Você está na página 1de 23

A.

MATERIALITAS

Materialitas memberikan suatu pertimbangan penting dalam menentukan jenis


laporan audit mana yang tepat untuk diterbitkan dalam suatu kondisi tertentu. FASB 2
(Financial Accounting Standard Board) mendefinisikan materialitas sebagai berikut :

“Besarnya nilai penghapusan atau kesalahan penyajian informasi keuangan yang


dalam hubungannya dengan sejumlah situasi yang melingkupinya, membuat hal itu
memiliki kemungkinan besar bahwa pertimbangan yang dibuat oleh seorang yang
mengandalkan informasi tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh
penghapusan atau kesalahan penyajian tersebut.”

Bila definisi FASB dibaca secara seksama akan menunjukkan kesulitan yang
dihadapi oleh para auditor dalam menerapkan prinsip materialitaas ini dalam
prakteknya. Definisi tersebut menekankan kepada para pengguna laporan yang
menyandarkan diri mereka kepada laporan keuangan dalam membuat berbagai
keputusan. Oleh sebab itu, para auditor harus memiliki pengetahuan tentang pihak-
pihak yang akan memanfaatkan laporan keuangan klien mereka serta keputusan-
keputusan apakah yang akan dibuat.

Tanggung jawab auditor adalah menentukan apakah laporan keuangan


mengandung kesalahan penyajian yang material. Jika auditor memutuskan bahwa
terdapat suatu salah saji yang material, maka ia akan menunjukannya pada sang
klien sehingga kesalahan tersebut dapat dikoreksi. Jika sang klien menolak untuk
mengoreksi kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan, maka suatu
pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar harus diterbitkan,
tergantung pada tingkat materialitas dari kesalahan penyajian tersebut.

Terdapat lima tahap berurutan yang saling terkait erat satu sama lainnya dalam
penerapan materialitas. Yaitu sebagai berikut :

1. Menetapkan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas


2. Mengalokasikan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas ini
kedalam segmen-segmen
3. Mengestimasi totoal kesalahan penyajian yang terdapat dalam segmen
4. Mengestimasi kesalahan penyajian gabungan
5. Membandingkan antara estimasi gabungan dan pertimbangan awal atau
pertimbangan yang telah direvisi tentang tingkat meterialitas

Tahap 1 dan 2 dilaksanakan sebagai bagian dari proses perencanaan serta


merupakan topik-topik utama dalam pembhasana materialitas (perencanaan
tentang rentang uji audit). Tahap 3,4 dan 5 dilaksanakan sebagai bagian dari proses
evaluasi hasil-hasil yang diperoleh dari uji-uji audit yang telah dilakukan.

B. MENETAPKAN PERTIMBANGAN AWAL TENTANG TINGKAT


MATERIALITAS

Idealnya, auditor, pada awal masa penugasan audit, terlebih dahulu


menetapkan nilai kesalahan penyajian gabungan dalam laporan keuangan yang
menurutnya adalah material. Pertimbangan ini disebut pertimbangan awal tentang
tingkat materialitas (preliminary judgment about materiality) karena pertimbangan
ini merupakan suatu pertimbangan profesional dan dapat berubah selama masa
penugasan jika ternyata situasi-situasi yang melingkupinya berubah. Alasan
penetapan suatu pertimbangan awal tentang tingkat materialitas adalah untuk
membantu auditor merencanakan bukti audit yang memadai yang harus
dikumpulkan.

Auditor seringkali mengubah kembali pertimbangan awalnya tentnag


tingkat materialitas selama berlangsungnya proses audit. Ketika hal tersebut
dilakukan, pertimbangan yang baru itu disebut revisi atas pertimbangan tentang
materialitas. Alasan-alasan dipergunakannya revisi pertimbangan dapat mencakup
karena adanya perubahan salah satu faktor yang dipergunakan dalam menetukan
pertimbangan awal atau karena adanya kebijaksanaan akibat dari auditor bahwa
pertimbangan awal ternyata bernilai terlalu besar atau terlalu rendah.

BERBAGAI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTIMBANGAN

Faktor-faktor penting yang mempengaruhi penetapan pertimbangan


tersebut akan dibahas dalam subbab berikut :
1. Materialitas lebih merupakan Konsep yang Relatif bukannya Absolut
Kesalahan penyajian atas besaran tertentu mungkin saja bersifat
material bagi perusahaan skala kecil, sedangkan kesalahan penyajian
dengan jumlah dolar yang sama, bagi perusahaan lainnya yang berskala
besar, dapat bersifat tidak material. Oleh karena itu tidaklah mungkin
menetapkan panduan atas beberapa nilai dolar untuk pertimabngan awal
tentang tingkat materialitas yang dapat diterapkan bagi semua klien audit.
2. Sejumlah Dasar Pertimbangan Diperlukan untuk Mengevaluasi Tingkat
Materialitas
Karena tingkat materialitas ini bersifat relatif, adalah hal yang wajib
untuk memiliki sejumlah dasar pertimbangan agar dapat menentukan
apakah kesalahan penyajian tersebut bernilai material. Laba bersih sebelum
pajak umumnya merupakan dasar pertimbangan utama yang digunakan
untuk menetukan tingkat materialitas karena item ini dianggap sebagai item
penting dalam penyediaan informasi kepada para pengguna laporan
keuangan. Contoh-contoh item yang dijadikan dasar pertimbangan lainnya
adalah nilai penjualan bersih, laba kotor, serta total aktiva. Dalam
membangun suatu dasar pertimbangan, merupakan hal yang penting pula
untuk memutuskan apakah kesalahan saji yang ada, secara material, dapat
mempengaruhi kewajaran dari berbagai dasar pertimbangan lainnya yang
mungkin dipilih seperti aktiva lancar, total aktiva lancar, total aktiva,
kewajiban lancar dan modal pemegang saham.
3. Faktor-faktor Kualitatif pun Mempengaruhi Tingkat Materialitas
Beberapa jenis salah saji tertentu seringkali lebih penting bagi para
pengguna laporan dibandingkan dengan sejumlah salah saji jenis lainnya,
walaupun jika ternyata nilai dolar dari seluruh salah saji tersebut sama
nilainya, contoh:
 Nilai-nilai yang melibatkan kecurangan seringkali dianggap lebih
penting daripada sejumlah nilai yang sama tetapi diakibatkan oleh
kekeliruan yang tidak disengaja karena perbuatan kecurangan
tersebut merefleksikan kejujuran serta reliabilitas manajemen atau
karyawan lainnya yang terlibat
 Kesalahan penyajian yang kecil dapat bersifat material jika terdapat
kemungkinan timbulnya berbagai konsekuensi atas sejumlah
kewajiban kontrak.
 Kesalahan penyajian yang sebenarnya tidak material dapat berubah
menjadi material jika kesalahan penyajian tersebut mempengaruhi
tren pendapatan.

C. MENGALOKASIKAN PERTIMBANGAN AWAL TINGKAT MATERIALITAS


SEGMEN (Salah Saji yang Masih Dapat Ditoleransi)

Selama masa perencanaan, dapat mengalokasikan materialitas awal pada


berbagai segmen dari proses audit. Alokasi pertimbangan awal tingkat materialitas
ke segmen-segmen (tahap ke-2 dalam penerapan materialitas) merupakan hal yang
wajib dilakukan karena bukti-bukti audit terkumpul berdasarkan segmen
bukannya terkumpul berdasarkan laporan keuangan secara keseluruhan. Jika
auditor telah memiliki pertimbangan awal tentang tingkat materialitas tiap segmen,
pertimbangannya tersebut akan sangat membantu auditor dalam memutuskan
bukti audit apa yang yang tepat untuk dikumpulkan.

Mayoritas praktisi mengaokasikan tingkat materialitas ke akun-akun neraca


daripada mengalokasikannya ke akun-akun laporan laba rugi. Sebagian besar slah
saji yang terkandung dalam laporan laba rugi memiliki tingkat pengaruh yang
sama besar dengan akun-akun neraca, akibat dari berlakunya sistem pembukuan
double-entry. Oleh karena itu, auditor dapat mengalokasikan tingkat materialitas
baik ke akun-akun laporan laba rugi atau ke akun-akun neraca.

Pada saat auditor mengalokasikan pertimbangan awal tingkat materialitas


ini ke saldo akun-akun, maka tingkat materialitas yang dialokasikan ke saldo akun
tertentu dibahas dalam SAS 39 (AU 350) dinyatakan sebagai salah saji yang masih
dapat ditoleransi (tolerable misstatment) .

Terdapat tiga kesulitan utama dlam upaya mengalokasikan tingkat


materialitas ke akun-akun neraca (segmen-segmen): auditor memiliki ekspektasi
bahwa sejumlah akun tertentu mengandung lebih banyak salah saji daripada akun-
akun lainnya, baik salah saji lebih (overstatment) maupun salah saji kurang
(understatement) harus tetap dipertimbangkan, dan biaya-biaya audit secara relatif
mempengaruhi pengalokasian ini.

ILUSTRASI ALOKASI

Tabel 1-1 mengilustrasikan pendekatan alokasi yang dilaksanakan oleh


auditor senior,Fran Moore, atas penugasan audit pada Hillsburg Hardware Co.
Tabel tersebut mengikhtisarkan akun-akun neraca, menggabungkan sejumlah akun
tertentu, serta menampilkan alokasi dari total tingkat materialitas sebesar $737,000
(10% dari nilai pendapatan operasional). Pendekatan alokasi yang dilakukan oleh
Moore bagi Hillsburg Hardware Co. Adalah dengan mempergunakan
pertimbangan profesional dalam pengalokasian pada akun-akun, dengan mengacu
pada dua batasan ketentuan yang dikembangkan oleh KAP Berger dan Anthony:

Tabel 1-1

Neraca 31-12-02 (dalam ribuan) Salah saji yang masih Dapat


Ditoleransi (dalam ribuan)

Kas $828 $10 (a)

Piutang Dagang 18,957 442 (b)

Persediaan 29,865 442 (b)

Aktiva Lancar Lainnya 1,377 100 (c)

Aktiva Tetap 10,340 80 (d)


Total Aktiva $61,367

Utang Dagang $4,720 180 (e)

Surat Utang-total 28,300 - (a)

Utang upah dan utang atas 1,470 100 (c)


pajak upah

Utang bunga dan Utang 2,050 - (a)


Deviden

Kewajiban Lainnya 2,364 120 (c)

Modal Saham dan agio modal 8,500 - (a)


saham

Laba ditahan 13,963 NA (f)

Total Kewajiban dan Modal $61,367 $1,474 (f)

NA= tidak dapat diterapkan


a) Salah saji yang masih dapat ditoleransi bernilai kecil atau nol, karena akun
dapat diaudit selengkapnya dengan tingkat biaya audit yang rendah dan
tidak diharapkan terdapat suatu salah saji sekecil apapun.
b) Nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi bernilai besar karena akun
berskala besar dan diperlukan sampling yang ekstensif untuk mengaudit
akun tersebut.
c) Sebagai suatu persentasi dari akun, nilai salah saji yang masih dapat
ditoleransi bernilai besar, karena akun dapat diuji dengan pengeluaran
biaya yang sangat rendah, barangkali dengan mempergunakan prosedur
analitas, jika ternyata salah saji yang masih dapat ditoleransi tersebut
bernilai besar.
d) Sebagai salah satu persentase dari akun, nilai salah saji yang masih dapat
ditoleransi bernilai kecil, karena mayoritas saldo berada dalam akun tanah
dan bangunan, yang saldonya masih tidak berubah bila dibandingkan
dengan tahun sebelumnya dan tidak perlu diaudit.
e) Salah saji yang masih dapat ditoleransi bernilai cukup besar karena secara
relatif, diperkirakan terdapat sejumlah besar salah saji.
f) Tidak dapat diterapkan – laba ditahan merupakan suatu akun residu yang
akan dipengaruhi oleh nilai bersih salah saji yang terkandung dalam akun-
akun lainnya.

Salah saji yang masih dapat ditoleransi bagi setiap akun tidak boleh melebihi
60% dari nilai pertimbangan awal (60% dari $737,000 = $442,000, dibulatkan) dan
total dari seluruh nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi tidak boleh melebihi
dua kali nilai pertimbangan awal tentang tingkat materialitas.
Alasan atas ketentuan pertama adalah untuk menjaga auditor agar tidak
mengalokasikan seluruh nilai total tingkat materialitas ke dalam satu akun saja.
Jika umpamanya, nilai pertimbangan awal sebesar $737,000 dialokasikan semua
pada akun piutang dagang, maka suatu salah saji senilai $737,000 yang terdapat
dalam akun tersebut akan dinyatakan masih dapat diterima.

Terdapat dua alasan mengapa nilai total salah saji yang masih dapat
ditoleransi, diperkenankan melebihi nilai materialitas keseluruhan. Pertama,
tidaklah mungkin bahwa semua akun akan mengandung salah saji dengan nilai
sebesar nilai slah saji yang masih dapat ditoleransinya. Kedua, beberapa akun
cenderung mengandung salah saji lebih (overstated), sementara beberapa akun
lainnya cenderung mengandung salah saji kurang (understated), yang
mengakibatkan dalam suatu nilai bersih yang cenderung lebih rendah daripada
nilai total materialitas.

Pada prakteknya, seringkali merupakan hal yang sulit untuk meramalkan


akun-akun mana saja yang paling mungkin mengalami salah saji dan apakah salah
saji yang terjadi tersebut merupakan salh saji lebih atau salah saji kurang. Oleh
karena itu, merupakan suatu pertimbangan profesional yang sulit untuk melakukan
alokasi atas pertimbangan awal tentang tingkat materialitas kepada masing-masing
akun. Sehingga banyak kantor akuntan publik mengembangkan suatu panduan
yang ketat serta berbagai metode statistika yang canggih untuk melakukan hal
tersebut.

Dengan demikian, tujuan dari pengalokasian pertimbangan awal tentnag


tingkat materialitas pada akun-akun neraca adalah untuk membantu auditor
memutuskan jenis bukti audit yang tepat untuk dikumpulkan bagi setiap akun.

D. MENGESTIMASI NILAI SALAH SAJI SERTA MEMBANDINGKANNYA


DENGAN NILAI PERTIMBANGAN AWAL

Estimasi salah saji dihitung berdasarkan uji-uji audit yang sebenarnya.


Asumsikan, bahwa dalam melakukan audit atas persediaan, auditor menemukan
nilai salah saji bersih sebesar $3,500 dalam sebuah sampel yang berukuran $50,000
atas total populasi sebesar $450,000. Salah satu cara untuk menghitung estimasi
salah saji ini adalah dengan membuat suatu proyeksi langsung dari sampel yang
ada pada populasi serta dengan menambahkan suatu estimasi atas sampling error.
Perhitungan dari proyeksi langsung atas estimasi salah saji adalah :

Nilai salah saji yang


terkandung dalam sampel ($3,500) X Total nilai populasi yang = proyeksi langsung
atas
Total sampel ($50,000) tercatat ($450,000) estimasi salah saji
($31,500)

Tabel 1-2 (Ilustrasi Perbandingan Total Estimasi Salah Saji dengan Nilai
Pertimbangan Awal Materialitas)

Akun Nilai salah saji Proyeksi Sampling Total


yang masih langsung Error
dapat
ditoleransi

Kas $4,000 $0 $NA $0


Piutang dagang 20,000 12,000 6,000 18,000
Persediaan 36,000 31,500 15,750 47,250
Total nilai $43,500 $16,800 $60,300
estimasi salah
saji
Pertimbangan $50,000
awal tentang
tingkat
materialitas

Proyeksi langsung atas piutang dagang sebesar $12,000 tidak diilustrasikan.


Taksiran atas sampling error dapat dihasilkan karena auditor hanya melakukan
sampel atas suatu bagian populasi saja. Dalam contoh diatas, taksiran atas sampling
error diasumsikan sebesar 50% dari proyeksi langsung atas nilai salah saji yang
terkandung dalam akun-akun yang uji auditnya dilakukan dengan
mempergunakan sampling (piutang dagang dan persediaan).

E. RISIKO

Terdapat hubungan yang erat antara materialitas dan resiko. Dalam contoh
Tabel 9-1, auditor telah membuat estimasi sampling error sebesar $6,000 atas akun
piutang dagang, yang dipergunakan dalam mengihitung total estimasi salah saji
sebesar $18,000 untuk kemudian dipergunakan sebagai perbandingan dengan nilai
salah saji yang masih dapat ditoleransi sebesar $20,000. nilai kesalahan sampling
sebesar $6,00 ini mengandung suatu risiko atas pelaksanaan sampling. Hal ini hanya
merupakan salah satu dari sejumlah jenis risiko yang harus diketahui oleh editor.

Auditor mengenali, umpamanya, bahwa terdapat suatu ketidakpastian


tentang kompetensi bukti, ketidakpastian tentang efektivitas dari pengendalian
intern yang dimiliki klien, serta ketidakpastian tentang apakah laporan keuangan
telah disajikan secara wajar pada saat audit telah dilakukan.

Ilustrasi yang Berkaitan dengan Sejumlah Risiko dan Bukti

Auditor menggunakan model risiko audit untuk mengidentifikasikan lebih


jauh potensial untuk kesalahan saji dan dimana mereka paling mungkin terjadi.
Sebelum mulai membahas model risiko audit, suatu ilustrasi tentang sebuah
perusahaan hipotesis telah disajikan dalam Tabel 9-2 sebagai suatu kerangka
referensi atas pembahasan yang akan dilakukan.

Pertama-tama, tabel ini menampilkan adanya berbagai perbedaan dalam


frekuensi dan ukuran atas perkiraan salah saji pada berbagai siklus (A). Dipercaya
bahwa efektivitas pengendalian intern dalam kelima siklus saling berbeda (B). Pada
akhirnya, auditor memutuskan suatu tingkat kesediaan yang rendah akan
kemungkinan masih terdapatnya salah saji material setelah proses audit atas kelima
siklus tersebut selesai seluruhnya (C). Beberapa pertimbangan sebelumnya (A,B,C)
akan mempengaruhi keputusan auditor tentang rentang yang tepat untuk
pengumpulan bukti audit (D).

Tabel 9-2 Ilustrasi Perbedaan Bukti Berbagai Siklus

Siklus Siklus Siklus Siklus Siklus


Penjualan dan Pengadaan dan Pengupahan Persediaan dan Penghimpunan
Penagihan Pembayaran dan Pergudangan Modal dan
Personalia Pembayarannya
Kembali
A Penilaian Diperkirakan Diperkirakan Diperkirakan Diperkirakan Diperkirakan
auditor terdapat terdapat terdapat terdapat terdapat sedikit
tentang sejumlah salah banyak salah sedikit salah banyak salah salah saji
ekspektasi saji saji saji saji
nya atas (rendah)
salah saji (sedang) (tinggi) (rendah) (tinggi)
material
sebelum
memperti
mbangka
n
pengendal
ian intern
(resiko
inhern)

B Penilaian Tingkat Tingkat Tingkat Tingkat Tingkat


auditor efektivitas efektivitas efektivitas efektivitas efektivitas
tentang sedang tinggi tinggi rendah sedang
efektivitas
pengendal (sedang) (rendah) (rendah) (tinggi) (sedang)
ian intern
untuk
mencegah
atau
mendetek
si salah
saji
material
(resiko
pengendal
ian)

C Kesediaan Tingkat Tingkat Tingkat Tingkat Tingkat


auditor kesediaan kesediaan kesediaan kesediaan kesediaan
untuk rendah rendah rendah rendah rendah
mengijink
an (rendah) (rendah) (rendah) (rendah) (rendah)
munculny
a salah
saji
material
setelah ia
menyelesa
ikan
proses
audit
(resiko
akseptibili
tas audit)

D Rentang Tingkat Tingkat Tingkat Tingkat tinggi Tingkat


bukti menengah menengah rendah menengah
audit (rendah)
yang (sedang) (sedang) (tinggi) (sedang)
direncana
kan oleh
auditor
untuk
dikumpul
kan
(resiko
deteksi
terencana
/ planned
detection
risk)

Model Risiko Audit untuk Perencanaan

Cara utama yang dipergunakan oleh auditor untuk mempertimbangkan


risiko yang ada dalam merencanakan bukti audit yang akan dikumpulkan adalah
melalui penerapan model risiko audit (audit risk model). Sumber dari model risiko
audit ini adalah literatur profesional yang terdapat dalam SAS 39 (AU 350) tentang
sampling audit serta dalam SAS 47 (312) tentang materialitas dan risiko.

Model risiko audit ini umumnya dipergunakan bagi berbagai tujuan


perencanaan untuk memutuskan berapa banyak bukti audit yang akan
dikumpulkan pada setiap siklusnya. Model ini umunya dinyatakan sebagai berikut :

PDR = AAR

IR x CR
di mana :

PDR : planned detection risk (risiko deteksi terencana)


AAR : acceptable audit risk (risiko akseptibilitas audit)
IR : inheren risk (risiko inheren)
CR : control risk (risiko pengendalian)
Contoh siklus persediaan dan pergudangan yang tersaji dalam Tabel 9-2

IR = 100 %
CR = 100 %
AAR = 5%
PDR = 0.05 = 0.05 atau 5%
1.0 x1.0

JENIS-JENIS RISIKO

a. Planned Detection Risk


Planned detection risk (risiko deteksi terencana) merupakan
ukuran risiko bahwa bukti audit atas segmen tertentu akan gagal
mendeteksi keberadaan salah saji yang melebihi suatu nilai salah
saji yang masih dapat ditoleransi, andaikan salah saji semacam
itu ada. Terdapat dua poin utama tentang risiko deteksi terencana
ini. Pertama, risiko ini tergantung pada ketiga factor lainnya yang
terdapat dalam model. Risiko terdeteksi hanya akan berubah jika
auditor melakukan perubahan pada salah satu dari ketiga factor
lainnya. Kedua, risiko ini menentukan nilai bukti substantive
yang direncanakan oleh auditor untuk dikumpulkan, yang
merupakan kebalikan dari ukuran risiko deteksi rencana itu
sendiri.

b. Risiko Inheren
Risiko inheren (inherent risk) merupakan suatu ukuran
yang dipergunakan oleh auditor dalam menilai adanya
kemungkinan bahwa terdapat sejumlah salah saji yang material
(kekeliruan atau kecurangan) dalam suatu segmen sebelum ia
mempertimbangkan keefektifan dari pengendalian intern yang
ada. Dengan mengasumsikan tiadanya pengendalian intern, maka
risiko inheren ini dapat dinyatakan sebagai kerentanan laporan
keuangan terhadap timbulnya salah saji yang material. Jika
auditor, dengan mengabaikan pengendalian intern,
menyimpulkan bahwa terdapat suatu kecenderungan yang tinggi
atas keberadaan sejumlah salah saji, maka auditor akan
menyimpulkan bahwa tingkat risiko inherennya tinggi.
Pengendalian intern diabaikan dalam menetapkan nilai risiko
inheren karena pengendalian intern ini dipertimbangkan secara
terpisah dalam model risiko audit sebagai risiko pengendalian.
Hubungan antara risiko inheren dengan risiko deteksi terencana
serta dengan bukti audit yang direncanakan adalah risiko inheren
saling berlawanan dengan risiko deteksi terencana serta memiliki
hubungan yang searah dengan bukti audit.

c. Risiko Pengendalian
Risiko pengendalian (control risk) merupakan ukuran yang
dipergunakan oleh auditor untuk menilai adanya kemungkinan
bahwa terdapat sejumlah salah saji material yang melebihi nilai
salah saji yang masih dapat ditoleransi atas segmen tertentu akan
tidak terhadang atau tidak terdeteksi olegh pengendalian intern
yang dimiliki klien. Risiko pengendalian ini memperlihatkan (1)
penilaian tentang apakah pengendalian intern yang dimiliki klien
efektif untuk mencegah atau mendeteksi terjadinya salah saji,
dan (2) kehendak auditor membuat penilaian tersebut senantiasa
berada dibawah nilai maksimum (100 persen) sebagai bagian dari
rencana audit yang dibuatnya. Semakin efektif pengendalian
intern, maka semakin rendah pula factor risiko yang dapat
dibebankan pada risiko pengendalian.
Model risiko audit menunjukkan hubungan yang erat
antara risiko inheren dan risiko pengendalian. Kombinasi risiko
inheren dan risiko pengendalian ini dapat dianggap sebagai suatu
ekspektasi atas nilai salah saji setelah mempertimbangkan
pengaruh dari pengendalian intern. Sama dengan yang terjadi
pada risiko inheren, hubungan antara risiko pengendalian dan
risiko deteksi terencana adalah saling berlawanan, sementara
hubungan antara risiko pengendalian dan bukti subtantif
merupakan hubungan yang searah.

d. Risiko Akseptibilitas Audit


Risiko akseptibilitas audit (acceptable audit risk)
merupakan ukuran atas tingkat kesediaan auditor untuk
menerima kenyataan bahwa laporan keuangan mungkin masih
mengandung salah saji yang material setelah audit selesai
dilaksanakan serta suatu laporan audit wajar tanpa syarat telah
diterbitkan. Ketika auditor memutuskan untuk menetapkan
suatu tingkat risiko akseptabilitas audit yang lebih rendah, hal
tersebut berarti bahwa auditor ingin memperoleh tingkat
keyakinan yang lebih tinggi bahwa laporan keuangan tidak
mengandung salah saji yang material. Risiko nol berarti yakin
sekali, dan suatu tingkat risiko sebesar 100 persen berarti benar-
benar tidak yakin.

Seringkali, auditor membuat istilah itu dengan audit


assurance, overall assurance, atau tingkat keyakinan bukannya
risiko akseptabilitas audit. Audit assurance atau istilah-istilah
lainnya yang ekuivalen merupakan pelengkap dari risiko
akseptabilitas audit, yaitu sama dengan, satu dikurangi risiko
akseptabilitas audit. Konsep risiko akseptabilitas audit dapat
dipahami dengan lebih mudah dengan cara membayangkan
penerapan ini pada suatu audit yang berjumlah besar. Dengan
mempergunakan model risiko audit, akan terlihat adanya
hubungan yang searah antara risiko akseptabilitas audit dan
risiko deteksi terencana, serta hubungab yang saling berlawanan
antara risiko akseptabilitas audit dan bukti audit yang
direncanakan.
MENILAI RISIKO AKSEPTABILITAS AUDIT

Auditor harus memutuskan tingkat risiko akseptabilitas audit yang tepat


bagi suatu audit, dan hal ini lebih baik dilakukan selama fase perencanaan audit.
Pertama, auditor harus memutuskan tingkat risiko bisnis serta menggunakan risiko
bisnis ini untuk memodifikasi tingkat risiko akseptabilitas audit.

Pengaruh Risiko Perjanjian pada Risiko Akseptabilitas Audit

Risiko perjanian (engagement risk) adalah risiko yang akan diderita oleh
auditor atau firma audit akibat hubungan dengan klien, walaupun laporan audit
yang dibuat bagi klien tersebut telah dibuat dengan benar.risiko perjanjian
sangatlah berkaitan dengan risiko bisnis klien.

Para auditor belum memiliki kesepakatan tentang apakah risiko bisnis harus
turut dipertimbangkan dalam merencanakan audit. Para oposan atas pernyataan
untuk memodifikasi bukti audit bagi risiko bisnis berpendapat bahwa auditor tidak
menyediakan sejumlah pendapat audit yang berbeda bagi setiap tingkat keyakinan
yang berbeda pula sehingga auditor pun tidak perlu menyediakan tingkat
keyakinan yang lebih rendah atau lebih tinggi hanya karena adanya risiko
perjanjian. Sedangkan para pendukung pernyataan ini berpendapat bahwa
merupakan hal yang tepat bagi para auditor untuk mengumpulkan sejumlah bukti
tambahan, menugaskan para staf yang memiliki lebih banyak pengalaman, serta
melakukan review yang lebih mendalam pada penugasan audit yang memiliki
potensi hukum yang tinggi, sepanjang tingkat keyakinan yang ingin dicapai tidak
diturunkan hingga di bawah suatu tingkat keyakinan yang wajar pada saat tingkat
risiko perjanjian yang dimiliki rendah.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko Akseptabilitas Audit

Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat sejumlah


faktor yang mempengaruhi risiko perjanjian dan selanjutnya mempengaruhi risiko
akseptabilitas audit pula, diantaranya :

Derajat Kebergantungan Para Pengguna Eksternal pada Laporan Keuangan

Sejumlah faktor yang merupakan indikator yang baik atas derajat


kebergantungan para pengguna eksternal pada laporan keuangan adalah :
 Ukuran usaha klien. Ukuran usaha klien, yang diukur dengan mempergunakan
total aktiva atau total pendapatan, akan memberikan pengaruh [ada risiko
akseptabilitas audit.
 Distribusi kepemilikan. Laporan keuangan perusahaan piblik (PT terbuka)
umumnya dipergunakan oleh lebih banyak pengguna daripada laporan
keuangan perusahaan nonpublik. Bagi perusahaan-perusahaan semacam ini,
pihak-pihak yang berkepentingan atas laporan keuangan termasuk pula SEC,
para analis keuangan serta masyarakat umum.
 Sifat dan nilai kewajiban. Jika laporan keuangan mengandung nilai kewajiban
yang besar, laporan keuangan tersebut memiliki kecenderungan yang lebih
besar untuk dipergunakan secara luas oleh para kreditur, baik yang telah ada
sekarang maupun para calon kreditur, daripada jika laporan keuangan tersebut
hanya mengandung kewajiban yang kecil.

Kemungkinan bahwa Klien akan Mengalami Kesulitan Keuangan Setelah Penerbitan


Laporan Audit

Beberapa faktor yang merupakan indikator yang baik atas peningkatan


kemungkinan tersebut adalah :

 Posisi likuiditas. Jika secara konstan, klien mengalami kekurangan kas serta
modal kerja, maka hal tersebut dapat mengindikasikan masalah dalam
melunasi tagihan-tagihannya di masa yang akan datang. Auditor harus menilai
kemungkinan tersebut serta signifikansi penurunan yang terus menerus atas
posisi likuiditas.
 Laba (rugi) pada tahun-tahun sebelumnya. Jika perusahaan mengalami
penurunan laba yang cepat atau mengalami kenaikan kerugian selama beberapa
tahun terakhir, auditor harus mulai mengenali sejumlah masalah solvabilitas
yang mungkin akan dialami klien di masa yang akan datang.
 Metode pembiayaan pertumbuhan. Semakin klien menyandarkan dirinya pada
utang sebagai alat pembiayaan, semakin besar risiko kesulitan keuangan yang
akan dihadapinya jika kegiatan operasi klien kurang berhasil.
 Sifat operasi klien. Beberapa jenis bisnis tertentu memiliki risiko inheren yang
lebih besar daripada sejumlah bisnis lainnya.
 Kompetensi manajemen. Kemampuan manajemen ini harus dinilai sebagai
bagian dari evaluasi atas kemungkinan terjadinya kebangkrutan.

Evaluasi Auditor atas Integritas Manajemen.

Jika klien memiliki integritas yang patut dipertanyakan, maka auditor


kemungkinan besar akan menentukan tingkat risiko akseptabilitas audit yang lebih
rendah. Perusahaan-perusahaan dengan integritas yang rendah seringkali
melaksanakan kegiatan bisnis mereka dalam suatu tindakan yang dapat
mengakibatkan sejumlah konflik dengan para pemegang saham mereka, para agen
pemerintah, serta para pelanggan. Pada akhirnya, berbagai konflik ini seringkali
tercermin pada pemahaman para pengguna laporan akan kualitas dari audit yang
dilaksanakan serta dapat mengakibatkan sejumlah gugatan hukumm serta
sejumlah ketidaksepakatan lainnya.

Tabel 9-3 Metode-metode yang Dipergunakan oleh Para Praktisi untuk Menilai
Risiko Akseptabilitas Audit

Faktor-faktor Metode-metode yang Dipergunakan untuk Menilai Risiko


Akseptabilitas

Derajat  Menelaah laporan keuangan, termasuk catatan atas laporan


penyandaran keuangan
diri para  Membaca notulen rapat dewan direksi untuk menentukan
pengguna berbagai rencana masa depan
laporan pada  Menelaah Formulir 10K bagi sebuah perusahaan publik
laporan  Membahas rencana-rencana keuangan dengan pihak manajemen
keuangan

Kemungkinan  Melakukan analisa atas laporan keuangan untuk menilai gejala


terjadinya kesulitan keuangan dengan mempergunakan sejumlah rasio serta
kesulitan berbagai prosedur analitis lainnya
keuangan  Menelaah laporan arus kas historis maupun laporan proyeksi
arus kas untuk mempelajari sifat arus kas masuk dan arus kas
keluar
Integritas Mengikuti sejumlah prosedur yang telah dibahas pada bab 8 tentang
manajemen perencanaan audit dan prosedur analitis

Membuat Keputusan Risiko Akseptabilitas Audit

Untuk menilai risiko akseptibilitas audit, auditor, pertama-tama harus


menilai setiap faktor yang dapat mempengaruhi risiko akseptabilitas. Tabel 9-3
mengilustrasikan berbagai metode yang dipergunakan oleh para auditor untuk
melakukan penilaian pada masing-masing faktor dari ketiga faktor tersebut.

MENILAI RISIKO INHEREN


Pencantuman risiko inheren dalam model risiko audit berarti bahwa auditor
harus berupaya untuk memprediksikan di manakah letak probabilitas salah saji
yang paling banyak terjadi serta probabilitas salah saji yang paling sedikit terjadi
dalam berbagai segmen laporan keuangan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko Inheren

Beberapa faktor utama pada saat melakukan penilaian atas resiko inheren
adalah :

- Sifat bisnis klien


Pada umumnya, tingkat risiko inheren dari satu bisnis dengan bisnis lainnya
sangat beragam, terutama untuk risiko inheren yang terkandung pada akun-
akun seperti akun persediaan, piutang dagang dan piutang kredit, serta aktiva
tetap. Sifat bisnis klien seharusnya tidak memberikan pengaruh atau hanya
memberikan pengaruh yang kecil saja pada tingkat risiko inheren yang terdapat
dalam akun kas, surat utang dan utang hiporik.

- Temuan-temuan audit yang diperoleh dari audit-audit sebelumnya


Salah saji yang diketemukan pada audit tahun sebelumnya kemungkinan besar
akan diketemukan kembali pada penugasan audit tahun berjalan. Hal ini
diakibatkan karena sebagian besar jenis salah saji umumnya bersifat
sistemik/teratur, serta organisasi-organisasi seringkali mengalami
keterlambatan dalam melakukan sejumlah perubahan untuk menghapuskan
salah saji tersebut. Oleh karena itu, auditor akan dianggap ceroboh jika ia
mengabaikan temuan audit yang diperoleh pada audit tahun sebelumnya, pada
saat ia melakukan penyusunan program audit atas penugasan audit tahun
berjalan.

- Penugasan awal versus penugasan ulangan


Kurangnya temuan audit yang diperoleh dari penugasan audit tahun-tahun
sebelumnya dapat menyebabkan para auditor menetapkan suatu tingkat risiko
inheren yang lebih tinggi bagi penugasan audit awal daripada tingkat risiko
inheren yang ditetapkan atas penugasan audit ulangan dimana pada penugasan
audit sebelumnya tidak diketemukan salah saji yang material.

- Pihak-pihak terkait
Berbagai transaksi yang terjadi antara perusahaan induk dan perusahaan anak
serta transaksi-transaksi yang terjadi antara pihak manajemen dengan entitas
perusahaan merupakan contoh-contoh dari transaksi dengan pihak terkait
sebagaimana yang terdefinisikan dalam SFAS 57. Karena berbagai transaksi ini
tidak terjadi pada dua belah pihak yang saling independen yang bertransaksi
sejauh jangkauan tangan saja, maka kemungkinan bahwa transaksi-transaksi
tersebut mengalami salah saji lebih besar, sehingga mengakibatkan suatu
peningkatan pada nilai risiko ineren.

- Berbagai transaksi nonrutin


Berbagai transaksi yang tidak umum dilakukan oleh klien memiliki
kemungkinan yang lebih besar akan dicatat secara tidak benar oleh pihak klien
daripada pencatatan atas berbagai transaksi yang rutin karena pihak klien
kurang memiliki pengalaman dalam melakukan pencatatan atas hal tersebut.

- Pertimbangan yang diperlukan untuk mengoreksi pencatatan berbagai saldo


dan transaksi akun
Contoh-contoh atas jenis akun ini adalah cadangan atas piutang tak tertagih,
nilai persedian yang usang, kewajiban atas pembayaran waran, serta cadangan
kerugian kredit bank. Serupa dengan hal itu, berbagai transaksi atas sejumlah
perbaikan utama atau penggantian sebagian aktiva merupakan contoh-contoh
dimana sejumlah perbandingan diperlukan.

- Penyusun populasi
Seringkali, berbagai item individual yang menyusun total populasi turut
memberikan pengaruh pada ekspektasi auditor akan salah saji yang material.

Membuat Keputusan Risiko Inheren

Auditor harus mengevaluasi semua informasi yang dapat mempengaruhi


tingkat risiko inheren serta memutuskan suatu tingkat risiko inheren yang tepat
bagi setiap siklus, akun, dan dalam banyak situasi bagi setiap tujuan audit pula.

Memperoleh Informasi untuk Menilai Risiko Inheren

Para auditor memulai penilaian mereka atas risiko inheren selama fase
perencanaan serta akan memperbaharui penilaian tersebut sepanjang penugasan
audit. Pada saat auditor melakukan beraneka jenis pengujian dalam suatu
penugasan audit, maka ia akan memperoleh tambahan informasi yang seringkali
pula akan mempengaruhi tingkat penilaian awal.

Menilai Risiko Kecurangan

Untuk memenuhi persyaratan standar audit, sangat penting auditor menilai


risiko dan memberi respon kepadanya daripada hanya medidentifikasinya mereka
sebagai risiko aksepbilitas audit, risiko inheren, atau risiko pengendalian. Oleh
karena itu banyak kantor audit menilai risiko kecurangan secara terpisah dari
penilaian komponen model risiko.
Standart auditing yang diterima mengharuskan auditor untuk menilai resiko
kesalahan pernyataan material sampai kecurangan. Ketika auditor
mempertimbangkan resiko bawaan dan resiko pengendalian, auditor juga harus
mempertimbangkan resiko kecurangan. Auditor biasanya mempertimbangkan
resiko kesalahan pernyataan material dengan membagi dua tipe kecurangan:
kecurangan laporan keuangan dan penyalahgunaan asset.

Untuk menilai risiko kecurangan auditor mengumpulkan informasi untuk


mengetahui luasnya keberadaan kondisi kecurangan. Segitiga kecurangan yang
menggambarkan aspek umum dari seluruh kecurangan, yaitu:

1. Kesempatan untuk melakukan kecurangan.


2. Insentive atau tekanan.
3. Kemampuan untuk merasionalisasi kecurangan menjadi konsisten dengan
nilai kepantasan internal.

Informasi yang Mempengaruhi Risiko Kecurangan

Untuk menilai luas ketiga kondidi kecurangan ini hadir, auditor harus
mempertimbangkan:

1. Faktor risiko khusus yang berhubungan dengan pelaporan keuangan yang


curang dan penyalahgunaan aktiva
2. Informasi diperoleh dari anggota tim audit yang berpengalaman, trmasuk
bagaimana dan dimana perusahaan perusahaan bisa dicurigai untuk
melakukan salah saji yang disebabkan oleh kecurangan
3. Respon pertanyaan auditor dari manajemen tentang pandangan mereka
mengenai risiko kecurangan, tenntnang program dan pengendalian yang ada
untuk membahas risiko kecurangan khusus yang diidentifikasikan
4. Hasil prosedur analitis yang diperoleh selama perencanaan yang
menunjukan kemungkinan tidak jujur atau hubungan analitis yang tidak
diharapkan
5. Pengetahuan yang diperoleh melalui hal penerimaan klien dan keputusan
retensi, ulasan sementara dari laporan keuangan, dan pertimbangan risiko
inheren

Membuat Risiko dari Keputusan Kecurangan

Auditor menggunakan semua informasi yang diperoleh untuk


mengidentifikasikan risiko salah saji material karena kecurangan. Auditor bisa
mengidentifikasikan risiko yang dapat menembus laporan keuangan sebagai keseluruhan.
Auditor juga bisa mengidentifikasikan risiko untuk akun khusus atau kelas transaksi.

Merespon Risiko Kecurangan


Saat risiko salah saji material yang disebabkan oleh kecurangan telah
didentifikasikan, pertama-tama auditor harus mendiskusikan penemuan ini dengan
manajemen untuk mendapatkan pandangan manajemen tentang potensial kecurangan dan
program serta kontrol yang ada yang telah dirancang untuk mencegah salah saji. Auditor
harus merespon risiko kedalam tiga cara:

1. Merancang dan melakukan prosedur audit untuk mrngarah kepada risiko


kecurangan yang teridentifikasi.
2. Mengubah keseluruhan perilaku dari audit untuk merespon risiko kecurangan
yang teridentifikasi
3. Melakukan prosedur untuk mrngarahkan risiko manajemen menguasai kontrol.

Setelah selesai auditor harus mengevaluasi apakah hasil akumulasi dan prosedur audit
mempengaruhi penilaian dari risiko salah saji material yang disebabkan oleh kecurangan
yang dibuat sebelumnya dalam audit.

Hubungan antara Risiko dengan Bukti Audit dan Faktor-faktor yang


Mempengaruhi Risiko

Untuk memodifikasi bukti audit, ada dua cara dimana auditor bisa mengubah audit untuk
merespons risiko, misalnya:

1. Perjanjian itu mungkin membutuhkan staf yang lebih berpengalaman. Kantor


akuntan publik harus mempunyai staf yang bermutu, tetapi untuk klien dengan
risiko audit rendah bisa diterima, perhatian khusus diberikan dalam pemilihan
staf.
2. Perjanjian akan ditelaah kembali lebih teliti daripada biasanya. Kantor akuntan
publik harus yakin bahwa arsip audit yang mendokumentasikan rencana audit,
akumulasi bukti audit dan kesimpulan dan masalah lain dalam audit telah ditelaah
dengan memadai. Saat risiko audit yang bisa diterima itu rendah, seringkali ada
ulasan oleh personil yang tidak ditugaskan ke perjanjian itu.

Baik risiko pengendalian maupun risiko inheren umumnya ditentukan bagi setiap
siklus, setiap akun dan seringkali pula bagi setiap tujuan audit, bukan bagi keseluruhan
penugasan audit. Pengendalian intern memiliki tingkat keefektifan yang lebih tinggi
untuk sejumlah akun yang terkait dengan saldo daripada atas akun-akun yang terkait
dengan aktiva tetap. Risiko pengendalianpun akan berbeda bagi akun-akun yang berbeda
pula tergantung pada tingkat efektivitas pengendalian yang ada.

Beberapa auditor menggunakan tingkat risiko akseptibilitas audit yang sama dengan
tingkat akseptibilitas audit atas keseluruhan penugasan audit bagi setiap segmen auditnya.
Sejumlah auditor lain menggunakan tingkat risiko akseptibilitas audit yang lebih tinggi
bagi setiap segmen. Argumentasinya adalah adanya pengaruh interaksi-interaksi dari
beragam akun dan transaksi yang menyusun laporan keuangan serta sinergi dari
serangkaian uji-uji berganda. Dengan kata lain, jika seluruh segmen audit dapat
diselesaikan pada tingkat risiko akseptibilitas audit tertentu,maka auditor dapat memiliki
keyakinan bahwa risiko audit atas keseluruhan laporan keuangan dapat ditetapkan pada
tingkat yang lebih rendah.

Karena tingkat risiko pengendalian dan tingkat risiko inheren sangat bervariasidari
satu siklus ke siklus yang lain, adri satu akun ke akun yang lain, atau dari satu tujuan ke
tujuan yang lain, maka tingkat risiko deteksi terencana serta jumlah bukti audit yang
direncanakanpun menjadi bervariasi.

Pemakai yang dapat ditentukan sebelumnya

Risiko kecurangan bisa dinilai untuk seluruh audit atau persiklus, akun dan
tujuan. Umpamanya sebuah insentif kuat untuk manajemen agar memenuhi harapan
pendapatan yang cukup agresif bisa mempengaruhi audit sedangkan kerentanan terhadap
pencurian persediaan bisa mempengaruhi akun persediaan. Baik untuk risiko kecurangan
laporan keuangan dan risiko penyalahgunaan aktiva, fokusnya berada pada area khusus
dari mwningkatnya risiko kecurangan dan merancang prosedur audit atau mengubah
seluruh perilaku audit untuk merespon risiko tersebut.

Mengaitkan Nilai Salah Saji yang masih dapat ditoleransi dan risiko-risiko kepada
Tujuan Audit yang Terkait dengan Saldo

Para auditor dapat mengasosiasikan sebagian besar risiko pada tujuan audit yang
berbeda dengan efektif. Contohnya, tingkat keusangan persediaan kemungkinan besar
tidak akan mempengaruhi tujuan audit lainnya selain dari tujuan audit atas nilai yang
terealisasi.

Batasan-batasan pengukuran

Satu batasan utama dalam penerapan model risiko audit ini adalah kesulitas
pengukuran berbagai komponen model. Penilaian atas risiko akseptibilitas audit, risiko
inheren, dan risiko pengendalian, serta selanjutnya atas risiko deteksi terencana sangatlah
subyektif dan terdiri dari sejumlah perkiraan terbaik. Untuk mengimbangi masalah
pengukuran, sebagian besar mempergunakan istilah-istilah pengukuran yang lebar dan
subyektif, seperti rendah, sedang dan tinggi. Tabel 9-6 menempilkan bagaimana cara para
auditor mempergunakan informasi yang diperoleehnya untuk memutuskan nilai bukti
audit yang dikumpulkan.

Tabel 9-6 Hubungan Risiko dengan Bukti Audit

Situasi Risiko Risiko Risiko Risiko Jumlah


akseptibilitas Inheren pengendalian Deteksi Bukti yang
audit Rencana Diperlukan
1 Tinggi Rendah Rendah Tinggi Rendah
2 Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang
3 Rendah Tinggi Tinggi Rendah Tinggi
4 Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
5 Tinggi Rendah Sedang Sedang Sedang

Dalam menerapkan model risiko audit, auditor sangat memperhatikan masalah


overauditing dan underauditing, tetapi sebagian besar auditor lebih memperhatikan
masalah underauditing, karena dapat membawa kantor akuntan publik pada kewajiban
hukum serta kehilangan reputasi profesionalnya. Untuk menghindarkannya para auaditor
umumnya melakukan penialaian risiko secara konservatif.

Hubungan antara risiko, materialitas, dan bukti audit

Konsep-konsep materialitas dan risiko dalam auditing sangat terkait erat dan tak
terpisahkan. Risiko merupakan suatu pengukuran atas ketidakpastian, sedangkan
materialitasadalah suatu pengukuran atas ukuran atau besaran. Secara bersama-sama
kedua hal tersebut mengukur tingkat ketidakpastian suatu nilai pada suatu besaran
tertentu.

Mengevaluasi hasil

Setelah auditor melakukan perencanaan penugasan dan mengumpulkan bukti


audit, hasil-hasil audit dapat dinyatakan dalam sejumlah istilah dari versi evaluasi atas
model risiko audit. Antara lain:

AcAR = IR x CR x AcDR

Dimana:

AcAR = Achieved audit Risk (risiko Audit yang tercapai)

IR = Inherent Risk (Risiko inheren)

CR = Control Risk (risiko Pengendalian)

AcDR = Achieved detectionrisk (risiko deteksi yang tercapai)

Formula tersebut menunjukan bahwa terdapat tiga cara utnuk mengurangi tingkat risiko
audit yang tercapai hingga mencapai suatu tingkat risiko yang dapat diterima:

1. Mengurangi tingkat risiko inheren


2. Mengurangi tingkat risiko pengendalian
3. Mengurangi tingkat risiko deteksi yang tercapai dengan meningkatkan uji-uji
audit yang substantif

Penggabungan tiga jenis faktor ini yang dilakukan secara subyektif untuk mencapai
suatu tingkat risiko audit yang dapat diterima yang rendah membutuhkan pertimbangan
profesional yang matang.

Merevisi risiko-risiko dan bukti audit

Model risiko audit terutama merupakan sebuah model perencanaan dan


selanjutnya dapat dipergunakan secara terbatas dalam melakukan evaluasi atas hasil-hasil
audit. Perhatian harus diberikan dalam melakukan revisi atas faktor-faktor risiko ini
ketika hasil-hasil audit yang secara aktual diperoleh tidak sesuai dengan yang
direncanakan sebelumnya.

Pertimbangan yang sangat hati-hati harus dilalkukan oleh auditor pada saat auditor
membuat keputusan, dengan berdasarkan pada bukti audit yang dikumpulkan, bahwa
penilaian awal atas risiko pengendalian atau risiko inheren telah diterapkan terlalu rendah
atau risiko akseptibilitas audit telah ditetapkan terlalu tinggi. Dalam situasi ini auditor
harus melkukan dua pendekatan, antara lain:

1. Auditor harus merevisi penilaian awal tentang risiko yang tepat.


2. Auditor harus mempertimbangkan pengaruh revisi tersebut terhadap kebutuhan
akan bukti audit, tanpa menggunakan model risiko audit.

Você também pode gostar