Você está na página 1de 25

AWATAN

Sabtu, 13 April 2013

PERAWATAN JENAJAH
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kehilangan adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat unik secara
individual. Hidup adalah serangkaian kehilangan dan pencapaian. Seorang anak yang mulai
belajar berjalan mencapai kemandiriannya dengan mobilisasi. Seorang lansia dengan perubahan
visual dan pendengaran mungkin kehilangan keterandalan-dirinya. Penyakit dan perawatan di
rumah sakit sering melibatkan berbagai kehilangan. (potter dan perry)
Kehilangan adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat dialami individu
ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau
terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan. Kehilangan dapat memiliki
beragam bentuk, sesuai nilai dan prioritas yang dipengaruhi oleh lingkungan seseorang yang
meliputi keluarga, teman, atau masyarakat, dan budaya. Kehilangan yang dirasakan kurang nyata
dan dapat disalah artikan, seperti kehilangan kepercayaan diri atau pretise. Kehilangan dapat
bersifat aktual atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat aktual dapat dengan mudah
diidentifikasi, misalnya seorang anak yang temannya pindah rumah dan yang paling nyata adalah
kematian.
Dalam kehidupan setiap individu hanya ada satu hal yang pasti, yaitu individu tersebut
akan meninggal dunia . Kematian merupakan suatu hal yang alami. Saat terjadinya kematian
merupakan saat-saat yang tidak diketahui waktunya. Kematian dapat terjadi singkat dan tidak
terduga seperti seorang anak yang meninggal akibat kecelakaan, kematiaan dapat berlangsung
mendadak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, misalnya seseorang yang pingsan dan
dalam waktu 24 jam sudah meninggal, kematian dapat diperkirakan sebelumnya melalui
diagnosis medis tetapi saat kematian itu sendiri biasa terjadi mendadak,atau pasien dapat
mengalami dahulu stadium terminal penyakit dalam waktu yang bervariasi mulai dari berapa
hari hingga berbulan-bulan.
Kematian dari masa lampau sampai saat ini selalu dikhaskan dengan kondisi terhentinya
pernapasan, nadi, dan tekanan darah, serta hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai
dengan terhentinya kerja otak secara menetap. Namun demikian, kemajuan dalam teknologi
kedokteran berlangsung sedemikian cepat sehingga kalau satu atau lebih sistem tubuh tidak
berfungsi, pasien mungkin masih dapat dipertahankan “hidupnya”
dengan bantuan mesin, tindakan ini dapat dilakukan sehubungan dengan pengangkatan organ
tubuh untuk bedah transplantasi.
Kepercayaan yang ada pada agama memberitahukan konsep-konsep yang benar dan yang
salah, dan perilaku yang diharapkan untuk menjadi seseorang yang baik, penuh tenggang rasa
terhadap oranglain serta mempunyai rasa cinta kasih terhadap sesama, baik dalam perkataan
maupun perbuatannya.

Dengan memahami bahwa kematian merupakan suatu yang alami dari proses kehidupan akan
membantu perawatdalam memberikan respon terhadap kebutuhan pasien dengan lebih murah
hati.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini:
1. Mengetahui konsep kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian
2. Mengetahui tindakan asuhan keperawatan perawatan jenazah
3. Mengetahui konsep kematian menurut beberapa agama
4. Mengetahui tidakan perawatan jenazah yang harus dilakukan berdasarkan agama
klien.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Kematian
Kematian suatu keadaan alamiah yang setiap individu pasti akan mengalaminya. Secara
umum, setiap manusia berkembang dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa, lansia dan akhirnya
mati.
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah, serta
hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas listrik otak,
atau dapat juga dikatakan terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap atau terhentinya
kerja otak secara menetap. . Terdapat beberapa perubahan tubuh setelah kematian, diantaranya :
1. Algor mortis (Penurunan suhu jenazah)

Algor mortis merupakan salah satu tanda kematian yaitu terhentinya produksi panas,
sedangkan pengeluaran berlangsung terus menerus, akibat adanya perbedaan panas antara mayat
dan lingkungan.

Faktor yang mempengaruhi Algor mortis yaitu :

a. Faktor lingkungan

b. Suhu tubuh saat kematian ( suhu meningkat, a.m.makin lama)


c. Keadaan fisik tubuh serta pakaian yang menutupinya

d. Aliran udara, kelembaban udara

e. Aktivitas sebelum meninggal, konstitusi tubuh

f. Sebab kematian, posisi tubuh

2. Livor mortis (Lebam mayat)

Livor mortis (lebam mayat) terjadi akibat peredaran darah terhenti mengakibatkan stagnasi
maka darah menempati daerah terbawah sehingaa tampak bintik merah kebiruan.

3. Rigor mortis (Kaku mayat)

Rigor mortis adalah kekakuan pada otot tanpa atau disertai pemendekan serabut otot.

Tahapan tahapan rigor mortis:

0-2 sampai 4 jam : kaku belum terbentuk

6 jam : Kaku lengkap

12 jam : kaku menyeluruh


36 am : relaksasi sekunder
4. Dekomposisi ( Pembusukan)
Hal ini merupakan suatu keadaan dimana bahan-bahan organik tubuh mengalami
dekomposisi baik yang disebabkan karena adanya aktifitas bakteri, maupun karena autolisis.
Skala waktu terjadinya pembusukan
Mulai terjadi setelah kematian seluler. Lebih dari 24 jam mulai tampak warna kehijauan di perut
kanan bawah (caecum).
Mekanisme:
Degradasi jaringan oleh bakteri → H2S, HCN, AA, asam lemak
H2S + Hb → HbS (hijau kehitaman).
Faktor yang mempengaruhi pembusukan:
1. Mikroorganisme
2. Suhu optimal (21 – 370C)
3. Kelembaban tinggi→cepat
4. Sifat mediumnya udara=air=tanah=(1:2:8)
5. Umur bayi, anak, ortu → lambat
6. Kostitusi tubuh : gemuk (cepat)
7. Keadaan waktu mati kematian :edema(cepat), dehidrasi(lambat)
8. Sebab kematian : radang (cepat)

Berikut ini terdapat beberapa definisi mengenai kematian sebagai berikut :


1. Mati klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti sirkulasi (jantung)
total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak ireversibel. Pada masa dini kematian
inilah, pemulaian resusitasi dapat diikuti dengan pemulihan semua fungsi sistem organ vital
termasuk fungsi otak normal, asalkan diberi terapi optimal.
2. Mati biologis (kematian semua organ) selalu mengikuti mati klinis bila tidak dilakukan resusitasi
jantung paru (RJP) atau bila upaya resusitasi dihentikan. Mati biologis merupakan proses
nekrotisasi semua jaringan, dimulai dengan neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira
1 jam tanpa sirkulasi, diikuti oaleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik selama
beberapa jam atau hari.

Pada kematian, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat,
denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat, ketika tidak hanya jantung, tetapi
organisme secara keseluruhan begitu terpengaruh oleh penyakit tersebut sehingga tidak mungkin
untuk tetap hidup lebih lama lagi. Upaya resusitasi pada kematian normal seperti ini tidak
bertujuan dan tidak berarti.
Henti jantung (cardiac arrest) berarti penghentian tiba-tiba kerja pompa jantung pada
organisme yang utuh atau hampir utuh. Henti jantung yang terus berlangsung sesudah jantung
pertama kali berhenti mengakibatkan kematian dalam beberapa menit. Dengan perkataan lain,
hasil akhir henti jantung yang berlangsung lebih lama adalah mati mendadak (sudden death).
Diagnosis mati jantung (henti jantung ireversibel) ditegakkan bila telah ada asistol listrik
membandel (intractable, garis datar pada EKG) selama paling sedikit 30 menit, walaupun telah
dilakukan RJP dan terapi obat yang optimal.
3. Mati serebral (kematian korteks) adalah kerusakan ireversibel (nekrosis) serebrum, terutama
neokorteks. Mati otak (MO,kematian otak total) adalah mati serebral ditambah dengan nekrosis
sisa otak lainnya, termasuk serebelum, otak tengah dan batang otak.
Penyebab kematian menurut ilmu kedokteran tidak berhubungan dengan jatuhnya manusia ke
dalam dosa atau dengan Allah, melainkan diakibatkan tidak berfungsinya organ tertentu dari
tubuh manusia.
Kematian menurut dokter H. Tabrani Rab disebabkan empat faktor:
(1) berhentinya pernafasan
(2) matinya jaringan otak
(3) tidak berdenyutnya jantung
(4) adanya pembusukan pada jaringan tertentu oleh bakteri-bakteri

Seseorang dinyatakan mati menurut Dr. Sunatrio bilamana fungsi pernafasan/paru-paru


dan jantung telah berhenti secara pasti atau telah terbukti terjadi kematian batang otak. Dengan
demikian, kematian berarti berhentinya bekerja secara total paru-paru dan jantung atau otak pada
suatu makhluk. Dalam ilmu kedokteran, jiwa dan tubuh tidak dapat dipisahkan. Belum dapat
dibuktikan bahwa tubuh dapat dipisahkan dari jiwa dan jiwa itu baka.
2.2 ASUHAN KEPERAWATAN PADA MASALAH MENJELANG KEMATIAN DAN
KEMATIAN
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian masalah ini antara lain adanya tanda klinis saat menghadapi kematian (sekarat),
seperti perlu dikaji adanya hilangnya tonus otot, relaksasi wajah, kesulitan untuk berbicara,
kesulitan menelan, penurunan aktivitas gastrointestinal, melemahnya tanda sirkulasi,
melemahnya sensasi, terjadinya sianosis pada ekstremitas, kulit teraba dingin, terdapat
perubahan tanda vital seperti nadi melambat dan melemah, penurunan tekanan darah, pernapasan
tidak teratur melalui mulut, adanya kegagalan sensori seperti pandangan kabur dan menurunnya
tingkat kecerdasan. Pasien yang mendekati kematian ditandai dengan dilatasi pupil, tidak mampu
bergerak, refleks hilang, nadi naik kemudian turun, respirasi cheyne stokes (napas terdengar
kasar), dan tekanan darah menurun. Kematian ditandai dengan terhentinya pernapasan, nadi, dan
tekanan darah, hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, hilangnya pergerakan otot, dan
terhentinya aktivitas otak.
B. Diagnosis Keperawatan
1. Ketakutan berhubungan dengan ancaman kematian (proses sekarat).
2. Keputusan berhubungan dengan penyakit terminal.
C. Perencanaan dan tindakan keperawatan
Hal yang dapat dilakukan dalam perencanaan tujuan keperawatan adalah membantu
mengurangi depresi, mempertahankan harapan, membantu pasien dan keluarga menerima
kenyataan. Rencana yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, antara lain:
1. Memberikan dukungan dan mengembalikan kontrol diri pasien dengan cara
mengatur tempat perawata, mengatur kunjungan, jadwal aktivitas, dan penggunaan
sumber pelayanan kesehatan.
2. Membantu pasien mengatasi kesepian, depresi, dan rasa takut.
3. Membantu pasien mempertahankan rasa aman, percaya diri, dan harga diri.
4. Membantu pasien mempertahankan harapan yang dimiliki.
5. Membantu pasien menerima kenyataan.
6. Memenuhi kebutuhan fisiologis.
7. Memberikan dukungan spiritual dengan memfasilitasi kegiatan spiritual pasien.

D. Tindakan Perawat Dalam Menangani Jenazah


Dalam menangani jenazah perawat harus melakukannya dengan hormat dan sebaik-baiknya.
Rasa hormat ini dapat dijadikan prinsip, dengan kata lain, seseorang telah diperlakukan secara
manusiawi dan sama seperti orang lain. Seorang perawat harus memperlakukan tubuh jenazah
dengan hormat. Sebelum kematian terjadi, anggota tubuh harus diikat dan kepala dinaikkan ke
atas bantal. Tubuh harus dibersihkan dengan membasuhnya dengan air hangat secara perlahan.
Segala sesuatu yang keluar dari tubuh pasien harus dicuci dan dibersihkan rawatan posmortem,
Perawatan tubuh setelah kematian disebut perawatan postmortem. Hal ini dapat menjadi
tanggung jawab perawat. Perawat akan lebih mudah melakukannya apabila bekerja sama dengan
staf kesehatan lainnya. Adapun hal yang harus diperhatikan :
1. Perlakukan tubuh dengan rasa hormat yang sama perawat lakukan terhadap orang yang masih
hidup.
2. Beberapa fasilitas memilih untuk meninggalkan pasien sendiri sampai petugas kamar jenazah
tiba.
3. Periksa prosedur manual rumah sakit sebelum melanjutkan perawatan postmortem.
a. Perawatan Jenazah
1. Tempatkan dan atur jenazah pada posisi anatomis.
2. Singkirkan pakaian atau alat tenun.
3. Lepaskan semua alat kesehatan
4. Bersihkan tubuh dari kotoran dan noda
5. Tempatkan kedua tangan jenazah di atas abdomen dan ikat pergelangannya (tergantung dari
kepercayaan atau agama)
6. Tempatkan satu bantal di bawah kepala.
7. Tutup kelopak mata, jika tidak bisa tertutup bisa menggunakan kapas basah.
8. Katupkan rahang atau mulut, kemudian ikat dan letakkan gulungan handuk di bawah dagu.
9. Letakkan alas di bawah glutea
10. Tutup tubuh jenazah sampai sebatas bahu
11. Kepala ditutup dengan kain tipis
12. Catat semua milik pasien dan berikan kepada keluarga
13. Beri kartu atau tanda pengenal
14. Bungkus jenazah dengan kain panjang

b. Perawatan Jenazah yang akan Diotopsi


1. Ikuti prosedur rumah sakit dan jangan lepas alat kesehatan
2. Beri label pada pembungkus jenazah
3. Beri label pada alat protesa yang digunakan
4. Tempatkan jenazah pada lemari pendingin

c. Perawatan Jenazah yang meninggal akibat kasus penyakit menular


1. Tindakan di ruangan
a. Luruskan tubuh, tutup mata, telinga dan mulut dengan kapas
b. Lepaskan alat kesehatan yang terpasang
c. Setiap luka harus diplester rapat
d. Tutup semua lubang tubuh dengan plester kedap air
e. Membersihkan jenazah perhatikan beberapa hal :
Perawat menggunakan pelindung :
a. Sebaiknya menggunakan masker penutup mulut.
b. Harus menggunakan sarung tangan karet.
c. Sebaiknya menggunakan apron / untuk melindungi tubuh dalam keadaan
tertentu.
d. Menggunakan air pencuci yang telah dibubuhi bahan desinfektan
e. Mencuci tangan dengan sabun setelah membersihkan jenazah
(sebelum sarung tangan dilepaskan dan sesudah sarung tangan dilepaskan).
f. Pasang label identitas jenazah pada kaki.
g. Keluarga/teman diberi kesempatan untuk melihat jenazah
h.. Memberitahukan kepada petugas kamar jenazah bahwa jenazah adalah penderita penyakit
“menular”
i. Jenazah dikirimkan ke kamar jenazah

2. Tindakan di Kamar Jenazah


a. Jenazah dimandikan oleh petugas kamar jenazah yang telah mengetahui cara memandikan
jenazah yang infeksius.
b. Petugas sebaiknya menggunakan pelindung :
1. masker penutup mulut
2. kaca mata pelindung mata
3. sarung tangan karet
4. apron/baju khusus untuk melindungi tubuh dalam keadaan tertentu
5. sepatu lars sampai lutut (sepatu boot)
c. Menggunakan air pencuci yang telah dibubuhi desinfektan, antara lain kaporit.
d. Mencuci tangan dengan sabun setelah membersihkan jenazah (sebelum dan sesudah sarung
tangan dilepaskan)
e. Jenazah dibungkus dengan kain kafan atau kain pembungkus lain sesuai dengan
kepercayaan/agamanya.
1. Segera mencuci kulit dan permukaan lain dengan air bila terkena darah atau cairan tubuh lain.
2. Dilarang menutup atau memanipulasi jarum suntik, buang dalam wadah khusus alat tajam
3. Sampah dan bahan terkontaminasi lainnya ditempatkan dalam tas plastik
4. Pembuangan sampah dan bahan terkontaminasi dilakukan sesuai dengan tujuan mencegah
infeksi
5. Setiap percikan atau tumpahan darah di permukaan segera dibersihkan dengan larutan
desinfektans, misalnya klorin 0.5 %
6. Peralatan yang akan digunakan kembali harus diproses dengan urutan: dekontaminasi,
pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi.
7. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka
8. Jenazah tidak boleh dibalsam,disuntik untuk pengawetan dan diautopsi kecuali oleh petugas
khusus.
9. Dalam hal tertentu, autopsi hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari
pimpinan RS

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah sekarat dan kematian secara umum dapat dinilai dari kemampuan
individu untuk menerima makna kematian, reaksi terhadap kematian, dan perubahan perilaku,
yaitu menerima arti kematian.

2.3. Konsep Perawatan Jenazah Menurut Beberapa Agama


A. Konsep Kematian Menurut Agama Islam
Orang disebut “mati” apabila nyawanya telah meniggalkan tubuh. Oleh karena itu, manusia
dan hewan juga mengalami kematian. Dalam ajaran islam, mati hanyalah masa istirahat untuk
mejelang hidup yang abadi di akhirat nanti. Suatu masa hidup yang tidak berkesudahan.
Seperti yang tercantum dalam ayat “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian
hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.” (QS. 29:57) tiap orang yang pernah hidup di muka
bumi ini ditakdirkan untuk mati. Tanpa kecuali, mereka semua akan mati, tiap orang. Saat ini,
kita tidak pernah menemukan jejak orang-orang yang telah meninggal dunia. Mereka yang saat
ini masih hidup dan mereka yang akan hidup juga akan menghadapi kematian pada hari yang
telah ditentukan. Walaupun demikian, masyarakat pada umumnya cenderung melihat kematian
sebagai suatu peristiwa yang terjadi secara kebetulan saja.
Ketika kematian dialami oleh seorang manusia, semua “kenyataan” dalam hidup tiba-tiba
lenyap. Tidak ada lagi kenangan akan “hari-hari indah” di dunia ini. Renungkanlah segala
sesuatu yang anda dapat lakukan saat ini: anda dapat mengedipkan mata anda, menggerakkan
badan anda, berbicara, tertawa; semua ini merupakan fungsi tubuh anda. Sekarang renungkan
bagaimana keadaan dan bentuk tubuh anda setelah anda mati nanti.
Manusia yang diciptakan seorang diri haruslah waspada bahwa ia juga akan mati seorang
diri. Namun selama hidupnya, ia hampir selalu hidup untuk memenuhi segala keinginannya.
Tujuan utamanya dalam hidup adalah untuk memenuhi hawa nafsunya. Namun, tidak seorang
pun dapat membawa harta bendanya ke dalam kuburan. Jenazah dikuburkan hanya dengan
dibungkus kain kafan yang dibuat dari bahan yang murah. Tubuh datang ke dunia ini seorang diri
dan pergi darinya pun dengan cara yang sama. Modal yang dapat di bawa seseorang ketika mati
hanyalah amal-amalnya saja.
Dunia adalah tempat ujian dan cobaan. Bagi orang yang tunduk dan patut kepadanya maka
surga sebagai balasannya. Kita juga tidak tahu kapan dan dimana akan datangnya maut. Bahkan
apa yang kita peroleh pada hari esok, belum tahu apa yang terjadi. Adanya kematian yang
menimpa seseorang, berarti akan memutus kelezatan dunia. Manusia tinggal menunggu balasan
amal perbuatannya ketika masih di dunia.

B. Konsep Kematian menurut Agama Kristen


Antropologi Perjanjian Lama menjelaskan bahwa manusia bukan berasal dari Allah
melainkan diciptakan oleh Allah (Kej 1:27) atau dibentuk oleh Allah dari debu tanah dan diberi
kehidupan setelah Allah menghembus nafas hidup ke dalam hidungnya (Kej. 2:7). Bila manusia
disebut ciptaan maka di dalam manusia ada unsur ketidakkekalan (mortality). Dalam Kej. 2:16-
17 terdapat larangan makan buah pengetahuan yang baik dan jahat dengan akibat ”mati. Perintah
Allah itu itu dilanggar sssmanusia sehingga manusia mati dalam pengertian terpisah dengan
Allah atau mati rohani. Rasul Paulus juga berbicara bahwa manusia mati (nekros) karena
pelanggaran dan dosa (Ef 2:1, Rm 7:9). Selain itu dalam Roma 6:23, Rasul Paulus mengatakan
bahwa upah dosa adalah maut (thanatos). Akibat dosa, manusia terputus hubungannya dengan
Allah. Dalam Kej 2:7 dikatakan bahwa Tuhan Allah membentuk manusia dari debu tanah. Allah
memasukkan nafas (neshamah) ke dalam bentuk jasmani, dan dengan cara itu manusia menjadi
makhluk hidup (nefesh chayyah). Tetapi bukan berarti manusia menerima jiwa atau roh
ilahi (divine soul or spirit).
Paham immortalitas jiwa tidak dikenal dalam Alkitab. Manusia mengalami
kematian bukan karena Tuhan, tetapi karena kemauan manusia sendiri yang hendak menjadi
sama seperti Allah. Dosa utama ini yang membawa kematian dalam hidup manusia. Pandangan
rohani yang dalam ini berasal dari konflik antara tradisi Yahwis berhadapan dengan konsepsi
dunia Timur kuno. Manusia yang terdiri dari tubuh, roh dan jiwa disebut sebagai manusia
seutuhnya; manusia sebagai suatu totalitas. Manusia yang utuh ini yang Allah ciptakan dan
sekaligus diselamatkan Allah setelah jatuh dalam dosa. Keselamatan yang Allah berikan
bukanlah keselamatan untuk jiwanya saja, tetapi keselamatan untuk tubuhnya juga. Kalau
manusia mati, ia mati seluruhnya sebagai tubuh dan jiwa. Allah bersama-sama manusia dalam
hidupnya dan Allah juga bersama-sama dengan manusia pada waktu manusia mati dan sesudah
manusia mati. Jelas bahwa manusia mati sebagai manusia dalam totalitas dirinya. Ia mati sebagai
diri yang rohani dan badani. Maka kematian badani adalah lambang yang tepat yang menjelaskan
lebih mendalam bahwa maut adalah akibat dosa dan tidak terelakkan. Bila dosa mengakibatkan
kematian, maka Kristus telah diutus Allah untuk menghapuskan dosa manusia sehingga di dalam
Kristus manusia didamaikan dengan Allah. Dengan jalan itu, Allah memberikan kepada manusia
kemungkinan baru untuk hidup sebagai partnerNya.
(Stephen. 2007. Perspektif dan Sikap Theologis. Diakses dari :
http://www.sabdaspace.org/kematian
C. Konsep Kematian Menurut Agama Hindu
Manusia pada umumnya selalu takut datangnya kematian, manusia dengan segala cara
selalu menjaga kesehatannya dengan harapan proses kematian jangan terlalu cepat sehingga
dapat lama menikmati kehidupan ini. Rasa takut manusia menghadapi kematian adalah suatu
pertanda bahwa sudah banyak penderitaan yang lain pada saat matinya dalam kehidupan yang
sebelumnya. Agama Hindu mengatakan setelah mati tubuh hancur, kembali menjadi panca maha
buta. Sedangkan jiwa mungkin mencapai moksha atau lahir kembali ke dunia ini.
Salah satu kitab dalam yang disakralkan oleh umat Hindu adalah kitab Upanishad. Kitab
Upanishad mengajarkan bahwa di luar dunia ini, "brahmanatman"lah (sesuatu seperti Allah) satu-
satunya yang benar-benar ada dan berarti. Apa yang
manusia lihat, dunia ruang, dan waktu adalah maya. Maya sifatnya hanya sementara dan tidak
memiliki makna yang nyata. Namun, semua yang hidup dan bernapas memiliki "atman" atau jiwa
yang merupakan bagian dari "paramatman" atau dunia arwah. Setiap "atman", saat berada dalam
dunia maya, mencoba untuk kembali ke "paramatman".
Kitab Upanishad menyatakan bahwa jalan satu-satunya bagi "atman" untuk kembali ke
asalnya adalah melalui "punar-janman" atau reinkarnasi. "Atman" (jiwa) seseorang mungkin berawal
dari cacing, kemudian melalui kematian dan kelahiran kembali, jiwa itu menjadi sesuatu yang lebih
tinggi derajatnya sampai menjadi manusia. Saat "atman" menjadi manusia, "atman" itu harus
tumbuh dengan mencapai kelas sosial yang lebih tinggi. Manusia mencapai kelas sosial yang lebih
tinggi dengan mengikuti darmanya -- tugasnya untuk melakukan sesuatu hal tertentu sesuai dengan
kelasnya. Tugas tersebut meliputi tugas moral, sosial, dan agama -- ketiganya sangat penting dalam
agama Hindu.
Cara lain untuk membebaskan jiwa adalah melalui yoga -- kedisiplinan yang menahan
hasrat jasmani di bawah penguasaan diri sehingga "atman" dapat lolos dari lingkaran kematian
dan kelahiran kembali untuk kemudian bergabung ke "paramatman" (dunia arwah). Sekalinya
"atman" dapat masuk ke "paramatman" (kenyataan yang sebenarnya), maka "atman" tersebut
telah diterima di nirwana. Kemudian yang ada hanyalah hidup yang lebih tinggi. Ia berhasil
masuk ke dalam keabadian.
Orang Hindu meyakini bahwa dunia ini tidak bermakna karena dunia ini hanya sementara
dan satu-satunya realitas adalah sesuatu yang dapat ia lihat sekilas melalui disiplin dan meditasi
yang intensif. Mereka percaya bahwa jiwa mereka telah melalui lingkaran kelahiran, kematian,
kelahiran kembali yang panjang dan akan terus begitu sampai menemukan kelepasan di nirwana
(keabadian). Orang Hindu percaya bahwa Upanishad memberi mereka hikmat yang mereka
perlukan untuk menolak dunia agar jiwanya dapat mencapai"paramatman" yang kekal.
Hinduisme ini mengajarkan bahwa keselamatan dapat diperoleh melalui salah satu dari
tiga cara, yakni dengan menjalankan darma atau tugas; pengetahuan yang diajarkan Upanishad;
dan pengabdian kepada salah satu dewa, misalnya Wisnu atau Siwa. Cara yang terakhir adalah
cara yang paling banyak digunakan orang-orang dari kelas bawah (mayoritas orang India) karena
cara itu menawarkan kemudahan bagi jiwa mereka untuk mencapai kelas yang lebih tinggi, dan
akhirnya nirwana.
Menurut agama Hindu, setelah mengalami tahap-tahap kehidupan yang sempurna dan
melewati reinkarnasi, mereka akan bertemu dengan Dewa Brahma (Pencipta).
(Kebenaran Reinkarnasi. Diakses dari :
http://www.Hindubatam.com/kebenaranreinkarnasi.html)
D. Konsep Kematian menurut Agama Budha
Kematian menurut definisi yang terdapat dalam kitab suci agama Buddha adalah
hancurnya Khanda. Khanda adalah lima kelompok yang terdiri dari pencerapan, perasaan,
bentuk-bentuk pikiran, kesadaran dan tubuh jasmani atau materi. Keempat kelompok yang
pertama adalah kelompok batin atau NAMA yang membentuk suatu kesatuan kesadaran.
Kelompok kelima adalah RUPA, yakni kelompok fisik atau materi. Gabungan batin dan jasmani
ini secara umum dinamakan individu, pribadi atau ego. Sebenarnya apa yang ada bukanlah
merupakan suatu individu yang berwujud seperti itu. Namun dua unsur pembentuk utama, yakni
NAMA dan RUPA hanya merupakan fenomena belaka. Kita tidak melihat bahwa kelima
kelompok ini sebagai fenomena, namun menganggapnya sebagai pribadi karena kebodohan
pikiran kita, juga karena keinginan terpendam untuk memperlakukannya sebagai pribadi serta
untuk melayani kepentingan kita.
Kita akan mampu melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, bilamana memiliki
kesadaran dan keinginan untuk melakukannya, yakni bila kita ingin melihat ke dalam pikiran
sendiri dan mencatat dengan penuh perhatian (Sati). Mencatat secara objektif tanpa
memproyeksikan suatu ego ke dalam proses ini dan kemudian mengembangkan latihan tersebut
untuk waktu yang cukup lama, sebagaimana telah diajarkan oleh Sang Buddha
dalam SATIPATHANA SUTTA. Maka kita akan melihat bahwa kelima kelompok ini bukan
sebagai suatu pribadi lagi, melainkan sebagai suatu serial dari proses fisik dan mental. Dengan
demikian kita tidak akan menyalah-artikan kepalsuan sebagai kebenaran. Lalu kita akan dapat
melihat bahwa kelompok-kelompok tersebut muncul dan lenyap secara berturut-turut hanya
dalam sekejap, tak pernah sama untuk dua saat yang berbeda; tak pernah diam namun selalu
dalam keadaan mengalir; tak pernah dalam keadaan yang sedang berlangsung namun selalu
dalam keadaan terbentuk. Kelompok materi atau jasmani berlangsung sedikit lebih lama, yakni
kira-kira tujuh belas kali dari saat berpikir tersebut. Karena itu setiap saat sepanjang kehidupan
kita, bentuk-bentuk pikiran muncul dan lenyap. Lenyapnya yang dalam waktu sekejap mata ini
merupakan suatu bentuk dari kematian.
Lenyapnya elemen-elemen dalam waktu sekejap ini tidaklah jelas, karena kelompok-
kelompok yang berturutan akan muncul dengan segera untuk menggantikan yang lenyap, dan
mereka inipun muncul dan lenyap sebagaimana terjadi dengan hal-hal terdahulu. Inilah yang kita
katakan sebagai —Terus berlangsungnya kehidupan“. Namun dengan berjalannya waktu, maka
kelompok materi atau jasmani kehilangan kekuatannya dan mulai terjadi kelapukan. Saatnya
akan tiba di mana kelompok-kelompok ini tidak dapat berfungsi lebih lanjut, dan istilah yang
biasa dipakai inilah akhir dari suatu kehidupan yang kita sebut sebagai terjadinya kematian.

Menurut agama Budha, kematian dapat terjadi disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Kematian dapat disebabkan oleh habisnya masa hidup sesuatu makhluk tertentu.Kematian
semacam ini disebut —AYU-KHAYA“.
2. Kematian yang disebabkan oleh habisnya tenaga karma yang telah membuat
terjadinya kelahiran dari makhluk yang meninggal tersebut. Hal ini disebutKAMMA-
KHAYA“.
3. Kematian yang disebabkan oleh berakhirnya kedua sebab tersebut di atas, yang
terjadi secara berturut-turut. Disebut —UBHAYAKKHAYA“.
4. Kematian yang disebabkan oleh keadaan luar, yaitu: kecelakaan, kejadian-
kejadian
yang tidak pada waktunya, atau bekerjanya gejala alam dari suatu karma akibat kelahiran
terdahulu yang tidak termasuk dalam butir (c) di atas(UPACHEDAKKA).
Ada suatu perumpamaan yang tepat sekali untuk menjelaskan keempat macam kematian
ini, yaitu perumpamaan dari sebuah lampu minyak yang cahayanya diibaratkan sebagai
kehidupan.Cahaya dari lampu minyak dapat padam akibat salah satu sebab berikut ini:
1. Sumbu dalam lampu telah habis terbakar. Hal ini serupa dengan kematian akibat berakhirnya
masa hidup suatu makhluk.
2. Habisnya minyak dalam lampu seperti halnya dengan kematian akibat berakhirnya tenaga
karma.
3. Habisnya minyak dalam lampu dan terbakar habisnya sumbu lampu pada saat bersamaan, sama
halnya seperti kematian akibat kombinasi dari sebab-sebab yang diuraikan pada kedua hal di
atas.
4. Pengaruh dari faktor luar, misalnya ada angin yang meniup padam api lampu. Sama halnya
seperti yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar.

Oleh karena itu karma bukan merupakan satu-satunya sebab dari kematian. Dalam
Anguttara Nikaya dan Kitab-kitab lainnya, Sang Buddha menyatakan dengan pasti bahwa karma
bukan merupakan penyebab dari segala hal.

E.Konsep kematian menurut agama konghucu

Kematian adalah bagian dari setiap orang dan makluk ciptaan Tuhan, yang tidak mungkin
dihindari. Ia begitu menyengat nyawa, tidak memandang ras, ekonomi, usia, jabatan, dan Agama.
Alkitab secara “konsisten” mengaitkan kematian itu dengan dosa atau maut. (bnd Kej. 2:17; Maz
90:7-11; Rm 5:12; 6:23; 1 Kor 15:21 dan Yak 1:1-5).

Manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja (Ibr 9:27), walaupun sering kita
mendengar orang mengatakan ada yang mati dan hidup lagi, biasanya itu yang disebut dengan mati
suri. Sebenarnya kematian itu tidak sesuai dengan kodrat manusia, hal ini disebabkan oleh
pemberontakkannya kepada Allah. Bruce Milne, menambahkan bahwa ini merupakan salah satu
bentuk hukuman ilahi. Namun menurut firman Tuhan , walaupun kematian itu tak terelakkan, bukan
merupakan akhir dari segala sesuatu. Itu sebabnya pada masa manusia itu diberi kesempatan untuk
hidup, haruslah mempergunakan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya.

Kematian bagi kalangan Tionghoa dalam hal ini orang Tionghoa tradisi masih
sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber
“malapetaka” atau “sial”. Itulah sebabnya perlu ditangani dengan ritual keagamaan yang benar
sehingga kelak mereka tidak diganggu oleh roh yang meninggal itu.

a. Hubungan Anak dan Orangtua

Tradisi Tionghoa sangat menuntut agar anak-anaknya senantiasa menghormati orangtua.


Tradisi ini sebenarnya wajar dilakukan jikalau orangtua yang dimaksud masih hidup. Yang menjadi
tidak wajar adalah tatkala orang tersebut sudah matipun harus dihormati dan diangap sekan-akan
masih hidup. Parrinder menjelaskan bahwa, yang dimaksud dengan menghormati orangtua yang
sudah mati adalah dengan cara menjalankan kewajiban memberikan mereka korban dan makanan.
Atau ada juga yang mengirimkan mereka rumah, pakaian, uang, mobil, computer (laptop) dan
sebaginya.
Penghormatan terhadap orangtua disebut Hao (Hshiao)yang bagi mereka harus disertai
sikap hormat pada orang-orang yang lebih tua sebagai pernyataan kasih. Sikap hormat ini
berlangsung setiap hari kepada mereka yang masih hidup dan setelah meninggal dilakukan dengan
cara yang berbeda. Oleh sebab itu seorang anak sangat dipentingkan oleh keluarga orang
Tionghoa, terutama anak laki-laki. Bagi mereka anak bukan hanya untuk melanjutkan marga (She)
dan membawa berkat (Hokky) , tetapi yang terutama untuk mengganti sang ayah merawat abu
leluhur.

Menurut Nio Joe Lan, ada dua macam pendapat tentang pemujaan terhadap arwah leluhur :
1. Arwah manusia itu hidup terus, dengan memujanya maka diharapkan arwah leluhur itu akan
melindungi keturunannya dari malapetaka.
2. Pemujaan terhadap arwah leluhur semata-mata hanya merupakan peringatan terhadap leluhur,
yakni mereka yang telah memberi hidup pada generasi masa kini. Jadi dengan kata lain,
memelihara “meja abu” tersebut hanya untuk mengenang orangtua yang sudah meninggal.

Seorang anak laki-laki yang tidak mengurus “abu leluhur”, disebut Put Hao (tidak berbakti),
bahkan yang lebih dahsyat lagi keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki juga digolongkan
sebagai Put Hao. Itu sebabnya ada kelurga yang terpaksa mengadopsi anak laki guna memenuhi
syarat ini, bahkan yang lebih celaka konsep ortodox mereka, seorang suami diijinkan menikah lagi
demi untuk mendapat anak laki-laki.

b. Konsep Kematian bagi orang Tionghoa

Sampai saat ini orang Tionghoa masih menganggap kematian ini merupakan suatu hal yang
tabu untuk dibicarakan, apalagi pada saat seseorang yang lagi merencanakan menikah atau
melahirkan anak. Bagi orang Tionghoa, seseorang yang sudah meninggal secara otomatis
statusnya berubah menjadi dewa, bahkan umurnya boleh ditambah tiga tahun (satu tahun untuk
Bumi, satu tahun untuk udara dan satu tahun untuk laut),oleh sebab itu orang tersebut harus
disembah terutama oleh mereka yang lebih muda, termasuk anak cucu.

Penyembahan dilakukan di kubur, selain itu dapat juga dilakukan di rumah dengan cara
memanggil roh arwah tersebut di depan altar ( Hio Lo)-nya. Biasanya Hio Lo ini dipasang di rumah
putra sulung, kecuali atas persetujuan keluarga maka boleh ditempatkan di rumah anak yang lain.
Jaman ini tersedia fasilitas khusus untuk meletakkan abu leluhur, dan ada orang-orang volunteer
yang bersedia mengurusnya. Untuk mengetahui apakah roh yang dipanggil itu sudah hadir atau
belum maka diadakan Puak Poi yakni dengan melemparkan dua keping uang logam. Apabila
jatuhnya berlainan sisi sebanyak tiga kali berturut-turut, itu berarti roh arwah yang dipanggil sudah
hadir.

Menurut kepercayaan mereka, orang yang mati secara tragis misalnya, tabrakan,bunuh diri,
dan dibunuh, rohnya akan gentayangan; karena belum tiba saatnya dipanggil masuk dunia orang
mati. Nama mereka belum tercantum di dalam kerajaan maut (Im Kan) yang dikuasai raja Giam Lo
(Ong = raja). Roh gentayangan inilah yang biasanya disembah mereka pada hai Cui Ko, yakni
bulan ke tujuh tanggal lima belas.

b.Tempat Persemayaman

Pada jaman dulu, mengurus jenazah orang mati selalu menjadi tugas keluarga. Saat itu
banyak orang yang matinya di rumah bukan di rumah sakit. Anggota keluarga memandikan dan
menyiapkan tubuh itu sebelum dimakamkan, tukang kayu setempat membuat peti mati, pesuruh
gereja menggali lubang; sedangkan upacara diadakan di gereja atau di rumah. Dengan dihadiri
sanak famili dan kerabat-kerabat, tubuh (Jenazah) dibaringkan dipekuburan milik gereja atau
halaman rumah.

Menurut tradisi Tionghoa, jikalau seseorang meninggal, maka mayatnya harus


disemayamkan bebrapa hari sambil mengadakan upacara-upacara sembahyang dan pada malam
hari mayatnya harus tetap dijaga, sebab menurut kepercayaan mereka apabila mayat tersebut
dilangkahi kucing maka mayat itu bisa bangkit berdiri. Pada saat inilah sanak keluarga mengadakan
penyembahan kepada roh orang yang meninggal sebagai suatu penghormatan (Hao).

Tempat persemayaman jenazah biasanya dilakukan di rumah, namaun sekarang orang


lebih senang memakai rumah sosial, di Surabaya misalnya Yayasan Sosial Adi Jasa dan
sebagainya. Sebenarnya bagi orang Tionghoa tradisi, menyemayamkan orang mati di rumah
sendiri itu lebih baik, hal ini jugga untuk menunjukkan Hao mereka, namun karena pada masa
sekarang karena masalah keamanan, rumah yang tidak memadai, parkir, membuat orang-orang
memakai rumah sosial.

2.4. Perawatan Jenazah Menurut Beberapa Agama


A. Perawatan Jenazah menurut Agama Islam
Perawatan jenazah menurut Islam meliputi memandikan jenazah, mengkafani, menyolatkan
dan menguburkan.
1. Memandikan jenazah
Syarat-syarat jenazah wajib dimandikan adalah:
a. Jenazah itu harus orang Islam
b. Didapati tubuhnya walaupun sakit
c. Bukan mati syahid
d. Bayi lahir sebelum waktunya dan belum ada tanda-tanda hidup, misalnya belum menangis,
belum bernafas dan denyut nadi belum bergerak.
e. Orang yang meninggal karena kecelakaan yang fatal sehingga tubuhnya nyaris rusak/hancur.
Bila jenazah disemayamkan lebih dari 24 jam sebaiknya tidak dimandikan tetapi cukup
dilap dengan kain yang agak basah sampai kering, kemudian diberi borehan dengan alkohol atau
spiritus. Sesudah itu diberi bedak dengan maksud agar mayat tetap kering an tidak mendatangkan
bau yang kurang sedap.
Orang-orang yang berhak memandikan jenazah:
a. Jika mayat telah mewasiatkan kepada seseorang untuk memandikannya maka orang itulah yang
berhak.
b. Jika mayat tidak mewasiatkan maka yang berhak adalah ayahnya atau kakeknya atau anaknya
laki-laki atau cucunya laki-laki.
c. Jika tidak ada yang mampu keluarga mayat boleh menunjuk orang yang amanah yang terpercaya
buat mengurusnya.
Persiapan sebelum memandikan jenazah:
a. Menutup aurat si mayat dengan kain basahan atau handuk besar.
b. Melepas pakaian yang masih melekat di tubuhnya.
c. Menggunting kuku tangan dan kaki kalau panjang.
d. Mencukur bulu ketiak dan merapikan kumis.
e. Membersihkan hidung dan mulut serta menutupnya dengan kapas ketika dimandikan lalu
dibuang setelah selesai.

Tata cara memandikan jenazah:


a. Jenazah dibaringkan di tempat yang tinggi.
b. Jenazah dimandikan di tempat tertutup.
c. Ketika dimandikan dipakaikan kain basah.
d. Bersihkan isi perut dengan tangan kiri yang telah terbalut.
e. Jenazah dibersihkan dari nazis yang melekat di tubuhnya atau yang keluar dari duburnya.
f. Setelah dibersihkan lalu dengan menggunakan air, sabun mandi, seluruh tubuh dari rambut
sampai telapak kaki dimandikan sampai bersih. Disunnahkan jenazah tersebut dimandikan tiga
kali atau lima kali.
g. Setelah jenazah selesai dimandikan, kemudian badannya dikeringkan dengan memakai handuk.

2. Mengkafani jenazah
Tata cara mengkafani jenazah adalah:
Jenazah laki-laki atau wanita minimal dibungkus dengan selapis kain kafan yang menutupi
seluruh tubuhnya. Namun untuk jenazah laki-laki sebaiknya dibungkus tiga lapis dan untuk
wanita lima lapis yaitu kain basahan, baju, tutup kepala, kerudung dan kain kafan yang menutupi
seluruh tubuhnya.

3. Menyolatkan jenazah
Syarat-syarat sah sholat jenazah adalah:
a. Menutup aurat, suci dari hadas besar dan kecil, suci badan, pakaian dan tempatnya serta
menghadap kiblat.
b. Mayat sudah dimandikan dan dikafani.
c. Letak mayat sebelah kiblat orang yang menyolatinya, kecuali kalau sholat dilakukan di atas
kubur atau sholat gaib

B.Perawatan Jenazah menurut Agama Kristen


a. Cara merawat jenazah
Tindakan ini dilakukan untuk menjaga privasi keluarga sekaligus merawat jenazah
supaya tahan lama dan kelihatan bersih dan menghargai jenazah.
1. Perlengkapan memandikan jenazah
Adapun perlengkapan yang diperlukan dalam memandikan jenazah:
a. Air bersih secukupnya
b. Sabun mandi untuk membersihkan
c. Sarung tangan atau handuk untuk membersihkan kotoran-kotoran
d. Lidi atau sebagainya untuk membersihkan kuku
e. Handuk untuk mengeringkan badan atau tubuh jenazah setelah selesai dimandikan

2. Cara-cara memandikan jenazah


a. Bujurkan jenazah di tempat yang tertutup, tetapi jika jenazah dapat didudukkan di kursi bisa
didudukan dikursi.
b. Seandainya jenazah perempuan maka yang memandikan perempuan demikian juga sebaliknya.
c. Lepaskan seluruh pakaian yang melekat dan menutup
d. Tutup bagian auratnya
e. Lepaskan logam seperti cincin dan gigi palsu seandainya ada.
f. Bersihkan kotoran nazisnya dan meremas bagian perutnya hingga kotorannya keluar, hal ini
dialakukan dalam keadaan duduk.
g. Bersihkan rongga mulut
h. Bersihkan kuku, jari dan tangannya
i. Diusahakan menyiram air mulai dari anggota yang kanan, diawali dari kepala bagian kanan terus
ke bawah, kemudian bagian kiri terus kebawah dan diulang sampai bersih

3. Cara pelaksanaan memandikan jenazah


a. Mulai menyiram anggota tubuh secara urut, tertib segera dan rata hingga bersih minimal 3 kali
serta dimulai anggota tubuh sebelah kanan.
b. Menggosok seluruh tubuh dengan air sabun.
c. Menyiram beberapa kali sampai bersih.
d. Setelah bersih seluruh tubuh dikeringkan dengan handuk kering hingga kering.
e. Pakailah baju jenazah dengan warna gelap atau pakaian kesukaannya.
f. Diangkat ke rumah di ruang tengah dimana dialasi tikar pandan.

4. Hal-hal yang diperhatikan


a. Dilarang memotong rambut, hal ini dihindari karena dianggap menganiaya jenazah dengan
menimbulkan kerusakan atau cacat tubuh.
b. Saat menyiram air pada wajah dan muka tutuplah lubang mata, hidung, mulut dan telinganya
agar tidak kemasukan air.
c. Apabila anggota tubuh terluka dalam menggosok dan membersihkan bagian terluka supaya hati-
hati dilakukan dengan lembut seakan memperlakukan pada waktu masih hidup.

b. Cara memformalin jenazah


Formalin yang digunakan 70% sebab dapat membunuh bakteri dengan membuat jaringan
dalam bakteri dehidrasi kekurangan air, sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk lapisan
baru dipermukaan, hal ini bertujuan untuk melindungi lapisan dibawah, supaya tahan terhadap
serangan bakteri lain.
Formalin digunakan kurang lebih 4 liter supaya tahan lama kurang lebih satu minggu,
untuk tiga hari jumlah 2 liter dimana konsentrasinya sama 70%, untuk penyuntikan formalin
dipercayakan kepada pihak RS atau bidan. Jika di RS penyuntikan ini dipercayakan kepada
perawat sedang di luar RS dipercayakan kepada bidan. Ini disuntikan pada tubuh jenazah. Salah
satu tempatnya di bagian yang banyak mengandung air dan berongga contohnya di bagian sela-
sela iga. Formalin juga dapat dimasukkan ke pembuluh vena saphena magna. Pembuluh ini
letaknya di atas persendian kaki supaya tidak merusak organ tubuh lainnya. Ada juga yang
disuntikkan di pelipatan paha. Namun, di dunia kedokteran sudah menggunakan standar di kaki
karena selain mencarinya mudah juga pembuluh sudah kelihatan.

C.Perawatan Jenazah menurut Agama Hindu


a. Terlebih dahulu jenazah harus dimandikan dengan air tawar yang bersih dan sedapat mungkin
dicampur dengan wangi- wangian.
b. Setelah itu diberi secarik kain putih untuk menutupi bagian muka wajah dan bagian alat
kelaminnya.
c. Kemudian barulah diberi pesalin dengan kain atau baju yang baru (bersih), rambutnya dirapikan
(perempuan : rambutnya digulung sesuai dengan arah jarum jam), posisi tangan dengan sikap
"menyembah" ke bawah. Setelah itu dibungkus dengan kain putih.
d. Pada saat membungkus jenazah tersebut supaya diperhatikan hal-hal sebagai berikut: Bila
jenazah itu laki- laki maka lipatan kainnya: yang kanan menutupi yang kiri, dan bila perempuan
maka lipatan kainnya: yang kiri menutupi yang kanan. Setelah terbungkus rapi ikatlah bagian
ujung (kepala dan kaki) serta bagian tengah jenazah yang bersangkutan dengan benang atau
sobekan kain pembungkus tadi. Setelah selesai perawatan di atas, barulah jenazah tersebut
disemayamkan di tempat yang telah ditetapkan.

D.Cara Perawatan Jenazah menurut Agama Budha


1. Mempersiapkan perlengkapan memandikan jenazah
a.Meja atau dipan untuk tempat memandikan jenazah
b.Air basah
c.Air kembang
d.Air yang dicampur dengan minyak wangi
e.Sabun mandi dan sampo
f.Sikat gigi
g.Handuk.

2. Mempersiapkan pakaian
a.Pakaian harus bersih dan rapi, dan yang paling penting adalah bahwa baju yang dikenakan pada
jenazah merupakan pakaian yang paling disenanginya sewaktu masih hidup
Sarung tangan dan kaos kaki yang berwarna putih
b.Pakaian yang disesuaikan dengan adat masing-masing, misalnya dengan menggunakan kain
putih

3. Tindakan Perawatan Jenazah


a.Sesaat setelah almarhumah/almarhum menghembuskan nafas yang terakhir, badannya digosok
dengan air kayu cendana, atau dengan menaruh es balokan di bawahnya agar jenazah tidak kaku
b.Setelah itu jenazah diletakkan di atas meja dan ditutupi kain setelah itu baru dibacakan paritta-
paritta atau doa-doa

4. Pelaksanaan Pemandian
a.Jenazah setelah disembahyangkan kemudian diusung ke tempat pemandian yang telah
disiapkan
b.Jenazah dimandikan dengan air bersih terlebih dahulu, kemudian air bunga, lalu dibilas dengan
air yang sudah dicampur dengan minyak wangi.
c.Jenazah dikramasi rambutnya dengan sampo, kemudian disabun seluruh badannya dan giginya
disikat dan kukunya dibersihkan, setelah itu dibilas lagi dengan air bersih
d.Sehabis itu jenazah dilap dengan handuk.

5. Pemakaian pakaian
a.Jenazah laki-laki
Pakaian jenazah laki-laki, baju lengan panjang, celana panjang, dan yang paling disenangi oleh
almarhum sewaktu masih hidup, rambut disisir rapi, bila perlu diberi minyak rambut, lalu kedua
tangannya dikenakan sarung tangan, dan juga kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih.

b.Jenazah Perempuan
Pakaian jenazah perempuan adalah pakaian nasional, misalnya kebaya dan memakai kain
(pakaian adat daerah) dan khuusnya pakaian yang disenangi olehnya sewaktu dia hidup.
Mukanya diberi bedak, rambutnya disisir rapi, bila rambutnya panjang bisa disanggul. Lalu
kedua tangannya diberi sarung tangan, dan kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih.

c.Jenazah Khusus Pandita


Pakaian khusus Pandita adalah memakai jubah berwarna kuning dan tangannya diberi sarung
tangan, dan kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih.

6. Sikap Tangan Jenazah


Sikap tangan diletakkan di depan dada, tangan kanan di atas tangan kiri, dan sambil
memegang tiga tangkai bunga, satu pasang lilin berwarna merah, tiga batang dupa wangi, yang
sudah diikat dengan benang merah. Sikap kedua kakinya biasa, dengan telapak kaki tetap ke
depan.

(Pemuda dan mahasiswa Buddhis.1999. Petunjuk Teknis Perawatan Jenazah bagi Umat
Beragama Buddha di Indonesia. Diakses dari :
http://groups.yahoo.com/group/pemuda_buddhis/message/126.

E.Perawatan jenazah menurut agama konghucu

Perlengkapan-perlengkapan dalam Perkabungan

1. Pakaian
- Pakaian orang mati

Pakaian ini mulai disediakan tatkala seseorang anggota keluarga itu lanjut usia. Biasanya
karena penyakit ketuaan yang diderita bertahun-tahun, sehingga si sakit meminta anak cucunya
untuk menyediakan pakaian itu baginya. Untuk membeli pakaian ini, harus memeilih hari dan bulan
baik yang dibaca melalui buku Thong Su (semacam ensiklopedi Tioinghoa). Nama pakaian itu Sui
I (Baju panjang umur). Mernurut Martin C. Yang, pakaian tersebut dapat segera dikenakan pada si
sakit apabila diperkirakan orang itu sudah hampir menghembuskan nafasnya yang terakhir.

- Pakaian Berkabung

Orang yang berkabung (istilahnya Hao Lam) mengenakan pakaian serba putih, topi putih
yang terbuat dari kain blacu. Mereka yang lebih kental tradisinya lagi memakai pakaian serba hiam.
Selain itu juga dipasang Ha di lengan baju kiri tanda berkabung. Tujuan mereka memakai pakaian
berkabung adalah untuk meringankan penderitaan orang yanag meninggal, semakin kental tradisi
itu dijalankan maka semakin ringan penderitaannya. Sedangkan dampaknya bagi yang berkabung,
mereka akan mendapat pengaruh baik atau Hokky , semakin lama masa berkabung, maka semakin
banyak pengaruh baiknya.

-Peti Mati
Peti mati yang dipakai orang Tionghoa tradisi kelihatannya menyeramkan, sebab selain ukurannya
besar, berat ditambah lagi banyak ukir-ukiran kuno. Merupakan kebanggan tersendiri, apabila
sanak keluarga mampu membeli sendiri peti mati, sebab ada kepercayaan mereka siapa yang yang
membeli, dialah yang akan mendapat banyak rezeki. Bagi mereka peti mati merupakan sarana
untuk menghantar orang mati ke dalam kuburnya, oleh sebab itu semua barang-barang kesayangan
almarhum supaya dimasukkan juga ke dalamnya. Pembelian peti mati yang mahal juga merupakan
salah satu bukti Hao nya anak-anak, dan ada kebiasaan peti tersebut tidak boleh ditawar harganya.

- Tempat Dupa

Tempat dupa (Hio Lo), merupakan sebuah bokor kecil yang fungsinya sebagai tancapan
dupa. Benda ini mempunyai dua buah kuping, sedangakan pada bagian depannya terukir sebuah
kata Hi (bahagia). Lazimnya Hio Lo itu terbuat dari timah, namun sekarang ini tidak jarang kita
lihat Hio Lo yang terbuat dari tanah liat. Hio Lo itu diisi abu dapur yang kemudian dipercayai
sebagai abu leluhur dan harus dipelihara sampai generasi turun-temurun. Dupa (Hio) merupakan
alat sembahyang yang dibakar dan mengeluarkan bau-bau harum. Makna yang terkandung dalam
pembakaran dupa ialah menemukan jalan suci. Dalam konteks kematian seperti ini Hiomenyatakan
bahwa yang bersangkutan hadir dalam acara perkabungan. Melalui Hio ini akan terjalin komunikasi
antara hidup dan yang mati.
- Lilin
Lilin merupakan tanda duka-cita, tetapi juga merupakan tanda bahwa para pelayat tidak
membawa sial. Menurut kepercayaan mereka tetesan air lilin ini tidak boleh kena tubuh kita, karena
akan membawa sial seumur hidup.

- Foto Almarhum

Foto Almarhum diletakkan di depan peti mati yang kemudian setelah pemakaman dibawa
pulang oleh putra sulung untuk di sembah. Foto juga dipakai sebagai iklan di Surat Kabar, supaya
sanak famili, handai-taulan mengetahui beliau ini sudah meninggal. Sering terjadi percekcokkan
hanya karena nama seseorang famili lupa dicantumkan, oleh sebab itu memerlukan ketelitian.

Tata Cara Pemakaman

Tata-cara Pemakaman orang Tionghoa sebenarnya dengan mengubur, sedangkan kremasi


dikenal oleh kalangan yang beragama Hindu. Namun pada saat ini akibat memudarnya budaya
(detradisionalisasi), kremasi ternyata bukan cara yang asing lagi bagi orang Tionghoa.

Tata-caranya secara umum sebagai berikut :

- Sembahyang Tutup Peti

Selama persemayaman, jenazah tersebut sudah mulai disembah dengan dipimpin oleh padri
(Sai Kong) atau Bikhu/Bikhuni. Sanak keluarga dikumpulkan dengan mengenakan pakaian
berkabung, mereka diminta untuk membakar dupa, berlutut dan mengelilingi peti mati berulang-
ulang sebagai tanda hormat. Anak sulung (laki-laki) memegang “Tong Huan” sebagai alat
sembahyang selama ritual itu.

Setelah ditetapkan hari dan jamnya, maka jenazah tersebut segera dimasukkan ke dalam peti
sambil diisi barang-barang kesukaan almarhum dan kemudian dipenuhkan dengan uang kertas
sembahyang. Sesudah jenazah dimasukkkan ke dalam peti, maka diadakan sembahyang “memaku
peti jenazah” . Pada saat itu padri mengucapkan kalimat “It thiam teng, po pi kia sai” artinya paku
pertama diberkatilah anak menantu”, dengan demikian seterusnya sampai paku ke empat. Setelah
itu diadakan doa dengan harapan agar meringankan dosa yang diperbuat oleh orang yang
meninggal itu. Selain itu bagi mereka, cara menggeser peti mati itu juga ada syaratnya, tidak boleh
menyentuh kosen pintu rumah, sebab menurut kepercayaan mereka roh almarhum itu akan tinggal
di tempat yang tersenggol dan itu akan mengganggu aktivitas hidup sehari-hari.

- Perjalanan ke tempat pemakaman


Pemberangkatan jenazah ke tempat pemakaman dimulai dengan sembahyang. Kali ini semua
sanak famili mempersembahkan korban berupa daging, buah-buahan atau kue-kue, yang setelah
selesai acaranya boleh dibawa pulang untuk dimakan bersama, supaya mendapat berkat dan
rezeki. Pada saat yang sama menantu laki mengadakan ritualnya dengan
mempersembahakan “Leng Ceng”

Bagi mereka yang masih memegang ketat tradisi, untuk menunjukkan rasa cinta anak pada
orang tua, maka mereka diharuskan telanjang kaki berjalan samapi persimpangan jalan barulah
boleh masuk ke mobil jenazah yang mengantar sampai ke kubur. Namun belakangan ini tradisi
seperti ini jarang dilakukan, sebab selain udara yang panas juga mengganggu lalu-lintas jalan.
Selain itu juga diadakan pemecahan guci, semangka dan sebagainya, semua ini tujuannya supaya
mendapatkan berkat.

- Sembahyang di kubur

Ritual penyembahan di kubur (kremasi) dilakukan dengan cara membakar dupa, berlutut,
mengelilingi peti jenazah yang dipimpin kembali oleh padri. Setelah selesai sembahyang, maka
dilakukan secara teratur tabur bunga yang dimulai oleh sanak keluarga dan famili yang diikuti oleh
pelayat. Pada saat ini juga, famili, cucu luar mengambil kesempatan membuang (Ha), dengan
demikian mereka sudah boleh memakai pakaian bebas.

Di kubur juga ada ritual lain seperti pelepasan burung merpati, lalu ada yang meguburkan
boneka di samping kuburan tersebut, dengan tujuan supaya adayang menemani arwah itu, dan
tujuan lain supaya arwah tersebut tidak mengajak pasangannya yang masih hidup.

- Perjalan pulang ke rumah

Perjalanan pulang dari tempat pemakaman (kremasi), dilakukan setelah semua upacaranya
selesai. Pihak berkabung membagi-bagikan Ang Pao kepada para pelayat sebagai tanda ucapan
terima klasih. Sementara itu anak sulung membawa Hio Lo sambil dupanya tetap dinyalahkan dan
anak yang lain memegang foto almarhum.

Dalam sepanjang perjalanan itu, anak-anak almarhum harus memberi komandao, misalnya tatkala
meliwati jembatan. Komando ini diucapkanm serentak kepada roh yang mereka bawa melalui Hio
Lo, supaya roh tersebut tidak tersesat pulang ke rumah. Hio Lo inilah yang kemudian diletakkan di
rumah anak sulung supaya disembah oleh semua sanak keluarga.

Para pelayat yang yang sudah tiba di rumah duka atau rumah almarhum, biasanya
disediakan air bunga untuk cuci wajah dan disediakan makanan ala kadarnya.
Pada dasarnya melalui uraian ini dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwa kematian bagi
orang Tionghoa tradisi merupakan sesuatu yang tabu, mengerikan dan penuh misteri. Mereka
percaya ada kehidupan setelah kematian, namun sayang semuanya penuh ketidak-berdayaan dan
penderitaan, sehingga orang-orang yang meninggal justru memerlukan pertolongan dari sanak
keluarga, misalnya dalam memenuhi kebutuhan makanan,pakaian, rumah serta uang. Herannya
dalam ritual yang lain, sanak keluarga menganggap bahwa orang yang mati itu sudah menjadi
dewa, sehingga mereka datang kepada arwah tersebut untuk mohon berkat (rejeki).

BAB III
PENUTUP

III.1. KESIMPULAN

Kehilangan adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat unik secara
individual. Hidup adalah serangkaian kehilangan dan pencapaian. Seorang anak yang mulai
belajarKehilangan mencapai kemandiriannya dengan mobilisasi. Seorang lansia dengan
perubahan visual dan pendengaran mungkin kehilangan keterandalan-dirinya. Penyakit dan
perawatan di rumah sakit sering melibatkan berbagai kehilangan. Kematian merupakan salah
satu contoh kehilangan yang nyata.
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah,
serta hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas listrik
otak, atau dapat juga dikatakan terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap atau
terhentinya kerja otak secara menetap.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatannya, perawat harus mengetahui konsep
kematian berdasarkan agama pasien. Perawat memiliki peranan dalam perawatan jenazah.
Perawatan yang dilakukan terhadap jenazah berbeda sesuai dengan agama pasien. Perawatan
jenazah pada pasien beragama Kristen antara lain memandikan jenazah dan memformalin
jenazah. Perawatan jenazah pasien beragama Islam antara lain, membujurkan jenazah,
memandikan jenazah, mengkafani jenazah, dan menyolatkan jenazah. Sedangkan perawatan
jenazah pasien beragama Hindu antara lain memandikan jenazah dan membungkus jenazah
dengan kain putih.
Dalam melakukan perawatan jenazah, perawat harus mengetahui penyebab kematian
pasien, apakah karena penyakit menular atau tidak. Jika, pasien tersebut meninggal karena
penyakit menular, maka perawat harus menggunakan alat pelindung diri saat melakukan
perawatan jenazah.

Você também pode gostar