan terkendali untuk menyelidiki
terapi konservatif pada CRAO. Dua uji tersebut menunjukkan bahwa pentoxifilin oral
dan peningkatan pulsasi memiliki peran dalam terapi CRAO. Meskipun perfusi
retinal lebih besar setelah intervensi tersebut namun hal itu tidak dapat diterjemahkan
ke dalam peningkatan visual (Varma, 2013, p.694).

10
Trombolisis pada CRAO berfungsi untuk menghancurkan oklusi
fibrinoplatelet di arteri retinal sentral pada non-arteritic CRAO. Fibrinolysis local IA
telah digunakan rekanalisasi jaringan pada CRAO sejak tahun 1984, dimana
keefektifitasannya telah ditunjukkan pada penelitian retrospektif. Pada beberapa
percobaan, telah menunjukkan fibrinolysis IA efektif pada CRAO sekitar 60-70%
dapat meningkatkan kemampuan visual. Pada studi kasus retrospektiv, menunjukkan
secara signifikan bahwa pengobatan dengan trombolisis IA dalam 4 jam
menghasilkan hasil visual yang lebih baik dibandingkan seseorang yang diterapi
beberapa jam kemudian. The European Assessment Group for Lysis in the Eye
(EAGLE) melakukan penelitian terhadap 84 orang CRAO dengan 20 jam dari gejala
awal. Studi tersebut tidak menemukan perbedaan perbaikan klinis yang signifikan
antara obat lisis dan obat terapi standar. Namun tingkat kejadian buruk jauh sangat
tinggi pada fibrinolysis daripada terapi standard (Varma, 2013, p.694).
Trombolisis juga dapat diberikan secara intravena sesuai protokol pemberian
trombolisis pada stroke iskemik. Efek samping yang dapat ditimbulkan adalah cedera
langsng vascular, peningkatan resio stroke. Sebuah studi menunjukkan peningkatan
visual berupa peningkatan kartu Snellen sebanyak 3 baris atau lebih pada pasien yang
diterapi dengan IA tPA dosis rendah (50 mg) dan heparin intravena yang digunakan
untuk mencegah reoklusi (Cugati, 2013, p.67).
Pada suatu penelitian dimana tPA intravena diberikan dalam 24 jam, tidka
terdapat perubahan yang berarti pada tajam penglihatan pasien dengan CRAO tetapi
kelompok analisis menunjukkan bahwa orang yang meningkat lebih dari 3 baris
adalah orang yang menerima tPA intravena dalam onset 6 jam. Studi ini menyatakan
bahwa maksimum toleransi waktu terapi efektif untuk reperfusi retina adalah kurang
dari 6 jam. Terapi ini harus diberikan sesegera mungkin (Cugati, 2013, p.67).
B. Pencegahan Komplikasi Neovaskularisasi Okuli
Komplikasi lain dari CRAO adalah resiko neovaskuliarisasi dan glaucoma.
Terdapat perdebatan pada literature mengenai prevalensi dan etiologi dari CRAO.
Prevalensi yang dilaporkan pada neovaskularisasi setelah CRAO bervariasi yakni
berkisar 2,5%-31.6%. Hayreh et all mengatakan tidak terdapat hubungan antara

11
CRAO dan neovaskularisasi pada penelitian kohortnya yang dilakukan pada 232
pasien CRAO. Pada sisi lain Rudkin et all menunjukkan hubungan antara CRAO
dengan neovaskularisasi dan pasien dengan neovaskularisasi tidak mempunyai
keadaan klinis lain seperti diabetes. Oleh karena itu tidak ada consensus mengenai
tindak lanjut setelah CRAO untuk mendeteksi komplikasi neovaskular okuli dan
terapi optimal untuk CRAO. Neovaskularisasi setelah CRAO cenderung terjadi
sekitar 8 minggu (rentang waktu 2-16 minggu). Oleh karena itu sebaiknya
memeriksakan semua pasien dengan CRAO akut secara berkala, sebagai tahap awal
diperiksakan setiap 2 minggu dan kemudian dilaksanakan tiap bulan selama 4 bulan
(Varma, 2013, p.695).

Gambar 8. Foto fundus mata kiri menunjukkan neovaskularisasi dari diskus


setelah CRAO
C. Jangka panjang: mencegah iskemik vaskular lain pada mata dan organ akhir
lainnya.
Manajemen yang optimal untuk CRAO perlu untuk mengatasi faktor resiko
aterosklerotik sistemik untuk mengurangi kejadian iskemik sekunder. Rudkin et all
mencatat bahwa 64% dari pasien CRAO memiliki paling tidak satu faktor resiko
neovaskular ditemukan setelah CRAO, dimana hyperlipidemia menjadi faktor resiko
yang paling banyak ditemui. Dengan demikian, pasien CRAO sering mempunyai
faktor resiko vaskular yang tidak terdiagnosis yang mungkin dapat dilakukan
tindakan medis maupun pembedahan (Varma, 2013, p.695).

12
II.5 Prognosis
Sebagian besar pasien dengan CRAO berlanjut dengan tajam penglihatan
yang parah, yaitu dengan jari ataupun pergerakan tangan.
Sebanyak 10% pasien mempertahankan visus sentral dengan adanya arteri
silioretinal. Dalam hal ini, ketajaman visus meningkat menjadi 20/50 atau lebih baik
pada 80% kasus. Adanya emboli retina dikaitkan dengan angka kematian sebanyak
56% selama kurun waktu 9 tahun dibandingkan dengan 27% pada pasien tanpa arteri
emboli.
Tingkat harapan hidup pasien dengan CRAO adalah 5.5 tahun dibandingkan
dengan 15.4 tahun untuk populasi tanpa CRAO (Graham, 2016 .
II.6 Kesimpulan
CRAO harus dianggap sebagai suatu kegawatan pada okuli dimana
merupakan analog dari stroke (Varma, 2013, p.696). Faktor resiko aterosklerosis
dapat menjadi predisposisi untuk penyakit jantung, perifer dan serebrovaskular yang
ada pada pasien CRAO, hal ini harus dievaluasi untuk mencegah penyakit yang lebih
lanjut. Terapi akut pada CRAO saat ini memiliki kemampuan efektifitas yang
terbatas untuk meningkatkan visus dan penelitian menunjukkan bahwa terapi yang
efektif pada CRAO harus dilakukan dalam rentang waktu yang singkat, terapi
dikatakan efektif jika dilakukan dalam waktu 6 jam dari gejala awal dimana waktu
tersebut merupakan waktu toleransi retina. Terapi saat ini mengikuti prinsip-prinsip
yang sama seperti pada terapi penyakit vascular dan iskemik lainnya, termasuk
mengawasi keadaan vascular untuk mencegah iskemik organ maupun komplikasi
mata lebih lanjut (Cugati, 2013, p.69).

13
DAFTAR PUSTAKA

Graham, Robert H. 2016, Central Retinal Artery Occlusion: ‘Medscape’, New York.

Kanski, J. Jack, 2007, Clinical Ophthalmology sixth edition, Elsevier ,London.

Kanski, J. Jack, 2015, Clinical Ophthalmology eighth edition, Elsevier ,London.

Vaughan, Asbury, 2011, General Ophthalmology 18th edition, The McGraw Hill

Company, London.

Varma, D.D., Cugati, S., Lee, A.W 2013,’ A Review of Central Retinal Artery

Occlusion: Clinical Presentation and Management’,Eye The Scientific Journal

of The Royal Collage of Ophthalmologist . London.

14

Você também pode gostar