Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
DISUSUN OLEH :
ANDREAN (10117718)
SISTEM INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan “TUGAS MAKALAH” kelompok kami dengan BAB
“AGAMA & MASYARAKAT”.
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk menambah pengetahuan kita sebagai
pembaca dan masyarakat umumnya, agar mengetahui tentang pengertian, klasifikasi dan
ruang lingkup dalam Agama Islam.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Dengan senang hati akan menerima kritik maupun saran yang
bersifat membangun dari para pembaca pada makalah kali ini.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam. Semoga Allah SWT berkenan atas makalah ini dan semoga
bermanfaat. Amin.
Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang
meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi
rasional tentang ati dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut
menimbulkan relegi dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agama
para tasauf. Bukti-bukti itu sampai pada pendapat bahwaagama merupakan tempat mencari
makna hidup yang final dan ultimate. Agama yang diyakini, merupakan sumber motivasi
tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan kembali pada konsep hubungan agama
dengan masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial
dan invidu dengan masyarakat yang seharusnya tidak bersifat antagonis. Peraturan agama
dalam masyarakat penuh dengan hidup, menekankan pada hal-hal yang normative atau
menunjuk kepada hal-hal yang sebaiknya dan seharusnya dilakukan. Contoh kasus akibat
tidak terlembaganya agama adalah “anomi”, yaitu keadaan disorganisasi sosial di mana
bentuk sosial dan kultur yang mapan jadi ambruk. Hal ini, pertama, disebabkan oleh
hilangnya solidaritas apabila kelompok lama di mana individu merasa aman dan responsive
dengan kelompoknya menjadi hilang. Kedua, karena hilangnya consensus atau tumbangnya
persetujuan terhadap nilai-nilai dan norma yang bersumber dari agama yang telah
memberikan arah dan makna bagi kehidupan kelompok.
I.II TUJUAN
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pinangan (khitbah) adalah
proses permintaan atau pernyataan untuk mengadakan pernikahan yang dilakukan oleh dua
orang, lelaki dan perempuan, baik secara langsung ataupun dengan perwalian. Pinangan
(khitbah) ini dilakukan sebelum acara pernikahan dilangsungkan.
Memang terdapat dalam al-qur’an dan dalam banyak hadis Nabi yang membicarakan
hal peminangan. Namun tidak ditemukan secara jelas dan terarah adanya perintah atau
larangan melakukan peminangan, sebagaiman perintah untuk mengadakan perkawinan
dengan kalimat yang jelas, baik dalam al-qur’an maupun dalam hadis Nabi. Oleh karena itu,
dalam menetapkan hukumnya tidak terdapat pendapat ulama yang mewajibkannya, dalam arti
hukumannya mubah.
Akan tetapi, Ibnu Rusyd dengan menukil pendapat imam Daud Al-Zhahiriy,
mengatakan bahwa hukum pinangan adalah wajib. Ulama ini mendasarkan pendapatnya pada
hadis-hadis nabi yang menggambarkan bahwa pinangan (khitbah) ini merupakan perbuatan
dan tradisi yang dilakukan nabi dalam peminangan itu.
Hikmah Peminangan
Ada beberapa hikmah dari prosesi peminangan, diantaranya:
a. Wadah perkenalan antara dua belah pihak yang akan melaksanakan pernikahan.
Dalam hal ini, mereka akan saling mengetahui tata etika calon pasangannya masing-
masing, kecendrungan bertindak maupun berbuat ataupun lingkungan sekitar yang
mempengaruhinya. Walaupun demikian, semua hal itu harus dilakukan dalam koridor
syariah. Hal demikian diperbuat agar kedua belah pihak dapat saling menerima
dengan ketentraman, ketenangan, dan keserasian serta cinta sehingga timbul sikap
saling menjaga, merawat dan melindungi.
b. Sebagai penguat ikatan perkawinan ynag diadakan sesudah itu, karena dengan
peminangan itu kedua belah pihak dapat saling mengenal. Bahwa Nabi SAW berkata
kepada seseorang yang telah meminang perempuan:” melihatlah kepadanya karena
yang demikian akan lebih menguatkan ikatan perkawinan.
Macam-Macam Peminangan
Ada beberapa macam peminangan, diantaranya sebagai berikut:
a. Secara langsung yaitu menggunakan ucapan yang jelas dan terus terang sehingga
tidak mungkin dipahami dari ucapan itu kecuali untuk peminangan, seperti
ucapan,”saya berkeinginan untuk menikahimu.”
b. Secara tidak langsung yaitu dengan ucapan yang tidak jelas dan tidak terus terang atau
dengan istilah kinayah. Dengan pengertian lain ucapan itu dapat dipahami dengan
maksud lain, seperti pengucapan,”tidak ada orang yang tidak sepertimu.”
Perempuan yang belum kawin atau sudah kawin dan telah habis pula masa iddahnya
boleh dipinang dengan ucapan langsung aau terus terang dan boleh pula dengan ucapan
sindiran atau tidak langsung. Akan tetapi bagi wanita yang masih punya suami, meskipun
dengan janji akan dinikahinya pada waktu dia telah boleh dikawini, tidak boleh
meminangnya dengan menggunakan bahasa terus terang tadi.
Dalam hal ini, para ulama terbagi menjadi empat bagian Hanya muka dan telapak
tangan. Banyak ulama fiqih yang berpendapat demikian. Pendapat ini berdasarkan bahwa
muka adalah pancaran kecantikan atau ketampanan seseorang dan telapak tangan ada
kesuburan badannya.
Muka, telapak tangan dan kaki. Pendapat ini diutarakan oleh Abu Hanifah.
Wajah, leher, tangan, kaki, kepala dan betis. Pendapat ini dikedepankan para
pengikut Hambali.
Bagian-bagian yang berdaging. Pendapat ini menurut al-Auza’i.
Keseluruh badan. Pendapat ini dikemukakan oleh Daud Zhahiri. Pendapat ini
berdasarkan ketidakadaan hadis nabi yang menjelaskan batas-batas melihat
ketika meminang.
Walimah
Didalam pernikahan perlu adanya walimah ( walimatul'arusy) yaitu pesta pernikahan
guna mensiarkan terjadinya akad nikah antara laki-laki dan perempuan kepada masyarakat.
Walimah adalah perayaan pesta yang diadakan dalam kesempatan pernikahan.
تعسروا ول يسروا
Artinya : "Permudahlah dan jangan engkau persulit." (HR Muslim)
Kita diperintahkan untuk selalu mempermudah dalam semua perkara. dan dalam perkara
ibadah adalah lebih utama. dan nikah adalah ibadah. jadi lebih utama jika dipermudah proses
pernikahan tersebut.
Adapun Mahar adalah hak istri sepenuhnya. orang tua mempelai perempuan tidak
mempunyai hak sedikitpun dari mahar yang diberikan mempelai laki-laki kepada mempelai
perempuan. Allah berfirman :
Pada ayat diatas, Allah hanya menyebutkan "kepada wanita" yang dinikahi adalah hak
mahar tersebut. bukan kepada keluarga wanita tersebut. maka mahar adalah hak istri
sepenuhnya. Uang kado atau dari pemberian para tamu yang datang dalam acara walimah
tidak ada pula dalam Islam. Islam memerintahkan kepada orang yang menikah untuk
mengadakan acara walimah, yaitu dengan mengadakan pesta makan-makan kepada para
tamu. dalam kata lain, Islam memerintahkan orang yang menikah untuk memberi kepada para
tamunya yang hadir dalam acara tersebut, dan sama sekali tidak ada praktek pada kehidupan
Rosulullah –sholallahu 'alaihi wasallam- dan para sahabatnya mengambil/menerima uang
hadiah dari para tamu acara pesta pernikahan.
Wanita yang baik & Haram untuk dinikahi
Beberapa alasan pemuda ingin menikah dan wanita yang baik untuk dinikahi :
- Karena mengharapkan harta benda
- Karena mengharapkan kebangsawanannya
- Karena ingin melihat kecantikannya
- Karena agama dan budi pekertinya yang baik.
Beberapa alasan wanita haram untuk dinikahi :
- Keturununan
- Keluarga sepersusunan
- Hubungan pernikahan seperti mertua dan anak tiri.
Rukun dan Syarat sah perkawinan
- Adanya Calon suami dan calon isteri
- Adanya aqad yang terdiri dari ijab dan qobul
- Adanya wali nikah
- Adanya dua orang saksi
II. Mawaris Dalan Islam
Ilmu faraid (ilmu mawaris) yaitu ilmu yang membahas pembagian harta pusaka atau
ilmu yang menerangkan perkara pusaka. Pusaka dalam bahasa Arab disebut attirkah,
peninggalan orang yang telah mati, yakni harta benda dan hak yang ditinggalkan oleh orang
yang mati untuk dibagikan kepada yang berhak menerimanya.
Pusaka wajib dibagi menurut semestinya sesuai dengan hukum yang telah ditentukan
dalam al- Qur’an. Adapun setelah diterima kemudian diberikan kepada saudaranya yang
dianggap lemah ekonominya dalam lingkungan keluarganya itu terserah. Namun, harta benda
itu wajib dibagi menurut semestinya, sesuai dengan hukum yang telah ditentukan dalam al-
Qur’an.
Tujuan ilmu faraid (ilmu mawaris) ialah untuk menyelamatkan harta benda si mati
agar terhindar dari pengambilan harta orang-orang yang berhak menerimanya dan agar
jangan ada orang-orang yang makan harta hak milik orang lain, dan hak milik anak yatim
dengan jalan yang tidak halal. Inilah yang dimaksud Allah swt. dalam firman-Nya :
Orang-orang yang mempunyai ilmu faraid (ilmu mawaris) hampir sudah tidak ada,
dan pembagian waris yang diatur menurut syari’at Islam sudah tidak banyak dilaksanakan
oleh umat Islam sendiri. Kalau ada orang yang mati meninggalkan harta pusaka, tidak segera
dibagikan kepada yang berhak menerimanya, sehingga akhirnya harta pusaka itu habis tidak
terbagi. Rasulullah saw. sudah mensinyalir keadaan yang demikian, sehingga beliau sangat
menekankan kita kaum muslimin untuk mempelajari ilmu faraid (ilmu mawaris), karena ilmu
ini lama-lama akan lenyap, yakni orang-orang menjadi malas untuk melaksanakan pembagian
pusaka menurut semestinya, yang diatur hukum Islam. Rasulullah saw. bersabda :
Mempelajari ilmu faraid (ilmu mawaris) hukumnya fardhu kifayah, artinya kalau
dalam segolongan umat sudah ada orang yang mengerti dan memahami ilmu faraid (ilmu
mawaris), yang lain tidak lagi diwajibkan mempelajarinya. Sedangkan apabila dalam
segolongan umat sama sekali tidak ada yang mengerti ilmu faraid (ilmu mawaris), maka
segolongan umat itu berdosa.
Mengapa hukum waris Islam merupakan segi hukum yang sangat penting, sehingga
digolongkan fardhu kifayah. Dalam kaitan ini Rasulullah saw. bersabda :
1. Pengertian
Menurut bahasa mawaris adalah bentuk jama’ dari kata mirosun, yang berarti hal
warisan. Sedangkan menurut istilah adalah perpindahan berbagai hak dan kewajiban tentang
kekayaan orang meninggal dunia kepada orang lain yang masih hidup. Ilmu yang
mempelajari hal waris lebih populer disebut faroid, yaitu ilmu yang mempelajari tentang
siapa yang mendapaatkan warisan, siapa yang tidak mendapatkan, kadar yang diterima oleh
tiap-tiap ahli waris, dan bagaimana cara pembagiannya.
a. Nasab atau adanya hubungan darah atau keturunan (Q.S. An Nisa’ {4} : 7).
b. Mushoharoh, yaitu adanya ikatan pernikahan yang sah. Misalnya suami atau istri.
c. Al Wala’ yaitu seseorang yang memerdekakan budak. “Sesungguhnya hak wala’
(kekerabataan) itu untuk orang yang memerdekakan” ( H.R. Bukhori Muslim)
d. Hubungan sesama Muslim, yaitu jika yang meninggal tidak memiliki ahli waris
sebagaimana yang telah ditentukan oleh syari’ah.
Secara keseluruhan ahli waris yang mendapatkan harta pusaka ada 25 orang, yang
terdiri dari 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.
Pihak laki-laki :
a. Anak lakilaki
b. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
c. Ayah
d. Kakek dari pihak ayah
e. Saudara laki-laki sekandung
f. Saudara laki-laki seayah
g. Saudara laki-laki seibu
h. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung ( keponakan)
i. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
j. Saudara laki-laki ayah yang sekandung ( paman )
k. Saudara laki-laki ayah se ayah
l. Anak lai-laki saudara ayah yang laki-laki sekandung
m. Anak laki-laki saudara ayah yang laki-laki seayah
n. Suami
o. Lali-laki yang memerdekakan budak.
Jika lima belas orang tersebut di atas masih ada semuanya, yang diprioritaskan ada
tiga , yaitu ;
a. Ayah,
b. Anak laki-laki
c. Suami.
Pihak Perempuan :
a. Anak perempuan
b. Cucu perempuan dari anak laki-laki
c. Ibu
d. Nenek dari pihak ayah
e. Nenenk diri pihak ibu
f. Saudara perempuan sekandung
g. Saudara peremmpuan seayah
h. Saudara peremouan seibu
i. Istri
j. Perempuan yang memerdekakan budak
Jika Sepuluh orang masih ada semua, maka yang diprioritaskan ada lima yaitu :
a. Istri
b. Anak perempuan
c. Cucu perempuan dari anak laki-laki
d. Saudara perempuan sekandung
Jika dua 25 orang masih ada semua, maka yang diprioritaskan adalah sebagai perikut :
a. Ibu
b. Ayah
c. Anak laki-laki
d. Anak perempuan
e. Suami atau istri
5. Pembagian Ahli Waris.
Ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu (Furudhul Muqoddaroh) Bagian-bagian waris
yang telah ditentukan oleh Al Qur’an adlah : 1/2, 1/4, 1/8, 2/3, 1/3, 1/6.
Ahli waris ashobah adalah ahli waris yang memperoleh bagian berdasarkan sisa harta
pusakasetelah dibagikan ahli waris yang lain. Ahli waris ashobah dapat menghabiskan semua
sisa harta pusaka. Ashobah dibagi menjadi tiga yaitu :
Ashobah binafsih, yaitu ahli waris yang mejadi ashobah dengan sendirinya, yaitu :
a). Anak laki-laki
b). Cucu laki-laki dari anak laki-laki
c). Ayah
d). Kakek dari pihak ayah
e). Saudara laki-laki sekandung
f). Saudara laki-laki seayah
g). Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
h). Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
i). Paman sekandung dari ayah
j). Panan seayah dari ayah
k). Anak laki-laki sekandung dari ayah
l). Anak laki-laki paman seayah dari ayah
Ashobah bil ghoiri, ahli waris yang menjadi ashobah karena sebab ahli waris yang
lain mereka adalah :
1). Anak perempuan, jika bersama saudara laki-laki.
2). Cucu perempuan, jika bersama cucu laki-laki
3). Saudara perempuan sekandung , jika bersama saudara laki-laki.
4). Saudara perempuan seayah, jika bersama saudara laki-laki seayah
Ashobah Ma’al ghoiri, ahli waris yang menjadi ashobah jika bersama ahli waris yang
lain, yaitu :
a). Saudara perempuan sekandung seorang atau lebih, jika bersama anak atau cucu
perempuan.
b). Saudara perempuan seayah seorang atau lebih, jika bersama anak atau cucu perempuan
yang seayah.
Masyarakat disebut society,asal kata socius yang berarti kawan. Adapun kata
masyarakat berasal dari bahasa arab, yaitu syirk artinya bergaul. Masyarakat disebut pula
kesatuan sosial, karena mempunyai ikatan-ikatan kasih sayang yang erat. Agama dalam
kaitannya dengan masyarakat mempunyai dampak positif berupa daya penyatu atau
sentripetal dan dampak negatif sentrifugal. Agama mempunyai sistem kepercayaan dimulai
dengan penciptaan pandangan dunia baru yang didalamnya konsepsi lama dan
pelembagaannya bisa kehilangan dasar adanya. Meskipun ajaran pokok suatu agama bisa
bersifat universal, namun mula-mula ditujukan kepada sekelompok orang yang sedikit
banyak homogen. Agama menjadi dasar solidaritas kelompok baru yang tertentu.
Istilah masyarakat madani dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah civil society
pertama kali dikemukan oleh Cicero dalam filsafat politiknya dengan istilah societies civilis
yang identik dengan negara. Dalam perkembangannya istilah civil society dipahami sebagai
organisasi-organisasi masyarakat yang terutama bercirikan kesukarelaan dan kemandirian
yang tinggi berhadapan dengan negara serta keterikatan dengan nilai-nilai atau norma hukum
yang dipatuhi masyarakat. Bangsa Indonesia berusaha untuk mencari bentuk masyarakat
madani yang pada dasarnya adalah masyarakat sipil yang demokrasi dan agamis/religius.
Dalam kaitannya pembentukan masyarakat madani di Indonesia, maka warga negara
Indonesia perlu dikembangkan untuk menjadi warga negara yang cerdas, demokratis, dan
religius dengan bercirikan imtak, kritis argumentatif, dan kreatif, berfikir dan berperasaan
secara jernih sesuai dengan aturan, menerima semangat Bhineka Tunggal Ika, berorganisasi
secara sadar dan bertanggung jaw ab,memilih calon pemimpin secara jujur-adil, menyikapi
mass media secara kritis dan objektif, berani tampil dan kemasyarakatan secara
profesionalis,berani dan mampu menjadi saksi, memiliki pengertian kesejagatan, mampu dan
mau silih asah-asih-asuh antara sejawat, memahami daerah Indonesia saat ini, mengenal cita-
cita Indonesia di masa mendatang dan sebagainya.
Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia
diantaranya :
1. Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata
2. Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat
3. Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter
4. Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas
5. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar
6. Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi
Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka
yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan):
“Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu
kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha
Pengampun”.
Ada dua masyarakat madani dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai masyarakat
madani, yaitu:
1) Masyarakat Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman.
2) Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjjian Madinah antara Rasullullah SAW
beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani
dari kaum Aus dan Khazraj. Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat
untuk saling menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Al-
Qur’an sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW sebagai pemimpin dengan ketaatan
penuh terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya
untuk memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah
sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan
kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya;
dimana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga
negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian,
masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for
granted. Masyarakat madani adalah onsep yang cair yang dibentuk dari poses sejarah yang
panjang dan perjuangan yang terus menerus. Bila kita kaji, masyarakat di negara-negara maju
yang sudah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani, maka ada beberapa prasyarat yang
harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya democratic governance
(pemerintahan demokratis) yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan democratic
civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung nilai-nilai civil security; civil
responsibility dan civil resilience). produktif dan Apabila diurai, dua kriteria tersebut menjadi
tujuh prasyarat masyarakat madani sbb:
Konsep Masyarakat Madani semula dimunculkan sebagai jawaban atas usulan untuk
meletakkan peran agama ke dalam suatu masyarakat Multikultural. Multikultural merupakan
produk dari proses demokratisasi di negeri ini yang sedang berlangsung terus menerus yang
kemudian memunculkan ide pluralistik dan implikasinya kesetaraan hak individual. Perlu kita
pahami, perbincangan seputar Masyarakat Madani sudah ada sejak tahun 1990-an, akan tetapi
sampai saat ini, masyarakat.
Madani lebih diterjemahkan sebagai masyarakat sipil oleh beberapa pakar Sosiologi.
Untuk lebih jelasnya, kita perlu menganalisa secara historis kemunculan masyarakat Madani
dan kemunculan istilah masyarakat Sipil, agar lebih akurat membahastentang peran agama
dalam membangun masyarakat bangsa. Masyarakat Sipil adalah terjemahan dari istilah
Inggris Civil Society yang mengambil dari bahasa Latin civilas societas. Secara historis karya
Adam Ferguson merupakan salah satu titik asal penggunaan ungkapan masyarakat sipil (civil
society), yang kemudian diterjemahkan sebagai masyarakat Madani.
Gagasan masyarakat sipil merupakan tujuan utama dalam membongkar masyarakat
Marxis. Masyarakat sipil menampilkan dirinya sebagai daerah kepentingan diri individual
dan pemenuhan maksud-maksud pribadi secara bebas, dan merupakan bagian dari
masyarakat yang menentang struktur politik (dalam konteks tatanan sosial) atau berbeda dari
negara. Masyarakat sipil, memiliki dua bidang yang berlainan yaitu bidang politik (juga
moral) dan bidang sosial ekonomi yang secara moral netral dan instumental (lih.
Gellner:1996). Seperti Durkheim, pusat perhatian Ferguson adalah pembagian kerja dalam
masyarakat, dia melihat bahwa konsekuensi sosio-politis dari pembagian kerja jauh lebih
penting disbanding konsekuensi ekonominya.
Ferguson melupakan kemakmuran sebagai landasan berpartisipasi. Dia juga tidak
mempertimbangkan peranan agama ketika menguraikan saling mempengaruhi antara dua
partisipan tersebut (masyarakat komersial dan masyarakat perang), padahal dia memasukan
kebajikan di dalam konsep masyarakatnya. Masyarakat sipil dalam pengertian yang lebih
sempit ialah bagian dari masyarakat yang menentang struktur politik dalam konteks tatanan
sosial di mana pemisahan seperti ini telah terjadi dan mungkin. Selanjutnya sebagai
pembanding, Ferguson mengambil masyarakat feodal, dimana perbandingan di antara
keduanya adalah, pada masyarakat feodal strata politik dan ekonomi jelas terlihat bahkan
dijamin secara hukum dan ritual, tidak ada pemisahan hanya ada satu tatanan sosial, politik
dan ekonomi yang saling memperkuat satu sama lain.
Posisi seperti ini tidak mungkin lagi terjadi pada masyarakat komersial. Kekhawatiran
Ferguson selanjutnya adalah apabila masyarakat perang digantikan dengan masyarakat
komersial, maka negara menjadi lemah dari serangan musuh. Secara tidak disadari Ferguson
menggemakan ahli teori peradaban, yaitu Ibnu Khaldun yang mengemukakan spesialisme
mengatomisasi mereka dan menghalangi kesatupaduan yang merupakan syarat bagi
efektifnya politik dan militer. Di dalam masyarakat Ibnu Khaldun militer masih memiliki
peran dan berfungsi sebagai penjaga keamanan negara, maka tidak pernah ada dan tidak
mungkin ada bagi dunianya, masyarakat sipil.
Pada kenyataannya, apabila kita konsekuen dengan menggunakan masyarakat Madani
sebagai padanan dari Masyarakat Sipil, maka secara historis kita lebih mudah secara
langsung me-refer kepada “masyarakat”nya Ibnu Khaldun. Deskripsi masyarakatnya justru
banyak mengandung muatan-muatan moral-spiritual dan mengunakan agama sebagai
landasan analisisnya. Pada kenyataannya masyarakat sipil tidak sama dengan masyarakat
Madani. Masyarakat Madani merujuk kepada sebuah masyarakat dan negara yang diatur oleh
hukum agama, sedangkan masyarakat sipil merujuk kepada komponen di luar negara. Syed
Farid Alatas seorang sosiolog sepakat dengan Syed M. Al Naquib Al Attas (berbeda dengan
para sosiolog umumnya), menyatakan bahwa faham masyarakat Madani tidak sama dengan
faham masyarakat Sipil. Istilah Madani, Madinah (kota) dan din (diterjemahkan sebagai
agama) semuanya didasarkan dari akar kata dyn.
Kenyataan bahwa nama kota Yathrib berubah menjadi Medinah bermakna di sanalah
din berlaku (lih. Alatas, 2001:7). Secara historispun masyarakat Sipil dan masyarakat Madani
tidak memiliki hubungan sama sekali. Masyarakat Madani bermula dari perjuangan Nabi
Muhammad SAW menghadapi kondisi jahiliyyah masyarakat Arab Quraisy di Mekkah.
Beliau memperjuangkan kedaulatan, agar ummatnya leluasa menjalankan syari’at agama di
bawah suatu perlindungan hukum. Masyarakat madani sejatinya bukanlah konsep yang
ekslusif dan dipandang sebagai dokumen usang. Ia merupakan konsep yang senantiasa hidup
dan dapat berkembang dalam setiap ruang dan waktu. Mengingat landasan dan motivasi
utama dalam masyarakat madani adalah Alquran.
Meski Alquran tidak menyebutkan secara langsung bentuk masyarakat yang ideal
namun tetap memberikan arahan atau petunjuk mengenai prinsip-prinsip dasar dan pilar-pilar
yang terkandung dalam sebuah masyarakat yang baik. Secara faktual, sebagai cerminan
masyarakat yang ideal kita dapat meneladani perjuangan rasulullah mendirikan dan
menumbuhkembangkan konsep masyarakat madani di Madinah.
Prinsip terciptanya masyarakat madani bermula sejak hijrahnya Nabi Muhammad
Saw. Beserta para pengikutnya dari Makah ke Yatsrib. Hal tersebut terlihat dari tujuan hijrah
sebagai sebuah refleksi gerakan penyelamatan akidah dan sebuah sikap optimisme dalam
mewujudkan cita-cita membentuk yang madaniyyah (beradab). Selang dua tahun pascahijrah
atau tepatnya 624 M, setelah Rasulullah mempelajari karakteristik dan struktur masyarakat di
Madinah yang cukup plural, beliau kemudian melakukan beberapa perubahan sosial. Salah
satu di antaranya adalah mengikat perjanjian solidaritas untuk membangun dan
mempertahankan sistem sosial yang baru. Sebuah ikatan perjanjian antara berbagai suku, ras,
dan etnis seperti Bani Qainuqa, Bani Auf, Bani al-Najjar dan lainnya yang beragam saat itu,
juga termasuk Yahudi dan Nasrani.
Dalam pandangan saya, setidaknya ada tiga karakteristik dasar dalam masyarakat
madani. Pertama, diakuinya semangat pluralisme. Artinya, pluralitas telah menjadi sebuah
keniscayaan yang tidak dapat dielakkan sehingga mau tidak mau, pluralitas telah menjadi
suatu kaidah yang abadi dalam pandangan Alquran. Pluralitas juga pada dasarnya merupakan
ketentuan Allah SWT (sunnatullah), sebagaimana tertuang dalam Alquran surat Al-Hujurat
(49) ayat 13. Dengan kata lain, pluralitas merupakan sesuatu yang kodrati (given) dalam
kehidupan.
Dalam ajaran Islam, pluralisme merupakan karunia Allah yang bertujuan
mencerdaskan umat melalui perbedaan konstruktif dan dinamis. Ia (pluralitas) juga
merupakan sumber dan motivator terwujudnya vividitas kreativitas (penggambaran yang
hidup) yang terancam keberadaannya jika tidak terdapat perbedaan (Muhammad
Imarah:1999). Satu hal yang menjadi catatan penting bagi kita adalah sebuah peradaban yang
kosmopolit akan tercipta manakala umat Islam memiliki sikap inklusif dan mempunyai
kemampuan (ability) menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar. Namun, dengan catatan
identitas sejati atas parameter-parameter autentik agama tetap terjaga. Kedua, adalah
tingginya sikap toleransi (tasamuh). Baik terhadap saudara sesama Muslim maupun terhadap
saudara non-Muslim. Secara sederhana toleransi dapat diartikan sebagai sikap suka
mendengar dan menghargai pendapat dan pendirian orang lain.
Senada dengan hal itu, Quraish Shihab (2000) menyatakan bahwa tujuan Islam tidak
sematamata mempertahankan kelestariannya sebagai sebuah agama. Namun juga mengakui
eksistensi agama lain dengan memberinya hak hidup, berdampingan seiring dan saling
menghormati satu sama lain. Sebagaimana hal itu pernah dicontohkan Rasulullah Saw. di
Madinah. Setidaknya landasan normatif dari sikap toleransi dapat kita tilik dalam firman
Allah yang termaktub dalam surat Al-An’am ayat 108.
Ketiga, adalah tegaknya prinsip demokrasi atau dalam dunia Islam lebih dikenal
dengan istilah musyawarah. Terlepas dari perdebatan mengenai perbedaan konsep demokrasi
dengan musyawarah, saya memandang dalam arti membatasi hanya pada wilayah terminologi
saja, tidak lebih. Mengingat di dalam Alquran juga terdapat nilai-nilai demokrasi (surat As-
Syura:38, surat Al-Mujadilah:11).
Ketiga prinsip dasar setidaknya menjadi refleksi bagi kita yang menginginkan
terwujudnya sebuah tatanan sosial masyarakat madani dalam konteks hari ini. Paling tidak
hal tersebut menjadi modal dasar untuk mewujudkan masyarakat yang dicita-citakan.
Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi
pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang
kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan
bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-
nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-
Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.
Ciri masyarakat dengan sistem masyarakat islam yang disebut dalam Al-Qur`an.
Pertama : Persaudaraan. Hal ini di sebutkan dalam surat Al-Hujarat ayat : 10 yang
menyatakan bahawa orang mukmin itu bersaudara.
Kedua : Persamaan( musawah ). Konsep musawah menjadi ciri pokok dalam masyarakat
Islam menunjuk pada konsep hukum dalam makna kesamaan kedudukan. Disebutkan dalam
surat Al-Hujarat ayat:13. artinya : "Wahai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu
dari jenis laki-laku dan perempuan dan kami jadikan kamu bersuku-suku dan
berbangsabangsa agar kalian dapat saling mengenal".
Ketiga : Toleransi atau tasmuh . Sikap atau perbuatan menghargai pendirian,pendapat, dan
perbuatan orang lain. Surat Al-kafirun ayat : 6.
Keempat : Amar ma`ruf nahi munkar. Menganjurkan berbuat baik dan mencegah berbuat
jahat.
Kelima : Musyawarah.
Ketujuh : Keseimbangan.
IV. KESIMPULAN
http://fixguy.wordpress.com/makalah-masyarakat-madani/
http://www.crayonpedia.org/mw/Ciri-Ciri_Masyarakat_Madani
http://master-masday.blogspot.com/2011/07/ilmu-faraid-ilmu-mawaris.html
http://kumpulan-q.blogspot.com/2009/01/peminangan-dan-kafaah-dalam-
Perkawinan_19.html
http://myoesuf.wordpress.com/2011/02/27/hukum-pernikahan-beda-agama-dalam-islam/
http://my.opera.com/Boecharyst%20M.Kasim/blog/2008/04/20/hukum-pernikahan-
dalamislam
http://kampunglinux.blogspot.com/2011/01/agama-dan-masyarakat-i.html