Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
TUJUAN PEMBELAJARAN :
PENDAHULUAN
Kavitas Nasal
Saat melakukan pernafasan normal pada kondisi sadar, udara yang dihirup
bergerak melalui dan dilembabkan oleh kavitas nasal. Kavitas nasal dibatasi
oleh tulang di lateral termasuk oleh tiga turbin (konka) dan di medial oleh
septum nasal. Deviasi septum sering terjadi dan mengganggu pada
pemasangan tube endotrakeal via nasal. Ruang di antara turbin inferior dan
dasar dari kavitas nasal disebut jalan nafas nasal utama dengan orientasi
2
sedikit mengarah ke bawah. Pada prosedur nasal intubasi, tube harus
diarahkan lurus ke arah belakang dan sedikit ke inferior. Dengan teknik ini
akan membantu melewati area terlebar dari jalan nafas di nasal, tepat di
bawah konka inferior. Kavitas nasal memiliki banyak vaskularisasi, terutama
di area anterior dari septum nasal. Beberapa literature menyarankan agar
mengarahkan bevel dari endotracheal tube menyusuri septum untuk
meminimalisir potensial perdarahan akibat rusaknya pleksus Kiesselbach.
Kavitas nasal berakhir di posterior pada akhir dari septum nasal. Ruangan
dari struktur ini hingga ke palatum disebut nasofaring. Orofaring meluas ke
belakang dari lipatan palatoglossus, turun ke epiglottis. Orofaring dan
nasofaring merupakan area yang umumnya mengalami penyempitan atau
3
sumbatan total jalan nafas pada pasien yang penurunan kesadaran, dimana
hilangnya tonus otot yang berperan dalam menjaga patensi jalan nafas
mengakibatkan pergeseran ke posterior dari palatum, lidah dan epiglottis.
Ilmu klasik yang diajarkan adalah jatuhnya lidah ke dinding faring posterior
mengakibatkan terjadinya sumbatan jalan nafas pada pasien penurunan
kesadaran, namun faktanya, sumbatan jalan nafas dapat terjadi pada ketiga
lokasi struktur yang disebutkan di atas.
4
kondilus ke arah anterior dari TMJ membolehkan mandibula digeser ke
depan. Hal ini sangat penting untuk dua alasan:
Laringofaring
5
atau terjadinya kongenital stenosis subglotik. Penyempitan di area
subglotik ini juga dapat menghambat masuknya tube endotrakeal
Kartilago krikoid, bersama dengan kartilago thyroid merupakan
penunjuk penting untuk menentukan membrane krikothyroid,
dalam penanganan jalan nafas surgikal
Klinisi harus cukup fasih dengan bagian-bagian dari jalan masuknya laring
saat melakukan visualisasi laringoskopi. Sepasang pita suara merupakan
target visualisasi dan diidentifikasi berdasarkan warnanya yang putih dan
membentuk bangunan segitiga.
6
sering berakibat sulitnya lapang pandang ke glottik. Epiglottis merupakan
penanda utama pada manajemen jalan nafas, patokan telah menemukan
awal dari jalan masuk laring.
Pada posisi anatomis, sumbu kavitas oral membentuk sudut tegak lurus
terhadap faring dan trakea. Agar dapat mendapatkan visualisasi yang bebas
dengan laringoskopi, sudut ini harus ditingkatkan membentuk sudut 180 o.
Sumbu faring dan trakea dapat disejajarkan dengan cara fleksi pada spina
servikalis terendah pada pertemuan servikothroraks, sedangkan sumbu
oral dan faring/trakea disejajarkan dengan cara ekstensi pada pertemuan
atlantooccipital. Visualisasi akhir dilakukan dengan laringoskopi dengan
cara mengangkat mandibula ke arah anterior dan menggeser lidah.
Pensejajaran sumbu dengan pengaturan posisi yang tepat dapat
mengurangi kebutuhan menggeser lidah saat laringoskopi, dan mengurangi
tenaga yang dibutuhkan untuk mengekspose pita suara. Jika tidak ada
trauma servikal, sumbu jalan nafas dapat disejajarkan dengan meletakkan
selimut yang dilipat untuk mengekstensikan kepala dengan melakukan
posisi “sniffing”.
7
menggambarkan rata-rata jarak gigi ke carina sebesar 27 dan 23 cm pada
dewasa pria dan wanita.
A. sebelum
B. sesudah meletakkan
pasien dalam posisi
“sniffing”
8
MENILAI JALAN NAFAS
9
Neck Mobility – untuk keberhasilan ventilasi, leher pasien harus
diposisikan “sniffing morning air position” yaitu fleksi pada servikal
dan ekstensi pada sendi atlantooccipital. Adanya hambatan
mobilitas leher pada pasien traumatic yang harus diimobilisasi
servikal dan pasien dengan arthritis sitemik.
Chin lift / jaw thrust untuk membuka jalan nafas. Tips : tidak
boleh dilakukan ekstensi leher pada pasien dengan kecurigaan
cedera tulang leher
10
Ventilasi dengan Bag Valve Mask – merupakan teknik terpenting,
namun kurang dikuasai pada manajemen jalan nafas. Teknik
ventilasi dengan menutup rapat masker wajah hanya dapat
dicapai dengan menggunakan dua tangan pada masker, dan selalu
menggunakan orofaringeal tube.
Suction atau singkirkanlah benda-benda asing di jalan nafas
dengan teknik finger swap
Orofaringeal tube – membantu pada ventilasi peri-intubasi, tidak
disarankan digunakan pada pasien dengan reflek menelan yang
masih intak
1 2 3
11
1 2
3 4
1 2
12
3 4
13
merupakan indikator yang lebih sensitif untuk mengevaluasi
patensi jalan nafas
GCS yang rendah bukanlah merupakan indikasi untuk melakukan
intubasi orotrakeal
B – Failure of Breathing (providing ventilation or oxygenation)
Ketidakmampuan pada pasien untuk melakukan ventilasi mis.
status asthmaticus dan oksigenasi mis. edema paru akut.
Dibutuhkannya ventilasi tekanan positif untuk mengkoreksi
kondisi-kondisi tersebut.
C – Predicted or anticipated deterioration in Clinical course
Pada beberapa kasus dimana intubasi dini dilakukan untuk
mencegah penurunan kondisi lebih lanjut saat pasien menjalani
tindakan dimana akan sulit untuk melakukan intubasi mis. Pasien
cedera kepala yang mengalami penurunan saat sedang CT-Scan
atau pasien dengan trauma inhalasi yang mengalami edema
hebat, pasien dengan cedera maksilofasial.
Tatalaksana jalan nafas di unit gawat darurat biasanya terjadi pada kondisi
mendesak. Beberapa hal ini harus diingat pada saat penanganan, karena
dapat mempengaruhi rencana tatalaksana jalan nafas:
14
Cedera dan instabilitas pada trauma spinal harus diprediksi terjadi
pada pasien dengan trauma mayor
Pertimbangan ini mengharuskan adanya modifikasi pada
tatalaksana jalan nafas tingkat dasar maupun lanjut
Ketika melakukan intubasi pada pasien dengan
kecurigaan cedera servikal, lepaskan bagian depan
cervical collar dan stabilisasi secara manual pada leher
oleh asisten (in-line manual stabilization). Cervical collar
dapat dipasang kembali begitu tube telah terpasang.
15
TEKNIK LARINGOSKOPI
16
TIPS BILA LARINGOSKOPI SULIT ATAU TIDAK BERHASIL
Gunakan bilah lurus bila epiglottis panjang dan datar (long and
floppy)
Apakah asisten yang melakukan Sellick maneuver menekan jalan
nafas dan mengganggu visualisasi titik-titik penting
BURP (Backward, Upward, Rightward, Pressure) terhadap
pergeseran dari laring.
17
RAPID SEQUENCE INTUBATION (RSI)
Kerugian yang ditimbulkan oleh RSI, terutama jika diterapkan pada pasien
yang salah dan operator yang tidak berpengalaman adalah kondisi tidak
18
dapat diintubasi dan tidak dapat diventilasi (can’t intubate, can’t
ventilate). Penggunaan obat dan dosis premedikasi, induksi dan muskuler
relaksan yang salah juga dapat menimbulkan morbiditas.
I. Preparation
II. Preoxygenation
III. Pre-Treatment
IV. Paralysis with induction
V. Protection and Positioning
VI. Placement and Proof
VII. Postintubation Management
PREPARATION
19
9. Penilaian jalan nafas yang sulit harus dilakukan. Ingat “LEMON”
law
PREOXYGENATION
20
PRE-TREATMENT
21
PROTECTION AND POSITIONING
POSTINTUBATION MANAGEMENT
22
URUTAN RSI DALAM HITUNGAN MUNDUR
Waktu (menit) :
-5.00: Preparation
-5.00: Preoxygenation
-3.00: Pretreatment (Pertimbangkan menggunakan lignocaine dan
fentanyl)
0.00: Paralysis with induction
+0.30: Protection
+0.45: Placement and proof
+1.00: Postintubation management
+10.00: CXR to check depth of ETT placement
23
PERNAFASAN (BREATHING)
TUJUAN PEMBELAJARAN :
PENDAHULUAN
PENDEKATAN
Penyebab dari distress nafas dan dyspneu sangat banyak. Disarankan untuk
melakukan penanganan dengan pendekatan terbaik melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik daripada mempelajari daftar panjang penyakit-penyakit
yang mungkin dapat menjadi diagnosanya. Berikut ini merupakan daftar
dari penyebab yang bersifat mengancam nyawa dan harus segera
teridentifikasi dan ditangani :
24
Emboli paru
Edema paru
Eksaserbasi akut dari COPD
Asthma berat yang akut
Tension Pneumothoraks
PEMERIKSAAN FISIK
25
pneumothoraks. Periksalah posisi trakea apakah berada di tengah, jika
tidak berarti sesuatu mengakibatkan pergeseran seperti udara, cairan atau
lesi massa pada paru. Perkusi dapat membantu menentukan, hiperresonan
akibat adanya udara atau pneumothoraks sebagai penyebabnya. Perkusi
yang redup bisa akibat adanya efusi pleura atau hemothoraks.
PULSE OXIMETRY
26
Ketepatan pulse oksimetri bergantung pada aliran darah pulsatil yang
adekuat. Oleh karena itu, kondisi syok, anemia berat, hypothermia dan
penggunaan vasopressor dapat mengganggu pengukuran. Ikterus,
pigmentasi kulit dan pewarna kuku dapat mempengaruhi hasil bacaan.
Pasien dengan gagal nafas akut tipe 2 akan tampak tenang dan nyaman
sekali dan tidak selalu takipneu. Jika pasien hiperkarbia tampak lemas maka
pasien yang hipoksik sering agitasi dan kadang-kadang melawan. Jangan
pernah memperbaiki PaCO2 yang tinggi pada pasien dengan gagal nafas
akut tipe 2 yang terkompensasi jika mereka mempunyai pH normal. Jangan
27
sering memberikan sodium bikarbonat pada pasien dengan pH yang rendah
akibat retensi karbondioksida, karena akan memperparah asidosis
respiratori yang terjadi. Selalu memberikan oksigen sebanyak yang
dibutuhkan untuk mengkoreksi hipoksia (SaO2 di atas 90-92%) pada COPD
tanpa takut menghilangkan hypoksik drive dikarenakan hipoksia akan
membunuh lebih dulu daripada hyperkarbia.
MODALITAS TERAPI
Hipoksemia bersifat merusak jaringan dan dapat fatal bila tidak terkoreksi.
Perbaikan segera hipoksemia sangat penting. Hipoksemia dapat ditangani
dengan suplementasi oksigen. Beberapa metode pemberian oksigen yang
ada antara lain dengan menggunakan alat yang memberikan oksigen dalam
konsentrasi yang tetap dan yang memberikan oksigen dalam konsentrasi
yang bervariasi. (lihat tabel)
28
Bag Valve Mask (BVM)
29
Alternatif teknik ventilasi BVM
dua orang dimana bagian tangan
yang menekan masker adalah
thenar, dengan teknik ini dapat
melakukan ventilasi dalam waktu
yang lebih lama
BVM juga digunakan pada pasien yang mengalami gagal nafas hingga
modalitas terapi lainnya dapat diterapkan. Namun sebagian besar pasien
yang menggunakan modalitas terapi ini biasanya membutuhkan intubasi
dan ventilasi mekanik. Keputusan untuk melakukan ventilasi mekanik
berdasarkan pada kondisi klinis pasien. Pada pasien dengan distress nafas
berat, jangan menunggu analisa gas darah untuk mengkonfirmasi tindakan
yang harus dilakukan.
30
invasif ini dapat menunda kebutuhan intubasi bahkan dapat menurunkan
insidensi pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanik invasif.
TERAPI FARMAKOLOGIS
31
SIRKULASI (CIRCULATION)
TUJUAN PEMBELAJARAN :
PENDAHULUAN
Sistem sirkulasi bekerja memastikan sel-sel tubuh tersuplai oleh darah yang
kaya oksigen dan nutrisi, dan membuang produk akhir. Shock didefinisikan
sebagai abnormalitas sirkulasi yang menyebabkan terjadinya hipoperfusi
jaringan yang jika tidak dikoreksi maka berakibat kematian sel. Hipotensi
adalah keadaan dimana tekanan darah yang rendah. Meskipun hipotensi
sering digunakan untuk menggambarkan keadaan shock, orang yang
terbiasa hipotensi belum tentu dalam kondisi shock dan orang dengan tensi
normal dapat berada dalam kondisi shock.
32
PENYEBAB-PENYEBAB SHOCK
Sistem sirkulasi terdiri dari dua pompa yang terhubung dengan jantung
kanan dan jantung kiri, sebuah sistem saluran pembuluh darah dan cairan
yang bersirkulasi yaitu darah. Penyebab shock dapat dimengerti dengan
menilai berbagai komponen dari sistem sirkulasi dan gangguan yang
mempengaruhinya. Berikut ini kondisi yang menggambarkan gangguan
sirkulasi sebagai penyebab shock (lihat tabel)
MENGIDENTIFIKASI SHOCK
Status Kesadaran
Tanda awal : agitasi akibat naiknya tonus simpati, tanda telat : lemas
hingaa adanya gangguan perfusi ke saraf sentral
Nadi
Tekanan darah
33
Hipotensi merupakan penanda yang kurang sensitif terhadap kondisi
hipoperfusi jaringan. Pada kasus shock hemoragik, penurunan tekanan
darah belum terjadi hingga kehilangan darah mencapai 30% dari total
volume darah. (Sebaliknya, hipotensi juga dapat terjadi tanpa adanya
shock)
Penilaian perubahan nadi dan tekanan darah pada pasien yang berubah
dari posisi supine ke posisi duduk atau berdiri digunakan untuk
mengidentifikasi hipovolemia ringan. Tidak ada kesepakatan terhadap
perubahan yang dianggap sebagai respon positif dan test ini bersifat
insensitif dan nonspesifik terhadap penilaian status volume. Pengukuran
tanda-tanda vital orthostatik tidak boleh dilakukan pada pasien yang
hemodinamiknya potensial tidak stabil.
Frekuensi Pernafasan
Kulit
Kulit akan tampak pucat dan dingin sesegera mungkin ketika terjadinya
shunting ke organ vital. Sianosis perifer baru akan muncul kemudian.
Pengecualian terhadap aturan ini adalah pada shock vasogenik, ketika kulit
akan teraba hangat akibat vasodilatasi perifer. Pada tahap lanjut dari shock
vasogenik sudah terjadi depresi output jantung sehingga terjadi perubahan
hipoperfusi ke kulit.
Capillarey Refill Time : hasil positif terjadi bila kuku jari yang ditekan
membutuhkan waktu > 2 detik untuk kembali ke warna merah muda dan
34
dikatakan terjadi pada kondisi kehilangan darah akut sebanyak 15% dari
total volume darah
Suara Jantung
ULTRASONOGRAFI BEDSIDE
PENANGANAN UMUM
ABC + Monitoring
35
o Tekanan darah, nadi, respirasi, tingkat kesadaran, kulit
o Monitor invasive: Pengukuran CVP, arterial line, ScvO2
ABC
Jika dibutuhkan kontrol aktif perdarahan internal, segeralah
konsulkan ke bedah sambil melakukan resusitasi – jangan
menunggu hingga pasien stabil atau hasil lab darah jadi
Isi kembali volume darah yang bersirkulasi. Pengisian segera
volume sirkulasi darah merupakan faktor kritis untuk menangani
shock. Pada shock perdarahan, begitu juga tipe shock lainnya,
resusitasi cairan dimulai dengan pemberian cairan infus kristaloid
yang dihangatkan. Pergunakan sekurang-kurangnya dua buah
kateter yang besar dan pendek (kecepatan aliran berbanding
terbalik terhadap panjang kateter dan sebanding dengan ukuran
diameter kateter)
Akses sentral:
Peralatan : introducer 8FR yang dipasang dengan teknik Seldinger
Lokasi : vena femoral, vena jugularis interna, vena subclavia
Cairan :
Ringer laktat atau normal salin
1-2 liter diberikan dengan cepat (20ml/kg BB)
Perkiraan membutuhkan sekitar 3 kali volume jumlah darah
yang hilang
36
Platelet dan FFP
Pada pasien dengan kehilangan darah yang signifikan,
pemberian transfusi platelet dan FFP sedini mungkin dapat
memperbaiki outcome. Beberapa institusi memiliki protocol
transfuse darah massif
Kecukupan resusitasi cairan dinilai dengan parameter klinis dari perfusi
jaringan seperti output urine. Pengukuran dari tekanan vena sentral
cukup menolong. Penggantian volume cairan yang adekuat sangat
penting, namun pemberian yang berlebihan dari kebutuhan adalah
berbahaya. Awasi tanda-tanda timbulnya edema paru akut
(kardiogenik dan non-kardiogenik)
Shock Anafilaktik
Shock kardiogenik
Tension Pneumothoraks
Shock septik
Kristaloid intravena
Antibiotik
37
Goal directed therapy di IGD menurunkan mortalitas pada pasien
sepsis:
Output urine > 0.5 mL/kg/jam
CVP 8 hingga 12 mmHg
MAP 65 hingga 90 mmHg
ScvO2 > 70%
Terapi definitif (darinase infeksi yang berada di ruang tertutup,
pembedahan)
Tamponade kordis
Arrhytmia
38
TERAPI CAIRAN
1. Cairan maintenance
Diberikan terbagi merata 24 jam, berisi air, elektrolit dan
kalori
2. Cairan replacement
Diberikan dengan cepat untuk mengembalikan intravaskuler
mendekati normal kembali
Secara bertahap lebih lambat mengembalikan cairan intrasel
Berisi air, elektrolit dan dalam kasus khusus dapat disertai
albumin, plasma substitute, eritrosit
39
Perfusi lambat
Nadi naik
Tekanan darah turun (hipotensi orthostatic)
Anuria
CONTOH KASUS :
Pasien GEA (BB = 50kg) dengan oliguria, tidak mengalami shock deficit
5%
Pasien peritonitits (BB = 50kg), oliguria, tidak shock, perlu segera operasi
deficit 5%
40
Untuk mengatasi shock dengan cepat:
Bolus 20 ml/kg = 1000 ml diguyur 30-60 menit
Bila shock belum hilang diulang bolus 1000 ml lagi
Sisanya 50% diberikan dalam 8 jam
1500 ml dalam 8 jam = 200 ml/jam
700 ml maintenance = 90 ml/jam
Kecepatan pemberian = 300 ml/jam
50% diberikan dalam 16 jam
1500 ml dalam 16 jam = 100 ml/jam
1300 ml maintenance = 90 ml/jam
Kecepatan pemberian = 200ml/jam
SHOCK HEMORAGIK
Pada shock hemoragik, komposisi cairan yang hilang antara lain sodium,
albumin, eritrosit, thrombosit dan faktor koagulasi lainnya. Replacement
dilakukan pada pasien yang perdarahannya sudah berhenti.
41
3. Infus cairan elektrolit dulu untuk mengatasi shock
4. Plasma substitute boleh disusulkan
5. Transfusi dipertimbangkan kemudian jika setelah cairan cukup dan
ternyata Hb < 7-8g/dl
42
DAFTAR PUSTAKA
43