Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PERAWATAN JENAJAH
BAB I
PENDAHULUAN
Dengan memahami bahwa kematian merupakan suatu yang alami dari proses kehidupan akan
membantu perawatdalam memberikan respon terhadap kebutuhan pasien dengan lebih murah
hati.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini:
1. Mengetahui konsep kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian
2. Mengetahui tindakan asuhan keperawatan perawatan jenazah
3. Mengetahui konsep kematian menurut beberapa agama
4. Mengetahui tidakan perawatan jenazah yang harus dilakukan berdasarkan agama
klien.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Kematian
Kematian suatu keadaan alamiah yang setiap individu pasti akan mengalaminya. Secara
umum, setiap manusia berkembang dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa, lansia dan akhirnya
mati.
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah, serta
hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas listrik otak,
atau dapat juga dikatakan terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap atau terhentinya
kerja otak secara menetap. . Terdapat beberapa perubahan tubuh setelah kematian, diantaranya :
1. Algor mortis (Penurunan suhu jenazah)
Algor mortis merupakan salah satu tanda kematian yaitu terhentinya produksi panas,
sedangkan pengeluaran berlangsung terus menerus, akibat adanya perbedaan panas antara mayat
dan lingkungan.
a. Faktor lingkungan
Livor mortis (lebam mayat) terjadi akibat peredaran darah terhenti mengakibatkan stagnasi
maka darah menempati daerah terbawah sehingaa tampak bintik merah kebiruan.
Rigor mortis adalah kekakuan pada otot tanpa atau disertai pemendekan serabut otot.
Pada kematian, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat,
denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat, ketika tidak hanya jantung, tetapi
organisme secara keseluruhan begitu terpengaruh oleh penyakit tersebut sehingga tidak mungkin
untuk tetap hidup lebih lama lagi. Upaya resusitasi pada kematian normal seperti ini tidak
bertujuan dan tidak berarti.
Henti jantung (cardiac arrest) berarti penghentian tiba-tiba kerja pompa jantung pada
organisme yang utuh atau hampir utuh. Henti jantung yang terus berlangsung sesudah jantung
pertama kali berhenti mengakibatkan kematian dalam beberapa menit. Dengan perkataan lain,
hasil akhir henti jantung yang berlangsung lebih lama adalah mati mendadak (sudden death).
Diagnosis mati jantung (henti jantung ireversibel) ditegakkan bila telah ada asistol listrik
membandel (intractable, garis datar pada EKG) selama paling sedikit 30 menit, walaupun telah
dilakukan RJP dan terapi obat yang optimal.
3. Mati serebral (kematian korteks) adalah kerusakan ireversibel (nekrosis) serebrum, terutama
neokorteks. Mati otak (MO,kematian otak total) adalah mati serebral ditambah dengan nekrosis
sisa otak lainnya, termasuk serebelum, otak tengah dan batang otak.
Penyebab kematian menurut ilmu kedokteran tidak berhubungan dengan jatuhnya manusia ke
dalam dosa atau dengan Allah, melainkan diakibatkan tidak berfungsinya organ tertentu dari
tubuh manusia.
Kematian menurut dokter H. Tabrani Rab disebabkan empat faktor:
(1) berhentinya pernafasan
(2) matinya jaringan otak
(3) tidak berdenyutnya jantung
(4) adanya pembusukan pada jaringan tertentu oleh bakteri-bakteri
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah sekarat dan kematian secara umum dapat dinilai dari kemampuan
individu untuk menerima makna kematian, reaksi terhadap kematian, dan perubahan perilaku,
yaitu menerima arti kematian.
Menurut agama Budha, kematian dapat terjadi disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Kematian dapat disebabkan oleh habisnya masa hidup sesuatu makhluk tertentu.Kematian
semacam ini disebut —AYU-KHAYA“.
2. Kematian yang disebabkan oleh habisnya tenaga karma yang telah membuat
terjadinya kelahiran dari makhluk yang meninggal tersebut. Hal ini disebutKAMMA-
KHAYA“.
3. Kematian yang disebabkan oleh berakhirnya kedua sebab tersebut di atas, yang
terjadi secara berturut-turut. Disebut —UBHAYAKKHAYA“.
4. Kematian yang disebabkan oleh keadaan luar, yaitu: kecelakaan, kejadian-
kejadian
yang tidak pada waktunya, atau bekerjanya gejala alam dari suatu karma akibat kelahiran
terdahulu yang tidak termasuk dalam butir (c) di atas(UPACHEDAKKA).
Ada suatu perumpamaan yang tepat sekali untuk menjelaskan keempat macam kematian
ini, yaitu perumpamaan dari sebuah lampu minyak yang cahayanya diibaratkan sebagai
kehidupan.Cahaya dari lampu minyak dapat padam akibat salah satu sebab berikut ini:
1. Sumbu dalam lampu telah habis terbakar. Hal ini serupa dengan kematian akibat berakhirnya
masa hidup suatu makhluk.
2. Habisnya minyak dalam lampu seperti halnya dengan kematian akibat berakhirnya tenaga
karma.
3. Habisnya minyak dalam lampu dan terbakar habisnya sumbu lampu pada saat bersamaan, sama
halnya seperti kematian akibat kombinasi dari sebab-sebab yang diuraikan pada kedua hal di
atas.
4. Pengaruh dari faktor luar, misalnya ada angin yang meniup padam api lampu. Sama halnya
seperti yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar.
Oleh karena itu karma bukan merupakan satu-satunya sebab dari kematian. Dalam
Anguttara Nikaya dan Kitab-kitab lainnya, Sang Buddha menyatakan dengan pasti bahwa karma
bukan merupakan penyebab dari segala hal.
Kematian adalah bagian dari setiap orang dan makluk ciptaan Tuhan, yang tidak mungkin
dihindari. Ia begitu menyengat nyawa, tidak memandang ras, ekonomi, usia, jabatan, dan Agama.
Alkitab secara “konsisten” mengaitkan kematian itu dengan dosa atau maut. (bnd Kej. 2:17; Maz
90:7-11; Rm 5:12; 6:23; 1 Kor 15:21 dan Yak 1:1-5).
Manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja (Ibr 9:27), walaupun sering kita
mendengar orang mengatakan ada yang mati dan hidup lagi, biasanya itu yang disebut dengan mati
suri. Sebenarnya kematian itu tidak sesuai dengan kodrat manusia, hal ini disebabkan oleh
pemberontakkannya kepada Allah. Bruce Milne, menambahkan bahwa ini merupakan salah satu
bentuk hukuman ilahi. Namun menurut firman Tuhan , walaupun kematian itu tak terelakkan, bukan
merupakan akhir dari segala sesuatu. Itu sebabnya pada masa manusia itu diberi kesempatan untuk
hidup, haruslah mempergunakan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya.
Kematian bagi kalangan Tionghoa dalam hal ini orang Tionghoa tradisi masih
sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber
“malapetaka” atau “sial”. Itulah sebabnya perlu ditangani dengan ritual keagamaan yang benar
sehingga kelak mereka tidak diganggu oleh roh yang meninggal itu.
Menurut Nio Joe Lan, ada dua macam pendapat tentang pemujaan terhadap arwah leluhur :
1. Arwah manusia itu hidup terus, dengan memujanya maka diharapkan arwah leluhur itu akan
melindungi keturunannya dari malapetaka.
2. Pemujaan terhadap arwah leluhur semata-mata hanya merupakan peringatan terhadap leluhur,
yakni mereka yang telah memberi hidup pada generasi masa kini. Jadi dengan kata lain,
memelihara “meja abu” tersebut hanya untuk mengenang orangtua yang sudah meninggal.
Seorang anak laki-laki yang tidak mengurus “abu leluhur”, disebut Put Hao (tidak berbakti),
bahkan yang lebih dahsyat lagi keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki juga digolongkan
sebagai Put Hao. Itu sebabnya ada kelurga yang terpaksa mengadopsi anak laki guna memenuhi
syarat ini, bahkan yang lebih celaka konsep ortodox mereka, seorang suami diijinkan menikah lagi
demi untuk mendapat anak laki-laki.
Sampai saat ini orang Tionghoa masih menganggap kematian ini merupakan suatu hal yang
tabu untuk dibicarakan, apalagi pada saat seseorang yang lagi merencanakan menikah atau
melahirkan anak. Bagi orang Tionghoa, seseorang yang sudah meninggal secara otomatis
statusnya berubah menjadi dewa, bahkan umurnya boleh ditambah tiga tahun (satu tahun untuk
Bumi, satu tahun untuk udara dan satu tahun untuk laut),oleh sebab itu orang tersebut harus
disembah terutama oleh mereka yang lebih muda, termasuk anak cucu.
Penyembahan dilakukan di kubur, selain itu dapat juga dilakukan di rumah dengan cara
memanggil roh arwah tersebut di depan altar ( Hio Lo)-nya. Biasanya Hio Lo ini dipasang di rumah
putra sulung, kecuali atas persetujuan keluarga maka boleh ditempatkan di rumah anak yang lain.
Jaman ini tersedia fasilitas khusus untuk meletakkan abu leluhur, dan ada orang-orang volunteer
yang bersedia mengurusnya. Untuk mengetahui apakah roh yang dipanggil itu sudah hadir atau
belum maka diadakan Puak Poi yakni dengan melemparkan dua keping uang logam. Apabila
jatuhnya berlainan sisi sebanyak tiga kali berturut-turut, itu berarti roh arwah yang dipanggil sudah
hadir.
Menurut kepercayaan mereka, orang yang mati secara tragis misalnya, tabrakan,bunuh diri,
dan dibunuh, rohnya akan gentayangan; karena belum tiba saatnya dipanggil masuk dunia orang
mati. Nama mereka belum tercantum di dalam kerajaan maut (Im Kan) yang dikuasai raja Giam Lo
(Ong = raja). Roh gentayangan inilah yang biasanya disembah mereka pada hai Cui Ko, yakni
bulan ke tujuh tanggal lima belas.
b.Tempat Persemayaman
Pada jaman dulu, mengurus jenazah orang mati selalu menjadi tugas keluarga. Saat itu
banyak orang yang matinya di rumah bukan di rumah sakit. Anggota keluarga memandikan dan
menyiapkan tubuh itu sebelum dimakamkan, tukang kayu setempat membuat peti mati, pesuruh
gereja menggali lubang; sedangkan upacara diadakan di gereja atau di rumah. Dengan dihadiri
sanak famili dan kerabat-kerabat, tubuh (Jenazah) dibaringkan dipekuburan milik gereja atau
halaman rumah.
2. Mengkafani jenazah
Tata cara mengkafani jenazah adalah:
Jenazah laki-laki atau wanita minimal dibungkus dengan selapis kain kafan yang menutupi
seluruh tubuhnya. Namun untuk jenazah laki-laki sebaiknya dibungkus tiga lapis dan untuk
wanita lima lapis yaitu kain basahan, baju, tutup kepala, kerudung dan kain kafan yang menutupi
seluruh tubuhnya.
3. Menyolatkan jenazah
Syarat-syarat sah sholat jenazah adalah:
a. Menutup aurat, suci dari hadas besar dan kecil, suci badan, pakaian dan tempatnya serta
menghadap kiblat.
b. Mayat sudah dimandikan dan dikafani.
c. Letak mayat sebelah kiblat orang yang menyolatinya, kecuali kalau sholat dilakukan di atas
kubur atau sholat gaib
2. Mempersiapkan pakaian
a.Pakaian harus bersih dan rapi, dan yang paling penting adalah bahwa baju yang dikenakan pada
jenazah merupakan pakaian yang paling disenanginya sewaktu masih hidup
Sarung tangan dan kaos kaki yang berwarna putih
b.Pakaian yang disesuaikan dengan adat masing-masing, misalnya dengan menggunakan kain
putih
4. Pelaksanaan Pemandian
a.Jenazah setelah disembahyangkan kemudian diusung ke tempat pemandian yang telah
disiapkan
b.Jenazah dimandikan dengan air bersih terlebih dahulu, kemudian air bunga, lalu dibilas dengan
air yang sudah dicampur dengan minyak wangi.
c.Jenazah dikramasi rambutnya dengan sampo, kemudian disabun seluruh badannya dan giginya
disikat dan kukunya dibersihkan, setelah itu dibilas lagi dengan air bersih
d.Sehabis itu jenazah dilap dengan handuk.
5. Pemakaian pakaian
a.Jenazah laki-laki
Pakaian jenazah laki-laki, baju lengan panjang, celana panjang, dan yang paling disenangi oleh
almarhum sewaktu masih hidup, rambut disisir rapi, bila perlu diberi minyak rambut, lalu kedua
tangannya dikenakan sarung tangan, dan juga kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih.
b.Jenazah Perempuan
Pakaian jenazah perempuan adalah pakaian nasional, misalnya kebaya dan memakai kain
(pakaian adat daerah) dan khuusnya pakaian yang disenangi olehnya sewaktu dia hidup.
Mukanya diberi bedak, rambutnya disisir rapi, bila rambutnya panjang bisa disanggul. Lalu
kedua tangannya diberi sarung tangan, dan kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih.
(Pemuda dan mahasiswa Buddhis.1999. Petunjuk Teknis Perawatan Jenazah bagi Umat
Beragama Buddha di Indonesia. Diakses dari :
http://groups.yahoo.com/group/pemuda_buddhis/message/126.
1. Pakaian
- Pakaian orang mati
Pakaian ini mulai disediakan tatkala seseorang anggota keluarga itu lanjut usia. Biasanya
karena penyakit ketuaan yang diderita bertahun-tahun, sehingga si sakit meminta anak cucunya
untuk menyediakan pakaian itu baginya. Untuk membeli pakaian ini, harus memeilih hari dan bulan
baik yang dibaca melalui buku Thong Su (semacam ensiklopedi Tioinghoa). Nama pakaian itu Sui
I (Baju panjang umur). Mernurut Martin C. Yang, pakaian tersebut dapat segera dikenakan pada si
sakit apabila diperkirakan orang itu sudah hampir menghembuskan nafasnya yang terakhir.
- Pakaian Berkabung
Orang yang berkabung (istilahnya Hao Lam) mengenakan pakaian serba putih, topi putih
yang terbuat dari kain blacu. Mereka yang lebih kental tradisinya lagi memakai pakaian serba hiam.
Selain itu juga dipasang Ha di lengan baju kiri tanda berkabung. Tujuan mereka memakai pakaian
berkabung adalah untuk meringankan penderitaan orang yanag meninggal, semakin kental tradisi
itu dijalankan maka semakin ringan penderitaannya. Sedangkan dampaknya bagi yang berkabung,
mereka akan mendapat pengaruh baik atau Hokky , semakin lama masa berkabung, maka semakin
banyak pengaruh baiknya.
-Peti Mati
Peti mati yang dipakai orang Tionghoa tradisi kelihatannya menyeramkan, sebab selain ukurannya
besar, berat ditambah lagi banyak ukir-ukiran kuno. Merupakan kebanggan tersendiri, apabila
sanak keluarga mampu membeli sendiri peti mati, sebab ada kepercayaan mereka siapa yang yang
membeli, dialah yang akan mendapat banyak rezeki. Bagi mereka peti mati merupakan sarana
untuk menghantar orang mati ke dalam kuburnya, oleh sebab itu semua barang-barang kesayangan
almarhum supaya dimasukkan juga ke dalamnya. Pembelian peti mati yang mahal juga merupakan
salah satu bukti Hao nya anak-anak, dan ada kebiasaan peti tersebut tidak boleh ditawar harganya.
- Tempat Dupa
Tempat dupa (Hio Lo), merupakan sebuah bokor kecil yang fungsinya sebagai tancapan
dupa. Benda ini mempunyai dua buah kuping, sedangakan pada bagian depannya terukir sebuah
kata Hi (bahagia). Lazimnya Hio Lo itu terbuat dari timah, namun sekarang ini tidak jarang kita
lihat Hio Lo yang terbuat dari tanah liat. Hio Lo itu diisi abu dapur yang kemudian dipercayai
sebagai abu leluhur dan harus dipelihara sampai generasi turun-temurun. Dupa (Hio) merupakan
alat sembahyang yang dibakar dan mengeluarkan bau-bau harum. Makna yang terkandung dalam
pembakaran dupa ialah menemukan jalan suci. Dalam konteks kematian seperti ini Hiomenyatakan
bahwa yang bersangkutan hadir dalam acara perkabungan. Melalui Hio ini akan terjalin komunikasi
antara hidup dan yang mati.
- Lilin
Lilin merupakan tanda duka-cita, tetapi juga merupakan tanda bahwa para pelayat tidak
membawa sial. Menurut kepercayaan mereka tetesan air lilin ini tidak boleh kena tubuh kita, karena
akan membawa sial seumur hidup.
- Foto Almarhum
Foto Almarhum diletakkan di depan peti mati yang kemudian setelah pemakaman dibawa
pulang oleh putra sulung untuk di sembah. Foto juga dipakai sebagai iklan di Surat Kabar, supaya
sanak famili, handai-taulan mengetahui beliau ini sudah meninggal. Sering terjadi percekcokkan
hanya karena nama seseorang famili lupa dicantumkan, oleh sebab itu memerlukan ketelitian.
Selama persemayaman, jenazah tersebut sudah mulai disembah dengan dipimpin oleh padri
(Sai Kong) atau Bikhu/Bikhuni. Sanak keluarga dikumpulkan dengan mengenakan pakaian
berkabung, mereka diminta untuk membakar dupa, berlutut dan mengelilingi peti mati berulang-
ulang sebagai tanda hormat. Anak sulung (laki-laki) memegang “Tong Huan” sebagai alat
sembahyang selama ritual itu.
Setelah ditetapkan hari dan jamnya, maka jenazah tersebut segera dimasukkan ke dalam peti
sambil diisi barang-barang kesukaan almarhum dan kemudian dipenuhkan dengan uang kertas
sembahyang. Sesudah jenazah dimasukkkan ke dalam peti, maka diadakan sembahyang “memaku
peti jenazah” . Pada saat itu padri mengucapkan kalimat “It thiam teng, po pi kia sai” artinya paku
pertama diberkatilah anak menantu”, dengan demikian seterusnya sampai paku ke empat. Setelah
itu diadakan doa dengan harapan agar meringankan dosa yang diperbuat oleh orang yang
meninggal itu. Selain itu bagi mereka, cara menggeser peti mati itu juga ada syaratnya, tidak boleh
menyentuh kosen pintu rumah, sebab menurut kepercayaan mereka roh almarhum itu akan tinggal
di tempat yang tersenggol dan itu akan mengganggu aktivitas hidup sehari-hari.
Bagi mereka yang masih memegang ketat tradisi, untuk menunjukkan rasa cinta anak pada
orang tua, maka mereka diharuskan telanjang kaki berjalan samapi persimpangan jalan barulah
boleh masuk ke mobil jenazah yang mengantar sampai ke kubur. Namun belakangan ini tradisi
seperti ini jarang dilakukan, sebab selain udara yang panas juga mengganggu lalu-lintas jalan.
Selain itu juga diadakan pemecahan guci, semangka dan sebagainya, semua ini tujuannya supaya
mendapatkan berkat.
- Sembahyang di kubur
Ritual penyembahan di kubur (kremasi) dilakukan dengan cara membakar dupa, berlutut,
mengelilingi peti jenazah yang dipimpin kembali oleh padri. Setelah selesai sembahyang, maka
dilakukan secara teratur tabur bunga yang dimulai oleh sanak keluarga dan famili yang diikuti oleh
pelayat. Pada saat ini juga, famili, cucu luar mengambil kesempatan membuang (Ha), dengan
demikian mereka sudah boleh memakai pakaian bebas.
Di kubur juga ada ritual lain seperti pelepasan burung merpati, lalu ada yang meguburkan
boneka di samping kuburan tersebut, dengan tujuan supaya adayang menemani arwah itu, dan
tujuan lain supaya arwah tersebut tidak mengajak pasangannya yang masih hidup.
Perjalanan pulang dari tempat pemakaman (kremasi), dilakukan setelah semua upacaranya
selesai. Pihak berkabung membagi-bagikan Ang Pao kepada para pelayat sebagai tanda ucapan
terima klasih. Sementara itu anak sulung membawa Hio Lo sambil dupanya tetap dinyalahkan dan
anak yang lain memegang foto almarhum.
Dalam sepanjang perjalanan itu, anak-anak almarhum harus memberi komandao, misalnya tatkala
meliwati jembatan. Komando ini diucapkanm serentak kepada roh yang mereka bawa melalui Hio
Lo, supaya roh tersebut tidak tersesat pulang ke rumah. Hio Lo inilah yang kemudian diletakkan di
rumah anak sulung supaya disembah oleh semua sanak keluarga.
Para pelayat yang yang sudah tiba di rumah duka atau rumah almarhum, biasanya
disediakan air bunga untuk cuci wajah dan disediakan makanan ala kadarnya.
Pada dasarnya melalui uraian ini dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwa kematian bagi
orang Tionghoa tradisi merupakan sesuatu yang tabu, mengerikan dan penuh misteri. Mereka
percaya ada kehidupan setelah kematian, namun sayang semuanya penuh ketidak-berdayaan dan
penderitaan, sehingga orang-orang yang meninggal justru memerlukan pertolongan dari sanak
keluarga, misalnya dalam memenuhi kebutuhan makanan,pakaian, rumah serta uang. Herannya
dalam ritual yang lain, sanak keluarga menganggap bahwa orang yang mati itu sudah menjadi
dewa, sehingga mereka datang kepada arwah tersebut untuk mohon berkat (rejeki).
BAB III
PENUTUP
III.1. KESIMPULAN
Kehilangan adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat unik secara
individual. Hidup adalah serangkaian kehilangan dan pencapaian. Seorang anak yang mulai
belajarKehilangan mencapai kemandiriannya dengan mobilisasi. Seorang lansia dengan
perubahan visual dan pendengaran mungkin kehilangan keterandalan-dirinya. Penyakit dan
perawatan di rumah sakit sering melibatkan berbagai kehilangan. Kematian merupakan salah
satu contoh kehilangan yang nyata.
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah,
serta hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas listrik
otak, atau dapat juga dikatakan terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap atau
terhentinya kerja otak secara menetap.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatannya, perawat harus mengetahui konsep
kematian berdasarkan agama pasien. Perawat memiliki peranan dalam perawatan jenazah.
Perawatan yang dilakukan terhadap jenazah berbeda sesuai dengan agama pasien. Perawatan
jenazah pada pasien beragama Kristen antara lain memandikan jenazah dan memformalin
jenazah. Perawatan jenazah pasien beragama Islam antara lain, membujurkan jenazah,
memandikan jenazah, mengkafani jenazah, dan menyolatkan jenazah. Sedangkan perawatan
jenazah pasien beragama Hindu antara lain memandikan jenazah dan membungkus jenazah
dengan kain putih.
Dalam melakukan perawatan jenazah, perawat harus mengetahui penyebab kematian
pasien, apakah karena penyakit menular atau tidak. Jika, pasien tersebut meninggal karena
penyakit menular, maka perawat harus menggunakan alat pelindung diri saat melakukan
perawatan jenazah.