Você está na página 1de 7

Anak Tukang Pijit

Anak Tukang Pijit - Suatu malam yang dingin, aku sendiri, Bang Johnny dan Kak wenda sedang
berlibur ke Batu (Malang) bersama dengan Deasy dan Santi, sedang Winny adik Kak Wenda
sedang tidur di rumah temannya, hari itu Sabtu malam Minggu, jam menunjukkan pukul 6.45 aku
ke depan cari pak Pardi tukang becak yang biasa mangkal di dekat warung rokok.

“Pak, tolong panggilin Bik Suti tukang pijit donk, badan saya pegel-pegel nich” kataku minta
tolong.

kira-kira jam 7.20 pintu depan diketok orang dan bergegas aku keluar, ternyata yang dateng Pak
Pardi dengan cewek muda lumayan cakep putih bersih orangnya, bengong aku jadinya.

“Dik Joss, ini anaknya Bik Suti, terpaksa saya bawa karena ibunya sedang pulang kampung
beberapa hari, tapi dia bisa mijit kok, walaupun ngga’ bik suti.” kata pak Pardi cepat sebelum aku
tanya dan ngomel karena tidak sesuai dengan perintahku.

“Ya udah langsung masuk aja” kataku mempersilahkan.

“Saya balik dulu kepangkalan Dik” pamit pak Pardi.

Seperginya pak Pardi langsung tanpa banyak bicara aku berjalan ke kamarku dan anak Bik Surti
langsung mengekor dari belakang.
“Siapa namamu?” tanyaku memecah keheningan.

“Diah Mas” sahutnya pendek.

Sampai di kamar aku langsung buka kaos, dengan bertelanjang dada seperti biasa kalo dipijit sama
Bik Suti, namun biasanya aku buka sarung tinggal CD saja, kali ini aku biarkan sarung tetep
nempel pada posisinya karena tengsin aku sama cewek muda ini.

“Massage creamnya ada di meja belajar” kataku sambil langsung tiduran tengkurap.

Tangannya mulai memegang telapak kakiku, terus kebetis, memijat sambil megurut, sama persis
dengan apa yang dilakukan ibunya padaku. Bik Surti emang sudah langganan sama keluarga Bang
Johnny, jadi aku juga sudah sering mijit sama dia. Tapi walaupun cara mijitnya sama, namun serasa
berbeda, tangan ini lebih halus dan hangat rasanya.

“Permisi Mas” katanya membuyarkan lamunanku yang baru mulai berkembang, sambil
benyingkap sarungku lebih tinggi, hingga ke pangkal pahaku.

Pijitannya sudah sampai pada paha, sesekali agak tinggi menyentuh pangkal pantatku, agak ke
tengah, seerrrrr, rasanya ada ngreng, akupun terus saja memejamkan mata sambil menikmati
pijatan danmembayangkan kalau terjadi hal-hal yang diinginkan.

“Aduh,” aku setengah menahan sakit ( pada hal pura-pura ), soalnya biasanya Bik Suti kalo aku
kesakitan malah dicari yang sakit dan dipijat lebih lama sehingga enakan, eh, betul juga dia
melakukan hal yang sama, tapi karena test tadi aku ucapkan pada saat dia memijit belakang lututku,
maka dia sekarang memijit lebih lama di sana.

Wah bisa kalo gitu pikirku, lalu aku merancang yang lebih dari pilot project ini.

“Jangan dipijit gitu, sakit diurut saja pake cream” kataku sambil tak lupa berpura-pura sakit.

Dia ambil cream dan mulai mengurut serius di situ. Lama cukup dia mengurut di situ terus
sekarang sudah mulai menjalar lagi, paha, betis, sampe telapak kaki, pas kembali ke paha dan kali
ini agak terlalu dalem, aku langsung teriak tertahan, seakan kena bagian sakit lagi,

“Mananya Mas ?” tanyanya.

“Agak daleman dikit” kataku sambil memegang tangannya dan membimbing pada posisi yang aku
mau, letaknya persis di pangkal paha tengah pas jadi kalo dipijit-pijit yang kena bijiku, sengaja
aku mengarahkan ke depanan, biar makin pas, lama dia di situ.

“Kasih cream donk” pintaku, pada saat dia ambil cream,

Satu tanganku dengan cepat menyingkap CDku supaya meramku keluar dari CD dan bebas, benar
juga pada saat tangannya mengoleskan crean sudah langsung ke bijiku, aku agak sedikit supaya
bijiku mangkin leluasa dan makin mudah dipijit,
“Ati-ati jangan kena celananya, nanti kena cream semua” kataku pura-pura bingung kalo CDku
kena cream padahal mauku supaya dia membuka lebih lebar CDku, dengan tangannya, beberapa
jenak kemudian dia bilang

“Maaf Mas, CDnya dibuka aja, soalnya nanti kena cream, saya sudah coba menghindari tapi susah,
Masnya pake sarung aja.” kata dia mengagetkanku, kaget karena ngga’ nyangka dia bilang gitu.

Akupun berdiri dan melepas CDku, kembali pada posisi semula aku tengkurap, lalu Diah
menyingkap kembali sarungku, hingga ke pantat, aku menahan pada posisi agak nunging supaya
makin luas bidang yang bisa dicapai tangan Diah.

Benar juga lama dia mengurut, meemas bjiku, sampe aku sendiri sudah ngga’ karuan rasanya
konak banget,

“Agak bawahan dikit,” pintaku, dia rogoh makin dalem sampe pangkal batangku kena pegang,
diurutnya dengan agak susah karena dari pangkal batang sampe setengah diurut semua,

“Mas kalo bisa balik badan, soalnya susah kalo gini” pintanya, dengan senang hati aku turuti.

Aku berbalik badan dan meriamku masih tertutup kain sarung, dengan merogoh dia pegang lagi
posisi yang sama.

Diurut-urut, sepertinya aku merasa gayanya seperti setengah ngocok, tapi pikiran dia kayaknya
lagi mijit, dengan matanya melihat sekeliling kamar, ngelamun kali, aku goyangkan pinggul
sedikit supaya tanganya terpeleset ke atas, ternyata berhasil, dia lebih banyak ngurut meriamku,
tiga empat menit berlalu dia kaya’nya ngga’ sadar, tapi lama-lama aku merasa dia bukan mijit atau
ngurut, melainkan benar-benar ngocok meriamku, walau tidak digenggam, tapi cukup mantap,

Aku sengaja bergerak sambil sedikit menarik ke atas posisi sarungku, sehingga dapat terlihat
sekarang tangannya yang sedang ngocok meriamku, merasa tangannya tidak lagi tertutup sarung,
dia lihat posisi tangannya dan saat itu seakan baru sadar dia melihat apa yang selama beberapa
menit ini dipijitnya, tapi dia tidak berhenti, matanya mulai ngelirik ke aku.

Denan tanpa expresi, dia teruskan mengocok, kali ini tangannya lebih mengenggam, jadi aku
pastikan dia memang sengaja, jadi dengan sedikit ragu, aku letakkan pada pundaknya, saat memijit
tadi, posisi dia berlutut di samping ranjang jadi kalo aku taruh tangan ke samping langsung jatuh
di pundaknya dan langsung aku geser turun ke dadanya dan dia diam saja, aku remas dadanya, jadi
aksi remas dan kocok berjalan terus beberapa menit, sampai tiba-tiba kepalanya ditundukkan
rpanya tanpa basa basi lagi dia cium Kabagku, terus dilanjutkan dengan mengulumnya.

Dia sadar bahwa dia dan aku telah sama-sama dikuasai nafsu, maka tanpa perlu meminta ijin lebih
jauh, aku coba untuk membuka baju atasnya, malah dia mambantunya, sehingga dia telah terbuka
dadanya, BH nya pun telah dia lepas dan dadanya yang besar disorongkan kearah mulutku,
langsung aja aku hisap putingnya,. wow, hangat,. kelapanya lalu direbahkan pada pundakku,
sehingga kami seperti setengah bergumul karena kakinya masih di bawah, kamipun berciuman
hangat, lalu aku bangkt dan mengangkat tubuhnya menaiki ranjang.
“Kamu mijitnya lebih enak dari ibu kamu ya” kataku ngaco, setelah tau dia seperti itu.

“Ngga’ tau Mas, terlanjur kebawa.” dia tak melanjutkan kata-katanya.

Aku asyik menciumi sekitar belakang telinga, samping leher, kadang mendenguskan nafas hangat
ke telinganya. Dia sudah tampak merancu dengan desah dan erangannya yang makin membuatku
di awang, Aku bangit dan memiringkan tubuhnya, kaki kirinya aku letakkan pada pundak kananku,
dengan posisi yang agak miring itu aku gesek Kabagku pada gerbang DuFannya (Dunia Fantasi).

Beberapa saat aku gesek dia mulai mengerang pelan, kemudian aku tata kepala meriamku pada
gerbang DuFan, yang jelas sekali sudah sangat lembab dan sedikit basar, aku coba tekan, wah, kok
sempit, tapi beberapa kali coba, akirnya berhasil juga mencapai setengah badan meriam amblas
dalam lorong kegelapan, tampaknya di dalam agak kering, maklum tumitnya kurus kecil, tandanya
kalu barangnya cenderung kering, Erangannya walau perlahan masih terus tanpa henti sedari tadi,
menambah hangat suasana dan seakan irama lautan teduh, terus aja aku goyang sampe cukup lama
sebelum aku akhirnya minta pindah posisi,

Sekarang kedua kakinya aku pangul di kedua sisi pundakku, ayunan makin ganas karena posisi
yang lebih leluasa, dan lorong kegelapan makin licin, rupanya dia telah beberapa kali
mengeluarkan pelumas, walau bukan orgasme,
Cerita Sex Pijit Plus Plus - “Kamu
sekarang nungging” perintahku.

Saat Diah nungging, aku tekan pundaknya


ke kasur dan sisa pantatnya aja yang
nungging, dengan sedikit rubah gerak, aku
masukkan lagi meriam jagurku, kali ini lebih
sensasional, aku pegangan pada pinggulnya
yang cukup gede, dan ayunan makin bebas
terkendali, beberapa kali hampir terlepas,
tapi karena besarnya si Kabagku maka agak
sulit juga terlepas secara keseluruhannya,
lelah dengan gaya *****, aku rebahan dan
aku suruh dia menaikiku, dia naik dengan
membelakangi aku, pada saat amblasnya
batangku kali ini diiringi dengan nafas
tertahannya, kali ini mentok abis.

Diah diam sesaat sambil merenungi nikmat


yang terasa. Aku mulai ambil inisiatif untuk
menggoyang, lalu Diahpun ikut bergoyang,.
kali ini putarannya melingkar, enak sekali,
yang aku rasakan, lobang yang sempit,
hangat, dan cenderung kering, tiap kali dia
berputar pinggul aku merasa ada sesuatu
nabrak kepala meriamku, pasti mentok dan
dia pasti ngga’ akan lama untu mencapai titik orgasme demikian pikirku. Benar saja dugaanku,
Diah tampak kejang keras sambil mengucapkan kata-kata yang tidak jelas apa maksudnya, cukup
lama juga seperti itu.

“Aaaa.duuuuuuu..uuuuhhh Mas.. lemes kakiku rasanya..aku ngga’ kuat lagi gerak..” demikian
katanya.

Aku coba untuk bangun dan menunggingkannya, lalu aku hajar lobangnya dengan lebih keras,
sampai panas rasanya meriamku, dan akhirnya aku sudah hampir nga’ bisa lagi menahan,. lalu aku
cabut dan bilang pada Diah

“Diah, kamu menghadap ke sini, buka mulut kamu” dan rupanya Diah mengerti yang aku mau,
dengan lemas dia berbalik badan dan membuka mulutnya.

Karena ketakutan akan tidak keburu, maka aku segera saja memasukkan meriamku dalam
mulutnya yang mungil itu dan aku goyang maju mundur, beberapa kali dan keluarlah, creeetttt…
creeeee.tttt… creettt…

Aku jatuh kecapaian, di sampingnya,


“Diah, gimana barusan?” tanyaku memecah keheningan.

“Enak sekali Mas, sampe lemes kaki saya, udah ngga’ tau berapa kali keluar” jawab Diah sambil
males-malesan dalam pelukanku.

Dan kamipun tiduran sejenak dalam penat nikmat yang tersisa. Sampai pada saat aku terjaga
merasakan paha kananku ada sesuatu yang merayap, aku coba walau males, ‘tuk membuka mataku
dan, benar-benar terbelalak jadinya, saat tau apa yang menyentuh pahaku. Dia Winny, adik ipar
kakakku, Johnny, aku sangka dia ada di rumah temennya, dan yang lebih mengagetkan adalah, dia
lihat aku mendekap cewec dan dalam keadaan bugil berdua.

“Joss, loe gila ya, beraninya ngga’ ada orang masukin cewek, gue bilangin Bang John” katanya
dengan mata melotot.

“Hei, Win, denger dulu” kataku sambil mencoba bangkit dari tidurku, saat itu pula Diah bangun
karena dengar suara orang lain di kamar itu, dia berusaha meraih kain seadanya untuk emutupi
tubuh bugilnya sambil bertanya

“Dia siapa Mas ? ”

“Dia ini Winny, adik ipar kakakku” jawabku pendek.

“Jangan gitu donk, masa loe ngga’ kompak ama gue” jawabku mohon pengertiannya.

“Iya boleh aja gue ngga’ bilang Abang asal gue boleh lihat loe berdua main sekali lagi, gimana?”
tanyanya.

Ach ni anak pikirku pasti gampang dech kalo udah gini, paling banter ntar dia pasti ngga’ kuat
nahan nafsunya sendiri, demikian pikirku.

“Okey, Diah, yuk kita tunjukkan pada Winny, apa yang kita baru kerjakan tadi, kita ulang lagi
yuk” ajakku.

“Mas malu saya nggak bisa” aku rada bangun untuk mencium Diah.

“Udah kamu merem aja dan anggap hanya kita berdua dalam kamar ini” kataku menenangkan.

Dan akupun mulai merangsang Diah dengan ciuman lembut, sambil tanganku berusaha meraba
bagian-bagian sensitifnya, beberapa saat berlalu Diah mulai terbawa, dan mendesar halus, aku
rasakan tangan Winny mencoba meraih batangku dan meremas-remasnya, sesekali mengocoknya
hingga siap tempur.

Setelah segalanya siap, akupun mulai ambil ancang-ancang untuk memasuki Diah untuk sesi
kedua, pada saat batangku amblas, Diah dan Winnypun seakan menahan nafas, rupanya Winny
telah terlarut dalam pemandangan depan matanya. Permainanku dengan Diah berlangsung
beberapa gaya, dan tanpa terasa waktu telah menunjukkan pukul 9.47, saat itu Winny telah
telanjang di samping tubuh Diah yang sedang aku tindih, lalu tangan kiriku pun mulai bergerilya
ke dada Winny, wah enak sekali, aku pilin putingnya dan diapun mengerang.

Sambil terus menggenjot Diah, aku cium juga bibir Winny dan pendek kata, pinggangku ke bawah
menghabisi Diah sedang pinggangku ke atas menyerang Winny,. keduanyapun mengerang seru
malam itu, makin keras erangan mereka berdua bersahutan makin nafsu aku dibuatnya, terakhir
sudah tidak kuat lagi menahan gejolak, aku genjot makin keras si Diah dan diapun mengerang
panjang sambil kejang mendekapku.

Saat itu kami orgasme bersamaan, sedang Winny masih belum mencapai walau hampir, erangan
kami berdua membakar nafsunya, segera saja Winny memerintahku untuk menghisap mem3knya
sampai keluar, demikian perintahnya. Akupun langsung memutar badanku untuk mencapai lobang
Winny yang sudah sangat basah tadi,. tapi meriamku tetap tertanam dalam Diah. Kumainkan
lidahku pada gua vertikalnya dan sesekali pada tombol di atas lobang tersebut sampe Winny
mengejang kejang dan,. lemas puas.

Lima sepuluh menit kami masih rebahan tumpang tindih sampe aku bangkit dan mencuci
peralatanku, lalu kukenakan pakaianku dan kusulut sebatang rokok sambil ngeloyor kejalanan,
mencari pak Pardi.

“Pak, anaknya Bik Suti ngga’ usah ditunggu pulangnya, dan tolong bilangin orang rumahnya kalo
dia nngga’ pulang karena disuruh nemenin Winny” alasanku sengaja aku tidak sebut nama Diah
supaya terkesan masih asing buatku.

Setelah itu aku balik lagi ke rumah dan cuci kaki lalu join bobok bertiga, ntar malem coba aku
gerayangi Winny ach, kali-kali aja dapet nyobain rasanya, pasti asyik dan berarti pula dalam rumah
ini ada beberapa stok lobang yang bisa dipake bergantian, khan asyik kalo butuh ngga’ nunggu
lama-lama.

Cerita Abg, Cerita Dewasa, Cerita Eksebionis, Cerita Mesum, Cerita Pemerkosaan, Cerita Sex,
Cerita Skandal, Anak Tukang Pijit, Cerita Sex Tukang Pijit, Cerita Sex Pijit Plus Plus

Você também pode gostar