Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
04011381320031
PSPD A 2013
ANALISIS MASALAH
1. Bagaimana mekanisme transfer pasien yang ideal? Eko, Indah
Jawab:
Pada saat keadaan Pra RS titik berat diberikan pada penjagaan airway (jalan
nafas), kontrol pendarahan, imobilisasi penderita, dan segera bawa penderita ke
RS terdekat.
a. Penjagaan airway disini maksudnya adalah mencegah terjadinya
penyumbatan jalan nafas. Penyumbatan jalan nafas ini dapat disebabkan
karena darah, air liur ataupun makanan yang keluar dari lambung. Semua hal
tersebut dapat tertahan di mulut, masuk ke jalan nafas dan akhirnya
menyebabkan penderita tidak bisa bernafas. Oleh karena itu usahakan agar
pada mulut tidak terdapat sumbatan tersebut. Namun prosedur ini tidak boleh
membuat leher mengalami gerakan terangkat terlalu banyak karena pada
keadaan patah tulang leher berbahaya bila bagian leher banyak bergerak.
b. Kontrol perdarahan. Misal terdapat luka terbuka berdarah, hal yang perlu
dilakukan adalah segeralah melakukan tindakan tampon (menekan perdarahan
aktif dengan gulungan kain). Hal ini untuk mencegah darah terus mengalir
dan menyebabkan kejadian syok hipolvolemia (kehabisan darah) pada pasien.
Penekanan dengan ban pinggang pada daerah sebelum perdarahan tidak
disarankan dalam hal ini karena dapat menimbulkan kematian jaringan bagian
ujung.
c. Imobilisasi penderita. Jangan terlalu banyak melakukan gerakan kepada
penderita karena pada kasus patah tulang (terutama leher), terlalu banyak
melakukan gerakan yang tidak tepat akan memperberat keadaan pasien.
Mencegah kerusakan lanjut bagian yang fraktur dengan cara pembalutan dan
pemasangan bidai. Sebelum melakukan penilaian fraktur, perlu dilakukan
penilaian klinis, apakah luka itu tembus tulang, adakah trauma pembuluh
darah/saraf ataukah ada trauma alat-alat dalam yang lain. Mengembalikan
posisi patahan tulang ke posisi semula (reposisi). Mempertahankan posisi itu
selama masa penyembuhan fraktur (immobilisasi). Biasanya dengan
pembidaian. Bidai terbagi 2, yaitu bidai anatomis (body splint), menggunakan
bagian yang sehat sebagai bidai terhadap bagian yang lain dan bidai kayu
(rigid splint).
Imobilisasi pada kasus Tn X:
1) Immobilisasi bagian tubuh yang mengalami dan bila dicurigai adanya fraktur
sebelum pasien dipindahkan.
2) Pasang bidai untuk mengurangi nyeri gerakan fragmen tulang dan sendi
sekitar fraktur.
3) Pikirkan bidai sementara dengan bantalan yang memadai yang kemudian
dibebat dengan kencang. Immobilisasi ekstremitas bawah dapat dilakukan
dengan membabat kedua tungkai bersamaan, dengan ekstremitas yang sehat
bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Peredaran distal harus
dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi jaringan perifer.
4) Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan kasa steril, jangan lakukan reduksi
fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka, pasang
bidai.
5) Di UGD pasien dievaluasi dengan lengkap, ekstremitas yang cedera jangan
digerakkan.
Cara rujukan:
Dokter/perawat yang mengirim bertanggung jawab untuk memulai rujukan
Cara transport harus dipilih yang sesuai
Perawatan dalam perjalanan
Komunikasi dengan RS dirujuk
Penderita dalam keadaan stabil saat akan dirujuk
Laporkan prosedur tindakan yang telah dilakukan
Cara transport:
Prinsip do no further harm sangat berperan
Udara-darat,laut dapat dilakukan dengan aman
Stabilkan penderita sebelum dilakukan transport
Persiapkan tenaga yang terlatih agar proses transport berjalan dengan aman
Protokal rujukan:
1.Sebelum melakukan rujukan harus melakukan komunikasi dengan memberikan
informasi ke RS rujukan tentang:
a. Identitas penderita ;nama, umur, kelamin,dll
b. Hasil anamnesa penderita dan termasuk data pra RS
c. Penemuan awal pemeriksaan dengan respon terapi
2. Informasi untuk petugas pendamping
a. Pengelolaan jalan nafas
b. Cairan yang telah/akan diberikan
c. Prosedur khusus yang mungkin diperlukan
d. GCS, resusitasi, dan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi dalam
perjalanan.
3. Dokumentasi. Harus disertakan dengan penderita :
a. Permasalahan penderita
b. Terapi yang telah diberikan
c. Keadaan penderita saat akan dirujuk
d. Sebaiknya dengan fax agar data lebih cepat sampai
4. Sebelum rujukan
Sebelum dirujuk stabilkan dulu penderita, yaitu :
a. Airway: pasang OPA bila perlu intubasi
b. Breathing: tentukan laju pernafasan, oxygen bila perlu ventilasi mekanik
c. Circulation: kontrol pendarahan
o Pasang infus bila perlu 2 jalur
o Tentukan jenis cairan
o Perbaiki kehilangan darah, bila perlu teruskan selama transportasi
o Pemasangan kateter urin
o Monitor kecepatan dan irama jantung
o Berikan diuretik bila diperlukan
o Bila curiga ada cedera cervikal dan tulang belakang
o Luka: hentikan pendarahan dengan balutan, profilaksis tetanus,
antibiotik bila perlu
o Fraktur : pasang bidai atau traksi
5. Pegelolaan selama transport. Petugas pendamping harus:
a. Monitor, tanda-tanda vital bila tersedia, pasang pulse oxymetry
b. Bantu kardio respirasi bila diperlukan
c. Pemberian darah bila diperlukan
d. Pemberian obat-obatan sesuai instruksi dokter atau sesuai protap
e. Melakukan komunikasi dengan dokter selama transportasi
f. Dokumentasi
2. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari Airway Indah, Eko
Jawab:
a. Bersuara saat dipanggil= respon normal
b. Aroma nafas alkohol= ada kemungkinan Tn. X mengonsumsi minuman
beralkohol yang dapat menurunkan kesadaran dan menyebabkan kecelakaan.
Aroma nafas alkohol yang ditemukan pada pasien menandakan bahwa
kemungkinan besar pasien mengendarai motor dalam keadaan mabuk berat.
Secara tidak langsung hal ini merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya
kecelakaan yang dialami oleh Tuan X ini.
Ketika kadar alkohol di dalam darah mencapai 0,050%, efek depresan dari
alkohol mulai bekerja, sementara pada kadar alkohol 0,1%, syaraf-syaraf motorik
mulai terpengaruh. Cara berjalan, penggerakan tangan, dan berbicara mulai
sedikit ada nampak perbedaan. Di beberapa negara bagian di Amerika Serikat,
kadar ‘mabuk’ didefinisikan sebagai kadar alkohol yang mencapai 0,1% di dalam
darah. Dalam undang-undang mengenai keamanan berkendaraan di jalan raya di
beberapa negara bagian di AS, keadaan mabuk bahkan didefinisikan lebih rendah
lagi, yaitu sekitar 0,05% kadar alkohol dalam darah.
LEARNING ISSUE
SYOK HEMORAGIK
Definisi
Syok hipovolemik merupakan tipe syok paling umum ditandai dengan
penurunan volume intravaskular. Cairan tubuh terkandung dalam kompartemen
intraselular dan ekstraseluler. Cairan intraseluler menempati hampir 2/3 dari air tubuh
total sedangkan cairan tubuh ekstraseluler ditemukan dalam salah satu kompartemen
intravaskuler dan interstisial. Volume cairan interstisial adalah kira-kira 3-4x dari
cairan intravaskuler. Hal ini akan menggambarkan kehilangan 750ml sampai 3000 ml
pada pria dengan berat badak 70kg. Paling sering, syok hipovolemik merupakan
akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik).
Etiologi
Syok terbagi atas:
1. Syok hipovolemik
2. Syok kardiogenik
3. Syok obstruktif
4. Syok distributif
Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume
darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat perdarahan
yang masif atau kehilangan plasma darah.
Syok hipovolemik dapat terjadi akibat:
1. Kehilangan darah / syok hemoragik
a. Hemoragik eksternal : trauma, pendarahan gastrointestinal
b. Hemoragik internal : hematoma, hematotoraks, hemoperitonium
2. Kehilangan plasma
Misalnya: luka bakar, dermatitis eksfoliatif, peritonitis
3. Kehilangan cairan dan elektrolit
a. Eksternal : muntah, diare, keringat berlebih, keadaan hiperosmolar
(ketoasidosis diabetik, koma hiperosmolar nonketotik)
b. Internal : pankreatitis, asites, obstruksi usus
Tabel 5. Penyebab Syok Hipovolemik
Perdarahan
Hematom subkapsular hati
Aneurisma aorta pecah
Perdarahan gastrointestinal
Perlukaan berganda
Kehilangan plasma
Luka bakar luas
Pancreatitis
Deskuamasi kulit
Sindrom Dumping
Kehilangan cairan ekstraseluler
Muntah
Dehidrasi
Diare
Terapi diuretic yang agresif
Diabetes insipidus
Insufisiensi adrenal
Patofisiologi Syok
Jalur akhir dari syok adalah kematian sel. Begitu sejumlah besar sel dari organ
vital telah mencapai stadium ini, syok menjadi ireversibel dan kematian terjadi
meskipun dilakukan koreksi penyebab yang mendasari.
Mekanisme patogenetik yang menyebabkan kematian sel tidak seluruhnya
dimengerti. Satu dari denomiator yang lazim dari ketiga bentuk syok adalah curah
jantung rendah. Pada pasien dengan syok hipovolemik, syok kardiogenik, dan syok
obstruktif ekstrakardiak serta pada sebagian kecil syok distributif, timbul penurunan
curah jantung yang berat sehingga terjadi penurunan perfusi organ vital. Pada
awalnya, mekanisme kompensasi seperti vasokonstrikisi dapat mempertahankan
tekanan arteri pada tingkat yang mendekati normal. Bagaimanapun, jika proses yang
menyebabkan syok terus berlangsung, mekanisme kompensasi ini akhirnya gagal dan
menyebabkan manifestasi klinis sindroma syok. Jika syok tetap ada, kematian sel
akan terjadi dan menyebabkan syok ireversibel.
Orang dewasa sehat dapat mengkompensasi kehilangan 10% volume darah total
yang medadak dengan menggunakan mekanisme vasokonstriksi yang diperantarai
sistem simpatis. Akan tetapi, jika 20 sampai 25 persen volume darah hilang dengan
cepat, mekanisme kompensasi biasanya mulai gagal dan terjadi sindroma klinis syok.
Curah jantung menurun dan terdapat hipotensi meskipun terjadi vasokonstriksi
menyeluruh. Pengaturan aliran darah lokal mempertahankan perfusi jantung dan otak
sampai pada kematian sel jika mekanisme ini juga gagal. Vasokonstriksi yang dimulai
sebagai mekanisme kompensasi pada syok mungkin menjadi berlebihan pada
beberapa jaringan dan menyebabkan lesi destruktif seperti nekrosis iskemik intestinal
atau jari-jari. Faktor depresan miokard telah diidentifikasi pada anjing dengan syok
hemoragik tetapi faktor ini tidak dikaitkan secara jelas dengan gangguan fungsi
miokard klinis. Akhirnya, jika syok terus berlanjut, kerusakan organ akhir terjadi
yang mencetuskan sindroma distres respirasi dewasa, gagal ginjal akut, koagulasi
intravaskuler diseminata, dan gagal multiorgan yang menyebabkan kematian.
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan
menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inlah yang menimbulkan penurunan
curah jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan menimbulkan
beberapa kejadian pada beberapa organ:
Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk
meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi
jantung dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus
gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan metabolisme di jantung
dan otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak mampu menyimpan
cadangan energi. Sehingga keduanya sangat bergantung akan ketersediaan
oksigen dan nutrisi tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk
waktu yang melebihi kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan
arterial rata-rata (mean arterial pressure/MAP) jatuh hingga <60 mmHg, maka
aliran ke organ akan turun drastis dan fungsi sel di semua organ akan terganggu.
Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan
kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autonom
tubuh yang mengatur perfusi serta substrak lain.
Kardiovaskular
Tiga variabel seperti; pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan ventrikel dan
kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup.
Curah jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan adalah hasil kali volume
sekuncup dan frekuensi jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan
pengisian ventrikel, yang pada akhirnya menurunkan volume sekuncup. Suatu
peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat namun memiliki keterbatasan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung.
Gastrointestinal
Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi
peningkatan absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif
yang mati di dalam usus. Hal ini memicu pelebaran pembuluh darah serta
peningkatan metabolisme dan bukan memperbaiki nutrisi sel dan menyebabkan
depresi jantung.
Ginjal
Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi. Frekuensi
terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang
banyak terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok,
sepsis dan pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media
kontras angiografi. Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan
mempertahankan garam dan air. Pada saat aliran darah di ginjal berkurang,
tahanan arteriol aferen meningkat untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus,
yang bersama-sama dengan aldosteron dan vasopresin bertanggung jawab
terhadap menurunnya produksi.
Tahapan Syok
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih
dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh),
dan ireversibel (tidak dapat pulih).
1. Tahap kompensasi
Adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga fungsi normalnya.
Tanda atau gejala yang dapat ditemukan pada tahap awal seperti kulit pucat,
peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal, gelisah,dan pengisian
pembuluh darah yang lama. Gejala-gejala pada tahap ini sulit untuk dikenali karena
biasanya individu yang mengalami syok terlihat normal.
2. Tahap dekompensasi
Dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-fungsinya. Yang
terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ vital yaitu dengan
mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut dan mengutamakan aliran ke
otak, jantung, dan paru. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan diantaranya adalah
rasa haus yang hebat, peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit
dingin, pucat, serta kesadaran yang mulai terganggu.
3. Tahap ireversibel
Dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat
diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera mungkin,
maka aliran darah akan mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan
tekanan darah dan denyut jantung. Mekanisme pertahanan tubuh akan
mengutamakan aliran darah ke otak dan jantung sehingga aliran ke organ-organ
seperti hati dan ginjal menurun. Hal ini yang menjadi penyebab rusaknya hati
,maupun ginjal. Walaupun dengan pengobatan yang baik sekalipun, kerusakan
organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki.
Diagnosis
Anamnesis pada pasien syok hipovolemik terutama untuk menentukan
penyebabnya. Pasien biasanya mengeluh haus, berkeringat, dan kesulitan bernafas.
Kesadaran pasien umumnya normal, kecuali pada syok berat pasien menjadi apatis
atau kebingungan. Untuk diagnosis klinis syok, dapat ditemukan hipotensi dan tanda
klinis iskemi organ. Tanda klinis ini tidak sensitif pada kehilangan darah yang sedikit.
Sensitivitas ini dapat dinilai dengan menggunakan indeks syok, yaitu frekuensi
jantung dibagi dengan tekanan darah sistolik. Klinisi dapat menentukan syok bila
terdapat penurunan tekanan darah sistolik di bawah 90 mmHg atau penurunan tekanan
darah lebih dari 40 mmHg di bawah tekanan darah sebelum syok, dengan penurunan
tekanan nadi.
Diagnosis klinis dari syok hipovolemik tidak sulit bila ditemukan hipotensi dan
kehilangan cairan yang terlihat seperti pada trauma (misalnya fraktur), perdarahan
saluran cerna dan paru, luka bakar dan diare. Perdarahan internal akibat ruptur
aneurisma aorta, trauma tumpul abdomen, dan hemotoraks sulit didiagnosa kecuali
dari anamnesis dan tanda fisik yang nyata, seperti redup pada perkusi dada, nyeri dan
distensi abdomen menunjukkan kemungkinan adanya perdarahan internal. Pada kasus
perdarahan saluran cerna bagian atas, harus dicari tanda-tanda penyakit hati kronis,
seperti eritema palmar, spider nevi, dan hipertensi portal (asites), karena hal ini dapat
menunjukkan perdarahan varises yang menyebabkan syok hipovolemik. Warna
kecoklatan pada telapak tangan dan membran mukosa menunjukkan adanya
insufisiensi adrenokortikal, serta adanya bau aseton pada udara ekspirasi
menunjukkan diabetes mellitus yang tidak terkontrol (ketoasidosis).
Sumber: Parillo JE, Dellnger RP. Critical Care Medicine: Principle and
Management in the Adult. 3rd Edition.p.499.Copyright Elsevier; 2008.
Gejala Klinis
Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat non perdarahan
serta perdarahan adalah sama meski ada sedikit perbedaan dalam kecepatan timbulnya
syok. Respons fisiologi yang normal adalah mempertahankan perfusi terhadap otak
dan jantung sambil memperbaiki volume darah dalam sirkulasi dengan efektif. Disini
akan terjadi peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps
pelepasan hormon stres serta ekspansi besar guna pengisian volume pembuluh darah
dengan menggunakan cairan intersisial, intraselular dan menurunkan produksi urin.
Klasifikasi Syok
• Hipovolemia ringan (<20% volume darah) menimbulkan takikardi ringan
dengan sedikit gejala yang tampak, terutama pada penderita muda yang
sedang berbaring. Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital
seperti kulit, lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup
lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang
menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal atau
hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan (Tabel 2).
• Pada hipovolemia sedang (20-40% dari volume darah) pasien menjadi lebih
cemas dan takikardia lebih jelas meski tekanan darah bisa ditemukan normal
pada posisi berbaring, namun dapat ditemukan dengan jelas hipotensi
ortostatik dan takikardia. Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak
menurun (hati, usus, ginjal). Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi
hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini
terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik.
Akan tetapi kesadaran relatif masih baik.
• Pada hipovolemia berat maka gejala klasik syok akan muncul, tekanan darah
menurun drastis dan tak stabil walau posisi berbaring, pasien menderita
takikardia hebat, oliguria, agitasi atau bingung. Perfusi ke susunan saraf pusat
dipertahankan dengan baik sampai syok bertambah berat. Penurunan
kesadaran adalah gejala penting. Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat.
Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua
organ vital. Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua pembuluh darah
lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda
hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun).
Transisi dari syok hipovolemik ringan ke berat dapat terjadi bertahap atau
malah sangat cepat, terutama pada pasien usia lanjut dan yang memiliki penyakit
berat di mana kematian mengancam. Dalam waktu yang sangat pendek dari terjadinya
kerusakan akibat syok maka dengan resusitasi agresif dan cepat.
Tabel 2. Gejala Klinis Syok Hipovolemik
Ringan Sedang Berat
(< 20% volume (20-40% volume (> 40% volume darah)
darah) darah)
Ekstremitas dingin Sama, ditambah: Sama, ditambah:
Waktu pengisian Takikardi Hemodinamik tak
Kapiler meningkat stabil
Diaporesis Takipnea
Vena kolaps Oliguria Takikardi bergejala
Cemas Hipotensi ortostatik Hipotensi
Perubahan kesadaran
Sumber: Wijaya IP. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Harus dibedakan syok akibat hipovolemik dan akibat kardiogenik karena
penatalaksanaan yang berbeda. Keduanya memang memiliki penurunan curah
jantung dan mekanisme kompensasi simpatis. Tetapi dengan menemukan adanya
tanda syok kardiogenik seperti distensi vena jugularis, ronki dan gallop S3 maka
semua dapat dibedakan.