Você está na página 1de 6

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam merupakan agama yang kaya dengan pemikiran politik. Pemikiran politik islam itu bisa
dikatakan bermuara pada pemikiran tentang dikotomi hubungan agama dan negara. Wacana
pemikiran Islam tentang hubungan agama dengan negara mengalami sebuah dinamisasi
terutama pasca kebangkrutan pemerintahan khilafah Islam terakhir, Turki Usmani. Hal ini
disebabkab oleh beberapa faktor. Pertama, terjadinya pergeseran paradigma pemikiran agama
yang dimulai sejak ekspansi Prancis atas Mesir yang menyebabkan hentakan psikologi
ummat Islam akan fakta kemajuan bangsa-bangsa di luar Islam. Keadaan ini meyadarkan
ummat Islam, semisal Jamaluddin Afgani, Muhammad Abduh dan lain-lain, untuk segera
melakukan upaya pembaruan sikap yang tentunya harus dimulai dari pembaruan paradigma.
Sejak itu pergeseran paradigma mulai terjadi dalam benak ummat Islam dan menjadi usaha
yang nampak niscaya untuk menggapai kemajuan. Kedua, akibat perkembangan modernisasi
yang melanda dunia, termasuk di dalamnya dunia Islam yang secara bera ngsur-angsur
menempatkan modernisasi dengan implikasinya sebagai keharusan sejarah. Akibatnya, terjadi
pergeseran singnifikan terhadap tafsir bentuk negara ideal yang menyeret debat seputar
bagaimana peran agama dalam menentukan pemerintahan dalam sebuah negara modern yang
majemuk. Terutama sekali seperti apa yang terjadi pada negara-negara yang penduduknya
mayoritas Islam, seperti Indonesia, Sudan, Turki, Malaysia dan lain-lain.
Pada perkembangan selanjutnya, semangat pembaruan pemikiran tersebut, khususnya wacana
agama dengan negara, mengalami dinamisasi internal. Hingga muncul adanya pemikiran
pentingnya dilakukan rekonstruksi pemahaman atas tafsir keagamaan ummat Islam, termasuk
di dalamnya debat seputar interrelasi agama dengan negara yang menjadi salah satu pokok
penting dalam pemikiran politik Islam, baik dalam bentuknya yang normatif maupun historis.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pemikiran politik islam Muh. Rasyid Ridha ?


2. Bagaimana pemikiran politik islam Sayyid Qutub ?

C. Tujuan

Dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan akan menambah wawasan serta dipahami
mengenai Pemikiran Politik Islam

D. Ruang Lingkup

Dalam kesempatan pembuatan makalah ini akan dipaparkan lebih luas lagi tentang Pemikiran
Politik Islam menurut Muh.Rayid Ridha dan Sayyid Qutub
PEMBAHASAN

A. PEMIKIRAN POLITIK ISLAM MENURUT MUH.RASYID RIDHA

Bernama lengkap Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin Syamsuddin bin Baha'uddin Al-
Qalmuni Al-Husaini tetapi lebih dikenal dunia dengan nama Muhammad Rasyid Ridha. Lahir
di daerah Qalamun pada tanggal 27 Jumadil Awal 1282 H bertepatan dengan tahun 1865 M.

Dalam hal pemikiran modern, arah pembaharuan pemikiran Rasyid Ridha tidak jauh berbeda
dengan sang guru, Muhammad Abduh. Ide-ide pembaharuan penting yang dikumandangkan
Rasyid Ridha, antara lain, dalam bidang agama, pendidikan, dan politik. Di bidang agama,
Rasyid Ridha mengatakan bahwa umat Islam lemah karena mereka tidak lagi mengamalkan
ajaran-ajaran Islam yang murni seperti yang dipraktekkan pada masa Rasulullah SAW dan
para sahabat. Melainkan ajaran-ajaran yang menyimpang dan lebih banyak bercampur
dengan bid'ah dan khurafat. Ia menegaskan jika umat Islam ingin maju, mereka harus
kembali berpegang kepada Alquran dan Sunah. Ia membedakan antara masalah peribadatan
(yang berhubungan dengan Allah SWT) dan masalah muamalah (yang berhubungan dengan
manusia). Menurutnya, masalah yang pertama, Alquran dan hadis harus dilaksanakan serta
tidak berubah meskipun situasi masyarakat terus berubah dan berkembang. Sedangkan untuk
hal kedua, dasar dan prinsipnya telah diberikan, seperti keadilan, persamaan, dan hal lain,
namun pelaksanaan dasar-dasar itu diserahkan kepada manusia untuk menentukan dengan
potensi akal pikiran dan melihat situasi dan kondisi yang dihadapi, sepanjang tidak
menyimpang dari prinsip-prinsip dasar ajaran Islam.

Di bidang pendidikan, Rasyid Ridha berpendapat bahwa umat Islam akan maju jika
menguasai bidang ini. Oleh karenanya, dia banyak mengimbau dan mendorong umat Islam
untuk menggunakan kekayaannya bagi pembangunan lembaga-lembaga pendidikan. Dalam
bidang ini, Ridha pun berupaya memajukan ide pengembangan kurikulum dengan muatan
ilmu agama dan umum. Dan sebagai bentuk kepeduliannya, ia mendirikan sekolah di Kairo
pada 1912 yang diberi nama Madrasah Ad-Da'wah wa Al-Irsyad.

Dalam bidang politik, Rasyid Ridha tertarik dengan ide Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan
Islam). Sebab, ia banyak melihat penyebab kemunduran Islam, antara lain, karena perpecahan
yang terjadi di kalangan mereka sendiri. Untuk itu, dia menyeru umat Islam agar bersatu
kembali di bawah satu keyakinan, satu sistem moral, satu sistem pendidikan, dan tunduk
dalam satu sistem hukum dalam satu kekuasaan yang berbentuk negara. Namun, negara yang
diinginkannya bukan seperti konsep Barat, melainkan negara dalam bentuk khilafah
(kekhalifahan) seperti pada masa Al-khulafa ar-Rasyidin. Dia menganjurkan pembentukan
organisasi Al-jami'ah al-Islamiyah (Persatuan Umat Islam) di bawah naungan khalifah.

Khalifah ideal, menurutnya, adalah sosok yang dapat memenuhi beberapa persyaratan, antara
lain, dari segi keadilan, kemampuan, sifat mengutamakan kepentingan masyarakat di atas
kepentingan pribadi. Lebih lanjut, Rasyid Ridha menyebutkan dalam bukunya Al-khilafah,
bahwa fungsi khalifah adalah menyebarkan kebenaran, menegakkan keadilan, memelihara
agama, dan bermusyawarah mengenai masalah yang tidak dijelaskan nash. Kedudukan
khalifah bertanggung jawab atas segala tindakannya di bawah pengawasan sebuah dewan
pengawas yang anggotanya terdiri atas para ulama dan pemuka masyarakat. Tugas dewan
pengawas selain mengawasi roda pemerintahan, juga mencegah terjadinya penyelewengan
oleh khalifah, dan lembaga ini berhak menindak khalifah yang berbuat zalim dan sewenang-
wenang.

Khalifah harus ditaati sepanjang pemerintahannya dijalankan sesuai dengan ajaran agama. Ia
merupakan kepala atau pemimpin umat Islam sedunia, meskipun tidak memerintah secara
langsung setiap negara anggota. Dan menurut Rasyid Ridha, seorang khalifah hendaknya
juga seorang mujtahid besar yang dihormati. Di bawah khalifah seperti inilah kesatuan dan
kemajuan umat Islam dapat terwujud.

Kiprah Rasyid Ridha dalam dunia politik secara nyata dapat dilihat dalam aktivitasnya. Ia
pernah menjadi Presiden Kongres Suriah pada 1920, menjadi delegasi Palestina-Suriah di
Jenewa tahun 1921. Ia juga pernah menjadi anggota Komite Politik di Kairo tahun 1925, dan
menghadiri Konferensi Islam di Mekah tahun 1926 dan di Yerusalem tahun 1931.

Pengaruh pemikiran Rasyid Ridha dan juga para pemikir lainnya berkembang ke berbagai
penjuru dunia Islam, termasuk Indonesia. Ide-ide pembaharu yang dikumandangkan banyak
mengilhami semangat pembaharuan di berbagai wilayah dunia Islam. Banyak kalangan
ulama yang tertarik untuk membaca majalah Al-Manar dan mengembangkan ide yang
diusungnya. Nama besarnya terus dikenang hingga beliau wafat pada Agustus 1935.

B. PEMIKIRAN POLITIK ISLAM MENURUT SAYYID QUTB

Sayyid Qutb dilahirkan di provinsi Asyut, selatan Mesir pada tahun 1906. Pendidikannya
sampai usia 27 tahun cukup keras. Orang tuanya sebagai ulama terkenal pada waktu itu
mendidik dengan keras. Sayyid Qutb bersekolah di Masdrasah Ibtidaiyah sampai tahun 1918,
dan pada umur 10 tahun sudah hapal Alquran. Setelah itu, Sayyid Qutb karena ingin menjadi
guru melanjutkan pendidikannya di sekolah guru yang diselesaikannya pada tahun 1928.
Kemudian belajar kembali di Darul Ulum, sebuah universitas model barat (yang hasan albana
juga sekolah disana), dan selesai pada tahun 1933. Setelah itu Sayyid Qutb kemudian menjadi
guru yang berada dibawah naungan menteri pendidikan Mesir.

Berbagai pemikiran politik Sayyid Qutb banyak menjadi pengembangan perpolitikan Islam
dan membawa pengaruh besar bagi dunia Islam diantaranya beberapa pemikir yang
terinspirasi dari sosoknya. Diantara berbagai pemikiran politiknya adalah sebagai berikut :

1. Sayyid Qutb mengedepankan konsep Self Correction. Yakni kritik atas apa yang
terjadi dalam umat Islam (kembalinya pada masa Jahiliyah modern). Hal ini
dilatarbelakangi oleh perilaku umat manusia yang mulai meninggalkan pemikiran
Islam dan berorientasi pada masalah keduniawian dan materi. Sehingga menurutnya,
perlu adanya koreksi diri menuju pada pembentukan masyarakat Islami. Qutb
menegaskan terdapat dua konteks masyarakat yaitu Islami (Al Nizam Al Islami) dan
Jahil (Al Nizam Al Jahili).

2. Peradaban dunia berkembang pada Yunani dan Barat yang memang memfokuskan
pada pemisahan konsep ruh dan materi. Kehidupan materi menjadi lebih penting
daripada ruh, sehingga hal inilah yang menurut pandangan Sayyid Qutb dapat
membahayakan umat manusia. Ia berpendapat bahwa spiritual lebih penting daripada
masalah materi. Dimana kebutuhan materi dan spiritual (ruh) memiliki hubungan
yang kuat. Justru manusia kini kadang terjebak pada salah satunya, misalnya campur
tangan aspek ekonomi dalam spiritual.

3. Pentingnya tanggung jawab seorang Khalifah dalam menyatukan aspek materi dan
spiritual sehingga dapat mengeluarkan manusia dari kejahiliyahan (sistem yang
kufur). Jika salah satu aspek menjadi lemah akan menghambat manusia untuk keluar
dari kejahiliyahan.

4. Tantangan pada manusia tidak hanya timbul dari dalam diri atau lingkungan,
melainkan perlu diketahui mengenai potensi negatif/setan yang timbul. Potensi ini
berupa menjauhkan diri dari kebenaran (kufur), sehingga perlu bagi manusia untuk
berada pada jalan kebenaran Allah karena manusia sendiri akan menang jika berada
pada jalan yang benar.

5. Perjuangan masyarakat untuk lepas dari masyarakat jahiliyah modern merupakan


suatu jihad yang wajib diperangi. Baik melalui cara-cara persuasif, bahkan dengan
ofensif

6. Qutb juga menganggap Barat dengan simbol evil (kejahatan). Hal ini didasari oleh
penjajah Barat yang sering menindas dan mendzolimi manusia sehingga perlu
dilawan. Bagian ini merupakan simbol dari ketidakadilan.

7. Solusi yang diberikan Qutb adalah open people’s eyes. Yakni kesadaran bagi umat
muslim untuk mengetahui bahaya yang mengancam (nature of danger). Sehingga
umat manusia dapat lepas dari kejahiliyahan modern.

8. Namun disisi lain Qutb juga menawarkan pendekatan atau cara yang keras melalui
jihad, hijrah, takfir.

Pada dasarnya pemikiran politik Qutb menjadi menarik untuk disimak karena berbagai
peristiwa telah mengkonstruksi pemikiran dan pengetahuannya. Qutb juga banyak membawa
pengaruh pada pemikiran kelompok teroris Islam serta konsep near enemy (level domestik)
dan far enemy (level internasional) yang diimplementasikan jaringan Al Qaeda.
PENUTUP

Demikian lah makalah politik islam yang pemakalah telah uraikan, dari tulisan ini sangat
penting sekali untuk dikaji lebih dalam lagi terutama bagi mahasiswa yang nantinya terjun di
dunia politik, karena melihat kondisi berpolitikan di negara kita ini khususnya di Indonesia
ini terlalu banyak konsep politik yang ditawarkan sehingga seakan hal ini membuat para
mahasiswa harus lebih cerdas lagi dalam melihat dan mempelajari berpolitikan karena
masalah politik tidak akan pernah terlepas dalam kehidupan, dan pemakalah sangat menekan-
kan seklai untuk lebih mendalami mempelajari masalah politikm karena hal ini suatu yang
sangat penting agar sebagai mahasiswa tidak terlalu kaku dalam melihat perkembangan
berpolitikan di seluruh Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

- F Achen. “Artikel (Pemikiran Politik Rasyid Ridha)”. [pdf]


www.academia.edu/10046754/Artikel_Pemikiran_Politik_Rasyid_Ridha_ (diakses
tanggal 02 November 2017)
- Rina Jebrina. “Pemikiran Politik Islam Sayyid Qutb” .
missjebrina.blogspot.co.id/2014/06/pemikiran-politik-islam-sayyid-qutb_7.html?m=1 (
diakses tanggal 02 November 2017 )

Você também pode gostar