Você está na página 1de 19

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Preeklamsi adalah kelainan multi organ spesifik, pada kehamiilan yang di
tandai dengan terjadinya hipertensi gejalanya bisa muncul setelah kehamilan
berumur 20 minggu.(Obgynesea 2009).
Eklamsi adalah terjadinya kejang pada pada ibu hamil dengan tanda-tanda
preeklamsia.
Secara global, 80% kematian ibu hamil yang tergolong dalam penyebab
kematian ibu secara langsung, yaitu disebabkan karena terjadi perdarahan (25%)
biasanya perdarahan pasca persalinan, hipertensi pada ibu hamil (12%), partus
macet (8%), aborsi (13%), dan karena sebab lain (7%).
Sepuluh juta wanita mengalami preeklamsia setiap tahun di seluruh dunia.
Di seluruh dunia sekitar 76.000 wanita hamil yang meninggal setiap tahun oleh
karena preeklamsia dan gangguan hipertensi pada kehamilan lainnya, dan jumlah
bayi yang meninggal karena gangguan ini sekitar 500.000 per tahun. Preeklamsia
dan hubungannya dengan gangguan hipertensi dalam kehamilan mempengaruhi
5-8% dari seluruh kelahiran di Amerika Serikat. Tingkat insiden untuk preeklamsia
di Amerika Serikat, Kanada, dan Eropa Barat adalah berkisar 2-5%. Di negara
berkembang, prevalensi preeklamsia dan eklamsia berkisar mulai dari 4% dari
semua kehamilan sampai 18% di beberapa bagian Afrika. Di Amerika Latin,
preeklamsia merupakan penyebab pertama dari kematian maternal.
Tiga penyebab klasik kematian ibu yang paling dikenal di Indonesia di
samping infeksi dan perdarahan adalah preeklamsia. Berdasarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun angka kematian ibu (AKI) atau
Maternal Mortality Ratio (MMR) di Indonesia untuk periode 2008 sampai dengan
2012 ialah 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini lebih tinggi dari
hasil SDKI 2007 yang besarnya 228 per 100.000 kelahiran hidup. Kejadian
preeklamsia dikatakan sebagai masalah kesehatan masyarakat apabila Case
Fatality Rate (CFR) preeklamsia mencapai 1,4% sampai 1,8%. Di Indonesia
frekuensi kejadian preeklamsia sekitar 3-10%.

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Berapa angka signifikansi dan insiden pada preeklamsia dan eklamsi ?
2. Berapa angka morbiditas dan mortalitas pada preeklamsia dan eklamsi ?
3. Apa saja klasifikasi Berapa angka signifikansi dan insiden pada preeklamsia
dan eklamsi ?
4. Bagaimana patofisiologi pada preeklamsia dan eklamsi ?
5. Begaimana pathway pada preeklamsia dan eklamsi ?
6. Apa saja etiologi dari preeklamsia dan eklamsi ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan dari preeklamsia dan eklamsi ?

1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui tentang penyakit preeklamsi dan eklamsi
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui signifikansi dan insiden pada preeklamsia dan eklamsi
2. Untuk mengetahui angka morbiditas dan mortalitas pada preeklamsia dan
eklamsi
3. Untuk mengetahui klasifikasi Berapa angka signifikansi dan insiden pada
preeklamsia dan eklamsi
4. Untuk mengetahui patofisiologi pada preeklamsia dan eklamsi
5. Untuk mengetahui pathway pada preeklamsia dan eklamsi
6. Untuk mengetahui etiologi dari preeklamsia dan eklamsi
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari preeklamsia dan eklamsi

1.4. Manfaat
1.4.1 Institusi
Sebagai pendukung refrensi yang telah ada.
1.4.2 Dosen
Sebagai modul proses pembelajaran.
1.4.3 Mahasiswa
Sebagai refrensi dalam membentuk karya ilmiah, makalah, dan lain
sebagainya.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Preeklamsia/Eklamsia


Preeklampsia adalah terjadinya peningkatan tekanan darah paling sedikit
140/90, proteinuria, dan oedema (Rozikan, 2007). Preeklampsia merupakan
penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan postpartum. Dari
gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan
preeklampsia berat (Sarwono, 2008).
Eklamsi merupakan keadaan langka yang tidak dapat terjadi secara
mendadak tanpa di dahului preeklamsia, yang di tandai dengan terjadinya
kejang. Kejang biasanya di dahului adanya peningkatan intensitas preeklamsia,
mata yang berputar-putar, kedutan, dan pernafasan tidak tratur (Retnowati, pada
penelitian fuji 2015).
Pada umumnya gejala eklamsia di dahului dengan semakin memburuknya
preeklamsia. Apabila keadaan ini tidak di kenali dan di obati maka akan timbul
kejang terutama pada saat persalinan.
Kejang – kejang pada eklampsia terdiri dari 4 tingkat :
1. Tingkat awal atau aura
a. Berlangsung 30 – 35 detik
b. Tangan dan kelopak mata gemetar
c. Mata terbuka dengan pandangan kosong
d. Kepala di putar ke kanan atau ke kiri
2. Tingkat kejang tonik
a. Berlangsung 1 sampai 2 menit
b. Kejang tonik berubah menjadi kejang klonik
c. Konsentrasi otot berlangsung cepat
d. Mulut terbuka tertutup dan lidah dapat tergigit
e. Mata melotot
f. Mulut berbuih
g. Muka terjadi kongesti dan tampak sianosis

3
2.2. Etiologi Preeklamsi dan Eklamsi
Penyebab pasti dari kelainan ini masih belum diketahui, namun beberapa
penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat menunjang terjadinya
preeklampsia dan eklampsia.
Penyebab preeklamsi sampaai sekarang belum di ketahui tetapi ada teori
yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsi yaitu: bertambahnya
frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion dan mola
hidatidosa.bertambahnya frekuensi yang makin tuanya kehamilan dapat terjadinya
perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus, timbulnya
hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari kelainan
tersebut sehingga kelainan ini sering di kenal sebagai the disease of theory.
Adapun teri-teori tersebut antara lain :peran protasiklin dan tromboksan.
1. Peran faktor imunologis.beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivitas
sistem komplemen pada pre eklamsi/eklamsi
2. Peran faktor genetik terdapatnya kecenderungan preeklamsi/ eklamsi pada
anak-anak dari ibu yang menderita preeklamsi/ eklamsi. Kecenderungan
meningkatnya frekuensi pre eklamsi/eklamsi dan anak dan cucu ibu hamil
dengan riwayat pre eklamsi/eklamsi dan bukan pada ipar mereka. Peran renin,-
angiotensin-aldosteron sistem (RAAS)
3. Faktor predisposisi
a. Mola hidatidosa
b. Diabetes mellitus
c. Kehamilan ganda
d. Hidrops fetalis
e. Obesitas
f. Umur yang lebih dari 35 tahun
Menurut Bobak (2005:630), Manuaba (2007:24), pada buku Asuhan Kebidanan
Patologi. Ada beberapa faktor resiko tertentu yang berkaitan dengan
perkembangan penyakit :
1. Primi gravida, kira-kira 85 % pre eklamsia terjadi pada kehamilan pertama.
2. Grand multi gravida.
3. Janin besar
4. Distensi rahim berlebih:hidramnion, hamil ganda, mola hidatidosa. Pre eklamsia
terjadi pada 14 % sampai 20 % kehamilan denga janin lebih dari 1.

4
5. Morbit obesitas atau kegemukan dan penyakit yang meyertai hamil seperti
diabetes mellitus
6. Pada ibu yang mengalami hipertensi kronis atatu penyakit ginjal , insiden dapat
memncapai 25 %.
7. Jumlah umur ibu di atas 35 tahun
Pre eklamsia iyalah suatu penyakit yang tidak terpoisahkan dari pre eklamsia
ringan sampai berat, sindrom HELP, /atau eklamsia. Pre-eklamsia berkisar
antara 3 % sampai 5% dari kehamilan yang di rawat.

2.3. SIGNIFIKANSI DAN INSIDEN


Secara global, 80% kematian ibu hamil yang tergolong dalam penyebab
kematian ibu secara langsung, yaitu disebabkan karena terjadi perdarahan (25%)
biasanya perdarahan pasca persalinan, hipertensi pada ibu hamil (12%), partus
macet (8%), aborsi (13%), dan karena sebab lain (7%).
Sepuluh juta wanita mengalami preeklamsia setiap tahun di seluruh dunia.
Di seluruh dunia sekitar 76.000 wanita hamil yang meninggal setiap tahun oleh
karena preeklamsia dan gangguan hipertensi pada kehamilan lainnya, dan jumlah
bayi yang meninggal karena gangguan ini sekitar 500.000 per tahun. Preeklamsia
dan hubungannya dengan gangguan hipertensi dalam kehamilan mempengaruhi
5-8% dari seluruh kelahiran di Amerika Serikat. Tingkat insiden untuk preeklamsia
di Amerika Serikat, Kanada, dan Eropa Barat adalah berkisar 2-5%. Di negara
berkembang, prevalensi preeklamsia dan eklamsia berkisar mulai dari 4% dari
semua kehamilan sampai 18% di beberapa bagian Afrika. Di Amerika Latin,
preeklamsia merupakan penyebab pertama dari kematian maternal.
Tiga penyebab klasik kematian ibu yang paling dikenal di Indonesia di
samping infeksi dan perdarahan adalah preeklamsia. Berdasarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun angka kematian ibu (AKI) atau
Maternal Mortality Ratio (MMR) di Indonesia untuk periode 2008 sampai dengan
2012 ialah 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini lebih tinggi dari
hasil SDKI 2007 yang besarnya 228 per 100.000 kelahiran hidup. Kejadian
preeklamsia dikatakan sebagai masalah kesehatan masyarakat apabila Case
Fatality Rate (CFR) preeklamsia mencapai 1,4% sampai 1,8%. Di Indonesia
frekuensi kejadian preeklamsia sekitar 3-10%.

5
Data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, angka kematian ibu untuk
tahun 2013 adalah sebanyak 77 kematian dengan kasus preeklamsia dan
eklamsia 18 kasus. Dilihat dari data yang ada, preeklamsia/eklamsia menjadi
penyebab ketiga terbanyak dari kasus kematian ibu di Provinsi Sulawesi Utara
setelah perdarahan dan kasus lainnya.
Di RSUP Prof. R. D. Kandou Manado, tahun 2011 angka kejadian
preeklamsia ringan 314 kasus (7,6%), preeklamsia berat 103 kasus (2,5%) dari
4.147 persalinan. Tahun 2012 angka kejadian preeklamsia ringan sebanyak 378
kasus (7,1%) preeklamsia berat 227 kasus (4,5%) dari 5.320 persallinan
sedangkan tahun 2013 angka kejadian preeklamsia ringan 452 kasus (8,5%)
preeklamsia berat 205 kasus (3,8%) dari 5.258 persalinan. Dilihat dari data yang
ada dapat disimpulkan kejadian preeklamsia di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado masih cukup tinggi.6 Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang karakteristik penderita preeklamsia di RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado (Patria dkk. 2015).
Penelitian Saptono, Rea, dan Probo(2013), menyatakan bahwa penyebab
kematian ibu paling umum di Indonesia yakni pendarahan yang menempati
persentase tertinggi penyebab kematianibu (28%),persentase tertinggikedua
penyebab kematian ibu yang adalah eklamsia (24%) (Risky dkk. 2016).

2.4. MORBIDITAS DAN MORTALITAS


Berdasarkan penelitian (Patricia dkk 2015) di dapatkan morbiditas dan
mortalitas sebagai berikut :
1. Mortalitas
Di seluruh dunia sekitar 76.000 wanita hamil yang meninggal setiap tahun
oleh karena preeklamsia. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun angka kematian ibu (AKI) atau Maternal Mortality Ratio
(MMR) di Indonesia untuk periode 2008 sampai dengan 2012 ialah 359
kematian per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini lebih tinggi dari hasil SDKI
2007 yang besarnya 228 per 100.000 kelahiran hidup. Kejadian preeklamsia
dikatakan sebagai masalah kesehatan masyarakat apabila Case Fatality Rate
(CFR) preeklamsia mencapai 1,4% sampai 1,8%.
Data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, angka kematian ibu untuk
tahun 2013 adalah sebanyak 77 kematian dengan kasus preeklamsia dan
eklamsia 18 kasus.

6
2. Morbiditas
Sepuluh juta wanita mengalami preeklamsia setiap tahun di seluruh dunia.
Di RSUP Prof. R. D. Kandou Manado, tahun 2011 angka kejadian preeklamsia
ringan 314 kasus (7,6%), preeklamsia berat 103 kasus (2,5%) dari 4.147 Tahun
2012 angka kejadian preeklamsia ringan sebanyak 378 kasus (7,1%)
preeklamsia berat 227 kasus (4,5%) dari 5.320 persallinan sedangkan tahun
2013 angka kejadian preeklamsia ringan 452 kasus (8,5%) preeklamsia berat
205 kasus (3,8%) dari 5.258 persalinan (Patricia 2015).

2.5. KLASIFIKASI
Menurut Sukarmi( 2014 ) klasifikasi pre-eklamsia di bagi sebagai berikut :
1. Pre Eklamsia dibagi menjadi 2 golongan,yaitu :
a. Preeklamsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut: tekanan darah
140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang; atau
kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg
atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan
dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam. Edema umum, kaki, jari
tangan, dan muka, atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih per-minggu.
Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau lebih per-liter; kwalitatif 1+ atau 2+ pada
urin kateter atau midstream.
b. Preeklasmpsia berat
Tekanan 160/110 mmHg atau lebih. Proteinuria 5 gr atau lebih per-liter.
Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per-24 jam. Adanya gangguan
serebral, gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada
epigastrium. Terdapat edema paru dan sianosis.
Menurut Varney(2007), Manuaba(2007 ), bobak (2005) pada buku asuhan
kebidanan patologi. pre-eklamsi di golongkan pada pre-eklamsi ringan dan pre-
eklamsi berat dengan gejala dan tanda sebagai beikut:
1. Pre eklamsi ringan
a. Tekanan darah
Kenaikan tekanan darah sistol ≥ 30 mmhgatau diastol > 15 mmHg(dari
tekanan darah sebalum hamil). Pada kehamilan 20 minggu atau lebih dari
atau sistole ≥ 140(≥160mmHg) diastole ≥90 mmHg (≤ 110 mmHg) denga
interval pemeriksaan 6 jam.
b. Kenaikan berat badan 1 kilo atau lebih dalam seminggu.

7
c. Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1-2 pada urin
kateter atau urin aliran pertengahan.
d. Edema dependen, bengkak di mata, wajah, jari, bunyi pulmoner tidak
terdengar
e. Hiperrefleksi + 3, tidak ada klonus di pergelangan kaki.
f. Pengeluaran urin sama dengan masukan ≥ 30 ml/jam
g. Nyeri kepala sementara, tidak ada gangguan penglihatan, tidak ada nyeri ulu
hati, mual muntah
2. Pre eklamsi berat
a. Tekanan darah 160/110 mmHg
b. Oligouria, urin kurang dari 400cc /24 jam
c. Proteinuria lebih dari 3 gr /L
d. Keluahan subjektif seperti nyeri epigastrium gangguan penglihatan, nyeri
kepala, edema paru dan sianosis, gangguan kesadaran.
e. Pemeriksaan kadar enzim hati meningkat di sertai ikterus, perdarahan pada
retina, trombosit kurang dari 100,000 /mm.

2.6. PATOFISIOLOGI
1. Preeklamsia
Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini
menyebabkan prostagladin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia
uterus. Keadaan iskemia pada uterus, merangsang pelepasan bahan
tropoblastik yaitu akibat hiperoksidasi lemah dan pelepasaan renin uterus.
Bahan tropoblastik menyebabkan terjadinya endotheliosis menyebabkan
pelepasan tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan
pelepasaan tomboksan aktivasi agregasi trombosit deposisi fibrin. Pelepasan
tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospame sedangkan aktivasi/
agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi intravaskular
yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan konsimtif koagulapati.
Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan
darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis. Renin uterus
yang di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan
bersama angotensinogen menjadi angotensi I dan selanjutnya menjadi
angotensin II. Angiostin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya
vasospasme. Vasosopasme menyebabkan lumen arterior menyempit. Lumen

8
anterior yang menyempit menyebabkan lumen hanya dapat di lewati oleh satu
sel darah merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi
kebutuhan sehingga terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme,
angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan
adosteron. Vasospame bersama dengan koagulasi intravaskuler akan
menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ-organ tubuh diantaranya otak,
darah, paru-paru, hati/liver renal dan plasenta. Pada otak akan menyebabkan
terjadinya edema serebri dan selanjutnya akan terjadi peningkatan tekanan
intra kranial. tekanan intra kranial yang meningkat menyebabkan terjadinya
gangguan perfusi serebral, nyeri dan terjadinya kejang sehingga menimbulkan
diagnosa keperawatan resiko cedera.
Pada darah akan terjadi enditheliosis menyebabkan sel darah merah dan
pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan
terjadinya pendarahan, sedangkan sel drah merah yang pecah akan
menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Pada paru-paru, LADEP akan
meningkat menyebabkan terjadinya kongesti vena pulmonal, perpindahan
cairan sehingga akan mengakibatkan terjadinya oedema paru. Oedema paru
akan mengakibatkan terjadinya kerusakan pertukaran gas.
Pada hati, vasokontriksi pembuluh darah menyebabkan akan gangguan
kontraktilitas miokard sehingga menyebabkan payah jantung dan
memunculkan diagnosa keperawatan penurunancurah jantung.
Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi peningkatan reabsorpsi
natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat menyebabkan terjadinya
edema hingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan keebihan volme
cairan. Selain itu, vasospame arteriol ginjal akan menyebabkan penurunan
GFR dan permeabilitas terhadap protein akan meningkat. Penurun GFR tidak
diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan
diurisis menurun hingga menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri
atau akan memunculkan diagnosa keperwatan gangguan eliminasi urin.
Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan banyak
protein akan lolos dari filtrasi glomerulus dan menyebabkan proteinuria.

9
Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola selanjutnya menyebabkan
oedema diskus optikus dan retina. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya
diplopia dan memunculkan diagnosa keperawatan resiko cedera. Pada
plasenta penurunan perfusi akan menyebabkan hipoksisa/anoksia sebagai
pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehingga dapat berakibat
terjadinya intra uterin growth retadartion serta memunculkan diagnosa
keperawatan risiko gawat janin. Hipertensi akan merangsang medula oblongata
dan sistem saraf parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis
mempengaruhi traktus gastrointestinal dan ekstremitas. Pada traktus
gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal dan
penumpukan ion H menyebabkan HCL meningkat sehingga dapat
menyebabkan nyeri epigastrik selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang
meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah sehingga muncul
diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhantubuh.
Pada ekstremitas dapat terjadi metabolisme anaerob menyebabkan ATP
diproduksi dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam
laktat. Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang di produksikan akan
menimbulkan keadaan cepat lelah, lelah sehingga muncul diagnosa
keperawatan seseorang kurang terpajan informasi dan memunculkan diagnosa
keperawatan kurang pengetahuan (Sukarmi 2014 ).
2. Eklamsia
Eklampsia terjadi karena suplai darahan dinding rahim berkurang sehingga
plasenta mengeluarkan zat-zat yang menyebabkan ischemia uteroplasenta dan
peningkatan tekanan darah. Terjadinya ischemia uteroplasenta dan hipertensi
menimbulkan kejang atau sampai koma pada wanita hamil.
Pada eklampsia terjadi spasmus pembuluh darah disertai dengan retensi
garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasmus yang hebat dari arteriola
glomerulus. Pada beberapa kasus lumen arteriola sedemikian sempitnya
sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua
arteriola dalam tubuh mengalami spasmus, maka tekanan darah dengan
sendirinya akan naik sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer
agar oksigenisasi jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui
sebabnya, mungkin disebabkan oleh retensi air dan garam,proteinuriamungkin
disebabkan oleh spasmus Arteriola sehingga terjadi perubahan glomerulus.

10
Perubahan pada organ-organ :
a. Perubahan pada otak
Pada eklampsi, resistensi pembuluh darah meninggi, ini terjadi pula pada
pembuluh darah otak. Edema terjadi pada otak yang dapat menimbulkan
kelainan serebral dan kelainan pada visus. Bahkan pada keadaan lanjut
dapat terjadi perdarahan.
b. Perubahan pada rahim
Aliran darah menurun ke plasenta menyebabkan gangguan plasenta,
sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan
oksigen terjadi gawat janin. Pada pre-eklampsi dan eklampsi sering terjadi
bahwa tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan meningkat maka
terjadilah partus prematurus.
c. Perubahan ada ginjal
Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal kurang. Hal ini
menyebabkan filfrasi natrium melalui glomerulus menurun, sebagai
akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi glomerulus dapat turun
sampai 50% dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria
dan anuria.
d. Perubahan pada paru-paru
Kematian wanita pada pre-eklampsi dan eklampsi biasanya disebabkan oleh
edema paru. Ini disebabkan oleh adanya dekompensasi kordis. Bisa pula
karena terjadinya aspires pnemonia. Kadang-kadang ditemukan abses paru.
e. Perubahan pada mata
Dapat ditemukan adanya edema retina spasmus pembuluh darah. Pada
eklampsi dapat terjadi ablasio retina disebabkan edema intra-okuler dan hal
ini adalah penderita berat yang merupakan salah satu indikasi untuk
terminasi kehamilan. Suatu gejala lain yang dapat menunjukkan arah atau
tanda dari pre-eklampsi berat akan terjadi eklampsi adalah adanya:
skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan perubahan peredaran
darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.
f. Perubahan pada keseimbangan air dan elektrolit
Pada pre-eklampsi berat dan pada eklampsi : kadar gula darah naik
sementara asam laktat dan asam organik lainnya naik sehingga cadangan
alkali akan turun. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang.
Setelah konvulsi selesai zat-zat organik dioksidasi sehingga natrium dilepas

11
lalu bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk bikarbonat natrikus.
Dengan begitu cadangan alkali dapat kembali pulih normal (Sukarmi ,2014).

2.7. Tanda dan Gejala Preeklampsia


Preeklampsia ringan ditandai dengan gejala meningkatnya tekanan darah
yang mendadak (sebelum hamil tekanan darah normal) ≥ 140/90 mmHg dan
adanya protein urine (diketahui dari pemeriksaan laboratorium kencing) +1/+2 dan
terjadi pada usia kehamilan di atas 20 minggu (Wibisono dan Dewi, 2009).
Preeklampsia ringan adalah kondisi ibu yang disebabkan oleh kehamilan
disebut keracunan kehamilan. Tanda dan gejala preeklampsia ringan dalam
kehamilan antara lain : edema (pembengkakan) terutama tampak pada tungkai,
muka disebabkan ada penumpukan cairan yang berlebihan di sela-sela jaringan
tubuh, tekanan darah tinggi, dan dalam air seni terdapat zat putih telur
(pemeriksaan urine dari laboratorium). Preeklampsia berat terjadi bila ibu dengan
preeklampsia ringan tidak dirawat, ditangani dan diobati dengan benar.
Preeklampsia berat bila tidak ditangani dengan benar akan terjadi kejang-kejang
menjadi eklampsia (Bandiyah, 2010).
Selain itu, preeklamsia juga bisa menimbulkan gejala dan tanda-tanda
sebagai berikut :
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan kriteria paling penting dalam diagnosa penyakit
preeklampsia. Hipertensi ini sering terjadi sangat tiba-tiba. Banyak primigravida
dengan usia muda memiliki tekanan darah sekitar 100-110/60-70 mmHg
selama trimester kedua. Peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg atau
peningkatan sistolik sebesar 30 mmHg harus dipertimbangkan (William obstetri,
2010).
2. Hasil pemeriksaan laboratorium
Proteinuria merupakan gejala terakhir timbul. Proteinuria berarti
konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 gr/liter dalam urin 24 jam atau
pemeriksaan kualitatif menunjukan (+1 sampai 2+ dengan metode dipstik) atau
> 1 gr/liter melalui proses urinalisis dengan menggunakan kateter atau
midstream yang diambil urin sewaktu minimal dua kali dengan jarak waktu 6
jam (Wiknjosastro, 2006).
Hemoglobin dan hematokrit meningkat akibat hemokonsentrasi.
Trombositopenia biasanya terjadi. Terjadi peningkatan FDP, fibronektin dan
penurunan antitrombin III. Asam urat biasanya meningkat diatas 6 mg/dl.

12
Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada preeklampsia
berat. Alkalin fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat dehidrogenase
bisa sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan elektrolit
pada pasien preeklampsia biasanya dalam batas normal. Urinalisis ditemukan
proteinuria dan beberapa kasus ditemukan hyaline cast.
3. Edema
Edema pada kehamilan normal dapat ditemukan edema dependen, tetapi jika
terdapat edema independen yang djumpai di tangan dan wajah yang meningkat
saat bangun pagi merupakan edema yang patologis. Kriteria edema lain dari
pemeriksaan fisik yaitu: penambahan berat badan > 2 pon/minggu dan
penumpukan cairan didalam jaringan secara generalisata yang disebut pitting
edema > +1 setelah tirah baring 1 jam.
Menurut Wibowo dan Rachimhadi (2006), Preeklamsia mempunyai gejala-
gejala sebagai berikut :
Biasanya tanda-tanda preeklamsia timbul dalam urutan: pertambahan berat
badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria.
Pada preeklamsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Pada
preeklamsia berat gejala-gejalanya adalah :
a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg
b. Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg
c. Peningkatan kadar enzim hati/ ikterus
d. Trombosit < 100.000/mm³
e. Oligouria < 400 ml/24 jam
f. Proteinuria > 3 g/liter
g. Nyeri epigastrium
h. Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat
i. Perdarahan retina
j. Edema pulmonum

13
2.8. Komplikasi Preeklamsia
Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita preeklamsia dan eklamsia. Komplikasi dibawah
ini yang biasa terjadi pada preeklamsia berat dan eklamsia :
1. Solusio plasenta
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering
terjadi pada preeklamsia.
2. Hipofibrinogenemia
Biasanya terjadi pada preeklamsia berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk
pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
3. Hemolisis
Penderita dengan preeklamsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik
hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah
ini merupakan kerusakkan sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis
periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklamsia dapat
menerangkan ikterus tersebut.
4. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklamsia.
5. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu,
dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina. Hal ini merupakan
tanda gawat akan terjadi apopleksia serebri.
6. Edema paru-paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena
bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan abses
paru-paru.
7. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada preeklamsia/eklamsia merupakan akibat
vasospasme arteriole umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklamsia, tetapi
ternyata juga dapat ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat
diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
8. Sindroma HELLP
Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet Merupakan sindrom
kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati, hepatoseluler
(peningkatan enzim hati [SGPT,SGOT], gejala subjektif [cepat lelah, mual,

14
muntah, nyeri epigastrium]), hemolisis akibat kerusakan membran eritrosit oleh
radikal bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc),
agregasi (adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerusakan tromboksan
(vasokonstriktor kuat), lisosom (Manuaba, 2007).
9. Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma
sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur yang lainnya. Kelainan lain
yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
10. Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejangkejang pneumonia
aspirasi dan DIC (disseminated intravascular cogulation)
Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.

15
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

3.1. PENGKAJIAN ANAMNESIS


1. dentitas pasien
2. Keluhan utama
Pasien mengeluh sesak nafas
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada preeklamsi biasanya pasien mengeluh sesak nafas, nyeri dan edema
(pembengkakan)
4. Riwayat kesehatan dahulu
5. Pasien pernah menglami diabetes mellitus
a. Kehamilan ganda
b. Hidrops fetalis
c. Obesitas

3.2. PEMERIKSAAN FISIK


1. BI (breathing)
Pernafasan biasanya melebihi batas normal
2. B2 (blood)
Kenaikan tekanan darah sistol ≥ 30 mmhg atau diastol > 15 mmHg(dari tekanan
darah sebalum hamil). Pada kehamilan 20 minggu atau lebih dari atau sistole ≥
140(≥160mmHg) diastole ≥90 mmHg (≤ 110 mmHg) denga interval
pemeriksaan 6 jam. Terjadi takikardi >100
3. B3 (brain)
Penglihatann kabur , nyeri epigastrium, pusing.
4. B4 (bladder)
Fungsi ginjal mungkin menurun (kurang dari 400 ml/24 jam), proteinuria lebih
dari 3 gr /L
5. B5 (bowel)
Nyeri : P: peningkatan HCL
Q: seperti tertususk
R: epigastrikn
S :3
T: hilang timbul
mual atau muntah.

16
6. B6 (bone)
Edema mungkin ada dari ringan sampai berat atau umum dan dapat meliputi
wajah, ekstremitas

3.3. Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas
2. Nyeri
3. Kelebihan volume cairan
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan

3.4. Intervensi Keperawatan


1 Gangguan pertukaran NOC NIC
gas  Mendemonstrasikan 1. Posisikan
peningktan ventilasi dan pasien untukk
oksigen yang adekuat memaksimalkan
 Bebas dari tanda-tanda ventilasi
distres pernafasan 2. Auskultasi jalan
 Tan-tanda vital dalam nafas
batas normal 3. Monitor
respirasi dan
status O2
4. Monitor pola
nafas
5. Kolaborasi
pemberian O2

17
2 Nyeri NOC NIC
 Mampu mengontrol 1. Lakukan tehnik
nyeri komunikasi terapeutik
 Melaporkan bahwa 2. Lakukan pengkajian nyeri
nyeri berkurang 3. Observasi reaksi
 Menyatakan rasa nonverbal
nyaman setelah nyeri 4. Kaji kultul yang
berkurang mempengaruhi nyeri
5. Ajarkan tehnik pengalihan
nyeri
6. kolaborasi

3 Kelebihan NOC NIC


volume cairan  Terbebas dari edema 1. Kaji intake dan output
 Bunyi nafas bersih cairan pasien
 Memelihara tekanan 2. Monitor TTV pasien
darah vena 3. Monitor berat badan
 Vital sign dalam batas 4. Kaji lokasi edem
normal 5. Kolaborasi pemberian
diuretik

4 Ketidak NOC NIC


seimbangan  Berat badan ideal 1. Berikan informasi
nutrtisi kurang  Tidak ada tanda- tentang kebutuhan
dari kebutuhan tandam malnutrisi nutrisi
 Tidak terjadi penurun 2. Monitor jumlah
berat badan yang nutrisi
berarti 3. Monitor mual dan
muntah
4. Berikan makan yang
menarik
5. Kolaborasi dengan
ahli gizi

18
DAFTAR PUSTAKA

Doengos, Marlyn 2001.Rencana Perawatan Maternal / Bayi Edisi 2. Jakarta:EGC

Norma, Nila 2013.Asuhan Kebidanan Patologi. Jogjakarta: Nuha Medika

Nurarif,Amin Huda 2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


NANDA NIC-NOC.yogyakarta: Salemba Medika

Sukarimi, icesmi dkk 2014.Patologi Kehamilan Persalinan nifas.yogyakarta:Nuha


Medika

Warouw, Patria c.http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/10853/10442/ di


akses pada tanggal 23-02-2016.13.00

Astitu, Sri Fuji (http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/10841/104435/ di


akses pada tanggal 23-02-2016.13.00

Taslim, Risky Wulan Ramadani


http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/10863/104435/ di akses
pada tanggal 23-02-2016.13.00

19

Você também pode gostar