Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Skenario
Sri, anak perempuan usia 7 tahun 6 bulan, BB 23 kg, PB 120 cm, dibawa berobat
dengan keluhan pucat sejak 3 bulan SMRS disertai perut yang makin membesar, tidak
terdapat demam, mimisan, gusi berdarah, maupun bintik merah di badan. Tidak
terdapat BAB hitam maupun BAK merah. Anak lalu dibawa ke RSUD Baturaja,
dicek darah Hb 4 gr/dl, dirawat selama 4 hari dan mendapat transfusi darah 3 kantong,
kemudian pulang kontrol.
Sejak 3 hari SMRS penderita bertambah pucat, tidak terdapat demam maupun
perdarahan. Penderita juga mengeluh perut tampak membesar dan anak terlihat
semakin lemas, anak dibawa berobat ke poliklinik RSMH dan disarankan untuk
dirawat inap.
Riwayat pucat sebelumnya ada 2 tahun yang lalu, dirawat di RSUD selama 4 hari dan
mendapat transfusi darah merah sebanyak 4 kantong.
Riwayat transfusi darah merah (PRC) 7 kali sejak 2 tahun yang lalu, transfusi PRC
terakhir 3 bulan yang lalu sebanyak 3 kantong di RSUD.
Riwayat pucat dalam keluarga ada yaitu kakek penderita yang meninggal saat usia 24
tahun dengan keluhan pucat
Pemeriksaan Fisik:
Vital sign : Tekanan darah (TD): 90/80 mmHg, Nadi: 110x/menit, Respiratory
Rate (RR): 28x/menit, Temperatur: 36,7oC
Kepala : Konjungtiva palpebra anemis, sklera ikterik (+), frontal bossing (+),
tulang pipi menonjol (+)
Pemeriksaan penunjang:
Laboratorium:
Hemoglobin (Hb): 4,5 g/dl, Hematokrit (Ht): 14 vol%, leukosit 6.800/mm3, MCV:
67fL, MCH: 22 pg, MCHC: 32%, Trombosit: 209.000/mm3 , Diff count:
0/1/0/53/39/7, retikulosit 4%, Laju Endap Darah (LED): 33 mm/jam.
Bilirubin total 1.91 g/dl, bilirubin indirect 1.31 g/dl, bilirubin direct 0,6 g/dl. Besi
serum 306 ug/L, Total Iron Binding Capacity (TIBC) 315 ug/dl, saturasi transferin
97%, Feritin 433ng/ml.
GDT: Anemia mikrositik hipokrom dengan anisopoikilositosis, sel pencil (+), target
cell (+)
Thalassemia
c. Berapa Hb normal pada anak? Dan apa dampak dari Hb 4 gr/dl pada kasus?
d. Apa hubungan ras dan letak geografis pada keluhan?
e. Bagaimana proses eritropoesis pada anak? –andy
f. Apa indikasi rawat jalan pada kasus?
3. Sejak 3 hari SMRS penderita bertambah pucat, tidak terdapat demam maupun
perdarahan. Penderita juga mengeluh perut tampak membesar dan anak
terlihat semakin lemas, anak dibawa berobat ke poliklinik RSMH dan
disarankan untuk dirawat inap. (I)
a. Mengapa pada pasien bertambah pucat dan perutnya tampak membesar?
b. Bagaimana tatalaksana awal dari pasien terkait kasus?
4. RPD (IV)
a. Apa makna klinis dari transfusi darah berulang terkait kasus?
b. Apa efek samping dari transfusi darah yang berulang?
c. Apa makna klinis dari tidak adanya paparan zat kimia pada Sri?
5. RPK (IV)
a. Bagaimana hubungan riwayat penyakit keluarga dengan kasus? (pola
penurunan penyakit)
b. Apa kemungkinan penyakit yang diderita kakek?
V. Hipotesis
VI. Template
a. DD
b. WD
c. How to diagnose
a) Anamesis
Penderita pertama datang dengan keluhan anemia/pucat, tidak nafsu makan,
gangguan tumbuh kembang dan perut membesar karena pembesaran hati
dan limpa. Umumnya, keluhan ini muncul pada usia 6 bulan.
b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita Thalasemia berupa pucat, bentuk muka
mongoloid, dapat ditemukan ikterus, gangguan pertumbuhan, dan
splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar.
c) Pemeriksaan Lab
Thalasemia Alfa Trait
Pasien dengan 2 gen globin alfa akan mengalami anemia ringan,
dengan nilai hematokrit antara 28% sampai dengan 40%. Kadar volume
eritrosit rata-rata (MCV) rendah, yaitu antara 60-75 fL. Apusan darah tepi
menunjukkan abnormalitas ringan, meliputi mikrosit, hipokromi, kadang
terdapat sel target, dan akantosit (sel dengan tonjolan membulat yang
berjarak tidak teratur).
Angka retikulosit dan parameter besi dalam batas normal.
Elektroforesis hemoglobin menunjukkan tidak adanya peningkatan pada
hemoglobin A2 atau hemoglobin F dan tidak didapatkan hemoglobin H
disease. Alfa Thalasemia trait seringkali didiagnosis pada pasien dengan
anemia ringan, mikrositosis nyata, dan tidak terdapat peningkatan
hemoglobin A2 atau hemoglobin F.
Hemoglobin H Disease
Pada pasien ini terdapat anemia hemolitik dengan derajat bervariasi,
dengan kadar hematokrit 28% sampai 32%. Kadar MCV rendah, yaitu 60-
70 fL. Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas dengan hipokromi,
mikrositosis, sel target dan poikilositosis. Angka retikulosit meningkat.
Elektroforesis hemoglobin menunjukkan adanya hemoglobin yang
bermigrasi cepat (hemoglobin H) dalam jumlah 10-40% dari hemoglobin.
Apusan darah tepi dapat diperjelas dengan cat khusus untuk menunjukkan
adanya hemoglobin H.
Patofisiologi yang mendasari antara jenis thalassemia hampir sama, ditandai dengan
penurunan produksi hemoglobin dan sel darah merah (RBC), adanya kelebihan rantai
globin yang tidak efektif, akan menyebabkan bentuk homotetramers yang tidak stabil
sehingga memicu terjadinya heinz body. Alfa homotetramers pada β-talasemia lebih
tidak stabil daripada β-homotetramers di α-talasemia dan sebelumnya akan terbentuk
presipitasi pada RBC, menyebabkan kerusakan sel darah merah dan hemolisis yang
berat oleh karena eritropoesis yang tidak efektif serta hemolisis ekstramedular. Pada
β-thalassemia patofisiologinya berdasarkan karena berkurang atau hilangnya rantai
globin-β yang akan mengakibatkan berlebihnya rantai-α. Maka akan terjadi
penurunan produksi hemoglobin dan ketidak seimbangan rantai globin. Ini akan
mengarah pada penurunan dari volume hemoglobin (MCH) dan volume eritrosit
(MCV). Pada thalassemia-β yang berat, eritropoesis yang tidak efektif terjadi di sum-
sum tulang akan meluas ke tulang-tulang normal dan menyebabkan distorsi dari
tengkorak kepala, tulang wajah dan tulang panjang. Aktivitas proliferasi eritroid di
ekstramedular, akan menyebabkan limfadenopati, hepatosplenomegali, dan pada
beberapa kasus terjadi tumor extramedular
Tidak efektifnya eritropoesis yang berat pada anemia kronis dan hipoksia
dapat menyebabkan peningkatan absorbsi besi pada saluran pencernaan. Penderita
thalassemia homozigot atau pun thalassemia-β heterozygot akan meninggal pada usia
5 tahun karena anemia yang berat. Namun transfusi menyebabkan penumpukan besi
yang progressif oleh karena ekskresi yang tidak baik.
i. Pemeriksaan penunjang
j. Tata laksana (farmako dan non-farmako)
k. Komplikasi
l. KIE
1. Edukasi
a. Informasikan kepada pasien bahwa penyaitnya tentang thalassemia.
b. Informasikan kepada pasien penyakitnya tidak dapat disembuhkan
c. Informasikan kepada pasien bahwa ia harus melakukan transfusi darah secara rutin
perbulannya.
d. Informasikan kepada pasien bahwa ia harus mengurangi makanan yang mengandung
zat besi seperti daging merah, telur, dan bayam.
e. Informasikan kepada pasien bahwa setiap bulannya akan dilakukan pemeriksaan
darah lengkap
f. Informasikan kepada pasien bahwa setiap tahunya akan dilakukan pemeriksaan
hepatitis B, CMV dan HIV.
g. Informasikan kepada pasien bahwa obat kelasi besi harus diminum secara teratur.
h. Informasikan kepada saudara pasien untuk mengecek adanya kelainan kromosom
penyebab thalassemia.
i. Informasikan pada pasien jika ingin menikah jangan menikah antar sesame penderita
thallasemia mayor atau carrier thallasemia, karena kemungkinan anak yang lahik
kelak memiliki 50-100% kemungkinan menderita thallasemia mayor.
2. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah mencegah seseorang agar tidak menderita
Thalasemia ataupun menjadi carrier Thalasemia. Pencegahan primer yang dapat
dilakukan adalah konseling genetik pranikah. Konseling ini ditujukan kepada
pasangan pranikah terutama pada populasi yang beresiko tinggi agar mereka
memeriksakan diri apakah mereka carrier Thalasemia atau tidak. Konseling ini juga
ditujukan kepada mereka yang memiliki kerabat penderita Thalasemia.
Tujuan utama konseling pranikah ini adalah mencegah terjadinya pernikahan
antar carrier Thalasemia karena berpeluang 50% untuk mendapat keturunan carrier
Thalasemia, 25% Thalasemia mayor, dan 25% bebas Thalasemia.
b. Pencegahan Sekunder
1) Diagnosis
a) Anamesis
Penderita pertama datang dengan keluhan anemia/pucat, tidak nafsu makan,
gangguan tumbuh kembang dan perut membesar karena pembesaran hati dan
limpa. Umumnya, keluhan ini muncul pada usia 6 bulan.
b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita Thalasemia berupa pucat, bentuk muka
mongoloid, dapat ditemukan ikterus, gangguan pertumbuhan, dan splenomegali
dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar.
c) Pemeriksaan Lab
Thalasemia Alfa Trait
Pasien dengan 2 gen globin alfa akan mengalami anemia ringan,
dengan nilai hematokrit antara 28% sampai dengan 40%. Kadar volume
eritrosit rata-rata (MCV) rendah, yaitu antara 60-75 fL. Apusan darah tepi
menunjukkan abnormalitas ringan, meliputi mikrosit, hipokromi, kadang
terdapat sel target, dan akantosit (sel dengan tonjolan membulat yang berjarak
tidak teratur).
Angka retikulosit dan parameter besi dalam batas normal.
Elektroforesis hemoglobin menunjukkan tidak adanya peningkatan pada
hemoglobin A2 atau hemoglobin F dan tidak didapatkan hemoglobin H
disease. Alfa Thalasemia trait seringkali didiagnosis pada pasien dengan
anemia ringan, mikrositosis nyata, dan tidak terdapat peningkatan hemoglobin
A2 atau hemoglobin F.
Hemoglobin H Disease
Pada pasien ini terdapat anemia hemolitik dengan derajat bervariasi, dengan
kadar hematokrit 28% sampai 32%. Kadar MCV rendah, yaitu 60-70 fL.
Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas dengan hipokromi, mikrositosis,
sel target dan poikilositosis. Angka retikulosit meningkat. Elektroforesis
hemoglobin menunjukkan adanya hemoglobin yang bermigrasi cepat
(hemoglobin H) dalam jumlah 10-40% dari hemoglobin. Apusan darah tepi
dapat diperjelas dengan cat khusus untuk menunjukkan adanya hemoglobin H.
Thalasemia Beta Minor
Seperti pada pasien Thalasemia alfa trait, pasien akan mengalami anemia
ringan dengan hematokrit berkisar antara 28%-40%. Kadar MCV berkisar
antara 55- 75 fL, dan angka eritrosit bisa normal atau meningkat. Apusan
darah tepi menunjukkan abnormalitas ringan dengan hipokromi, mikrositosis,
dan sel target. Berbeda dengan Thalasemia alfa, pada Thalasemia beta minor
bisa terdapat basofil stippling. Angka retikulosit bisa normal atau sedikit
meningkat. Elektroforesis hemoglobin menunjukkan peningkatan hemoglobin
A2 berkisar antara 4-8% dan terkadang terjadi peningkatan hemoglobin F
antara 1-5%.
Thalasemia Beta Mayor
Thalasemia beta mayor menyebabkan anemia berat dan tanpa transfusi,
hematokrit dapat turun sampai dibawah 10%. Apusan darah tepi menunjukkan
abnormalitas, poikilositosis berat, hipokromi, mikositosis, sel target, basofil
stippling dan eritrosit berinti. Hemoglobin A sangat sedikit bahkan tidak
ditemukan. Hemoglobin A2 ditemukan dalam jumlah yang sangat bervariasi,
dan hemoglobin utama yang dapat ditemukan adalah hemoglobin F.
2) Skrining
Skrining merupakan pemantauan perjalanan penyakit dan pemantauan hasil terapi
yang lebih akurat. Pemeriksaan ini meliputi Hematologi rutin untuk mengetahui
kadar Hb dan ukuran sel darah, gambaran darah tepi untuk melihat bentuk, warna,
dan kematangan sel-sel darah, feritin dan iron serum (SI) untuk melihat status besi,
analisis hemoglobin untuk diagnosis dan menentukan jenis Thalasemia, serta
analisis DNA untuk diagnosis prenatal (pada janin) dan penelitian.
3) Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine) diberikan setelah kadar feritin
serum sudah mencapai 1000mg/l atau saturasi transferin lebih dari 50%, atau
sekitar 10 – 20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25 – 50 mg/kg berat
badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8 – 12 jam dengan minimal
selama 5 hari berturut-turut setiap selesai transfusi darah.
A) Vitamin C 100 - 250 mg/hari selama pemberian khelasi besi, untuk
meningkatkan efek khelasi besi.
B) Asam folat 2 – 5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
C) Vitamin E 200 – 400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang
umur sel darah merah.
4) Splenektomi
Splenektomi perlu dilakukan untuk mengurangi kebutuhan darah. Splenektomi
harus ditunda sampai pasien berusia > 6 tahun karena tingginya resiko infeksi yang
berbahaya pasca splenektomi. Splenektomi dilakukan dengan indikasi:
a) Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita akan
menimbulkan peningkatan tekanan intra abdominal dan memungkinkan
terjadinya ruptur.
b) Hiperplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
5) Transfusi Darah
Pengobatan paling umum pada penderita Thalasemia adalah transfusi komponen
sel darah merah. Transfusi bertujuan untuk menyuplai sel darah merah sehat bagi
penderita. Transfusi darah yang teratur perlu dilakukan untuk mempertahankan
hemoglobin penderita diatas 10 g/dL setiap saat. Hal ini biasanya membutuhkan 2
– 3 unit tiap 4 – 6 minggu.21 Keadaan ini akan mengurangi kegiatan hemopoesis
yang berlebihan di dalam sum-sum tulang dan juga mengurangi absorbsi Fe di
traktus digestivus, serta dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan
penderita.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi
bagi penderita Thalasemia. Pencegahan tersier bagi penderita Thalasemia adalah
dengan mendirikan pusat rehabilitasi medis bagi penderita Thalasemia. Saat ini telah
berdiri Yayasan Penderita Thalasemia Indonesia di Jakarta. Yayasan ini bertujuan
untuk mengumpulkan dana bagi penderita Thalasemia yang kurang mampu. Selain itu,
yayasan ini juga menjadi wadah untuk bertukar informasi, fikiran dan pengalaman
dalam mengatasi masalah kesehatan dan psikologis pada penderita Thalasemia.
m. Prognosis
n. SKDI