Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
DEWI PUSPITARANI
10800113120 / Kelas C
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Dewipuspitarani23@gmail.com
ABSTRACT
The problem of corruption has always been an interesting issue to be discussed,
both in Indonesia and other countries. Various efforts have been made by the
government to combat corruption, but has not been able to resolve the problem of
corruption, which is already inflamed. Money laundering is a new mode that criminals
use to hide the proceeds of corruption. Along with the widespread corruption then it
will need forensic accountants to uncover cases of corruption until the legal settlement.
Follow the money is an approach that can be used to uncover cases of money
laundering. This research aims to find out how important the ability to think as a thief
for forensic accountants in performing their duties. The author uses the theory of
perception and Klitgaardcorruption theory to help answer the problem formulation. The
results show that the discussion to uncover corruption, a forensic accountant needs to
know the pattern of action that corruptor do, which can only be achieved if the
accountant is able to position itself as the perpetrator and able to think as a thief.
Keywords: Corruption, Forensic Accountant, Money Laundering, Follow The Money
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997 bagaikan bencana
alam yang memporak-pondakan sebagian sendi-sendi perekonomian Indonesia yang
dampaknya masih terasa hingga sekarang. Pasca Krisis Moneter 1997 yang
meluluhlantakkan perekonomian dan menghancurkan rezim orde baru yang berkuasa
berimbas ke berbagai aspek dari ekonomi, politik, hukum dan tata negara.Sistem
perekonomian yang dibangun orde baru dengan kekuasaan sekelompok elit politik dan
didukung militer telah menampakkan kebobrokannya, dimana faktor kolusi, korupsi dan
nepotisme menjadi sebab utama mengapa negara ini tidak mampu bertahan dari krisis
bahkan dampaknya masih terasa hingga sekarang (Sukesih:2012). Menjamurnya
praktik-praktik korupsi hampir di setiap lini kehidupan di Indonesia sangat ironis
dengan banyaknya strategi yang telah dirumuskan oleh berbagai lembaga pemerintahan
(Wiratmaja:2009). Masalah korupsi selalu menjadi isu yang menarik untuk dibahas,
baik di Indonesia maupun negara-negara lainnya. Berbagai upaya sebenarnya telah
dilakukan pemerintah untuk memberantas korupsi namun sepertinya belum mampu
untuk menuntaskan persoalan korupsi yang sudah meradang.
Berbagai lembaga survey atau penelitian baik di Indonesia maupun di luar negeri
menyebutkan bahwa fenomena korupsi di Indonesia sudah sangat parah dan kondisi
tersebut sering menempatkan Indonesia pada posisi yang cukup rendah sebagai negara
terkorup (Sudaryati dan Nafi’: 2011). Sehingga tidak heran ketika masyarakat menilai
pemerintah yang seharusnya berpihak kepada rakyat untuk kesejahteraan rakyat dinilai
sebagai rekayasa belaka ketika korupsi seolah lumrah dikalangan pemerintahan. Krisis
ekonomi yang melanda Indonesia dipercaya sebagai akibat dari akumulasi tindakan
kecurangan yang tidak pernah diusut tuntas (Robiyanto:2009). Banyaknya pelaku
korupsi dari pejabat Negara dan pejabat kepala daerah menunjukkan ada kesalahan
mendasar dalam pengelolaan keuangan Negara termasuk dalam sistim pengawasan
internal keuangan Negara (Puspa:2012).
Kejahatan dalam bidang ekonomi sekarang ini telah dilakukan dengan metode-
metode yang lebih canggih dan dilakukan oleh orang-orang yang memiliki ilmu
pengetahuan dan profesional. Mereka secara sengaja menggunakan ilmu pengetahuan
dan keahliannya untuk melakukan kecurangan dan manipulasi keuangan dengan cara-
cara yang melanggar hukum. Kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang terpelajar
(educated people) ini disebut sebagai kejahatan kerah putih (white collar crime). Suatu
kejahatan kerah putih, adalah suatu kejahatan yang dilakukan seseorang yang bekerja
pada sektor pemerintah atau sektor swasta, dalam suatu posisi yang diberi kepercayaan.
Konsep kejahatan kerah putih tidak hanya memasukkan kejahatan pelanggaran
kepercayaan oleh orang dalam peran kewenangan, tetapi juga pelanggaran dalam etika
bisnis (Lengkong:2016). Hal ini seperti yang di kemukakan oleh Robert Klitgaard
dalam teorinya yang memaparkan bahwa korupsi hanya bisadilakukan oleh pejabat
berwenang yang berkesempatan untuk memiliki monopoli atas barang atau jasa.
Seiring dengan maraknya tindak pidana korupsi dan penyelewangan lainnya
yang berkaitan dengan kejahatan ekonomi, maka dewasa ini sangat diperlukan adanya
akuntan forensik yang memiliki keahlian khusus dalam menginvestigasi. Ilmu forensik
adalah ilmu yang digunakan untuk penyelidikan kriminal dalam rangka mencari bukti
yang dapat digunakan dalam kasus-kasus criminal (Hakim:2014). Akuntansi forensik
adalah penggunaan keahlian akuntansi yang dipadukan dengan kemampuan investigatif
untuk memecahkan suatu masalah/sengketa keuangan atau dugaan fraud (Sayyid:2013).
Perbedaaan utama akuntansi forensik dengan akuntansi maupun audit
konvensional lebih terletak pada mindset (kerangka pikir). Metodologi kedua jenis
akuntansi tersebut tidak jauh berbeda. Akuntasi forensik lebih menekankan pada
keanehan (exceptions, oddities, irregularities) dan pola tindakan (pattern of conduct)
daripada kesalahan (errors) dan keteledoran (ommisions) seperti pada audit umum
(Sukesih:2012). Untuk menjadi akuntan forensik maka akuntan perlu menjadi akuntan
spesialis yang lebih khusus lagi dari hanya sekedar menjadi auditor laporan keuangan
yang biasanya melakukan audit umum (general audit) atas laporan keuangan
perusahaan. Selain itu, juga dibutuhkan pengalaman auditor yang ditunjukan dengan
jumlah penugasan praktik audit yang pernah dilakukan oleh auditor. Pengalaman yang
dimiliki oleh auditor akan membantu auditor dalam meningkatkan pengetahuannya
mengenai kekeliruan dan kecurangan (Surtiyana:2014). Pengalaman auditor ini akan
mempengaruhi persepsi mereka terhadap suatu tindak kecurangan yang dijelaskan
dalam teori persepsi.
Seorang auditor forensik dituntut mampu melihat keluar dan menelusuri hingga
dibalik angka-angka yang tampak, serta dapat mengaitkan dengan situasi bisnis yang
sedang berkembang agar bisa mengungkapkan informasi yang akurat, obyektif, dan
dapat menemukan adanya penyimpangan. Kemampuan ini hanya dimiliki oleh auditor
dengan pengalaman mengaudit yang tinggi sekaligus paham ilmu pengetahuan lain yang
mendukung (Sudaryati dan Nafi’: 2011). Fokus dari akuntan forensik adalah bagaimana
mereka mendeteksi adanya fraud dan menemukan siapa pelakunya hingga
penyelesainnya diranah hukum. Fraud adalahsuatu tindak kesengajaan untuk
menggunakan sumber daya perusahaan secara tidak wajar dan salah menyajikan fakta
untuk memperoleh keuntungan pribadi. Hal ini termasuk berbohong, menggelapkan dan
mencuri.
Agar dapat membongkar terjadinya fraud (kecurangan) maka seorang akuntan
forensik harus mempunyai pengetahuan dasar akuntansi dan audit yang kuat,
pengenalan perilaku manusia dan organisasi (human dan organization behaviour),
pengetahuan tentang aspek yang mendorong terjadinya kecurangan (incentive, pressure,
attitudes, rationalization, opportunities), pengetahuan tentang hukum dan peraturan
(standar bukti keuangan dan bukti hukum), pengetahuan tentang kriminologi dan
viktimologi (profiling) pemahaman terhadap pengendalian internal, dan kemampuan
berpikir seperti pencuri (think as a theft) (Iprianto:2009).Seorang akuntan forensik harus
mampu memandang segala sesuatu dengan sudut pandang yang mendalam. Akuntan
forensik harus melakukan gerakan-gerakan dan menunjukkan perannya dalam
mengungkap kasus-kasus korupsi, untuk menunjukkan eksistensinya.
Menurut Antonio (2002) Kecurangan yang dilakukan untuk keuntungan suatu
organisasi dapat berupa pengeksploitasian informasi yang salah atau keuntungan yang
tidak wajar yang dapat menipu pihak luar atau menyebabkan kesalahan interpretasi dari
pihak luar atau pengguna laporan keuangan ataupun pengambilan atau penggunaan
aktiva badan usaha secara ilegal. Kecurangan dalam segala aspek kehidupan terus
sajamenjadi ancaman. Hampir setiap hari di media sosial, media cetak maupun
elektronik membahas persoalan ini.Contoh kecurangan-kecurangan yang biasa terjadi
dalam suatu badan usaha adalah penjualan aktiva tetap fiktif, pencurian asset badan
usaha, penyuapan hingga praktik pencucican uang atau money laundering.
Sebagai akuntan forensik harus mehahami setiap pola kecurangan yang
dilakukan dan mengikuti perkembangan motif atau modusbaru dalam melancarkan aksi
kecurangannya, seperti pada praktik money laundering yang dewasa ini marak
digunakan oleh para koruptor. Masalah money laundering belakangan ini makin
mendapat perhatian khusus dari dunia internasional.Perhatian demikian dipicu dengan
semakin maraknya tindakkejahatan ini dari waktu ke waktu (Sutrisni: 2011). Melalui
proses money laundering, para koruptor dapat menikmati harta kekayaan yang dikorupsi
tanpa menimbulkan kecurigaan dari aparat penegak hukum (Amrani : 2013 ).
Pelaku korupsi adalah mereka yang memiliki ilmu pengetahuan dan profesional,
mereka yang tidak pernah kehabisan akal untuk melakukan kecurangan dengan
menggunakan motif-motif baru. Money Laundering merupakan salah satu contoh motif
terbaru yang koruptor gunakan untuk melancarkan aksinya. Hal ini merupakan
tantangan tersendiri bagi seorang akuntan forensik. Berdasarkan fenomena ini, saya
tertarik untuk membahas tentang pentingnya berpikir seperti pencuri (Think as a thief )
bagi seorang akuntan forensik dalam mengungkap tindak pidana korupsi dengan motif
money laundry. Hal ini dilandasi oleh pemikiran bahwa untuk mengungkap adanya
sebuah tindak kecurangan dalam hal ini pencurian, kita harus lebih “cakap” dari seorang
pencuri itu sendiri. Bagaimana seorang akuntan forensik harus lebih pintar dan
menguasai setiap teknik kecurangan yang mungkin saja para pelaku gunakan dalam
melakukan kecurangan yang melanggar hukum (korupsi).
B. Rumusan Masalah
Tindak pidana korupsi merupakan suatu bentuk kecurangan yang sangat marak
terjadi di Indonesia. Kebanyakan dari pelaku korupsi adalah seorang pejabat yang
memiliki pengetahuan dan keahlian serta jabatan yang membuat mereka memiliki ruang
yang besar untuk melakukan kecurangan tersebut. Dewasa ini lebih banyak koruptor
yang melakukan tindak pidana korupsi secara sistematis dan melibatkan banyak pihak
dengan berbagai modus. Money laundering merupakan suatu modus yang koruptor
lakukan bersama-sama untuk menyamarkan asal usul dana hasil korupsi mereka dan
membuat dana kotor tersebut seolah berasal dari sumber yang sah dan legal. Oleh
karena itu seorang akuntan forensik yang difokuskan untuk mengungkap kecurangan
tersebut,diharapkan dapat cepat tanggap akan situasi yang terjadi. Berdasarkan
pemikiran tersebut, maka, penulis merumuskan beberapa masalah seperti berikut:
1. Bagaimana kerangka pikir (mindset) yang sebaiknya dimiliki oleh seorang akuntan
forensik?
2. Kemampuan seperti apa yang harus dimiliki auditor investigasi atau akuntan
forensik dalam mendeteksi adanya kecurangan?
3. Bagaimana cara akuntan forensik mengungkap tindak pidana korupsi dengan motif
Money Laundering ?
III. KESIMPULAN
Akuntansi forensik merupakan bidang kajian yang relatif baru dalam
akuntansi. Akuntan forensik difokuskan pada upaya membantu mengungkap
kecurangan yang terjadi dalam suatu organisasi, mulai dari mendeteteksi adanya
kecurangan, menemukan siapa pelaku kecurangan tersebut sampai penyelesaiannya
diranah hukum. Untuk melaksanakan tugas berat tersebut seorang akuntan forensik
dituntut memiliki kemampuan khusus dan pengalaman yang tinggi dalam bidang
auditor.Kecurangan yang marak dan paling merugikan negara adalah korupsi. Adanya
akuntansi forensik akan sangat membantu dalam menganalisis berbagai kasus korupsi.
Salah satu cara koruptormenyembunyikan dana korupsi tersebut biasanya
dilakukan dengan Money Laundering. Pola pikir akuntansi forensik menekankan
kecurangan pada keanehan dan pola tindakan, sehingga untuk mengungkap tindak
money laundering seorang akuntan forensik dituntut mampu mengetahui secara detail
bagaimana pola tindakan pelaku korupsi terkait kecurangan yang dia lakukan. Dalam
mengungkap tindak pidana korupsi modus Money Laundering, akuntan forensik bisa
menggunakan pendekatan follow the money (mengikuti aliran dana).Hal ini dapat
mereka laksanakan jika mereka mampu menempatkan diri mereka sebagai pelaku tindak
pidana korupsi tersebut (pencuri). Maka hal ini menjadi penting karena dengan berpikir
seperti pencuri (think as a thief) akan membantu akuntan forensik untuk “menangkap”
seorang pencuri dengan mengetahui arah pola tindakan pelaku kecurangan yang pelaku
gunakandan memudahkan mereka untuk mengetahui darimana uang berasal dan siapa
saja sebenarnya pengguna dan penikmat hasil korupsi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Dewayani, Rhety Ayu dan Anis Chairi. 2015. Money Laundering Dan Keterlibatan
Wanita (Artis):Tantangan Baru Bagi Auditor Investigatif. Volume 4, Nomor 3,
Tahun 2015, Halaman1-6ISSN (Online): 2337-3806
Hakim, Uminah. 2014. Eksistensi akuntan forensik dalam penyidikan dan pembuktian
pidana korupsi..Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Hopwood, W. S., J. J. Leiner, and G. R. Young. 2008. Forensic Accounting. New York:
McGraw-Hill/Irwin.
Iprianto. 2009. Persepsi akademisi dan praktisia akuntansi terhadap keahlian akuntan
forensik.Universitas Diponegoro. Bandung.
Jumansyah. Nunik Lestari Dewi. Tan Kwang En. 2012. Akuntansi forensik dan
prospeknya terhadap penyelesaianmasalah-masalah Hukum di Indonesia.
Puspa, Dwi Fitri. 2012. Faktor-faktor pemicu pentingnya akuntansi forensik. Jurnal
kajian akuntansi dan auditing vol 7, No 12. Universitas Bung Hatta.
Robbins, Stephen.P. 2008. Organizational Behavior, Tenth Edition. Alih bahasa Drs. Benyamin
Molan. Jakarta: Salemba Empat.
Rukmawati, A.D. 2011. Persepsi Manajer dan Auditor Eksternal Mengenai Efektivitas Metode
Pendeteksian dan pencegahan Tindakan Kecurangan Keuangan. Skripsi. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Sudaryati, Dwi. dan Nafi’ Inayati Zaharo. 2011. Auditing forensik dan value for money
audit. ISSN : 1979-6889.
Sutrisni, Ni Komang dan A.A.Ketut Sukranata. 2011. Pendekatan Follow The Money
Dalam Penelusuran Tindak Pidana Pencucian Uang Serta Tindak Pidana Lain.
Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana