Você está na página 1de 27

TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN MANAJEMEN KESEHATAN

ANALISAKEBIJAKAN KESEHATAN
Pelaksanaan Perda Provinsi BengkuluNo. 12 Tahun 2013
Perbaikan Gizi

Disusun oleh :

FaurinaRisca Fauzia 15/388107/PKU/15329


Itza Mulyani 15/388134/PKU/15356
Nur Septia Handayani 15/388180/PKU/15402
Nurlienda Hasanah 15/388184/PKU/15406
WidhianiP 15/388254/PKU/15476

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Analisis Kebijakan


Masalah gizi di Indonesia terdiri dari masalah kekurangan gizi dan kelebihan gizi.Masalah
kekurangan gizi yang mendapat banyak perhatian akhir-akhir ini adalah masalah kurang gizi
kronis dalam bentuk anak pendek atau "stunting" (untuk selanjutnya digunakan istilah "anak
pendek"), kurang gizi akut dalam bentuk anak kurus ("wasting"). Kemiskinan dan rendahnya
pendidikan dipandang sebagai akar penyebab kekurangan gizi.Masalah kegemukan terkait dengan
berbagai penyakit tidak menular (PTM), seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, stroke, dan
kanker paru-paru.Masalah kegemukan dan PTM selama ini dianggap masalah negara maju dan
kaya, bukan masalah negara berkembang dan miskin.Akan tetapi, pada kenyataan menunjukkan
bahwa kedua masalah gizi tersebut saat ini juga terjadi di negara berkembang.Dengan demikian
negara berkembang, seperti Indonesia,saat ini mempunyai beban ganda akibat kedua masalah gizi
tersebut.
Oleh karena kedua masalah gizi tersebut terkait erat dengan masalah gizi dan kesehatan ibu
hamil dan menyusui, bayi yang baru lahir dan anak usia di bawah dua tahun (baduta), maka
pembahasan difokuskan pada masalah kesehatan gizi ibu dan anak tersebut. Apabila dihitung dari
sejak hari pertama kehamilan, kelahiran bayi sampai anak usia 2 tahun, maka periode ini
merupakan periode 1000 hari pertama kehidupan manusia. Periode ini telah dibuktikan secara
ilmiah merupakan periode yang menentukan kualitas kehidupan, oleh karena itu periode ini ada
yang menyebutnya sebagai "periode emas", "periode kritis", dan Bank dunia menyebutnya
sebagai "window of opportunity". Periode emas itulah yang harus diperhatikan dengan melakukan
berbagai upaya perbaikan gizi.Perbaikan gizi merupakan upaya pemenuhan kebutuhan zat-zat
gizi yang kurang pada penderita gizi buruk maupun yang lain, yang bertujuan agar zat-zat gizi
dalam tubuh tercukupi dan dapat mencapai berat badan normal.
Perbaikan gizi menjadi salah satu dari upaya pemerintah dalam peningkatan derajat
kesehatan masyarakat.Alasan mengapa perlu dilakukan upaya perbaikan gizi adalah karena
kebijakan program gizi selama ini masih belum mengacu pada kelompok seribu hari pertama
kehidupan sebagai sasaran utama.Belum terlihat upaya mengaitkan kegiatan program
pembangunan seperti penanggulangan kemiskinan, ketahanan pangan, penyediaan air bersih, dan
sanitasi dengan tujuan perbaikan gizi masyarakat.Selain itu juga dikarenakan cakupan pelayanan
yang masih rendah untuk imunisasi lengkap, suplementasi tablet besi-folat pada ibu hamil,
pemanfaatan KMS dan SKDN, promosi inisiasi ASI eksklusif, cakupan garam beriodium dan
sebagainya.Dan yang terakhir karena lemahnya penguasaan substansi masalah gizi pada para
pejabat tertentu, petugas gizi, dan petugas kesehatan.khususnya tentang perkembangan terakhir,
dan prospeknya dimasa depan, masalah anak pendek, beban ganda, dan kaitan gizi dengan PTM.
Untuk melaksanakan upaya perbaikan Gizi, maka pemerintah dalam hal ini menteri
kesehatan menyatakan problem pangan dan gizi di Indonesia merupakan hal yang sangat penting
dan kompleks.Penanganan memerlukan kelembagaan yang kuat dengan melibatkan berbagai ahli
disiplin, dan juga profesi dari kementerian serta pemangku kepentingan.
Salah satu provinsi yang sudah menerapkan upaya perbaikan gizi yaitu di
Bengkulu.Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah ini berupa Perda no 12 Tahun 2013
tentang perbaikan gizi.Kebijakan tersebut dibuat berdasarkan tinjauan umum persoalan gizi di
Bengkulu.Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010 Di Provinsi Bengkulu,
prevalensi untuk status gizi anak 6-12 tahun berdasarkan TB/U yaitu sangat pendek 15,0 %,
Pendek 18,4 % dan normal 66,6 %. Sedangkan untuk Prevalensi indonesia persennya adalah
sangat pendek 15,1 %, pendek 20,5 %, dan normal 64,5 %. Sedangkan prevalensi untuk status
gizi anak 6 -12 tahun berdasarkan (IMT/U) yaitu Sangat Kurus 3,6 %, kurus 5,3 %, normal 82,1
% dan gemuk 7,0 %, dan untuk prevalensi Indonesia adalah sangat kurus 4,6 %,kurus 7,6 %,
normal 78,6 % dan Gemuk 5,2 %. Apabila hal tersebut tidak segera ditangani maka penderita gizi
buruk akan tersebar di delapan Kabupaten/kota di daerah itu.
B. Tujuan Analisis Kebijakan
1. Umum :
Melakukan analisa terhadap Kebijakan Perbaikan Gizi di Provinsi Bengkulu.
2. Khusus :
a. Melakukan analisa terhadap isi Kebijakan Perbaikan Gizi
b. Melakukan analisa pelaksanaan Kebijakan Perbaikan Gizi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendekatan Segitiga Kebijakan

KONTEKS

- Faktor Situasional : tingginya angka permasalah an gizi di Bengkulu


- Faktor Struktural :belumoptimalnya kerjasama lintas sektoral, kondisi
sarana prasarana dan SDM.
- Faktor budaya :keberadaan mitos mengenai pola makan dan pola asuh
di masyarakat serta pengetahuan masyarakat yang masih rendah.
- Faktor nasional dan internasional :peran dari pemerintah pusat dan
tidak tercapainya target MDG’s

AKTOR

- Gubernur
ISI - Walikota/ Bupati PROSES
- Dinas Kesehatan
- Pengertian, Sasaran , - Tenaga Gizi - Masalah gizi di provinsi
dan maksud dan - Pelaku Usaha Bengkulu
tujuan - Perguruan Tinggi - Mengadakan diskusi publik
- Upaya perbaikan gizi, - Organisasi - Draft akhir Naskah
pelatihan dan Masyarakat Akademik
penyuluhan gizi, - Penetapan Perda Bengkulu
penelitian dan - Pengesahan oleh Gubernur
pengembangan gizi dan/atau DPRD
- Makanan tradisional - Peraturan Bengkulu Nomor
- Tim pangan dan gizi 12 Tahun 2013 tentang
daerah serta peran Upaya Perbaikan Gizi.
masyarakat - Pelaksanan kebijakan
tergantung dengan anggaran
- Evaluasi pelaksanaan
kebijakan tertuang dalam
laporan tahunan dan Riset
Kesehatan Nasional
(Riskedas) Provinsi
Bengkulu

Gambar 1.Pendekatan Segitiga Kebijakan


1. Aktor
Aktor merupakan para perumus dan pemangku kebijakan Perbaikan Gizi,
yang terdiri dari : individu, grup atau organisasi.Penting untuk dipahami bahwa
individu tidak dapat dipisahkan dari grup maupun organisasi dimana dia tinggal
atau bekerja. Setiap organisasi atau kelompok/grup dibangun dari sejumlah orang
yang berbeda, yang tidak semuanya menyuarakan hal yang sama, yang masing-
masing memiliki norma dan kepercayaan yang berbeda.
Pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam proses penyusunan Peraturan
Daerah Provinsi Bengkulu No. 12 tahun 2013 tentang Perbaikan Gizi melibatkan
beberapa kementerian yang terkait sebagai pelaku kebijakan. Kebijakan berupa
perbaikan gizi ini, dirumuskan oleh beberapa pelaku kebijakan yang terdiri dari :

a. Individu
Pelaku individu adalah :
1) Kepala Daerah (Gubernur)yang mengeluarkan peraturan daerah
(Perda)
2) Bupati/Walikota
3) Kepala Dinas Kesehatan
4) Tenaga Gizi
5) Pelaku Usaha (produsen makanan lokal, importir, distributor,
pelaku usaha kecil menengah dan sebagainya)
6) Individu anggota masyarakat

b. Grup
1) Donor
Tugas donor adalah untuk memperkuat kepemilikan daerah dan
kepemimpinan, berfokus pada hasil, mengadopsi pendekatan
multisektoral, memfokuskan pada efektivitas, mempromosikan
akuntabilitas dan memperkuat kolaborasi dan inklusi.
2) Mitra Usaha
Mitra pembangunan bertugas untuk memperluas dan
mengembangkan kegiatan gizi sensitif dan spesifik melalui
harmonisasi keahlian dan bantuan teknis antar mitra pembangunan
antara lain instansi swasta, perkantoran, rumah sakit swakelola,
klinik swakelola.
3) Perguruan Tinggi
Perguruan Tinggi berperan sebagai wadah penelitian dan
pengembangan gizi guna dan penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi tepat guna di bidang gizi. Selain itu, Perguruan Tinggi
atau Institusi Pendidikan lainnya sebagai pihak independen yang
mengawasi pelaksanaan kegiatan dan memberikan masukan serta
saran pada proses pelaksanaannya.
c. Organisasi
1) Organisasi masyarakat/LSM
Tugas organisasi kemasyarakatan adalah memperkuat mobilisasi,
advokasi, komunikasi,riset dan analisasi kebijakan serta pelaksana
pada tingkat masyarakat untuk menangani kekurangan gizi.
2) Organisasi Profesi
Tenaga Gizi dan tenaga lainnya
3) Pemerintah
Pemerintah berperan sebagai inisiator, fasilitator, dan motivator
perbaikan gizi.Pemerintah disini meliputi pemerintah daerah dan
pemerintah pusat.
4) Dinas Kesehatan
5) Dinas terkait lainnya.
6) Dinas/Instansi lainnya
2. Isi (Content)
Peraturan Daerah (Perda)Provinsi Bengkulu No. 12 tahun 2013 tentang Perbaikan
Status Gizi ini dibuat untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan perorangan dan
masyarakat. Upaya perbaikan gizi adalah kegiatan dan/ atau serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan
meningkatkan status gizi masyarakat dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitative yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan/ atau
masyarakat.
Maksud dari kebijakan ini adalah meningkatkan status gizi, pengetahuan dan
kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi dan pengaruhnya terhadap peningkatan
status gizi, pelayanan gizi komunitas dan pelayanan gizi pada penyakit degeneratif.
Perbaikan gizi bertujuan untuk meningkatkan status gizi perorangan dan masyarakat
melalui:
a. Perbaikan pola konsumsi makanan

Pola konsumsi makanan yang dimaksud adalah pola makanan yang sesuai dengan
pola gizi seimbang
b. Perbaikan perilaku sadar gizi
Keluarga Sadar Gizi yang selanjutnya disingkat KADARZI adalah suatu keluarga
yang mampu mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya.
c. Peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi sesuai dengan kemajuan ilmu dan
teknologi
d. Peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi
Peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi diselenggarakan secara teratur
dan terus menerus untuk perumusan kebijakan, perencanaan, penentuan tindakan
dan evaluasi program bidang pangan dan gizi. Ini dilakukan melalui analisis situasi
pangan dan gizi berdasarkan data/laporan rutin yang tersedia, atau berdasarkan hasil
survey-survei khusus
e. Peningkatan intervensi kepada masyarakat.
Dalam pencapaian Perbaikan Gizi tersebut maka akan dilaksanakan berbagai
program kegiatan seperti :
a. Surveilens gizi, KLB gizi dan tata laksana gizi buruk
Surveilens gizi adalah pengamatan secara terus menerus yang dilakukan oleh
tenaga gizi terhadap semua aspek penyakit gizi, baik keadaan maupun
penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan
penanggulangan.Kegiatan ini merupakan kewenangan dan tanggung jawab Dinas
dan dilakukan oleh tenaga gizi terlatih di Dinas kesehatan. Adapun kegiatan
surveilens seperti penyelidikan epidemiologi, pengumpulan data, pengolahan dan
analisis data-data sekunder tentang gizi dan diseminasi informasi serta melakukan
tindak lanjut serta hasil surveilens ini harus dilaporkan secara priodik kepala kepala
Dinas kesehatan.
Pelacakan KLB gizi merupakan kegiatan penelusuran secaralangsung
terhadap setiap balita dengan indikator KLB gizi untuk menentukan tindakan yang
cepat dan tepat.Indikator KLB yang dimaksud adalah Balita dengan tanda-tanda
berat badan menurut umur atau berat badan menurut tinggi badan dibawah standar
yang ditemukan.
Selanjut nya perawatan gizi buruk dilaksanakan oleh tim tatalaksana anak
gizi buruk. Dimana gizi buruk dengan komplikasi dilakukan rawat inap di
puskesmas perawatan, rumah sakit atau pusat pemulihan gizi, sedangkan untuk gizi
buruk tanpa komplikasi hanya dilakukan rawat jalan di puskesmas, pondok
kesehatan Desa atau Pos pemulihan Gizi berbasis masyarakat.
b. Penanggulangan masalah gizi darurat
Penanggulangan masalah gizi darurat dilakukan dengan pemberian makanan
darurat dan sistim surveilens gizi pada pengungsi.Sasaran intervensinya diutamakan
pada kelompok masyarakat rawan gizi dan dilakukan oleh tenaga gizi yang terlatih
beserta tim penanggulangan bencana lainnya pemerintah daerah Kabupaten/kota.
Apabila Kabupaten/ Kota tidak mampu maka akan diambil alih pelaksanaannya
oleh pemerintah Provinsi.
c. Pengawasan mutu makanan dan keamanan pangan
Dalam meningkatkan mutu dan keamanan pangan, Pemerintah Daerah
Provinsi menentukan arah kebijakan yang meliputi meningkatkan kesadaran
produsen, importer, distributor, pedagang, pelaku usaha kecil menengah dan
konsumen terhadap keamanan pangan, serta mendorong pengembangan teknologi
pangan dalam pengawetan, pewarna makanan, aman dan memenuhi syarat
kesehatan. Setiap produsen yang memproduksi makanan dan minuman untuk
diperdagangkan wajib menyelenggarakan system pengawasan mutu sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.Yang diawasi meliputi komposisi zat
gizi, angka kecukupan gizi dan bahan tambahan makanan.
d. Perbaikan gizi makro
Perbaikan gizi makro meliputi :
a) Peningkatan ketahanan pangan rumah tangga melalui upaya pemenuhan
kesehatan dan gizi
b) Peningkatan pemberian ASI terutama ASI ekslusif, serat makanan pendamping
ASI untuk bayi diatas 6 bulan dalam jumlah dan mutu yang tepat
c) Peningkatan pengetahuan dan keterampilan pola pengasuhan anak
d) Pemberian makanan tambahan pemulihan bagi balita gizi buruk dan ibu hamil
yang kurang energi kronis
e) Pelaksanaan sistem kewaspadaan pangan dan gizi, dan
f) Penurunan kasus kejadian gizi lebih dan obesitas
Kegiatan ini dilaksanakan diberbagai sarana pelayanan kesehatan dan
posyandu, disertai dengan adanya peningkatan upaya penyadaran gizi
masyarakat.Perbaikan gizi makro ini juga harus diikuti dengan upaya
komunikasi, informasi dan edukasi gizi menuju keluarga sadar gizi kepada
masyarakat.
e. Perbaikan gizi mikro
Perbaikan gizi mikro meliputi:
Penanggulangan masalah GAKY dilaksanakan melalui penguatan berbagai upaya
fortifikasi, suplementasi yang didukung dengan strategi kampanye dan monitoring
garam yang efektif.
Pencegahan kekurangan vitamin A dan munculnya kasus rabun senja dilakukan
dengan upaya penyadaran gizi kepada masyarakat.

Penanggulangan anemia gizi besi pada ibu hamil dan wanita usia subur dalam rangka
kematian ibu dan peningkatan produktivitas kerja.

Penanggulangan kekurangan Zat seng (Zn), Selenium (Se) dan Magnesium (Mg).

Perbaikan gizi mikro dilakukan melalui penyuluhan, diversifikasi konsumsi pangan,


suplementasi dan fortifikasi yang didukung dengan upaya advokasi yang efekfif.

Perbaikan gizi klinis

Perbaikan gizi klinis meliputi :

Peningkatan kualitas pelayanan gizi bagi pasien rawat inap maupun pasien rawat
jalan di rumah sakit dan puskesmas perawatan melalui pelayanan gizi rumah sakit
dan puskesmas perawatan yang professional serta berorientasi pada kebutuhan dan
kepuasan pasien.

Peningkatan asuhan gizi di Rumah sakit dan Puskesmas Perawatan yang merupakan
bagian dari system terapi kesembuhan pasien melalui kerjasama dengan asuhan
medis, asuhan kefarmasian dan asuhan keperawatan rumah sakit.

Penyelenggaraan penelitian aplikasi dibidang gizi dan dietetik

Pemenuhan kebutuhan dan tersedianya tenaga gizi terlatih di Rumah Sakit dan
Puskesmas Perawatan ditentukan berdasarkan rasio pasien rawat inap dan rawat jalan
pada masing-masing rumah sakit sesuai dengan standar nasioanal yang ditentukan.

Peningkatan jenjang pendidikan bagi petugas gizi rumah sakit dan puskesmas
perawatan perlu dilaksanakan sesuai kebutuahn dan perkembangan keilmuan gizi
klinik yang berkaitan dengan peningkatan pelayanan gizi di rumah sakit puskesmas
perawatan
Penyelenggaraan makanan rumah sakit dan Puskesmas Perawatan dapat
diselenggarakan secara swakelola dan atau oleh pihak ketiga dengan pengawasan
tenaga gizi terlatih

Perbaikan gizi institusi

Perbaikan gizi institusi dilakukan dengan mendayagunakan tenaga gizi terlatih sesuai
dengan kebutuhan berdasarkan jumlah yang dilayani sebagai konsultan dan bertujuan
menyediakan makanan yang berkualitas baik, memenuhi angka kecukupan gizi,
bervariasi, dapat diterima dan menyenangkan konsumen/klien dengan
memperhatikan standar sanitasi dan kebersihan.

Revitalisasi Posyandu

Revitalisasi posyandu dititikberatkan pada pemberdayaan masyarakat.kegiatan ini


dilaksanakan oleh Dinas berkoordinasi dengan instansi terkait lainnya. Pemda
berkewajiban melatih kader posyandu dibidang kesehatan dan gizi.

Kebijakkan ini dilaksanakan atau berlaku sejak tanggal diundangkan yaitu tanggal 29
Oktober 2013.

Poin utama dari Kebijakan Perbaikan Gizi di Provinsi Bengkulu adalah :


1. Adanya Penggalangan dukungan antar instansi maupun legislatif,
Pusat, maupun Daerah
2. Adanya pemanfaatan kelompok-kelompok potensial seperti Perguruan
Tinggi, Rumah Sakit Swakelola
3. Meningkatnya peran pelayanan kesehatan, posyandu, dan tenaga gizi.
4. Sehingga Peraturan daerah no 12 tahun 2013 lebih mengacu pada
program-program gizi yang dicanangkan oleh Pemda pada tahun 2010
dan berkomitmen untuk meningkatkan peran lintas sektor, swasta dan
industri dalam aksi perbaikan gizi.
5. Program-program yang mendukung Peraturan Daerah No. 12 tahun
2013 telah dijelaskan dalam pasal-pasal yang ada di dalam peraturan
daerah dan banyak dilakukan kegiatan-kegiatan advokasi tingkat tinggi
dalam rangka mensukseskan pelaksaanan program tersebut dengan
meningkatnya kemitraan berbagai sektor dan cakupan dari program
tersebut mempercepat sasaran perbaikan gizi masyarakat yang
diharapkan. Intervensi langsung bersifat spesifik di sektor kesehatan
dan gizi, sedangkan intervensi tidak langsung bersifat sensitif di sektor
terkait lainnya, seperti penyediaan pangan yang cukup (sistem
kewaspadaan pangan). Perda no. 12 tahun 2013 pelaksanaannya di
Bengkuludidukung oleh Upaya Perbaikan Gizi yang dijelaskan secara
rinci dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomor 23 tahun 20141.

3. Konteks

Konteks mengacu pada faktor-faktor yang mungkin memiliki pengaruh pada


kebijakan kesehatan. Faktor – faktor tersebut meliputi faktor situasional, faktor
struktural, faktor budaya, faktor internasional atau exogenous (Leichter, 1979).

1. Faktor situasional
Persoalan gizi di Provinsi Bengkulu masih cukup kompleks.Pada tahun 2011
sebanyak 371 anak mengalami gizi buruk dan terancam terkena busunglapar
jika tidak ditangani.Dan jumlah kasus tersebut menyebar di delapan
kabupaten/kota. Selain itu cakupan indikator kegiatan pembinaan gizi
masyarakat sebagai berikut Ibu hamil mendapat 99 TTD (91,3 %), Vitamin A
pada balita umur 6- 59 bulan (81,7 %), Rumah Tangga mengkonsumsi garam
beryodium (97,3%) dan Asi ekslusif (67,3 %). Berdasarkan data dari Dirjen
Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes bahwa triwulan pertama 2013 ditemukan
37 kasus gizi buruk.

1
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Upaya
Perbaikan Gizi.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010 Di Provinsi
Bengkulu, prevalensi untuk status gizi anak 6-12 tahun berdasarkan TB/U yaitu
sangat pendek 15,0 %, Pendek 18,4 % dan normal 66,6 %. Sedangkan untuk
Prevalensi indonesia persennya adalah sangat pendek 15,1 %, pendek 20,5 %,
dan normal 64,5 %. Sedangkan prevalensi untuk status gizi anak 6 -12 tahun
berdasarkan (IMT/U) yaitu Sangat Kurus 3,6 %, kurus 5,3 %, normal 82,1 %
dan gemuk 7,0 %, dan untuk prevalensi Indonesia adalah sangat kurus 4,6
%,kurus 7,6 %, normal 78,6 % dan Gemuk 5,2 %. Apabila hal tersebut tidak
segera ditangani maka penderita gizi buruk akan tersebar di delapan
Kabupaten/kota di daerah itu.
2. Faktor struktural
Upaya perbaikan gizi bukan hanya peran pemerintah saja, namun peran
masyarakat itu sendiri sangat dibutuhkan.Ditunjang juga dari peran swasta.
Dari segi pemerintah, pelaksanaan peraturan daerah ini bukan hanya tanggung
jawab dari pemerintah Propinsi Bengkulu saja namun peran dari pemerintah
kabupaten atau kota sangat diharapkan sehingga pencapaian indikator
perbaikan gizi dapat tercapai. Dan perlu diingat bahwa upaya perbaikan gizi ini
bukan hanya tanggung jawab satu sektor saja, melainkan harus adanya
koordinasi atau kerja sama semua pihak yang terkait.
Mengingat kondisi demografi Bengkulu yang cukup beragam sehingga perlu
dipikirkan cara pelaksanaan sehingga dapat mencakup semua wilayah tersebut.
Kondisi infrastrukstur yang masih kurang sehingga akses ke tujuan pelaksanaan
kegiatan akan terganggu. Selain itu berpengaruh juga pada akses masyarakat ke
pelayanan kesehatan.Selain itu Bengkulu merupakan daerah rawan
gempa.Dalam peraturan daerah tersebut sudah ada upaya penanggulangan
masalah gizi darurat.
Dengan adanya peraturan daerah ini diharapkan upaya perbaikan gizi untuk
meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat melalui pemenuhan gizi
yang baik.Selain itu untuk menjamin ketersediaan bahan makanan yang
mempunyai nilai gizi yang tinggi secara merata dan terjangkau.Selain itu
menyediakan atau memberikan informasi gizi yang benar untuk meingkatkan
status gizi masyarakat.
3. Faktor budaya
Permasalahan gizi disebabkan antara lain karena kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang kesehatan gizi. Kurangnya pengetahuan akan berpengaruh
kesadaran masyarakat dan tentu saja akan berpengaruh terhadap perilaku
kesehatan masyarakat seperti pemilihan dan pengolahan makanan, kebiasaan
merokok.
Peran budaya setempat atau mitos juga menjadi faktor yang berpengaruh
terhadap perilaku kesehatan masyarakan setempat seperti pemberian makan
pada bayi sebelum waktunya.Ada juga anggapan memberi anak makan ikan
menyebabkan cacingan.
4. Faktor Nasional dan Internasional
Selain peran pemerintah daerah, upaya perbaikan gizi ini juga dipengaruhi dari
peran atau dukungan pemerintah pusat. Pada level nasional terdapat tentang
Permenkes no 23 tahun 2014 tentang upaya perbaikan gizi. Kebijakan tingkat
pusat maupun daerah dapat disinkronkan sehingga upaya perbaikan gizi pada
umumnya dapat tercapai. Selain kebijakan, peran pemerintah pusat dalam hal
pendanaan.
Faktor internasional
Akibat kegagalan pencapaian MDG’s, Indonesia terdaftar menjadi anggota
SUN Movement.

4. Proses
Pembentukan peraturan daerah ini mengacu pada UU nomor 10 tahun 2004 pasal 1
ayat (1) tentang tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan. Peraturan
perundang-undangan pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik
penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan dan
penyebarluasan.

Di Provinsi Bengkulu diawali dengan penyusunan rancangan/ draft naskah akademik


atau bisa disebut rancangan kebijakan berdasarkan masalah yang ada. Setelah
menyusun draft naskah akademik, kemudian menyelenggarakan diskusi publik untuk
mengevaluasi dfrat tersebut. Selanjutnya Tim penyusun naskah akademik
menyempurnakan dan menetapkan draft akhir naskah akademik untuk diserahkan
kepada pemerintah daerah dan/atau DPRD untuk dibahas yang kemudian disahkan
menjadi peraturan daerah.

Pelaksanaan kebijakan ini idealnya setelah tanggal penetapan, namun baru efektif
dilaksanakan pada tahun 2014. Hal ini terkait dengan penetapan anggaran daerah
untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut. Pelaksanaan kebijakan ini perlu
dimonitor dan dievaluasi berdasarkan indicator- indikator keberhasilan.Evaluasi
pelaksanaan kegiatan-kegiatan tertuang dalam laporan tahunan yaitu laporan
Tahunan 2014 berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Provinsi
Bengkulu dan PSG.
Skema Proses Penyusunan Perda Bengkulu tentang Perbaikan Gizi

Millenium Development Goal’s

 Respon sebagian besar negara berkembang dengan kondisi status


pangan dan gizi yang lambat terhadap pencapaian tujuan MDG’s

Perda Bengkulu Perbaikan Gizi, Oktober 2013

 Menyusun rancangan/ draft naskah akademik atau bisa disebut


rancangan kebijakan lalu menyelenggarakan diskusi publik
 Tim penyusun naskah akademik menyempurnakan dan
menetapkan draft akhir naskah akademik untuk diserahkan
kepada pemerintah daerah dan/atau DPRD untuk dibahas yang
kemudian disahkan menjadi peraturan daerah.
 29 Oktober 2013 menetapkan Perda No. 12 tahun 2013 tentang
Perbaikan Gizi
 Perda Bengkulu ini bertujuan meningkatkan penanganan
masalah gizi dengan berfokus pada seluruh komponen
masyarakat
 Penilaian capaian menggunakan indikator

Pencapaian Bengkulu dalam Perbaikan Gizi

 Pelaksanaan kebijakan ini idealnya setelah tanggal penetapan,


namun baru efektif dilaksanakan pada tahun 2014
 Evaluasi menggunakanlaporan tahunan dan berdasarkan Hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan PSG Tahun 2015.

Gambar 2.Proses Penyusunan Perda Bengkulu tentang Perbaikan Gizi


Peraturan Daerah (Perda) Bengkulu no 12 tahun 2013 ini disusun dengan mengingat
beberapa peraturan kebijakan sebelumnya, yaitu :
a. Pasal 18 ayat (6) UUD Negara Republik tahun 1945
b. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang pembentukan Provinsi Bengkulu
c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
d. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Undang-
Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004
e. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
f. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
g. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan
h. Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
i. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota.
j. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu
Eksklusif
B. Analisis Kebijakan

Perbaikan gizi dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan sumber daya
manusia yang sehat, cerdas, dan produktif dengan mencapai status gizi yang optimal.Selain
itu gizi yang baik merupakan hak setiap manusia yang dapat mempengaruhi tingkat
kehidupan dan kesejahteraan. Masalah gizi masih banyak terjadi di Provinsi Bengkulu
sehingga dibutuhkan upaya perbaikan gizi yang selanjutnya tertuang dalam Peraturan Daerah
Provinsi Bengkulu Nomor 12 Tahun 2013 tentang Perbaikan Gizi sebagai landasan bagi
pemerintah dan masyarakat dalam pelaksaanaan upaya perbaikan gizi. Peraturan daerah
mengenai perbaikan gizi ini merupakan upaya daerah untuk dapat berkomitmen
meningkatkan status gizi perorangan dan masyarakat di provinsi Bengkulu dengan berbagai
strategi serta melibatkan berbagai pihak dimulai dari pemerintah, para ahli, lintas sektor
hingga peran masyarakat.
Peraturan daerah Nomor 12 Tahun 2013 menjelaskan beberapa pasal mengenai
upaya-upaya perbaikan gizi yang akan diimplementasikan di Provinsi Bengkulu. Dalam
pasal-pasal yang terdapat dalam peraturan ini belum terlihat adanya ketegasan siapa saja yang
dapat terlibat dalam setiap upaya yang tercantum dalam pasal yang dituliskan.Pada pasal 9
dijelaskan mengenai adanya kegiatan surveilans gizi yang dilakukan tenaga gizi terlatih di
Dinas dan menjadi tanggung jawab Dinas. Selain dapat melibatkan tenaga gizi yang terlatih
kegiatan surveilans ini dapat pula melibatkan kerjasama dengan para ahli lainnya seperti para
ahli epidemiologi. Selanjutnya pada pasal 13 dijelaskan mengenai pengawasan mutu
makanan dan keamanan pangan dimana program perbaikan gizi ini mengupayakan
peningkatan mutu dari produk-produk makanan yang dihasilkan baik oleh sektor industri
maupun masyarakat dan upaya perlindungan masyarakat dari bahan makanan yang
membahayakan kesehatan. Namun hal ini juga tidak diikuti dengan pihak yang dapat terlibat
baik dalam hal pengelolaan dan pengawasan mutu keamanan pangan tersebut, seperti dapat
melibatkan Badan POM dan pihak dinas kesehatan khususnya yang terkait bidang farmasi
dan makanan baik dalam tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota yang dapat
mengontrol peredaran makanan yang aman, perizinan peredaran makanan dan pengawasan.
Pada pasal 17 mengenai sistem kewaspadaan pangan yang seharusnya dapat melibatkan lintas
sektor seperti sektor pertanian dan sektor perhubungan.
Pada strategi-strategi perbaikan gizi yang tercantum dalam pasal-pasal peraturan
daerah ini sebaiknya disesuaikan dengan keadaan atau kondisi di berbagai wilayah di
Bengkulu.Sehingga sebaiknya adanya peraturan ini dapat diikuti dengan adanya kebijakan
lainnya baik peraturan dari pusat maupun dari daerah yang dapat mempertegas jalannya
strategi yang tertuang dalam peraturan perbaikan gizi ini.Seperti adanya perbaikan gizi mikro
dan makro, perbaikan gizi klinik dan institusi, revitalisasi posyandu serta pelatihan dan
penyuluhan gizi yang membutuhkan adanya peran fasilitas kesehatan, sumber daya manusia
yang cukup dan berkualitas, pemberdayaan peran serta masyarakat serta dukungan anggaran.
Sehingga dibutuhkan adanya kebijakan mengenai penyediaan fasilitas kesehatan dan jumlah
Sumber Daya Manusia yang memadai untuk setiap daerah serta sumber dana dan sistem
birokrasi yang jelas.
Pada Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu nomor 12 tahun 2013 ini tidak dijelaskan
mengenai berapa jangka waktu pelaksanaan dan target yang seharusnya dicapai melalui
kebijakan ini sehingga peraturan ini kurang dapat digunakan untuk mengetahui indikator
keberhasilan yang dapat dicapai. Sebaiknya dalam peraturan ini lebih dijelaskan mengenai
jangka waktu program dan target yang diharapkan serta bagaimana strategi yang dapat
dilakukan apabila target tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan. Pada Bab XI pasal 29
dijelaskan mengenai sumber anggaran.Dalam hal anggaran sebaiknya dapat diciptakan
adanya sistem penggangaran yang bersifat transparan dan sesuai kebutuhan. Sehingga,
diperlukan dukungan regulasi dan pendanaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah. Selain itu, sumber anggaran juga dapat melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) yang ada untuk dapat membantu upaya percepatan perbaikan gizi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Perbaikan Gizi tidak hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah tetapi juga dinas
kesehatan, lintas sektor lainnya dan menjadi tanggung jawab bersama masyarakat.
2. Perda nomor 12 tahun 2013 menjelaskan beberapa pasal yang menjelaskan mengenai
Perbaikan Gizi, namun ketentuan pasal tersebut belum tertuang secara jelas. Diperlukan
lembaran daerah provinsi Bengkulu yang rinci dan menjelaskan ketentuan-ketentuan
tersebutseperti pada pasal 12 mengenai penanganan gizi darurat, dan pasal 28 mengenai
bentuk koordinasi lintas sektor.
3. Dalam pelaksanaan kebijakan Perbaikan Gizi masih ada kendala dalam ketidakjelasan
ketentuan/target pencapaian,skema advokasi dan sinergisme untuk mensukseskan
pelaksanaan kebijakan ini sehingga kebijakan ini masih belum optimal.
4. Dalam pelaksanaan kebijakan perbaikan gizi di Bengkulu tergantung oleh rasio tenaga
kesehatan pertisipasi masyarakat, dan pembiayaan.

B. Saran

1. Dalam pelaksanaannya diharapkan kerjasama dan komitmen dalam melaksanakan kebijakan


Perbaikan Gizi di Provinsi Bengkulu.
2. Pada pasal-pasal yang masih kurang sesuai sebaiknya lebih dijelaskan dan diatur mengenai
bentuk ketentuan yang berlaku (pasal 12 dan 28).
3. Peraturankebijakan ini sebaiknya lebih menjelaskan mengenai jangka waktu program dan
target yang diharapkan serta perlu adanya peningkatan sosialisasi dan advokasi lintas sektor
dalam pelaksanaannya sehingga dapat mencapai tujuan diharapkan dengan ditetapkannya
peraturan kebijakan ini.
RADPG (RENCANA AKSI DAERAH PANGAN DAN GIZI)
RADPG meliputi kebijakan startegi, program, dan kegiatan yang akan dilakukan dalam perbaikan pangan
dan gizi untuk mewujudkan ketahanan pangan dan meningkatkan status gizi masyarakat , yang tercermin
pada tercukupinya kebutuhan pangan baik jumlah , keamanan, dan kualitas gizi yang seimbang
ditingkat rumah tangga.
Menindaklanjuti hal tersebut maka tahun 2013 akan diadakan kegiatan monitoring dan evaluasi pangan
dan gizi terpadu. Agar terjalinny kesamaan persepsi mengenai peningkatan pangan dan gizi antar sector
tingkat provinsi Bengkulu.
Maksud dan Tujuan MONEV :
1. Sampai sejauh mana sinergisitas program antara kabupaten/ kota dan propinsi dalam penanganan
maupun perkembangan situasi pangan dan gizi di setiap daerah.
2. Dengan telah diterbitkan RADPG sampai sejauh mana implementasi program yang dilaksanakan
sesuai dengan yang diharapkan dalam RADPG.
3. Untuk perbaikan program penanganan pangan dan gizi dimasa yang akan datang.
4. Untuk meningkatkan koordinasi dan komitmen dalam penanganan pangan dan gizi secara terpadu

Bahan diatas dapustnya dari


http://www.bappeda.bengkuluprov.go.id/download/buletin%204%20th%202013.pdf

Dalam rangka mengetahui kemajuan pelaksanaan, hambatan, tantangan, serta mendapatkan masukan
terhadap pelaksanaan Rencana Aksi Daerah Perbaikan Gizi (RAD-PG) di setiap provinsi, dilaksanakan
pertemuan Workshop Monitoring dan Evaluasi RAD-PG Provinsi untuk Regional Barat Tahun 2013 dan
Tahun 2014 (bulan berjalan).
Tambahan catatan : jadi monevnya perda bisa lewat bulletin triwulan Bappeda Proponsi Bengkulu,
laporan tahunan di Dinkes Bengkulu, PSG, riskesdas,
Bhn diatas dar 01 Juli 2014.Workshop Monitoring dan Evaluasi RAD-PG Provinsi Regional Barat
http://kgm.bappenas.go.id/index.php?hal=fi1&keyIdHead=42

Pelaksanaan RAD-PG memiliki dasar hukum yang kuat yang terdapat dalam UU No.36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, UU No.18 Tahun 2013 tentang Pangan, dan UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang
RPJP 2005-2025, Perpres No. 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014, Inpres Nomor 3 Tahun 2010,
dan Perpres No. 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi.

RAD-PG disusun melalui pendekatan lima pilar pembangunan pangan dan gizi yang meliputi:
1) Perbaikan gizi masyarakat, terutama pada ibu pra-hamil, ibu hamil, dan anak.
2) Peningkatan aksesibilitas pangan yang beragam.
3) Peningkatan pengawasan mutu dan keamanan pangan.
4) Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
5) Penguatan kelembagaan pangan dan gizi.
Dari pemaparan tiap provinsi terhadap pencapaian pilar RAD-PG, terdapat beberapa cakupan yang
belum tercapai seperti kunjungan balita ke posyandu dan PPH. Akan tetapi, provinsi belum menunjukkan
upaya-upaya yang konkrit dan terukur dalam mengatasi masalah tersebut.
Umumnya anggaran untuk mendukung pembangunan pangan dan gizi sudah tersedia di SKPD terkait
melalui alokasi anggaran APBD dan APBN. Akan tetapi, pelaksanaan RAD-PG belum sepenuhnya
dilakukan secara terintegrasi dan mengikutsertakan sektor-sektor terkait. Koordinasi di antara SKPD
dengan kabupaten/kota umumnya masih lemah. Faktor penyebab utamanya adalah belum samanya
pandangan terhadap pentingnya perbaikan pangan dan gizi sebagai sentral dari upaya peningkatan SDM
di masa depan.
Untuk perbaikan ke depannya, provinsi perlu melakukan advokasi dan sosialisasi ke kabupaten/kota dan
melakukan koordinasi dengan Bappeda. Selain itu, juga diperlukan penguatan pelaksanaan upaya
kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) melalui desa dan kelurahan siaga aktif termasuk Posyandu dan
Poskesdes.
Dapust bahan diatas http://kgm.bappenas.go.id/index.php?hal=fi1&keyIdHead=42

Rapat Akhir Monev Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi Provinsi Bengkulu
7 Desember 2013 | 09:42 WIB (Balai Besar/Balai POM » Bengkulu )
http://www.pom.go.id/new/index.php/view/berita/4985/Rapat-Akhir-Monev-Rencana-Aksi-Daerah-
Pangan-dan-Gizi-Provinsi-Bengkulu.html
Pada tanggal 4 Desember 2013, dilaksanakan Rapat Akhir Monitoring dan Evaluasi Program Pangan dan
Gizi Terpadu yang diikuti oleh SKPD terkait Provinsi dan kabupaten/ kota. Acara dibuka oleh Dra.
Martina MPD Kabid Ekonomi Bapeda Propinsi Bengkulu. Dalam sambutannya Kepala Bappeda Provinsi
Bengkulu menyampaikan bahwa pelaksanaan kegiatan setiap SKPD yang terkaid langsung dengan
RAD-PG adalah kegiatan yang diusulkan oleh masing- masing RAD-PG sesuai dengan tugas masing
masing POKJA yang telah ditetapkan.
Dari Pemaparan masing-masing POKJA terlihat sudah berjalan kegiatan RAD-PG oleh masing- masing
POKJA namun belum ada koordinasi dan masih berjalan sendiri- sendiri, setelah pemaparan dilanjutkan
dengan diskusi dan evaluasi. Kesimpulan akhir Evaluasi Kepala Bappeda menyampaikan perlunya
pemahaman tentang program RAD-PG Propinsi Bengkulu dan berharap semua SKPD terkait agar
memahami Buku Panduan RAD- PG sehingga kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar dan sinergis
sehingga MDGs untuk propinsi Bengkulu dapat tercapai.

Latar belakang melakukan upaya scenario masa depan


Perda Bengkulu tentang perbaikan gizi dibuat sebagai bentuk implementasi dari adanya Perpres No. 42
Tahun 2013. Namun pelaksanaanya di daerah masih mengalami banyak kendala. Sehingga diperlukan
dukungan regulasi dan pendanaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mendorong
percepatan perbaikan gizi. Di Bengkulu sudah dilakukan upaya percepatan perbaikan gizi melalui RAD-
PG. dimana RAD-PG memiliki keterkaitan antar program dalam implementasi Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi melalui RAN-PG. Akan tetapi pelaksanaan RAD-PG belum sampai
memberikan dampak. Untuk ke depannya, diperlukan pendampingan kepada daerah untuk program
spesifik maupun sensitif. Selain itu, juga diperlukan adanya enforcement serta sanksi yang jelas terkait
pelaksanaan juknis dan juklak dari RAD-PG. Implementasi RAD-PG yang masih belum merata di
beberapa daerah di Bengkulu yang mengalami pemekaran dan masih terkendala di sosialisasi dan
adovkasi. Sehingga perlu peningkatan advokasi dan sosialisasi pada seluruh stakeholder, setiap level
pemerintahan, dan juga masyarakat untuk meningkatkan intensitas, kualitas, dan capaian gerakan.
Selain itu, bulletin online perlu disusun dan dipublikasikan untuk mensosialisasikan gerakan ini.
Dapust bahan diatas:
Berita tentang Self-Assesment Workshop Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) tanggal 11
Agustus 2014. Downdload from http://kgm.bappenas.go.id/index.php?hal=fi1&keyIdHead=43 by FY.

Rencana masa depan

Otonomi daerah membawa perubahan yang signifikan yaitu adanya pergeseran paradigma dari
sentralistik ke desentralistik, dari top down ke bottom up, dari keseragaman menjadi keberagaman, dari
budaya petunjuk menjadi budaya prakarsa dan memberi kewenangan yang besar kepada daerah untuk
menentukan arah kebijakan pembangunan di daerah, yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Kewenangan Pemerintah Daerah tersebut dijamin dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang diikuti oleh Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Seiring dengan berkembangnya dinamisasi pembangunan di
daerah, Undang-undang tersebut disempurnakan menjadi dan diikuti Undang-undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
Efektivitas dan efisiensi pelaksanaan otonomi daerah membutuhkan system pemerintahan yang baik
(good governance) yang selalu mengedepankan prinsipprinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparan,
pelayanan prima, demokrasi, efisien, efektif, penegakan supremasi hukum dan dapat diterima oleh
seluruh lapisan masyarakat. Hal demikian penting sebagai bentuk percepatan pembangunan sehingga
manfaat yang ditimbulkan dari pelaksanaan pembangunan di daerah dapat menyentuh segala aspek
yang berkenaan langsung dengan pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Dalam rangka akselerasi pembangunan yang partisipatif dan berkelanjutan diawali dengan disusunnya
dokumen perencanaan yang sistematis, terarah, terpadu dan tanggap terhadap perubahan, kemudian
diikuti penganggaran yang mengutamakan efektivitas dan efisiensi, dan diterjemahkan dalam
pelaksanaan pembangunan mengedepankan profesionalitas dengan diiringi pengawasan dan
pengendalian.
Perencanaan pembangunan daerah harus tetap memperhatikan dan mempedomani dokumen
perencanaan pembangunan baik itu di tingkat pusat maupun daerah lainnya. Hal ini sebagaimana
diamanatkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 yang menyebutkan bahwa sistem perencanaan
pembangunan nasional merupakan satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk
menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang (20 tahunan), jangka menengah (5
tahunan), dan perencanaan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan
masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. Perencanaan pembangunan yang disusun harus dapat
mengakomodir kepentingan semua elemen masyarakat sehingga akan tercapai tujuan yang diinginkan,
yaitu pertumbuhan (growth), pemerataan (equity), dan keberlanjutan pembangunan (sustainable
development).
Pasal 150 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa
pemerintah daerah wajib menyusun Rencana Jangka Panjang Daerah (RPJPD) sebagai acuan kebijakan
pembangunan daerah dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun. RPJPD merupakan suatu dokumen
perencanaan pembangunan jangka panjang daerah yang bersifat makro serta memuat visi, misi dan arah
pembangunan jangka panjang daerah, dimana proses penyusunannya dilakukan secara partisipatif
dengan melibatkan seluruh unsure pelaku pembangunan.
Penyusunan RPJPD mengacu pada RPJP Nasional, RPJPD Provinsi dan memperhatikan seluruh
aspirasi pemangku kepentingan pembangunan melalui penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang). Selanjutnya berkenaan dengan tujuan yang ingin dicapai dengan
pembangunan, kesejahteraan yang semakin tinggi dan semakin adil senantiasa dicita-citakan oleh
semua pihak. Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa setiap pengelola pemerintahan, baik pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah pada dasarnya selalu menetapkan hal tersebut sebagai tujuan akhir
yang ingin diwujudkan.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) sebagaimana disebutkan dalam Undang-
Undang Nomor 25 tahun 2004 serta Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 bahwa RPJPD merupakan
dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 20 (dua puluh) tahun mendatang, yang
selanjutnya akan digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) untuk setiap jangka waktu 5 (lima) tahunan. Dalam rangka memenuhi
amanat peraturan perundangundangan tersebut serta sebagai upaya pengintegrasian perencanaan
pembangunan daerah dengan perencanaan pembangunan nasional maupun daerah lainnya, maka
disusun RPJPD pada masing masing Kabupaten di propinsi Bengkulu untuk periode
tahun 2005-2025.
Proses penyusunan RPJPD terdiri dari 5 (lima) tahap utama yaitu :
Tahap pertama : persiapan penyusunan RPJPD yang meliputi pembentukan tim penyusun, orientasi
mengenai RPJPD, penyusunan agenda kerja tim RPJPD serta pengumpulan data dan informasi.
Tahap kedua : penyusunan rancangan awal RPJPD yang dilakukan melalui dua tahapan yaitu
perumusan rancangan awal dan penyajian rancangan awal RPJPD yang didalamnya dilakukan analisis
terhadap RTRW, penelaahan terhadap RPJPN, analisis gambaran kondisi daerah, isu strategis daerah,
perumusan visi dan misi serta perumusan arah kebijakan. Selain itu juga dilakukan forum konsultasi
publik yang melibatkan tokoh atau wakil berbagai elemen masyarakat, pakar, akademisi, dan para
pemangku kepentingan terhadap draft rancangan awal RPJPD.
Tahap ketiga : Pelaksanaan Musrenbang RPJPD.
Tahap keempat : Penyusunan rancangan akhir RPJPD meliputi : konsultasi rancangan akhir ke Gubernur
Bengkulu, penyempurnaan rancangan akhir RPJPD dan melengkapi sistematika rancangan awal RPJPD
menjadi rancangan akhir.
Tahap kelima: penetapan Perda RPJPD.
Bahan diatas dari Bappeda kabupaten Bengkulu selatan . RPJPD tahun 2005-2025.

Penyusunan RPJMN 2015-2019 melalui beberapa proses yaitu proses politik, proses teknokraktik,
proses partisipatif, dan proses Bottom-Up dan Top-Down. pemaparan tentang inovasi/advokasi
kesehatan ibu, kesehatan bayi baru lahir, dan kesehatan balita. Narasumber yang hadir merupakan
perwakilan dari OMS di berbagai daerah yang melaksanakan program kesehatan ibu, bayi, dan balita.
OMS cukup membantu pemerintah dan berpotensi menjadi mitra pembangunan pemerintah. Namun,
perlu ditingkatkan kapasitas OMS dalam pengembangan jejaring, advokasi berbasis bukti, dan
memperkuat masyarakat melalui dialog. Selain itu, juga diperlukan upaya untuk memastikan
keberlangsungan program pasca pendampingan. Ke depannya, hal ini diharapkan menginisiasi daerah
setempat dan daerah lain dalam meningkatkan akses dan kualitas pelayanan.Tanggapan dan usulan
dalam acara ini akan menjadi bahan masukkan dalam penyempurnaan naskah RPJMN. Selain itu,
program yang dilaksanakan oleh OMS di beberapa provinsi akan menjadi usulan kegiatan dalam
penyusunan Rencana Strategis (Renstra). Oleh karena itu, diperlukan komunikasi dan koordinasi antara
pemerintah dan OMS dalam rangka upaya peningkatan kualitas kesehatan ibu, bayi baru lahir, dan
balita.
Dapust bhn diatas dr FY 17 Februari 2014 - 14:11:57
Dialog Hasil Background Study RPJMN 2015-2019 dengan Pemerintah Daerah dan Masyarakat Sipil
http://kgm.bappenas.go.id/index.php?hal=fi1&keyIdHead=41

Strata 1
Provinsi dengan Prevalensi Pendek pada Anak Balita < 32 persen dan Proporsi Jumlah Penduduk
dengan Rata - rata Asupan Kalori <1.400 Kkal/orang/hari sebesar <14,47 persen.
Provinsi: Kepulauan Riau, Bengkulu, dan Bali
Kebijakan :
Melanjutkan penurunan prevalensi kurang gizi pada ibu dan anak dan mempertahankan tingkat konsumsi
masyarakat, agar berkontribusi terhadap percepatan pencapaian MDGs 1, 4, 5 dan 6.

Strategi :
a. Peningkatan aksesibilitas pangan dengan mengembangkan pemetaan kabupaten dan kota
berdasarkan indikator prevalensi pendek anak balita dan asupan kalori < 1.400 Kkal/orang/hari
untuk prioritas penanganan wilayah.
b. Penguatan kelembagaan pangan dan gizi dengan harmonisasi Rencana Aksi Pangan dan Gizi di
tingkat kabupaten dan kota untuk mencapai target MDGs
c. Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) melalui peningkatan akses informasi dan
edukasi tentang PHBS bidang pangan dan gizi kepada individu, keluarga, dan masyarakat terutama
untuk menanggulangi gizi lebih dan penyakit tidak menular terkait gizi.
d. Peningkatan pengawasan mutu dan keamanan pangan dengan menjaga mutu dan keamanan
pangan termasuk makanan jajanan, produk industri rumah tangga (PIRT), dan air minum.
e. Perbaikan gizi masyarakat dengan mengukur panjang/tinggi badan semua anak baduta setiap 6
bulan selama bulan distribusi kapsul vitamin A.

https://extranet.who.int/nutrition/gina/sites/default/files/IDN%202011%20Rencana%20Aksi%20Nasional%
20Pangan%20dan%20Gizi.pdf

Mengelola secara Strategis


- Penyusunan Strategi dalam Organisasi Perawatan Kesehatan (Bab 14)

Mengantisipasi Masa Depan

- Menciptakan dan Mengelola Masa Depan (Bab 15)

Daftar pustaka

Ringkasan Eksekutif. Data dan informasi Kesehatan Provinsi Bengkulu 2013. (cited 2015 October 1).
Available from URL: http://www.pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/kunjungan-
kerja/old/bengkulu.pdf.

Kajian Awal Naskah Akademik Gizi 2. 2013. Diupload oleh Pekacanggung. (cited 29 Sept 2015).
Available from URL: http://www.academia.edu/5417199/RISKESDAS_2010.
http://dinkes.bengkuluprov.go.id/ver1/index.php/downloads/category/5-lilbang-
infokes?download=25:buku-1-rkd-bengkulu1.

Você também pode gostar