Você está na página 1de 14

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Penyakit


1.1.1 Definisi
Thalasemia adalah sekelompok kelainan darah herediter yang ditandai dengan
berkurangnya atau tidak ada sama sekali sintesis rantai globin, sehingga menyebabkan Hb
berkurang dalam sel-sel darah merah, penurunan produksi sel-sel darah merah dan anemia
(Robbins. 2007).
Thalasemia merupakan anemia hemolitik, herediter, kronik dimana terjadi kelainan
pembentukaan rantai hemoglobin (Tarwoto 2006).

1.1.2 Anatomi Fisiologi


1.1.2.1 Pembentukkan Hemoglobin
Sintesis hemoglobin dimulai dalam eritroblast dan terus berlangsung sampai tingkat
normoblast dan retikulosit. Dari penyelidikan dengan isotop diketahui bahwa bagian hem dari
hemoglobin terutama disintesis dari asetat dan glisin dan sebagian besar sintesis ini terjadi
dalam mitokondria. Langkah awal sintesis adalah pembentukan senyawa pirol. Selanjutnya,
empat senyawa pirol bersatu membentuk senyawa protoporfirin, yang kemudian berikatan
dengan membentuk molekul hem. Akhirnya empat molekul hem berikatan dengan satu
molekul globin, suatu globulin yang disintesis dalam ribosom reticulum endoplasma,
membentuk hemoglobin. Hemoglobin mempunyai berat molekul 64.458.
Ikatan hemoglobin dengan oksigen. Gambaran yang paling penting dari molekul
hemoglobin adalah kemampuannya mengikat oksigen dengan lemah dan secara irreversibel.
Fungsi primer hemoglobin dalam tubuh tergantung pada kemampuannya untuk berikatan
dengan oksigen dalam paru-paru dan kemudian mudah melepaskan oksigen ini ke kapiler
jaringan tempat tekanan gas oksigen jauh lebih rendah dalam paru-paru. Oksigen tidak
berikatan dengan besi ferro yang bervalensi positif dua dalam molekul hemoglobin. Tetapi ia
berikatan lemah dengan salah satu enam “koordinasi” dari atom besi. Ikatan ini sangat lemah
sehingga ikatan ini mudah sekali reversible.(Guyton,1995)
Didalam sumsum tulang juga dibuat protein. Hemoglobin, suatu bahan yang penting
sekali dalam eritrosit juga dibentuk dalam sumsum tulang. Hemoglobin ini dibentuk dari hem
dan globin. Hem sendiri terdiri dari empat struktur pirol dengan atom Fe ditngahnya,
sedangkan globin terdiri dari dua pasang rantai polipeptida.
Jenis hemoglobin normal yang ditemukan pada manusia ialah Hb A yang kadarnya kira-kira
98 % dari keseluruhan hemoglobin, Hb F yang kadarnya tidak lebih dari 2% pada anak
berumur lebih dari 1 tahun dan Hb A2 yang kadarnya tidak lebih dari 3%. Pada bayi baru
lahir kadar Hb F masih sangat tinggi yaitu kira-kira 90% dari seluruh hemoglobin bayi
tersebut. Pada perkembangan selanjutnya kadar Hb F ini akan berkurang hingga pada umur 1
tahun kadarnya tidak lebih dari 2%.
Rantai polipeptida Hb A terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta. Hb F terdiri dari 2
rantai alfa dan 2 rantai gamma. Hb A2 terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gamma. Oleh
karena itu jenis hemoglobin tersebut diberi tanda sbb : Hb A=  2 2; Hb F=2 2 dan Hb
A2=2 2. Rantai alfa mempunyai 141 asam amino sedangkan rantai beta dan gamma
mempunyai 146 asam amino. (Ilmu kesehatan Anak,1985)
2. Metabolisme Besi
Karena besi penting bagi pembentukan hemoglobin, mioglobin dalam otot, dan zat-zat
ini perlu mengetahui cara-cara besi digunakan dalam tubuh. Jumlah total besi dalam tubuh
rata-rata sekitar 4 gram, kira-kira 65 % diantaranya dalm bentuk hemoglobin. Sekitar 4%
terdapat dalam bentuk mioglobin, 1% dalam bentuk berbagai senyawa hem yang mengawasi
oksidasi intrasel, 0,1% berikatan dengan protein transferin dalam plasma darah, dan sampai
30% terutama disimpan dalam hati dalam bentuk ferritin.
a. Transpor dan penyimpanan besi
Bila besi diabsorpsi dari usus halus, segera ia berikatan dengan globulin, transferin,
dan ditranspor dalam bentu ikatan ini didalam plasma darah. Besi berikatan sangat lemah
dengan molekul globulin dan akibatnya dapat dilepaskan kesetiap sel jaringan dan pada setiap
tempat dalam tubuh. Kelebihan besi dalam darah ditimbun khususnya dalam sel hati, tempat
sekitar 60% besi yang berlebihan disimpan. Disini besi berikatan dengan protein apoferritin,
untuk membentuk ferritin. Apoferritin mempunyai berat molekul kira-kira 460 ribu dalam
berbagai kuantitas besi, dalam kelompokkan rantai besi dapat berikatan dengan molekul yang
lebih besar. Oleh karena itu, ferritin dapat mengandung besi dalam jumlah sedikit atau dalam
jumlah yang relatif besar. Bila jumlah besi dalam plasma turun sangat rendah, besi
dikeluarkan dari ferritin dengan mudah sekali. Besi kemudian ditranspor kebagian-bagian
tubuh yang memerlukan. Bila sel darah merah telah mencapai masa hidupnya dan
dihancurkan, hemoglobin yang dikeluarkan dari sel dicerna oleh sel-sel retikuloendotel.
Disini dikeluarkan besi bebas, dan besi ini kemudian dapat disimpan dalam pangkalan ferritin
atau dipakai kembali untuk pembentukan hemoglobin.
b. Absorbsi besi dari saluran pencernaan
Besi diabsorbsi hampir seluruhnya dalam usus halus bagian atas, terutama dalam
duodenum. Besi diabsorbsi dengan proses absorbsi aktif, walaupun mekanisme absorbsi aktif
yang sebenarnya tidak diketahui.
c. Pengaturan besi total tubuh dengan perubahan kecepatan absorbsi.
Bila pada hakekatnya semua apoferritin tubuh telah menjadi jenuh dengan besi, maka
sulit transferring darah melepaskan besi kejaringan. Sebagai akibatnya, transferring yang
normalnya hanya jenuh sepertiganya dengan besi, sekarang hampir seluruhnya terikat dengan
besi dan akan hampir tak menerima besi baru dari sel mukosa usus. Kemudian sebagai
stadium akhir proses ini, pembentukan kelebihan besi dalam sel mukosa sendiri menekan
absorbsi besi aktif dari lumen usus dan pada waktu yang sama sedikit meningkatkan ekskresi
besi dari mukosa. (Guyton,1995)

1.1.3 Etiologi
Etiologi dari thalasemia adalah: Faktor Genetik Suriadi dan Rita Yuliani (2006).
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter). Thalasemia
merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam
pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Penyebab
kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia ) dan kelainan
hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh ;
1. Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misalnya : Pada
HBS,HbF, HbD.
2. Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa ) rantai globin seperti pada thalasemia.
Penyebab Talasemia Beta major
Talasemia major berlaku apabila gen yang cacat diwarisi daripada kedua-dua ibu dan
bapa. Jika ibu atau bapa merupakan pembawa ciri Talasemia, mereka boleh menurunkan ciri
ini kepada anak-anak mereka. Jika kedua-dua ibu bapa pembawa ciri tersebut maka anak-
anak mereka mungkin merupakan pembawa atau mereka akan menghidap penyakit tersebut

1.1.4 Klasifikasi
Menurut Tarwoto (2008) Berdasarkan sintesis rantai globinnya thalasemia dikelompokkan
menjadi dua yaitu:
1.1.4.1 Thalasemia Alfa
Dimana terjadi penurunan sintesis alfa. Thalasemia ini gejala , bahkan tanpa gejala.
Keadaan sel darah merahnya mikrositik.
1.1.4.2 Thalasemia Beta
Merupakan thalasemia yang sering terjadi, biasanya mempunyai tanda dan gejala
berariasi. Thalasemia Beta dibagi atas:
1) Thalasemia minor atau trait merupakan bentuk heterozigot, mikrositik anemia dan
sering tanpa gejala.
2) Thalasemia Intermedia, pada thalasemia ini ditemukan adanya spleenomegali, anemia
sedang sampai berat.
3) Thalasemia mayor atau cooley anemia, bentuk homozigot disertai anemia berat. Jika
dilakukan transfusi darah yang terus menerus akan terjadi penumpukan zat besi yang
beresiko terhadap kegagalan fungsi jantung, ginjal, hati, gonad atau disebut
hemokromatosis. Pada thalasemia mayor mempunyai ciri anemia yang khas
diantaranya; pucat, anemia, kurus, hepatosplenomegali dan ikterus ringan, mulai
Nampak bayi berumur 3-6 bulan, pertumbuhan lambat, hidung pesek tanpa pangkal
hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi lebar (mongoloid). Kulit pucat
kekuning-kuningan, jika sering dilakukan transfusi warna kulit menjadi kelabu karena
penimbunan pada jaringan kulit.

1.1.5 Patofisiologi (Pathway)

Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan kelebihan rantai beta
dan gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami
presippitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi
sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz,
merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin
menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih.
Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC secara terus-menerus
pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya
sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak
adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone
marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah
berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel
eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya
volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh
system retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya
mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang,peningkatan
absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses
hemolisis.

1.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)


Pada thalasemia mayor manifestasi klinik telah terlihat sejak anak berumur kurang
dari satu tahun. Gejala yang tampak,yaitu :
a) Anak lemah
b) Pucat
c) Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
d) Berat badan kurang
Pada anak yang lebih besar gejala yang tampak :
a) Sering dijumpai adanya gizi buruk
b) Perut membuncit karena adanya pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba.
c) Adanya pembesaran limpa dan hati mempengaruhi gerak si pasien karena kemampuan
terbatas.
Gejala lain (khas) :
a) Bentuk muka yang mongoloid
b) Hidung pesek mata lebar dan tulang dahi membesar disebabkan karena gangguan
perkembangan tulang muka dan tengkorak. (gambaran radiologis tulang
memperlihatkan medulla yang lebar, korteks tipis dan trabekula kasar)
c) Keadaan kulit kekuning-kuningan
d) Jika pasien, telah sering mendapatkan tranfusi darah kulit menjadi kelabu dengan besi
akibat penimbunan dalam jaringan kulit
e) Penimbunan besi dalam jaringan tubuh seperti pada hepar, limpa, jantung akan
mengakibatkan gangguan fungsi faal alat-alat tersebut.
1.1.7 Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang
berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di
timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini
menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur
akibat trauma ringan. (Hassan dan Alatas, 2002)
Menurut Suriadi dan Rita Yuliani (2006) beberapa komlikasi,yaitu :
a) Fraktur Patologi
b) Hepatospleonomegali
c) Gangguan tumbuh kembang
d) Disfungsi organ

1.1.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Darah tepi :
Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan
makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly,
poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
Retikulosit meningkat.
2. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
3. Pemeriksaan khusus :
Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier)
dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
4. Pemeriksaan lain :
Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar
dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula
tampak jelas.
1.1.9 Penatalaksanaan Medis
Pengobatan pada penderita thalasemia dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu (Permono,
B, 2006):
1.1.9.1 Medikamentosa
1. Pemberian iron chelating agent (desferoxamine) diberikan setelah kadar ferritin
serum sudah mencapai 1000 mg/l atau transferrin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali
transfuse darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat bada/hari subkutan melalui
pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal waktu selama 5 hari berturut
setiap selesai transfuse darah.
2. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian khelasi besi, untuk meningkatkan efek
khelasi besi.
3. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
4. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel
darah merah.
1.1.9.2 Splenektomi
Splenektomi perlu dilakukan untuk mengurangi kebutuhan darah. Splenektomi harus
ditunda sampai pasien berusia > 6 tahun karena tingginya resiko infeksi pasca splenektomi.
Splenektomi dilakukan dengan indikasi :
1. Limpa yang terlalu besar, sehingga membatai gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intra abdominal dan bahaya terjadi rupture.
2. Hipersplenisme di tandai dengan peningkatan kebutuhan tranfusi darah atau
kebutuhan suspense eritrosit melebihi 250ml/kg berat badan dalam satu tahun.
1.1.9.3 Suportif
Pengobatan paling umum pada penderita thalasemia adalah transfusi komponen sel darah
merah. Transfusi bertujuan untuk mensuplai sel darah merah sehat untuk sementara waktu
pada penderita. Transfusi darah yang teratur perlu dilakukan untuk mempertahankan
hemoglobin penderita di atas 10 g/dl setiap saat. Hal ini biasanya membutuhkan 2-3 unit tiap
4-6 minggu. Dengan keadaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat,
menurunkan tingkat akumulasi besi dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan
perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk packed red Cell (PRC), 3 ml/kg BB
untuk setiap kenaikan hemoglobin 1 g/dl.
1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
a. Identitas
 Usia : anak 1 S/d 5 tahun
 Jenis Kelamin : laki-laki dan perempuan
b. Keadaan Umum
 Pasien tampak pucat, lemah, anoreksia dan sesak nafas
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Bahwa thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik yang diturunkan dari kedua
orang tua kepada anak-anaknya secara resesif.
d. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : - Konjungtiva terlihat anemis
- Pertumbuhan gigi yang buruk
- Sinusitis
Auskultasi : - Sesak nafas
e. Aktivitas / Istirahat
Kelesuan, kelelahan, kelemahan, malaise umum Hilangnya produktivitas, penurunan
toleransi latihan, kebutuhan yang lebih besar untuk tidur dan istirahatMungkin menunjukkan:
Kelesuan, kelemahan parah dan pucat meningkat (krisis aplastik),kiprah gangguan (nyeri,
kyphosis, lordosis), ketidakmampuan untuk berjalan (nyeri), dan postur tubuh yang buruk
(merosot dari bahu penunjukkan kelelahan)
f. Sirkulasi
Dapat melaporkan: Palpitasi atau nyeri dada angina (penyakit arteri koroner bersamaan
[CAD] iskemia / miokard, sindrom dada akut)
g. Makanan/Cairan
Anoreksia, mual / muntahMungkin menunjukkan: Tinggi / berat badan biasanya di bawah
persentilKulit buruk turgor dengan tenting terlihat (krisis, infeksi, dan dehidrasi)
Kulit kering / membran mukosa
h. Pemeriksaan persistem
a. Respirasi : Frekuensi nafas, bunyi nafas.
b. Muskuloskeletal : Tonus otot, pergerakan, kekakuan
c. Neurologi : Tingkat kesadaran, reflek pupil
d. Kardiovaskuler : Frekuensi, kualitas dan irama denyut jantung, pengisian
kapiler, sirkulasi.
e. Gastrointestinal : Bising usus, pola defekasi, distensi
f. Perkemihan : Produksi urine

1.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kurangnya selera makan
2. Perubahan perfusi jaringan b/d berkurangnya komponen seluler yang penting untuk
menghantar O2/zat nutrisi ke sel (berkurangnya kapasi
3. Perubahan perfusi jaringan b/d berkurangnya komponen seluler yang penting untuk
menghantar O2/zat nutrisi ke sel (berkurangnya kapasitas darah

1.2.3 Intervensi
1) Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kurangnya selera makan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi.
Kriteria Hasil : Menunjukkan BB naik, tidak terjadi malnutrisi.

No Intervensi Rasional
1 Kaji riwayat nutrisi, termasuk - Mengidentifikasi defisiensi,
makanan yang disukai. menduga kemungkinan intervensi
2 Observasi dan catat masukan makanan - Mengawasi masukan kalori atau
Px kualitas kekurangan konsumsi
makanan
3 Timbang BB tiap hari - Mengawasi penurunan BB atau
efektifitas intervensi nutrisi
4 Observasi dan mencatat kejadian mual - Gejala GI menunjukkan efek anemia
/ muntah, flatus dan gejala lain yang (Hipoksia) pada organ
berhubungan

5 Berikan dan bantu higiene mulut yang - Meningkatkan nafsu makan dan
baik pemasukan oral, menurunkan
pertumbuhan bakteri meminimalkan
kemungkinan infeksi

6 Konsul pada Ahli Gizi - Membantu dalam membuat rencana


diet untuk memenuhi kebutuhan
individual.
2) Intoleransi Aktivitasi b/d tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen (O2)
Tujuan : Intoleransi terhadap aktivitas akan teratasi
Kriteria hasil : Menujukkan peningkatan toleransi aktivitas
No Intervensi Rasional
1 Kaji kemampuan Px untuk - Mempengaruhi pilihan intervensi
melakukan tugas / bantuan
2 Kaji kehilangan / gangguan - Menunjukkan perubahan
keseimbangan gaya jalan, hemolegi karena defisiensi Vit
kelemahan otot B12 mempengaruhi keamanan Px
/ resiko cidera
3 Monitor TTV - Manifestasi kardiopulmonal dari
upaya jantung dan paru untuk
membawa jumlah O2adekuat ke
jaringan
4 Ubah posisi Px dengan perlahan -Hipotensi postural / hipoksio
dan pantau terhadap pusing serebral dapat menyebabkan
pusing, berdenyut dan
peningkatan resiko cidera
5 Beri bantuan dalam ambulasi -Membantu meningkatkan harga
diri ditingkatkan bila pasien
melakukan sesuatu sendiri
6 Mengajukan Px untuk -Regangan / stress
menghentikan aktivitas bila kardiopulmonal berlebihan /
polipitas nyeri dada, nafas peridek stress dapat menimbulkan
kelemahan atau pusing terjadi dekonsasi / kegagalan.
3 Perubahan perfusi jaringan b/d berkurangnya komponen seluler yang penting untuk
menghantar O2/zat nutrisi ke sel (berkurangnya kapasitas darah).
Tujuan : Tidak terjadinya gangguan perfusi jaringan
Kriteria hasil : Menunjukkan perfusi jaringan adequat dengan ditandai tanda-tanda syok tidak
ada, TTV normal, dll.

Intervensi Rasional
1. Monitor TTV - Adanya perubahan perfusi jaringan otak
dapat menyebabkan terjadinya perubahan
tanda-tanda vital : TD↓, RR↑
2. Tinggikan posisi kepala di tempat tidur - Meningkatnya ekspansi paru dan
sesuai toleransi memaksimalkan oksigenasi paru untuk
kebutuhan seluler.
3. Awasi upaya pernafasan, auskultasi - Dispnea, gemericik menunjukkan GJK
bunyi nafas : perhatikan bunyi nafas karena regangan jantung lama/peningkatan
adventisius. kompensasi curah jantung.
4. Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi. - Iskemia seluler mempengaruhi jaringan
5. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan mio kardal /potensial resiko inflan.
suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai - Kenyaman pasien/kebutuhan rasa hangat
dengan indikasi. harus seimbang dengan kebutuhan untuk
6. Ajarkan untuk menghindari penggunaan menghindari panas berlebiha pencetus
bantalan penghangat/botol air panas. vasodilatasi.
7. Kolaborasikan untuk pemberian - Termoreseptor jaringan deral dangkal
PRC.Awasi ketat untuk komplikasi karena gangguan oksigen.
transfusi.
8. Berikan oksigen tambahan sesuai
indikasi
-Meningkatkan jumlah sel pembawa
oksigen:memperbaiki difisiensi untuk
menurunkan resiko perdarahan.
-Memaksimalkan transport oksigen ke
jaringan.
1.2.4 Implementasi
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
 Mengkaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
 Mengobservasi dan mencatat masukan makanan
 Menimbang BB tiap hari
 Mengobservasi dan mencatat kejadian mual muntah, flatus dan gejala lain yang
berhubungan
 Memberikan dan membantu higiene mulut dengan baik
 Mengkonsulkan atau mendiskusikan dengan ahli gizi

2. Intoleransi Aktivitas
 Mengkaji kemampuan px untuk melakukan tugas
 Mengkaji kehilanngan / gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot
 Memonitor dan mencatat perkembangan TTV
 Mengubah posisi px dengan perlahan dan pemantau terhadap pusing
 Memberi bantuan dalam ambulasi
 Mengajukan px unttuk mengehentikan aktivitas bila palpitasi nyeri dada, nafas
pendek kelemahan atau pusing terjadi.

1.2.5 Evaluasi
Merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan. Tujuan evaluasi adalah untuk

menilai apakah tujuan dalam keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan pengkajian

ulang untuk menilai apakah tujuan tercapai sebagian, seluruhnya atau tidak tercapai dapat

dibuktikan dari perilaku pasien dan pemeriksaan penunjang lainnya.

Dalam hal ini juga sebagai langka koreksi terhadap rencana keperawatan semula.

Untuk mencapai rencana keperawatan berikutnya yang lebih relevan.


BAB 2
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Thalasemia adalah sekelompok kelainan darah herediter yang ditandai dengan
berkurangnya atau tidak ada sama sekali sintesis rantai globin, sehingga menyebabkan Hb
berkurang dalam sel-sel darah merah, penurunan produksi sel-sel darah merah dan anemia
(Robbins. 2007).
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter). Thalasemia
merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam
pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Penyebab
kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia ) dan kelainan
hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh ;
1. Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misalnya : Pada
HBS,HbF, HbD.
2. Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa ) rantai globin seperti pada thalasemia.

2.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

 Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (Ed. 9). Jakarta : EGC
 Tarwoto, Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Edisi ketiga. Jakarta : Salemba Medika
 Robbins,2007, buku ajar patologi, edisi 7 , penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta

Você também pode gostar