Você está na página 1de 28

I.

Skenario

Sri, anak perempuan usia 7 tahun 6 bulan, BB 23 kg, PB 120 cm, dibawa berobat
dengan keluhan pucat sejak 3 bulan SMRS disertai perut yang makin membesar, tidak
terdapat demam, mimisan, gusi berdarah, maupun bintik merah di badan. Tidak
terdapat BAB hitam maupun BAK merah. Anak lalu dibawa ke RSUD Baturaja,
dicek darah Hb 4 gr/dl, dirawat selama 4 hari dan mendapat transfusi darah 3 kantong,
kemudian pulang kontrol.

Sejak 3 hari SMRS penderita bertambah pucat, tidak terdapat demam maupun
perdarahan. Penderita juga mengeluh perut tampak membesar dan anak terlihat
semakin lemas, anak dibawa berobat ke poliklinik RSMH dan disarankan untuk
dirawat inap.

Riwayat penyakit dahulu:

Riwayat pucat sebelumnya ada 2 tahun yang lalu, dirawat di RSUD selama 4 hari dan
mendapat transfusi darah merah sebanyak 4 kantong.

Riwayat transfusi darah merah (PRC) 7 kali sejak 2 tahun yang lalu, transfusi PRC
terakhir 3 bulan yang lalu sebanyak 3 kantong di RSUD.

Riwayat paparan zat kimia disangkal.

Riwayat penyakit pada keluarga:

Riwayat pucat dalam keluarga ada yaitu kakek penderita yang meninggal saat usia 24
tahun dengan keluhan pucat

Riwayat keluarga sering transfusi darah tidak ada

Pemeriksaan Fisik:

Vital sign : Tekanan darah (TD): 90/80 mmHg, Nadi: 110x/menit, Respiratory
Rate (RR): 28x/menit, Temperatur: 36,7oC

Kepala : Konjungtiva palpebra anemis, sklera ikterik (+), frontal bossing (+),
tulang pipi menonjol (+)

Leher : Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening (KGB)


Abdomen : Hepar teraba 3 cm bac dan 3 cm bpx, permukaan rata, tepi tajam,
nyeri tidak ada, lien teraba schuffner 3, bising usus dalam batas normal.

Ekstremitas : Akral pucat, CRT <3’

Pemeriksaan penunjang:

Laboratorium:

Hemoglobin (Hb): 4,5 g/dl, Hematokrit (Ht): 14 vol%, leukosit 6.800/mm3, MCV:
67fL, MCH: 22 pg, MCHC: 32%, Trombosit: 209.000/mm3 , Diff count:
0/1/0/53/39/7, retikulosit 4%, Laju Endap Darah (LED): 33 mm/jam.

Bilirubin total 1.91 g/dl, bilirubin indirect 1.31 g/dl, bilirubin direct 0,6 g/dl. Besi
serum 306 ug/L, Total Iron Binding Capacity (TIBC) 315 ug/dl, saturasi transferin
97%, Feritin 433ng/ml.

GDT: Anemia mikrositik hipokrom dengan anisopoikilositosis, sel pencil (+), target
cell (+)

II. Klarifikasi Istilah


1. Mimisan (epistaksis) : keluarnya darah melalui lubang hidung
2. Bintik merah di badan: perdarahan di kulit atau membran mukosa yang
diameternya kurang dari 2 mm
3. Pucat (pallor) : keadaan perubahan warna pada kulit dan mukosa dikarenakan
kurangnya darah oksihemoglobin dalam tubuh
4. Hb: pigmen pembawa oksigen pada eritrosit dibentuk oleh eritrosit yang
sedang berkembang di dalam sumsum tulang
5. Transfusi darah: proses menyalurkan darah atau produk dari satu orang ke
sistem peredaran darah orang lain
6. PRC: komponen darah berisikan sel darah merah, sel darah putih, trombosit,
dan sedikit plasma
7. Frontal bossing: istilah medis yang menggambarkan os frontal yang menonjol
8. CRT: capillary refill time adalah tes yang dilakukan cepat pada dasar tubuh
untuk memonitor dehidrasi dan jumlah aliran darah ke jaringan
9. Ht: persentase volume eritrosit dalam whole blood
10. MCH: jumlah hemoglobin per total sel darah merah
11. MCV: rata-rata ukuran sel darah merah
12. MCHC: jumlah hemoglobin relatif terhadap ukurannya per sel darah merah
13. Anisopoikilositosis: adanya eritrosit berukuran bervariasi dan bentuknya
abnormal dalam darah
14. TIBC: tes laboratorium yang mengukur darah untuk mengikat besi dengan
transferin
15. Feritin: cadangan besi pada tubuh biasanya terdapat pada sumsum tulang
16. Saturasi transferin: menggambarkan besi serum dengan TIBC dalam bentuk
persentase. Rumusnya Si/TIBC x 100%
17. Sel pensil: eritrosit dengan kandungan Hb yang rendah sehingga sel kolaps
dan menjadi pipih
18. Target sel: eritrosit berbentuk tipis dengan bentuk target di tengah

III. Identifikasi Masalah


1. Sri, anak perempuan usia 7 tahun 6 bulan, BB 23 kg, PB 120 cm, dibawa
berobat dengan keluhan pucat sejak 3 bulan SMRS disertai perut yang makin
membesar, tidak terdapat demam, mimisan, gusi berdarah, maupun bintik
merah di badan. Tidak terdapat BAB hitam maupun BAK merah. (II)
2. Anak lalu dibawa ke RSUD Baturaja, dicek darah Hb 4 gr/dl, dirawat selama 4
hari dan mendapat transfusi darah 3 kantong, kemudian pulang kontrol. (III)
3. Sejak 3 hari SMRS penderita bertambah pucat, tidak terdapat demam maupun
perdarahan. Penderita juga mengeluh perut tampak membesar dan anak
terlihat semakin lemas, anak dibawa berobat ke poliklinik RSMH dan
disarankan untuk dirawat inap. (I)
4. RPD (IV)
5. RPK (IV)
6. Pemfis (penunjang diagnosis)
7. Pemlab (penunjang diagnosis)

IV. Analisis Masalah


1. Sri, anak perempuan usia 7 tahun 6 bulan, BB 23 kg, PB 120 cm, dibawa
berobat dengan keluhan pucat sejak 3 bulan SMRS disertai perut yang makin
membesar, tidak terdapat demam, mimisan, gusi berdarah, maupun bintik
merah di badan. Tidak terdapat BAB hitam maupun BAK merah. (II)
a. Bagaimana pertumbuhan normal anak usia 7 tahun? Dan hubungkan
dengan kasus!

b. Apa hubungan usia, dan jenis kelamin terhadap kasus?


c. Bagaimana mekanisme perut yang makin membesar
d. Apa saja penyebab pucat kronik?

Beberapa etiologi pucat:


 Kulit putih yang normal
 Kurang terdedah kepada cahaya matahari (lebih baik tampak pucat daripada
berjemur di bawah sinar matahari)
 Anemia (kehilangan darah, gizi buruk, penyakit kronis)
 Syok
 Penyakit infeksi kronis seperti tuberculosis (TBC) atau infestasi parasit yang lama
(malaria, cacing dan lainnya)
 Keganasan
 Radang dingin. adalah jenis dingin darurat terjadi khusus bagian tubuh yang
terkena dingin. Bila sel-sel tubuh beku, disebut radang dingin. Kondisi ini serius
karena air di antara sel-sel tubuh yang beku dan pembengkakan menyebabkan
kerusakan sel-sel mereka. Radang dingin parah kasus dapat menyebabkan
kehilangan jari, tangan, dan kaki seperti yang dialami oleh Normand Edwin dan
Didik Samsu ketika mendaki ke gunung Aconcagua.
ANEMIA

Kondisi apa saja yang menurunkan konsentrasi haemoglobin atau terganggunya


distribusi darah dari permukaan tubuh dapat menimbulkan pucat. Secara klinisnya
pucat disebabkan oleh anemia dimana kadar haemoglobin dibawah 8 hingga 9 g/dL.
Konsentrasi haemoglobin dalam darah turun disebabkan oleh tiga mekanisme asas:
(4)

- Penurunan produksi eritrosit


- Peningkatan destruksi eritrosit
- Kehilangan darah
Anemia ialah keadaan yang menunjukkan kadar haemoglobin seseorang lebih
rendah dari kadar haemoglobin normal. Definisi lainnya, berkurangnya volume sel
darah merah atau menurunnya konsentrasi haemoglobin di bawah nilai normal sesuai
usia dan jenis kelamin. Kriteria anemia menurut WHO:
UMUR KADAR HEMOGLOBIN (g/dL)
6 bulan - <5 tahun <11
5 tahun – 14 tahun <12
Dewasa laki-laki <13
Dewasa perempuan (tidak hamil) <12
Dewasa perempuan (hamil) <11
Klasifikasi fisiologis anemia pada anak menurut penyebabnya:
I. Gangguan pembentukan sel eritrosit yang efektif
1. Kegagalan sumsum tulang:
a. Anemia aplastik: -Kongenital
-Didapat
b. Pure Red Cell Aplasia: -Sindroma Diamond-Blackfan
-Eritroblastopenia transien
c. Desakan terhadap sumsum tulang
1) Keganasan
2) Osteopenia
3) Mielofibrosis]
d. Pancreatic insufficiency-marrow hypoplasia syndrome
2. Kegagalan produksi eritropoeitin
a. Penyakit Ginjal Kronik
b. Hipotiroidism, hipopituitarisme
c. Inflamasi Kronik
d. Malnutrisi protein
3. Gangguan maturasi sitoplasma sel eritrosit:
a. Defisiensi besi
b. Sindroma thalassemia
c. Anemia sideroblastik
d. Keracunan logam(lead)
4. Gangguan maturasi inti:
a. Defisiensi vitamin B12
b. Defisiensi asam folat
c. Thiamine-responsive megaloblastic anemia
d. Kelainan metabolisme folat herediter
e. Asiduria orotik
5. Anemia diseritropoietik primer
6. Protopofiria eritropoietik
7. Anemia sideroblastik refrakter
II. Kehilangan darah / perdarahan
1. Perdarahan akut
2. Perdarahan kronik
III. Proses Hemolitik / penghancuran sel eritrosit
1. Kelainan haemoglobin:
a. Structural mutants
b. Penurunan produksi globin (Thalassemia)
2. Kelainan membrane sel darah merah
3. Kelainan metabolisme sel darah merah
4. Reaksi antibody
5. Mechanical injury the eruhtrocyte:
a. Sindroma hemolitik uremic
b. Purpura trombositopenik trombotik
c. Koagulasi intravaskuler disseminate
6. Thermal injury to the erythrocyte
7. Oxidant-induced red cell injury
8. Infectious agent induced red cell injury
9. Hemoglobinuri nocturnal paroksismal
10. Plasma-lipid-induced abnormalities of the red cell membrane

Pemeriksaan sediaan apus darah tepi sangat membantu untuk menegakkan


diagnosis anemia karena dapat menentukan gambaran anemia tersebut apakah
hipokromik, mikrositik, normositik, makrositik atau terdapat sel abnormal seperti
sferosit, sel target, atau sel blast. Nilai Mean corpuscular volume (MCV)
menunjukkan ukuran sel darah merah yang terdiri dari mikrositik (<7m, makrositik
(>8,5 m) dan normositik (7-8.5 m).

Klasifikasi anemia berdasarkan ukuran sel darah merah (5)


A. Anemia mikrositik
1. Defisiensi besi (nutritional, perdarahan kronis)
2. Keracunan kronik logam (lead)
3. Sindroma thalassemia
4. Anemia sideroblastik
5. Inflamasi kronik
B. Anemia makrositik
1. Sumsum tulang megaloblastik
- Defisiensi vitamin B12
- Defisiensi asam folat
- Asiduria orotik herediter
- Thiamine-responsive anemia
2. Sumsum tulang tidak megaloblastik
- Anemia aplastik
- Sindroma Diamond-Blackfan
- Hipotiroidism
- Penyakit hati
- Infiltrasi sumsum tulang
- Anemia diseritropoietik
C. Anemia normositik
1. Anemia normositik congenital
- Mutasi haemoglobin
- Defek enzim sel darah merah
- Kelainan pada membrane sel darah merah
2. Anemia hemolitik didapat
- Antibody-mediated
- Anemia hemolitik mikroangiopatik
- Anemia hemolitik sekunder pada infeksi akut
3. Kehilangan darah akut
4. Splenic pooling
5. Penyakit ginjal kronik

Thalassemia

e. Bagaimana mekanisme terjadinya pucat terkait kasus? (thalassemia)


f. Apa makna klinis dari tidak terdapat demam, mimisan, gusi berdarah,
maupun bintik merah di badan. Tidak terdapat BAB hitam maupun BAK
merah?
2. Anak lalu dibawa ke RSUD Baturaja, dicek darah Hb 4 gr/dl, dirawat selama 4
hari dan mendapat transfusi darah 3 kantong, kemudian pulang kontrol. (III)
a. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari transfusi darah?
b. Apa saja jenis-jenis transfusi darah? (beserta volume per kantong)

c. Berapa Hb normal pada anak? Dan apa dampak dari Hb 4 gr/dl pada kasus?
d. Apa hubungan ras dan letak geografis pada keluhan?
e. Bagaimana proses eritropoesis pada anak? –andy
f. Apa indikasi rawat jalan pada kasus?

3. Sejak 3 hari SMRS penderita bertambah pucat, tidak terdapat demam maupun
perdarahan. Penderita juga mengeluh perut tampak membesar dan anak
terlihat semakin lemas, anak dibawa berobat ke poliklinik RSMH dan
disarankan untuk dirawat inap. (I)
a. Mengapa pada pasien bertambah pucat dan perutnya tampak membesar?
b. Bagaimana tatalaksana awal dari pasien terkait kasus?

Tatalaksana awal bagi penderita anemia dikarenakan thalassemia mayor , tatalaksana


awalnya ialah segera melakukan transfusi darah.

c. Apa indikasi rawat inap pada kasus?


d. Bagaimana mekanisme lemas terkait kasus?

4. RPD (IV)
a. Apa makna klinis dari transfusi darah berulang terkait kasus?
b. Apa efek samping dari transfusi darah yang berulang?
c. Apa makna klinis dari tidak adanya paparan zat kimia pada Sri?

5. RPK (IV)
a. Bagaimana hubungan riwayat penyakit keluarga dengan kasus? (pola
penurunan penyakit)
b. Apa kemungkinan penyakit yang diderita kakek?

Kemungkinan sang kakek juga menderita Thalassemia mayor, yang menyebabkan si


ibu menjadi seorang carrier Thalassemia. Apabila seorang carrier Thalassemia
menikah dengan orang yang juga seorang carrier Thalassemia (dicurigai sang ayah
juga merupakan seorang carrier thalassemia), anak dari keduanya memiliki
kemungkinan Thalassemia sebanyak 25% disetiap kelahiran.
6. Pemfis (penunjang diagnosis)
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas dari vital sign?
b. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas dari pemeriksaan
spesifik?
c. Bagaimana gambaran fisik khas terkait kasus?
7. Pemlab (penunjang diagnosis)
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan lab?
b. Bagaimana mekanisme abnormalitas pemeriksaan lab?
c. Bagaimana gambaran pemeriksaan darah tepi pada kasus?

V. Hipotesis

Sri (7tahun, 6bulan) menderita anemia mikrositik hipokrom e.c thalassemia.

VI. Template
a. DD

Penyakit Pucat/Anemia Perdarahan Organomegali


Anemia defisiensi + - -
Anemia hemolitik akut + - -
Anemia aplastik + + -
ITP -/+ + -
Anemia pasca perdarahan +/++ + -
Anemia hemolitik kronik + -/+ +
Leukemia akut + + -/+
Thalassemia with hipersplenisme + + +
Hemosiderosis hati + + +
Metastasis tumor + -/+ -/+
Penyakit infeksi kronis + -/+ -/+

b. WD
c. How to diagnose
a) Anamesis
Penderita pertama datang dengan keluhan anemia/pucat, tidak nafsu makan,
gangguan tumbuh kembang dan perut membesar karena pembesaran hati
dan limpa. Umumnya, keluhan ini muncul pada usia 6 bulan.
b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita Thalasemia berupa pucat, bentuk muka
mongoloid, dapat ditemukan ikterus, gangguan pertumbuhan, dan
splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar.
c) Pemeriksaan Lab
 Thalasemia Alfa Trait
Pasien dengan 2 gen globin alfa akan mengalami anemia ringan,
dengan nilai hematokrit antara 28% sampai dengan 40%. Kadar volume
eritrosit rata-rata (MCV) rendah, yaitu antara 60-75 fL. Apusan darah tepi
menunjukkan abnormalitas ringan, meliputi mikrosit, hipokromi, kadang
terdapat sel target, dan akantosit (sel dengan tonjolan membulat yang
berjarak tidak teratur).
Angka retikulosit dan parameter besi dalam batas normal.
Elektroforesis hemoglobin menunjukkan tidak adanya peningkatan pada
hemoglobin A2 atau hemoglobin F dan tidak didapatkan hemoglobin H
disease. Alfa Thalasemia trait seringkali didiagnosis pada pasien dengan
anemia ringan, mikrositosis nyata, dan tidak terdapat peningkatan
hemoglobin A2 atau hemoglobin F.

 Hemoglobin H Disease
Pada pasien ini terdapat anemia hemolitik dengan derajat bervariasi,
dengan kadar hematokrit 28% sampai 32%. Kadar MCV rendah, yaitu 60-
70 fL. Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas dengan hipokromi,
mikrositosis, sel target dan poikilositosis. Angka retikulosit meningkat.
Elektroforesis hemoglobin menunjukkan adanya hemoglobin yang
bermigrasi cepat (hemoglobin H) dalam jumlah 10-40% dari hemoglobin.
Apusan darah tepi dapat diperjelas dengan cat khusus untuk menunjukkan
adanya hemoglobin H.

 Thalasemia Beta Minor


Seperti pada pasien Thalasemia alfa trait, pasien akan mengalami anemia
ringan dengan hematokrit berkisar antara 28%-40%. Kadar MCV berkisar
antara 55- 75 fL, dan angka eritrosit bisa normal atau meningkat. Apusan
darah tepi menunjukkan abnormalitas ringan dengan hipokromi,
mikrositosis, dan sel target. Berbeda dengan Thalasemia alfa, pada
Thalasemia beta minor bisa terdapat basofil stippling. Angka retikulosit
bisa normal atau sedikit meningkat. Elektroforesis hemoglobin
menunjukkan peningkatan hemoglobin A2 berkisar antara 4-8% dan
terkadang terjadi peningkatan hemoglobin F antara 1-5%.

 Thalasemia Beta Mayor


Thalasemia beta mayor menyebabkan anemia berat dan tanpa transfusi,
hematokrit dapat turun sampai dibawah 10%. Apusan darah tepi
menunjukkan abnormalitas, poikilositosis berat, hipokromi, mikositosis,
sel target, basofil stippling dan eritrosit berinti. Hemoglobin A sangat
sedikit bahkan tidak ditemukan. Hemoglobin A2 ditemukan dalam jumlah
yang sangat bervariasi, dan hemoglobin utama yang dapat ditemukan
adalah hemoglobin F.
d. Epidemiologi
e. Etiologi
f. Faktor resiko
g. Patogenesis dan patofisiologi

Patofisiologi yang mendasari antara jenis thalassemia hampir sama, ditandai dengan
penurunan produksi hemoglobin dan sel darah merah (RBC), adanya kelebihan rantai
globin yang tidak efektif, akan menyebabkan bentuk homotetramers yang tidak stabil
sehingga memicu terjadinya heinz body. Alfa homotetramers pada β-talasemia lebih
tidak stabil daripada β-homotetramers di α-talasemia dan sebelumnya akan terbentuk
presipitasi pada RBC, menyebabkan kerusakan sel darah merah dan hemolisis yang
berat oleh karena eritropoesis yang tidak efektif serta hemolisis ekstramedular. Pada
β-thalassemia patofisiologinya berdasarkan karena berkurang atau hilangnya rantai
globin-β yang akan mengakibatkan berlebihnya rantai-α. Maka akan terjadi
penurunan produksi hemoglobin dan ketidak seimbangan rantai globin. Ini akan
mengarah pada penurunan dari volume hemoglobin (MCH) dan volume eritrosit
(MCV). Pada thalassemia-β yang berat, eritropoesis yang tidak efektif terjadi di sum-
sum tulang akan meluas ke tulang-tulang normal dan menyebabkan distorsi dari
tengkorak kepala, tulang wajah dan tulang panjang. Aktivitas proliferasi eritroid di
ekstramedular, akan menyebabkan limfadenopati, hepatosplenomegali, dan pada
beberapa kasus terjadi tumor extramedular
Tidak efektifnya eritropoesis yang berat pada anemia kronis dan hipoksia
dapat menyebabkan peningkatan absorbsi besi pada saluran pencernaan. Penderita
thalassemia homozigot atau pun thalassemia-β heterozygot akan meninggal pada usia
5 tahun karena anemia yang berat. Namun transfusi menyebabkan penumpukan besi
yang progressif oleh karena ekskresi yang tidak baik.

Gambar 2-6: Patofisiologi


h. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala dari penyakit Thalasemia disebabkan oleh kekurangan oksigen di
dalam aliran darah. Hal ini terjadi karena tubuh tidak cukup membuat sel- sel darah
merah dan hemoglobin.
Thalasemia alfa silent carrier umumnya tidak memiliki tanda-tanda atau gejala. Hal
ini terjadi karena kekurangan protein alfa globin tidak terlalu banyak sehingga
hemoglobin dalam darah masih dapat bekerja dengan normal. Penderita Thalasemia
alfa atau beta dapat mengalami anemia ringan. Anemia ringan dapat membuat
penderita merasa lelah dan hal ini sering disalahartikan menjadi anemia kekurangan
zat besi.
Penderita beta Thalasemia intermedia dapat mengalami anemia ringan sampai dengan
sedang. Selain itu juga dapat diikuti dengan masalah kesehatan lainnya, seperti:
 Menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak
 Masalah tulang, Thalasemia dapat menyebabkan sumsum tulang tidak
berkembang. Hal ini menyebabkan luas tulang melebihi normal dan tulang
menjadi rapuh.
 Pembesaran limpa.
Penderita hemoglobin H disease dapat mengalami anemia dengan tingkat yang berat.
Tanda dan gejala akan muncul dalam 2 tahun pertama kehidupannya. Penderita akan
mengalami anemia berat dan masalah kesehatan serius lainnya, seperti:
 Pucat dan lesu
 Nafsu makan menurun
 Urin lebih pekat
 Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
 Kulit berwarna kekuningan
 Pembesaran hati dan limpa
 Masalah tulang (terutama tulang wajah

i. Pemeriksaan penunjang
j. Tata laksana (farmako dan non-farmako)
k. Komplikasi
l. KIE
1. Edukasi
a. Informasikan kepada pasien bahwa penyaitnya tentang thalassemia.
b. Informasikan kepada pasien penyakitnya tidak dapat disembuhkan
c. Informasikan kepada pasien bahwa ia harus melakukan transfusi darah secara rutin
perbulannya.
d. Informasikan kepada pasien bahwa ia harus mengurangi makanan yang mengandung
zat besi seperti daging merah, telur, dan bayam.
e. Informasikan kepada pasien bahwa setiap bulannya akan dilakukan pemeriksaan
darah lengkap
f. Informasikan kepada pasien bahwa setiap tahunya akan dilakukan pemeriksaan
hepatitis B, CMV dan HIV.
g. Informasikan kepada pasien bahwa obat kelasi besi harus diminum secara teratur.
h. Informasikan kepada saudara pasien untuk mengecek adanya kelainan kromosom
penyebab thalassemia.
i. Informasikan pada pasien jika ingin menikah jangan menikah antar sesame penderita
thallasemia mayor atau carrier thallasemia, karena kemungkinan anak yang lahik
kelak memiliki 50-100% kemungkinan menderita thallasemia mayor.
2. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah mencegah seseorang agar tidak menderita
Thalasemia ataupun menjadi carrier Thalasemia. Pencegahan primer yang dapat
dilakukan adalah konseling genetik pranikah. Konseling ini ditujukan kepada
pasangan pranikah terutama pada populasi yang beresiko tinggi agar mereka
memeriksakan diri apakah mereka carrier Thalasemia atau tidak. Konseling ini juga
ditujukan kepada mereka yang memiliki kerabat penderita Thalasemia.
Tujuan utama konseling pranikah ini adalah mencegah terjadinya pernikahan
antar carrier Thalasemia karena berpeluang 50% untuk mendapat keturunan carrier
Thalasemia, 25% Thalasemia mayor, dan 25% bebas Thalasemia.
b. Pencegahan Sekunder
1) Diagnosis
a) Anamesis
Penderita pertama datang dengan keluhan anemia/pucat, tidak nafsu makan,
gangguan tumbuh kembang dan perut membesar karena pembesaran hati dan
limpa. Umumnya, keluhan ini muncul pada usia 6 bulan.
b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita Thalasemia berupa pucat, bentuk muka
mongoloid, dapat ditemukan ikterus, gangguan pertumbuhan, dan splenomegali
dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar.
c) Pemeriksaan Lab
 Thalasemia Alfa Trait
Pasien dengan 2 gen globin alfa akan mengalami anemia ringan,
dengan nilai hematokrit antara 28% sampai dengan 40%. Kadar volume
eritrosit rata-rata (MCV) rendah, yaitu antara 60-75 fL. Apusan darah tepi
menunjukkan abnormalitas ringan, meliputi mikrosit, hipokromi, kadang
terdapat sel target, dan akantosit (sel dengan tonjolan membulat yang berjarak
tidak teratur).
Angka retikulosit dan parameter besi dalam batas normal.
Elektroforesis hemoglobin menunjukkan tidak adanya peningkatan pada
hemoglobin A2 atau hemoglobin F dan tidak didapatkan hemoglobin H
disease. Alfa Thalasemia trait seringkali didiagnosis pada pasien dengan
anemia ringan, mikrositosis nyata, dan tidak terdapat peningkatan hemoglobin
A2 atau hemoglobin F.
 Hemoglobin H Disease
Pada pasien ini terdapat anemia hemolitik dengan derajat bervariasi, dengan
kadar hematokrit 28% sampai 32%. Kadar MCV rendah, yaitu 60-70 fL.
Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas dengan hipokromi, mikrositosis,
sel target dan poikilositosis. Angka retikulosit meningkat. Elektroforesis
hemoglobin menunjukkan adanya hemoglobin yang bermigrasi cepat
(hemoglobin H) dalam jumlah 10-40% dari hemoglobin. Apusan darah tepi
dapat diperjelas dengan cat khusus untuk menunjukkan adanya hemoglobin H.
 Thalasemia Beta Minor
Seperti pada pasien Thalasemia alfa trait, pasien akan mengalami anemia
ringan dengan hematokrit berkisar antara 28%-40%. Kadar MCV berkisar
antara 55- 75 fL, dan angka eritrosit bisa normal atau meningkat. Apusan
darah tepi menunjukkan abnormalitas ringan dengan hipokromi, mikrositosis,
dan sel target. Berbeda dengan Thalasemia alfa, pada Thalasemia beta minor
bisa terdapat basofil stippling. Angka retikulosit bisa normal atau sedikit
meningkat. Elektroforesis hemoglobin menunjukkan peningkatan hemoglobin
A2 berkisar antara 4-8% dan terkadang terjadi peningkatan hemoglobin F
antara 1-5%.
 Thalasemia Beta Mayor
Thalasemia beta mayor menyebabkan anemia berat dan tanpa transfusi,
hematokrit dapat turun sampai dibawah 10%. Apusan darah tepi menunjukkan
abnormalitas, poikilositosis berat, hipokromi, mikositosis, sel target, basofil
stippling dan eritrosit berinti. Hemoglobin A sangat sedikit bahkan tidak
ditemukan. Hemoglobin A2 ditemukan dalam jumlah yang sangat bervariasi,
dan hemoglobin utama yang dapat ditemukan adalah hemoglobin F.
2) Skrining
Skrining merupakan pemantauan perjalanan penyakit dan pemantauan hasil terapi
yang lebih akurat. Pemeriksaan ini meliputi Hematologi rutin untuk mengetahui
kadar Hb dan ukuran sel darah, gambaran darah tepi untuk melihat bentuk, warna,
dan kematangan sel-sel darah, feritin dan iron serum (SI) untuk melihat status besi,
analisis hemoglobin untuk diagnosis dan menentukan jenis Thalasemia, serta
analisis DNA untuk diagnosis prenatal (pada janin) dan penelitian.
3) Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine) diberikan setelah kadar feritin
serum sudah mencapai 1000mg/l atau saturasi transferin lebih dari 50%, atau
sekitar 10 – 20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25 – 50 mg/kg berat
badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8 – 12 jam dengan minimal
selama 5 hari berturut-turut setiap selesai transfusi darah.
A) Vitamin C 100 - 250 mg/hari selama pemberian khelasi besi, untuk
meningkatkan efek khelasi besi.
B) Asam folat 2 – 5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
C) Vitamin E 200 – 400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang
umur sel darah merah.
4) Splenektomi
Splenektomi perlu dilakukan untuk mengurangi kebutuhan darah. Splenektomi
harus ditunda sampai pasien berusia > 6 tahun karena tingginya resiko infeksi yang
berbahaya pasca splenektomi. Splenektomi dilakukan dengan indikasi:
a) Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita akan
menimbulkan peningkatan tekanan intra abdominal dan memungkinkan
terjadinya ruptur.
b) Hiperplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
5) Transfusi Darah
Pengobatan paling umum pada penderita Thalasemia adalah transfusi komponen
sel darah merah. Transfusi bertujuan untuk menyuplai sel darah merah sehat bagi
penderita. Transfusi darah yang teratur perlu dilakukan untuk mempertahankan
hemoglobin penderita diatas 10 g/dL setiap saat. Hal ini biasanya membutuhkan 2
– 3 unit tiap 4 – 6 minggu.21 Keadaan ini akan mengurangi kegiatan hemopoesis
yang berlebihan di dalam sum-sum tulang dan juga mengurangi absorbsi Fe di
traktus digestivus, serta dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan
penderita.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi
bagi penderita Thalasemia. Pencegahan tersier bagi penderita Thalasemia adalah
dengan mendirikan pusat rehabilitasi medis bagi penderita Thalasemia. Saat ini telah
berdiri Yayasan Penderita Thalasemia Indonesia di Jakarta. Yayasan ini bertujuan
untuk mengumpulkan dana bagi penderita Thalasemia yang kurang mampu. Selain itu,
yayasan ini juga menjadi wadah untuk bertukar informasi, fikiran dan pengalaman
dalam mengatasi masalah kesehatan dan psikologis pada penderita Thalasemia.

m. Prognosis
n. SKDI

VII. Learning Issue


a. Thalassemia
b. Eritropoesis

Você também pode gostar