Você está na página 1de 18

ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 4
Angga Dwi Ardiansyah (160204072) Hilyati Husna (160204005)
Arjun Siagian (160204086) Purnama Nasution (1602040
Bobi Gea (160204018) Pebriantis Sitorus (160204030)
Hendi Lumban Gaol (160204015) Tri Epipanias (160204092)
Hikmah Sikutiro (1602040 Yurike Sebayang (160204032)
Hiskia Laia (160204040)

DOSEN PENGAJAR :
NS. Henny Syafitri, M.Kep

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis mengucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Makalah ini di susun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang
dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan walaupun masih ada kesalahan. Makalah
ini memuat tentang “Asuhan Keperawatan Pneumonia”

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Khususnya untuk mahasiswa. Walaupun makalah ini masih memiliki
kekurangan. Kami selaku penyusun mohon untuk saran dan kritiknya agar makalah
ini dapat menjadi lebih baik. Terima kasih.

Medan, 29 Desember 2017

Kelompok 4
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...........................................................................................

1.2 Tujuan ........................................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi Pnemonia ......................................................................................

2.2 Etiologi Dan Komplikasi Pneumonia .........................................................

2.3 Patofisiologi Pneumonia .............................................................................

2.4 Manifestasi Klinis Pneumonia ....................................................................

2.5 Asuhan Keperawatan Pneumonia ...............................................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ................................................................................................

3.2 Saran ..........................................................................................................

Daftar Pustaka……………………………………………………………………
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan
bawah yang serius karena merupakan penyebab kematian terbesar terutama di
negara berkembang, selain itu di negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada,
dan negara – negara Eropa juga banyak kasus yang terjadi (Setyoningrum,
2006). Dari data Southeast Asia Medical Information Center (SEAMIC) Health
Statistic 2001 pneumonia merupakan penyebab kematian nomer 6 di Indonesia,
nomer 9 di Brunei, nomer 7 di Malaysia, nomer 3 di Singapura, nomer 6 di
Thailand, dan nomer 3 di Vietnam. Insidensi pneumonia komunitas di Amerika
adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian
utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Di Amerika dengan cara
invasive pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab
pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk
mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian
bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan
antibiotika secara empiris (Anonim, 2003).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit
infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab
kematian di Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi
juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara penderita rawat jalan
adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada
penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus
nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan
28,6 % diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya
didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian
antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan
sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun (Anonim, 2003) Masalah
pneumonia perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang tepat terutama
pada efektivitas terapi penyakit pneumonia ini dikarenakan kejadian yang
cukup tinggi.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui Apa Itu Pneumonia
2. Untuk mengetahui Etiologi Beserta Komplikasi Dari Pneumonia
3. Untuk mengetahui Patofisiologi Pneumonia
4. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis Pneumonia
5. Untuk mengetahu Asuhan Keperawatan Pneumonia
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi Pneumonia


Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) bagian bawah yang
mengenai parenkim paru (Mansjoer dkk., 2000). Pneumonia adalah peradangan
pada parenkim paru yang dapat terjadi pada semua umur. Pneumonia juga
merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan gejala demam, batuk, sesak
napas, adanya ronki basah kasar, dan gambaran infiltrate pada foto polos dada
(Setyoningrum, 2006).
Saluran pernapasan bagian bawah terdiri dari cabang – cabang bronkus,
parenkim paru, dan pleura. Infeksi bakteri atau jamur atau virus yang menyerang
parenkim paru dapat menimbulkan infeksi sekunder pada saluran pernapasan
bagian bawah dimana seluruh persediaan darah harus melewati pembuluh darah
kapiler paru sehingga infeksi bakterti atau jamur atau virus dapat ikut bersama
aliran darah (Shulman dkk., 1994). Pada alkoholik akut atau kronis atau yang
menderita penyakit berat, infeksi tersebut mula – mula akan membentuk koloni ada
saluran pernapasan bagian atas dan melalui sistem saraf sentral yang berpengaruh
terhadap pengurangan refleks tersedak dan fungsi siliare trakeobronkus yang jelek,
maka sistem pertahanan saluran pernapasan bagian bawah akan terganggu sehingga
koloni infeksi tersebut dapat masuk ke saluran pernapasan bagian bawah dan terjadi
pneumonia (Shulman dkk., 1994).
Pneumonia dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Infectious pneumonia
Infectious pneumonia juga dibagi 2, yaitu pneumonia tipikal (karena bakteri) dan
pneumonia atipikal (karena virus dan mycoplasma)
2. Non-infectious pneumonia, dapat karena aspirasi makanan,
hidrokarbon atau reaksi hipersensitif.
2.2 Etiologi

Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorgansime baik virus


maupun bakteri. Sebagian kecil dapat juga disebabkan oleh bahan kimia
(Hidrokarbon, lipoid substance) ataupun benda asing yang teraspirasi
(Setyoningrum, 2006). Sebagian besar pneumonia disebabkan karena infeksi virus
yang kemudian mengalami komplikasi bakteri. Secara klinis pada anak sulit
membedakan pneumonia bacterial dengan pneumonia viral. Demikian pula
pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak menunjukkan perbedaan nyata (Tan,
2002). Beberapa kasus pneumonia juga mempunyai komplikasi seperti efusi pleura,
abses paru, dan sepsis. Bakteri penyebabnya pun berbeda. Berikut bakteri penyebab
pneumonia dengan komplikasi (Anonim, 2003) :

1) Efusi pleura = Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza,


Streptococcus group A, Flora mulut, dan Staphylococcus aureus. Efusi
pleura adalah akumulasi cairan di dalam rongga pleura. Timbulnya efusi
pleura didahului oleh keradangan pleura atau pleuritis. Efusi pleura cukup
banyak dijumpai. Penyebab terbanyak adalah keradangan jaringan paru
yang meluas ke pleura sekitarnya, misal bronkopneumonia, tuberculosis
paru, dan sebagainya (Alsagaff, 2010).
2) Abses paru = Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza,
Staphylococcus aureus, dan Flora mulut. Abses paru adalah lesi paru berupa
suprasi dan nekrosis jaringan. Bila terjadi aspirasi, kuman Klebsiela
pneumonia sebagai kuman komensal di saluran atas ikut masuk ke saluran
pernapasan bawah. Akibat aspirasi berulang, aspirat tidak dapat
dikeluarkan dan pertahanan saluran napas menurun sehingga terjadi
peradangan. Proses peradangan dimulai dari bronkus atau bronkiolus,
menyebar ke parenkim paru yang kemudian dikelilingi jaringan granulasi.
Perluasan pleura atau hubungan dengan bronkus sering terjadi sehingga pus
atau jaringan nekrotik dapat dikeluarkan dan lama kelamaan menjadi proses
abses akut menahun (Alsagaff, 2010).
3) Sepsis = Streptococcus pneumonia dan Staphylococcus aureus. Sepsis
adalah suatu infeksi di dalam aliran darah. Sepsis merupakan akibat dari
suatu infeksi bakteri di bagian tubuh manusia. Yang sering menjadi sumber
terjadinya sepsis adalah infeksi ginjal, hati atau kandung empedu, usus,
kulit (selulitis), dan paru–paru (pneumonia karena bakteri), gangguan
sistem kekebalan. Gejala yang timbul antara lain demam, hiperventilasi,
menggigil, kulit terasa hangat, takikardi, lingglung, penurunan produksi air
kemih (Mahdiana, 2010).

Pneumonia dapat dibedakan berdasarkan klinis dan epidimiologis, antara lain


(Anonim, 2005) :

1) Community Acquired Pneumonia (CAP)


Merupakan pneumonia yang didapat di luar rumah sakit atau didapat di
lingkungan masyarakat. Pathogen umum yang sering menginfeksi adalah
Streptococcus pneumonia, Haemopjyllus influenza, bakteri atipikal, virus
influenza, Respiratory Synctial Virus (RSV). Pada anak-anak, selain
pathogen pada pasien dewasa, pathogen yang sering ditemukan sedikit
berbeda yaitu adanya kertelibatan Mycoplasma pneumonia, Chlamydia
pneumonia.
2) Pneumonia Nosokomial atau Hospital acquired Pneumonia (HAP)
Merupakan pneumonia yang didapat selama pasien di rawat di rumah sakit
yang perkembangannya lebih dari 48 jam setelah pasien memeriksakan
diri ke rumah sakit. Patogen yang umum menginfeksi adalah bakteri
nosokomial yang resisten terhadap antibiotika yang beredar di rumah sakit.
Bakteri nosokomial yang biasanya adalah bakteri enterik golongan gram
negatif batang seperti Klebsiella sp, Escherichia coli, Proteus sp,
Staphylococcus aureus khususnya yang resisten terhadap methicilin
seringkali dijumpai pada pasien yang dirawat di ICU.
3) Pneumonia Aspirasi
Merupakan pneumonia yang diakibatkan aspirasi flora arofaring dan
cairan lambung. Pneumonia aspirasi biasa didapat pada pasien dengan
status mental yang buruk atau depresi, maupun pasien dengan gangguan
refleks menelan. Patogen yang menginfeksi pada Community Acquired
Aspiration Pneumoniae adalah kombinasi dari flora mulut dan flora
saluran napas atas, yaitu Streptococci anaerob. Sedangkan pada
Nosocomial Aspiration Pneumoniae, bakteri yang sering ditemukan
adalah campuran antar Gram negative batang, Staphylococcus aureus, dan
anaerob.
Kelompok pneumonia lain adalah pneumonia khusus yang dapat
disubklasifikasikan ke dalam kelompok yang normal (non-imunosupresi) dan
imunosupresi. Pneumonia pada pasien non-imunosupresi, diantaranya pneumonia
mikroplasma, pneumonia virus, dan pneumonia Legionnaires. Sedangkan pada
pasien yang imunosupresi, misal pada pasien AIDS (Acquired Immuno Deficiency
Syndrome) adalah Pneumocystic cariini. Selain itu ada pula kelompok pneumonia
non-infektif, diantaranya aspirasi pneumonia, lipid pneumonia, dan eosinofilik
pneumonia (underwood, 1999). Pneumonia juga dapat dibedakan berdasarkan
penyebabnya yaitu (Underwood, 1999) :
a. Pneumonia bakteri : Streptococcus pneumonia, Haemophillus
influenza, Staphylococcus aureus.
b. Pneumonia atipikal : Clamydia pneumonia, Mycoplasma pneumonia,
aspirasi.
c. Pneumonia virus :Influenza virus, parainfluenza virus, Rhinovirus,
Respiratory synctial virus.
d. Pneumonia jamur : Candida, Aspergillus, Crytococcus

2.3 Patofisiologi

Jalan pernapasan yang menghantarkan udara ke paru-paru adalah hidung,


faring, laring, trakea, bronkus dan bronkhiolus. Saluran pernapasan dari hidung
sampai bronkhiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika udara masuk
melalui rongga hidung, maka udara disaring, dihangatkan dan dilembabkan
(Dahlan, 2000). Dalam keadaan normal, saluran pernapasan bagian bawah mulai
dari faring sampai alveoli selalu dalam keadaan steril. Ada beberapa mekanisme
pertahanan paru yaitu filtrasi partikel di hidung, pencegahan aspirasi dengan refleks
epiglotis, refleks batuk, sistem pembersihan oleh lapisan mukosiliar, dan respon
imun. Apabila mekanisme pertahanan paru ini terganggu maka partikel asing atau
organisme dapat masuk atau menginfeksi saluran pernapasan bagian atas hingga
bawah dan kemungkinan besar terjadi pneumonia (Setyoningrum, 2006). Rute yang
dilalui oleh agen infeksi berbeda-beda untuk dapat sampai ke paru-paru dan
menyebakan pneumonia. Agen infeksi ini paling sering masuk ke paru-paru dengan
cara terhirup. Penyebab tersering infeksi saluran pernapasan adalah virus. Infeksi
virus primer menyebabkan mukosa membengkak dan menghasilkan banyak lendir
sehingga bakteri dapat berkembang dengan mudah dalam mukosa (Bidulph dan
Stace, 1999). Pneumonia biasanya mulai pada lobus kanan bawah, kanan tengah,
atau kiri bawah, karena gaya gravitasi daerah-daerah tersebut maka kemungkinan
terbesar untuk membawa sekresi saluran napas bagian atas yang diaspirasi pada
waktu tidur. Refleks batuk yang menjadi gejala klinik pneumonia dirangsang oleh
material-material yang melalui barier-barier yaitu glottis dan laring yang berfungsi
melindungi saluran napas bagian bawah (Isselbacher, 2001 ).

Gambaran patologis tertentu dapat ditunjukkan oleh beberapa bakteri tertentu


bila dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumonia biasanya
bermanisfestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru
(bronkopneumonia), dan pada remaja dapat berupa konsolidasi pada satu lobus
(pneumonia lobaris). Pneumotokel atau abses-abses kecil sering disebabkan oleh
Staphylococcus aureus pada neonates, karena Staphylococcus aureus menghasilkan
berbagai toksin dan enzim seperti hemolisin, lekosidin, stafilokinase, dan
koagulase. Toksin dan enzim ini menyebabkan nekrosis pendarahan, dan kavitasi.
Koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif yang
mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin, sehingga terjadi eksudat fibrinopurulen.
Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan virulensi kuman. Staphylococcus
yang tidak menghasilkan koagulase jarang menimbulkan penyakit yang serius.
Pneumotokel dapat menetap hingga berbulan bulan, tetapi biasanya tidak
memerlukan terapi lebih lanjut (Rahajoe dkk., 2008).
2.4 Manifestasi Klinis

Tanda dan Gejala dari pneumonia , yaitu :

1. Secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat
(39,5 ºC sampai 40,5 ºC).

2. Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.

3. Takipnea (25 – 45 kali/menit) disertai dengan pernafasan mendengur, pernafasan


cuping hidung,

4. Nadi cepat dan bersambung

5. Bibir dan kuku sianosis

6. Sesak nafas

2.5 Asuhan Keperawatan Pneumonia

1. Pengkajian

Data dasar pengkajian pasien:


1. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
3. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan
kakeksia (malnutrisi)
4. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
5. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk
membatasi gerakan)
6. Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda : - sputum: merah muda, berkarat
- perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
- premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
- Bunyi nafas menurun
- Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku
7. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid,
demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
8. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 – 8 hari Rencana
pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Menurut Nanda (2013) antara lain:

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif


b. Ketidak efektifan pola nafas
c. Defisit volume cairan
d. Intoleransi aktivitas
e. Defisit pengetahuan

3. Intervensi

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan


nafas: spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan
nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda
asing di jalan nafas.

NOC :ventilasi, kepatenan jalan nafas


Kriteria Hasil :klien tidak merasa tercekik, irama, frekwency dalam batas
normal, tidak ada bunyi abnormal.
NIC :
1) Pastikan kebutuhan oral suctioning
2) Auskultasi nafas sebelum dan sesudah suctioning
3) Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
4) Lakukakn fisioterapi dada jika perlu
5) Monitor status O2 pasien
2. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan apnea: ansietas, posisi
tubuh, deformitas dinding dada, gangguan koknitif, keletihan
hiperventilasi, sindrom hipovnetilasi, obesitas, keletihan otot spinal

NOC :ventilasi, kepatenan jalan nafas, status TTV


Kriteria Hasil :mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips, klien tidak merasa tercekik, irama, frekwency
dalam batas normal, tidak ada bunyi abnormal.
NIC :
1) Posisikan semi fowler
2) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
3) Pasang mayo jika perlu
4) Berikan bronkodilator
5) Auskultasi suara nafas
6) Monitor pola nafas
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan intake oral tidak adekuat,
takipneu, demam, kehilangan volume cairan secara aktif, kegagalan
mekanisme pengaturan

NOC :fluid balance, Hidration, Status Nutrisi; intake nutrisi dan cairan
Kriteria Hasil : mempertahankan urine output sesuai dengan usia, dan BB,
BJ urine normal, HT normal, TTV normal, Tidak ada tanda dehidrasi (turgor
kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus berlebihan)
NIC :
1) Pertahankan intake dan output yang akurat

2) Monitor status hidrasi


3) Monitor Vital sign
4) Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori
5) Berikan cairan IV pada suhu ruangan
6) Kolaborasikan pemberian cairan IV
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan isolasi respiratory: tirah baring
atau imobilisasi, kelemahan menyeluruh, ketidak seimbangan suplai O2
dengan kebutuhan.

NOC : ADL, pemulihan tenaga


Kriteria Hasil :mampu melakukan aktivitas secara mandiri, berpartisipasi
dalam aktivitas fisik tanpa disretai peningkatan TTV
NIC :
1) Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam menyiapkan program
terapi yang tepat
2) Bantu klien mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
3) Kaji adanya faktor penyebab kelelahan
4) Monitor respons kardiovaskuler terhadap aktivitas
5) Monitor lama istirhatanya pasien
6) Monitor nutrisi dan sumber tenaga adekuat
5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan keadaan penyakit keterbatasan
kognitif, salah interpretasi informasi, kurang paparan

NOC : proses penyakit, proses penyembuhan


Kriteria Hasil :klien dan keluarga mengatakan pemahaman tentang
penyakit, prognosis dan program pengobatan
NIC :
1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
2) Jelaskan patofisiologi tentang penyakit
3) Gambarkan tanda dan gejala yang muncul pada penyakit
4) Gambarkan proses penyakit
5) Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
4. Implementasi

1) Implementasi keperawatan dan Rasional ketidakefektifan bersihan jalan


napas yang dilakukan adalah :

a. Monitor vital sign (suhu, RR, Nadi) dengan rasional untuk mengetahui
keadaan umum klien.

b. Monitor respirasi dan oksigenasi dengan rasional penurunan bunyi napas


dapat menunjukkan atelektasis.

c. Auskultasi bunyi napas dengan rasional untuk mencatat adanya suara


napas tambahan.

d. Sajikan minum hangat atau air susu hangat dengan rasional dapat
melunakan secret

e. Kolaborasi dalam pemberian terapi nebulizer 2,5 mg dengan rasional


melancarkan jalan napas.

2) Implementasi dan rasional Pola napas tidak efektif berhubungan dengan

kelemahan otot pernapasan yang dilakukan adalah :

a. Kaji frekuensi dan kedalaman pernapasan dengan rasional mengetahui


frekuensi kedalaman nafas

b. Monitor vital sign dengan rasional mengetahui keadaan umum klien

c. Auskultasi bunyi nafas dengan rasional mengetahui suara nafas tambahan

d. Kolaborasi dalam pemberian oksigen 2ltr/menit dengan nasal kanul


dengan rasional memenuhi kebutuhan oksigenasi

e. Kolaborasi dalam pemberian obat terapi ampicillin 250 mg dan


gentamicin 35 mg tim medis dengan rasional pemberian terapi medis.
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Você também pode gostar