Dewasa ini kesadaran masyarakat atas kebutuhan hidup sehat terus
meningkat. Terbukti dalam beberapa tahun terakhir ini permintaan pangan yang tidak hanya memberikan citarasa yang enak, namun juga yang dapat meningkatkan kesehatan. Pangan yang memberikan manfaat terhadap kesehatan tubuh dikenal dengan istilah pangan fungsional. Salah satu pangan fungsional adalah prebiotik. Mengapa demikian? Prebiotik adalah pangan dengan kandungan oligosakarida yang berpotensi memberikan nutrisi bagi mikroba usus yang menguntungkan. Pertumbuhan mikroba yang menguntungkan akan menghambat pertumbuhan bakteri pathogen seperti E.coli dan Clostridia yang dapat menghasilkan toksin. Dengan demikian oligosakarida sangat baik untuk kesehatan. Taukah anda? Bahwa ubi jalar berpotensi untuk dikembangkan menjadi pangan prebiotik karena mengandung oligosakarida yang dapat digunakan untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Suryadjaya (2005) melaporkan bahwa pemberian ekstrak kasar oligosakarida ubi jalar segar selama 10 hari dapat menurunkan E.coli sebesar 2.35 log CFU/g pada fese tikus dan menyebabkan Salmonella tidak terdeteksi selama percobaan. Jika dibandingkan dengan beras yang merupakan serelia, kandungan protein ubi rendah. Akan tetapi, beras tidak mempunyai betakaroten dan antioksidan yang berperan positif pada pemeliharaan kesehatan. Ubi jalar yang merupakan alternatif pangan oligosakarida yang kurang digarap, memiliki kandungan tersebut. Proses pengolahan oligosakarida pada ubi jalar sebenarnya cukup sederhana. Pertama-tama bersihkan ubi jalar segar kemudian dikupas dan diiris dengan menggunakan slicer ketebalan 1 mm. Selanjutnya irisan ubi jalar dikeringkan dalam oven pengering suhu 55oC selama 5 jam hingga irisan ubi dapat dipatahkan dengan tangan. Irisan ubi kemudian digiling dengan willey mill dan diayak 60 mesh. Pengelolaan oligosakarida ubi jalar berdasarkan penelitian menggunakan cara ekstraksi menggunakan pelarut etanol 70% dan air mendidih. Dimana diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa etanol 70% dan air mendidih dapat mengekstrak oligosakarida pada tepung ubi jalar. Kromatogram ekstrak etanol 70% menunjukan 3 spot yang berbeda, yaitu glukosa dan fruktosa, maltose, rafinosa dan oligosakarida lain. Sehingga hasilnya terlihat bahwa ekstraksi dengan etanol 70% menghasilkan lebih banyak jenis oligosakarida dibandingkan dengan ekstraksi air mendidih. Hal ini disebabkan etanol kurang polar dibandingkan air sehingga mampu melarutkan rantai gula yang lebih panjang. Sementara isolasi oligosakarida yaitu ekstrak kasar oligosakarida dimurnikan dengan kromatografi kolom pertukaran ion. Maka untuk mengelusi oligosakarida digunakan dua jenis eluen yaitu air dan etanol 30%. Fraksi dengan kandungan padatan terlarut selanjutnya diidentifikasi jenis oligosakaridanya dengan kromatografi kertas. Fraksi yang memiliki komposisi oligosakarida yang sama dikumpulkan dan diuji kemampuannya dalam mendukung pertumbuhan BAL secara in vitro. Fenomena unik ditemui pada media yang mengandung ekstrak kasar oligosakarida tepung sangria ubi jalar, dimana pertumbuhan L. casei Rhamnosus cenderung naik pada 48 jam dibandingkan E.coli dan Salmonella yang pertumbuhannya sangat terhambat. Hal ini menunjukkan bahwa diduga L.casei Rhamnosus dan B. cereus lebih stabil terhadap senyawa furan dibandingkan dengan E.coli dan Salmonella yang merupakan bakteri gram-negatif. Senyawa furan yang merupakan senyawa yang bersifat hidrofilik lebih cepat berpenetrasi ke dalam membrane sel Gram-negatif. Sebaliknya senyawa furan sulit berpenetrasi ke dalam membran sel Gram-positif yang bersifat hidrofobik. Dengan demikian ubi jalar memiliki potensi prebiotik yang masih mengandung oligosakarida yaitu rafinosa dan maltotriosa meskipun sudah diolah. Saat ini ubi jalar semakin banyak bentuk pengolahannya dan banyak digemari walaupun tingkat konsumsinitasnya masih sangat minim. Sehingga tidak salah jika mulai saat ini anda lebih banyak mengkomsumsi ubi jalar dibanding beras karena lebih sehat, apalagi sebagai penurun berat badan terutama bagi penderita diabetes.