Você está na página 1de 182

ANALISIS PENERAPAN BOTTOM AIR DECK TERHADAP

FRAGMEN BATUAN HASIL PELEDAKAN, DIGGING TIME


ALAT MUAT, DAN ELEVASI LANTAI JENJANG DI
PIT MOD PT. KALTIM PRIMA COAL, SANGATTA
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

SKRIPSI

Oleh :
MUCHAMMAD IQBAL TUTUKO
112120054

PROGRAM STUDI SARJANA


JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2016
ANALISIS PENERAPAN BOTTOM AIR DECK TERHADAP
FRAGMEN BATUAN HASIL PELEDAKAN, DIGGING TIME
ALAT MUAT, DAN ELEVASI LANTAI JENJANG DI
PIT MOD PT. KALTIM PRIMA COAL, SANGATTA
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

SKRIPSI
Disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik dari
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Oleh :
MUCHAMMAD IQBAL TUTUKO
112120054

PROGRAM STUDI SARJANA


JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2016
Dipersembahkan untuk
Bapak Ibu tercinta, Kakak dan Adik ku
RINGKASAN

PT. Kaltim Prima Coal (PT. KPC) adalah pemegang kuasa eksplorasi dan
penambangan batubara untuk daerah seluas 90.960 Ha di Kecamatan Sangatta dan
Bengalon, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. PT. Kaltim Prima Coal
membagi area penambangan menjadi tiga divisi operasional yaitu, MOD (Mine Operation
Division), CMD (Contract Mine Division) Sangatta dan CMD (Contract Mine Division)
Bengalon. Sementara itu lokasi penelitian berada di lokasi Pit MOD yang terdiri dari Dept.
Pit Bintang (Bendili), Dept. Pit Jupiter (Pinang South), dan Dept. Pit Hatari (Inul Middle
dan Inul East). Proses pembongkaran lapisan penutup dilakukan peledakan dengan batas
penggunaan bahan peledak per peledakan (Powder Factor) sebesar 0,30 kg/BCM.
Berdasarkan hasil pengamatan, di pit MOD mengalami kelebihan PF untuk menjaga
kualitas peledakan dari sisi fragmentasi ≥80% di ukuran 300 mm. Dept. Pit Bintang
menjadi lokasi dengan kontribusi powder factor terbesar, sedangkan di Dept. Pit Hatari dan
Jupiter berada di ambang batas powder factor, sehingga dibutuhkan inovasi untuk
menurunkan nilai PF dengan meminimalisir penurunan kualitas peledakannya. Bottom air
deck adalah salah satu cara menurunkan PF dengan mengganti dasar kolom isian (Column
Charge) dengan udara (Air Deck) yang ditentukan dari rasio Air Deck Factor (ADF) dan
akan berbeda berdasarkan nilai karakteristik batuan per lokasi pit.
Observasi yang telah dilakukan peneliti di masing-masing pit di MOD tidak
mengubah keseluruhan geometri yang ada, namun hanya mengganti sebagian kolom isian
dan kolom stemming dengan kolom udara (air deck) sepanjang 1 meter. Persamaan air deck
factor (ADF) = Air deck length (ADL)/Original Column Charge (OCC), dengan nilai
original column charge juga akan berubah-ubah sesuai dengan kedalaman lubang
ledaknya, maka dari itu hasil akhir penelitian berupa rekomendasi penggunaan bottom air
deck dikedalaman lubang tertentu berdasarkan Air deck factor usulan dari percobaan
peledakan per lokasi pit. Analisis prediksi RMR terhadap air deck factor di pit Inul Middle,
Inul East, Bendili, dan Pinang South didapat nilai ADF prediksi RMR sebesar 0,1 – 0,2
dengan penurunan PF rencana rata-rata sebesar 4,15%.
Hasil percobaan peledakan di pit Inul Middle, Inul East, Bendili, dan Pinang South
berdasarkan parameter keberhasilan percobaan peledakan yang dilihat dari fragmentasi
batuan hasil peledakan, digging time alat muat, dan elevasi lantai tujuan/ request level (RL),
didapat air deck factor (ADF) rekomendasi pit Inul Middle sebesar 0,10 – 0,23; pit Inul
East sebesar 0,10 – 0,29; pit Bendili sebesar 0,10 – 0,15; dan pit Pinang South sebesar 0,10
– 0,20. Berdasarkan rekomendasi air deck factor (ADF) per lokasi pit, maka dapat
diketahui rekomendasi kolom isian minimumnya, antara lain di pit Inul Middle = 4,2 meter;
Inul East = 3,5 meter; Bendili = 6,5 meter; dan Pinang South = 5,2 meter.
Percobaan peledakan yang telah dilakukan di masing-masing pit diketahui bahwa
terjadi penurunan nilai powder factor aktual rata-rata sebesar 8,23% terhadap PF geometri
tanpa air deck.

Kata kunci : Powder Factor, Air Deck Factor, Kolom Isian

v
ABSTRACT

PT. Kaltim Prima Coal (PT. KPC) is an authority holder company in coal exploration
and coal mining for 90.960 Ha area located in Sangatta-Bengalon, East Kutai, East of
Borneo. PT. Kaltim Prima Coal (PT. KPC) divide its mining operation in three mine
operational division that is MOD (Mining Operation Division), CMD (Contract Mine
Division) site Sangatta, and CMD (Contract Mine Division) site Bengalon. The research
located in pit MOD that consist of three different location, Department Pit Hatari (pit Inul
Middle, pit Inul East), Department Pit Bintang (pit Bendili), and Department Pit Jupiter
(pit Pinang South). Blasting is required to open or break coal overburden, with maximum
of explosive charge per blasting (powder factor/PF) is 0,30 kg/m3.
From observation, blasting result in Mining Operation Division (MOD) was having
an excessive powder factor (PF) to maintain blasting quality from fragmentation (percent
passing ≥80% in size of ≤300 mm) and digging time (based on type of excavator). Dept.
Pit Bintang was holding the largest contribution in over powder factor, meanwhile Dept.
Pit Hatari and Dept. Pit Jupiter was near the powder factor limit. With the result of that,
improvement is needed to minimalize the use of explosives, however it might cost its
blasting quality. Bottom air deck is one of the other way to reduce PF by replacing bottom
side of column charge with air (air deck). The length of air deck is determined by ratio of
air deck factor and could be predicted by the value of rock mass ratings (RMR).
Research that had been done in each pit in MOD did not change entire blast
geometry, however the only geometry that have been adjusted is changing the bottom part
of column charge with 1 meter air deck. Based on the air deck factor (ADF) equation = air
deck length (ADL)/original column charge length (OCCL), with the value of OCCL will
also become variably along with depth of blasthole. Therefore, the research final result will
come as bottom air deck usage recommendation in certain blastholes depth based from air
deck factor trial results. Air deck factor (ADF) prediction analysis from rock mass ratings
(RMR) in each pit (Inul Middle, Inul East, Bendili, and Pinang South) resulted range value
of 0,1 – 0,2 with average powder factor reduction is 4,15%.
Blasting trials in each pit based on fragmentation, digging time, and actual floor
elevation has resulted air deck factor recommendation in pit Inul Middle is 0,10 – 0,23, pit
Inul East is 0,10 – 0,29, pit Bendili is 0,10 – 0,15, and pit Pinang South is 0,10 – 0,20.
Based on air deck recommendations, therefore it resulted recommendation of minimum
column charge length which is in pit Inul Middle = 4,2 meter, pit Inul East = 3,5 meter, pit
Bendili = 6,5 meter and pit Pinang South = 5,2 meter. Average actual powder factor was
thus reduced by 8,23% as compared to non air deck blasting plan.

Keywords : Powder Factor, Air Deck Factor, Column Charge

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi tepat pada
waktunya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana teknik dari Program Studi Sarjana, Jurusan Teknik Pertambangan UPN
"Veteran" Yogyakarta. Skripsi ini disusun berdasarksan hasil penelitian yang
dilakukan di PT. Kaltim Prima Coal selama kurang lebih empat bulan yaitu dimulai
dari tanggal 11 April 2016 sampai dengan tanggal 8 Agustus 2016.
Penulis mengucapkan terima kasih, kepada yang terhormat :
1. Ibu Prof.Dr.Ir. Sari Bahagiarti K., M.Sc., Rektor Universitas Pembangunan
Nasional ‘‘Veteran’’ Yogyakarta
2. Bapak Dr.Ir. Suharsono, MT., Dekan Fakultas Teknologi Mineral
3. Bapak Dr. Edy Nursanto, ST., MT., Ketua Jurusan Teknik Pertambangan
4. Ibu Ir. Wawong Dwi Ratminah, MT , Koordinator Program Studi Sarjana
Teknik Pertambangan
5. Bapak Ir. Raden Hariyanto, MT., Dosen Pembimbing I
6. Bapak Ir.Drs. Abdul Rauf, M.Sc., Dosen Pembimbing II
7. Bapak Dr.Ir. S. Koesnaryo, M.Sc., IPM., Dosen Pembahas I
8. Bapak Prof.Ir. D. Haryanto, M.Sc., Ph.D., Dosen Pembahas II
9. Manager dan staf karyawan Drill & Blast Department PT. Kaltim Prima Coal.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, November 2016 Penulis

(Muchammad Iqbal Tutuko)

vii
DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN ............................................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR .................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiv
BAB
I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 2
1.4. Batasan Masalah ........................................................................... 2
1.5. Metodologi Penelitian ................................................................... 2
1.6. Manfaat Penelitian ........................................................................ 3

II TINJAUAN UMUM ............................................................................ 4


2.1. Profil Perusahaan .......................................................................... 4
2.2. Lokasi dan Kesampaian Daerah .................................................... 5
2.3. Keadaan Geologi ........................................................................... 6
2.4. Iklim dan Curah Hujan ................................................................. 10
2.5. Cadangan dan Kualitas Batubara .................................................. 11
2.6. Produksi Batubara dan Overburden .............................................. 13
2.7. Kegiatan Penambangan ................................................................. 13
2.8. Pengolahan dan Pengapalan Batubara .......................................... 17
2.9. Reklamasi ..................................................................................... 18

III DASAR TEORI ................................................................................... 19


3.1. Mekanisme Pecahnya Batuan ....................................................... 19
3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Peledakan ............. 20
3.3. Rock Mass Ratings (RMR) ........................................................... 39
3.4. Air Decking ................................................................................... 40
3.5. Fragmentasi Batuan ...................................................................... 42

viii
IV HASIL PENELITIAN ......................................................................... 49
4.1. Karakteristik Massa Batuan .......................................................... 49
4.2. Pengeboran ................................................................................... 52
4.3. Peledakan ...................................................................................... 59
4.4. Distribusi Fragmen Batuan Hasil Peledakan ................................ 68
4.5. Digging Time Alat Muat ............................................................... 72
4.6. Elevasi Lantai Jenjang .................................................................. 73
4.7. Rekomendasi Penerapan Bottom Air Deck ................................... 78

V PEMBAHASAN .................................................................................. 84
5.1. Analisis Penerapan Bottom Air Deck terhadap Powder Factor,
Fragmentasi, Digging Time, dan Elevasi Lantai Jenjang ............. 84
5.2. Analisis Panjang Kolom Isian dan Kedalaman Lubang Ledak .... 93

VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 95


6.1. Kesimpulan ................................................................................... 95
6.2. Saran ............................................................................................. 96

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 97


LAMPIRAN .................................................................................................. 99

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1. Lokasi Daerah PKP2B PT. Kaltim Prima Coal ............................... 5
2.2. Geologi Regional PT. Kaltim Prima Coal ....................................... 7
2.3. Stratigrafi Daerah Pinang ................................................................. 8
2.4. Grafik Curah Hujan Bulanan PT. Kaltim Prima Coal ..................... 10
2.5. Kualitas Batubara PT. Kaltim Prima Coal ....................................... 12
2.6. Diagram Alir Kegiatan Penambangan di PT. Kaltim Prima Coal ... 14
3.1. Mekanisme Pecahnya Batuan .......................................................... 19
3.2. Pengaruh Struktur Rekahan Pada Proses Peledakan ........................ 23
3.3. Arah Peledakan Pada Bidang Perlapisan ......................................... 24
3.4. Distribusi Gelombang Energi Peledakan Lubang Ledak Tegak dan
Miring .............................................................................................. 26
3.5. Pola Pengeboran ............................................................................... 27
3.6. Pengaruh Energi Ledakan Pada Pola Pengeboran ........................... 28
3.7. Geometri Peledakan ......................................................................... 29
3.8. Pengaruh Burden Terhadap Efek Peledakan .................................... 29
3.9. Pengaruh Spasi Terhadap Kondisi Dinding Akhir ........................... 32
3.10. Pengaruh Stemming ......................................................................... 33
3.11. Kebutuhan Minimum Subdrilling .................................................... 34
3.12. Pola Peledakan Berdasarkan Arah Runtuhan Batuan ...................... 38
3.13. Geometri Air Decking ...................................................................... 40
3.14. Hubungan antara Air Deck Factor dan RMR .................................. 41
3.15. Proses Evaluasi Fragmentasi Metode Analisis Gambar .................. 48
4.1. Mesin Bor Sandvik Tipe D55SP ...................................................... 53
4.2. Mesin Bor Sandvik Tipe D245S ....................................................... 54
4.3. Pemasangan Patok Informasi ........................................................... 55
4.4. Pemasangan Cup ............................................................................. 55
4.5. Penandaan Informasi Kedalaman Lubang Bor ................................ 56
4.6. Instalasi Bottom Air Deck ................................................................ 56

x
4.7. Pembagian Aksesoris Peledakan Berupa Booster dan Nonel .......... 57
4.8. Pengisian Bahan Peledak (Fortis Eclipse HD) dari MMU .............. 58
4.9. Crushed Red Mudstone .................................................................... 59
4.10. Pengisian Stemming dengan Stemming Truck .................................. 59
4.11. Pola Peledakan ................................................................................. 60
4.12. Peralatan Peledakan ......................................................................... 61
4.13. Perlengkapan Peledakan .................................................................. 62
4.14. Geometri Peledakan ......................................................................... 65
4.15. Geometri Peledakan dengan Stem Deck .......................................... 66
4.16. Pola Peledakan Box Cut ................................................................... 67
4.17. Sampel Foto Fragmentasi ................................................................ 70
4.18. Tahapan Anailisis Wipfrag ............................................................... 71
4.19. Histogram Distribusi Persen Lolos Ukuran 30 cm Aktual Per
Lokasi Peledakan ............................................................................. 72
4.20. Elevasi Lantai IM17WK16 .............................................................. 74
4.21. Elevasi Lantai IM17WK19 .............................................................. 75
4.22. Elevasi Lantai IE46WK21 ............................................................... 76
4.23. Elevasi Lantai BN37Wk27 ............................................................... 77
4.24. Prediksi dan Rekomendasi Air Deck Factor (ADF) ........................ 80
4.25. Rekomendasi Kedalaman Maksimal dan Penggunaan Bottom Air
Deck Berdasarkan Jarak Titik Ukur di Pit Inul Middle .................... 81
4.26. Rekomendasi Kedalaman Maksimal dan Penggunaan Bottom Air
Deck Berdasarkan Jarak Titik Ukur di Pit Inul East ........................ 82
4.27. Rekomendasi Kedalaman Penggunaan Bottom Air Deck di Pit
Bendili .............................................................................................. 83
4.28. Rekomendasi Kedalaman Maksimal dan Penggunaan Bottom Air
Deck Berdasarkan Jarak Titik Ukur di Pit Pinang South ................. 84
5.1. Lubang Ledak Basah dan Berlumpur ............................................... 87
5.2. Ilustrasi Gassing dalam Lubang Ledak ............................................ 91

xi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.1. Spesifikasi Batubara PT. Kaltim Prima Coal ................................... 11
2.2. Produksi Batubara dan Overburden PT. Kaltim Prima Coal ........... 13
2.3. Alat Gali dan Alat Angkut Overburden PT. Kaltim Prima Coal ..... 16
3.1. Hubungan Antara Kekerasan dan Kuat Tekan Batuan .................... 21
3.2. Keuntungan dan Kerugian Lubang Ledak Tegak ............................ 25
3.3. Keuntungan dan Kerugian Lubang Ledak Miring ........................... 26
3.4. Stiffness Ratio dan Pengaruhnya ....................................................... 30
3.5. Faktor Koreksi Terhadap Jumlah Baris Lubang Ledak (Kr) ............ 31
3.6. Faktor Koreksi Terhadap Posisi Lapisan Batuan (Kd) ..................... 31
3.7. Faktor Koreksi Terhadap Struktur Geologi (Ks) .............................. 31
3.8. Persamaan untuk Menentukan Spasi ................................................ 32
3.9. Interval Waktu Antar Baris ............................................................... 36
3.10. Hubungan Powder Factor dengan Tipe Batuan ............................... 37
3.11. Rock Mass Ratings ............................................................................ 39
3.12. Blastabillity Index Parameter ........................................................... 45
4.1. Densitas Rata-Rata di Pit MOD ........................................................ 49
4.2. Data UCS dan RQD di Pit Bendili ................................................... 51
4.3. Data UCS dan RQD di Pit Inul East ................................................. 50
4.4. Data UCS dan RQD di Pit Inul Middle ............................................ 51
4.5. Data UCS dan RQD di Pit Pinnag South .......................................... 51
4.6. Nilai RMR di Lokasi Penelitian ....................................................... 52
4.7. Prediksi Air Deck Factor .................................................................. 62
4.8. Geometri Lokasi Trial Peledakan Bottom Air Deck ......................... 63
4.9. Powder Factor (PF) di Lokasi Trial Peledakan ............................... 67
4.10. Penurunan PF di Lokasi Trial Peledakan ......................................... 68
4.11. Distribusi Fragmentasi Persen Lolos ≤300 mm dan >300 mm ........ 71
4.12. Rata-Rata Digging Time Batuan Hasil Peledakan dengan Liebherr
R9800 ................................................................................................ 72

xii
4.13. Rata-Rata Digging Time Batuan Hasil Peledakan dengan Liebherr
R996 ................................................................................................. 72
4.14. Rata-Rata Digging Time Batuan Hasil Peledakan dengan Hitachi
EX3600B .......................................................................................... 72
4.15. Data Elevasi Lantai Jenjang ............................................................ 77
4.16. Rekomendasi Air Deck Factor (ADF) per Lokasi Trial .................. 78

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN Halaman
A. SPESIFIKASI ALAT MUAT LIEBHERR R996, LIEBHERR
R9800, DAN HITACHI EX3600B ...................................................... 100
B. DATA IN-HOLE GEOMETRI PELEDAKAN .................................... 108
C. DISTRIBUSI FRAGMEN BATUAN AKTUAL MENGGUNAKAN
WIPFRAG ............................................................................................. 120
D. DIGGING TIME .................................................................................... 138
E. ELEVASI LANTAI JENJANG ............................................................ 153

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


PT. Kaltim Prima Coal (PT. KPC) merupakan perusahaan swasta yang
bergerak di bidang pertambangan batubara. Berdasarkan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) seluas 90.960 Ha, kegiatan operasi
PT. Kaltim Prima Coal terletak di Kecamatan Sangatta, Kabupaten Kutai Timur,
Provinsi Kalimantan Timur. Sistem penambangan yang diterapkan oleh PT. KPC
adalah sistem tambang terbuka (surface mining) dengan metode open pit mining.
Kegiatan penambangan batubara terdiri dari pembongkaran, pemuatan, dan
pengangkutan. Salah satu kegiatan pembongkaran di lingkungan PT. KPC adalah
pengupasan lapisan penutup menggunakan metode pengeboran dan peledakan yang
dilakukan oleh Departemen Drill & Blast.
Pelaksanaan pengeboran dan peledakan merupakan salah satu kegiatan
dengan biaya kapital dan biaya operasional yang besar. Berdasarkan latar belakang
tersebut, departemen ini dituntut untuk selalu melakukan inovasi-inovasi dengan
tujuan meminimalisir biaya kapital dan biaya operasional. Salah satu inovasi yang
dilakukan oleh departemen Drill & Blast PT. KPC adalah mengurangi nilai powder
factor (PF) atau jumlah bahan peledak yang digunakan dalam satu kali peledakan.
Salah satu cara untuk mereduksi nilai PF adalah dengan menggunakan metode
bottom air deck. Bottom air deck merupakan teknik peledakan dengan
menggunakan kolom udara sebagai pengganti sebagian kolom isian pada dasar
lubang ledak.
Penggunaan bottom air deck di PT. Kaltim Prima Coal belum sepenuhnya
memiliki acuan panjang kolom isian (column charge) minimum di setiap Pit di
Mining Operation Division (Dept. Pit Bintang, Dept. Pit Hatari, dan Dept. Pit
Jupiter). Acuan panjang kolom isian (column charge) ditentukan melalui analisis
hasil peledakannya di setiap pit. Setiap pit memiliki karakteristik batuan yang

1
berbeda-beda, maka berdasarkan hasil percobaan peledakan, nilai acuannya pun
akan berbeda-beda.

1.2. Rumusan Masalah


1) Bagaimana cara menurunkan nilai powder factor tanpa atau meminimalisir
penurunan kualitas hasil peledakan.
2) Penerapan bottom air deck per lokasi di pit MOD belum diketahui acuan
panjang kolom isiannya.

1.3. Tujuan Penelitian


1) Analisis penerapan bottom air deck terhadap powder factor, fragmentasi,
digging time, dan elevasi lantai tujuan.
2) Menganalisis panjang kolom isian (column charge) untuk penggunaan
bottom air deck di Pit MOD dan memberikan rekomendasi kedalaman lubang
ledak berdasarkan range Air Deck Factor (ADF) di Pit MOD.

1.4. Batasan Masalah


1) Penelitian dilakukan di Pit MOD PT. Kaltim Prima Coal (Pit Inul Middle, Pit
Inul East, Pit Pinang South dan Pit Bendili).
2) Analisis fragmentasi menggunakan software Wipfrag.
3) Penelitian tidak mengubah geometri desain awal.
4) Penelitian tidak membahas pengaruh terhadap karaketeristik massa batuan.
5) Ukuran keberhasilan percobaan peledakan hanya berdasarkan dari dari nilai
PF, fragmentasi hasil peledakan, elevasi lantai tujuan, dan digging time alat
muat.
6) Parameter fragmentasi dan digging time hasil peledakan dengan in hole
geometri awal / tanpa menggunakan bottom air deck diasumsikan sesuai
target.

1.5. Metodologi Penelitian


Metodologi penelitian yang dilaksanakan antara lain :
1) Tahap Studi Literatur

2
Yaitu dengan mempelajari teori-teori yang berhubungan dengan topik
penelitian berupa buku literatur, laporan penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya berupa skripsi atau laporan perusahaan, data historikal dan
referensi dari perusahaan.
2) Tahap Observasi Lapangan
Yaitu melakukan pengamatan secara langsung di lapangan terhadap kondisi
kerja yang sedang berlangsung dan masalah yang akan dibahas.
3) Tahap Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan setelah studi literatur dan observasi lapangan
selesai dilaksanakan. Data yang diambil berupa data primer dan sekunder.
Data primer adalah data yang langsung diperoleh berdasarkan pengukuran di
lapangan, sedangkan data sekunder adalah data – data pendukung dalam
menyusun penelitian ini.
4) Tahap Pengolahan dan Analisis Data
Dari data – data primer dan sekunder yang diperoleh, maka dapat diolah
menjadi suatu kajian teknis dengan metode – metode yang berkaitan.
Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat diperoleh alternatif pemecahan
masalah.

1.6. Manfaat Penelitian


Manfaat yang diambil dari penelitian ini antara lain :
1.) Menurunkan nilai powder factor
2.) Memberikan acuan untuk panjang kolom isian penggunaan bottom air deck
yang akan diterapkan di pit MOD.
3.) Memberikan rekomendasi lokasi dan kedalaman penggunaan bottom air
deck.

3
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1. Profil Perusahaan


PT. Kaltim Prima Coal (PT. KPC) adalah pemegang kuasa eksplorasi dan
penambangan untuk daerah seluas 90.960 Ha di Kecamatan Sangatta dan Bengalon,
Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. PT. KPC merupakan
perusahaan joint ventura antara Conzinc Rio Tinto Australia (CRA Limited) dan
British Petroleum (BP) dari Inggris, tetapi sejak 10 Oktober 2003 seluruh saham
PT. KPC yang dimiliki oleh kedua perusahaan tersebut dijual kepada PT. Bumi
Resources Tbk.
Informasi cadangan batubara dan struktur geologi di Kalimantan Timur
khususnya di daerah Sangatta diteliti oleh tim survei geologi Belanda pada tahun
1930. PT. Rio Tinto Indonesia melakukan kegiatan eksplorasi lanjutan di tahun
1970. Negoisasi perjanjian dengan pemerintah dimulai pada akhir tahun 1978 dan
berakhir pada tahun 1982. PT. KPC menandatangani perjanjian dengan pemerintah
Indonesia di tahun 1982 yang isinya merupakan pengakuan pemerintah Indonesia
terhadap PT. KPC sebagai perusahaan pertambangan yang berhak melakukan
eksplorasi dan eksploitasi batubara di daerah Kalimantan Timur, termasuk
pemasaran (ekspor) batubara tersebut.
Hasil studi kelayakan penambangan yang selesai pada tahun 1986
menyatakan cadangan batubara terukur diperkirakan berjumlah 360 juta ton. PT.
KPC telah menyelesaikan penyusunan rencana operasi penambangan di tahun 1988
Kegiatan konstruksi sarana serta infrastruktur lainnya dimulai pada tahun
1989. Produksi batubara secara menyeluruh dimulai sejak Agustus 1991 dan
eksplorasi resmi dibuka pada tahun September 1991. Produksi komersial dimulai
pada tahun 1991 dengan produksi pengapalan batubara sebanyak 7,3 juta ton
dicapai pada tahun 1992. Peningkatan produksi pengapalan batubara meningkat
terus mencapai 14,7 juta ton pada tahun 1998, tahun 2001 sebesar 15,7 juta ton,

4
tahun 2014 sebesar 52,68 juta ton, dan untuk tahun 2015 sendiri PT. KPC mencapai
produksi batubara sebesar 55,72 juta ton.

2.2. Lokasi dan Kesampaian Daerah

PT. KPC berada di wilayah Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan


Batubara (PKP2B) di Kecamatan Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan
Timur dengan luas wilayah 90.960 Ha (lihat pada Gambar 2.1).

Sumber : Mining Operation Division PT. Kaltim Prima Coal


Gambar 2.1
Lokasi Daerah PKP2B PT. Kaltim Prima Coal
Perusahaan ini memiliki wilayah operasi penambangan yang dikelola sendiri
yang terdiri dari tiga departemen pit, yaitu Departemen Bintang, Departemen
Hatari, dan Departemen Jupiter. Sementara untuk wilayah operasi penambangan
yang lain ditambang oleh kontraktor yang berdiri di bawah departemen Contract
Mining Division.
PT. KPC terletak di sebelah sungai Sangatta dan berjarak ± 20 km dari pantai
Timur Kalimantan. Secara administratif, wilayah PT. KPC berbatasan dengan :
 Utara : Kabupaten Berau
 Timur : Selat Makassar
 Selatan : Bontang, Samarinda

5
 Barat : Provinsi Kalimantan Tengah
Secara astronomis, koordinat PT. KPC terletak pada 117° 26’ 24” – 117°
33’ 36” BT dan 0° 34’ LU sampai dengan 0° 17’ LU. Lokasi PT. KPC dapat dicapai
dengan beberapa alternatif, yaitu :
1.) Melalui rute darat : Balikpapan - Samarinda - Simpang Bontang - Sangatta
dengan total jarak 370 km, dengan rincian 150 km dari Samarinda dan 220
km dari Balikpapan, dengan kondisi jalan aspal kurang terawat terutama jalur
Samarinda - Bontang dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat.
2.) Melalui rute darat : Bontang - Simpang Bontang - Sangatta, dengan jarak 65
km, dengan kondisi jalan aspal yang cukup baik dan dapat ditempuh dengan
kendaraan roda empat.
3.) Melalui rute udara : Balikpapan – Sangatta dapat ditempuh dengan pesawat
Cassa dari bandara Sepinggan Balikpapan ke bandara Tanjung Bara di
Sangatta selama 45 menit.

2.3. Keadaan Geologi


2.3.1. Sejarah Geologi
Pada kala Oligosen, wilayah proyek batubara Pinang merupakan Cekungan
Kutai yang mengalami penurunan dan menjadi sedimen laut dangkal, terutama
mudstone dan batupasir halus dari Bhongan Shale hingga terbentuk Formasi
Pamaluan (Macmillan, Sinulingga, dan Supratisno, 1996).
Pada kala Miosen awal, pengangkatan wilayah ke arah Barat telah
menghasilkan banyak suplai sedimen yang masuk ke Cekungan Kutai dan
menghasilkan Formasi Delta, salah satunya adalah wilayah Sangatta. Pengumpulan
endapan delta pada saat awal mengakibatkan terbentuknya Formasi Pulau Balang
terutama paparan delta yang lebih rendah dari endapan laut dangkal, dan diikuti
oleh Balikpapan Beds yang terdiri dari mudstone, batulempung dan batupasir.
Didalam Balikpapan Beds tersebut terdapat sejumlah peat, yang pada akhirnya akan
membentuk lapisan batubara Pinang Barat. Penurunan yang terjadi di wilayah ini
diduga tidak serentak sehingga menimbulkan terbentuknya patahan–patahan.
Deposit yang membentuk Balikpapan Beds kemudian diikuti dengan
pembentukan Kampung Baru Beds pada kala Pilosen. Selama kala Pilosen Marine

6
dari Bongan Shale dan Formasi Pamaluan mengalami tekanan. Terobosan
perlapisan endapan oleh deposit dari Bongan Shale dan Formasi Pamaluan
mengakibatkan terbentuknya struktur antiklin dengan sinklin melalui Cekungan
Kutai, sebagian Kubah Pinang dan sinklin lembah di wilayah Pinang (Macmillan
Stephen dkk., 1996) (lihat pada Gambar 2.2).

Sumber : Department Geology PT. Kaltim Prima Coal


Gambar 2.2
Geologi Regional PT. Kaltim Prima Coal

2.3.2. Stratigrafi
Stratigrafi daerah Pinang (lihat pada Gambar 2.3) dari yang tua adalah
Formasi Pamaluan, Formasi Pulau Balang, dan Balikpapan Beds. Formasi – formasi
tersebut banyak mengandung batubara. Endapan batubara tersebut pada kala
Tersier yang merupakan bagian dari cekungan Kutai.

7
1500

1400

1300

1200

1100

1000

900

800

700

600

500

400

300

200

100

Sumber : Department Geology PT. Kaltim Prima Coal (31.12.95)


Gambar 2.3
Stratigrafi Daerah Pinang

8
Formasi Pamaluan tersusun dari batulempung, batupasir gampingan,
batugamping tipis, dengan lapisan penunjuk batugamping koral. Formasi Pulau
Balang dengan ketebalan  400 m, dominan tersusun oleh batulempung, batulanau
dengan lapisan tipis batupasir gampingan, batugamping koral dan batupasir dengan
fragmen batubara. Bagian bawah ketebalan batubara 0,5 – 2 m, umumnya
mempunyai kandungan belerang yang tinggi sehingga tidak ekonomis untuk
ditambang. Balikpapan Beds dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian bawah
yang terdiri dari batulempung, batulanau, dan alur – alur batupasir serta lapisan
batubara : Melawan, Prima, Bintang, B1, dan B2. Pada bagian tengah tersusun atas
batulempung, batulanau, batupasir dan batubara dengan ketebalan antara 1 – 20 m.
Lapisan batubara tersebut yaitu: Sangatta, Middle, MI 1, Pinang, P1, P2, P3, P4,
P5, P6, P7, Mandilli, MA1, Kedapat, dan K1. Balikpapan Beds yang mempuyai
lebih dari 500 m terletak selaras di atas Formasi Pulau Balang dan endapan yang
ekonomis terletak di bagian bawah Balikpapan Beds yang berkala Miosen.

2.3.3. Struktur Geologi


Daerah Pinang termasuk dalam Formasi Balikpapan Beds dan terletak di
bagian timur laut lembah Kutai. Struktur Kubah Pinang umumnya didominasi oleh
perlipatan – perlipatan yang membentuk serangkaian antiklin yang berpusat di
Samarinda dan memiliki kecenderungan arah Utara – Timur.
Struktur geologi utama yang terdapat di daerah Formasi Balikpapan adalah
Kubah Pinang, dimana terdapat struktur antiklin dengan arah Utara, dan patahan
normal yang memiliki kecenderungan arah Timur – Barat Daya. Struktur geologi
yang banyak terdapat di sekitar kubah Pinang merupakan perlapisan dan kekar.
Jenis batuan utama tanah penutup (over burden) adalah siltstone, mudstone,
dan sandstone. Mudstone dan sebagiannya carbonaceous, biasanya berbatasan
langsung dengan lapisan batubara. Sandstone tidak ditemukan dalam keadaan
menerus secara lateral, melainkan berbentuk lensa dalam berbagai ukuran.
Urutan lapisan siltstone dan sisipan mudstone, siltstone, atau sandstone
merupakan bentuk perlapisan yang biasa dijumpai, sedangkan sandstone serta
mudstone dalam keadaan yang lebih “massive” mempunyai perkembangan
perlapisan yang buruk. Parting bidang perlapisan umumnya membidang (planar),

9
kasar, dan bersih dengan spasi antara 0,3 m sampai 1,2 m. Cross bedding dapat
berkembang pada sandstone yang kuat.

2.4. Iklim dan Curah Hujan


Seperti halnya daerah lain di Indonesia, Sangatta dan sekitarnya beriklim
tropis yang dipengaruhi oleh dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan.
Musim hujan terjadi pada bulan November sampai dengan bulan Juni, sedangkan
musim kemarau terjadi pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober. Sangatta
termasuk dalam daerah berhujan tropis, dengan ciri − ciri intensitas curah hujan
yang sangat bervariasi dari rendah (1,6 mm) hingga hujan intensitas tinggi (2,5 mm)
dengan waktu yang sangat singkat, tetapi dapat pula dengan waktu yang panjang.
Rata-rata temperatur sepanjang tahun berkisar antara 20o C – 34o C. Pergerakan
temperatur harian 3o C – 4o C. Kelembaban rata-rata 80%, dengan kelembaban pagi
hari 90% dan sore hari 70%.
Daerah Sangatta beriklim tropis dengan curah hujan yang relatif tinggi. Data
curah hujan rata – rata daerah Sangatta dan sekitarnya untuk tahun 2006 – 2014
dapat dilihat pada Gambar 2.4 dengan nilai rata-rata mm, nilai maksimum 268,2
mm pada bulan Desember dan nilai minimum 110,6 mm pada bulan September.

Curah Hujan Rata-Rata Tahun 2006 - 2014


Pit MOD PT. Kaltim Prima Coal
300
268
251
250 238
Curah Hujan (mm)

218 211 213


209
200
165
142 147
150
122
111
100

50

00
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

Sumber : Department Mining Services PT. Kaltim Prima Coal


Gambar 2.4
Grafik Curah Hujan Bulanan PT. Kaltim Prima Coal Tahun 2006-2014

10
2.5. Cadangan dan Kualitas Batubara
Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Geologi PT. KPC, jumlah
cadangan batubara tertambang diperkirakan sebesar 891,8 juta ton yang merupakan
batubara high rank sub-bituminous.

Tabel 2.1
Spesifikasi Batubara PT. Kaltim Prima Coal

PARAMETER / KARAKTERISTIK PRIMA PINANG MELAWAN

Lengas total, % 9.5 13.5 23,0


Analisa proksimat (ADB)
Kandungan abu, % 4,0 7,0 4,0
Zat terbang, % 39,0 37,5 38,0
Karbon tertambat, % 51,0 45,5 38,0
Nilai kalor
Nilai kalor kotor, kkal/kg 6750 6000 5370
Nilai kalor bersih, kkal/kg 6500 5750 5100
Indeks kekerasan penggerusan (HGI) 50 45 41
Sulphur, % 0,5 0,4 0,1
Chroline, % <0,01 <0,01 0,01
Phosphorous, % <0,004 <0,004 0,002
Analisa ultimate (daf)
Karbon, % 80,5 77,5 74,8
Hidrogen,% 5,7 5,5 5,4
Nitrogen, % 1,6 1,7 1,5
Sulfur, % 0,5 0,4 0,2
Oksigen (by diff.) 11,7 14,9 18,1
Titik leleh abu
Deformation, ºC 1150 1150 1240
Spherical, ºC 1300 1210 1290
Hemisphere, ºC 1350 1310 1310
Flow, ºC 1450 1350 1360
Analisa komposisi dan kadar abu
SiO2 (silika), % 51,0 37,0 21,7
Al2O3 % 31,0 20,0 8,6
Fe2O3 % 10,0 16,8 19,0
CaO % 1,3 8,8 22,4
MgO % 1,2 5,8 15,3
TiO2 % 1,0 0,6 0,6
Na2O % 1,5 2,8 1,8
K2O % 1,8 0,9 1,0
P2O5 % 0,5 0,5 0,2
SO3 (sulfat) & lainnya % 0,5 6,8 8,6

Sumber : Coal Technical Service PT. Kaltim Prima Coal


Menurut klasifikasi ASTM batubara PT. KPC termasuk grup ”High Volatile
C Bituminous Coal” dengan nilai kalor 11.500 – 13.000 BTU/lb atau setara dengan
6.424 – 7.262 kkal/kg (1,79 BTU/lb=1 kal/kg) dan bobot isi antara 1,3 - 1,5 gr/cm3.

11
Kelompok lapisan batubara utama yang dijumpai di operasi tambang PT.
KPC adalah Prima, Pinang dan Melawan dengan nilai kalor tertinggi dimiliki oleh
lapisan batubara Prima yaitu sekitar 6750 kkal/kg disusul oleh Pinang sekitar 6200
kkal/kg dan Melawan sekitar 5400 kkal/kg. Perbandingan kualitas antara ketiganya
bisa dilihat di Tabel 2.1.
Seiring dengan berkembangnya kegiatan penambangan PT. KPC dan juga
seiring kegiatan eksplorasi yang terus dilakukan diikuti dengan ditemukannya
cadangan- cadangan batubara baru, kini batubara di PT. KPC dikategorikan
kedalam enam kualitas, yaitu : Prima, Pinang High Energy, Pinang, Pinang Low
Energy, Pelikan, Melawan dengan nilai kalori (calorivic value) dan total sulfur
dapat dilihat pada Gambar 2.5.

TS (adb)
CV (gar) <0.15 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 > 0.70
>6700
6700
6650
6600
6550
6500
6450
6400
6350
6300
6250
6200
6150
6100
6050
6000
5950
5900
5850
5800
5750
5700
5650
5600
5550
5500
5450
5400
5350
5300
5250
5200
<5200
Sumber : Coal Technical Service PT. Kaltim Prima Coal
Gambar 2.5
Kualitas Batubara PT. Kaltim Prima Coal

12
2.6. Produksi Batubara dan Overburden
Produksi PT. KPC pertahunnya mengalami penurunan seiring dengan
semakin menurunnya permintaan batubara sejak 2014. Produksi baik batubara
maupun material overburden yang telah dicapai dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2
Produksi Batubara dan Overburden PT. Kaltim Prima Coal
Tahun Produksi Batubara (juta ton) Produksi Overburden (bcm) SR
1991 2,1 28.670.055 13,7
1992 7,3 47.260.529 6,5
1993 8,3 65.593.867 7,9
1994 9,5 71.733.328 7,6
1995 11,5 70.659.082 6,1
1996 12,1 87.010.265 7,2
1997 13,6 112.492.809 8,3
1998 15 123.622.195 8,2
1999 14,3 124.338.379 8,7
2000 13,5 103.434.429 7,7
2001 15,9 115.142.944 7,2
2002 18,4 145.813.032 7,9
2003 16,3 129.595.289 8,0
2004 22,1 168.818.320 7,6
2005 27,5 259.125.850 9,4
2006 32,5 304.191.880 9,4
2007 30,6 287.044.242 9,4
2008 31,5 307.852.241 9,8
2009 35,5 391.412.932 11,0
2010 35,1 400.031.206 11,4
2011 46,3 530.200.000 11,5
2012 57,3 519.472.000 9,1
2013 57,4 519.473.320 9,1
2014 52,7 507.547.103 9,6
2015 55,7 500.837.478 9,0
Sumber : Coal Technical Service PT. Kaltim Prima Coal

2.7. Kegiatan Penambangan


Kegiatan penambangan pada PT. KPC menggunakan sistem tambang terbuka
dengan alat muat dan alat angkut. Operasi penambangan berlangsung selama 24

13
jam sehari yang terdiri dari dua shift operasional. Urutan kegiatan penambangan
dimulai dari kegiatan eksplorasi, pembukaan lahan atau land clearing dan
pengupasan tanah pucuk, ke pengupasan lapisan batuan penutup dengan metode
pengeboran dan peledakan. Kegiatan kemudian dilanjutkan kegiatan penggalian,
pemuatan, dan pengangkutan lapisan batuan penutup oleh alat muat dan alat angkut.
Apabila lapisan batuan penutup telah terkupas, maka batubara dapat diambil.
Urutan kegiatan penambangannya dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Sumber : Mining Operation Division PT. Kaltim Prima Coal


Gambar 2.6
Diagram Alir Kegiatan Pertambangan PT. Kaltim Prima Coal

2.6.1. Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi meliputi kegiatan pemetaan lapangan, pengukuran
struktur geologi, pengambilan sampel singkapan, pengeboran eksplorasi, logging
geofisika untuk mencari letak batubara, permodelan, menentukan kualitas batubara,
dan perhitungan cadangan.
2.6.2. Pembersihan Lahan dan Pengupasan Tanah Pucuk
Kegiatan ini bertujuan untuk membersihkan vegetasi tumbuhan – tumbuhan
yang berada di area yang akan ditambang. Lapisan tanah pucuk yang ada pada saat

14
kegiatan pembersihan lahan pun diambil, untuk kegiatan penggalian tanah pucuk,
ketebalan 1 – 2 m menggunakan backhoe. Tanah pucuk tersebut di angkut
menggunakan alat angkut “Articulated Truck” jenis Volvo A35C yang berkapasitas
7 ton menuju tempat penimbunan.
Terdapat dua lokasi penimbunan tanah pucuk pada PT. KPC, yaitu direct
spreading dan stockpile. Lokasi direct spreading untuk menempatkan tanah pucuk
yang akan langsung digunakan untuk kegiatan reklamasi di area pit akhir.
Sedangkan lokasi stockpile digunakan sebagai tempat penimbunan sementara yang
nantinya akan digunakan untuk kegiatan reklamasi di lokasi lain.

2.6.3. Pengupasan Lapisan Penutup


Di PT. KPC, material batuan penutup memiliki karakteristik bervariasi, mulai
dari material yang lunak hingga keras. Batuan penutup yang ketebalannya kurang
dari 3 m cukup dilakukan penggaruan, sedangkan batuan penutup yang
ketebalannya lebih dari 3 m dilakukan pengeboran dan peledakan.
Mesin bor yang digunakan dalam pengeboran material overburden adalah :
1) Sandvik D245KS
Mata bornya berdiameter 6 ¾” (171 mm) dengan Penetration Rate 90 m/jam
sebanyak 2 unit (D160,D161 ).
2) Sandvik D55SP
Mata bornya berdiameter 7 7/8” (200 mm) dengan Penetration Rate 130 m/jam
sebanyak 9 unit (D162, D163, D164, D165, D166, D167, D168, D169, D170) .
Jenis mata bor yang digunakan yaitu rotary tricone bit.

Pola pengeboran yang diterapkan adalah pola pengeboran selang-seling


(staggered pattern) dan tegak lurus. Mulai tahun 2013, di PT. KPC menggunakan
single product dengan komposisi 55% emulsi dan 45% ANFO yang diproduksi oleh
PT. Orica Mining Service dengan merek dagang Fortis Eclipse HD. Single product
tersebut digunakan baik di pit dalam pengelolaan Mining Operation Division
(MOD) dan Contract Mining Division (CMD) serta dalam kondisi lubang kering
maupun lubang basah. Metode peledakan yang digunakan adalah metode sumbu
ledak non – elektrik (nonel) dimana pola peledakan yang digunakan berupa Box-
cut, Corner-cut, V-cut, dan Center Lift.

15
Pemindahan lapisan batuan penutup dilakukan dengan menggunakan truk
berkapasitas antara 140 sampai 360 ton. Tanah penutup tersebut dimuat ke dalam
truk dengan menggunakan alat gali muat yang mempunyai kapasitas maksimal 42
m3. Daftar alat gali dan alat angkut overburden di PT . Kaltim Prima Coal dapat
dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3
Alat Gali dan Alat Angkut Overburden PT. Kaltim Prima Coal

Truck Jumlah Kapasitas (ton)


Liebherr T282 31 360
Hitachi EH 4500 79 280
Caterpillar 789 59 185
Caterpillar 785 57 135
Komatsu HD785 22 100
Digger Jumlah Kapasitas (bcm)
Liebherr 996 15 32 - 33
Hitachi EX3600 11 23
Hitachi EX 3500 1 22
Liebherr 9800 3 42
Sumber : Mining Operation Division PT. Kaltim Prima Coal

Sebelum dilakukan penimbunan, material overburden tersebut harus


diidentifikasi terlebih dahulu apakah termasuk material non acid forming (NAF)
atau material potential acid forming (PAF). Tujuan akhirnya adalah untuk
menghindari terjadinya air asam tambang (AAT) akibat beraksinya material PAF
dengan air dan udara. Diperlukan perlakuan khusus bagi material NAF saat
dilakukan penimbunan yaitu dengan menempatkan material PAF ini didasar
timbunan kemudian ditimpa dengan material NAF. Hal ini dimaksudkan untuk
memutus interaksi antara air, udara dan material PAF.

2.6.4. Pengambilan Batubara


Kegiatan pengambilan batubara di PT. KPC dilakukan dengan dua cara yang
pertama yaitu dengan penggalian langsung menggunakan backhoe atau shovel dan
peledakan untuk batubara yang sifatnya keras dan tebal. Kegiatan peledakan
batubara digunakan alat bor Gemco D003 dengan diameter 6 inci, sedangkan bahan

16
peledaknya sama dengan bahan peledak overburden hanya perbedaannya pada
peledakan batubara menggunakan detonating cord tetapi kegiatan peledakan
batubara ini hampir jarang dilakukan. Penggalian batubara dilakukan dengan
menggunakan backhoe Hitachi EX2500, CAT 992C, Liebherr 984C, dan CAT
980C. Dalam kondisi tertentu, untuk penggalian batubara menggunakan wheel
loader Komatsu WA1200 dan WA800. Proses pengangkutan batubara menggunakan
dump truck CAT 785, CAT 777 dan Komatsu HD785.

2.8. Pengolahan dan Pengapalan Batubara


Batubara yang telah ditambang selanjutnya diangkut menggunakan dump
truck, kemudian dibawa ke unit pengolahan (Coal Processing Plant/CPP).
Sebagian besar batubara yang diproduksi oleh PT. KPC tidak mengalami proses
pencucian, karena dianggap sudah cukup bersih. Pencucian hanya dilakukan pada
batubara yang berada di atas (roof) dan berada di bawah (floor) lapisan batubara
tersebut.
Di CPP, batubara tersebut akan diperkecil ukurannya hingga 50 mm
menggunakan crusher. Hasil dari crusher tersebut akan dibawa ke stockpile melalui
conveyor. PT. KPC memiliki dua lokasi stockpile. Lokasi stockpile pertama berada
dekat dengan lokasi penambangan, yang kedua terletak di Tanjung Bara Coal
Terminal. Stockpile yang berada dekat dengan areal penambangan terbagi menjadi
tiga yaitu stockpile I yang menampung batubara Melawan, Prima, atau Pinang
dengan kapasitas 10.000 ton. Stockpile II yang menampung batubara Melawan
dengan kapasitas 60.000 ton. Dan stockpile III menampung batubara Prima dengan
kapasitas 30.000 ton. Ketiga stockpile tersebut akan masuk ke overland conveyor
menuju Tanjung Bara Coal Terminal. Conveyor ini memiliki panjang 13,2 km
dengan kapasitas 4.200 ton. Per jam.
Stockpile di dermaga Tanjung Bara memiliki total kapasitas 500.000 ton yang
dapat diperbesar hingga 1.000.000 ton, kemudian dibawa kembali dengan conveyor
menuju ke kapal yang memiliki kapasitas hingga 180.000. Proses rantai transportasi
batubara PT. KPC menuju pengapalan dapat dilihat pada Gambar 2.7.

2.9. Reklamasi
Usaha untuk menjaga kelestarian lingkungan pada daerah penambangan,
dilakukan rehabilitasi dan revegetasi pada area yang telah selesai ditambang.

17
2.8.1. Rehabilitasi
Kegiatan rehabilitasi yang dilakukan oleh PT. KPC antara lain :
1) Pengangkutan tanah pucuk ke lokasi penimbunan
Pengaturan lapisan tanah penutup bertujuan untuk mengidentifikasi material
yang mengandung potensi asam (Potential Acid Forming/PAF) dan material tanpa
asam (Non Acid Forming/NAF) yang tujuan akhirnya adalah untuk menghindari
terjadinya air asam tambang. Identifikasi tanah penutup dilakukan dengan cara
pengambilan sampel tanah penutup pada saat pengeboran eksplorasi dan
pengeboran produksi.
2) Penyebaran tanah pucuk
Tanah pucuk disebar dan diratakan menggunakan dozer. Urutan
penimbunannya adalah material PAF ditimbun terlebih dahulu kemudian
dipadatkan. Di atas material PAF kemudian ditimbun material NAF dan terakhir
disebarkannya tanah pucuk.
3) Pembuatan water management di area rehabilitasi
Di sekitar lokasi penimbunan perlu dibuat tanggul drainage sebagai batas di
sepanjang lereng yang berpotensi erosi. Pengendali air (drop structure) juga harus
dibentuk sepanjang permukaan tempat penimbunan agar dapat menerima aliran air
dan mengalirkannya ke bawah lereng dengan aman.

2.8.2. Revegetasi
Tujuan dari revegetasi adalah untuk mencegah terjadinya erosi dan
membentuk ekosistem hutan yang hampir sama dengan ekosistem aslinya. Ada tiga
jenis program revegetasi yang dilakukan di PT. KPC, yaitu perawatan dan
perbaikan, stabilitasi serta revegetasi akhir. Program perawatan dan perbaikan yang
dilakukan antara lain adalah dengan merawat dan memperbaiki lahan yang telah
dibuka secara berlebihan.

18
BAB III
DASAR TEORI

3.1. Mekanisme Pecahnya Batuan


Rentang terjadinya detonasi dari bahan peledak dalam batuan, kondisi-
kondisi yang direpresentasikan adalah karakteristik dalam beberapa fase
mekanisme pemecahan batuan dalam batuan homogen. Dikutip pada buku Teknik
Peledakan Batuan Buku I dan II, Koesnaryo, 2011, salah satu teori yang
menjelaskan tentang mekanisme pecahnya batuan akibat peledakan adalah teori
kombinasi, teori ini menjelaskan pecahnya batuan disebabkan oleh gelombang
tegangan (stress wave), refleksi (reflection) dan ekspansi gas (gas expansion).
Beberapa tingkatan dalam proses pecahnya dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1
Mekanisme Pecahnya Batuan (Atlas Powder Company, 1987)

19
Proses pecahnya batuan dibagi ke dalam tiga tingkat, yaitu :
a. Proses pemecahan tingkat I (dynamic loading)
Pada saat bahan peledak meledak, tekanan tinggi menghancurkan batuan di
daerah sekitar lubang ledak. Gelombang kejut yang meninggalkan lubang ledak
merambat dengan kecepatan 3000 – 5000 m/detik akan mengakibatkan tegangan
yang memiliki arah arah tegak lurus dengan dinding lubang ledak, sehingga
menimbulkan rekahan radial yang menjalar dari lubang ledak.
b. Proses pemecahan tingkat II (quasi-static loading)
Tekanan yang dihasilkan dari proses pemecahan tingkat I akan
menimbulkan gelombang kejut dan akan bernilai positif. Bila gelombang kejut
tersebut akan mencapai bidang bebas, maka akan dipantulkan kembali sehingga
tekanan akan turun dan bernilai negatif kemudian akan menimbulkan gelombang
tarik. Gelombang tarik yang terjadi ini akan merambat kembali ke dalam batuan.
Suatu batuan akan memiliki ketahanan lebih tinggi terhadap tekanan dari pada
tarikan, sehingga dari gelombang tarik tersebut akan menimbulkan suatu rekahan-
rekahan lanjutan di dalam batuan.
c. Proses pemecahan tingkat III (release of loading)
Di bawah pengaruh takanan yang sangat tinggi dari gas–gas hasil peledakan
maka rekahan radial primer (tingkat II) akan diperlebar secara cepat oleh
kombinasi efek dari tegangan tarik disebabkan kompresi radial dan pembajian
(pneumatic wedging). Apabila massa batuan di depan lubang ledak gagal dalam
mempertahankan posisinya dan bergerak ke depan maka tegangan tekan tinggi
yang berada dalam batuan akan dilepaskan. Efek dari terlepasnya batuan adalah
menyebabkan tegangan tarik tinggi dalam massa batuan yang akan melanjutkan
pemecahan hasil yang telah terjadi pada proses pemecahan tingkat II. Rekahan
hasil dalam pemecahan tingkat II menyebabkan bidang lemah untuk memulai
reaksi – reaksi fragmen utama pada proses peledakan.

3.2. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Peledakan


3.2.1. Faktor - Faktor Yang Tidak Dapat Dikendalikan
Dikutip pada buku Teknik Peledakan Batuan Buku I dan II, Koesnaryo,
2011, faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan adalah faktor – faktor yang
berpengaruh terhadap kegiatan pengeboran dan peledakan dan tidak dapat

20
dikendalikan oleh kemampuan manusia. Faktor – faktor ini antara lain karakteristik
massa batuan, struktur geologi, pengaruh air tanah dan kondisi cuaca
3.2.1.1. Karakteristik Massa Batuan
Karakteristik massa batuan yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan
fragmentasi batuan yaitu kekerasan batuan, kekuatan batuan, elastisitas batuan,
abrasivitas batuan, dan kecepatan perambatan gelombang pada batuan, serta kuat
tekan dan kuat tarik batuan yang akan diledakkan.
1. Kekerasan Batuan
Kekerasan (hardness) dianggap sebagai ketahanan dari sebuah permukaan
lapisan yang akan digores oleh bagian lain yang lebih keras. Kekerasan dipakai
untuk mengukur sifat-sifat teknis dari material batuan dan dapat juga dipakai untuk
menyatakan kerusakan pada batuan. Prinsip utama pada kekerasan batuan adalah
ketahanan yang harus diatasi selama pengeboran, karena sekali bit bisa melakukan
penetrasi, maka operasi selanjutnya akan mudah. Berdasarkan tingkat
kekerasannya, batuan dapat diklasifikasikan dengan skala Mohs. Dapat lihat pada
Tabel 3.1.
Tabel 3.1
Hubungan Antara Kekerasan dan Kuat Tekan Batuan
(Jimeno et al, 1995)

Classification Mohs Scale of Hardness Compressive Strength (MPa)


Very Hard +7 + 200
Hard 6–7 120 – 200
Medium Hard 4,5 – 6 60 – 120
Medium Soft 3 – 4,5 30 – 60
Soft 2–3 10 – 30
Very Soft 1–2 - 10

2. Kekuatan Batuan
Kekuatan batuan adalah suatu sifat kekuatan untuk melawan kerusakan
terhadap gaya luar, baik itu kekuatan statik maupun dinamik. Kekuatan dinyatakan
dengan nilai kuat tekan (compressive strength). Nilai kuat tekan (compressive
strength) batuan menjadi kriteria penting dalam memilih jenis dan jumlah bahan
peledak yang digunakan, peledakan batuan dengan level energi yang rendah pada

21
batuan yang memiliki nilai kuat tekan yang tinggi akan menghasilkan fragmentasi
yang buruk, nilai kuat tekan uniaksial dapat mencerminkan seberapa mudah
terciptanya suatu rekahan didalam batuan. Semakin tinggi nilai dari kuat tekan dan
kuat tarik dari batuan, maka batuan tersebut akan semakin susah untuk dihancurkan,
dikutip pada buku Engineering Rock Blasting Operations, Bhandari 1997.
3. Elastisitas Batuan
Elastisitas batuan adalah sifat yang dimiliki batuan untuk kembali ke bentuk
atau keadaan semula setelah gaya yang diberikan kepada batuan tersebut
dihilangkan. Elastisitas batuan biasanya dideskripsikan dalam Modulus Young,
Modulus Young didefinisikan sebagai perbandingan dari beda tegangan dan
regangan aksial pada kurva tegangan-regangan secara umum batuan memiliki sifat
Elastis Fragile yaitu batuan dapat dihancurkan apabila mengalami regangan yang
melewati batas elastisitasnya. Sulit bagi gas hasil peledakan menekan dan
meregangkan batuan apabila Modulus Young dari batuan tersebut tinggi, sehingga
tekanan gas minimal harus 5% lebih kecil dari Modulus Young untuk peledakan
yang efisien, dikutip pada buku Engineering Rock Blasting Operations, Bhandari
1997
4. Abrasivitas Batuan
Abrasivitas batuan merupakan suatu parameter batuan yang mempengaruhi
keausan (umur) dari mata bor dan batang bor yang digunakan untuk melakukan
pengeboran pada suatu batuan. Abrasivitas batuan tergantung kepada mineral
penyusun batuannya, kandungan kuarsa (SiO2) dari suatu batuan dianggap dapat
menjadi petunjuk untuk mengetahui tingkat abrasivitas dari suatu batuan.
5. Kecepatan Perambatan Gelombang
Dikutip pada buku Engineering Rock Blasting Operations, Bhandari 1997,
distribusi dari tegangan yang dibebankan pada batuan akibat dari detonasi bahan
peledak dikarenakan oleh kecepatan perambatan gelombang tegangan di dalam
batuan. Kecepatan perambatan gelombang pada setiap batuan berbeda - beda
didalam kondisi normal, batuan yang bersifat keras mempunyai kecepatan rambat
gelombang yang tinggi dan sebaliknya kecepatan perambatan gelombang akan
menurun seiring dengan penurunan kekuatan batuan. Semakin tinggi kecepatan
perambatan gelombang didalam batuan maka untuk mendapatkan ukuran

22
fragmentasi yang baik dapat digunakan bahan peledak dengan kecepatan detonasi
yang tinggi pula.
6. Struktur Geologi
Struktur geologi yang berpengaruh pada kegiatan peledakan adalah struktur
rekahan (kekar) dan struktur perlapisan batuan. Adanya bidang diskontinu ini dapat
mempengaruhi distribusi energi ledakan (Gambar 3.2).
Radius pengaruh dari setiap lubang ledak akan berkurang karena :
a. Rekahan radial yang terbentuk tidak akan dapat melewati pembatas yang
dihasilakan oleh struktur rekahan
b. Tekanan gas yang tinggi dapat mengalami sirkulasi singkat karena keberadaan
rekahan, sehingga menyebabkan gas peledakan hilang melalui sistem rekahan
yang ada.

Gambar 3.2
Pengaruh Struktur Rekahan Pada Proses Peledakan (Hustrulid, 1999)

Dikutip dalam skripsi Ivan Darmawan, 2015 pada buku Blasting Principles
for Open Pit Mining Vol. I, Hustrulid 1999, struktur perlapisan batuan juga
mempengaruhi hasil peledakan, apabila arah peledakan yang dibuat berlawanan
dengan arah perlapisan, maka akan menghasilkan fragmentasi yang lebih seragam
dan kestabilan lereng yang lebih baik bila dibandingkan dengan lubang ledak yang
dibuat searah dengan bidang perlapisan (Gambar 3.3a). Secara teoritis, bila arah
peledakan berlawanan dengan arah kemiringan bidang pelapisan, maka pada posisi
demikian kemungkinan terjadinya backbreak akan sedikit, lantai jenjang tidak rata,
tetapi fragmentasi hasil peledakan akan seragam dan arah lemparan batuan tidak
terlalu jauh. Jika arah peledakan searah dengan arah kemiringan bidang perlapisan,
maka kemungkinan yang terjadi adalah timbul backbreak lebih besar, lantai jenjang

23
rata, fragmentasi batuan tidak seragam dan batu akan terlempar jauh serta
kemungkinan terhadap terjadinya longsoran akan lebih besar (Gambar 3.3b),
sedangkan massa batuan yang mempunyai bidang lemah paralel dengan muka
jenjang umumnya mempunyai hasil peledakan yang paling baik dari pada massa
batuan dengan orientasi lain (Gambar 3.3c). Hal ini dikarenakan bidang bebas
peledakan yang sejajar dengan muka jenjang memberikan pantulan gelombang
kejut yang optimal sehingga energi yang terpakai untuk memecah batuan menjadi
lebih efisien. Demikian dapat dihasilkan muka jenjang yang relatif rata
dibandingakan peledakan dalam suatu massa batuan dengan orientasi bidang
diskontinuiti searah atau berlawanan arah terhadap bidang perlapisan.

Gambar 3.3
Arah Peledakan Pada Bidang Perlapisan (Hustrulid, 1999)

3.2.1.2. Cuaca
Kondisi cuaca sangat mempengaruhi aktifitas penambangan tidak terkecuali
kegiatan peledakan, khususnya pada peledakan tambang terbuka. Apabila sistem
inisiasi peledakan menggunakan metode listrik, adanya arus liar yang masuk
kedalam rangkaian peledakan akibat petir dapat menimbulkan ledakan yang tidak
terkontrol atau premature blasting.
3.2.1.3. Pengaruh Air
Dikutip dalam skripsi Ivan Darmawan, 2015 pada buku Surface Blast
Design, Konya C.J, Walter E.J 1990, kandungan air dalam jumlah yang cukup

24
banyak dapat mempengaruhi stabilitas kimia bahan peledak yang sudah diisikan
kedalam lubang ledak terutama bahan peledak ANFO .Kerusakan sebagian isian
bahan peledak dapat mengurangi kecepatan reaksi bahan peledak sehingga akan
mengurangi energi peledakan, atau bahkan isian akan gagal meledak (missfire).
Untuk mengatasi pengaruh air, digunakan bahan peledak yang mempunyai
ketahanan terhadap air contohnya emulsion.
3.2.2. Faktor-Faktor Yang Dapat Dikendalikan
Dikutip dalam skripsi Ivan Darmwan, 2015 pada buku Drilling and Blasting
of Rocks, Jimeno et al. 1995, faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh
kemampuan manusia dalam merancang suatu peledakan untuk memperoleh hasil
peledakan yang diharapkan. Adapun faktor-faktor tersebut adalah :
3.2.2.1. Geometri Pengeboran
1. Diameter Lubang Ledak
Dikutip pada buku Drilling and Blasting of Rocks, Jimeno 1995, ukuran
diameter lubang ledak ditentukan oleh :
a. Sifat massa batuan yang diledakkan.
b. Tinggi jenjang dan tingkat fragmentasi yang dikehendaki.
c. Kapasitas alat muat dan alat angkut yang digunakan.
2. Kemiringan Lubang Ledak (Hole Inclination)
Dikutip dalam skripsi Ivan Darmawan, 2015 pada buku The Drilling of Rock,
McGregor 1967, kemiringan pengeboran secara teoritis ada dua, yaitu pengeboran
tegak dan pengeboran miring. Kemiringan lubang ledak antara 100 – 200 dari bidang
vertikal yang biasanya digunakan pada tambang terbuka telah memberikan hasil
yang baik. Adapun kerugian dan keuntungan dari penggunaan kedua sistem tersebut
dapat dilihat pada Tabel 3.2 dan Tabel 3.3.
Tabel 3.2
Keuntungan dan Kerugian Lubang Ledak Tegak (McGregor, 1967)
Keuntungan Kerugian
Pengeboran dapat dilakukan dengan Bagian atas dari sisi jenjang
lebih akurat menyebabkan backbreak
Dapat melakukan pengeboran lebih Kemungkinan terjadinya tonjolan pada
dekat dengan dinding jenjang lantai lebih besar
Pengeboran lebih mudah Fragmentasi kurang seragam

25
Tabel 3.3
Keuntungan dan Kerugian Lubang Ledak Miring (McGregor, 1967)
Keuntungan Kerugian
Fragmentasi dari tumpukan hasil Panjang lubang ledak dan waktu
peledakan yang dihasilkan lebih yang dibutuhkan menjadi lebih
baik panjang
Pada pengeboran lubang ledak
Dinding jenjang yang dihasilkan
dalam, sudut yang dibentuk akan
relatif rata
semakin besar
Powder factor yang digunakan Mengalami kesulitan pada
lebih efisien penempatan alat bor
Mengurangi terjadinya
Dibutuhkan pengawasan yang lebih
backbreak dan menjadikan
ketat
lantai jenjang lebih rata
Memperkecil bahaya longsor Mengalami kesulitan dalam
pada jenjang pengisian bahan peledak

Dikutip pada buku Drilling and Blasting of Rock, Jimeno 1995, berdasarkan
fragmentasi batuan hasil peledakan, lubang ledak miring lebih menghasilkan
ukuran fragmentasi yang seragam bila dibandingkan dengan lubang ledak tegak.
Hal ini disebabkan pada lubang ledak miring, bidang bebas yang terbentuk lebih
luas dan hilangnya energi peledakan pada lantai jenjang lebih sedikit (lihat Gambar
3.4).

Gambar 3.4
Distribusi Gelombang Energi Peledakan Lubang Ledak Tegak dan Miring
(Jimeno, 1995)

26
3. Pola Pengeboran
Dikutip dalam buku Kursus Juru Ledak XVI, 2011, berdasarkan letak lubang
ledak maka pola pengeboran dibedakan menjadi dua macam, yaitu pola pengeboran
sejajar (paralel pattern) dan pola pengeboran selang-seling (staggered pattern).
a) Pola pengeboran sejajar (paralel pattern) merupakan pola pengeboran dengan
lubang ledak sejajar terhadap baris lubang ledak yang lainnya (Gambar 3.7),
berdasarkan perbandingan antara jarak burden dan spasi pola pengeboran
sejajar terbagi menjadi dua, yaitu :
i. Square parallel pattern, pola ini besarnya jarak burden dan spasi sama
ii. Rectangular parallel pattern, pola ini besarnya jarak spasi > jarak burden
b) Pola pengeboran selang-seling (staggered pattern), lubang ledak antar satu
baris dengan baris yang lainnya tidak saling sejajar (Gambar 3.5). Berdasarkan
perbandingan antara jarak burden dan spasi pola pengeboran selang-seling
terbagi menjadi dua, yaitu :
i. Square staggered pattern, pola ini besarnya jarak burden dan spasi sama
ii. Rectangular staggered pattern, pola ini besarnya jarak spasi > jarak burden

Gambar 3.5
Pola Pengeboran (Kursus Juru Ledak XVI, 2011)

27
Penentuan pola pengeboran yang baik untuk digunakan dalam suatu
rancangan, harus mempertimbangkan cakupan energi yang efektif dari volume
batuan yang diledakkan, Pola pengeboran staggered pattern dengan S/B = 1,15
mempunyai cakupan energi yang paling optimal dikutip dalam buku Blasting
Principles for Open Pit Mining Vol. I, Hustrulid 1999. (lihat Gambar 3.6).

Gambar 3.6
Pengaruh Energi Ledakan Pada Pola Pengeboran (Hustrulid, 1999)

3.2.2.2. Geometri Peledakan


Geometri peledakan dikutip dalam buku Surface Blast Design, Konya 1990,
sangat berpengaruh dalam mengontrol hasil peledakan, karena jika geometri
peledakannya baik akan menghasilkan fragmentasi batuan yang sesuai, tanpa
terdapat adanya bongkah, kondisi jenjang yang lebih stabil, serta keamanan alat –
alat mekanis dan keselamatan para pekerja yang bekerja lebih terjamin.
Geometri peledakan dalam operasi peledakan memiliki delapan standar dasar
yaitu diameter lubang ledak, burden, spacing, stemming, subdrilling, kedalaman
lubang ledak, panjang kolom isian dan tinggi jenjang.
Rancangan peledakan harus mengandung konsep dasar dari rancangan
peledakan ideal yang kemudian disesuaikan dengan kondisi geologi setempat.
maka perlu suatu perancangan peledakan dengan memperhatikan besaran-besaran
geometri peledakan (Gambar 3.7).

28
Gambar 3.7
Geometri Peledakan (Konya, 1990)

Adapun penentuan geometri peledakan dikutip dalam buku Surface Blast


Design, Konya 1990, sebagai berikut :
1. Burden
Burden adalah jarak tegak lurus terpendek antara lubang ledak dengan bidang
bebas terdekat atau ke arah mana pelemparan batuan akan terjadi. Secara sistematis,
besarnya burden dan hubungannya dengan faktor-faktor pengaruh dapat dinyatakan
sebagai berikut :
0, 33
 SGe 
B  0,96012  De   
 SGr  ............................................................... …(3.1)
  2  SGe  
B      1,50   0,3048  De ................................................. …(3.2)
  SGr  
B  0,2042  De  St v / SGr
0, 33
.......................................................... ....(3.3)

Keterangan :
B = Burden (m)
De = Diameter lubang ledak (inchi)

Stv = Relative bulk strength (ANFO = 100)


SGr = Berat jenis batu yang akan dibongkar

29
Dikutip dalam buku Explosive : An Engineering Tool, Berta 1985, burden
yang terlalu kecil akan menghasilkan bongkaran yang terlalu hancur dan tergeser
jauh dari dinding jenjang kemudian kemungkinan terjadinya batu terbang yang
sangat besar. Geometri burden yang terlalu besar akan menghasilkan fragmentasi
produk yang kurang baik, karena gelombang tekan yang mencapai bidang bebas
menghasilkan gelombang tarik yang sangat lemah di bawah kuat tarik batuan,
sehingga batuan dalam area burden tidak hancur (lihat Gambar 3.8).

Gambar 3.8
Pengaruh Burden Terhadap Peledakan (Berta, 1985)
Penentuan burden, juga perlu dipertimbangkan hubungan antara burden dan
tinggi jenjang atau stiffness ratio (Tabel 3.4).
Tabel 3.4
Stiffness Ratio dan Pengaruhnya (Konya, 1990)

Stiffness
Fragmentasi Airblast Flyrock Vibration Keterangan
Ratio
Potensi terjadinya
1 Jelek Berpotensi Berpotensi Berpotensi backbreak dan stump toe,
harus dirancang ulang
2 Sedang Sedang Sedang Sedang Sebaiknya dirancang ulang
Terkontrol dan fragmentasi
3 Baik Baik Baik Baik
memuaskan
Tidak menguntungkan bila
4 Sempurna Sempurna Sempurna Sempurna stiffness Ratio > 4

30
Dasar penentuan burden telah diketahui, maka nilai burden harus dikoreksi
terhadap beberapa faktor penentu, yaitu faktor jumlah baris lubang ledak (Kr),
posisi lapisan batuan (Kd), dan kondisi dari struktur geologinya (Ks). Besarnya
faktor-faktor tersebut dapat dilihat dalam Tabel 3.5, Tabel 3.6, dan Tabel 3.7.
Secara matematis persamaan burden terkoreksi dapat ditulis :

Bc = B x Kr x Kd x Ks ........................................................................ ....(3.4)
Keterangan :
Bc = Burden terkoreksi (m)
Kr = Faktor koreksi terhadap jumlah baris lubang ledak
Kd = Faktor koreksi terhadap posisi lapisan batuan
Ks = Faktor koreksi terhadap struktur geologi setempat

Tabel 3.5
Faktor Koreksi Terhadap Jumlah Baris Lubang Ledak (Konya, 1990)

Corection for Number of Row Kr


One or two rows of holes 1,00
Third and subsequent rows or buffer blast 0,90

Tabel 3.6
Faktor Koreksi Terhadap Posisi Lapisan Batuan (Konya, 1990)
Corection for Rock Deposition Kd
Bedding steeply dipping into cut 1,18
Bedding steeply dipping into face 0,95
Other cases of deposition 1,00

Tabel 3.7
Faktor Koreksi Terhadap Struktur Geologi (Konya, 1990)
Corection for Rock Geologic Structure Ks
Heavy cracked, frequent with joint, weekly cemented layers 1,30
Thin well cemented layers with tight joint 1,10
Massive intack rock 0,95

2. Spasi
Penentuan besarnya spasi didasarkan pada pola peledakan berdasarkan waktu
peledakannya dan berapa besar perbandingan antara tinggi jenjang dan burden. Bila

31
perbandingannya (L/B < 4) maka digolongkan jenjang rendah dan apabila
perbandingannya (L/B > 4) maka digolongkan jenjang tinggi (Tabel 3.8).
Tabel 3.8
Persamaan untuk Menentukan Spasi (Konya, 1990)

Pola Peledakan L/B < 4 L/B ≥ 4


Instanteneous S = (L + 2B)/3 S = 2B
Delay S = (L + 7B)/8 S = 1,4B

Spasi dapat diartikan sebagai jarak antara dua lubang ledak yang berdekatan
dalam satu garis yang sejajar terhadap bidang bebas. Jarak spasi yang terlalu kecil
akan meningkankan efek yang tidak diinginkan, rekahan yang tercipta karena spasi
yang terlalu dekat (shattered zone) akan menjadi jalur keluarnya gas peledakan
secara prematur ke atmosfer, sehingga dapat menyebabkan air blast dan fly rock.
Jarak spasi yang terlalu dekat akan mengakibatkan tekanan sekitar stemming
berlebih (overconfined) sehingga dapat meningkatkan level ground vibration.
Sebaliknya, bila spasi yang terlalu besar dari ketentuan akan menghasilkan
fragmentasi yang tidak baik dan dinding akhir yang ditinggalkan relatif tidak rata
(Gambar 3.9).

Gambar 3.9
Kondisi Dinding Akhir Karena Pengaruh Spasi (Konya, 1990)

32
3. Stemming
Stemming adalah kolom material penutup lubang ledak di atas kolom isian
bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar terjadi keseimbangan tekanan dan
mengurung gas-gas hasil ledakan (Gambar 3.12), sehingga dapat menekan batuan
dengan energi yang maksimal, selain itu stemming juga berfungsi untuk
mengontrol batuan terbang dan ledakan udara.
Ukuran material stemming juga berpengaruh terhadap hasil peledakan. Bahan
stemming yang kurang memiliki gaya gesek terhadap lubang ledak mengakibatkan
udara yang bertekanan tinggi akan dengan mudah mendorong material stemming
tersebut, sehingga energi banyak yang hilang keluar melalui lubang stemming.
Adapun persamaan yang digunakan untuk menentukan ukuran material stemming
optimum adalah sebagai berikut :

SZ  0,00127  De ............................................................................... ....(3.5)

Keterangan :
SZ = Ukuran material stemming optimum (m)
De = Diameter lubang ledak (inchi)

Gambar 3.12
Pengaruh Stemming (Konya, 1990)

Secara teoritik persamaan yang digunakan untuk menghitung panjang


stemming adalah sebagai berikut :
T  0,7  B ............................................................................................ ....(3.6)
atau
T  0,13716  De  St v / SGr
0, 33
.......................................................... ....(3.7)

33
Keterangan :
T = Stemming (m)
B = Burden (m)
De = Diameter lubang ledak (inchi)
Stv = Relative bulk strength bahan peledak
SGr = Berat jenis batu yang akan dibongkar
4. Subdrilling
Subdrilling merupakan panjang lubang ledak yang berada di bawah garis
lantai jenjang. Subdrilling dimaksudkan agar batuan dapat meledak secara fullface
dan menghindari kemungkinan adanya tonjolan-tonjolan pada bagian lantai
jenjang. Pecahan pada bagian bawah lubang ledak berbentuk kerucut terbalik
dengan besar sudut antara 10o – 30o.
Dikutip pada buku Surface Blast Design, Konya 1999, dalam kondisi tertentu,
rancangan peledakan tidak harus menggunakan subdrilling. Contohnya pada
kondisi adanya lapisan batubara (soft seam) yang lemah didekat garis lantai jenjang,
dilakukan backfilled 6 sampai 12 kali dari diameter lubang ledak untuk menjaga
confinement gas peledakan dan menjaga dari lapisan batubara lihat (Gambar 3.13a).
Apabila soft seam berada diatas lantai jenjang (grade line) dan dibawahnya terdapat
lapisan yang massive maka untuk mendapatkan lantai jenjang yang rata perlu
adanya subdrilling (Gambar 3.13b).

Gambar 3.13
Kebutuhan Minimum Subdrilling (Konya, 1990)

34
Persamaan untuk menentukan subrilling adalah :
J  0,3  B ............................................................................................ ....(3.8)

Keterangan :
B = Burden (m)

J = Subdrilling (m)
5. Kedalaman Lubang Ledak
Kedalaman lubang ledak dapat ditentukan berdasarkan produksi yang
diinginkan dan tinggi jenjang yang ada. Kedalaman lubang ledak tidak boleh lebih
kecil dari ukuran burden untuk menghindari terjadinya overbreak dan cratering.
Kedalaman lubang ledak dapat dicari dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :

H 
L  J 
Sin ......................................................................................... ....(3.9)

Keterangan :
H = Kedalaman lubang ledak (m)
L = Tinggi jenjang (m)
J = Subdrilling (m)
 = Sudut kemiringan lubang ledak yang diinginkan (o)
6. Panjang Kolom Isian
Panjang kolom isian (charge length) merupakan panjang kolom lubang ledak
yang akan diisi bahan peledak. Panjang kolom isisan dapat ditentukan dengan
mengurangi kedalaman lubang ledak dengan tinggi stemming, atau dapat dituliskan
dengan persamaan sebagai berikut :

PC = H-T .............................................................................................. ..(3.10)

Keterangan :
PC = Panjang kolom isian (m)
H = Kedalaman lubang ledak (m)
T = Stemming (m)
7. Waktu Tunda
Waktu tunda digunakan untuk melakukan peledakan secara beruntun.
Keuntungan peledakan dengan menggunakan waktu tunda antara lain dapat

35
mengurangi timbulnya getaran tanah (ground vibration) dan menyediakan bidang
bebas untuk baris berikutnya. Bila waktu tunda antar baris terlalu pendek maka
beban muatan pada baris depan menghalangi pergeseran baris berikutnya, material
pada baris kedua akan terbongkar ke arah vertikal dan membentuk tumpukan.
Tetapi bila waktu tundanya terlalu lama, maka produk hasil bongkaran akan
terlempar jauh ke depan serta kemungkinan besar akan mengakibatkan flyrock. Hal
ini dikarenakan tidak ada dinding batuan yang berfungsi sebagai penahan lemparan
batuan di belakangnya. Persamaan di bawah ini dapat digunakan untuk menentukan
besarnya waktu tunda antar baris, dimana konstanta waktu antar baris dan hasil
yang diberikan dapat dilihat dari Tabel 3.9.

tr = Tr x B ............................................................................................. ..(3.11)
Keterangan :
tr = Interval waktu antar baris (ms)
Tr = Konstanta waktu antar baris
B = Burden (m)
Tabel 3.9
Interval Waktu Antar Baris (Konya, 1990)

TR Constan
Result
(ms/ft)
2 Violet, excessive air blast, backbreak, etc

High pile close to face, moderate air blast,


2-3
backbreak

3-4 Average pile height, air blast and backbreak

4-14 Scattered pile with minimum backbreak

8. Loading Density
Penentuan jumlah bahan peledak yang digunakan dalam setiap lubang ledak
terlebih dahulu ditentukan loading density. Loading density adalah berat bahan
peledak (lb) yang diisikan kedalam lubang ledak berbentuk silinder persatuan tinggi
(ft). Adapun persamaan loading density adalah sebagai berikut :

36
de  0,508  SGe  De 2 ....................................................................... ..(3.12)
Keterangan :
de = Loading density (kg/m)
De = Diameter lubang ledak (inchi)
SGe = Berat jenis bahan peledak yang dipakai

9. Powder Factor
Powder factor adalah suatu bilangan yang menyatakan banyaknya bahan
peledak yang digunakan untuk meledakkan atau membongkar sejumlah batuan.
Kondisi batuan akan sangat berpengaruh terhadap jumlah bahan peledak yang
digunakan, dapat dilihat pada Tabel 3.10.
E de  PC  n
PF  
V V ........................................................................ ..(3.13)
Keterangan :
PF = Powder factor (kg/m³)
V = Volume batuan yang diledakkan (m³)
n = Jumlah lubang ledak
PC = Panjang muatan per lubang ledak (m)
de = Loading density (kg/m)

Tabel 3.10
Hubungan Powder Factor dengan Tipe Batuan (Jimeno,1995)
Uniaxial compressive
Type of Rock Powder Factor (kg/m3)
rock strength (MPa)
Massive high strength rocks > 180 0,60 – 1,50
Medium strength rocks 70 – 180 0,30 – 0,60
Highly fissured rocks or soft < 70 0,10 – 0,30

3.2.2.3. Pola Peledakan


Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang ledak
dalam satu baris dengan lubang ledak pada baris berikutnya ataupun antara lubang
ledak yang satu dengan lubang ledak lainnya. Dikutip pada buku Surface Blast
Design, Konya 1999, pola peledakan secara umum dibagi menjadi dua, yaitu
berdasarkan urutan waktu peledakan dan berdasarkan arah runtuhan batuannya

37
(Gambar 3.14). Berdasarkan arah runtuhan batuan, pola peledakan dibedakan
menjadi :
1. V-Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya menuju ke salah
satu titik dan membentuk pola “v”.
2. Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuh batuannya menuju ke arah
bidang bebas dan membentuk kotak.
3. Corner Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke salah
satu sudut dari bidang bebasnya.
Berdasarkan urutan waktu peledakannya, maka pola peledakan dapat
dibedakan menjadi:
1. Pola peledakan serentak, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan
secara serentak untuk semua lubang ledak.
2. Pola peledakan beruntun, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan
dengan waktu tunda antara lubang ledak yang satu dengan lubang ledak
yang lainnya.
Penerapan pola peledakan beruntun lebih sering dipergunakan, karena
dengan adanya waktu tunda antara lubang ledak dapat memberikan fragmentasi
yang baik dan kontrol terhadap flyrock, ground vibration, dan juga memberikan
waktu yang cukup bagi lubang sebelumnya untuk bergerak maju, untuk
mengakomodasi kerusakan batuan dari baris berikutnya.

Gambar 3.14
Pola Peledakan Berdasarkan Arah Runtuhan Batuan (Konya, 1990)

38
3.3. Rock Mass Ratings (RMR)
Rock Mass Rating System atau juga dikenal dengan Geomechanichs
Classification dikembangkan oleh Bieniawski pada tahun 1973. Metode ini
dikembangkan selama bertahun-tahun seiring dengan berkembangnya studi kasus
yang tersedia dan disesuaikan dengan standard prosedur yang berlaku secara
internasional (Bieniawski, 1989). Metode klasifikasi RMR merupakan metode yang
sederhana dalam penggunaannya dan parameter-parameter yang digunakan dapat
diperoleh baik dari data lubang bormaupun dari pemetaan geoteknik struktur bawah
tanah.
Tabel 3.11
Rock Mass Ratings (Bienawski, 1989)

Massa batuan pada sistem ini dibagi menjadi seksi-seksi menurut struktur
geologi dan masing-masing seksi diklasifikasikan secara terpisah. Batas-batasnya
umumnya berupa struktur geologi mayor seperti patahan atau perubahan jenis
batuan. Massa batuan dengan jenis yang sama terkadang harus dibagi menjadi
beberapa bagian karena perubahan yang signifikan dalam spasi atau karakteristik
bidang discontinue.
Berikut ada lima parameter yang digunakan untuk mengklasifikasikan
massa batuan dengan sistem RMR :

39
1. Kuat tekan uniaksial batuan utuh
2. Rock quality designation (RQD)
3. Spasi bidang diskontinyu
4. Kondisi bidang diskontinyu
5. Kondisi air tanah
Masing-masing parameter di atas memiliki nilai pembobotan yang dibuat
berdasarkan pengalaman di berbagai lokasi tambang. Bobot-bobot dari setiap
parameter nantinya akan dijumlahkan untuk memperoleh bobot total massa batuan.

3.4. Air Decking


Air decking merupakan teknik peledakan dengan memberikan ruang udara
didalam lubang ledak. Dikutip dalam paper J.C. Jhanwar, 2000 pada buku A Method
of Enhanced Rock Blasting by Blasting, Mel Nikov et al. 1979, tekanan hasil
peledakan yang terjadi dengan air deck mampu mengurangi nilai gelombang kejut
pada awal inisiasi, namun menghasilkan durasi yang lebih lama dalam kekuatan
glombang kejutnya untuk menghasilkan retakan-retakan mikro sehingga mean
fragment size batuan dapat berkurang. Faktor yang mempengaruhi panjang air deck
(ADL/Air Deck Length) adalah nilai RMR89.

Gambar 3.15
Geometri Air Decking (J.C. Jhanwar, 2000)

40
Penelitian yang dilakukan oleh F. Chiapetta (2003) membuktikan bahwa
penurunan penggunaan bahan peledak dengan menggunakan air deck sepanjang 3
feet (1 meter) adalah sebesar 16 – 25 % dari geometri awal.
Panjang air deck maupun panjang kolom isian ditentukan berdasarkan Air
Deck Factor (ADF). Dikutip dalam The use of air decks in production blasting in
an open pit coal mine, J.C. Jhanwar, 2000, nilai ADF didapat dari persamaan
berikut :
𝐴𝐷𝐿
𝐴𝐷𝐹 = ………………………...…………… (11)
𝑂𝐶𝐶𝐿
Dimana :
ADF : Air Deck Factor
ADL : Air Deck Length
OCCL : Original Column Charge Length

Dikutip dalam paper Investigation Into The Influence of Air Decking on


Blast Performance in Opencast Mines in India: A Study, J.C. Jhanwar, 2013,
hubungan antara Air deck factor dengan RMR (lihat Gambar 3.16), dapat diketahui
bahwa penggunaan air deck hanya sebatas dilokasi dengan kondisi nilai
karakteristik massa batuan (RMR) antara 20 – 65. Apabila nilai RMR diatas 65
maka tidak direkomendasikan dalam penggunaan air deck, karena nisbah air deck
factor terlalu kecil.

Gambar 3.16
Hubungan antara Air Deck Factor dan RMR (J.C. Jhanwar, 2013)

41
3.5. Fragmentasi Batuan
3.5.1. Evaluasi Fragmentasi
Dikutip dalam skripsi Ivan Darmawan, 2015 pada buku Blasting Principles
for Open Pit Mining Vol. I, Hustrulid 1999, elemen penting dalam pengoptimalan
sistem fragmentasi adalah pengembangan metode-metode praktis untuk penentuan
tingkat fragmentasi. Metode-metode langsung dan tidak langsung keduanya dapat
dilakukan untuk penentuan fragmentasi meskipun belum ada metode yang tersedia
untuk mengevaluasi fragmentasi secara kuantitatif yang dapat dipercaya.
Oleh karena tingginya biaya dan kebutuhan waktu untuk memperoleh
evaluasi fragmentasi yang sempurna, Empat metode pengukuran yang dapat
digunakan dalam pengukuran fragmentasi peledakan adalah sebagai berikut :
a. Pengayaan (sieving)
Metode ini menggunakan ayakan dengan ukuran saringan berbeda untuk
mengetahui persentase lolos fragmentasi batuan hasil peledakan.
b. Boulder counting (production statistic )
Metode ini mengukur hasil peledakan melalui proses berikutnya, apakah
terdapat kendala dalam proses tersebut, misalnya melalui pengamatan
digging rate, secondary breakage dan produktivitas crusher.
c. Image analysis (photographic)
Metode ini menggunakan perangkat lunak (software) dalam melakukan
analisis fragmentasi. Software tersebut antara lain Fragsize, Split
Engineering, gold size, power sieve, fragscan, wipfrag, dll.
d. Manual (measurement)
Dilakukan pengamatan dan pengukuran secara manual di lapangan dalam
satuan luas tertentu yang dianggap mewakili (representatif)
Adapun variabel yang dapat dikaji dalam usaha memperoleh fragmentasi
batuan antara lain, sebagai berikut :
1) Energi peledakan per unit volume masa batuan (Powder Factor)
2) Struktur geologi batuan
3) Geometri pengeboran dan peledakan
4) Metode dan pola peledakan
5) Jenis bahan peledak dan perlengkapan peledakan

42
Pemaksimalkan fragmentasi dan meminimalisir efek samping yang tidak
diinginkan seperti ground vibration, airblast, flying rock, dan adanya lubang ledak
yang gagal meledak (misfire) variabel-variabel peledakan harus dipertimbangkan
sebaik mungkin, terutama terhadap variabel-variabel yang dapat dikendalikan.
Rancangan pengeboran dan peledakan yang optimal dapat dicapai dengan
merubah atau memperbaiki variabel – variabel yang dapat dikendalikan, sehingga
rancangan yang ada sesuai dengan kondisi lokasi peledakan tersebut dan juga target
yang ingin dicapai seperti rancangan tambang, produksi dan lain – lain.

3.5.2. Prediksi Fragmentasi Batuan Dengan Metode Kuz-Ram


Dikutip dari skripsi Ivan Darmawan, 2015, pada buku Drilling and Blasting
of Rocks, Jimeno et al. 1995, model Kuz-Ram merupakan gabungan dari dua
persamaan, yaitu persamaan Kuznetsov untuk menentukan ukuran fragmentasi rata-
rata, dan persamaan Rossin-Rammler untuk menentukan persentase distribusi
material. Kuznetsov (1973) telah melakukan penelitian pengukuran fragmentasi
dan menghasilkan suatu persamaan yang dikenal dengan persamaan Kuznetsov,
yaitu :
0.8

x̅ = A x  Vo  xQ1/ 6


Q …………........……………… (3.14)

Keterangan :
̅ = Ukuran fragmentasi rata-rata (cm)
X
A = Faktor batuan, 7 untuk batuan menengah
10 untuk batuan keras dan banyak kekar
13 untuk batuan sangat keras dan sedikit kekar
Vo= Volume batuan yang terbongkar (B x S x L dalam m3)
Q = Jumlah bahan peledak TNT pada setiap lubang ledak (kg)

Kuznetsov (1983), kemudian memodifikasi persamaan tersebut dengan


menggunakan bahan peledak ANFO menjadi persamaan :

0.8 19 / 30
̅ = A x  Vo  xQe1 / 6 x E 
X  Qe 
   115  .............................(3.15)

43
Keterangan :
̅ = Ukuran fragmentasi rata-rata (cm)
X
A = Faktor batuan (rock factor), dapat dihitung dengan menggunakan Blastability
Index.
Vo= Volume batuan yang terbongkar (B x S x L dalam m3).
Qe = Jumlah bahan peledak per lubang tembak, kg.
E = Kekuatan bahan peledak (RWS) untuk ANFO = 100; TNT =115.

Strength dari bahan peledak dihitung dari modifikasi persamaan dasar yang
dikembangkan oleh Tidman :

E  VOD / VODn RWS .........................................(3.16)


2

Keterangan :
E = efektif relative weight strength (%)
VODe = efektif (field) velocity of detonation (m/s)
VODn = nominal (maximum) velocity of detonation (m/s)
RWS = weight strength relative to ANFO ( % )

Indeks Kemampuledakan (BI) digunakan untuk mengoreksi perhitungan


Indeks Keseragaman Cunningham. Lily (1986) memberikan suatu cara penentuan
faktor batuan (rock factor-RF) yang relatif lebih presisi daripada penggolongan
faktor batuan di atas (Tabel 3.13). Nilai faktor batuan didapatkan dari indeks
kemampuledakan (blastabillity index-BI) batuan yang bersangkutan.
Persamaan yang memberikan hubungan antara faktor batuan dengan indeks
kemampuledakan menurut Lilly (1986) adalah sebagai berikut :

RF = 0,12 x BI ................................................................... ..(3.17)

Nilai dari indeks kemampuledakan ditentukan dari penjumlahan bobot nilai


lima parameter utama yang diberikan oleh Lilly dijumlahkan dari yaitu rock mass
description (RMD), joint plane spacing (JPS), joint plane orientation (JPO),
specific gravity influence (SGI), dan hardness (H). Parameter batuan yang
diperlukan dapat dilihat pada (Tabel 3.13). Hubungan antara kelima parameter
tersebut dengan indeks kemampuledakan tertera dalam persamaan berikut :

44
BI = 0,5 x (RMD + JPS + JPO + SGI + H) .................................... ..(3.18)

Keterangan :
BI : Blastability Index
RMD : Rock Mass Description
JPS : Joint Plane Spacing
JPO : Joint Plane Orientation
SGI : Specific Gravity Influence
H : Hardness
Tabel 3.13
Blastabillity Index Parameter (Jimeno, 1995)

Geomechanic Parameters Rating

1. Rock Mass Description (RMD)


1.1. Powdery / Friable 10
1.2. Blocky 20
1.3. Totally massive 50
2. Joint Plane Spacing (JPS)
2.1. Close (< 0,1 m) 10
2.2. Intermediate (0,1 – 1 m) 20
2.3. Wide ( > 1 m) 50
3. Joint Plane Orientation (JPO)
3.1. Horizontal 10
3.2. Dip Out of Face 20
3.3. Strike Normal to Face 30
3.4. Dip into Face 40
4. Specific Grafity Influence SGI = 25 x SG – 50
(SGI) (ton/m3)

5. Hardness (H) = 1.36ln(UCS)- 0.84 1 – 10

Penentuan fragmentasi batuan hasil peledakan digunakan persamaan


Roslin-Ramler, yaitu :

45
n
Rx = e-(X/Xc) ..............................................................................(3.19)

X
Xc =
(0,693)1 / n ..................................................................................... ..(3.20)

Keterangan :
Rx = Persentase material yang tertahan pada ayakan x (%)
X = Ukuran ayakan (cm)
Xc = Karakteristik Ukuran
n = Indeks keseragaman

Besarnya nilai indeks keseragaman (n) didapatkan dengan persamaan yang


telah dikembangkan oleh Cunningham, yaitu sebagai berikut :

B  1  ( S / B) 
0,5
  w   PC 
n =  2,2  14      1     
 d  2   B   L  .........................(3.21)

Keterangan :
n = Uniformity exponent
B = Burden (m)
d = Diameter lubang ledak (mm)
S = Spacing (m)
w = Standar deviasi dari akurasi pengeboran (m)
PC = Panjang isian (m)
L = Tinggi jenjang (m)

Nilai indeks keseragaman atau “n” mengidentifikasikan keseragaman dari


distribusi ukuran fragmentasi hasil peledakan. Umumnya nilai “n” berada pada
selang 0,8 sampai 2,2 dimana semakin beasr nilai “n” maka ukuran fragmentasi
semakin seragam sedangkan nilai “n” yang rendah mengindikasikan kurang
seragamnya distribusi ukuran fragmentasi, yang berarti adanya perbedaan yang
besar antara fragmentasi berukuran halus (fines) dan besar (oversize). Parameter –

46
parameter peledakan yang bisa ditentukan untuk menghasilkan nilai “n” yang tinggi
adalah sebagai berikut :
1) Memperkecil nisbah antara burden dan diameter lubang ledak.
2) Meningkatkan keakuratan pengeboran.
3) Meningkatkan nisbah antara panjang isian dan tinggi jenjang.
4) Meningkatkan nisbah antara spasi dan burden.
5) Penggunaan pola pengeboran selang-seling (staggered pattern) dari pada
pola sejajar (square pattern).
Kombinasi dari persamaan Kuznetsov dan Rosin-Rammler telah dikenal
sebagai Model Fragmentasi Kuz-Ram. Dalam penerapan model ini, terdapat
batasan-batasan tertentu yang harus diperhatikan (Cunningham, 1983). Adapun
batasan-batasan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Penerapan nisbah spasi dan burden untuk pengeboran, tanpa waktu tunda
tidak boleh lebih dari dua.
2) Penyalaan dan pengaturan waktu tunda peledakan harus disusun sedemikian
rupa, sehingga mendapatkan hasil peledakan (ukuran fragmentasi) yang
baik dan tidak terjadi misfire atau lubang ledak gagal meledak.
3) Bahan peledak harus menghasilkan energi peledakan yang cukup, serta
didalam perhitungan energi peledakan menggunakan satuan energi relative
weight strength (RWS).
4) Perlu dilakukan penyelidikan terhadap bidang ketidakmenerusan secara
teliti. Hal ini disebabkan karena tingkat fragmentasi sangat tergantung pada
bidang ketidakmenerusan, khususnya pada bidang ketidakmenerusan yang
lebih rapat dibandingkan dengan pola pengeborannya, sehingga energi
peledakan dapat hilang melalaui bidang ketidakmenerusan.

3.5.3. Evaluasi Fragmentasi Dengan Metode Image Analysis


Evaluasi fragmentasi menggunakan metode analisis Gambar merupakan
salah satu cara evaluasi fragmentasi secara tidak langsung atau indirect techniques.
Didalam penggunaan metode analisa Gambar atau image analysis langkah-langkah
analisa menurut Vogt & Abbrock.,1993 dalam buku Blasting Principles for Open
Pit Mining Vol. I, Hustrulid 1999, seperti pada Gambar 3.17.

47
Gambar 3.17
Proses Evaluasi Fragmentasi Metode Analisis Gambar (Hustrulid, 1999)

48
BAB IV
HASIL PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan adalah menganalisis data pre blasting berupa


karakteristik massa batuan dan data audit lubang ledak dengan menggunakan
bottom air deck, pengaruhnya terhadap fragmentasi batuan hasil peledakan, digging
time alat gali muat di pit MOD PT. Kaltim Prima Coal selama bulan April – Juli
2016. Hasil analisis tersebut kemudian dapat diketahui nilai acuan penggunaan
bottom air deck di masing-masing pit.

4.1. Karakteristik Massa Batuan


Karakteristik massa batuan di lokasi penelitian bervariasi, sifat fisik dan sifat
mekanik batuan yang ada berbeda untuk tiap jenis batuan dan berbeda pula
pengaruhnya terhadap suatu kegiatan peledakan. Karakteristik massa batuan akan
mempengaruhi kemudahan batuan untuk diledakkan dan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi hasil dari fragmentasi batuan.
4.1.1. Sifat Fisik Batuan
Sifat fisik batuan yang dipakai untuk membuat suatu rancangan peledakan
adalah berat jenis batuan yang akan diledakkan. Data yang diperoleh dari
Departemen Geologi PT. Kaltim Prima Coal, jenis batuan lapisan penutup di Pit
MOD PT. KPC adalah batulempung (mudstone), batulanau (siltstone), dan
batupasir (sandstone).
Tabel 4.1
Densitas Rata-Rata di Pit MOD
Densitas Rata-Rata (ton/m3)
Pit
Mudstone Siltstone Sandstone
Inul Middle 2,30 2,34 2,21
Inul East 2,28 2,34 2,20
Bendili 2,42 2,44 2,31
Pinang South 2,34 2,41 2,26

49
4.1.2. Sifat Mekanik Batuan
Sifat mekanik batuan yang perlu diketahui adalah kuat tekan uniaksial
(uniaksial compressive strength/UCS). Data yang diperoleh dari Departemen
Geologi PT. Kaltim Prima Coal antara lain :
1. Dept. Pit Bintang (Pit Bendili)
Tabel 4.2
Data UCS dan RQD di Pit Bendili

RQD UCS
Overburden
% Mpa
MN 64 3,07
P4 81 4,68
PN 84 9,85
MD 84 10,75
SN 82 14,52
B2 84 11,90

2. Dept Pit Hatari


a. Pit Inul East
Tabel 4.3
Data UCS dan RQD di Pit Inul East

RQD UCS
Overburden
% Mpa
KL 71 2,33
P7 76 3,54
P6 77 4,57
P4 65 4,15
P3 85 2,93
NU 71 3,17
DU 67 2,21
B2 69 3,36
PR 68 4,61
BELOW PR 76 4,95

50
b. Pit Inul Middle
Tabel 4.4
Data UCS dan RQD di Pit Inul Middle

RQD UCS
Overburden
% Mpa
NU 63 0,96
NL 88 0,77
DU 72 1,17
BELOW DU 85 2,66

3. Dept. Pit Jupiter (Pit Pinang South)


Tabel 4.5
Data UCS dan RQD di Pit Pinang South

RQD UCS
Overburden
% Mpa
BN 89 1,23
L4 91 1,51
ML 94 3,03
BE 93 3,36
JR 94 3,95
TM 92 3,2
NM 90 3,4
BELOW NM 89 6,03

4.1.3. Karakteristik Massa Batuan Berdasarkan Rock Mass Ratings (RMR)


Rock mass ratings (RMR) tersusun atas nilai / rating terhadap kuat tekan
batuan (UCS), Rock Quality Designation (RQD), spasi diskontinu (Js), kondisi
diskontinu (Jc), dan kondisi air tanah (GW).
Nilai / rating karakteristik massa batuan di pit Inul Middle, Inul East,
Bendili, dan Pinang South dibagi menjadi beberapa unit overburden. Unit
overburden disesuaikan berdasarkan lapisan/ seam batubara yang terdapat per
lokasi pit. Unit overburden per lokasi pit memiliki beberapa unit, namun dalam
penelitian ini unit overburden yang digunakan hanya sebatas yang berada di lokasi
percobaan peledakan. Berikut nilai rock mass ratings (RMR) perlokasi percobaan
peledakan berdasarkan unit overburden (lihat Tabel 4.6).

51
Tabel 4.6
Nilai RMR di Lokasi Penelitian

Rating RMR
Pit Blast Block OB Unit Total
UCS RQD Js Jc GW

Inul IM17WK16 BELOW


1 17 20 14 10 64
Middle IM17WK19 DU

IE45WK21
Inul P4 0 20 20 10 10 60
IE46WK21
East
IE36WK24 KL 0 20 15 10 10 55

BN64WK26 SN 2 17 20 10 10 59
Bendili
BN37WK27 MD 2 17 20 10 10 59
Pinang
PN41WK30 BN 0 17 20 12 10 59
South
Sumber : Department Geology PT Kaltim Prima Coal (5.23.16)

4.2. Pengeboran
Kegiatan pengeboran di Pit MOD PT. Kaltim Prima Coal dilakukan dengan
menggunakan mesin bor D55SP dengan diameter mata bor 7 7/8” (200 mm) dan
Sandvik D245S dengan diameter bit 6 ¾” (171 mm) (lihat Gambar 4.1 dan 4.2).
Kedua jenis mesin bor ini masing-masing menggunakan mata bor jenis tricone bit.

Gambar 4.1
Mesin Bor Sandvik Tipe D55SP

52
Gambar 4.2
Mesin Bor Sandvik Tipe D245S

4.2.1. Pekerjaan – Pekerjaan Sebelum Pengeboran


Sebelum dilakukan peledakan terlebih dahulu dilakukan pengeboran untuk
penyediaan lubang tembak. Agar pengeboran dapat dilakukan secara optimal, maka
harus diperhatikan pekerjaan-pekerjaan sebelum dan sesudah pengeboran.
Adapun pekerjaan-pekerjaan sebelum pemboran antara lain:
1) Preparasi
Preparasi dilakukan untuk mempersiapkan area mesin bor melakukan
pengeboran. Apabila masih terdapat broken material maka bulldozer akan
melakukan clearing, dan apabila kondisi area masih flat/berupa floor maka akan
dibuat dinding/teras. Batas area pengeboran dibuat berupa gundukan material
di tepian area pengeboran yang disebut windrow.
2) Pemasangan patok informasi
Terdapat beberapa macam patok informasi yang dipasang sebelum dilakukan
pengeboran, antara lain batas kepala batubara, batas material yang sudah
diledakan sebelumnya, batas ketinggian level elevasi, batas pembersihan area
pengeboran rencana peledakan, dan lain-lain. Patok informasi tersebut
dibedakan berdasarkan warna pita masing-masing. Pemasangan patok
informasi dapat di lihat pada Gambar 4.3.

53
Gambar 4.3
Pemasangan Patok Informasi
3) Pengukuran elevasi dan acuan titik bor
Pengukuran elevasi bertujuan untuk mengetahui elevasi aktual dari permukaan
yang telah dipersiapkan. Pengukuran acuan titik bor dilakukan sesuai dengan
koordinat plan. Kegiatan tersebut dilakukan oleh tim survey.
4) Pemasangan cup (gelas plastik)
Pemasangan cup (gelas plastik) bertujuan untuk menginformasikan kepada
operator drill mengenai titik yang harus dibor. (lihat Gambar 4.4).

Gambar 4.4
Pemasangan Cup
Cup-cup tersebut harus disesuaikan dengan pattern (burden dan spacing) yang
sudah ditentukan. Saat ini adapula penentuan titk bor dengan menggunakan
sistem informasi dari dispatch berupa titk koordinat yang dikirim dari dispatch
menuju unit mesin bor menggunakan sistem GPS. Untuk di Pit Inul Middle,

54
Inul East, dam Pinang South sendiri masih digunakan penentuan titik bor
dengan pemasangan cup. Cup selesai dipasang maka area siap untuk dibor.
4.2.2. Pekerjaan-Pekerjaan Setelah Pengeboran
Adapun pekerjaan-pekerjaan setelah pengeboran antara lain :
1) Pengecekan kedalaman aktual lubang bor
Hal ini bertujuan untuk memberi informasi mengenai kedalaman lubang di
setiap lubang bor. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran,
kemudian data kedalaman lubang bor ditulis pada pita kuning yang kemudian
diletakan pada tepian lubang bor tersebut (lihat Gambar 4.5).

Gambar 4.5
Penandaan Informasi Kedalaman Lubang Bor
2) Instalasi Sysdeck kedalam lubang ledak
Setelah dilakukan pengeboran dan pengecekan kedalaman lubang bor, maka
PT. Empat Enam sebagai penyedia aksesoris sysdeck melakukan pemasangan
sysdeck (bottom air deck) sebelum bahan peledak dimasukkan (Gambar 4.6).

1 meter

Gambar 4.6
Instalasi Bottom Air Deck

55
3) Pengisian aksesoris peledakan
Setelah dilakukan pengukuran kedalaman maka PT. Orica Mining Services
sebagai suplier bahan peledak kemudian menempatkan aksesoris peledakan
seperti booster, in-hole delay, control delay, echelon, dll pada setiap lubang bor.
(lihat Gambar 4.7)

Gambar 4.7
Pembagian Aksesoris Peledakan Berupa Booster dan Nonel

4) Pengisian bahan peledak


Bahan peledak yang digunakan di PT. KPC secara keseluruhan mulai
tahun 2013 menggunakan Single Product dari PT. Orica Mining Services yaitu
Fortis dengan jenis Eclipse HD (lihat Gambar 4.8). Sehingga dalam aplikasinya
di lapangan walaupun kondisi lubang tersebut kering atau basah tetap
menggunakan Fortis. Komposisi dari Fortis yakni Emulsion 55% dan ANFO
45%.
Pengisian bahan peledak yakni dengan mencurahkan Fortis dari Mobile
Manufacturing Unit (MMU) dengan menggunakan selang/hosing ke dalam
lubang bor. Untuk mengisi lubang bor sebelumnya crew PT. Orica Mining
Services melihat pita informasi kedalaman lubang bor yang kemudian akan di
informasikan ke operator MMU lalu operator MMU akan menyesuaikan jumlah
bahan peledak yang akan dicurahkan dengan melihat loading sheet yang sesuai
dengan kedalaman lubang bor.
Bahan peledak Fortis Eclipse HD ini memiliki densitas awal sebesar 1,30
g/cm3. Fortis Eclipse HD tersebut membutuhkan waktu untuk gassing. Proses
gassing adalah proses dimana bahan peledak jenis Fortis, mengalami penurunan

56
densitas menjadi 1,15 g/cm3 setidaknya 20 – 40 menit setelah bahan peledak
tersebut masuk kedalam lubang ledak. Akibat dari menurunnya densitas bahan
peledak, maka volume bahan peledak akan mengembang saat berada di dalam
lubang ledak. Hal ini menyebabkan perbedaan antara panjang stemming sesaat
dan 20 – 40 menit setelah fortis masuk kedalam lubang ledak. Maka panjang
stemming dari desain akan menyesuaikan ketinggian isian setelah gassing.

Gambar 4.8
Pengisian Bahan Peledak (Fortis Eclipse HD) dari MMU

5) Stemming
Stemming adalah penutup lubang tembak supaya bahan peledak dalam
kondisi terkungkung (confined). Tujuan dari stemming adalah untuk mengontrol
energi dari bahan peledak supaya dapat memberai batuan di sekitar lubang ledak
dan agar energi peledakannya tidak keluar lubang (ejection). Stemming material
yang digunakan pada peledakan di PT Kaltim Prima Coal biasanya berupa cutting
pengeboran, crushed red mudstone (batu merah), dan crushed OB.
a) Cutting pengeboran
Cutting pengeboran dapat digunakan sebagai material tambahan stemming
agar dapat menghemat redmudstone yang jumlahnya terbatas. Komposisi pengisian
antara cutting pengeboran dan redmudstone di PT. KPC sendiri tidak memiliki
batasan, hanya berdasarkan adanya material cutting di sekitar lubang ledak.
b) Crushed Redmudstone
Material stemming yang digunakan di PT. KPC yaitu berupa crushed
redmudstone, namun karena persediaan yang terbatas maka sekarang digantikan

57
dengan crushed OB. Crushed redmudstone yang dibeli dari pihak luar sebelum
digunakan dilakukan pengecilan ukuran butir (crushing) hingga ukuran 3-4 cm
(lihat Gambar 4.9). Setelah di crushing lalu material tersebut ditempatkan dalam
stemming truck yang kemudian diangkut menuju lokasi peledakan (lihat Gambar
4.10).

Gambar 4.9
Crushed Red Mudstone

Gambar 4.10
Pengisian Stemming dengan Stemming Truck

6) Tie up
Tie up adalah perangkaian surface delay dengan mengacu pola penyalaan
yang telah direncanakan. Pada tie up ditentukan lubang mana yang pertama kali
ditembak (inisiasi), selain itu tie up juga berfungsi untuk menentukan arah
peledakan/arah lemparan broken material.

58
Di Pit MOD hampir selalu menggunakan pola peledakan box cut dengan
alasan karena rangkaian box cut dapat meminimalisir untuk adanya lubang meledak
bersamaan yang dapat menambah besar getaran tanah akibat peledakan
dibandingkan dengan pola peledakan lainnya (V-cut, Corner Cut, Centre Lift, dll)
(lihat Gambar 4.11).

Sumber : Drill & Blast Department PT. Kaltim Prima Coal


Gambar 4.11
Pola Peledakan

4.3. Peledakan
4.3.1. Peralatan Peledakan (Gambar 4.12).
Peralatan peledakan yang digunakan di Pit MOD terdiri dari :
a. Patok, barikade, papan peringatan dan pita (bendera), untuk membuat barikade
bahwa lokasi tersebut akan dilakukan peledakan.
b. Cangkul, yang digunakan untuk menempatkan cutting ke lubang ledak.
c. MMU, digunakan untuk mengangkut bahan peledak untuk di loading ke dalam
lubang ledak.

59
d. Stemming truck, yang digunakan untuk mengangkut crushed limestone dari
tempat peremukan sampai ke lokasi peledakan.
e. Mobile blasting accesories, yang digunakan untuk membawa aksesoris bahan
peledak dari gudang bahan peledak ke lokasi peledakan.
f. Shot gun, yang digunakan untuk meledakkan shoot shell.

Gambar 4.12
Peralatan Peledakan

4.3.2. Perlengkapan Peledakan (lihat Gambar 4.13)


Peralatan peledakan yang digunakan di Pit MOD terdiri dari :
1) Sysdeck, sebagai penyangga bahan peledak utama untuk membuat rongga udara
di dasar lubang ledak (Bottom air deck)
2) Bahan peledak Fortis Eclipse HD.

60
3) Lead In Line (LIL) digunakan untuk menghubungkan antara control line dengan
shoot gun dan menghubungkan antara dua lokasi yang meledak bersamaan
namun letaknya berjauhan. LIL memiliki delay time 0 ms.
4) Bahan penguat peledakan adalah Booster Pentex PowerPlus P (PPP).
5) Shoot sheel yang digunakan sebagai pemicu awal untuk meledakan LIL.
6) In hole delay dengan waktu tunda 500 ms. Ada dua jenis in hole delay yakni
Excel, untuk jenis peledakan load shoot langsung diledakan setelah di loading
bahan peledak, dan Enduradet yaitu inhole delay untuk sleep blasting.
7) Snapline (surface delay), dengan waktu tunda yang tersedia adalah 25, 42, 65,
100, 150, 175, 200 ms.

Gambar 4.13
Perlengkapan Peledakan

61
4.3.3. Prediksi Air Deck Factor
Hubungan antara nilai rock mass ratings (RMR) dengan air deck factor
(ADF) menurut J.C. Jhanwar (2013), dengan rentang RMR 20 – 35 RMR 36 – 45,
dan RMR 46 – 65 masing-masing memprediksikan ADF sebesar 0,3 – 0,4; ADF
0,2 – 0,3; dan ADF 0,1 – 0,2 .Maka prediksi ADF di tiap blast block / lokasi
percobaan peledakan adalah sebagai berikut (lihat Tabel 4.7).

Tabel 4.7
Prediksi Air Deck Factor (ADF)

Lokasi / Prediksi
OB unit RMR
Blast Block ADF
IM17WK16 Below DU 64 0.1 - 0.2
IM17WK19 Below DU 64 0.1 - 0.2
IE45WK21 P4 60 0.1 - 0.2
IE46WK21 P4 60 0.1 - 0.2
IE36WK24 KL 55 0.1 - 0.2
BN63WK26 SN 59 0.1 - 0.2
BN37WK27 MD 59 0.1 - 0.2
PN41WK30 BN 59 0.1 - 0.2

Tabel di atas menunjukkan bahwa keseluruhan lokasi memiliki nilai rock


mass ratings (RMR) dalam rentang yang sama yaitu rentang RMR 46 – 65, maka
prediksi air deck factor (ADF) yang didapat sama yaitu 0,1 – 0,2.

4.3.4. Geometri Peledakan


Pembuatan suatu rancangan geometri peledakan, harus disesuaikan dengan
kondisi yang ada di lapangan, karakteristik batuan yang akan diledakkan dan jenis
bahan peledak yang akan dipakai merupakan unsur yang sangat penting dalam
membuat suatu rancangan peledakan. Biaya yang dikeluarkan dalam melakukan
peledakan agar dapat seminimal mungkin, getaran dan efek lingkungan akibat
peledakan juga dapat dikontrol, namun tujuan dari peledakan itu sendiri juga harus
terpenuhi untuk mendapatkan fragmentasi yang bagus dan target produktifitas dari
alat gali dapat tercapai.
Penetapan panjang air deck sepanjang 1 meter merupakan acuan awal
percobaan peledakan dan karena hingga saat ini hanya memiliki satu jenis produk

62
air deck dengan panjang 1 meter. Panjang air deck 1 meter tidak serta merta
mengganti kolom isian 1 meter dengan air deck 1 meter. Air deck dipasang dibagian
kolom isian, namun secara jumlah isian, air deck 1 meter digantikan dengan
mengurangi kolom isian bahan peledak 0,5 meter dan mengurangi kolom stemming
0,5 meter. Adapun data geometri peledakan di lapangan pada Pit Inul Middle
IM17WK16 yaitu burden 7,4 m, spasi 8,5 m, stemming 4,9 m, subdrilling 0 m,
powder charge 3,9 m, kedalaman lubang ledak 9,9 m, panjang kolom air deck
(ADL/air deck length) 1,1 m, dan dapat diketahui nilai air deck factornya (ADF)
sebesar 0,21.
Nilai air deck factor (ADF) merupakan perbandingan antara panjang air
deck (ADL) dan panjang kolom isian awal (Original Column Charge Length). Data
panjang kolom isian aktual yang tercantum merupakan panjang kolom isian dengan
bottom air deck. Panjang kolom isian awal didapat dari penjumlahan antara panjang
air deck (ADL) dan panjang kolom isian dengan air deck. Dapat diketahui rumus
untuk menentukan ADF adalah panjang air deck /(panjang air deck + panjang
kolom isian) atau ADF = ADL / (ADL+PC). Geometri peledakan pada lokasi lain
dapat dilihat pada Lampiran B dan Tabel 4.8.
Tabel 4.8
Geometri Lokasi Percobaan Peledakan Bottom Air Deck

Pattern
Blast Block De H J PC T ADL ADF
(BxS)

IM17WK16 200 mm 7,4 x 8,5 9,9 m - 3,9 m 4,9 m 1,1 m 0,21

IM17WK19 200 mm 7,4 x 8,5 10,2 m - 3,4 m 5,6 m 1m 0,23


IE45WK21 200 mm 8 x 8,5 9,8 m - 3,8 m 4,9 m 1,1 m 0,22

IE46WK21 200 mm 8 x 8,5 9,2 m - 2,9 m 5,3 m 1,05 m 0,27

IE36WK24 200 mm 8 x 8,5 9,15 m - 2,6 m 5,4 m 1,1 m 0,29

BN64WK26 200 mm 7,4 x 8,5 11,4 m 1m 5,6 m 4,7 m 1m 0,15

BN37WK27 200 mm 7,4 x 8,5 11,4 m 1m 4,5 m 5,9 m 1m 0,18


PN41WK30 200 mm 7,4 x 8,5 10,0 m - 3,9 m 5,1 m 1m 0,21

Di Pit Inul Middle, Inul East, dan Pinang South tidak digunakan subdrilling
karena aktual di lapangan tidak terdapat tonjolan/ undulasi pada lantai area tambang

63
setelah peledakan yang dikarenakan material mudstone yang cukup lunak. Sehingga
untuk menghemat bahan peledak maka tidak digunakan subdrilling (Gambar
4.14b). Geomteri di Pit Bendili masih menggunakan subdrilling dikarenakan
material overburden yang masih termasuk golongan batuan sedimen keras (Gambar
4.14a). Untuk mengantisipasi lantai tujuan yang tidak rata (terdapat undulasi)
maupun sulit dilakukan penggalian oleh alat gali muat, masih digunakan geometri
subdrilling.

Gambar 4.14
Geometri Peledakan

Geometri peledakan yang diterapkan untuk kedalaman lubang ledak diatas


11 meter menggunakan geometri decking. Decking merupakan metode untuk
mengurangi bahan peledak dengan cara menambahkan kolom stemming ditengah
kolom isian (lihat Gambar 4.15).
Berbeda dengan air decking, metode decking biasa menggunakan kolom
stemming untuk mengganti sebagian kolom isian (stemming deck). Dari Gambar
4.15a di bawah dapat diketahui bahwa geometri lubang ledak kedalaman >11 meter
dengan kolom isian normal, sedangkan Gambar 4.15b merupakan geometri lubang
ledak di kedalaman yang sama dengan menggunakan stemming deck. Serta di

64
Gambar 4.15c merupakan geometri lubang ledak di kedalaman yang sama namun
dengan bottom air deck dan stemming deck.

Gambar 4.15
Geometri Peledakan dengan Stem Deck

4.3.5. Bahan Peledak


Kegiatan peledakan di PT. KPC menggunakan produk tunggal (single
product) yaitu bahan peledak Fortis. Di area Mining Operation Division (MOD)
bahan peledak disediakan oleh PT. Orica Mining Services.
Fortis merupakan campuran antara emulsi dengan ANFO dengan presentase
emulsi 55% dan ANFO 45%. Fortis digunakan pada semua jenis kondisi lubang
ledak baik kering maupun basah, dengan berat jenisnya 1,15 gr/cc. Kecepatan bahan
peledak ini sekitar 5500 m/s.

4.3.6. Metode Peledakan, Pola Peledakan dan Arah Peledakan


Metode peledakan yang digunakan di PT. Kaltim Prima Coal adalah
metode nonel. Metode nonel adalah metode peledakan yang telah dikembangkan
oleh Nitro Nobel AB Swedia. Metode ini pada prinsipnya adalah suatu sistem
peledakan beruntun tanpa menggunakan listrik (non electric delay system).
Sedangkan tujuan metode ini antara lain ialah menghilangkan bahaya akibat
pemakaian listrik dalam peledakan dan mengurangi efek noise dan air blast di
permukaan.

65
Pola peledakan yang diterapkan di PT. Kaltim Prima Coal adalah peledakan
beruntun per lubang (hole by hole), yaitu jenis box cut, V-cut, center lift dan
echelon. Pola peledakan di pit Inul Midle, Inul East, Bendili, dan Pinang South
menggunakan pola box cut untuk mengantisipasi adanya potensi lubang meledak
bersamaan.
Nonel waktu tunda dipermukaan terdiri dari control row dan echelon row.
Control row merupakan waktu tunda antar lubang dalam satu baris yaitu 150 ms,
sedangkan echelon row adalah waktu tunda peledakan antar baris yaitu 65 ms dan
100 ms dengan pola pengeboran selang-seling (staggered pattern). Adapun lubang
trim menggunakan surface delay 25 ms.
Arah peledakan yang digunakan tergantung kondisi lapangan dan tujuan
peledakan. Arah peledakan ini mengacu pada target produktivitas alat gali dan
angkut, dimana lemparan dan tumpukan hasil peledakannya diarahkan ke bidang
bebas dan jalan yang akan dipakai sebagai loading point, agar mempermudah
proses penggalian dan pengangkutan material hasil peledakan itu sendiri sehingga
target produksi dapat tercapai.

Sumber : Drill & Blast Department PT. Kaltim Prima Coal


Gambar 4.16
Pola Peledakan Box Cut

66
4.3.7. Powder Factor
Powder Factor (PF) merupakan perbandingan antara berat bahan peledak
yang digunakan (kg) dengan volume batuan yang akan diledakkan/ volumen batuan
terbongkar (BCM). Powder Factor maksimum yang diterapkan di Pit MOD adalah
0,30 kg/m3. Berikut nilai powder factor (PF) di beberapa lokasi percobaan (lihat
Tabel 4.9)
Tabel 4.9
Powder Factor (PF) di Lokasi Percobaan Peledakan
Lokasi Bahan Volume PF (kg/m3)
No Peledak Terbongkar Desain Desain Aktual
Pit Blast Block (kg) (m3) Awal Airdeck Airdeck
1 Inul IM17WK16 31.027 135.260 0,244 0,241 0,229

2 Middle IM17WK19 17.107 73.097,6 0,251 0,241 0,234

3 IE45WK21 14.401 65.731 0,228 0,223 0,219


Inul
4 IE46WK21 11.106 50.954 0,223 0,217 0,204
East
5 IE36WK24 25.528 123.805 0,223 0,217 0,206

6 BN64WK26 34.469 115.410 0,323 0,294 0,298


Bendili
7 BN37WK27 53.981 207.319 0,311 0,283 0,270
Pinang
8 PN41WK30 35.276 125.365,64 0,319 0,297 0,281
South
Rata-rata 27.861,88 112.117,78 0,265 0,251 0,243

Standart Deviasi 13.104,96 46.552,51 0,04 0,03 0,03

Data powder factor pada Tabel 4.8, nilai powder factor rata-rata sebesar
0.243 kg/m3. Standart deviasi powder factor sebesar 0.03 dapat disimpulkan
powder factor di lokasi penelitian tidak bervariasi per peledakan. Penurunan
powder factor (PF) geometri peledakan awal non-airdeck dengan geometri
peledakan aktual airdeck didapat sebesar 8,23%. Dapat dilihat di Tabel 4.9 terdapat
penurunan bernilai minus (-) yang berarti penurunan PF tidak maksimal atau tidak
sesuai plan. Angka tersebut berarti secara aktual bahan peledak yang digunakan
melebihi penggunaan bahan peledak menurut desain. Berikut data penurunan
penggunaan bahan peledak dari desain awal non-air deck, desain air deck, dan
aktual air deck di masing-masing pit (lihat Tabel 4.10).

67
Tabel 4.10
Penurunan PF di Lokasi Percobaan Peledakan
Lokasi Penurunan PF
Pit Blast Block 1 2 3
Inul IM17WK16 1,23% 4,98% 6,15%
Middle IM17WK19 3,98% 2,90% 6,77%
IE45WK21 2,19% 1,79% 3,95%
Inul East IE46WK21 2,69% 5,99% 8,52%
IE36WK24 2,69% 5,07% 7,62%
BN63WK26 8,98% -1,36% 7,74%
Bendili
BN37WK27 9,00% 4,59% 13,18%
Pinang
PN41WK30 6,90% 5,39% 11,91%
South
Rata-rata 4,71% 3,67% 8,23%
Keterangan :
1 Desain Awal Non-Airdeck dan Desain Airdeck
2 Desain Airdeck dan Aktual Airdeck
3 Desain Awal Non-Airdeck dan Aktual Airdeck

4.4. Distribusi Fragmen Batuan Aktual Hasil Peledakan


Penelitian ini digunakan metode analisis fragmentasi fotografi dengan
menggunakan software Wipfrag untuk menghitung distribusi ukuran fragmen-
fragmen batuan dengan menganalisis gambar yang terbaca dalam bentuk colour
scale image. Skala gambar dalam penelitian ini digunakan helm berukuran 30 cm
sebagai pembanding skala dalam analisis gambar. Pengambilan gambar dilakukan
per-lapisan atau per-pass penggalian alat muat. Tinggi jenjang rata-rata adalah
±10m, pass penggalian alat muat jenis backhoe memerlukan dua kali pass,
sedangkan alat muat jenis shovel hanya memerlukan satu kali pass penggalian.
Software Wipfrag akan memberikan output berupa grafik dan tabel
distribusi (cummulative size distributon) dari fragmen yang telah dianalisis.
Software ini juga dapat memberikan informasi persen lolos ukuran di ukuran
partikel 1000 mm, 500 mm, 300 mm, 150 mm, 125 mm, 100 mm, 75 mm, 50 mm,
40 mm, hingga angka 0,60 mm.
Tahapan analisis fragmen batuan hasil peledakan dengan menggunakan
software Wipfrag adalah sebagai berikut :

68
1. Tahapan pengambilan sampel.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengambil foto material hasil
peledakan yang dibandingkan dengan helm maupun benda lain yang dapat
digunakan sebagai skala gambar. (Lihat Gambar 4.17)

30 cm

Gambar 4.17
Sampel Foto Fragmentasi

2. Analisis sampel foto.


Pada proses analisis foto peledakan dengan Wipfrag terdiri dari beberapa
tahapan, antara lain :
a. Set Scale
Pada tahap ini panjang parameter yang diketahui ukurannya dimasukkan
sebagai pembanding ukuran material.
b. Generate Net
Tahapan ini dilakukan untuk mencari bentuk pada gambar yang dihasilkan
pada proses sebelumnya.
c. Edit the image.
Tahapan ini digunakan untuk mengkoreksi bentuk kontur asli hasil analisis
timbunan material dan membuang bagian yang tidak digunakan dalam
analisis.
d. Shieve
Tahapan pengukuran distribusi fragmen batuan terhadap kontur yang sudah
dikoreksi pada tahapan sebelumnya dan memunculkan grafik analisis
fragmen batuan.

69
Tahapan analisis software Wipfrag dapat dilihat pada Gambar 4.18.

Gambar 4.18
Tahapan Analisis Wipfrag

Hasil distribusi persen lolos fragmen batuan berukuran ≤300mm dan


>300mm dengan metode fotografi menggunakan software Wipfrag di pit Inul
Middle, pit Inul East, Pit Bendili, dan Pit Pinang South dapat dilihat pada Tabel
4.11.

70
Tabel 4.11
Distribusi Fragmentasi Persen Lolos ≤300 mm dan >300 mm

%Lolos ≤300 mm %Lolos >300 mm


No Lokasi 1st 2nd Rata- 1st 2nd Rata-
Pass Pass rata Pass Pass rata
1 IM17WK16 81,31% 81,31% 18,69% 18,69%
2 IM17WK19 82,50% 82,50% 17,50% 17,50%
3 IE45WK21 97,12% 77,73% 87,43% 2,88% 22,27% 12,58%
4 IE46WK21 93,99% 85,73% 89,86% 6,01% 14,27% 10,14%
5 IE36WK24 88,60% 82,98% 85,79% 11,40% 17,02% 14,21%
6 BN64WK26 90,19% 79,96% 85,08% 9,81% 20,04% 14,93%
7 BN37WK27 82,29% 75,78% 79,03% 17,71% 24,23% 20,97%
8 PN41WK30 72,22% 91,31% 81,76% 27,78% 8,70% 18,24%

Hasil analisis menggunakan software Wipfrag untuk mengetahui fragmen


batuan hasil peledakan secara aktual, didapatkan bahwa fragmen batuan pada
beberapa blok peledakan dengan passing 80% yang dihasilkan dari kegiatan
peledakan belum sesuai dengan target yang diinginkan yaitu ≤300 mm dengan
persentase boulder rata-rata 10,14% sampai 20,97% (Lihat Gambar 4.19)

97.12%
100.00% 93.99%
89.86% 88.60% 90.19% 91.31%
87.43%
90.00% 85.73% 85.79% 85.08%
81.31% 82.50% 82.98% 82.29% 81.76%
79.96% 79.03%
77.73%
80.00% 75.78%
72.22%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
IM17WK16 IM17WK19 IE45WK21 IE46WK21 IE36WK24 BN64WK26BN37WK27PN41WK30

%Lolos ≤300 mm 1st Pass %Lolos ≤300 mm 2nd Pass


%Lolos ≤300 mm Rata-rata Target %Lolos (80%)

Gambar 4.19
Histogram Distribusi Persen Lolos Ukuran ≤300 mm Aktual Per Lokasi
Peledakan

71
4.5. Digging Time Alat Muat
Setelah batuan terbongkar, maka selanjutnya material hasil peledakan
tersebut digali oleh alat muat Liebherr R996S/B, Liebherr R9800, dan Hitachi
EX3600B untuk diangkut dengan dumptruck merk Caterpillar 789B, 789D, dan
Hitachi EH4500, EH5000. Proses penggalian dengan menggunakan alat Liebherr
R996S (Shovel) hanya memerlukan sekali pass, berbeda dengan alat muat jenis
backhoe yang memerlukan dua kali pass. Data digging time pass 1 dan pass 2 di
setiap lokasi percobaan peledakan dengan alat muat merk Liebherr R9800B,
Liebherr R996B/S, dan Hitachi EX3600B dapat dilihat di Tabel 4.12, Tabel 4.13,
dan Tabel 4.14.
Tabel 4.12
Rata-Rata Digging Time Batuan Hasil Peledakan dengan Liebherr R9800B
Digging Time
No. Lokasi Blast Block Tipe Alat Muat
1st Pass 2nd Pass
1 Bendili BN64WK26 Liebherr R9800B 11,97 13,76
2 Bendili BN37WK27 Liebherr R9800B 13,56 14,06

Tabel 4.13
Rata-Rata Digging Time Batuan Hasil Peledakan dengan Liebherr R996
Digging Time
No. Lokasi Blast Block Tipe Alat Muat
1st Pass 2nd Pass
1 Inul Middle IM17WK16 Liebherr R996S 11,01
2 Inul Middle IM17WK19 Liebherr R996S 10,89
3 Inul East IE45WK21 Liebherr R996B 10,79 10,74
(Hitachi
4 Inul East IE46WK21 Liebherr R996B 10,66
EX3600B)
5 Inul East IE36WK24 Liebherr R996B 10,46 10,23
Pinang (Hitachi
PN41WK30
6 South Liebherr R996B EX3600B) 11,07

Tabel 4.14
Rata-Rata Digging Time Batuan Hasil Peledakan dengan Hitachi EX3600B
Digging Time
No. Lokasi Blast Block Tipe Alat Muat
1st Pass 2nd Pass
Hitachi (Liebherr
1 Inul East IE46WK21 10,61
EX3600B R996B)
Hitachi (Liebherr
2 Pinang South PN41WK30 12,26
EX3600B R996B)

72
Target digging time alat muat Liebherr R9800B di 11 – 14 detik, Liebherr
R996 di 10 – 13 detik, dan Hitachi EX3600B target digging time di 9 – 12 detik,
didapatkan bahwa digging time aktual batuan hasil peledakan secara aktual pada
sebagian lokasi yang dihasilkan dari kegiatan peledakan belum sesuai dengan
standar yang diinginkan yaitu di pass pertama PN41WK30 dengan alat muat
Hitachi EX3600B dan di pass kedua BN37WK27 dengan alat muat Liebherr
R9800B masih belum mencukupi target.

4.6. Elevasi Lantai Jenjang


Peledakan dilakukan dengan tujuan untuk membongkar lapisan batuan sesuai
elevasi tujuan (RL/request level) jenjang penambangan. Salah satu parameter
keberhasilan peledakan yaitu lantai jenjang yang rata / sesuai request level dengan
request level.
4.6.1. Pit Inul Middle
4.6.1.1. Lokasi Peledakan IM17WK16
Elevasi lantai di IM17WK16 tidak tercapai dengan RL rencana adalah RL
+0 ke RL -10. Elevasi lantai menanjak menuju kearah timur lokasi peledakan di
RL-9,8 ke RL-7,2 (lihat Gambar 4.20 atau Lampiran E)

Gambar 4.20
Elevasi Lantai IM17WK16

73
4.6.1.2. Lokasi Peledakan IM17WK19

Elevasi lantai di IM17WK19 tidak tercapai dikarenakan lokasi sengaja


dibuat tidak mendatar namun dibuat menanjak dari barat ke timur untuk
memudahkan air bergerak menuju kearah sump (lihat Gambar 4.21 atau Lampiran
E). Elevasi di lokasi peledakan IM17WK19 tidak tercapai, namun kegiatan
penggalian di lokasi peledakan tidak terganggu karena material hasil peledakan
mudah dilakukan penggalian.

IM17WK19

Sump

Gambar 4.21
Elevasi Lantai IM17WK19

74
4.6.2. Pit Inul East
4.6.2.1. Lokasi Peledakan IE45WK21
Request Level produksi di IE45WK21 berada di RL +50 ke RL +40.
Elevasi lantai aktual di IE45WK21, elevasi akhir sebagian besar telah mencapai
tujuan RL +40 hingga RL +41 (lihat Lampiran E).

4.6.2.2. Lokasi Peledakan IE46WK21


Request Level produksi di IE46WK21 berada di RL +50 ke RL +40.
Elevasi lantai aktual di IE46WK21, elevasi akhir sebagian besar telah mencapai
tujuan RL +40. Sisi barat daya lokasi peledakan, diketahui bahwa terdapat elevasi
di atas RL +40, yaitu elevasi RL +41 hingga RL +42. (lihat Gambar 4.22 atau
Lampiran E). Hal ini terjadi karena di sisi barat daya lokasi IE46WK21 diketahui
terdapat singkapan batubara / TOC (top of coal) P5SR saat dilakukan pengeboran
lubang ledak, sehingga lubang ledak dan elevasi penggalian akan menyesuaikan
posisi batubara.

Gambar 4.22
Elevasi Lantai IE46WK21

4.6.2.3. Lokasi Peledakan IE36WK24


Request Level produksi di IE36WK24 berada di RL +40 ke RL +33.
Elevasi lantai aktual di IE36WK24, elevasi akhir sebagian besar telah mencapai
tujuan RL +33 hingga RL +31 (lihat Lampiran E).

75
4.6.3. Pit Bendili
4.6.3.1. Lokasi Peledakan BN64WK26
Request Level produksi di BN64WK26 berada di RL -150 ke RL -160.
Elevasi lantai aktual di BN64WK26, elevasi akhir sebagian besar kurang dari RL -
160 atau berada di antara RL-159 dan RL-160 (lihat Lampiran E).

4.6.3.2. Lokasi Peledakan BN37WK27


Request Level produksi di BN37WK27 berada di RL -20 ke RL -30.
Elevasi lantai aktual di BN37WK27, elevasi akhir sebagian besar kurang dari RL -
30 atau berada di antara RL -29 dan RL -27 dibagian barat daya (SW) lokasi
penggalian (lihat Gambar 4.23 atau Lampiran E).

Lokasi
Undulasi

Gambar 4.23
Elevasi Lantai BN37WK27

Faktor penyebab terjadinya undulasi adalah adanya material keras di dasar


lantai yang tidak terbongkar secara maksimal. Penyebab lanjutan dari material keras
di dasar lantai penggalian adalah penggunaan penerapan air deck factor yang terlalu
besar. Nilai air deck factor aktual di BN37WK27 adalah 0,17. Hasil fragmentasi
dan digging time yang tidak memenuhi target terutama pada pass kedua penggalian,
dan elevasi lantai tujuan yang tidak sesuai dengan request level RL -30, panjang

76
kolom isian untuk penggunaan bottom air deck 1 meter di BN37WK27 terlalu
pendek.

4.6.4. Pit Pinang South


4.6.4.1. Lokasi Peledakan PN41WK30
Request Level produksi di PN41WK30 berada di RL +50 ke RL +40 atau
ke TOC (Top Of Coal). Elevasi lantai aktual di PN41WK30, elevasi akhir sebagian
besar kurang dari RL +40 atau berada di antara RL +41 dan RL +40 (lihat Lampiran
E).
Data elevasi tujuan di lokasi peledakan dapat dilihat di Tabel 4.15.
Tabel 4.15
Data Elevasi Lantai Tujuan

Masalah penggalian
Lokasi / Elevasi Lantai Tujuan Hasil Peledakan
dari Op. Digger
Blast
Block Batas Batas
RL Rencana Pass 1 Pass 2
bawah atas
IM17WK16 RL +0 ke RL-10 RL -9,85 RL -7,36 
IM17WK19 RL +0 ke RL-10 RL -9,61 RL -7,40 -
IE45WK21 RL +50 ke RL +40 RL +39,98 RL +40,51 - -
IE46WK21 RL +50 ke RL +40 RL +38,21 RL +42,89 - -
IE36WK24 RL +40 ke RL +33 RL +30,08 RL +33,75 - -
BN64WK26 RL -150 ke RL -160 RL -160,08 RL -158,06 - -
BN37WK27 RL -20 ke RL -30 RL -29,85 RL -27,16 - 
PN41WK30 RL +50 ke RL +40 RL +40,03 RL +41.09  -

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar lokasi percobaan


peledakan telah mencapai elevasi tujuan. Sebagian lokasi seperti di IM17WK16,
BN37WK27, dan PN41WK30 terdapat permasalahan dalam penggalian batuan
hasil peledakan oleh operator alat muat. Masalah utama dari penggalian batuan hasil
peledakan adalah terdapatnya boulder di sebagian lokasi peledakan dan atau
terdapat batuan yang tidak terbongkar secara maksimal, menyebabkan batuan sulit
dilakukan penggalian oleh alat muat, sehingga sebagian elevasi lantai tidak
tercapai. Faktor lain yang menyebabkan elevasi lantai di lokasi hasil peledakan

77
tidak sesuai atau tidak mencapai ke request level yang diinginkan adalah adanya
singkapan batubara di lokasi peledakan, lokasi yang berhimpitan dengan dinding
jenjang, dan atau grading untuk fungsi penyaliran.

4.7. Rekomendasi Penerepan Bottom Air Deck


Penerapan bottom air deck didasarkan dari hasil fragmentasi batuan,
digging time alat muat, dan elevasi lantai percobaan peledakan terhadap air deck
factor aktualnya. Air deck factor aktual yang didapat dari percobaan peledakan,
kemudian dilakukan pemilahan berdasarkan target fragmentasi, digging time,
elevasi lantai tujuan per lokasi percobaan, kemudian disimpulkan ADF
rekomendasi (lihat Tabel 4.16 dan Gambar 4.24).

Tabel 4.16
Rekomendasi Air Deck Factor (ADF) per Lokasi Percobaan
ADF Rekomendasi
Digging %Lolos Elevasi ADF ADF
Pit Blast Block Batas Batas
Time 300mm Lantai Prediksi Aktual
Bawah Atas
IM17WK16    0,1 – 0,2 0,21
Inul
0,10 0,23
Middle
IM17WK19    0,1 – 0,2 0,23

IE45WK21    0,1 – 0,2 0,22


Inul
IE46WK21    0,1 – 0,2 0,27 0,10 0,29
East
IE36WK24    0,1 – 0,2 0,29

BN64WK26    0,1 – 0,2 0,15


Bendili 0,10 0,15
BN37WK27    0,1 – 0,2 0,18
Pinang
PN41WK30    0,1 – 0,2 0,21 0,10 0,20
South
Keterangan : : Sesuai
: Tidak sesuai

Nilai air deck factor berdasarkan hasil percobaan peledakan akan


disesuaikan dengan panjang kolom isiannya. Penggunaan bottom air deck di Pit
MOD memiliki batas kedalaman lubang ledak dan batas kolom isian minimum.
Panjang atau pendek kolom isian dipengaruhi oleh kedalaman lubang ledaknya.

78
0.4
Inul Middle (0,23)
Inul East (0,29)
Bendili (0,15)
Air Deck Factor (ADF)

0.3 Pinang South (0,20)

0.2

0.1

0
20 35 45 65
RMR

Gambar 4.24
Prediksi (J.C. Jhanwar, 2013) dan Rekomendasi Air Deck Factor (ADF)

Penentuan kedalaman lubang ledak maksimum dan panjang kolom isian


didasarkan pada batas atas rekomendasi air deck factor (ADF) di setiap pit. Selain
dengan rekomendasi air deck factor (ADF), penentuan batas panjang kolom isian
didasarkan pada batas kedalaman maksimum dan isian maksimum terhadap jarak
lokasi ke titik pengukuran getaran tanah. Lokasi titik pengukuran biasanya berada
di lokasi bangunan masyarakat atau konstruksi sipil terdekat dari lokasi peledakan.
Semakin dekat lokasi peledakan terhadap titik pengukuran, maka kedalaman
maksimum dan isian maksimum akan semakin terbatas pula. Pit Inul Middle, Inul
East, dan Pinang South memiliki batasan isian dan kedalaman maksimum karena
lokasi pit berada dekat dengan pemukiman maupun konstruksi sipil. Di pit Bendili
tidak memiliki batasan isian dan kedalaman karena lokasi pit berada jauh dari
pemukiman maupun konstruksi sipil. Berikut hasil rekomendasi batas penggunaan
bottom air deck per pit (lihat Gambar 4.25, Gambar 4.26, Gambar 4.27, dan Gambar
4.28).

79
80
Sumber : Drill & Blast Department PT. Kaltim Prima Coal dalam Prima Nirbhaya MSE 2.06 diolah kembali oleh penulis
Gambar 4.25
Rekomendasi Kedalaman Maksimal dan Penggunaan Bottom Air Deck Berdasarkan Jarak Titik Ukur Di Pit Inul Middle
81
Sumber : Drill & Blast Department PT. Kaltim Prima Coal dalam Prima Nirbhaya MSE 2.06 diolah kembali oleh penulis
Gambar 4.26
Rekomendasi Kedalaman Maksimal dan Penggunaan Bottom Air Deck Berdasarkan Jarak Titik Ukur Di Pit Inul East
82
Sumber : Drill & Blast Department PT. Kaltim Prima Coal dalam Prima Nirbhaya MSE 2.06 diolah kembali oleh penulis
Gambar 4.27
Rekomendasi Kedalaman Penggunaan Bottom Air Deck Di Pit Bendili
83
Sumber : Drill & Blast Department PT. Kaltim Prima Coal dalam Prima Nirbhaya MSE 2.06 diolah kembali oleh penulis
Gambar 4.28
Rekomendasi Kedalaman Maksimal dan Penggunaan Bottom Air Deck Berdasarkan Jarak Titik Ukur Di Pit
Pinang South
BAB V
PEMBAHASAN

Hasil peledakan dengan menggunakan bottom air deck yang dilakukan di


empat pit yaitu pit Inul Middle, Inul East, Bendili, dan Pinang South secara
keseluruhan menurunkan nilai powder factor (PF) dengan rata-rata penurunan
sebesar 8,23% (lihat Tabel 4.10). Hasil peledakan di pit Inul Middle dan pit Inul
East menghasilkan fragmen batuan, digging time, dan elevasi lantai yang sesuai
target, namun di sebagian Pit Pinang South dan Pit Bendili masih menghasilkan
fragmen batuan, digging time, dan elevasi lantai yang belum sesuai target. Target
ukuran distribusi fragmen batuan di Pit Inul Middle, Inul East, Pinang South dan
Bendili dengan persentase lolos 80% adalah 300 mm (lihat Gambar 4.19). Target
digging time alat muat untuk menggali batuan hasil peledakan adalah 10 - 13 detik
untuk Liebherr R996, 9 - 12 detik untuk Hitachi EX3600B dan 11 - 14 detik untuk
Liebherr R9800 (lihat Tabel 4.12, 4.13, 4.14).
5.1. Analisis Penerapan Bottom Air Deck terhadap Powder Factor,
Fragmentasi, Digging Time, dan Elevasi Lantai Jenjang
Penetapan panjang air deck sepanjang 1 m merupakan acuan awal
percobaan peledakan dan karena hingga saat ini hanya memiliki satu jenis produk
air deck dengan panjang 1 m. Panjang air deck 1 m tidak serta merta mengganti
kolom isian 1 m dengan air deck 1 m, namun air deck 1 m digantikan dengan
mengurangi kolom isian 0,5 m dan mengurangi kolom stemming 0,5 m.
Percobaan peledakan dan pengambilan data hasil peledakan oleh peneliti di
pit Inul Middle dilakukan dua kali percobaan di blast block IM17WK16 (Inul
Middle blok 17a, minggu ke 16) dan IM17WK19 (Inul Middle blok 17b, minggu
ke 19). Percobaan peledakan dan pengambilan data hasil peledakan di pit Inul East
dilakukan tiga kali percobaan di blast block IE45WK21 (Inul East blok 45, minggu
ke 21), IE46WK21 (Inul East blok 46, minggu ke 21), dan IE36WK24 (Inul East
blok 36, minggu ke 24). Percobaan peledakan dan pengambilan data hasil

84
peledakan di pit Bendili dilakukan dua kali percobaan di blast block BN64WK26
(Bendili blok 64, minggu ke 26) dan BN37WK27 (Bendili blok 37, minggu ke 27).
Percobaan peledakan dan pengambilan data hasil peledakan di pit Pinang South
dilakukan satu kali percobaan di blast block PN41WK30 (Pinang South blok 41,
minggu ke 30).
5.1.1. Lokasi Peledakan IM17WK16
Penggunaan bahan peledak (powder factor/PF) di Inul Middle Blok 17
minggu ke 16 mengalami penurunan dari geometri awal dengan geometri dengan
air deck aktual sebesar 6,15% (lihat Tabel 4.10). Dilihat dari nilai PF desain air
deck, penurunan PF awal-aktual lebih besar dari penurunan PF awal-desain. Hal ini
disebabkan karena kolom air deck yang terlalu panjang dari desain.
Fragmentasi batuan hasil peledakan di IM17WK16 telah melampaui target
yaitu dengan persen lolos ≤300 mm pada pass pertama 81,31% (lihat Tabel 4.11),
sedangkan di pass kedua tidak terdapat data fragmentasi karena jenis alat muat yang
digunakan adalah jenis shovel. Alat muat jenis shovel hanya membutuhkan satu kali
pass untuk melakukan penggalian batuan hasil peledakan.
Digging time alat muat tipe Liebherr R996S di 11,01 detik (lihat Tabel
4.13). Target digging time Liebherr R996S adalah 10 – 13 detik, sehingga target
digging time di IM17WK16 telah tercapai. Nilai digging time rata-rata yang
diperoleh maka penggunaan air deck di IM17WK16 tidak mempengaruhi kinerja
alat muat.
Elevasi lantai di IM17WK16 tidak tercapai dengan RL rencana adalah RL
+0 ke RL -10. Elevasi lantai menanjak menuju ke arah timur lokasi peledakan di
RL-9,8 ke RL-7,2 (lihat Tabel 4.15 dan Lampiran E). Elevasi lantai di bagian barat
lokasi peledakan sudah tercapai sesuai RL rencana, sehingga di bagian barat lokasi
peledakan, penggunaan bottom air deck sesuai dengan target. Penggunaan bottom
air deck disisi Timur lokasi peledakan penggunaan tidak sesuai target elevasi
rencana dan mengganggu produksi operator alat muat untuk melakukan penggalian
di sisi Timur lokasi peledakan. Hal ini karena masalah batuan hasil peledakan di
sisi tersebut sulit dilakukan penggalian atau material masih terlalu keras untuk
dilakukan penggalian. Salah satu faktor yang menyebabkan lantai tujuan tidak
tercapai adalah karena geometri dalam lubang ledak yang tidak sesuai dengan

85
desain rencana. Panjang bottom air deck di IM17WK16 yang tidak sesuai dengan
desain atau dalam hal ini melebihi desain dapat dilihat di Lampiran B.
Data geometri di Lampiran B menunjukkan beberapa penyimpangan
geometri panjang air deck bahwa panjang air deck (ADL) melebihi desain panjang
air deck dari 1,2 m hingga 1,8 m. Panjang air deck yang melebihi desain adalah
karena tidak tercapainya produk sysdeck (bottom air deck) untuk sampai ke dasar
lubang ledak. Faktor penyebabnya adalah terjadinya pendangkalan lubang ledak
karena terisi air. Sehingga material cutting yang terkena air menjadi lumpur di dasar
lubang ledak menyebabkan produk sysdeck (bottom air deck) tidak dapat mencapai
dasar lubang ledak (lihat Gambar 5.1).

Gambar 5.1
Lubang Ledak Basah dan Berlumpur

5.1.2. Lokasi Peledakan IM17WK19


Penggunaan bahan peledak (powder factor/PF) di Inul Middle Blok 17
minggu ke 19 mengalami penurunan dari geometri awal dengan geometri dengan
air deck aktual sebesar 6,77% (lihat Tabel 4.10). Dilihat dari nilai penurunan PF di
IM17WK16, powder factor di IM17WK19 memiliki nilai penurunan PF yang lebih
besar. Hal ini disebabkan karena walaupun kedalaman lubang ledaknya sama
namun kolom isian aktualnya yang lebih pendek.
Fragmentasi batuan hasil peledakan di IM17WK19 telah melampaui target
yaitu dengan persen lolos ≤300 mm 82,50% (lihat Tabel 4.11), sehingga
penggunaan bottom air deck dilokasi peledakan masih sesuai target.
Digging time alat muat tipe Liebherr R996S di 10,89 detik (lihat Tabel4.13).

86
Target digging time Liebherr R996S adalah 10 – 13 detik, sehingga target digging
time di IM17WK19 telah tercapai.
Elevasi lantai di IM17WK19 tidak tercapai dikarenakan lokasi sengaja
dibuat tidak mendatar namun dibuat menanjak dari Barat ke Timur untuk
memudahkan air bergerak menuju ke arah sump (lihat Gambar 5.3 atau Lampiran
E). Elevasi di lokasi peledakan IM17WK19 tidak tercapai, namun berdasarkan hasil
fragmen batuan dan digging time alat muat, kegiatan penggalian di lokasi peledakan
tidak terganggu karena material hasil peledakan mudah dilakukan penggalian.

5.1.3. Lokasi Peledakan IE45WK21


Penggunaan bahan peledak (powder factor/PF) di Inul East Blok 45 minggu
ke 21 hanya mengalami penurunan dari geometri awal dengan geometri dengan air
deck aktual sebesar 3,95% (lihat Tabel 4.10). Dilihat dari nilai PF desain air deck,
penurunan PF awal-aktual lebih besar dari penurunan PF awal-desain. Hal ini
disebabkan karena kolom isian yang lebih panjang dari desain, sehingga nilai air
deck factor (ADF) menjadi lebih kecil dari desain.
Fragmentasi batuan hasil peledakan di IE45WK21 telah melampaui target
yaitu dengan persen lolos ≤300 mm pada pass pertama yaitu 97,12% dan pass
kedua yaitu 77,73% (lihat Tabel 4.11). Persen lolos ≤300 mm pada pass kedua
kurang dari target 80%, hal ini dikarenakan penggunaan air deck didasar lubang
ledak (bottom air deck) mempengaruhi fragmentasi di pass kedua. Secara geometri
lubang ledak, geometri di IE45WK21 tergolong normal karena rata-rata panjang
air deck lebih pendek dari desain menyebabkan kolom isian melebihi desain,
sehingga fragmentasi di pass pertama maupun pass kedua seharusnya sesuai target.
Pass kedua kurang memenuhi target, rata-rata persen lolos ≤300 mm pass pertama
dan kedua masih jauh memenuhi target yaitu sebesar 87,43% (lihat Tabel 4.11).
Digging time rata-rata pass pertama alat muat tipe Liebherr R996B di 10,79
detik sedangkan digging time rata-rata di pass kedua adalah 10,74 detik (lihat Tabel
4.13). Persen lolos ≤300 mm di pass kedua kurang dari 80%, namun secara waktu
penggalian oleh alat muat, masih memenuhi target digging time. Rata-rata digging
time pass pertama dan kedua adalah 10,76 detik (lihat Tabel 4.13). Target digging
time alat muat tipe Liebherr R996B adalah 10 – 13 detik, sehingga target digging
time di IE45WK21 telah tercapai.

87
Request Level produksi di IE45WK21 berada di RL +50 ke RL +40. Elevasi
lantai aktual di IE45WK21, elevasi akhir sebagian besar telah mencapai tujuan RL
+40 hingga RL +41 (lihat Lampiran E).

5.1.4. Lokasi Peledakan IE46WK21


Penggunaan bahan peledak (powder factor/PF) di Inul East Blok 46 minggu
ke 21 mengalami penurunan dari geometri awal dengan geometri dengan air deck
aktual sebesar 8,52% (lihat Tabel 4.10). Dilihat dari nilai penurunan PF di
IE45WK21, powder factor di IE46WK21 memiliki nilai penurunan PF yang lebih
besar. Hal ini disebabkan karena kolom isian yang lebih pendek, sehingga
pengurangan penggunaan bahan peledak lebih maksimal namun dengan hasil
peledakan yang sesuai target.
Fragmentasi batuan hasil peledakan di IE46WK21 telah melampaui target
yaitu dengan persen lolos ≤300 mm rata-rata pass pertama dengan alat muat tipe
Hitachi EX3600B sebesar 93,99% dan pass kedua dengan alat muat Liebherr
R996B sebesar 85,73% (lihat Tabel 4.11). Rata-rata persen lolos ≤300 mm pass
pertama dan kedua adalah 89,96% (>80%) sesuai dengan target fragmentasi.
Digging time pass pertama dengan alat muat tipe Hitachi EX3600B adalah
sebesar 10,61 detik (lihat Tabel 4.14) dan pass kedua alat muat tipe Liebherr R996B
di 10,66 detik (lihat Tabel 4.13). Target digging time Hitachi EX3600B adalah 9 –
12 detik, sedangkan target digging time Liebherr R996B adalah 10 – 13 detik,
sehingga target digging time di IE46WK21 telah tercapai.
Request Level produksi di IE46WK21 berada di RL +50 ke RL +40. Elevasi
lantai aktual di IE46WK21, elevasi akhir sebagian besar telah mencapai tujuan RL
+40. Sisi Barat Daya lokasi peledakan, diketahui bahwa terdapat elevasi di atas RL
+40, yaitu elevasi RL +41 hingga RL +42. (lihat Lampiran E). Hal ini terjadi karena
di sisi Barat Daya lokasi IE46WK21 terdapat singkapan batubara / TOC (top of
coal) P5SR, sehingga elevasi akan menyesuaikan posisi batubara.

5.1.5. Lokasi Peledakan IE36WK24


Penggunaan bahan peledak (powder factor/PF) di Inul East Blok 36 minggu
ke 24 mengalami penurunan dari geometri awal dengan geometri dengan air deck
aktual sebesar 7,62% (lihat Tabel 4.10). Dilihat dari nilai PF desain air deck,
penurunan PF awal-aktual lebih besar dari penurunan PF awal-desain. Hal ini

88
disebabkan karena kolom isian yang lebih pendek dari desain, sehingga
pengurangan penggunaan bahan peledak lebih maksimal namun dengan hasil
peledakan yang sesuai target.
Fragmentasi batuan hasil peledakan di IE46WK21 telah melampaui target
yaitu dengan persen lolos ≤300 mm rata-rata pass pertama sebesar 88,60% dan pass
kedua sebesar 82,98% (lihat Tabel 4.11). Sehingga rata-rata persen lolos ≤300 mm
pass pertama dan kedua adalah 85,79% (>80%) sesuai dengan target fragmentasi
Digging time dengan alat muat tipe Liebherr R996B pada pass pertama
adalah sebesar 10,46 detik dan pass kedua sebesar 10,23 detik (lihat Tabel 4.13).
Hasil nilai rata-rata digging time pass pertama dan pass kedua dengan target
digging time Liebherr R996B sebesar 10 – 13 detik, dapat disimpulkan bahwa target
digging time di IE36WK24 telah tercapai.
Request Level produksi di IE36WK24 berada di RL +40 ke RL +33. Elevasi
lantai aktual di IE36WK24, elevasi akhir sebagian besar telah mencapai tujuan RL
+33. Elevasi di sisi Timur peledakan terdapat elevasi hingga RL +30 melebihi
target, sehingga peledakan di sisi Timur terjadi overbreak pada bagian lantai
jenjang. (lihat Lampiran E).

5.1.6. Lokasi Peledakan BN64WK26


Penggunaan bahan peledak (powder factor/PF) di pit Bendili Blok 64
minggu ke 26 mengalami penurunan dari geometri awal dengan geometri dengan
air deck aktual sebesar 7,74% (lihat Tabel 4.10). Dilihat dari nilai PF desain air
deck, penurunan PF desain-aktual bernilai minus yang berarti bahwa penurunan
aktualnya kurang dari desain atau penurunan penggunaan bahan peledakan tidak
maksimal. Hal ini disebabkan karena penambahan jumlah isian bahan peledak oleh
Mobile Mixing Unit (MMU).
Penambahan jumlah isian tersebut sengaja diupayakan karena saat bahan
peledak dimasukkan kedalam lubang ledak, terjadi penurunan control stemming.
Hal ini diketahui bedasarkan pengukuran control stemming tepat setelah isian
dimasukkan ke dalam lubang ledak dan pengukuran control stemming 20 – 40
menit setelah isian masuk ke dalam lubang ledak. Selisih dari pengukuran sebelum
dan setelah 20 – 40 menit disebut dengan panjang gassing. Proses gassing adalah
proses dimana bahan peledak jenis Fortis Eclipse HD, mengalami penurunan

89
densitas dari 1,30 g/cm3 menjadi 1,15 g/cm3 setidaknya 20 – 40 menit setelah bahan
peledak tersebut masuk ke dalam lubang ledak. Akibat dari menurunnya densitas
bahan peledak, maka volume bahan peledak akan mengembang saat berada di
dalam lubang ledak sehingga panjang isian akan mengalami kenaikan 30 – 60 cm.
Hal ini menyebabkan perbedaan antara panjang stemming sesaat dan 20 – 40 menit
setelah bahan peledak masuk ke dalam lubang ledak. Hal tersebut menyebabkan
angka panjang gassing bernilai minus di lokasi BN64WK26 (lihat Gambar 5.2).

Gambar 5.2
Ilustrasi Proses Gassing Dalam Lubang Ledak

Gambar diatas menunjukkan bahwa perbedaan antara proses gassing


dengan kenaikan control stemming dan penurunan control stemming. Faktor yang
menyebabkan terjadinya penurunan control stemming adalah tidak kuatnya pipa
penahan sebagai geometri bottom air deck untuk menahan beban bahan peledak dan
atau terjadi kebocoran dalam kolom air deck, sehingga bahan peledak mengisi
kolom air deck yang seharusnya kosong atau berisi udara.
Fragmentasi batuan di BN64WK26 telah melampaui target pada pass
pertama yaitu dengan persen lolos ≤300mm 93,41% dan di pass kedua persen lolos
≤300mm berada sedikit dibawah target yaitu 79,96%, namun persen lolos ≤300mm
rata-rata keseluruhan masih berada di atas target yaitu 86,69% (lihat Tabel 4.11).
Digging time alat muat tipe Liebherr R9800 di pass pertama 11,97 detik dan
di pass kedua berada di ambang batas atas target yaitu 13,76 detik. Rata-rata

90
digging time adalah 12,86 detik (lihat Tabel 4.12). Target digging time Liebherr
R9800B adalah 11 – 14 detik, sehingga rata-rata digging time di BN64WK26 telah
tercapai. Sesuai dengan fragmentasi yang kurang atau berada di bawah target di
pass kedua akan mempengaruhi waktu penggaliannya.
Request Level produksi di BN64WK26 berada di RL -150 ke RL -160.
Elevasi lantai aktual di BN64WK26, elevasi akhir sebagian besar kurang dari RL -
160 atau berada di antara RL-158 dan RL-160 (Lampiran E).
Elevasi lantai BN64WK26 di Lampiran E menunjukkan bahwa elevasi
lantai di BN64WK26 cenderung rata dan tidak terdapat undulasi apabila dilihat dari
distribusi elevasi di lokasi tersebut. Faktor tidak tercapainya atau hampir
tercapainya elevasi lantai tujuan dapat dipengaruhi oleh penggunaan air deck di
dasar lubang ledak (bottom air deck) yang memungkinkan distribusi energi
peledakan di bagian dasar lubang ledak dengan air deck tidak atau kurang
maksimal. Hal ini menyebabkan batuan di dasar lubang ledak tidak hancur secara
maksimal pula atau dengan persen lolos ≤300 mm yang rendah di pass kedua.
Faktor yang lain adalah operator alat muat tidak bisa secara detil memastikan
elevasi tujan penggalian sampai ke elevasi RL -160.

5.1.7. Lokasi Peledakan BN37WK27


Penggunaan bahan peledak (powder factor/PF) di pit Bendili Blok 37
minggu ke 27 mengalami penurunan dari geometri awal dengan geometri dengan
air deck aktual sebesar 13,18% (lihat Tabel 4.10). Pengurangan penggunaan bahan
peledak dengan air deck yang berlebih akan mempengaruhi hasil peledakan
terutama akan berpengaruh di pass kedua penggalian batuan hasil peledakan.
Fragmentasi batuan hasil peledakan di BN37WK27 telah melampaui target
pada pass pertama yaitu dengan persen lolos ≤300 mm 82,29% dan di pass kedua
persen lolos ≤300 mm berada jauh dibawah target yaitu 75,78% (lihat Tabel 4.11).
Persen lolos ≤300 mm rata-rata keseluruhan berada masih di bawah target yaitu
79,03%. Digging time alat muat tipe Liebherr R9800 di pass pertama 13,56 detik
dan di pass kedua berada diatas target yaitu 14,06 detik (lihat Tabel 4.12). Rata-rata
digging time adalah 13,81 detik. Target digging time Liebherr R9800B adalah 11 –
14 detik, sehingga rata-rata digging time di BN37WK27 telah tercapai namun

91
tercapai di ambang batas target. Penggunaan bottom air deck mempengaruhi
fragmentasi digging time di pass kedua penggalian batuan hasil peledakan
Request Level produksi di BN37WK27 berada di RL -20 ke RL -30. Elevasi
lantai aktual di BN37WK27, elevasi akhir sebagian besar kurang dari RL -30 atau
berada di antara RL -29 dan RL -27 dibagian Barat Daya (SW) lokasi penggalian
(lihat Lampiran E).
Faktor penyebab terjadinya undulasi adalah adanya material keras didasar
lantai yang tidak terbongkar secara maksimal. Penyebab lanjutan dari material
keras di dasar lantai penggalian adalah penggunaan penerapan air deck factor yang
terlalu besar. Nilai air deck factor aktual di BN37WK27 adalah 0,18. Hasil
fragmentasi dan digging time yang tidak memenuhi target terutama pada pass kedua
penggalian, dan elevasi lantai tujuan yang tidak sesuai dengan request level RL-30,
panjang kolom isian untuk penggunaan air deck 1 m di BN37WK27 terlalu pendek.

5.1.8. Lokasi Peledakan PN41WK30


Penggunaan bahan peledak (powder factor/PF) di pit Pinang South Blok 41
minggu ke 30 mengalami penurunan dari geometri awal dengan geometri dengan
air deck aktual sebesar 11,91% (lihat Tabel 4.10). Dilihat dari nilai PF desain air
deck, penurunan PF awal-aktual lebih besar dari penurunan PF awal-desain. Hal ini
disebabkan karena kolom isian yang lebih pendek dari desain.
Fragmentasi batuan hasil peledakan di PN41WK30 berada sangat jauh di
bawah target pada pass pertama yaitu dengan persen lolos ≤300 mm 72,22%
sedangkan di pass kedua persen lolos ≤300 mm berada di atas target yaitu 91,31%
(lihat Tabel 4.11). Persen lolos ≤300 mm rata-rata keseluruhan masih berada di atas
target yaitu 81,76%.
Digging time di pass pertama dengan alat muat tipe Hitachi EX3600B
adalah 12,26 detik (lihat Tabel 4.14), tidak mencapai target digging time alat muat
dengan target 9 – 12 detik. Pass kedua digging time dengan alat muat Liebherr
R996B yaitu 11,07 detik (lihat Tabel 4.13), masih mencapai target digging time alat
muat Liebherr R996B.
Faktor penyebab fragmentasi dan digging time di pass pertama tidak
mencapai target antara lain dikarenakan panjang stemming yang terlalu panjang
(lihat Lampiran B). Stemming yang terlalu panjang menyebabkan volume batuan

92
dibagian sekitar permukaan tidak terbongkar secara sempurna dan membentuk
boulder. Hal tersebut menyebabkan target persen lolos ≤300 mm dan digging time
alat muat pada pass pertama tidak tercapai. Geometri Lubang Ledak di Lampiran
B menunjukkan bahwa angka gassing length merupakan selisih angka pengukuran
dari control stemming dengan stemming akhir. Hal tersebut dikarenakan densitas
bahan peledak jenis Fortis Eclipse HD mengalami penurunan dari 1,30 g/cm3 ke
1,15 g/cm3 kurang lebih 20 - 40 menit setelah bahan peledak masuk ke dalam
lubang ledak. Bahan peledak dalam kondisi normal, gassing length berada kisaran
0,3 – 0,6 m. Angka gassing length yang kurang dari atau bahkan tidak terjadi proses
gassing, maka dapat disimpulkan bahwa di lubang ledak tersebut terjadi penurunan
panjang air deck. Salah satu faktor penyebab turunnya panjang air deck adalah
dikarenakan produk bottom air deck belum dapat mengatasi beban / berat bahan
peledak yang masuk kedalam lubang ledak. Dapat disimpulkan penurunan panjang
air deck menyebabkan naiknya panjang stemming akhir.
Request Level produksi di PN41WK30 berada di RL +50 ke RL +40 atau
ke TOC (Top Of Coal). Elevasi lantai aktual di PN41WK30, elevasi akhir sebagian
besar kurang dari RL +40 atau berada di elevasi antara RL +41 dan RL +40 (lihat
Lampiran E).
Di tiap lokasi percobaan peledakan dengan bottom air deck, berdasarkan
geometri lubang ledak aktual yang didapat (lihat Lampiran B), sebagian lokasi
percobaan terdapat panjang kolom isian yang tidak sesuai akibat dari
penyimpangan panjang air deck (air deck length/ADL). Penyimpangan panjang air
deck terjadi karena beberapa faktor antara lain terjadi kebocoran pada penahan
bottom air deck atau kurang mampu menahan beban bahan peledak yang masuk ke
dalam lubang ledak. Permasalahan lain yang terjadi adalah pendangkalan lubang
ledak.

5.2. Analisis Panjang Kolom Isian dan Kedalaman Lubang Ledak


Penerapan bottom air deck dengan panjang air deck 1 m sebagai variabel
tetap dan panjang kolom isian awal sebagai variabel bebasnya. Nilai Air Deck
Factor didapat dari perbandingan antara panjang air deck (Air Deck Length-ADL)
dengan panjang kolom isian awal (Original Column Charge Length-OCCL). Nilai
air deck factor berdasarkan hasil percobaan peledakan akan disesuaikan dengan

93
panjang kolom isiannya. Penggunaan bottom air deck di Pit MOD memiliki batas
kedalaman lubang ledak dan batas kolom isian minimum. Panjang pendek kolom
isian dipengaruhi oleh kedalaman lubang ledaknya.
Hasil peledakan di setiap pit dapat diketahui bahwa di pit Inul Middle,
lokasi peledakan IM17WK16 tidak dapat digunakan sebagai acuan rekomendasi
ADF karena salah satu parameter keberhasilan peledakan tidak sesuai target.
Namun nilai ADF rekomendasi didapat dari percobaan di lokasi peledakan
IM17WK19 dengan nilai ADF sebesar 0,23. Penentuan batas minimum
berdasarkan ADF prediksi yaitu 0,1, maka nilai ADF 0,23 digunakan sebagai batas
maksimum rekomendasi ADF di pit Inul Middle. Hasil percobaan peledakan di pit
Inul East di seluruh lokasi blok yaitu IE45WK21, IE46WK21, dan IE36WK24,
secara fragmentasi, digging time maupun elevasi lantai tujuan memenuhi parameter
keberhasilan peledakan. Batas maksimum ADF rekomendasi yang digunakan
adalah nilai ADF tertinggi yaitu 0,29.
Hasil percobaan peledakan di pit Bendili di lokasi peledakan BN37WK27
tidak dapat digunakan sebagai acuan rekomendasi ADF karena seluruh parameter
keberhasilan peledakan tidak sesuai target. Nilai ADF rekomendasi didapat dari
percobaan di lokasi peledakan BN64WK26 dengan nilai ADF sebesar 0,15. Batas
minimum berdasarkan ADF prediksi yaitu 0,1, maka nilai ADF 0,15 digunakan
sebagai batas maksimum rekomendasi ADF di pit Bendili. Hasil percobaan
peledakan di pit Pinang South hanya terdapat di satu lokasi peledakan yaitu
PN41WK30. Di lokasi tersebut tidak dapat digunakan sebagai acuan rekomendasi
ADF karena parameter digging time tidak sesuai target, sehingga batas maksimum
dan minimum rekomendasi ADF masih sama dengan ADF prediksi.
Rekomendasi air deck factor (ADF) di tiap pit dihubungkan dengan batas
isian dan kedalaman lubang ledak maksimum terhadap jarak titik ukur getaran tanah
untuk mendapatkan rekomendasi kolom isian dan kedalaman ledak ledak minimum
penggunaan bottom air deck sepanjang 1 m. Kolom isian dan kedalaman yang
direkomendasikan, hanya didapat di kedalaman tertentu karena panjang air deck
yang ada sebatas di 1 m. Batas kedalaman minimum dapat dikurangi apabila
panjang air deck sebagai variabel bebas, menyesuaikan air deck factor dan kolom
isian awal, sehingga diperlukan panjang air deck yang bervariasi.

94
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

Percobaan peledakan yang dilakukan di pit MOD dengan menggunakan


bottom air deck didapat hasil berupa rekomendasi penggunaan bottom air deck di
kolom isian minimum dan di kedalaman lubang ledak tertentu per lokasi pit.
6.1. Kesimpulan
Hasil trial peledakan dengan bottom air deck di pit Inul Middle, Inul East,
Bendili, dan Pinang South dapat diketahui hasil penurunan powder factor, nilai
fragmentasi batuan hasil peledakan berdasarkan persen lolos ≤300 mm, digging
time alat muat, dan elevasi lantai hasil peledakan adalah sebagai berikut :
1. Hasil trial peledakan berdasarkan Powder Factor (PF), Fragmentasi,
Digging Time, dan Elevasi Lantai Tujuan / Request Level (RL) :
a. Rata-rata persentase pengurangan nilai PF desain awal non-air deck dan PF
aktual air deck adalah sebesar 8,23 %.
b. Fragmentasi berdasarkan target persen lolos ≤300 mm sebesar ≥80% di pit Inul
Middle 81,31% - 82,50%, di pit Inul East sebesar 85,79% - 89,86%, di pit
Bendili sebesar 79,03% - 85,05%, dan di pit Pinang South sebesar 81,76%.
c. Digging time di pit Inul Middle dengan target digging time 10 – 13 detik didapat
hasil aktual rata-rata sebesar 10,89 – 11,01 detik. Digging time di pit Inul East
dengan target digging time sebesar 9 – 13 detik, hasil waktu penggalian aktual
rata-rata yang didapat adalah 10,23 – 10,79 detik. Digging time di pit Bendili
dengan target digging time 11 – 14 detik didapat hasil aktual rata-rata sebesar
11,97 – 14,06 detik. Digging time di pit Pinang South dengan target digging time
10 – 13 detik didapat hasil aktual rata-rata sebesar 11,07 – 12,26 detik
d. Elevasi lantai tujuan di pit Inul Middle sebagian tidak tercapai karena
penyimpangan geometri aktual dalam lubang ledak dan terdapat maksud untuk
penyaliran. Elevasi lantai aktual di pit Inul East secara keseluruhan telah
tercapai. Elevasi lantai aktual di pit Bendili sebagian tidak tercapai karena

95
penyimpangan geometri aktual dalam lubang ledak. Elevasi lantai aktual di pit
Pinang south secara keseluruhan telah sesuai.
2. Penerapan bottom air deck dengan panjang kolom isian minimum dan
kedalaman minimum berdasarkan nilai air deck factor (ADF) yang
direkomendasikan di pit Inul Middle 0,10 – 0,23; pit Inul East 0,10 – 0,29; pit
Bendili 0,10 – 0,15; dan pit Pinang South 0,10 – 0,20.
Panjang kolom isian minimum yang dibutuhkan untuk penggunaan bottom
air deck di pit Inul Middle = 4,2 m; pit Inul East = 3,5 m; pit Bendili = 6,5 m; dan
pit Pinang South = 5,2 m.
Kedalaman penggunaan bottom air deck berdasarkan batas isian maksimum
terhadap acuan jarak lokasi peledakan ke titik pemukiman direkomendasikan di pit
Inul Middle = 10,0 m (non-decking) dan 12,5 m (decking); pit Inul East = 8,0 m
(non-decking) dan 12,5 m (decking); pit Bendili = 12,0 m (non-decking) dan 13,0
m (decking); pit Pinang South = 10,0 m (non-decking) dan 12,5 m (decking).

6.2. Saran
1. Penambahan variasi panjang bottom air deck perlu dilakukan mengingat
penerapan bottom air deck sepanjang 1 m memiliki batas kolom isian dan
kedalaman.
2. Produk bottom air deck (sysdeck) perlu dilakukan redesain dan pengujian
ketahanan produk terhadap beban sebelum dilakukan trial lebih lanjut, dengan
alasan produk sysdeck hingga saat ini belum bisa menjamin keakuratan in- hole
geometry peledakan.

96
DAFTAR PUSTAKA

1. Atlas Powder Company. 1987. “Explosive and Rock Blasting”. Maple


Press Company. Dallas, Texas.

2. Berta, Giorgio. 1985. Explosive : An Engineering Tool. Italesplosivi.


Milano.

3. Bhandari, Sushil. 1997. “Engineering Rock Blasting Operations”. AA.


Blakema. Balkema/Rotterdam/Brookfield.

4. Bieniawski. 1989 .“Engineering Rock Mass Clasification”. John Wiley &


Sons. New York..

5. Chiapetta F. 1990. “Blasting Analysis”, in First Internasional Symposium


On Rock Fragmentation by Blasting. Lulea University. Sweden.

6. Chiapetta F. 2004. “New Blasting Technique to Eliminate Subgrade


Drilling, Improve Fragmentation, Reduce Explosive Consumption and
Lower Ground Vibrations”. International Society of Explosives Engineer
(ISEE) and Journal of Explosives Engineering.

7. Hustrulid, Wiliam .1999. “Blasting Principles for Open Pit Mining Vol 1”.
Rotterdam/Brookfield.

8. Ivan Darmawan. 2015. Pengaruh Fragmentasi Peledakan Overburden


Terhadap Digging Time Alat Muat Liebherr R9250 Tambanng Batubara
PT. Cipta Kridatama Site PT. Kaltim Jaya Bara, Berau Provinsi
Kalimantan Timur. Program Studi Teknik Pertambangan. UPN “Veteran”
Yogyakarta.

9. Jhanwar, J.C. 2013. “Investigation Into Influence of Air-Decking On Blast


Performance In Opencast Mines In India”. Taylor & Francis Group.
London.

10. Jhanwar, J.C dan Jethwa, JL. 2000. “The Use of Air Decks In Production
Blasting In an Open Pit Coal Mine”. Kluwer Academic Publishers.
Netherlands.

11. Jimeno C.L, Jinemo E.L, Carcedo F.J.A. 1995. “Drilling and Blasting Of
Rocks”. AA. Blakema. Balkema/Rotterdam/Brookfield.

97
12. Kenneth, McGregor. 1967. The Drilling of Rock. Maclaren. London.

13. Konya C.J., Walter E.J. 1990. ”Surface Blast Design”. Prestice Hall.
USA.

14. Macmillan Stephen, Ridwan Sinulingga, Supratisno. 1996. Geology of the


Lembak Syncline, Kutai Basin PT. Kaltim Prima Coal, Kalimantan Timur,
Indonesia. Mine Geology Section. PT. Kaltim Prima Coal.

15. Melnikov, N.V., Marchenko, L.N., Seinov, N.P., and Zharikov, I.F. 1979.
A Method of Enhanced Rock Blasting by Blasting. IPKON AN SSR.
Moskow.

16. S. Koesnaryo. 2011. “Teknik Peledakan Batuan Buku I dan II”. Program
Studi Teknik Pertambangan. Fakultas Teknologi Mineral. Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran”. Yogyakarta.

17. ________, 2011. “Kursus Juru Ledak Pada Kegiatan Penambangan


Bahan Galian”. Pusdiklat Mineral Dan Batubara. Bandung.

18. ________, 2014. Pembuatan Rencana Pengeboran dan Peledakan Sesuai


Karakteristik Batuan di PT. Kaltim Prima Coal
OHS_MOD_MS_MSE2.06_DOC_SOPi_14. Prima Nirbhaya MSE 2.06.
Standard Operating Procedure. PT. Kaltim Prima Coal

19. ________, 2014. Pengembangan Desain Drill & Blast untuk Pengendalian
Getaran dan Air Blast OHS_MOD_DB_MSE2.06_DOC_SOPi_163. Prima
Nirbhaya MSE 2.06. Standard Operating Procedure. PT. Kaltim Prima
Coal.

20. ________, 2016, Drill and Blast Department PT. Kaltim Prima Coal

21. ________, 2016, Geotechinal Department PT. Kaltim Prima Coal

98
LAMPIRAN A

SPESIFIKASI ALAT MUAT LIEBHERR R996, LIEBHERR


R9800, DAN HITACHI EX3600B

A.1. Spesifikasi Alat Muat Liebherr R996


A.1.1. Liebherr R996-Shovel

Gambar A.1
Liebherr R996-Shovel
Bucket Capacity : 29 - 34 m3 / 37,9 – 44,4 yd3
Operating Weight : 672.600 kg/ 1.482.827 lb
Engine Output : 2.237 kW / 3000 hp
Stick length : 5 m / 16’ 4”
Max. reach at ground level : 15,6 m/ 51’ 2”
Max. dump height : 14.3 m/ 46’ 11’
Max. crowd length : 6,40 m/ 21’
Bucket opening width T : 2,80 m/ 110’’
Crowd force at ground level : 1.960 kN / 440.450 lbf
Max. crowd force : 2.340 kN/ 525.850 lbf
Max. breakout force : 1.905 kN / 428.100 lbf

100
Gambar A.2
Digging Envelope Liebherr R996-Shovel (Handbook Liebherr)

Gambar A.3
Dimensi Liebherr R996-Shovel (Handbook Liebherr)

101
A.1.2. Liebherr R996-Backhoe

Gambar A.4
Liebherr R996-Backhoe

Bucket Capacity : 30 - 33 m3 / 39,2 – 43,1 yd3


Operating Weight : 672.600 kg/ 1.482.827 lb
Engine Output : 2.237 kW / 3000 hp
Stick length : 5 m / 16’ 4”
Max. reach at ground level : 20 m/ 65’ 7”
Max teeth height : 16,6 m / 54’ 5”
Max. dump height : 10,5 m/ 34’ 5”
Max. digging depth : 8,80 m/ 28’ 10”
Max. digging force : 1.500 kN/ 337.100 lbf
Max. breakout force : 1.670 kN / 375.300 lbf

102
Gambar A.5
Digging Envelope Liebherr R996-Backhoe (Handbook Liebherr)

Gambar A.6
Dimensi Liebherr R996-Backhoe (Handbook Liebherr)

103
A.2. Spesifikasi Alat Muat Liebherr R9800

Gambar A.7
Liebherr R9800-Backhoe

Bucket Capacity : 38 - 42 m3 / 49,7 – 54,9 yd3


Operating Weight : 800.000 kg/ 1.763.698 lb
Engine Output : 2.984 kW / 4000 hp
Stick length : 5 m / 16’ 4”
Max. reach at ground level : 20,1 m/ 65’ 11”
Max teeth height : 16,2 m / 53’ 1”
Max. dump height : 10,9 m / 35’ 9”
Max. digging depth : 9,0 m / 29’ 6”
Max. digging force : 1.760 kN / 395.664 lbf
Max. breakout force : 1.920 kN / 431.663 lbf

104
Gambar A.8
Digging Envelope Liebherr R9800-Backhoe (Handbook Liebherr)

Gambar A.9
Dimensi Liebherr R9800-Backhoe (Handbook Liebherr)

105
A.3. Spesifikasi Alat Muat Hitachi EX3600

Gambar A.10
Hitachi EX3600-Backhoe

Gambar A.11
Dimensi Hitachi EX3600-Backhoe (Handbook Hitachi)

106
Bucket Capacity : 22,0 m3 / 28,8 yd3
Operating Weight : 361.000 kg/ 759.900 lb
Engine Output : 1.450 kW / 1.944 hp
Max. reach at ground level : 15,22 m/ 49’ 11”
Max teeth height : 16,3 m / 53’ 6”
Max. dump height : 10,99 m / 36’ 1”
Max. digging depth : 3,910 m / 12’ 0”
Arm crowding force : 1.200 kN / 269.800 lbf
Max. breakout force : 1.130 kN / 254.000 lbf

Gambar A.12
Digging Envelope Hitachi EX3600-Backhoe (Hancbook Hitachi)

107
LAMPIRAN B
DATA IN-HOLE GEOMETRI PELEDAKAN

B.1. Pit Inul Middle


B.1.1. Lokasi Peledakan (Blast Block) : IM17WK16
Hari/Tanggal Peledakan : Minggu, 24 April 2016
Pattern (Burden x Spacing) : 7,4 m x 8,5 m
Kedalaman
Kedalaman Control Stemming Kolom
No. Row Lubang ADL
Air Deck Stemming Akhir Isian
Ledak
m m m m m m
1 A2 9,5 8,5 4,2 4,2 4,3 1
2 A3 10,3 9 4,5 5,7 3,3 1,3
3 A6 10,3 9 5,7 5,9 3,1 1,3
4 A7 10 9 5,3 5,1 3,9 1
5 B9 8 7,5 5,1 4,9 2,6 0,5
6 B8 10 9 5 4,8 4,2 1
7 B5 10 9 6,1 5,9 3,1 1
8 B4 10,4 9,4 5,6 5,4 4 1
9 C5 10 9 6,4 5,9 3,1 1
10 C6 10,2 9 6 5,5 3,5 1,2
11 C10 9 8,5 5,7 5,3 3,2 0,5
12 C11 9 8 5,7 5,6 2,4 1
13 C12 10 9 6,8 5,8 3,2 1
14 D13 9,5 9 6,3 6,3 2,7 0,5
15 D11 9,5 8,5 4,2 4,1 4,4 1
16 D8 10 9 5,2 5,1 3,9 1
17 D6 10 9 4,6 4,5 4,5 1
18 E1 9,5 8,5 - 4,6 3,9 1
19 E4 9,5 8,5 - 4,8 3,7 1
20 E8 10 8,9 - 5 3,9 1,1
21 E11 10 8,8 - 4,8 4 1,2
23 F4 10 8,6 4,9 4,9 3,7 1,4
24 F10 10 8,7 4,8 4,8 3,9 1,3
25 F11 10 9 5,2 4,9 4,1 1
26 G8 10 9 - 4,7 4,3 1
27 G7 9,7 9 - 4,4 4,6 0,7
28 G5 10,8 9 - 4,9 4,1 1,8

108
Kedalaman
Kedalaman Control Stemming Kolom
No. Row Lubang ADL
Air Deck Stemming Akhir Isian
Ledak
m m m m m m
29 G2 10 9 - 5,6 3,4 1
30 H3 10 9 5,4 4,9 4,1 1
31 H1 10,5 9 5,3 4,9 4,1 1,5
32 H9 9,7 8,9 5,1 4,9 4 0,8
33 H4 10,2 9 4,5 4,2 4,8 1,2
34 H2 10 9 5,2 3,3 5,7 1
35 I4 9,7 8,5 4,8 4,1 4,4 1,2
36 I5 10,4 9 5,1 4,1 4,9 1,4
37 I7 9,8 9 5,3 5,2 3,8 0,8
38 I9 9,5 8,5 5,2 4,4 4,1 1
39 I12 9,5 8,7 4,7 4,6 4,1 0,8
40 I19 10,5 9 5,3 - 3,5 1,5
41 J17 10 9 5,6 - 3,5 1
42 J14 9,8 8,6 5,3 - 3,1 1,2
43 J11 9,9 8,8 5,2 - 3,3 1,1
44 J7 10 9 4,2 - 3,5 1
45 J3 10 9 4,3 - 3,5 1
46 K2 10 9 5,2 - 3,5 1
47 K7 10 9 4,7 - 3,5 1
48 K11 10 9 5,6 5,2 3,8 1
49 L2 10 9 6 - 3,5 1
50 L3 10 9 6,1 - 3,5 1
51 L4 10 9 5,9 - 3,5 1
52 L5 10 9 6,5 - 3,5 1
53 L6 10 9 6,4 - 3,5 1
54 L7 10 9 6,1 - 3,5 1
55 M9 9,5 8,5 - 3,9 4,6 1
56 M10 10 9 - 4,9 4,1 1
57 M12 10 9 - 3,8 5,2 1
58 M15 10 9 - 4,4 4,6 1
59 N19 10 9,5 3,8 - 3,5 0,5
60 N18 10 9,5 5 - 3,5 0,5
61 N17 9 8,2 5,7 - 4,1 0,8
62 N16 9,2 8 4,4 - 2,3 1,2
Rata-rata 9,88 8,85 5,29 4,89 3,79 1,02

109
B.1.1. Lokasi Peledakan (Blast Block) : IM17WK19
Hari/Tanggal Peledakan : Selasa, 10 Mei 2016
Pattern (Burden x Spacing) : 7,4 m x 8,5 m
Kedalaman Kedalaman Control Stemming Kolom
ADL
No. Row Lubang Ledak Air Deck Stemming Akhir Isian
m m m m m m
1 X1 8,5 7,6 5 5 2,6 0,9
2 X2 8,4 7,3 5 4,9 2,3 1,1
3 X3 8,1 7,1 4,8 4,5 2,3 1
4 A1 8,6 7,7 5,7 5,5 2 0,9
5 A2 8,3 7,4 5 4,8 2,4 0,9
6 A3 10 9 5 4,7 4 1
7 B2 9,6 8,7 5,5 5,3 3,2 0,9
8 B4 9,8 8,8 5,6 5,3 3,2 1
9 B7 10 7 5,3 5,1 1,7 3
10 B8 10 9 5,2 4,9 3,8 1
11 C15 10 9 5,9 5,6 3,1 1
12 C13 9,8 9 5,8 5,6 3,2 0,8
13 C11 10 9,2 6 5,9 3,2 0,8
14 C9 9,9 9,1 5,7 5,5 3,4 0,8
15 C7 10 9 6 5,7 3 1
16 C6 10 9 5,9 5,8 3,1 1
17 D8 9,1 8,3 6,1 6 2,2 0,8
18 D4 10 9 6 5,8 3 1
19 D3 11,6 10,5 6,2 5,8 4,3 1,1
20 D9 9,9 8,6 5,2 5 3,4 1,3
21 D10 9,5 8,6 5,4 5,3 3,2 0,9
22 D11 9,7 8,8 5,7 5,5 3,1 0,9
23 D14 10 9 6 5,8 3 1
24 E1 10,2 9,3 6,5 - 2,8 0,9
25 E2 10,4 9,4 6,7 - 2,7 1
26 E5 10 9 6 - 3 1
27 E9 10,6 9,6 7,1 - 2,5 1
28 F10 11,1 10,1 6,9 - 3,2 1
29 F7 11,1 10,1 6,2 - 3,9 1
30 F6 11,1 10,1 7,1 - 3 1
31 F3 11,2 10,2 6,9 - 3,3 1
32 F2 11,3 10,3 7,1 - 3,2 1
33 G2 11,4 10,4 6,4 6,2 4 1
34 G3 12,4 11,4 7,7 7,4 3,7 1
35 G6 11 10 7,1 7,2 2,9 1
36 G7 10 9 6,5 6,4 2,5 1
37 G13 10,5 9,7 6,6 6,4 3,1 0,8
Rata-rata 10,08 9,06 6,02 5,60 3,46 1,02

110
B.2. Pit Inul East
B.2.1. Lokasi Peledakan (Blast Block) : IE45WK21
Hari/Tanggal Peledakan : Rabu, 25 Mei 2016
Pattern (Burden x Spacing) : 8 m x 8,5 m
Kedalaman Kedalaman Control Stemming Kolom
ADL
No. Row Lubang Ledak Air Deck Stemming Akhir Isian
m m m m m m
1 A9 10 9 5,6 5,2 3,8 1
2 A8 10,2 9,3 6,1 5,7 3,6 0,9
3 A7 10 9 5,5 5,2 3,8 1
4 B12 10 9 4,7 4,6 4,4 1
5 B11 9 8,1 4,6 4,2 3,9 0,9
6 B10 9,2 8,4 4,7 4,4 4 0,8
7 B9 10 9 5,7 5,3 3,7 1
8 B8 9,4 8,5 6,4 5,9 2,6 0,9
9 B7 9,8 7 4,4 4,2 2,8 2,8
10 B4 9,5 8,6 5,9 5,4 3,2 0,9
11 B3 10 9 6,2 6 3 1
12 B2 9,4 8,4 5,4 4,9 3,5 1
13 B1 9,5 8,6 5 4,8 3,8 0,9
14 C1 9,5 8,7 5,7 5,5 3,2 0,8
15 C2 7,2 NS 4,2 3,9 3,3 NS
16 C3 8,5 7,6 4,6 4,4 3,2 0,9
17 C4 8 7,2 4,4 4 3,2 0,8
18 C5 7 NS 3,9 3,4 3,6 NS
19 C6 7 NS 3,2 2,8 4,2 NS
20 C7 10 9 5 4,8 4,2 1
21 C8 10,3 8,8 5,1 5 3,8 1,5
22 C9 9,7 8,8 5,1 4,2 4,6 0,9
23 C10 10,2 9,1 5 4,9 4,2 1,1
24 C11 10 8,9 4,9 4,6 4,3 1,1
25 C12 10 8,8 3,3 3,1 5,7 1,2
26 D13 9,3 8,2 5,5 5,1 3,1 1,1
27 D12 9,8 8,8 4,4 4 4,8 1
28 D11 10 9 6 5,6 3,4 1
29 D10 9,9 8,8 6,6 6,2 2,6 1,1
30 D9 10 9 5,9 5,6 3,4 1
31 D8 10 9 4,4 4,2 4,8 1
32 D7 9,7 8,5 5,2 5,1 3,4 1,2
33 D6 8,9 7,9 5,9 5,8 2,1 1

111
Kedalaman Kedalaman Control Stemming Kolom
No. Row ADL
Lubang Ledak Air Deck Stemming Akhir Isian
m m m m m m
34 D5 9,5 8,4 4,6 4,4 4 1,1
35 D4 10 8,9 3,7 3,5 5,4 1,1
36 D3 10 8,9 4,6 4,2 4,7 1,1
37 D2 9,8 8 5,2 - - 1,8
38 D1 9 8 5,3 - - 1
39 E1 9,5 8,3 5,1 5,1 3,2 1,2
40 E2 9,4 8,3 4,9 4,5 3,8 1,1
41 E3 9,7 8,8 5,7 5,4 3,4 0,9
42 E4 9,5 8,4 5,9 5,5 2,9 1,1
43 E5 8,7 7,5 4,4 4,4 3,1 1,2
44 E8 10 9 4,9 4,7 4,3 1
45 E9 10 8,9 4,7 4,7 4,2 1,1
46 E'19 12 10,8 6,1 5,8 5 1,2
47 E'18 12,2 11 7,3 7,1 3,9 1,2
48 E'17 11,6 10,5 7 6,7 3,8 1,1
49 E'15 12 11 7,8 7,5 3,5 1
50 F5 9,8 8,7 3,6 3,5 5,2 1,1
51 F7 9,4 8,3 5,6 - - 1,1
52 F9 10,2 8,9 5,7 5,6 3,3 1,3
53 F11 10,8 9,7 5,9 - - 1,1
54 F13 12,2 11,1 7,2 - - 1,1
55 F15 11,8 11 6,8 - - 0,8
Rata-rata 9,78 8,85 5,28 4,91 3,77 1,09

112
B.2.2. Lokasi Peledakan (Blast Block) : IE46WK21
Hari/Tanggal Peledakan : Rabu, 25 April 2016
Pattern (Burden x Spacing) : 8 m x 8,5 m
Kedalaman Kedalaman Control Stemming Kolom
ADL
No. Row Lubang Ledak Air Deck Stemming Akhir Isian
m m m m m m
1 F2 9 8,4 6,1 5,8 2,6 0,6
2 F3 9,1 8,5 6,3 5,9 2,6 0,6
3 F4 9 8 5,6 5,5 2,5 1
4 F5 8,3 7,6 5,7 5,3 2,3 0,7
5 F6 8,2 7 5,3 5 2 1,2
6 F8 9 7,8 5,5 5,2 2,6 1,2
7 G16 8,6 7,5 5,2 5,1 2,4 1,1
8 G17 9,4 8 5,4 5,6 2,4 1,4
9 G18 8,7 7,8 5,2 4,9 2,9 0,9
10 G20 8,6 8 4,6 4,6 3,4 0,6
11 H15 9 8 5,1 4,6 3,4 1
12 H16 8,5 7,4 5,3 5,3 2,1 1,1
13 H17 9 8 5,5 5 3 1
14 H18 8,4 7,4 5,3 4,6 2,8 1
15 H19 10,1 9 6,2 5,7 3,3 1,1
16 I19 8 7 4,2 4,1 2,9 1
17 B1 9,6 8,5 5,9 5,4 3,1 1,1
18 B2 9,8 8 6 5,9 2,1 1,8
19 B3 10,4 9,5 6 5,8 3,7 0,9
20 B4 10,3 8,5 6,3 6 2,5 1,8
21 B5 11 9,5 6,4 6,4 3,1 1,5
22 C6 9,4 8,4 - 5,2 3,2 1
23 C7 9,6 8,5 - 5,5 3 1,1
24 C8 10,4 9,2 5,9 5,7 3,5 1,2
25 C9 10,1 9,1 6,2 5,7 3,4 1
26 C10 9,6 8,6 5,5 5,1 3,5 1
27 D17 - 9,5 6,9 6,7 2,8
28 D16 9,7 8,5 - 5,3 3,2 1,2
29 D15 9 8 - 5,2 2,8 1
30 D14 9,5 8,5 5,8 5,4 3,1 1
31 D13 8,5 7,5 5,1 4,9 2,6 1
32 D12 8 7,5 4,4 4,3 3,2 0,5
33 D11 9 8 5,6 5,4 2,6 1
Rata-rata 9,21 8,20 5,60 5,34 2,87 1,05

113
B.2.3. Lokasi Peledakan (Blast Block) : IE36WK24
Hari/Tanggal Peledakan : Selasa, 14 Juni 2016
Pattern (Burden x Spacing) : 7,4 m x 8,5 m
Kedalaman Kedalaman Control Stemming Kolom
ADL
No. Row Lubang Ledak Air Deck Stemming Akhir Isian
m m m m m m
1 E21 9,4 8,3 5,8 5,5 2,8 1,1
2 E20 8,5 7,4 5,7 5,5 1,9 1,1
3 E19 8,5 7,7 5,7 5,6 2,1 0,8
4 E18 10 8,9 5,5 5,3 3,6 1,1
5 F13 8 6,8 4,6 4,2 2,6 1,2
6 F12 8,5 7,4 4,9 4,6 2,8 1,1
7 F10 8,5 7,4 4,8 4,4 3 1,1
8 F9 8,5 7,5 5 4,8 2,7 1
9 F8 8,6 7,5 5 4,7 2,8 1,1
10 F7 8,6 7,5 4,9 4,9 2,6 1,1
11 F6 8,6 7,5 4,9 4,8 2,7 1,1
12 F5 8,6 7,5 4,8 4,5 3 1,1
13 G17 8,5 7,3 5,9 5,8 1,5 1,2
14 G18 8,5 7,3 5,8 5,4 1,9 1,2
15 G19 9 7,9 6,1 5,8 2,1 1,1
16 G20 9,5 8,5 6,8 6,7 1,8 1
17 G22 9,5 8,3 6,6 6,3 2 1,2
18 G23 10,5 9,5 7 6,8 2,7 1
19 G24 10,2 9,1 6,4 6,2 2,9 1,1
20 G25 9,6 8,5 6,4 6,1 2,4 1,1
21 G26 10 8,8 5,6 5,5 3,3 1,1
22 G29 10,2 9,1 5,4 5,1 4 1,1
23 H23 9 8 4,8 4,5 3,5 1
24 H22 9,2 8,1 5,9 5,7 2,4 1,1
25 H21 9,5 8,4 5,6 6,1 2,3 1,1
26 H20 9,5 8,4 6,4 6,4 2 1,1
27 H18 8 7 5 5 2 1
28 H16 10 8,7 6,6 6,8 1,9 1,1
29 H15 9,5 8,3 5,8 5,5 2,8 1,1
30 I21 10 9 5,2 5,3 3,7 1
Rata-rata 9,15 8,05 5,63 5,46 2,59 1,08

114
B.3. Pit Bendili
B.3.1. Lokasi Peledakan (Blast Block) : BN64WK26
Hari/Tanggal Peledakan : Minggu, 3 Juli 2016
Pattern (Burden x Spacing) : 7,4 m x 8,5 m
Kedalaman Kedalaman Control Stemming Kolom
ADL
No. Row Lubang Ledak Air Deck Stemming Akhir Isian
m m m m m m
1 M32 11,1 10 5,3 4,8 5,2 1,1
2 M31 11,5 10,5 5,3 4,3 6,2 1
3 M30 12,3 11,2 4,3 4 7,2 1,1
4 M28 10 8,9 5,6 5,1 3,8 1,1
5 M27 10,5 9,5 - 4,8 4,7 1
6 M26 10 9 - 4,9 4,1 1
7 L33 11,2 10,1 3,3 2,9 7,2 1,1
8 L32 11 10,1 4,7 5,3 4,8 0,9
9 L29 11,3 10,2 5,6 4,9 5,3 1,1
10 L28 10,6 9,6 5,4 5,3 4,3 1
11 K32 11,3 10,3 5,5 5,2 5,1 1
12 J21 11,6 10,5 5,5 4,5 6 1,1
13 J20 11 9,9 6 4,9 5 1,1
14 J33 10,8 9,8 5,6 5 4,8 1
15 I16 10,6 10,4 - 5,1 5,3 0,2
16 I18 11 10 - 4,6 5,4 1
17 I19 10,5 9,7 - 5 4,7 0,8
18 I20 11 10 - 4,6 5,4 1
19 I31 10 8,6 5,4 4,8 3,8 1,4
20 I32 10,5 9,4 4,1 5 4,4 1,1
21 H15 11,5 10,6 5,5 4,8 5,8 0,9
22 H16 11,1 10 5,5 4,9 5,1 1,1
23 H17 11,5 10,4 5,5 4 6,4 1,1
24 H18 11 10 - 4,9 5,1 1
25 H19 10,5 9,5 - 4,6 4,9 1
26 H20 11 9,8 - 5,2 4,6 1,2
27 H26 11,2 10,2 5,3 5 5,2 1
28 H29 11,6 10,6 - 4,7 5,9 1
29 H30 11,7 10,7 - 4,2 6,5 1
30 F13 11,6 10,5 - 5,1 5,4 1,1
31 F14 11,6 10,5 5,5 4,9 5,6 1,1
32 F15 11,6 10,6 5,5 5 5,6 1
33 F16 11,6 10,6 5,5 - - 1
34 F17 11,3 10,3 5,5 4,7 5,6 1

115
Kedalaman Kedalaman Control Stemming Kolom
No. Row ADL
Lubang Ledak Air Deck Stemming Akhir Isian
m m m m m m
35 F18 11,5 10,4 5,5 4,9 5,5 1,1
36 E14 11,2 10,2 5,5 4,6 5,6 1
37 E15 11,6 10,6 5,5 4,3 6,3 1
38 E16 11,6 10,5 5,6 4,5 6 1,1
39 E17 11,4 10,3 5,8 4,6 5,7 1,1
40 E18 11,3 10,3 5,4 4,3 6 1
41 E19 11,5 10,5 5,5 4,4 6,1 1
42 E28 11,6 10,9 5,5 5 5,9 0,7
43 D23 11,5 10,5 - 5 5,5 1
44 C19 11,5 10,5 5,7 5,8 4,7 1
45 C25 10 8,9 - 4,9 4 1,1
46 B15 11,4 10,4 - 4,7 5,7 1
Rata-rata 11,15 10,13 5,34 4,76 5,36 1,02

116
B.3.2. Lokasi Peledakan (Blast Block) : BN37WK27
Hari/Tanggal Peledakan : Kamis, 7 Juli 2016
Pattern (Burden x Spacing) : 7,4 m x 8,5 m
Kedalaman Kedalaman Control Stemming Kolom
ADL
No. Row Lubang Ledak Air Deck Stemming Akhir Isian
m m m m m m
1 V11 10,8 9,9 5,9 4,2 3,3 0,9
2 V12 12,3 11,3 5,6 5,2 4,2 1
3 V13 12,7 11,7 6,1 6 5 1
4 V14 14,2 13,1 6,7 6,7 5,6 1,1
5 U14 - 13,4 5,6 8 - -
6 U15 15,5 14,7 6,2 8,7 7,9 0,8
7 Y14 16 15,1 6,2 9,5 8,6 0,9
8 Y13 15,2 14,1 4,9 9,4 8,3 1,1
9 Y9 11,3 10,1 5,7 4,9 3,7 1,2
10 Z10 11,3 10,2 4,9 5,4 4,3 1,1
11 W15 14,5 13,4 6,5 7,3 6,2 1,1
12 V15 13,2 12,1 6,7 5,5 4,4 1,1
13 Z9 9,5 8,5 5,6 3,4 2,4 1
14 AA 8,5 7,6 4,2 3,7 2,8 0,9
15 Y8 11,2 10,2 6,2 4,3 3,3 1
16 X7 9,5 8,5 5,4 3,8 2,8 1
17 X14 14,5 13,6 6,7 7,4 6,5 0,9
18 Y10 13,9 12,8 6,3 7 5,9 1,1
19 O3 11,4 10,4 6,6 4,4 3,4 1
20 O1 10,5 9,5 5,8 9,5 8,5 1
21 R2 8,4 7,4 - 3,9 2,9 1
22 R1 8,4 7,3 - 4,2 3,1 1,1
23 S3 8,7 7,7 - 4 3 1
24 AD7 9,5 8,5 4,6 4,3 3,3 1
25 AE8 11,7 10,7 6 5,2 4,2 1
26 AD8 11,5 10,6 5,3 5,6 4,7 0,9
27 AC6 9,2 8,2 4,5 4 3 1
28 AB5 10,5 9,5 4,8 5,1 4,1 1
29 AA6 10 9 5,3 3,9 2,9 1
30 AE5 9,6 8,5 4,5 4,3 3,2 1,1
31 AD6 9,2 8,2 4,2 4,2 3,2 1
32 AE6 10,3 9,3 4,5 4,3 3,3 1
Rata-rata 11,39 10,47 5,57 5,94 4,53 1,01

117
B.4. Pit Pinang South
B.4.1. Lokasi Peledakan (Blast Block) : PN41WK30
Hari/Tanggal Peledakan : Kamis, 28 Juli 2016
Pattern (Burden x Spacing) : 7,4 m x 8,5 m
Kedalaman Kedalaman Control Stemming Kolom
ADL
No. Row Lubang Ledak Air Deck Stemming Akhir Isian
m m m m m m
1 I3 8,5 7,6 5,2 5,1 2,5 0,9
2 I4 8,2 7,3 5,1 5 2,3 0,9
3 I5 8,3 7,4 4,8 4,7 2,7 0,9
4 I6 8,1 7,1 4,8 4,7 2,4 1
5 I7 8,6 7,6 4,5 4,5 3,1 1
6 I8 8,5 7,4 5,2 5,1 2,3 1,1
7 I9 8,5 7,4 5,2 5 2,4 1,1
8 I10 8,6 7,6 4,6 4,6 3 1
9 I11 8,6 7,6 4,5 4,4 3,2 1
10 I12 8,5 7,6 5,5 5,3 2,3 0,9
11 F2 11,3 10 5,9 5,6 4,4 1,3
12 F4 11,2 10,2 5,8 5,5 4,7 1
13 F5 11,5 10,2 5,9 5,7 4,5 1,3
14 F6 11,5 10,4 6 5,7 4,7 1,1
15 F7 11,8 10,8 6,2 6,1 4,7 1
16 F8 11,8 10,6 4,5 4,4 6,2 1,2
17 E1 11 10 5,3 4,9 5,1 1
18 E4 11,2 10,4 6,7 6,3 4,1 0,8
19 E5 11,2 10,2 5,9 5,6 4,6 1
20 D1 11,1 10 5,8 5,4 4,1 1,1
21 D2 11,3 10,4 6,4 6,4 4,1 0,9
22 D4 11,4 10,3 5,9 5,5 4,1 1,1
23 C1 11,3 10,3 6,7 6,3 4 1
24 C2 11,4 10,4 7,7 7,5 2,9 1
25 G7 11,6 10,5 6,5 6,1 4,4 1,1
26 G8 12 11 6 5,8 5,2 1
27 G9 11,8 10,8 6,5 6,3 4,5 1
28 H4 11,3 10,5 5,8 5,5 5 0,8
29 H5 11,4 10,5 5,8 5,5 5 0,9
30 H6 11,3 10,3 6 5,9 4,4 1
31 H7 11,3 10,5 5,1 4,7 5,8 0,8

118
Kedalaman Kedalaman Control Stemming Kolom
No. Row ADL
Lubang Ledak Air Deck Stemming Akhir Isian
m m m m m m
32 H8 8,9 8 3,9 3,8 4,2 0,9
33 A1 11 10 5,7 5,6 4,4 1
34 B1 11,3 10,3 5,3 5 5,3 1
35 B2 11,4 10,4 5,5 5,2 5,2 1
36 G4 8,2 7,2 4,3 4,1 3,1 1
37 G5 8,6 7,6 4,7 4,6 3 1
38 G6 8,7 7,7 2,7 2,6 5,1 1
39 G7 8,7 7,7 4,7 4,4 3,3 1
40 F8 8,6 7,6 4,6 4,5 3,1 1
41 F9 8,7 7,7 5,2 5,1 2,6 1
42 F10 8,6 7,6 5,1 4,9 2,7 1
43 F11 8,6 7,5 4,8 4,6 2,9 1,1
44 F12 8,8 7,8 4,7 4,5 3,3 1
45 F13 8,1 7 4 3,7 3,3 1,1
46 F6 8,7 7,6 5,2 - - 1,1
47 F7 8,2 7,1 3,9 - - 1,1
Rata-rata 9,98 8,97 5,32 5,10 3,87 1,01

119
LAMPIRAN C
DISTRIBUSI FRAGMEN BATUAN AKTUAL
MENGGUNAKAN WIPFRAG

C.1. Pit Inul Middle


C.1.1. Lokasi Peledakan IM17WK16
1
Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 86,95%

120
2
Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 70,75%

121
3
Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 86,22%

Gambar C.1
Distribusi Fragmen Batuan di Lokasi Peledakan IM17WK16

122
C.1.2. Lokasi Peledakan IM17WK19
1
Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 76,69%

123
2
Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 87,37%

124
3
Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 83,44%

Gambar C.2
Distribusi Fragmen Batuan di Lokasi Peledakan IM17WK19

125
C.2. Pit Inul East
C.2.1. Lokasi Peledakan IE45WK21
Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 97,58%


Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 96,65%

Gambar C.3
Distribusi Fragmen Batuan di Lokasi Peledakan IE45WK21 - 1st Pass

126
Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 84,28%


Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 71,18%


Gambar C.4
Distribusi Fragmen Batuan di Lokasi Peledakan IE45WK21 – 2nd Pass

127
C.2.2. Lokasi Peledakan IE46WK21
Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 91,15%


Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 96,83%


Gambar C.5
Distribusi Fragmen Batuan di Lokasi Peledakan IE46WK21 – 1st Pass

128
Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 89,05%


Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 82,41%


Gambar C.6
Distribusi Fragmen Batuan di Lokasi Peledakan IE46WK21 – 2nd Pass

129
C.2.2. Lokasi Peledakan IE36WK24
Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 93,39%


Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 83,80%


Gambar C.7
Distribusi Fragmen Batuan di Lokasi Peledakan IE36WK24 – 1st Pass

130
Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 90,32%


Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 75,64%


Gambar C.8
Distribusi Fragmen Batuan di Lokasi Peledakan IE36WK24 – 2nd Pass

131
C.3. Pit Bendili
C.3.1. Lokasi Peledakan BN64WK26
Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm :86,96%


Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm :93,41%


Gambar C.9
Distribusi Fragmen Batuan di Lokasi Peledakan BN64WK26 – 1st Pass

132
Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 78,53%


Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 81,39%


Gambar C.10
Distribusi Fragmen Batuan di Lokasi Peledakan BN64WK26 – 2nd Pass

133
C.3.2. Lokasi Peledakan BN37WK27
Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm :83,46%


Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 81,12%


Gambar C.11
Distribusi Fragmen Batuan di Lokasi Peledakan BN37WK27 – 1st Pass

134
Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 72,47%


Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 79,08%


Gambar C.12
Distribusi Fragmen Batuan di Lokasi Peledakan BN37WK27 – 2nd Pass

135
C.4. Pit Pinang South
C.4.1. Lokasi Peledakan PN41WK30
Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 66,11%


Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 78,33%


Gambar C.13
Distribusi Fragmen Batuan di Lokasi Peledakan PN41WK30 – 1st Pass

136
Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 94,21%


Fragmen Batuan Hasil Analisis

Hasil Distribusi Fragmen Batuan

Persen Lolos ≤300 mm : 88,40%


Gambar C.14
Distribusi Fragmen Batuan di Lokasi Peledakan PN41WK30 – 2nd Pass

137
LAMPIRAN D
DIGGING TIME

D.1. Pit Inul Middle


Tabel D.1
Digging Time Lokasi Peledakan IM17WK16
Lokasi Pit Inul Middle Trial no. : 1
Tanggal 25-Apr-16 Blast Plan
Tipe Digger Liebherr L996S S411
IM17WK16
1 pass/1
Unit Jumlah Digging Unit Jumlah Digging
No No
Hauler Swing Time Hauler Swing Time
1 8.16 22 10.69
2 10.64 23 11.42
753 4 777 4
3 10.79 24 10.56
4 9.98 25 11.92
5 9.63 26 8.51
6 10.21 27 9.98
755 4 753 4
7 11.29 28 10.78
8 9.9 29 12.35
9 9.52 30 13.23
10 10.47 31 13.31
757 4
11 8.93 32 755 5 11.89
12 10.21 33 10.28
13 9.23 34 11.11
14 13.46 35 14.31
770 4
15 9.97 36 11.09
757 4
16 10.02 37 12.01
17 11.23 38 14.13
18 13.16 39 9.83
19 739 4 10.65 40 10.14
771 4
20 13.02 41 11.13
21 42 12.19
Rata-rata 10.52

138
Tabel D.2
Digging Time Lokasi Peledakan IM17WK19
Lokasi Pit Inul Middle Trial no. : 2
Tanggal 5-Jun-16 Blast Plan
Tipe Digger Liebherr L996S S418
IM17WK19
1 pass/1
Unit Jumlah Digging Unit Jumlah Digging
No No
Hauler Swing Time Hauler Swing Time
1 11.32 26 11.01
2 11.34 27 10.72
718 4
3 770 5 13.36 28 9.82
4 9.87 29 10.82
5 9.96 30 11.31
6 12.63 31 9.79
771 4
7 11.9 32 11.72
718 4
8 9.24 33 8.41
9 7.69 34 10.58
10 11.68 35 11.39
774 4
11 13.91 36 12.07
771 4
12 11.04 37 9.53
13 9.16 38 11.67
14 11.44 39 12.17
706 4
15 12.11 40 13.12
774 4
16 9.54 41 12.68
17 9.21 42 11.04
18 10.14 43 10.33
753 4
19 9.83 44 11.48
770 4
20 12.71 45 9.89
21 9.58
22 12.46
23 10.33
753 4
24 9.21
25 11.05
Rata-rata 10.83

139
D.2. Pit Inul East

Tabel D.3
Digging Time Lokasi Peledakan IE45WK21 1st Pass
Lokasi Pit Inul East Trial no. : 4
Tanggal 1-Jun-16 Blast Plan
Tipe Digger Liebherr L996B S419
IE45WK21
1 pass/2
Unit Jumlah Digging Unit Jumlah Digging
No No
Hauler Swing Time Hauler Swing Time
1 11.24 25 8.62
2 11.44 26 8.05
729 4 774 4
3 14.36 27 12.59
4 11.66 28 9.34
5 11.26 29 10.03
6 11.74 30 9.68
773 4 777 4
7 8.12 31 12.02
8 11.68 32 7.55
9 6.98 33 11.79
10 11.23 34 14.59
738 4 706 4
11 8.97 35 8.96
12 8.53 36 11.12
13 11.75 37 11.24
14 9.22 38 11.52
778 4 539 4
15 11.43 39 10.43
16 6.77 40 6.78
17 13.15 41 9.25
18 12.97 42 10.48
706 4 748 4
19 11.04 43 10.98
20 9.95 44 9.64
21 9.98
22 8.39
748 4
23 12.27
24 6.83
Rata-rata 10.79

140
Tabel D.4
Digging Time Lokasi Peledakan IE45WK21 2nd Pass
Lokasi Pit Inul East Trial no. : 4
Tanggal 3-Jun-16 Blast Plan
Tipe Digger Liebherr L996B S419
IE45WK21
2 pass/2
Unit Jumlah Digging Unit Jumlah Digging
No No
Hauler Swing Time Hauler Swing Time
1 11.65 21 10.78
2 10.66 22 10.89
562 4 541 4
3 12.43 23 12.27
4 12.22 24 11.54
5 14.67 25 8.88
6 9.56 26 11.17
777 4 777 4
7 15.77 27 9.27
8 10.23 28 10.22
9 9.78 29 11.32
10 9.01 30 10.95
738 4 738 4
11 8.75 31 10.46
12 9.77 32 8.32
13 10.23 33 11.47
14 11.36 34 10.34
778 4 706 4
15 11.43 35 9.76
16 9.37 36 7.47
17 11.54
18 9.96
748 4
19 9.55
20 10.21
Rata-rata 10.74

141
Tabel D.5
Digging Time Lokasi Peledakan IE46WK21 1st Pass
Lokasi Pit Inul East Trial no. : 5
Tanggal 4-Jun-16 Blast Plan
Tipe Digger Hitachi EX3600B S322
IE46WK21
1 pass/2
Unit Jumlah Digging Unit Jumlah Digging
No No
Hauler Swing Time Hauler Swing Time
1 9.37 29 7.97
2 12.9 30 9.96
738 4 539 4
3 8.66 31 7.46
4 10.13 32 5.5
5 9.57 33 5.64
6 13.67 34 10.5
562 4 570 -
7 13.37 35 -
8 10.76 36 -
9 11.06 37 11.19
10 9.48 38 10.64
739 4 525 4
11 11.99 39 8.16
12 10.25 40 7.69
13 10.03 41 11.83
14 10.65 42 11.07
514 4 - -
15 10.79 43
16 12.8 44
17 8.1 45 9.77
18 9.62 46 11.74
541 4 566 4
19 10.18 47 9.75
20 9.3 48 10.86
21 7.69 49 7.96
22 11.9 50 10.21
- -
23 7.97 51 739 5 10.24
24 52 11.24
25 9.52 53 12.66
26 6.11 53
569 4
27 11.05 53
28 8.91 53
Rata-rata 10.61

142
Tabel D.6
Digging Time Lokasi Peledakan IE46WK21 2nd Pass
Lokasi Pit Inul East Trial no. : 5
Tanggal 6-Jun-16 Blast Plan
Tipe Digger Hitachi EX3600B S322
IE46WK21
2 pass/2
Unit Jumlah Digging Unit Jumlah Digging
No No
Hauler Swing Time Hauler Swing Time
1 10.36 23 9.86
2 9.11 24 10.57
781 4
3 525 5 9.25 25 8.33
4 10.24 26 8.89
5 9.78 27 10.12
6 11.22 28 11.29
782 4
7 8.56 29 10.11
8 562 5 9.78 30 9.29
9 9.78 31 10.2
10 10.67 32 11.28
783 4
11 10.84 33 11.22
12 10.21 34 12.23
778 4
13 9.89 35 9.13
14 11.23 36 9.72
784 4
15 10.03 37 10.73
16 11.43 38 11.29
779 4
17 11.04 39 11.41
18 12.23 40 9.09
785 4
19 10.56 41 10.48
20 9.89 42 9.81
780 4
21 10.42
22 7.89
Rata-rata 10.23

143
Tabel D.7
Digging Time Lokasi Peledakan IE36WK24 1st Pass
Lokasi Pit Inul East Trial no. : 6
Tanggal 15-Jun-16 Blast Plan
Tipe Digger Liebherr L996B S419
IE36WK24
1 pass/2
Unit Jumlah Digging Unit Jumlah Digging
No No
Hauler Swing Time Hauler Swing Time
1 9.34 17 9.83
2 12.08 18 10.13
738 4 570 4
3 13.35 19 9.6
4 11.39 20 8.24
5 10.06 21 8.76
6 11.31 22 8.58
706 4 539 4
7 12.43 23 7.51
8 9.7 24 9.73
9 12.52 25 8.76
10 10.82 26 10.42
715 4 525 4
11 12.79 27 9.49
12 10.81 28 10.46
13 11.75 29 11.23
14 11.11 30 706 3 10.22
751 4
15 14.43 31 9.74
16 12.42 32
Rata-rata 10.61

144
Tabel D.8
Digging Time Lokasi Peledakan IE36WK24 2nd Pass
Lokasi Pit Inul East Trial no. : 6
Tanggal 16-Jun-16 Blast Plan
Tipe Digger Liebherr L996B S419
IE36WK24
2 pass/2
Unit Jumlah Digging Unit Jumlah Digging
No. No.
Hauler Swing Time Hauler Swing Time
1 13.06 21 9.31
2 15.33 22 9.81
772 4 777 4
3 13.31 23 10.43
4 8.76 24 7.59
5 10.81 25 10.12
6 14.42 26 11.46
773 4 718 4
7 12.1 27 10.1
8 8.87 28 11.23
9 9.18 29 10.19
10 9.34 30 9.02
774 4 772 4
11 10.35 31 10.34
12 9.42 32 9.54
13 10.12 33 10.39
14 9.38 34 9.37
775 4 773 4
15 10.71 35 9.81
16 8.02 36 10.35
17 10.33 37
18 12.44 38
776 4
19 9.12 39
20 12.43 40
Rata-rata 10.46

145
D.3. Pit Bendili

Tabel D.9
Digging Time Lokasi Peledakan BN64WK26 1st Pass
Lokasi Pit Bendili Trial no. : 7
Tanggal 11-Jul-16 Blast Plan
Tipe Digger Liebherr R9800 S603
BN64WK26
1 pass/2
Unit Jumlah Digging Unit Jumlah Digging
No No
Hauler Swing Time Hauler Swing Time
1 17.77 48 12.85
2 13.27 49 14.06
889 4 865 4
3 13.78 50 11.44
4 12.54 51 10.3
5 10.58 52 10.51
6 14.83 53 14.28
873 4 861 4
7 11.33 54 12.19
8 8.72 55 10.27
9 13.88 56 9.9
10 14.23 57 9.46
888 4 881 4
11 11.03 58 8.47
12 10.61 59 12.54
13 12.37 60 13.57
14 13.85 61 13.94
861 4 873 4
15 9.65 62 10.46
16 10.03 63 9.31
17 10.77 64 10.92
18 13.37 65 11.67
881 4 889 4
19 12.42 66 9.9
20 9.15 67 8.91
21 11.12 68 14.01
22 14.84 69 865 3 15.14
873 4
23 10.83 70 13.17
24 10.03 71 10.8
25 14.2 72 861 3 12.52
26 889 3 11.2 73 8.3
27 9.94 74 13.4
28 12.2 75 881 3 11.84
29 11.67 76 12.41
865 4
30 11.72 77 10.58
873 4
31 11.17 78 13.69

146
32 14.09 79 10.59
33 12.7 80 9.55
861 4
34 12.23 81 11.51
35 14.68 82 13.61
889 4
36 11.48 83 11.3
37 15.12 84 12.21
881 4
38 10.15 85 13.12
39 10.22 86 16.93
865 4
40 10.61 87 13.53
41 14.72 88 13.53
873 4
42 9.62 89
43 8.14 90
44 15.12 91
45 12.31 92
889 4
46 13.21 93
47 11.46 94
Rata-rata 11.97

147
Tabel D.10
Digging Time Lokasi Peledakan BN64WK26 2nd Pass
Lokasi Pit Bendili Trial no. : 7
Tanggal 14-Jul-16 Blast Plan
Tipe Digger Liebherr R9800 S603
BN64WK26
2 pass/2
Unit Jumlah Digging Unit Jumlah Digging
No No
Hauler Swing Time Hauler Swing Time
1 13.51 24 13.38
2 13.26 25 17.98
824 4
3 13.94 26 13.45
873 6
4 10.92 27 15.7
5 12.24 28 13.77
6 13.78 29 13.08
7 840 5 9.7 30 12.49
8 13.6 31 17.06
9 10.94 32 17.89
879 6
10 10.26 33 17.68
11 12.41 34 16.6
12 879 5 15.3 35 11.24
13 13.72 36 15.08
14 14.32 37 12.43
15 16.68 38 824 5 18.99-
16 14.51 39 15.54
824 4
17 13.07 40 10.77
18 9.18 41 14.51
19 21.82- 42 17.53
20 17.67 43 840 5 14.62
21 840 5 15.88 44 11.82
22 12.18 45 14.87
23 7.08 45
Rata-rata 13.76

148
Tabel D.11
Digging Time Lokasi Peledakan BN37WK27 1st Pass
Lokasi Pit Bendili Trial no. : 8
Tanggal 9-Jul-16 Blast Plan
Tipe Digger Liebherr R9800 S601
BN37WK27
1 pass/2
Unit Jumlah Digging Unit Jumlah Digging
No No
Hauler Swing Time Hauler Swing Time
1 11.17 37 10.66
2 23.85 38 15.96
8039 4 8023 4
3 15.09 39 13.53
4 17.58 40 12.92
5 15.63 41 14.91
6 13.74 42 11.65
8022 4 8001 4
7 16.2 43 14.3
8 20.81 44 12.03
9 12.17 45 10.71
10 15.62 46 11.15
8028 3 8035 4
11 15.66 47 12.14
12 48 12.49
13 14.47 49 10.24
14 11.64 50 13.55
8037 4 8028 4
15 15.24 51 11.32
16 16.01 52 11.94
17 18.76 53 9.97
18 16.31 54 12.05
8027 3 8004 4
19 14.57 55 10.06
20 56 11.1
21 13.38 57 12.23
22 19.06 58 11.58
8023 4
23 13.85 59 8017 5 11.59
24 13.85 60 10.96
25 17.19 61 13.48
26 15.96 62 10.38
8016 4
27 12.84 63 10.8
28 16.23 64 8032 5 11.12
29 10.82 65 13.06
30 16.94 66 7.12
881 4
31 15.47 67 13.43
32 10.83 68 11.97
8008 4
33 19.01 69 13.01
34 13.29 70 12.18
8009 4
35 13.28 71 12.18
36 9.65 72 12.18
Rata-rata 13.56

149
Tabel D.12
Digging Time Lokasi Peledakan BN37WK27 2nd Pass
Lokasi Pit Bendili Trial no. : 8
Tanggal 11-Jul-16 Blast Plan
Tipe Digger Liebherr R9800 S601
BN37WK27
2 pass/2
Unit Jumlah Digging Unit Jumlah Digging
No. No.
Hauler Swing Time Hauler Swing Time
1 14.88 26 12.24
2 8017 3 10.12 27 15.06
8007 4
3 15.59 28 11.51
4 22.14 29 12.21
5 14.67 30 9.39
8040 4
6 11.71 31 13.28
7 12.21 32 8005 5 16.27
8 15.89 33 13.96
9 14.74 34 10.41
8029 4
10 15.02 35 12.54
11 14.84 36 19.79
8009 4
12 17.93 37 13.79
13 11.45 38 13.56
8003 4
14 14.68 39 12.73
15 22.45 40 13.2
8001 4
16 14.52 41 15.11
17 13.05 42 12.98
18 8010 5 13.85 43 16.31
19 12.88 44 14.52
20 10.44 45 8022 5 14.91
21 16.65 46 14.79
22 14.03 47 12.46
23 8017 5 11.64 48
24 11.15 49
25 13.11 50
Rata-rata 14.06

150
D.4. Pit Pinang South
Tabel D.13
Digging Time Lokasi Peledakan PN41WK30 1st Pass
Lokasi Pit Pinang South Trial no. : 9
Tanggal 30-Jul-16 Blast Plan
Tipe Digger Hitachi EX3600B S321 PN41WK30
1 pass/2
Unit Jumlah Digging Unit Jumlah Digging
No No
Hauler Swing Time Hauler Swing Time
1 10.79 40 14.74
2 10.43 41 11.42
3 12.35 42 701 5 9.78
4 841 7 14.12 43 13.58
5 14.7 44 9.43
6 17.02 45 12.34
7 12.71 46 10.56
8 12.39 47 741 5 9.4
9 9.36 48 7.98
10 741 5 12.47 49 7.5
11 10.54 50 8.86
12 22.19 51 24.3
13 11.12 52 13.08
14 9.25 53 7.95
841 8
15 701 5 11.74 54 10.88
16 10.32 55 8.87
17 9.65 56 13.26
18 14.85 57 10.56
19 14.54 58 12.41
20 9.87 59 12.15
841 6
21 14.91 60 701 5 10.6
22 13.85 61 10.14
23 8.35- 62 12.07
24 14.61 63 9.95
25 17.07 64 12.88
701 4
26 14.79 65 14.19
27 10.84 66 9.68
872 8
28 11.23 67 10.72
29 12.04 68 9.33
30 20.44 69 10.56
872 6
31 20.52 70 11.67
32 14.62 71 11.32
33 13.26 72 13.42
741 4
34 10.72 73 14.35
35 8.48 74 12.76
36 741 5 10.81 75 10.79
37 11.69 76 15.69
701 4
38 10.44 77 12.81
39 78 9.27
Rata-rata 12.26

151
Tabel D.14
Digging Time Lokasi Peledakan PN41WK30 2nd Pass
Lokasi Pit Pinang South Trial no. : 9
Tanggal 1-Aug-16 Blast Plan
Tipe Digger Liebherr L996B S414
PN41WK30
2 pass/2
Unit Jumlah Digging Unit Jumlah Digging
No No
Hauler Swing Time Hauler Swing Time
1 9.18 40 14.5
2 16.02- 41 19.43-
3 9.34 42 841 5 11.11
868 6
4 8.32 43 9.95
5 16.8 44 10.75
6 11.29 45 11.95
7 9.27 46 10.7
832 4
8 11.73 47 12.66
9 9.54 48 11.18
10 842 7 9.67 49 8.91
11 11.39 50 10.17
12 12.44 51 868 5 13.22
13 8.06 52 11.13
14 8.82 53 10.48
15 11.6 54 9.56
16 11.33 55 12.23
841 6
17 12.17 56 832 5 10.06
18 10.78 57 13.52
19 11.98 58 11.17
20 18.24- 59 10.68
21 12.94 60 7.63
22 868 5 11.79 61 9.75
841 6
23 11.99 62 11.28
24 9.15 63 12.69
25 10.23 64 10.57
26 11.74 65 10.53
27 832 5 9.78 66 14.45
28 11.19 67 13.52
842 6
29 11.62 68 11.33
30 10.83 69 12.36
31 11.28 70 11.55
32 842 5 12.5 71 13.89
33 9.37 72 11.86
34 9.51 73 11.67
868 6
35 10.4 74 12.94
36 9.85 75 12.07
37 868 7 10.27 76 14.03
38 8.17 77
39 8.79 78
Rata-rata 11.07

152
LAMPIRAN E
ELEVASI LANTAI JENJANG

153
A'

B'

B
PENAMPANG SAYATAN
PIT INUL MIDDLE - IM17WK19
RL PRODUKSI RL+0 KE RL-10
PT. KALTIM PRIMA COAL
SAYATAN A - A'
0RL 0RL

-5RL -5RL

-10RL -10RL
0 10 20 30 40 M
-15RL -15RL
102120E

102130E

102140E

102150E

102160E

102170E

102180E

102190E

102200E

102210E

102220E

102230E

102240E

102250E
A A'

SAYATAN B - B'
0RL 0RL

-5RL -5RL

-10RL -10RL

-15RL -15RL
102130E

102140E

102150E

102160E

102170E

102180E

102190E

102200E

102210E

102220E

102230E

102240E

102250E

102260E
B B'
PROGRAM STUDI SARJANA
TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UPN "VETERAN" YOGYAKARTA
2016
U

A
0 5 10 15 20 25 M

40.0

A'

B'
PENAMPANG SAYATAN
PIT INUL EAST - IE45WK21
RL PRODUKSI RL+50 KE RL+40
PT. KALTIM PRIMA COAL
SAYATAN A - A'
45RL 45RL

40RL 40RL
0 10 20 M

35RL 35RL
104530E

104540E

104550E

104560E

104570E

104580E

104590E

104600E

104610E

104620E
A A' LEGENDA :

Sayatan

Batas RL Produksi
SAYATAN B - B'
45RL 45RL

40RL 40RL

35RL 35RL
104540E

104550E

104560E

104570E

104580E

104590E

104600E

104610E

104620E

104630E
B B'

PROGRAM STUDI SARJANA


TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UPN "VETERAN" YOGYAKARTA
2016
U

0 10 20 30 40 M
B
A'

C
B'

C'
PENAMPANG SAYATAN
PIT INUL EAST - IE46WK21
RL PRODUKSI RL+50 KE RL+40
SAYATAN A - A' PT. KALTIM PRIMA COAL

45RL 45RL

40RL 40RL

35RL 35RL
0 10 20 30 40 M
104420E

104430E

104440E

104450E

104460E

104470E

104480E

104490E

104500E

104510E

104520E

104530E

104540E

104550E

104560E
A A'

SAYATAN B - B'
45RL 45RL

40RL 40RL

35RL 35RL
104410E

104420E

104430E

104440E

104450E

104460E

104470E

104480E

104490E

104500E

104510E

104520E

104530E

104540E

104550E
B B'

SAYATAN C - C'
45RL 45RL

40RL 40RL

35RL 35RL
104410E

104420E

104430E

104440E

104450E

104460E

104470E

104480E

104490E

104500E

104510E

104520E

104530E

104540E

104550E
C C' PROGRAM STUDI SARJANA
TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UPN "VETERAN" YOGYAKARTA
2016
U

0 10 20 30 40 50 M

A'

B'
PENAMPANG SAYATAN
PIT INUL EAST - IE36WK24
RL PRODUKSI RL+40 KE RL+33
PT. KALTIM PRIMA COAL

SAYATAN A - A'
40RL 40RL 0 10 20 30 40 50 M

35RL 35RL

30RL 30RL

25RL 25RL
104640E

104650E

104660E

104670E

104680E

104690E

104700E

104710E

104720E

104730E

104740E

104750E

104760E

104770E

104780E

104790E

104800E

104810E

104820E

104830E
A A'

SAYATAN B - B'
40RL 40RL

35RL 35RL

30RL 30RL

25RL 25RL
104640E

104650E

104660E

104670E

104680E

104690E

104700E

104710E

104720E

104730E

104740E

104750E

104760E

104770E

104780E

104790E

104800E

104810E

104820E
B B'

PROGRAM STUDI SARJANA


TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UPN "VETERAN" YOGYAKARTA
2016
A' U

A
0 10 20 30 40 M

B'

C'

C
PENAMPANG SAYATAN
PIT BENDILI - BN37WK27
RL PRODUKSI RL-20 KE RL-30
SAYATAN A - A'
PT. KALTIM PRIMA COAL
-20RL -20RL

-25RL -25RL

-30RL -30RL

-35RL -35RL
97310E

97320E

97330E

97340E

97350E

97360E

97370E

97380E

97390E

97400E

97410E

97420E

97430E

97440E

97450E

97460E

97470E
0 10 20 30 40 M

A A'

SAYATAN B - B'
-20RL -20RL

-25RL -25RL

-30RL -30RL

-35RL -35RL
97310E

97320E

97330E

97340E

97350E

97360E

97370E

97380E

97390E

97400E

97410E

97420E

97430E

97440E

97450E

97460E

97470E

97480E
B B'

SAYATAN C - C'
-20RL -20RL

-25RL -25RL

-30RL -30RL

-35RL -35RL
97310E

97320E

97330E

97340E

97350E

97360E

97370E

97380E

97390E

97400E

97410E

97420E

97430E

97440E

97450E

97460E

97470E

97480E
C C'
PROGRAM STUDI SARJANA
TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UPN "VETERAN" YOGYAKARTA
2016

Você também pode gostar