Você está na página 1de 18

I.

Skenario
Nn. B berumur 20 tahun, seorang mahasiswi, datang ke poliklinik dengan keluhan
sembab seluruh tubuh sejak 3 minggu yang lalu, urin berwarna keruh, badan lemah dan
mudah lelah. Pada mulanya sembab timbul pada daerah muka terutama terlihat bangun
tidur lalu diikuti sembab pada tungkai dan kemudian perut yang semakin lama semakin
membesar.
Sejak 6 bulan yang lalu Nn. B mengeluh sering lesu, demam yang tidak terlalu tinggi
yang hilang timbul dan nyeri sendi terutama pada jari tangan dan kaki. Nn. B sering
berobat ke puskesmas bila demam atau nyeri sendi timbul. Nn. B juga mengeluhkan
rambut sering rontok, sariawan yang sering timbul di langit mulut yang tidak nyeri. Nn. B
merasakan adanya bercak kemerahan pada kedua pipi dan bila terpapar sinar matahari
bercak tersebut menjadi lebih merah. Nn. B mengatakan tidak ada anggota keluarganya
yang menderita penyakit yang sama seperti yang dialaminya saat ini.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: sakit sedang, tekanan darah: 120/80 mmHg, sensorium: kompos mentis,
frekuensi nafas: 20 x/menit, frekuensi nadi: 92 x/menit, suhu: 37,3oC.
Keadaan spesifik
Kepala: alopesia (+), Konjungtiva palpebra pucat (+), Sklera ikterik (-), muka: malar rash
(+), edema palpebra, mulut: ulserasi pada palatum, jantung/paru: dalam batas normal.
Abdomen: asites, edema tungkai, kedua telapak tangan dan kaki terlihat kemerahan.
Pemeriksaan laboratorium
Hb: 7,9 gr/dl, RBC: 3,9x106/mm3, leukosit: 5000/mm3, trombosit: 98000/mm3, hitung
jenis: 0/0/2/51/36/11, hematokrit 23 vol %, retikulosit: 1 %, LED: 105 mm/jam.
Urin rutin: epitel (+), leukosit: 3-5/LPB, eritrosit: 2-4/LPB, silinder (++), Kristal (-),
protein (+++), glukosa (-), nitrit (-), bilirubin (+), urobilinogen (+).
Kimia darah: GDS: 102 mg/dl, ureum: 28 mg/dl, creatinin: 0,9 mg/dl, protein: total total:
4,5 mg/dl, albumin 1,5 mg/dl, globulin 4,8 mg/dl, kolestrol: total 247 mg/dl, trigliserida
203 mg/dl, HDL kolestrol 23 mg/dl, LDL kolestrol 195 mg/dl, Na 147 mmol/L, Kalium
3,5 mmol/L, Ca 9,6 mmol/L, ANA: >1:1000, dsDNA: 532,5 IU/ml (nilai normal: 0-200
IU/ml), C3: 50, C4: 5, urine esbach: 3,8 g/dl, sel LE: (+).
Rontgen foto thoraks: dalam batas normal
Pemeriksaan EKG: dalam batas normal

II. Klarifikasi Istilah

5
No Istilah Definisi
1 Sembab (edem anasarca) adanya pembengkakan pada seluruh tubuh baik
seluruh tubuh di kaki, tangan, wajah, dan bagian tubuh lainnya akibat retensi
garam dan air.
2 Urin keruh Urin yang tidah jernih di karenakan adanya kandungan protein
pada urin tersebut (proteinuria).
3 Sariawan (stomatitis) peradangan umum pada mukosa mulut.
4 Bercak (butterfly rash) Kondisi kulit berupa kemerahan dari tulang pipi
kemerahan hingga ke batang hidung, kemerahan ini biasanya datar atau
pada pipi terkadang agak meninggi, biasanya tidak sakit tapi bisa terasa
(malar rash) gatal dan terkadang terasa panas.
5 Alopesia Kebotakan, tidak adanya rambut pada kulit tempatnya biasa
tumbuh.
6 Ulserasi pada Defek local atau ekskavasi permukaan jaringan langit-langit
palatum mulut akibat pengelupasan jaringan radang nekrotik.
7 Acites Acites merupakan kumpulan cairan di dalam rongga perut.
8 Silinder pada Massa dalam urin yang berbentuk silinder terbentuk di tubulus
endapan urin ginjal.
9 Kristal pada Meliputi kalsium oksalat, asam urat, amorf, triple fosfat. Adanya
endapan urin Kristal menunjukan peningkatan asam urat dan asam amino.
10 Urobilinogen Zat yang di produksi setelah bakteri system pencernaan mengurai
billirubin.
11 Globulin Merupakan bagian dari protein yang tidak larut dalam air tapi
larut dalam saline.
12 ANA (Anti nuclear antibody) test digunakan untuk mengukur kadar
dan pola aktivitas antibody pada darah yang melawan tubuh
(antibody)
13 Anti-dsDNA (Anti-double stranded DNA antibody) untuk mengidentifikasi
auto antibody dsDNA dalam darah yang di rekomendasikan bila
seseorang memeliki hasil pemeriksaan ANA positif dengan tanda
dan gejala berkaitan dengan penyakit lupus

III. Identifikasi Masalah

6
Fakta Masalah Concern
Nn. B berumur 20 tahun, seorang mahasiswi, datang ke V ****
poliklinik dengan keluhan sembab seluruh tubuh sejak 3
minggu yang lalu, urin berwarna keruh, badan lemah dan
mudah lelah. Pada mulanya sembab timbul pada daerah muka
terutama terlihat bangun tidur lalu diikuti sembab pada
tungkai dan kemudian perut yang semakin lama semakin
membesar.
Sejak 6 bulan yang lalu Nn. B mengeluh sering lesu, demam V ***
yang tidak terlalu tinggi yang hilang timbul dan nyeri sendi
terutama pada jari tangan dan kaki. Nn. B sering berobat ke
puskesmas bila demam atau nyeri sendi timbul.
Nn. B juga mengeluhkan rambut sering rontok, sariawan yang V ***
sering timbul di langit mulut yang tidak nyeri. Nn. B
merasakan adanya bercak kemerahan pada kedua pipi dan bila
terpapar sinar matahari bercak tersebut menjadi lebih merah.
Nn. B mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang Informasi
menderita penyakit yang sama seperti yang dialaminya saat tambahan
ini.
Pemeriksaan fisik Penunjang
Keadaan umum: sakit sedang, tekanan darah: 120/80 mmHg, diagnosis
sensorium: kompos mentis, frekuensi nafas: 20 x/menit,
frekuensi nadi: 92 x/menit, suhu: 37,3oC.
Keadaan spesifik
Kepala: alopesia (+), Konjungtiva palpebra pucat (+), Sklera
ikterik (-), muka: malar rash (+), edema palpebra, mulut:
ulserasi pada palatum, jantung/paru: dalam batas normal.
Abdomen: asites, edema tungkai, kedua telapak tangan dan
kaki terlihat kemerahan.
Pemeriksaan laboratorium Penunjang
Hb: 7,9 gr/dl, RBC: 3,9x106/mm3, leukosit: 5000/mm3, diagnosis
trombosit: 98000/mm3, hitung jenis: 0/0/2/51/36/11,
hematokrit 23 vol %, retikulosit: 1 %, LED: 105 mm/jam.
Urin rutin: epitel (+), leukosit: 3-5/LPB, eritrosit: 2-4/LPB, Penunjang

7
silinder (++), Kristal (-), protein (+++), glukosa (-), nitrit (-), diagnosis
bilirubin (+), urobilinogen (+).
Kimia darah: GDS: 102 mg/dl, ureum: 28 mg/dl, creatinin: 0,9 Penunjang
mg/dl, protein: total total: 4,5 mg/dl, albumin 1,5 mg/dl, diagnosis
globulin 4,8 mg/dl, kolestrol: total 247 mg/dl, trigliserida 203
mg/dl, HDL kolestrol 23 mg/dl, LDL kolestrol 195 mg/dl, Na
147 mmol/L, Kalium 3,5 mmol/L, Ca 9,6 mmol/L, ANA:
>1:1000, dsDNA: 532,5 IU/ml (nilai normal: 0-200 IU/ml),
C3: 50, C4: 5, urine esbach: 3,8 g/dl, sel LE: (+).
Rontgen foto thoraks: dalam batas normal Penunjang
Pemeriksaan EKG: dalam batas normal diagnosis

IV. Analisis Masalah


1. Ny B berumur 20 tahun, seorang mahasiswi, datang ke poliklinik dengan keluhan sembab
seluruh tubuh sejak 3 minggu yang lalu, urin berwarna keruh, badan lemah dan mudah
lelah. Pada mulanya sembab timbul pada daerah muka terutama terlihat bangun tidur lalu
di ikuti sembab pada tungkai dan kemudian perut yang semakin lama semakin membesar.
a. Bagaimana hubungan umur, jenis kelamin, dan pekerjaan dengan keluhan tersebut?
b. Bagaimana etiologi dan mekanisme sembab seluruh tubuh terkait kasus?
c. Bagaimana etiologi dan mekanisme urin berwarna keruh terkait kasus?
d. Bagaimana etiologi dan mekanisme badan lemah dan mudah lelah terkait
kasus?
Secara umum, penyebab dari badan lemah dan mudah lelah adalah akibat dari
terjadinya anemia yang merupakan manifestasi klinis dan komplikasi dari SLE.
Mekanisme dari terjadinya anemia berbeda berdasarkan jenis anemia yang dialami.
Kemungkinan besar anemia yang dialami besar adalah Anemia Penyakit Kronis dan
Anemia Hemolitik Autoimun. Pada SLE, jenis anemia yang kerap ditemukan adalah
anemia penyakit kronik, anemia defisiensi besi, anemia hemolitik autoimun, dan anemia
karena penyakit ginjal kronik. Anemia penyakit kronik adalah jenis yang paling banyak
dijumpai pada pasien lupus.
Pada penderita lupus, terutama lupus nefritis, terjadi inflitrasi sel makrofag ke
jaringan interstisial ginjal. Leukosit-leukosit ini akan menghasilkan sitokin-sitokin
inflamasi seperti IL-1, TNF-α, IFN- α, IFN-β, dan TGF-β. Sitokin-sitokin tersebut
memiliki efek inhibisi terhadap produksi eritropoetin oleh ginjal. Sitokin inflamasi juga
8
menyebabkan resistensi primer pada sel progenitor hematopoesis terhadap mekanisme
aksi eritropoetin. Eritropoiesis yang terhambat mengakibatkan produksi eritrosit
menurun sehingga transportasi oksigen berkurang. Trasnportasi okosigen yang
berkurang mengakibatkan proses fosforilasi oksidatif menurun sehingga pembentukkan
ATP berkurang yang mengakibatkan terjadinya badan yang lemah dan mudah lelah.
Selain mekanisme di atas, Schett, et.al juga menyebutkan kemungkinan
keterlibatan autoantibodi eritropoetin (anti-EPO) terhadap defisiensi eritropoetin. Hal ini
dibuktikan dengan penelitian yang menyebutkan sekitar 21% pasien SLE dengan anemia
terdeteksi memiliki anti-EPO.

Mekanisme lainnya akibat Anemia Hemolitik Autoimun:


SLE  proses autoimun  autoimunitas terhadap eritrosit  destruksi eritrosit intravaskular
meningkat  Anemia Hemolitik Autoimun (didukung oleh tes coomb positif dan
Normokrom normositer)  transpor oksigen oleh hemoglobin berkurang  proses fosforilasi
oksidatif menurun pembentukan ATP berkurang  badan lemah dan mudah lelah

e. Bagaimana etiologi dan mekanisme perut membesar terkait kasus?


f. Mengapa sembab timbul pada daerah muka terlebih dahulu baru kemudian turun ke
tungkai?

2. Sejak 6 bulan yang lalu Nn. B mengeluh sering lesu, demam yang tidak terlalu tinggi
yang hilang timbul dan nyeri sendi terutama pada jari tangan dan kaki. Nn. B sering
berobat ke puskesmas bila demam atau nyeri sendi timbul.
a. Bagaimana etiologi dan mekanisme demam terkait kasus?
b. Bagaimana etiologi dan mekanisme nyeri sendi hilang timbul pada sendi jari tangan
dan kaki terkait kasus?
c. Bagaimana hubungan keluhan 6 bulan yang lalu dengan keluhan 3 minggu yang lalu?
d. Bagaimana makna klinis Nn. B sering berobat ke puskesmas?

Makna klinisnya adalah keluhan Nn. B sering kambuh dan tidak ada perbaikan sempurna. Hal ini
mengindikasikan bahwa etiologi penyakit Nn. B bisa karena infeksi HIV yang menyebabkan tubuh
mudah terkena penyakit ataupun dikarenakan penyakit autoimun seperti SLE, yang juga memiliki 2
gejala klinis berupa adanya demam hilang timbul yang tidak terlalu tinggi, dan adanya nyeri pada
sendi-sendi jari tangan dan kaki.

9
3. Nn. B juga mengeluhkan rambut sering rontok, sariawan yang sering timbul di langit
mulut yang tidak nyeri. Nn. B merasakan adanya bercak kemerahan pada kedua pipi dan
bila terpapar sinar matahari bercak tersebut menjadi lebih merah.
a. Bagaimana etiologi dan mekanisme rambut sering rontok terkait kasus?
b. Bagaimana etiologi dan mekanisme sariawan yang sering timbul dan tidak nyeri
terkait kasus?
c. Bagaimana etiologi dan mekanisme bercak kemerahan pada kedua pipi terkait kasus?
d. Mengapa bercak merah pada pipi semakin memerah jika terkena sinar matahari?

4. Nn. B mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang menderita penyakit yang sama
seperti yang dialaminya saat ini.
a. Apa makna klinis tidak adanya riwayat keluarga menderita penyakit yang sama?

5. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: sakit sedang, tekanan darah: 120/80 mmHg, sensorium: kompos mentis,
frekuensi nafas: 20 x/menit, frekuensi nadi: 92 x/menit, suhu: 37,3oC.
Keadaan spesifik
Kepala: alopesia (+), Kongjungtiva palpebra pucat (+), Sklera ikterik (-), muka: malar
rash (+), edema palpebra, mulut: ulserasi pada palatum, jantung/paru: dalam batas
normal. Abdomen: asites, edema tungkai, kedua telapak tangan dan kaki terlihat
kemerahan.
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan keadaan umum dan spesifik?
b. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan spesifik?

6. Pemeriksaan laboratorium
Hb: 7,9 gr/dl, RBC: 3,9x106/mm3, leukosit: 5000/mm3, trombosit: 98000/mm3, hitung
jenis: 0/0/2/51/36/11, hematokrit 23 vol %, retikulosit: 1 %, LED: 105 mm/jam.
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium?

Nama
No Hasil Nilai Normal Interpretasi
pemeriksaan
1 Hemoglobin (Hb) 7,9 gr/dl 12.0 Menurun
2 Eritrosit (RBC) 3,9x106/mm3 4,5-5,5 x 106/mm3 Menurun

10
3 Leukosit 5000/mm3 5-10 x 103/mm3 Normal
4 Trombosit 98000/mm3 150-400 x 103/mm3 Trombositopenia
Basofil : 0 – 1 (%)
Eosinofil: 1 – 3 (%)
Eosinofil menurun.
Batang : 2 – 6 (%)
5 Hitung Jenis 0/0/2/51/36/11 Monosit meningkat.
Segmen : 50 – 70 (%)
Limfosit : 20 – 40 (%)
Monosit : 2 – 8 (%)
6 Hematokrit 23 vol % 45-55 vol% Menurun
7 Retikulosit 1% 0,5-1,5% Normal
8 LED 105 mm/jam <10 mm/jam Meningkat

b. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan laboratorium?

7. Urin rutin: epitel (+), leukosit: 3-5/LPB, eritrosit: 2-4/LPB, silinder (++), Kristal (-),
protein (+++), glukosa (-), nitrit (-), bilirubin (+), urobilinogen (+).
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium?

Jenis Interpretasi
No. Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Urin
1 Epitel (+) 5-15/Lpk Normal
2 Leukosit 3-5/Lpb 0-5/Lpb Normal

Karna terjadi kerusakan kapiler


3 Eritrosit 2-4/Lpb 0-1/Lpb
glomerulus

Kerusakan glomerulus 
4 Silinder (++) (-) peningkatan permeabilitas 
silinderuria
5 Kristal (-) (-) Normal
Autoantibodi berikatan dengan
autoantigen  kompleks imun
6 Protein (+++) (-)
 aktivasi komplemen 
mengendap di membrana basalis

11
glomeruli  terjadi kemotaksis
(pemanggilan sel-sel radang ke
tempat infeksi)  peradangan
pada glomeruli  perforasi 
protein keluar  proteinuria.
7 Glukosa (-) (-) Normal
8 Nitrit (-) (-) Normal
Peningkatan kadar bilirubin
9 Bilirubin (+) (-) direct akibat proses hemolisis
bilirubinuria
10 Urobilinogen (+) (+) Normal

b. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan laboratorium?


c. Bagaimana gambaran urin rutin?

8. Kimia darah: GDS: 102 mg/dl, ureum: 28 mg/dl, creatinin: 0,9 mg/dl, protein: total total:
4,5 mg/dl, albumin 1,5 mg/dl, globulin 4,8 mg/dl, kolestrol: total 247 mg/dl, trigliserida
203 mg/dl, HDL kolestrol 23 mg/dl, LDL kolestrol 195 mg/dl, Na 147 mmol/L, Kalium
3,5 mmol/L, Ca 9,6 mmol/L, ANA: >1:1000, dsDNA: 532,5 IU/ml (nilai normal: 0-200
IU/ml), C3: 50, C4: 5, urine esbach: 3,8 g/dl, sel LE: (+).
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium
b. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan laboratorium?
c. Apa indikasi dilakukannya pemeriksaan tersebut?

9. Rontgen foto thoraks: dalam batas normal


Pemeriksaan EKG: dalam batas normal
a. Apa makna klinis dari pemeriksaan rontgen dan EKG dalam batas normal?

V. Hipotesis
Ny. B 20 tahun, menderita systemic lupus erythematous (SLE).
VI. Template
1. DD
2. How to diagnose

12
Batasan operasional diagnosis SLE yang dipakai dalam rekomendasi ini diartikan sebagai
terpenuhinya minimum kriteria (definitif) atau banyak kriteria terpenuhi (klasik) yang mengacu pada
kriteria dari American College of Rheumatology (ACR) revisi tahun 1997. Namun, mengingat
dinamisnya keluhan dan tanda LES dan pada kondisi tertentu seperti lupus nefritis, neuropskiatrik
lupus, maka dapat saja kriteria tersebut belum terpenuhi. LES pada tahap awal, seringkali
bermanifestasi sebagai penyakit lain misalnya artritis reumatoid, glomerulonefritis, anemia,
dermatitis dan sebagainya.

Diagnosis LES, dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan laboratorium. American
College of Rheumatology (ACR), pada tahun 1997, mengajukan 11 kriteria untuk klasifikasi LES,
dimana apabila didapatkan 4 kriteria, diagnosis LES dapat ditegakkan.

Kriteria tersebut adalah :


Tabel 2. Kriteria diagnosis ACR
Kriteria Batasan
Ruam malar Eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada
daerah malar dan cenderung tidak melibatkan lipat
nasolabial.

Ruam diskoid Plak eritema menonjol dengan keratotik dan


sumbatan folikular. Pada LES lanjut dapat
ditemukan parut atrofik.

Fotosensitivitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal


terhadap sinar matahari, baik dari anamnesis pasien
atau yang dilihat oleh dokter pemeriksa.

Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri


dan dilihat oleh dokter pemeriksa.

Artritis Artritis non erosif yang melibatkan dua atau lebih


sendi perifer, ditandai nyeri tekan, bengkak atau
efusia.
Serositis
Pleuritis a. Riwayat nyeri pleuritik atau pleuritic friction rub

13
yang didengar oleh dokter pemeriksa atau terdapat
bukti efusi pleura. Atau
Perikarditis b. Terbukti dengan rekaman EKG atau pericardial
friction rub atau terdapat bukti efusi pericardium

Gangguan renal a. Proteinuria menetap >0.5 gram per hari atau >3+
bila tidak dilakukan pemeriksaan kuantitatif. Atau
b. Silinder seluler : dapat berupa silinder
eritrosit, hemoglobin, granular, tubular
atau campuran

Gangguan neurologi a. Kejang yang bukan disebabkan oleh obat-obatan


atau gangguan metabolik (misalnya uremia,
ketoasidosis, atau ketidakseimbangan elektrolit).
Atau
b. Psikosis yang bukan disebabkan oleh obat-obatan
atau gangguan metabolik (misalnya uremia,
ketoasidosis, atau ketidakseimbangan elektrolit).

Gangguan hematologi a. Anemia hemolitik dengan retikulosis. Atau


b. Lekopenia <4.000/mm³ pada dua kali
pemeriksaan atau lebih. Atau
c. Limfopenia <1.500/mm³ pada da kali
pemeriksaan atau lebih. Atau
d. Trombositopenia <100.000/mm³ tanpa
disebabkan oleh obat-obatan .

Gangguan imunologi a. Anti-DNA : antibodi terhadap native DNA dengan


titer yang abnormal. Atau
b. Anti-Sm : terdapatnya antibodi terhadap
antigen nuklear Sm. Atau
c. Temuan positif terhadap antibodi
antifosolipid yang didasarkan atas :
1) Kadar serum antibodi antikardiolipin

14
abnormal baik IgG atau IgM,
2) Tes lupus antikoagulan positif
menggunakan metoda standard, atau
3) hasil tes serologi positif palsu
terhadap sifilis sekurang-kurangnya
selama 6 bulan dan dikonfirmasi
dengan tes imobilisasi Treponema
pallidum atau tes fluoresensi absorpsi
antibodi treponema

Antibodi antinuklear positif (ANA) Titer abnormal dari antibodi anti-nuklear


berdasarkan pemeriksaan imunofluoresensi atau
pemeriksaan setingkat pada setiap kurun waktu
perjalanan penyakit tanpa keterlibatan obat yang
diketahui berhubungan dengan sindroma lupus yang
diinduksi obat

Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria diatas, diagnosis LES memiliki sensitifitas 85% dan spesifisitas
95%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah satunya ANA positif, maka sangat mungkin LES
dan diagnosis bergantung pada pengamatan klinik. Bila hasil tes ANA negatif, maka kemungkinan
bukan LES. Apabila hanya tes ANA positif dan manifestasi klinik lain tidak ada, maka belum tentu
LES, dan observasi jangka panjang diperlukan.

3. WD
4. Etiologi

Etiopatologi dari LES belum diketahui secara pasti namun diduga melibatkan interaksi yang
kompleks dan multifaktorial antara variasi genetik dan faktor lingkungan. Interaksi antara jenis
kelamin, status hormonal, dan aksi Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal (HPA) mempengaruhi kepekaan
dan ekspresi klinis LES. Adanya gangguan dalam mekanisme pengaturan imun seperti gangguan
pembersihan sel-sel apoptosis dan kompleks imun merupakan konstributor yang penting dalam
perkembangan penyakit ini. Hilangnya toleransi imun, meningkatknya beban antigenik, bantuan sel
T yang berlebihan, gangguan supresi sel B dan peralihan respon imun dari T helper 1 (Th1) ke Th2
menyebabkan hiperaktifitas sel B dan memproduksi autoantibodi patogenik. Respon imun yang
terpapar faktor eksternal/lingkungan seperti radiasi ultraviolet atau infeksi virus dalam periode yang

15
cukup lama bisa juga menyebabkan disregulasi sistem imun.
Terdapat banyak bukti bahwa patogenesis LES bersifat multifaktoral seperti faktor genetik,
faktor lingkungan, dan faktor hormonal terhadap respons imun. Faktor genetik memegang peranan
pada banyak penderita lupus dengan resiko yang meningkat pada saudara kandung dan kembar
monozigot. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan terutama gen yang
mengkode unsur-unsur sistem imun. Diduga berhubungan dengan gen respons imun spesifik pada
kompleks histokompabilitas mayor kelas II, yaitu HLA-DR2 dan HLA-DR3 serta dengan komponen
komplemen yang berperan dalam fase awal reaksi ikat komplemen ( yaitu C1q, C1r, C1s, C4, dan
C2) telah terbukti. Gen-gen lain yang mulai ikut berperan adalah gen yang mengkode reseptor sel T,
imunoglobulin dan sitokin.
Studi lain mengenai faktor genetik ini yaitu studi yang berhubungan dengan HLA (Human
Leucocyte Antigens) yang mendukung konsep bahwa gen MHC (Major Histocompatibility Complex)
mengatur produksi autoantibodi spesifik. Penderita lupus (kira-kira 6%) mewarisi defisiensi
komponen komplemen, seperti C2,C4, atau C1q. Kekurangan komplemen dapat merusak pelepasan
sirkulasi kompleks imun oleh sistem fagositosit mononuklear sehingga membantu terjadinya
deposisi jaringan. Defisiensi C1q menyebabkan sel fagosit gagal membersihkan sel apoptosis
sehingga komponen nuklear akan menimbulkan respon imun.
Faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti radiasi ultra violet,
tembakau, obat-obatan, virus. Sinar UV mengarah pada self-immunity dan hilangnya toleransi karena
menyebabkan apoptosis keratinosit. Selain itu sinar UV menyebabkan pelepasan mediator imun pada
penderita lupus, dan memegang peranan dalam fase induksi yanng secara langsung mengubah sel
DNA, serta mempengaruhi sel imunoregulator yang bila normal membantu menekan terjadinya
kelainan pada inflamasi kulit. Faktor lingkungan lainnya yaitu kebiasaan merokok yang
menunjukkan bahwa perokok memiliki resiko tinggi terkena lupus, berhubungan dengan zat yang
terkandung dalam tembakau yaitu amino lipogenik aromatik. Pengaruh obat juga memberikan
gambaran bervariasi pada penderita lupus. Pengaruh obat salah satunya yaitu dapat meningkatkan
apoptosis keratinosit. Faktor lingkungan lainnya yaitu peranan agen infeksius terutama virus dapat
ditemukan pada penderita lupus. Virus rubella, sitomegalovirus, dapat mempengaruhi ekspresi sel
permukaan dan apoptosis.
Faktor ketiga yang mempengaruhi patogenesis lupus yaitu faktor hormonal. Mayoritas
penyakit ini menyerang wanita muda dan beberapa penelitian menunjukkan terdapat hubungan
timbal balik antara kadar hormon estrogen dengan sistem imun. Estrogen mengaktifasi sel B
poliklonal sehingga mengakibatkan produksi autoantibodi berlebihan pada pasien LES. Autoantibodi
pada lupus kemudian dibentuk untuk menjadi antigen nuklear (ANA dan anti-DNA). Selain itu,
terdapat antibodi terhadap struktur sel lainnya seperti eritrosit, trombosit dan fosfolipid.
16
Autoantibodi terlibat dalam pembentukan kompleks imun, yang diikuti oleh aktifasi komplemen
yang mempengaruhi respon inflamasi pada banyak jaringan, termasuk kulit dan ginjal.

5. Epidemiologi
6. Factor risiko
7. Pathogenesis dan patofisiologi
8. Manifestasi klinis

Manifestasi Konstitusional
Kelelahan merupakan manifestasi umum yang dijumpai pada penderita LES dan biasanya
mendahului berbagai manifestasi klinis lainnya.. Kelelahan ini agak sulit dinilai karena banyak
17
kondisi lain yang dapat menyebabkan kelelahan seperti anemia, meningkatnya beban kerja, konflik
kejiwaan, serta pemakaian obat seperti prednison. Apabila kelelahan disebabkan oleh aktifitas
penyakit LES, diperlukan pemeriksaan penunjang lain yaitu kadar C3 serum yang rendah. Kelelahan
akibat penyakit ini memberikan respons terhadap pemberian steroid atau latihan.

Penurunan berat badan dijumpai pada sebagian penderita LES dan terjadi dalam beberapa
bulan sebelum diagnosis ditegakkan. Penurunan berat badan ini dapat disebabkan oleh menurunnya
nafsu makan atau diakibatkan gejala gastrointestinal.

Demam sebagai salah satu gejala konstitusional LES sulit dibedakan dari sebab lain seperti
infeksi karena suhu tubuh lebih dari 40°C tanpa adanya bukti infeksi lain seperti leukositosis.
Demam akibat LES biasanya tidak disertai menggigil.

Manifestasi Kulit
Kelainan kulit dapat berupa fotosensitifitas, diskoid LE (DLE), Subacute Cutaneous Lupus
Erythematosus (SCLE), lupus profundus / paniculitis, alopecia. Selain itu dapat pula berupa lesi
vaskuler berupa eritema periungual, livedo reticularis, telangiektasia, fenomena Raynaud’s atau
vaskulitis atau bercak yang menonjol bewarna putih perak dan dapat pula ditemukan bercak eritema
pada palatum mole dan durum, bercak atrofis, eritema atau depigmentasi pada bibir.
Manifestasi Muskuloskeletal
Lebih dari 90% penderita LES mengalami keluhan muskuloskeletal. Keluhan dapat berupa
nyeri otot (mialgia), nyeri sendi (artralgia) atau merupakan suatu artritis dimana tampak jelas bukti
inflamasi sendi. Keluhan ini sering dianggap sebagai manifestasi artritis reumatoid karena
keterlibatan sendi yang banyak dan simetris. Namun pada umumnya pada LES tidak meyebabkan
kelainan deformitas. Pada 50% kasus dapat ditemukan kaku pagi, tendinitis juga sering terjadi
dengan akibat subluksasi sendi tanpa erosi sendi. Gejala lain yang dapat ditemukan berupa
osteonekrosis yang didapatkan pada 5-10% kasus dan biasanya berhubungan dengan terapi steroid.
Miositis timbul pada penderita LES< 5% kasus. Miopati juga dapat ditemukan, biasanya
berhubungan dengan terapi steroid dan kloroquin. Osteoporosis sering didapatkan dan berhubungan
dengan aktifitas penyakit dan penggunaan steroid.
Manifestasi Paru
Manifestasi klinis pada paru dapat terjadi, diantaranya adalah pneumonitis, emboli paru,
hipertensi pulmonum, perdarahan paru, dan shrinking lung syndrome. Pneumonitis lupus dapat
terjadi akut atau berlanjut menjadi kronik. Biasanya penderita akan merasa sesak, batuk kering, dan
dijumpai ronki di basal. Keadaan ini terjadi sebagai akibat deposisi kompleks imun pada alveolus
atau pembuluh darah paru, baik disertai vaskulitis atau tidak. Pneumonitis lupus ini memberikan

18
respons yang baik terhadap steroid. Hemoptisis merupakan keadaan yang sering apabila merupakan
bagian dari perdarahan paru akibat LES ini dan memerlukan penanganan tidak hanya pemberian
steroid namun juga tindakan lasmafaresis atau pemberian sitostatika.
Manifestasi Kardiovaskular
Kelainan kardiovaskular pada LES antara lain penyakit perikardial, dapat berupa perikarditis
ringan, efusi perikardial sampai penebalan perikardial. Miokarditis dapat ditemukan pada 15%
kasus, ditandai oleh takikardia, aritmia, interval PR yang memanjang, kardiomegali sampai gagal
jantung.
Perikarditis harus dicurigai apabila dijumpai adanya keluhan nyeri substernal, friction rub,
gambaran silhouette sign pada foto dada ataupun EKG, Echokardiografi. Endokarditis Libman-
Sachs, seringkali tidak terdiagnosis dalam klinik, tapi data autopsi mendapatkan 50% LES disertai
endokarditis Libman-Sachs. Adanya vegetasi katup yang disertai demam harus dicurigai
kemungkinan endokarditis bakterialis.
Wanita dengan LES memiliki risiko penyakit jantung koroner 5-6% lebih tinggi dibandingkan
wanita normal. Pada wanita yang berumur 35-44 tahun, risiko ini meningkat sampai 50%.
Manifestasi Ginjal
Keterlibatan ginjal dijumpai pada 40-75% penderita yang sebagian besar terjadi setelah 5
tahun menderita LES. Rasio wanita : pria dengan kelainan ini adalah 10 : 1, dengan puncak insidensi
antara usia 20-30 tahun. Gejala atau tanda keterlibatan ginjal pada umumnya tidak tampak sebelum
terjadi kegagalan ginjal atau sindroma nefrotik.
Penilainan keterlibatan ginjal pada pasien LES harus dilakukan dengan menilai ada/tidaknya
hipertensi, urinalisis untuk melihat proteinuria dan silinderuria, ureum dan kreatinin, proteinuria
kuantitatif, dan klirens kreatinin. Secara histologik, WHO membagi nefritis lupus atas 5 kelas.
Pasien SLE dengan hematuria mikroskopik dan/atau proteinuria dengan penurunan GFR harus
dipertimbangkan untuk biopsi ginjal.
Manifestasi Gastrointestinal
Manifestasi gastrointestinal tidak spesifik pada penderita LES, karena dapat merupakan
cerminan keterlibatan berbagai organ pada penyakit LES atau sebagai akibat pengobatan. Disfagia
merupakam keluhan yang biasanya menonjol walaupun tidak didapatkan adanya kelainan pada
esophagus tersebut kecuali gangguan motilitas. Dispepsia dijumpai lebih kurang 50% penderita LES,
lebih banyak dijumpai pada mereka yang memakai glukokortikoid serta didapatkan adanya ulkus.
Nyeri abdominal dikatakan berkaitan dengan inflamasi pada peritoneum. Selain itu dapat pula
didapatkan vaskulitis, pankreatitis, dan hepatomegali. Hepatomegali merupakan pembesaran organ
yang banyak dijumpai pada LES, disertai dengan peningkatan serum SGOT/SGPT ataupun fosfatase
alkali dan LDH.
19
Manifestasi Hemopoetik
Terjadi peningkatan Laju Endap Darah (LED) yang disertai dengan anemia normositik
normokrom yang terjadi akibat anemia akibat penyakit kronik, penyakit ginjal kronik, gastritis erosif
dengan perdarahan dan anemia hemolitik autoimun.
Manifestasi Neuropsikiatrik
Keterlibatan neuropsikiatrik akibat LES sulit ditegakkan karena gambaran klinis yang begitu
luas. Kelainan ini dikelompokkan sebagai manifestasi neurologik dan psikiatrik. Diagnosis lebih
banyak didasarkan pada temuan klinis dengan menyingkirkan kemungkinan lain seperti sepsis,
uremia, dan hipertensi berat.
Manifestasi neuropsikiatri LES sangat bervariasi, dapat berupa migrain, neuropati perifer,
sampai kejang dan psikosis. Kelainan tromboembolik dengan antibodi anti-fosfolipid dapat
merupakan penyebab terbanyak kelainan serebrovaskular pada LES. Neuropati perifer, terutama tipe
sensorik ditemukan pada 10% kasus. Kelainan psikiatrik sering ditemukan, mulai dari anxietas,
depresi sampai psikosis. Kelainan psikiatrik juga dapat dipicu oleh terapi steroid. Analisis cairan
serebrospinal seringkali tidak memberikan gambaran yang spesifik, kecuali untuk menyingkirkan
kemungkinan infeksi. Elektroensefalografi (EEG) juga tidak memberikan gambaran yang spesifik.
CT scan otak kadang-kadang diperlukan untuk membedakan adanya infark atau perdarahan.

9. Pemeriksaan penunjang
10. Tatalaksana
11. KIE
12. Prognosis

13. Komplikasi
14. SKDI

VII. Topik Pembelajaran


Learning Issue What I Know What I Don’t What I Need to How I will
Know Improve Learn
SLE Definisi Text Book,

20
Lupus Nefritik Definisi Jurnal,
dan Internet

VIII. Learning Issue

IX. Kesimpulan

X. Kerangka Konsep

DAFTAR PUSTAKA

21
22

Você também pode gostar