Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disusun oleh:
Jelita Sihombing
(11-2015-035)
Pembimbing:
dr. Imam Sudrajat, Sp.An Msi Med
Berdasarkan batasan tersebut diatas, terdapat dua asumsi perihal nyeri yaitu pertama
bahwa persepsi nyeri merupakan sensasi yang tidak menyenangkan berkaitan dengan
pengalaman emosianal menyusul adanya kerusakan jaringan yang nyata (pain with
nociception). Keadaan nyeri seperti ini disebut juga sebagai nyeri akut. Kedua, bahwa
perasaan yang sama dapat juga terjadi tanpa disertai dengan kerusakan jaringan yang nyata
(pain without nociception). Keadaan nyeri seperti ini disebut juga sebagai nyeri kronis.1
Nyeri juga dapat berperan sebagai penuntun diagnostik, karena dengan adanya nyeri
pada daerah tertentu, proses yang terjadi pada seorang pasien dapat diketahui, misalnya nyeri
yang dirasakan oleh seseorang pada daerah perut kanan bawah, kemungkinan orang tersebut
menderita radang usus buntu.
1. Nyeri somatik luar seperti nyeri tajam di permukaan kulit, subkutis dan
mukosa.
2. Nyeri somatik dalam seperti adanya rasa nyeri tumpul dalam otot rangka,
tulang, sendi dan jaringan ikat.
3. Nyeri viseral seperti rasa nyeri karena penyakit atau disfungsi alat dalam.
Nyeri ini singkat dan tempatnya jelas sesuai rangsang yang diberikan,
misalnya nyeri tusuk dan nyeri pembedahan. Nyeri ini dihantar oleh serabut saraf
kecil bermielin jenis A-delta dengan kecepatan konduksi 12-30 meter/detik.
Nyeri ini sulit dilokalisir dan tak ada hubungannya dengan rangsangan.
Misalnya rasa terbakar, rasa berdenyut atau rasa ngilu dan linu. Nyeri ini dihantar
Proses inflamasi ialah proses unik baik secara biokimiawi atau seluler yang
disebabkan oleh kerusakan jaringan atau adanya benda asing. Proses inflamasi tidak
hanya berusaha menghilangkan jaringan yang rusak, tetapi berusaha pula untuk
menyembuhkannya. Tanda-tanda inflamasi ialah adanya rubor (kemerahan pada
jaringan), kalor (kehangatan jaringan), tumor (pembengkakan jaringan), dolor (rasa
nyeri pada jaringan), fungsio laesa (kehilangan fungsi jaringan).2
Zat-zat algesik yang mengaktifkan reseptor nyeri adalah ion K, H, asam laktat,
serotonin, bradikinin, histamin dan prostaglandin. Selanjutnya, setelah reseptor nyeri ini
diaktifkan oleh zat algesik tersebut, impuls nyeri disalurkan ke sentral melalui beberapa
saluran saraf. Rangkaian proses yang menyertai antara kerusakan jaringan sebagai sumber
stimuli nyeri sampai dirasakannya persepsi nyeri adalah suatu proses elektro-fisiologik yang
disebut sebagai nosisepsi.3
Terdapat empat proses yang jelas terjadi mengikuti suatu proses elektro fisiologis
nosisepsi, yaitu :1-3
1. Transduksi (transduction) merupakan proses stimuli nyeri yang diterjemahkan
atau diubah menjadi suatu aktivitas listrik pada ujung-ujung saraf.
4. Persepsi (perception) adalah hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan
unik yang dimulai dari proses transduksi, transmisi dan modulasi yang pada
gilirannya menghasilkan suatu perasaan yang subyektif yang dikenal sebagai
persepsi nyeri.
Apabila telah terjadi kerusakan jaringan, maka sistem nosiseptif akan bergeser
fungsinya, dari fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu perbaikan jaringan yang
rusak. Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk mempercepat perbaikan kerusakan
jaringan. Sensitivitas akan meningkat, sehingga stimulus nonnoksious atau noksious ringan
yang mengenai bagian yang meradang akan menyebabkan nyeri. Sebagai akibatnya, individu
akan mencegah adanya kontak atau gerakan pada bagian yang cidera tersebut sampai
perbaikan jaringan selesai. Hal ini akan meminimalisasi kerusakan jaringan lebih lanjut.
Nyeri inflamasi akan menurunkan derajat kerusakan dan menghilangkan respon inflamasi.
Nyeri inflamasi merupakan bentuk nyeri yang adaptif namun demikian pada kasus-
kasus cedera elektif (misalnya: pembedahan), cedera karena trauma, atau rheumatoid
arthritis, penatalaksanaan yang aktif harus dilakukan. Respon inflamasi berlebihan atau
kerusakan jaringan yang hebat tidak boleh dibiarkan. Tujuan terapi adalah menormalkan
sensitivitas nyeri.
Sama halnya dengan sistem nosiseptor perifer, maka transmisi nosiseptor di sentral
juga dapat mengalami sensitisasi. Sensitisasi sentral dan perifer bertanggungjawab terhadap
munculnya hipersensitivitas nyeri setelah cedera. Sensitisasi sentral memfasilitasi dan
memperkuat transfer sinaptik dari nosiseptor ke neuron kornu dorsalis. Pada awalnya proses
ini dipacu oleh input nosiseptor ke medula spinalis (activity dependent), kemudian terjadi
perubahan molekuler neuron (transcription dependent).
Nyeri menyebabkan pasien sangat menderita, tidak mampu bergerak, tidak mampu
bernafas dan batuk dengan baik, susah tidur, tidak enak makan dan minum, cemas, gelisah,
perasaan tidak akan tertolong dan putus asa. Keadaan seperti ini sangat menganggu
kehidupan normal penderita sehari-hari. Mutu kehidupannya sangat rendah, bahkan sampai
tidak mampu untuk hidup mandiri layaknya orang sehat. Oleh karena itu penatalaksaan nyeri
pada hakikatnya tidak saja tertuju kepada mengurangi atau memberantas rasa nyeri itu,
melainkan bermaksud menjangkau peningkatan mutu kehidupan pasien, sehingga ia dapat
kembali menikmati kehidupan yang normal dalam keluarga dan lingkungannya.
Pada sistem supraspinal, tempat kerja opioid ialah direseptor subtansia grisea,
yaitu diperiakuaduktus dan periventrikular. Sedangkan pada sistem spinal tempat
kerjanya di substansia gelatinosa korda spinalis. Morfin (agonis) terutama bekerja di
reseptor µ dan sisanya bekerja di reseptor κ.
II.11.4 Analgesik Non-Narkotik
1. Obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) terkenal karena memiliki
kemampuan analgesia, antiinflamasi dan antipiretik. Obat ini dapat
menginhibisi produksi prostaglandin, zat endogen yang potensial
hiperalgesik. Sampai sekarang NSAID ada yang dapat diberikan peroral,
rektal, intramuskular atau intravena.
2. Ketorolak telah diakui oleh ahli bedah maupun anestesiologi dapat
dipergunakan untuk analgetik pascabedah. Keaktifan ketorolak 30 mg
intramuskular equipalen dengan 10 mg morfin atau 100 pethidin. Efek
analgesia dimulai 10 menit setelah penyuntikan dan berlangsung selama 4-
6 jam.
3. Klonidin mulai banyak dipergunakan pasca bedah, tetapi dikombinasikan
dengan opioid atau analgesik atau dengan anestetik lokal hingga kualitas
analgesia dan lama analgesia yang didapat meningkat signifikan.
Pemberian klonidin 4-6 mikrogr/kg iv sesaat sebelum operasi,
menghasilkan analgesia pasca bedah dan mencegah mengigil pasca bedah
yang setara dengan pemberian petidin 0.3 mg iv. Efek analgesia opioid
epidural dan opioid intra tekal atau anestetik lokal dapat diperpanjang
bermakna apabila ditambah klonidin 75-150 mikrogram epidural atau
Nyeri merupakan sebuah bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau cenderung akan
terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang menunjukkan kerusakan jaringan.
1. Wiryana IM, Sinardja IK, Sujana IBG, Budiarta IG. Penatalaksanaan nyeri. Dalam:
Buku ajar ilmu anestesia dan reanimasi. Jakarta: Macanan Jaya Cemerlang;
2010.h.217-232.
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Anestesia umum. Dalam: Petunjuk praktis
anestesiologi. Edisi ke-2. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI;
2007.h.74-83.