Você está na página 1de 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan bayi baru lahir kurang dari 1 bulan (neonatal) menjadi hal yang sangat penting
karena akan menentukan apakah generasi kita yang akan datang dalam keadaan sehat dan
berkualitas. Upaya untuk meningkatkan kesehatan maternal dan neonatal menjadi sangat
strategis bagi upaya pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Keberhasilan upaya
tersebut dapat dilihat dari penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB), khususnya angka kematian bayi baru lahir (neonatal).
Angka kematian bayi merupakan indikator yang dapat digunakan untuk menilai tingkat
kesehatan masyarakat secara umum yang sekaligus memperlihatkan keadaan dan sistem
pelayanan kesehatan di masyarakat, karena dapat dipandang sebagai output dari upaya
peningkatan kesehatan secara keseluruhan. Penurunan AKB yang berdampak langsung
terhadap meningkatnya usia harapan hidup merupakan kredit poin dalam menimbang
keberhasilan pembangunan kesehatan.
Berdasarkan penelitian WHO di seluruh dunia, AKI sebesar 500.000 jiwa pertahun dan
kematian bayi khususnya neonatus sebesar 10.000.000 jiwa pertahun. Kematian maternal dan
bayi tersebut terjadi terutama di negara berkembang sebesar 99%.
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/ 2003, AKI di
Indonesia masih berada pada angka 307/ 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2
orang ibu bersalin meninggal dunia karena berbagai sebab. AKB, khususnya angka kematian
bayi baru lahir (neonatal) masih berada pada kisaran 20/ 1000 kelahiran hidup.
Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah adalah ikterus
neonatorum. Gejala ini sangat umum terjadi pada bayi baru lahir antara usia satu sampai tujuh
hari. Bahkan ada sekitar 60% pada bayi yang lahir cukup bulan dan 80% pada bayi yang lahir
kurang bulan.
Ikterik merupakan salah satu dari beberapa masalah yang sering timbul baik pada bayi
baru lahir maupun pada bayi. Peran bidan dan masyarakat atau ibu adalah bagian penting dalam
mengatasi masalah bayi, oleh karena bidan dan ibu harus dapat melakukan penanganan dan
mencari solusi untuk mengatasi masalah tersebut, khususnya masalah neonatus dan bayi yang
ikterus.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi
Ikterus ialah suatu gejala yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh pada neonatus.
Ikterus ialah suatu diskolorasi kuning pada kulit konjungtiva dan mukosa akibat penumpukan
bilirubin. Gejala ini seringkali ditemukan terutama pada bayi kurang bulan atau yang menderita
suatu penyakit yang bersifat sismetik.
B. Metabolisme Bilirubin
1. Produksi : Sumbernya ialah produk degradasi hemoglobin, sebagian lain dari sumber
lain.
2. Tranportasi: Bilirubin indirek dalam ikatannya dengan albumin diangkut ke hepar
untuk diolah oleh sel hepar. Pengolahan dipengaruhi oleh protein Y.
3. Konjugasi : Dalam sel hepar bilirubin dikonjugasi menjadi bilirubin direk dengan
pengaruh enzim glukuronil transferase, bilirubin direk diekskresi ke usus melalui
duktus koledokus.

1
4. Sirkulasi Enterohepatik : Sebagian bilirubin direk diserap kembali kehepar dalam
bentuk bilirubin indirek yang bebas. Penyerapan ini bertambah pada pemberian
makanan yang lambat atau pada obstruksi usus.
C. Jenis-Jenis Bilirubin
1. Bilirubin Indirek
a. Yang belum dikonjugasi
b. Larut dalam lemak sehingga mudah melekat pada sel otak dalam keadaan bebas
c. Ekskresi pada janin melalui plasenta. Pada neonatus, dengan peoses konjugasi
diubah menjadi bilirubin direk
2. Bilirubin direk
a. Larut dalam air
b. Ekskresi melalui usus dan pada keadaan obstruksi melalui ginjal
Ikterus terjadi akibat penumpukan bilirubin karena :
1. Produksi yang berlebihan, misalnya pada proses hernolisis
2. Gangguan tranportasi, misalnya hipoalbuminemia pada bayi kurang bulan
3. Gangguan pengolahan oleh hepar
4. Gangguan fungsi hepar atau imaturitas hepar
5. Gangguan ekskresi atau obstruksi
D. Hiperbilirubinemia
1. Suatu penumpukan bilirubin indirek yang mencapai suatu kadar tertentu yang
mempunyai potensi menyebabkan kerusakan otot.
2. Kadar yang paling rendah yang dapat menyebabkan kerusakan otak belum diketahui
dengan pasti. Kejadian kernikterus pada umumnya terdapat pada kadar bilirubin lebih
dari 20 mg %.
3. Kadar bilirubin yang dapat disebut hiperbilirubinemia dapat berbeda-beda untuk
setiap tempat. Harus diientifikasi sendiri. Di RSCM jakarta kadar itu ialah bilirubin
indirek yang lebih dari 10 mg %.
Bahaya Hiperbilirubinemia :
1. Minimal : Kelainan Kognitif
2. Berat : Kernikterus kematian
E. Pendekatan untuk Mengetahui Penyebab Ikterus pada Neonatus
Etiologi ikterus pada neonatus kadang-kadang sangat sulit untuk ditegakkan. Seringkali
faktor etiologinya jarang berdiri sendiri. Untuk memudahkan maka dapat dipakai pendekatan
tertentu dan yang mudah dipakai ialah menurut saat terjadinya ikterus :
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
Penyebab ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat
disusun sebagai berikut :
a. Inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain
b. Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, sifilis, dan kadang-kadang bakteria)
c. Kadang-kadang oleh defisiensi enzim G6PD
Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah :
a. Kadar bilirubin serum berkala e. Pemeriksaan strining defiensi
b. Darah tepi lengkap enzim G6PD, biarkan darah atau
c. Golongan darah ibu dan bayi biopsi hepar bila perlu
d. Tes coombs
2. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir
a. Biasanya ikterus fisiologik
b. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh atau golongan lain. Hal
ini dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg %
per 24 jam

2
c. Defiensi enzim G6PD atau enzim eritrosit lain, juga masih mungkin.
d. Polisitemia
e. Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subapeneurosis, perdarahan hepar,
subkapsula dan lainnya).
f. Hipoksia
g. sfersitosis, eliptositosis dan lain-lain
h. dehidrasi-asidosis
Pemeriksaan yang perlu dilakukan :
Bila keadaan bayi baik dan peningkatan ikterus tidak cepat :
a. Pemeriksaan darah tepi c. Pemeriksaan skrining enzim
b. Pemeriksaan darah bilirubin G6PD
berkala d. Pemeriksaan lain-lain dilakukan
bila perlu
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama
a. Biasanya karena infeksi (sepsis) d. pengaruh obat-obat
b. Dehidrasi dan asiolosis e. Sindroma Criggler-najjar
c. Defisiensi enzim G6PD f. Sindroma Gilbert
4. Ikterus yang timbul pada akhir mingu pertama dan selanjutnya
a. Biasanya karena ikterus obstruktif e. Hepatitis neonatal
b. Hipotiroidisme f. Galaktosemia
c. “Breast milk jaundice” g. Lain-lain
d. Infeksi
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan :
a. Pemeriksaan bilirubin berkala e. Pemeriksaan lain-lain yang
b. Pemeriksaan darah tepi berkaitan dengan kemungkinan
c. Skrining enzim G6PD penyebab
d. Biarkan darah, biopsi hepar bila
ada indikasi
F. Penatalaksanaan
1. Ikterus yang kemungkinan besar menjadi patologik ialah :
a. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama
b. Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 10 mg % pada bayi cukup bulan dan 12,5
% pada bayi kurang bulan
c. Ikterus dengan peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg % per hari
d. Ikterus yang sudah menetap sesudah 1 minggu pertama
e. Kadar bilirubin direk melebhi 1 mg %
f. Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau keadaan
patalogik lain yang telah diketahui
2. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
a. pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat-obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi, pada masa
kehamilan dan kelahiran misalnya : Sulfafurazol, oksitosin dan lain-lain
c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus
d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus
e. Iluminasi yang baik bangsal bayi baru lahir
f. Pemberian makanan yang dini
g. Pencegahan infeksi
3. Mengatasi Hiperbilirubinemia

3
a. mempercepat proses konjugasi, misalnya pemberian fenobarbital. Fenobarbital
dapat bekerja sebagai perangsang enzim sehingga konjugasi dapat dipercepat.
Pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam
baru terjadi penurunan bilirubin yang berarti, mungkin lebih bermanfaat bila
diberikan pada ibu ± 2 hari sebelum kelahiran bayi.
b. Memberikan substrat yang kurang untuk tranportasi atau konjugasi. Contohnya
ialah pemberian albumin untuk meningkatkan bilirubin bebas. Albumin dapat
diganti dengan plasma dengan dosis 30 ml/kg BB. Pemberian glukosa perlu untuk
konjugasi hepar sebagai sumber energi.
c. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi ini ternyata setelah dicoba
dengan alat-alat bantuan sendiri dapat menurunkan kadar bilirubin dengan cepat.
Walaupun demikian fototerapi tidak dapat menggantikan tranfusi tukar pada
proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan pasca tranfusi
tukar alat fototerapi dapat dibuat sendiri.
4. Pengobatan Umum
Pengobatan terhadap etiologi atau faktor-faktor penyebab bagaimana mungkin dan
perwatan yang baik. Hal-hal lain perlu diperhatikan ialah : Pemberian makanan yang dini
dengan cairan dan kalori cukup dan iluminasi (penerangan) kamar dan bangsal bayi yang
baik.
5. Tindak lanjut
Sebagai akibat hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut ini :
a. Evaluasi berkala pertumbuhan dan perkembangan
b. Evaluasi berkala pendengaran
c. Fisioterapi dan rehabilitas bila terdapat gejala sisa
Alat yang digunakan
Lampu Fluoresensi sebanyak 10 buah @20 watt dengan gelombang sekitar 425-475
nm. Jarak antara sumber cahaya dan bayi sekitar 18 inci. Diantara sumber cahaya dan
bayi ditempatkan kaca pleksi 200-400 jam penyinaran, kemudian harus diganti.
Lampu Fluoresensi yang dapat dipakai ialah :
a. “Cool White” d. “Blue”
b. “day Light” e. “Special Blue”
c. “Vita-Kite”
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia
diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan
mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus
Albumin dan Therapi Obat.
1. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti
untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang
tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan
menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara
memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang
diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut
Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme
difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati.

4
Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk
dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil
Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui
urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin,
tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan
Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl.
Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi
dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan
Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan
Lahir Rendah.
2. Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
d. Tes Coombs Positif
e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
a. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel
darah merah terhadap Antibodi Maternal.
b. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
c. Menghilangkan Serum Bilirubin
d. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan
Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2
hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen
B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa
setiap hari sampai stabil.
3. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan
konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil
untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan
penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga
menurunkan siklus Enterohepatika.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia
diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia.
Pengobatan mempunyai tujuan :
a. Menghilangkan Anemia
b. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
c. Meningkatkan Badan Serum Albumin
d. Menurunkan Serum Bilirubin

5
Derajat pada neonatus menurut KRAMER
Zona Bagian tubuh yang kuning Rata-rata serum indirek (umol / l)
1 Kepala dan leher 100
2 Pusat dan leher 150
3 Pusat dan paha 200
4 Lengan + tungkai 250
5 Tangan + kaki >250

Tatalaksana ikterus pada neonatus sehat cukup bulan berdasarkan bilirubin indirek (mg/dl)
Tranfusi tukar
Usia Pertimbangkan Terapi Tranfusi tukar dan
bila terapi sinar
(jam) terapi sinar sinar terapi sinar intesif
intensif gagal
<24 … … … …
25-48 >11,8 >15,3 >20 >25,3
49-72 >15,3 >18,2 >25,3 >30
>72 >17 >20 >25,3 >30

G. Batasan-Batasan
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang
memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987):
 Timbul pada hari kedua-ketiga
 Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
 Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari
 Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
 Ikterus hilang pada 10 hari pertama
 Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu
2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus bila tidak ditanggulangi dengan
baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan
Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg
% pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama
pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan
Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
H. Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit,
Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar
Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi
Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah
apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan
ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.

6
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi
mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak
apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak
disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut
mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak
apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH,
Markum,1991).
I. Etiologi
1. Peningkatan produksi :
 Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah ibu dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
 Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
 Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang
terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
 Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
 Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) ,
diol (steroid).
 Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek
meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
 Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion
yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi ,
Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik. Peningkatan sirkulasi
Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

BAB III
ASUHAN KEBIDANAN
PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN IKTERUS NEONATORUM DERAJAT II

Tanggal Pengkajian : 28 November 2017


Jam : 15.30 WIT
No Register : 100915401
Langkah I. Pengkajian Data
A. Data Subyektif
1. Identitas Bayi
Nama Bayi : By. Ny “S”
Umur : 1 Hari
Tanggal/Jam Lahir : 16 April 2014/ 19.55 WIT
Jenis Kelamin : Perempuan
BB/PB : 3200gram/50cm
2. Identitas Orang Tua
Nama Ibu : Ny. “S” Nama Suami : Tn “S”
Umur : 28 tahun Umur : 30 tahun
Agama : Islam Agama : Islam

7
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta (Karyawan Pabrik)
Alamat : Merauke
3. Riwayat kehamilan dan persalinan sekarang
a. Riwayat kehamilan
Ibu mengatakan hamil kedua, HPHT 9 juli 2013 dan TP nya 16 april 2014, Ibu periksa
setiap bulan di BPS Ny. “A”, Ibu selama hamil tidak ada keluhan. Ibu mendapatkan
suntik TT 2 x, ibu tidak pernah menderita penyakit yang dapat mempengaruhi BBL,
seperti kencing manis, sakit kuning, jantung, asma, toxo, kejang, ginjal, tekanan darah
tinggi dan batuk rejan. Ibu makan 2-3 kali setiap hari selama hamil. Ibu
mengkonsumsi jamu-jamuan, ibu tidak pernah merokok dan tidak mengkonsumsi
obat-obatan.
b. Riwayat persalinan
Ibu mengatakan usia kehamilan ini 9 bulan. Bayi lahir tanggal 16 April 2014 jam
19.55 WIT, lahir normal, BB : 3200 gram, PB : 50 cm, ketuban jernih, letak kepala
dan ditolong oleh bidan.
c. Riwayat kebutuhan dasar
Bayi minum Air Susu Ibu, Bayi BAK 1 kali, BAB 1 kali dengan konsistensi lembek,
warna hitam kehijauan (mekonium), Bayi bisa istirahat/tidur dengan baik + 8 jam,
Bayi menangis kuat (bayi menangis bila haus, BAK dan BAB)
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
KU : Cukup
Kesadaran : Composmentis
TTV : HR : 140x/menit
RR : 40x/menit
Suhu : 36,8 C
Berat badan : 3200 gram
Panjang badan : 50 cm
Lingkar dada : 34 cm.
Lingkar kepala : 33 cm
Lingkar lengan atas : 11 cm
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi :
Kepala : Tidak ada kaput succedaneum, tidak ada cephal hematoma, rambut hitam
Muka : Simetris, tampak kuning
Mata : Simetris, Sclera kuning
Telinga : Simetris
Hidung : Simetris, tidak ada kotoran dan serumen, tampak kuning
Mulut : Simetris, Tidak ada labiokisis kering
Leher : Tampak kuning
Dada : Simetris, tampak kuning
Perut : Tampak kuning
Tali pusat : Tidak ada perdarahan, dan tampak basah
Punggung : Tidak ada spina bivida
Genetalia : Labia mayora menutupi labia minora
Ekstremitas atas : Jari tangan lengkap
Ekstremitas bawah : Jari kaki lengkap
Anus : (+) berlubang
b. Palpasi : Ubun ubun : Membuka

8
Mulut : Tidak ada labiokisis dan labiopalatakisis
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Punggung : Tidak ada spina bivida
c. Auskultasi: Dada : Tidak terdengar wheezing dan ronchi
Perut : Terdengar bising usus 4x/m
d. Perkusi : Perut : Tidak kembung
3. Pemeriksaan neurologis
a. Reflek moro : Kuat saat dikejutkan oleh suara atau gerakan, bayi akan kaget.
b. Reflek rooting : Lemah, saat dilakukan sentuhan pada pipi, kepala bayi sedikit
menoleh ke arah sentuhan.
c. Reflek sucking : Lemah, saat diberi rangsangan pada bibir bayi, bayi menghisap
dengan lemah.
d. Reflek Grasping : Kuat, bayi menggenggam kuat saat telapak tangan disentuh.
e. Reflek Plantar : Lemah, kaki bayi sedikit bergerak ke atas dan ke bawah saat
disentuhkan ke permukaan yang keras.
f. Reflek Tonick neck : Lemah, saat bayi ditengkurapkan maka kepala akan menengadah
ke atas dan berputar.
Langkah II. Interpretasi Data
Tanggal 29 November 2017, Pukul 16.00 WIT
Diagnosa : NCBSMK usia 1 hari dengan ikterus derajat II
Dasar : Data Subjektif : Ibu mengatakan usia kehamilan 9 bulan. Bayi lahir
perempuan tanggal 16 April 2014 jam 06.00 WIT dengan persalinan normal.
Bayi malas minum dan terlihat kuning
Data Objektif : KU : Cukup, Kes : Composmentis
HR : 140x/menit, RR : 40x/menit
Suhu : 36,8 C
Inspeksi : Muka tampak kuning, Sclera kuning, Mulut kering,
Kulit kering Leher, dada hingga umbilikus tampak kuning
Palpasi : Turgor kulit jelek, Reflek moro, rooting, sucking, grasping, plantar, tonick neck
lemah.
Masalah
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
Dasar : Data Subjektif : Ibu mengatakan bayi malas minum dan terlihat kuning
Data Objektif : Kulit kering, turgor jelek dan kelihatan kuning pada daerah muka sampai
umbilicus. Reflek moro, rooting, sucking, grasping, plantar, tonick neck lemah
Langkah III. Antisipasi Diagnosa/ Masalah Potensial
Potensial terjadi komplikasi icterus derajat II
Langkah IV. Menetapkan Kebutuhan Segera
1. Beri ASI untuk mencegah gula darah tidak turun dan untuk kebutuhan nutrisi dan cairan
2. Rujuk Segera
Langkah V. Menyusun Rencana Asuhan Menyeluruh /Intervensi
Tanggal 29 November 2017, Pukul 16.15 WIT
Tujuan : - Ikterus Derajat II Teratasi
- KU menjadi baik
Kriteria Hasil : - bayi tidak tampak kuning
- K/U baik
- Tidak terjadi komplikasi
- Minum kuat
1. Beri informasi kepada ibu dan keluarga tentang keadaan bayi
Rasional : Keluarga mengerti bahwa bayinya dalam keadaan kuning

9
2. Lakukan informed consent
Rasional : informed consent merupakan langkah awal untuk melakukan tindakan lebih
lanjut.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
Rasional : cuci tangan merupakan tindakan proteksi diri dan prosedur pencegahan
kontaminasi silang
4. Observasi KU bayi dan TTV
Rasional : Dengan observasi TTV dapat diketahui perkembangan bayi (membaik atau
memburuk) sehingga dapat dilakukan penanganan segara jika ditemukan kondisi yang
memburuk
5. Observasi keadaan ikterik setiap hari
Rasional : Dengan observasi Ikterik setiap hari dapat memantau keadaan bayi
6. Kaji reflek menghisap dan menelan
Rasional : Untuk mengetahui keadekuatan reflek menghisap dan menelan.
7. Rawat tali pusat
Rasional : Tali pusat yang terbalut merupakan cara mencegah infeksi dan mempercepat
pengeringan tali pusat
8. Bedong bayi dengan kain kering yang lembut
Rasional : membedong bayi merupakan cara mencegah hipotermi.
9. Anjurkan ibu cara menyusui yang benar
Rasional : dengan posisi menyusui yang benar maka bayi akan merasa nyaman dan tidak
tersedak
10. Anjurkan ibu untuk memberikan ASI eksklusif
Rasional : ASI adalah makanan terbaik bayi untuk tumbuh kembang dan pertahanan
tubuh/kebutuhan nutrisi.
11. Rujuk segera
Rasional : mendapatkan pelayanan yang lebih intensif
Langkah VI. Pelaksanaan Langsung Asuhan/Implementasi
Tanggal : 17 April 2014, pukul 16.20
1. Jam 16.20 WIT
Meminta persetujuan ibu dengan cara memberikan penjelasan/informasi tindakan yang
akan dilakukan serta manfaatnya.
2. Jam 16.25 WIT
Melakukan informed consent untuk melakukan tindakan lebih lanjut
3. Jam 16.30 WIT
Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan dengan menggunakan sabun
dan air mengalir dan mengeringkan dengan handuk kering.
4. Jam 16.32 WIT
Mengobservasi Keadaan Umum bayi dan Tanda Tanda Vital.
5. Jam 16.35 WIT
Mengobservasi keadaan ikterik pada bayi
6. Jam 16.37 WIT
Mengkaji reflek menghisap dan menelan dengan memasukkan jari kelingking ke dalam
mulut bayi, mengkaji bayi tersedak atau tidak jika bayi diberi minum.
7. Jam 16.45 WIT
Merawat tali pusat dengan membalutnya dengan menggunakan kasa steril. Kemudian
membungkus tali pusat mulai dari pangkal hingga ujung tali pusat agar terhindar dari
infeksi.
8. Jam 16.48 WIT

10
Membedong bayi dengan kain kering yang lembut agar bayi tetap hangat dan mencegah
terjadinya hipotermi.
9. Jam 16.50 WIT
Menganjurkan ibu cara meneteki yang benar. Caranya : Ibu dalam posisi duduk, Bayi dekat
dan menghadap ibu, perut bayi menempel ke perut ibu, telinga bayi segaris dengan lengan.
Mulut bayi terbuka lebar, bibir lengkung keluar, dagu menempel pada payudara, sebagian besar
areola tak kelihatan, pipi tidak cekung. Lama menyusui + 20 menit. Susukan bayi dengan
payudara secara bergantian.
10. Jam 16.55 WIT
Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan karena
ASI merupakan makanan terbaik untuk tumbuh kembang dan mempertahankan kondisi
tubuh serta kebutuhan nutrisi.
11. Jam 17.00 WIT
Merujuk segera ke Rumah Sakit untuk penanganan yang lebih intensif.
Langkah VII. Evaluasi
Tanggal : 28 November 2017 Jam : 17.10WIT
S : Ibu mengatakan usia kehamilan 9 bulan. Bayi lahir
perempuan tanggal 27 November 2017 jam 06.00 WIT dengan persalinan normal.
Bayi malas minum dan terlihat kuning
O : KU : Cukup, Kes : Composmentis
HR : 140x/menit, RR : 40x/menit
Suhu : 36,8 C
Inspeksi : Muka tampak kuning, Sclera kuning, Mulut kering, Kulit kering Leher, dada hingga
umbilikus tampak kuning
Palpasi : Turgor kulit jelek
Reflek moro, rooting, sucking, grasping, plantar, tonick neck lemah.
A : NCBSMK usia 1 hari dengan ikterus derajat II
P:
1. Meminta persetujuan ibu dengan cara memberikan penjelasan/informasi tindakan yang
akan dilakukan serta manfaatnya, ibu dan keluarga sudah mengerti tentang keadaan
bayinya
2. Melakukan informed consent untuk melakukan tindakan lebih lanjut, ibu dan keluarga
menyetujui untuk dilakukan tindakan lebih lanjut
3. Mengobservasi Keadaan Umum bayi dan Tanda Tanda Vital, keadaan umum bayi: sedang,
Kes : cm, Suhu : 36,7oC, HR : 140x/m, RR : 42x/m
4. Mengobservasi keadaan ikterik pada bayi, kepala, leher, badan sampai umbilicus tampak
kuning.
5. Mengkaji reflek menghisap dan menelan dengan memasukkan jari kelingking ke dalam
mulut bayi, mengkaji bayi tersedak atau tidak jika bayi diberi minum, reflek menghisap
dan menelan lemah, ditandai dengan tersedak bila diberi minum.
6. Merawat tali pusat dengan membalutnya dengan menggunakan kasa steril. Kemudian
membungkus tali pusat mulai dari pangkal hingga ujung tali pusat agar terhindar dari
infeksi, tali pusat sudah dirawat dengan menggunakan kasa steril
7. Membedong bayi dengan kain kering yang lembut agar bayi tetap hangat dan mencegah
terjadinya hipotermi, Bayi sudah dibedong dengan menggunakan kain kering yang lembut
8. Menganjurkan ibu cara meneteki yang benar. Caranya : Ibu dalam posisi duduk, Bayi dekat
dan menghadap ibu, perut bayi menempel ke perut ibu, telinga bayi segaris dengan lengan,
mulut bayi terbuka lebar, bibir lengkung keluar, dagu menempel pada payudara, sebagian
besar areola tak kelihatan, pipi tidak cekung. Lama menyusui + 20 menit, susukan bayi
dengan payudara secara bergantian, ibu telah melakukan cara meneteki yang benar

11
9. Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan karena
ASI merupakan makanan terbaik untuk tumbuh kembang dan mempertahankan kondisi
tubuh serta kebutuhan nutrisi, ibu akan melakukan ASI eksklusif
10. Merujuk segera ke Rumah Sakit untuk penanganan yang lebih intensif, bayi sudah di rujuk
ke Rumah Sakit.

BAB VI
PEMBAHASAN

Dalam pembahasan asuhan kebidanan pada Bayi Ny.S Neonatus Cukup Bulan Sesuai
Masa Kehamilan dengan ikterus derajat II di BPM Bunda yang dilakukan dengan
melaksanakan penerapan asuhan kebidanan di kaitkan antara teori yang digunakan sebagai
instrument didalam melaksanakan manajemen kebidanan. Dari hasil tersebut dapat di ambil
kesimpulan ada atau tidaknya kesenjangan antara teori dan praktek dilapangan, diuraikan
sebagai berikut :
1. Pengkajian Data
Pada tahap pengkajian data subjektif ibu mengatakan bayinya malas minum dan pada
muka, leher sampai pusat tampak kuning. Pada pengkajian data objektif kasus bayi Ny.S
ditemukan tanda icterus pada kepala, leher sampai umbilicus. Menurut Prawirohardjo, 2005,
rumus krammer bagian tubuh bayi yang tampak kuning dimulai dari kepala, leher sampai
umbilicus adalah derajat II. Sehingga pada tahap ini tidak ada kesenjangan antara teori dan
praktek lapangan.
2. Interpretasi data
Pada tahap interpretasi data didapatkan bayi Ny.S Neonatus Cukup Bulan Sesuai Masa
Kehamilan dengan ikterus derajat II. Kulit tampak kuning pada kepala, leher sampai umbilicus.
Reflek menelan dan menghisap lemah. Kasus bayi Ny.S dengan icterus derajat II terjadi
masalah pada gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Menurut Wiknjosastro, 2007, tanda-tanda icterus patologis adalah icterus terjadi pada 24 jam
pertama setelah kelahiran. Sehingga pada kasus ini tidak ditemukan kesenjangan. Masalah
yang dijumpai pada bayi icterus adalah pemenuhan kebutuhan nutrisi (Runny, 2009).
Kebutuhan yang diberikan pada bayi dengan icterus adalah pemberian cairan yang cukup dan
ASI, mengobservasi keadaan umum bayi secara intensif (Surjono, 2009).
3. Mengidentifikasi Masalah/Diagnosa Potensial
Masalah potensial pada bayi baru lahir dengan icterus derajat II akan muncul apabila kadar
bilirubin semakin meningkat yang akan menyebabkan potensial terjadi icterus derajat III
Wiknjosastro, 2007. Pada kasus ini diagnose potensial tidak terjadi dikarenakan penanganan
yang cepat dan tepat.
4. Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera
Langkah antisipasi merupakan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan.
Identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera dan tindakan kolaborasi dengan
tenaga medis lain untuk menghindari terjadinya kegawatdaruratan, antara lain : Beri ASI untuk
mencegah gula darah tidak turun dan untuk kebutuhan nutrisi dan cairan serta Rujuk Segera.
Menurut Wiknjosastro, 2007, untuk tanda icterus derajat II antara lain :
a. Beri ASI untuk mencegah gula darah tidak turun dan untuk kebutuhan nutrisi dan
cairan
b. Rujuk Segera.
Sehingga pada langkah ini tidak terjadi kesenjangan antara teori dan kasus dilapangan
5. Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh/Intervensi
Pada langkah perencanaan pada bayi Ny.S dengan icterus derajat II antara lain Beri
informasi kepada ibu dan keluarga tentang keadaan bayi, Lakukan informed consent, Cuci

12
tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, Observasi KU bayi dan TTV, Observasi
keadaan ikterik setiap hari, Kaji reflek menghisap dan menelan, Rawat tali pusat, Bedong bayi
dengan kain kering yang lembut, Anjurkan ibu cara menyusui yang benar, Anjurkan ibu untuk
memberikan ASI eksklusif dan Rujuk segera. Rencana tindakan ini telah sesuai sehingga tidak
terjadi kesenjangan antara teori dan praktek di lapangan.
6. Pelaksanaan langsung asuhan/Implementasi
Langkah ini merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan, pada langkah ini meliputi
Meminta persetujuan ibu dengan cara memberikan penjelasan/informasi tindakan yang akan
dilakukan serta manfaatnya, Melakukan informed consent untuk melakukan tindakan lebih
lanjut, Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan dengan menggunakan sabun
dan air mengalir dan mengeringkan dengan handuk kering, Mengobservasi Keadaan Umum
bayi dan Tanda Tanda Vital, Mengobservasi keadaan ikterik pada bayi, Mengkaji reflek
menghisap dan menelan dengan memasukkan jari kelingking ke dalam mulut bayi, mengkaji
bayi tersedak atau tidak jika bayi diberi minum, Merawat tali pusat dengan membalutnya
dengan menggunakan kasa steril. Kemudian membungkus tali pusat mulai dari pangkal hingga
ujung tali pusat agar terhindar dari infeksi. Membedong bayi dengan kain kering yang lembut
agar bayi tetap hangat dan mencegah terjadinya hipotermi, Menganjurkan ibu cara meneteki
yang benar, Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan
karena ASI merupakan makanan terbaik untuk tumbuh kembang dan mempertahankan kondisi
tubuh serta kebutuhan nutrisi, Merujuk segera ke Rumah Sakit untuk penanganan yang lebih
intensif.
Pelaksanaan ini telah sesuai dengan rencana tindakan sehingga tidak terjadi kesenjangan
antara teori dan praktek di lapangan.
7. Evaluasi
Evaluasi merupakan keefektifan dari asuhan yang telah diberikan meliputi pemenuhan
kebutuhan terpenuhi, kadar bilirubin atau derajat ikterik menurun, bayi tidak kesulitan dalam
menyusu. Didapatkan hasil dari asuhan kebidanan yakni beri ASI untuk mencegah gula darah
tidak turun dan untuk kebutuhan nutrisi dan cairan serta rujuk segera.

BAB V
PENUTUP

1. Kesimpulan
Hasil dari asuhan kebidanan pada kasus bayi baru lahir pada Bayi Ny.S Neonatus Cukup
Bulan Sesuai Masa Kehamilan dengan ikterus derajat II di BPM Bunda Kediri dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
a. Pengkajian pada kasus bayi Ny.S, ibu mengatakan bayinya tampak kuning pada
kepala, leher sampai pusat dan malas minum. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda
icterus pada kepala, leher badan sampai umbilicus tampak kuning.
b. Interpretasi data didapatkan bayi Ny.S, Neonatus Cukup Bulan Sesuai Masa
Kehamilan dengan ikterus derajat II. Masalah yang ditemukan pada kasus bayi Ny.S
dengan icterus derajat II terjadi masalah pada gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi.
c. Diagnose potensial tidak muncul karena penangan yang cepat dan tepat.
d. Antisipasi dalam langkah ini adalah antisipasi dengan memberi ASI untuk mencegah
gula darah tidak turun dan untuk kebutuhan nutrisi dan cairan serta Rujuk Segera.
e. Rencana tindakan pada bayi Ny.S meliputi Beri informasi kepada ibu dan keluarga
tentang keadaan bayi, Lakukan informed consent, Cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan tindakan, Observasi KU bayi dan TTV, Observasi keadaan ikterik setiap
hari, Kaji reflek menghisap dan menelan, Rawat tali pusat, Bedong bayi dengan kain
kering yang lembut, Anjurkan ibu cara menyusui yang benar, Anjurkan ibu untuk

13
memberikan ASI eksklusif dan Rujuk segera. Rencana tindakan ini telah sesuai
sehingga tidak terjadi kesenjangan antara teori dan praktek di lapangan.
f. Pelaksanaan yaitu Meminta persetujuan ibu dengan cara memberikan
penjelasan/informasi tindakan yang akan dilakukan serta manfaatnya, Melakukan
informed consent untuk melakukan tindakan lebih lanjut, Mencuci tangan sebelum
dan sesudah melakukan tindakan dengan menggunakan sabun dan air mengalir dan
mengeringkan dengan handuk kering, Mengobservasi Keadaan Umum bayi dan
Tanda Tanda Vital, Mengobservasi keadaan ikterik pada bayi, Mengkaji reflek
menghisap dan menelan dengan memasukkan jari kelingking ke dalam mulut bayi,
mengkaji bayi tersedak atau tidak jika bayi diberi minum, Merawat tali pusat dengan
membalutnya dengan menggunakan kasa steril. Kemudian membungkus tali pusat
mulai dari pangkal hingga ujung tali pusat agar terhindar dari infeksi. Membedong
bayi dengan kain kering yang lembut agar bayi tetap hangat dan mencegah terjadinya
hipotermi, Menganjurkan ibu cara meneteki yang benar, Menganjurkan ibu untuk
memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan karena ASI merupakan
makanan terbaik untuk tumbuh kembang dan mempertahankan kondisi tubuh serta
kebutuhan nutrisi, Merujuk segera ke Rumah Sakit untuk penanganan yang lebih
intensif.
g. Evaluasi merupakan keefektifan dari asuhan yang telah diberikan didapatkan hasil
dari asuhan kebidanan yakni beri ASI untuk mencegah gula darah tidak turun dan
untuk kebutuhan nutrisi dan cairan serta rujuk segera
h. Setelah melakukan asuhan kebidanan pada bayi Ny.S dengan menerapkan manajemen
7 langkah Varney, ditemukan tidak ada kesenjangan antara teori dan praktek di
lapangan.
2. Saran
Dari kesimpulan tersebut di atas, mahasiswa ingin memberikan saran agar peningkatan
mutu pelayanan asuhan kebidanan pada neonatus menjadi lebih baik, diantaranya sebagai
berikut :
a. Bagi tenaga kesehatan/bidan
Diharapkan bidan untuk lebih meningkatkan pemberian pelayanan tentang asuhan
neonatus khususnya pada bayi dengan icterus agar bayi terhindar dari masalah yang
potensial. Melatih ibu untuk menyusui bayinya agar reflek hisap bayi kuat.
b. Bagi BPM dan RS
Diharapkan lebih meningkatkan pelayanan asuhan kebidanan pada neonatus
khususnya asuhan kebidanan pada bayi dengan icterus agar dapat melindungi bayi dari
berbagai infeksi, sehingga resiko terjadinya bayi dengan icterus dapat dicegah dan
dikurangi.
c. Bagi keluarga pasien
Diharapkan ibu dapat merawat bayinya sendiri dirumah dengan baik dengan.
memberikan ASI secara on demand agar nutrisi bayi selalu tercukupi.

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Mulyati & Nurlina. 1995. Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta: EGC
Depkes RI. 2005. Buku Panduan Pelatihan PONED. Jakarta: JPNK-KR
Prawirohardjo, Sarwono. 2006. PelayananKesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta : YBP-SP
Winkjosastro, Hanifa. 2007. IlmuKebidanan, EdisiKetiga. Jakarta : YBP-SP
Depkes RI. 2008. Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta
Muslihatun. 2010. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Fitramaya: Yogyakarta

14

Você também pode gostar