Você está na página 1de 20

BGM.

TFFNY

Skenario 2: Mataku Kabur

Asti, seorang perempuan berusia 18 tahun, datang ke puskesmas bersama tantenya untuk memeriksakan mata. Asti
merasa sangat khawatir karena matanya kabur kembali setelah berganti kacamata baru empat bulan ini, padahal
kacamata yang sebelumnya sudah digunakan sejak lima tahun yang lalu. Asti takut kalau harus menjalani operasi
phacoemulsification seperti ibunya yang menderita katarak immatur. Tantenya yang berusia 40 tahun mengeluh
tidak jelas lagi membaca koran.

Pemeriksaan dokter menunjukkan hasil visus kedua mata Asti 5/60 dan menjadi 20/20 dengan koreksi S -2,50 D.
Dokter juga menyatakan bahwa tekanan bola matanya normal setelah diperiksa dengan tonometer Schiotz. Asti
disarankan untuk secara teratur memeriksakan matanya bila terasa kabur, atau minimal setiap enam bulan. Hal ini
perlu untuk mengetahui apakah timbul komplikasi akibat myopia yang progresif, seperti ablatio retina yang sulit
penanganannya. Asti menanyakan apakah penyebab mata kabur yang sekarang sama dengan yang dulu? Dokter
menerangkan bahwa dulu penyakit matanya dinamakan optic neuritis, setelah melihat rekam medik hasil
pengembalian rujukan dari rumah sakit. Untuk kakak Asti diberikan resep kacamata presbiopia agar dapat membaca
dengan jelas.

Bagaimana anda menjelaskan apa yang terjadi pada mata Asti dan kakaknya?

TERMINOLOGI

Kabur adalah kata adverbial yang berarti tidak jelas

Phacoemulsification adalah tindakan katarak modern dengan menggunakan gelombang ultrasonik untuk
menghancurkan lensa mata yang keruh akibat katarak.Lensa yang telah hancur dialiri air (irigasi) kemudian disedot
(aspirasi) kemudian diganti dengan Intraocular Lens (Lensa Tanam).

Katarak adalah bagian keruh pada lensa mata yang biasanya bening dan akan mengaburkan penglihatan. Katarak
tidak menyebabkan rasa sakit dan termasuk penyakit yang sangat umum terjadi.

Katarak senilis sendiri digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu ;

 katarak immatur yaitu keadaan dimana lensa masih memiliki bagian yang jernih

 katarak matur yaitu dimana lensa mata sudah menjadi keruh secara keseluruhan

 katarak hipermatur yaitu dimana ada bagian permukaan yang sudah merembes melalui kapsul lensa dan
dapat mengakibatkan peradangan pada bagian mata lainnya.

Tonometer Schiotz merupakan tonometer indentasi atau menekan permukaan kornea dengan beban yang dapat
bergerak bebas pada sumbunya. Benda yang ditaruh pada bola mata (kornea) akan menekan bola mata kedalam dan
mendapatkan perlawanan tekanan dari dalam melalui kornea.

Miopi (dari bahasa Yunani: μυωπία myopia "penglihatan-dekat") atau rabun jauh adalah sebuah kerusakan refraktif
mata di mana citra yang dihasilkan berada di depan retina ketika akomodasi dalam keadaan santai.

Ablasio Retina adalah terpisahnya/terlepasnya retina dari jaringan penyokong di bawahnya. Jaringan saraf yang
membentuk bagian peka cahaya pada retina membentuk suatu selaput tipis yang melekat erat pada jaringan
penyokong di bawahnya.
Optic neuritis adalah peradangan pada saraf optik. Saraf optik merupakan bundel serat saraf yang mengirimkan
informasi visual dari mata ke otak. Rasa sakit dan kehilangan penglihatan sementara adalah gejala umum dari optic
neuritis.

Presbiopia merupakan suatu kondisi yang berhubungan dengan usia dimana seseorang tidak dapat fokus ketika
melihat objek berjarak dekat. Presbiopia merupakan proses penuaan mata yang tidak dapat dihindari dan umumnya
dimulai pada sekitar umur 40 tahun.

Presbiopi adalah istilah untuk kondisi mata manusia yang kehilangan kemampuan secara bertahap untuk fokus pada
objek jarak dekat. Presbiopi juga merupakan salah satu hal yang akan dirasakan manusia sebagai bagian dari proses
penuaan tubuh secara alami.

Biasanya seseorang baru menyadari menderita presbiopi saat dirinya harus merentangkan lengan agar bisa
membaca buku atau koran, atau ketika melihat ponselnya. Namun, ada beberapa faktor yang memperbesar risiko
seseorang mengidap presbiopi, yaitu:

 Usia. Hampir semua orang akan merasakan gejala presbiopi setelah berusia 40 tahun ke atas.

 Obat-obatan. Beberapa obat, termasuk antihistamin, antidepresan, diuretik, dihubungkan dengan terjadinya
gejala presbiopi prematur atau dini.

 Kondisi medis lainnya, seperti menderita diabetes, multiple sclerosis, atau penyakit kardiovaskular.

Jika tidak ditangani dengan benar, presbiopi bisa menimbulkan beberapa komplikasi seperti sakit kepala dan mata
tegang. Dua hal tersebut akan terjadi jika penderita presbiopi harus membaca bahan bacaan berukuran kecil.

Gejala Presbiopi

Presbiopi berkembang secara bertahap, sehingga seseorang bisa saja baru menyadari gejalanya setelah usianya
melewati 40 tahun. Beberapa gejala umum presbiopi adalah:

 Kecenderungan untuk memegang bacaan lebih jauh, agar bisa lebih jelas melihat huruf.

 Menyipitkan mata.

 Penglihatan kabur ketika membaca dengan jarak normal.

 Butuh lampu lebih terang saat membaca.

 Sakit kepala atau mata menegang setelah membaca.

 Kesulitan membaca cetakan huruf yang berukuran kecil.

Penyebab Presbiopi

Untuk membentuk gambar, mata manusia sangat mengandalkan kornea dan lensa mata untuk memfokuskan cahaya
yang memantul dari benda. Lensa mata manusia fleksibel, bisa mengubah bentuknya untuk memfokuskan cahaya.

Seiring bertambahnya usia, lensa mata mengeras dan kehilangan fleksibilitasnya. Lensa yang kaku dan mengeras ini
menyebabkan lensa tidak bisa fleksibel berubah bentuk untuk memfokuskan cahaya dari benda yang berjarak dekat
ke retina mata, sehingga benda terlihat tidak fokus.

Diagnosis Presbiopi
Diagnosis merupakan langkah dokter untuk mengidentifikasi penyakit atau kondisi yang menjelaskan gejala dan
tanda-tanda yang dialami oleh pasien. Untuk mendiagnosis presbiopi, dokter akan meminta pasien untuk menjalani
pemeriksaan mata standar.

Pasien mungkin akan diberikan beberapa tetes obat mata agar pupil mata melebar, sehingga dokter lebih mudah
memeriksa bagian dalam mata. Pasien mungkin membutuhkan pemeriksaan mata lebih sering jika memiliki faktor
risiko penyakit mata.

Pengobatan Presbiopi

Tujuan pengobatan presbiopi adalah membantu ketidakmampuan mata untuk fokus pada benda berjarak dekat.
Beberapa cara pengobatan presbiopi adalah:

 Kacamata. Penggunaan kacamata adalah cara sederhana dan aman untuk menangani presbiopia. Jika
kacamata baca biasa tidak bisa menangani, pasien mungkin akan diresepkan kacamata berlensa khusus
untuk presbiopia.

 Lensa kontak. Alat ini bisa digunakan bagi pasien yang tidak ingin mengenakan kacamata. Namun, lensa
kontak mungkin tidak bisa digunakan jika penderita juga mengidap kondisi tidak normal pada kelopak mata,
saluran air mata, dan permukaan mata.

 Bedah refraktif. Prosedur ini bertujuan untuk mengubah bentuk kornea mata untuk meningkatkan
penglihatan jarak dekat. Namun, pasien tetap membutuhkan kacamata usai pembedahan untuk aktivitas
yang membutuhkan penglihatan jarak dekat.

 Implan lensa. Pada prosedur ini, lensa mata penderita akan diganti dengan lensa mata sintetis. Umumnya,
pasien yang memilih prosedur ini pernah menjalani pembedahan LASIK sebelumnya.

 Inlay kornea. Dokter akan memasukkan ring plastik kecil di sudut setiap kornea mata untuk mengubah
lengkungannya. Risiko inlay kornea lebih kecil jika dibandingkan tindakan pembedahan mata lainnya.

Ablasio adalah suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). keadaan ini merupakan
masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada usia berapapun, walaupun biasanya terjadi pada orang usia
setengah baya atau lebih tua.

Ablasio retina lebih besar kemungkinannya terjadi pada orang yang menderita rabun jauh (miopia) dan pada orang
orang yang anggota keluarganya ada yang pernah mengalami ablasio retina. Ablasio retina dapat pula disebabkan
oleh penyakit mata lain, seperti tumor, peradangan hebat, akibat trauma atau sebagai komplikasi dari diabetes. Bila
tidak segera dilakukan tindakan, ablasio retina dapat menyebabkan cacat penglihatan atau kebutaan yang menetap.
Retina adalah jaringan tipis dan transparan yang peka terhadap cahaya, yang terdiri dari sel-sel dan serabut saraf.
Retina melapisi dinding mata bagian dalam, berfungsi seperti film pada kamera foto, cahaya yang melalui lensa akan
difokuskan ke retina. Sel-sel retina yang peka terhadap cahaya inilah yang menangkap “gambar” dan
menyalurkannya ke otak melalui saraf optik.

Penyebab

Sebagian besar ablasio retina terjadi akibat adanya satu atau lebih robekan-robekan atau lubang-lubang di retina,
dikenal sebagai ablasio retina regmatogen (Rhegmatogenous Retinal Detachment). Kadang-kadang proses penuaan
yang normal pun dapat menyebabkan retina menjadi tipis dan kurang sehat, tetapi yang lebih sering mengakibatkan
kerusakan dan robekan pada retina adalah menyusutnya korpus vitreum, bahan jernih seperti agar-agar yang
mengisi bagian tengah bola mata.Korpus vitreum melekat erat pada beberapa lokasi. Bila korpus vitreum menyusut,
ia dapat menarik sebagian retina ditempatnya melekat, sehingga menimbulkan robekan atau lubang pada
retina.Beberapa jenis penyusutan korpus vitreum merupakan hal yang normal terjadi pada lanjut usia dan biasanya
tidak menimbulkan kerusakan pada retina. Korpus vitreum dapat pula menyusut pada bola mata yang tumbuh
menjadi besar sekali (kadang-kadang ini merupakan akibat dari rabun jauh), oleh peradangan, atau karena trauma.
Pada sebagian besar kasus retina baru lepas setelah terjadi perubahan besar struktur korpus vitreum.Bila sudah ada
robekan-robekan retina, cairan dari korpus vitreum dapat masuk ke lubang di retina dan dapat mengalir di antara
lapisan sensoris retina dan epitel pigmen retina. Cairan ini akan mengisi celah potensial antara dua lapisan tersebut
di atas sehingga mengakibatkan retina lepas. Bagian retina yang terlepas tidak akan berfungsi dengan baik dan di
daerah itu timbul penglihatan kabur atau daerah buta.Bentuk ablasio retina yang lain yaitu ablasio retina traksi (
Traction Retinal Detachment ) dan ablasio retina eksudatif (Exudative Retinal Detachment) umumnya terjadi
sekunder dari penyakit lain. Ablasio retina traksi disebabkan adanya jaringan parut ( fibrosis ) yang melekat pada
retina. Kontraksi jaringan parut tersebut dapat menarik retina sehingga terjadi ablasio retina. Ablasio retina
eksudatif dapat terjadi karena adanya kerusakan epitel pigmen retina ( pada keadaan normal berfungsi sebagai outer
barrier ), karena peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah oleh berbagai sebab atau penimbunan cairan
yang terjadi pada proses peradangan.

Gejala

Gejala yang sering dikeluhkan penderita adalah :

1. Floaters (terlihatnya benda melayang-layang). yang terjadi karena adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya
darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri.

2. Photopsia/Light flashes (kilatan cahaya atau mungkin tepatnya kedipan cahaya, karena bisa saja kedipan itu
sangat lembut, bahkan lebih lembut daripada kedipan bintang) yang mudah terlihat dalam keadaan
remang/gelap dan umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan ke arah tertentu saja.

3. Penurunan tajam penglihatan. Penderita mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup tirai yang
semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang telah lanjut, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan
yang berat.

4. Ada semacam tirai tipis berbentuk parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah bola mata
dan akhirnya menutup

pandangan.

Diagnosa

Untuk menentukan apakah ada ablasio retina maka dokter spesialis mata akan melakukan pemeriksaan mata
menyeluruh terutama bagian dalam mata. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan
retina:

 Oftalmoskopi direk dan indirek

 Ketajaman penglihatan

 Tes refraksi

 Respon refleks pupil

 Gangguan pengenalan warna

 Pemeriksaan slit lamp

 Tekanan intraokuler
 USG mata

 Angiografi fluoresensi

 Elektroretinogram.

 Operasi mata

 Pencolokan mata

Pengobatan

 Operasi

Teknik operasinya bermacam macam, tergantung pada luasnya lapisan retina yang lepas dan kerusakan yang terjadi,
tetapi semuanya dirancang untuk mendekatkan dinding mata ke lubang retina, menahan agar kedua jaringan itu
tetap menempel sampai jaringan parut terbentuk dan melekatkan lagi robekan. Kadang-kadang cairan harus
dikeluarkan dari bawah retina untuk memungkinkan retina menempel kembali ke dinding belakang mata. Seringkali
sebuah pita silikon atau bantalan penekan diletakkan di dinding luar mata untuk dengan lembut menekan dinding
belakang mata ke retina. Dalam operasi ini dilakukan pula tindakan untuk menciptakan jaringan parut yang akan
merekatkan robekan retina, misalnya dengan pembekuan, dengan laser atau dengan panas diatermi (aliran listrik
dimasukkan dengan sebuah jarum). Pada ablasio retina yang lebih rumit mungkin diperlukan teknik yang disebut
vitrektomi. Dalam operasi ini korpus vitreum dan jaringan ikat di dalam retina yang mengkerut dikeluarkan dari
mata. Pada beberapa kasus bila retina itu sendiri sangat berkerut dan menciut maka retina mungkin harus didorong
ke dinding mata untuk sementara waktu dengan mengisi rongga yang tadinya berisi korpus vitreum dengan udara,
gas atau minyak silikon. Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan kembali dengan teknik-teknik bedah mata
modern, meskipun kadang-kadang diperlukan lebih dan satu kali operasi.

 Prognosis

Bila retina berhasil direkatkan kembali mata akan mendapatkan kembali sebagian fungsi penglihatan dan kebutaan
total dapat dicegah. Tetapi seberapa jauh penglihatan dapat dipulihkan dalam jangka enam bulan sesudah tindakan
operasi tergantung pada sejumlah faktor. Pada umumnya fungsi penglihatan akan lebih sedikit pulih bila ablasio
retina telah terjadi cukup lama atau muncul pertumbuhan jaringan di permukaan retina. Jika tajam penglihatan
pulih, biasanya juga tidak akan sempurna, bisa saja penglihatan kita menjadi miring atau timbul pandangan ganda.

Korpus vitreum yang terus menyusut dan munculnya pertumbuhan jaringan di permukaan retina menyebabkan tidak
semua retina yang terlepas dapat direkatkan kembali. Bila retina tidak dapat direkatkan kembali, maka mata akan
terus menurun penglihatannya dan akhirnya menjadi buta.

Pencegahan

 Gunakan kaca mata pelindung untuk mencegah terjadinya trauma pada mata.

 Penderita diabetes sebaiknya mengontrol kadar gula darahnya secara saksama.

 Jika anda memiliki risiko menderita ablasio retina, periksakan mata minimal setahun sekali, terutama
penderita diabetes.
Neuritis opitk adalah kondisi mata di mana lapisan mielin pada saraf optik meradang. Kondisi ini dapat menyerang
satu atau kedua mata.

Saraf optik, yang merupakan saluran saraf, adalah saraf utama yang berhubungan dengan otak dan mengirimkan
rangsangan visual dari retina menuju batang otak dan ke korteks oksipital, yaitu bagian otak yang bertugas untuk
mengenali penglihatan. Di sisi lain, selubung mielin merupakan lapisan pelindung yang melindungi saraf optik; juga
memberikan pelindungan pada saluran saraf. Jadi, jika peradangan terjadi, seluruh fungsi mata lah yang terkena.

Penyebab Neuritis Optik

Penyebab pasti dari peradangan yang menyebabkan neuritis optis masih belum diketahui, namun saat ini kondisi
tersebut dianggap sebagai gangguan autoimun, yang mungkin dipicu oleh infeksi.

Data statistik menunjukan kondisi ini umumnya diderita oleh:

 Orang dewasa muda berumur 20-40 tahun

 Perempuan

Kondisi neuritis optik juga secara luas diangap sebagai kemungkinan atau gejala awal dari sklerosis ganda. Bahkan,
orang yang menderita neuritis optik memiliki risiko sekitar 50% terserang sklerosis ganda selama 15 tahun ke depan.
Pemindaian MRI pasien yang menderita neuritis optik yang tidak memiliki riwayat sklerosis ganda juga menunjukan
adanya kelainan, seperti lesi otak, benda putih tak normal, seperti yang ditemukan pada beberapa pasien.

Kondisi ini juga terkait dengan neuromyelitis optica, yaitu gangguan autoimun yang menyebabkan peradangan pada
lapisan saraf optik serta sumsum tulang belakang. Namun, penelitian menunjukan bahwa neuritis optik yang
berhubungan dengan kondisi tersebut cenderung lebih parah daripada yang muncul bersamaan dengan sklerosis
ganda.

Namun, ketika tidak berhubungan dengan kedua penyakit tersebut, neuritis optik dapat disebabkan oleh beberapa
kemungkinan, seperti:

 Bakteri atau infeksi virus, dan penyakit terkait (termasuk TBC, penyakit Lyme, hepatitis B, HIV, herpes zoster,
ensefalitis, sinusitis, dan banyak lainnya)

 Arteritis kranial, atau radang selaput arteri pada tengkorak

 Diabetes

 Sarkoidosis

 Sengatan Lebah

 Lupus sistemik

 Vaskulitis

 Efek samping obat tertentu, seperti ethambutol (yaitu obat yang digunakan untuk mengobati tuberculosis)

 Racun seperti timbal, kina, arsenik, dan metil alkohol

 Terapi radiasi

 Neuropati optik turunan

 Kekurangan vitamin B12


Gejala Utama Neuritis Optik

Gejala utama dari neuritis optik meliputi:

 Penglihatan kabur

 Hilangnya penglihatan, lebih sering hanya pada satu mata, namun terkadang keduanya

 Sakit mata, terutama ketika mata bergerak

 Buta warna

 Pengelihatan kabur

 Kehilangan kontras visual atau penglihatan kurang jelas

 Menurunnya kecerahan penglihatan

 Kedipan

Gejala ini dapat berkembang dalam beberapa jam atau beberapa hari setelah kondisi muncul, dan mungkin
mencapai puncaknya dalam beberapa minggu. Kondisi ini juga cenderung memburuk ketika penderitanya terkena
panas matahari atau berolahraga. Pada kebanyakan kasus, kehilangan penglihatan bersifat sementara dan
penglihatan dapat pulih setelah kondisi diobati. Namun, pada beberapa kasus yang jarang terjadi, kehilangan
penglihatan dapat menjadi permanen.

Gejala ini sulit untuk dikenali atau dideteksi jika hanya terjadi pada satu mata, karena mata yang sehat cenderung
mengimbangi dan membuat perubahan penglihatan pada mata yang terserang menjadi hampir tidak terlihat.
Gejalanya menjadi terlihat ketika mata yang sehat ditutup.

Siapa yang Harus Ditemui dan Jenis Pengobatan yang Tersedia

Pada beberapa orang, neuritis optik mungkin akan hilang dalam beberapa minggu bahkan ketika tidak ditangani.
Namun, sebaiknya mencari pengobatan jika:

 Gejala meningkat

 Gejala memburuk

 Anda mengalami gejala berat yang tidak biasa yang berkaitan dengan gangguan saraf seperti tungkai mati
rasa atau lemah

Karena terdapat kemungkinan kebutaan permanen, sebaiknya jika ada gejala kondisi mata yang tidak biasa segera
dibawa untuk mendapat perhatian dokter. Kebanyakan gejala dapat ditangani oleh dokter umum atau dokter
keluarga, karena beberapa masalah mata terkait dengan masalah kesehatan. Dokter umum atau dokter keluaga
Anda hanya dapat merujuk Anda ke dokter mata jika Anda telah dipastikan menderita neuritis optik atau dokter ahli
saraf jika diduga masalah saraf.

Pemeriksaan dilakukan dengan munggunakan berbagai pemeriksaan untuk memeriksa penglihatan warna Anda, cara
mata Anda menanggapi cahaya, dan kemampuan Anda untuk membaca huruf pada bagan. Dokter mata juga akan
memeriksa saraf optik secara visual terhadap peradangan dengan menggunakan oftalmoskop. Dokter juga mungkin
meminta pemindaian MRI untuk memeriksa kelainan pada otak dan mencari tanda penyakit lain.

Pengobatan neuritis optik bergantung pada pemeriksaan tiap pasien. Untuk kasus dengan penyebab yang jelas,
pengobatan ditentukan oleh penyebab utamanya. Contohnya, jika kondisi ini disebabkan oleh infeksi bakteri atau
virus, obat anti-bakteri atau anti-virus akan digunakan. Jika penderita terserang kondisi ini akibat kekurangan vitamin
B12, suplemen nutrisi akan diresepkan. Di sisi lain, jika tidak ada penyebab yang jelas, pasien biasanya diberikan obat
dosis tinggi berdasarkan steroid untuk lebih cepat merangsang penyembuhan. Pengobatan ini juga efektif dalam
menurunkan risiko pasien terserang sklerosis ganda. Namun, obat ini harus dikonsumsi dengan hati-hati, karena
dapat menyebabkan beberapa efek samping seperti osteoporosis atau peningkatan kerentanan terhadap infeksi,
karena efek dari steroid pada sistem kekebalan tubuh.

Jika gejalanya parah, tidak merespon obat steroid, atau pasien tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi steroid,
dokter mungkin meresepkan IVIG, yaitu obat khusus yang terbuat dari darah yang diambil dari pasien. Tindakan ini
merupakan pengobatan yang mahal dan masih tidak meyakinkan, namun dapat digunakan sebagai pilihan terakhir
jika pengobatan lainnya gagal.

Jika terjadi kehilangan penglihatan, penglihatan pada akhirnya dapat dipulihkan; dapat berlangsung antara 2 minggu
sampai 3 bulan pada beberapa kasus. Risiko kehilangan penglihatan permanen cukup kecil, karena sekitar 90%
penglihatan pasien sembuh pada bulan ke-6. Jika tidak terjadi kehilangan penglihatan, masih terdapat kemungkinan
perubahan ketajaman visual permanen.

Namun, bagi penderita yang sebelumnya telah menderita neuritis optik, terdapat kemungkinan 14% kambuh pada
mata yang terserang dan 12% pasien terkena neuritis optik pada mata lainnya dalam 10 tahun ke depan. Jika terjadi
kambuh, sebaiknya dilaporkan kepada dokter Anda sesegera mungkin.

Teknik Pemeriksaan Tekanan Intra Okular

Tonometri digital palpasi

Merupakan pengukuran tekanan bola mata dengan jari pemeriksa

Alat : jari telunjuk kedua tangan pemeriksa

Teknik :

 Mata ditutup

 Pandangan kedua mata menghadap kebawah

 Jari-jari yang lain bersandar pada dahi dan pipi pasien

 Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang kornea bergantian

 Satu telunjuk mengimbangi saat telunjuk lain menekan bola mata

Nilai : didapat kesan berapa ringannya bola mata ditekan

Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai berikut : N : normal, N+1 : agak tinggi, N+2 : lebih tinggi lagi, N-1 : lebih
rendah dari normal dst.

Keuntungan :

cari ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer tidak dapat dipakai atau sulit

Kekurangan :

cari ini memerlukan pengalaman pemeriksa karena terdapat faktor subjektif


Tonometri Schiotz

Tonometer Schiotz merupakan tonometer indentasi atau menekan permukaan kornea dengan beban yang dapat
bergerak bebas pada sumbunya. Benda yang ditaruh pada bola mata (kornea) akan menekan bola mata kedalam dan
mendapatkan perlawanan tekanan dari dalam melalui kornea. Keseimbangan tekanan tergantung beban tonometer.

Alat dan Bahan : Tonometer Schiotz dan anestesi local (pantokain 0.5%)

Teknik :

 Pasien diminta rileks dan tidur telentang

 Mata diteteskan pantokain dan ditunggu sampai pasien tidak merasa perih

 Kelopak mata pasien dibuka dengan telunjuk dan ibu jari, jangan sampai bola mata tertekan

 Pasien diminta melihat lurus keatas dan telapak tonometer Schiotz diletakkan pada permukaan kornea tanpa
menekannya

 Baca nilai tekanan skala busur schiotz yang berantara 0-15. Apabila dengan beban 5.5 gr (beban standar)
terbaca kurang dari 3 maka ditambahkan beban 7.5 atau 10 gr.

Nilai : pembacaan skala dikonversikan pada table tonometer schoitz untuk mengetahui tekanan bola mata dalam
mmHg

Pada tekanan lebih dari 20mmHg dicurigai glaucoma, jika lebih dari 25 mmHg pasien menderita glaucoma.

Angka skala Tekanan bola mata (mmHg) berdasarkan masing masing beban

5.5 gr 7.5 gr 10 gr

3.0 24.4 35.8 50.6

3.5 22.4 33.0 46.9

4.0 20.6 30.4 43.4

4.5 18.9 28.0 40.2

5.0 17.3 25.8 37.2

5.5 15.9 23.8 34.4


6.0 14.6 21.9 31.8

6.5 13.4 20.1 29.4

7.0 12.2 18.5 27.2

7.5 11.2 17.0 25.1

8.0 10.2 15.6 23.1

8.5 9.4 14.3 21.3

9.0 8.5 13.1 19.6

9.5 7.8 12.0 18.0

10.0 7.1 10.9 16.5

Kekurangan : tonometer schiotz tidak dapat dipercaya pada penderita myopia dan penyakit tiroid dibanding dengan
tonometer aplanasi karena terdapat pengaruh kekakuan sclera pada penderita myopia dan tiroid.

Tonometri aplanasi

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendapatkan tekanan intra ocular dengan menghilangkan pengaruh kekakuan
sclera dengan mendatarkan permukaan kornea.

Tekanan merupakan tenaga dibagi dengan luas yang ditekan. Untuk mengukur tekanan mata harus diketahui luas
penampang yang ditekan alat sampai kornea rata dan jumlah tenaga yang diberikan. Pada tonometer Aplanasi
Goldmann jumlah tekanan dibagi penampang dikali 10 dikonversi dalam mmHg tekanan bola mata. Dengan
tonometer aplanasi tidak diperhatikan kekakuan sclera karena pada tonometer ini pengembangan dalam mata 0.5
mm 3 sehingga tidak terjadi pengembangan sclera yang berarti. Pada tonometer schiotz , pergerakan cairan bola
mata sebanyak 7-14 mm3 sehingga kekakuan sclera memegang peranan dalam penghitungan tekanan bola mata

Alat :

 Slit lamp dengan sinar biru

 Tonometer Aplanasi

 Flouresein strip

 Obat anastesi local


Teknik :

 Mata yang akan diperiksa diberi anastesi topical pantocain 0.5%

 Pada mata tersebut ditempelkan kertas flouresein yaitu pada daerah limbus inferior. Sinar oblik warna biru
disinarkan dari slit lamp kedasar telapak prisma tonometer Aplanasi Goldmann

 Pasien diminta duduk dan meletakkan dagunya pada slitlamp dan dahinya tepat dipenyangganya.

 Pada skala tonometer aplanasi dipasang tombol tekanan 10mmHg

 Telapak prisma aplanasi didekatkan pada kornea perlahan lahan

 Tekanan ditambah sehingga gambar kedua setengah lingkaran pada kornea yang telah diberi flouresein
terlihat bagian luar berhimpit dengan bagian dalam

 Dibaca tekanan pada tombol putaran tonometer aplanasi yang member gambaran setengah lingkaran yang
berhimpit. Tekanan tersebut merupakan TIO dalam mmHg.

Nilai : dengan tonometer Aplanasi, jika TIO > 20 mmHg sudah dianggap menderita glaucoma.

Katarak

Katarak adalah lensa mata yang menjadi keruh, sehingga cahaya tidak dapat menembusnya, bervariasi sesuai
tingkatannya dari sedikit sampai keburaman total. Dalam perkembangannya katarak yang terkait dengan usia
penderita dapat menyebabkan pengerasan lensa, menyebabkan penderita menderita miopi, berwarna kuning
menjadi coklat/putih secara bertahap dan keburaman lensa dapat mengurangi persepsi akan warna biru. Katarak
biasanya berlangsung perlahan-lahan menyebabkan kehilangan penglihatan dan berpotensi membutakan jika
katarak terlalu tebal. Kondisi ini biasanya memengaruhi kedua mata, tetapi hampir selalu satu mata dipengaruhi
lebih awal dari yang lain.
Sebuah katarak senilis, yang terjadi pada usia lanjut, pertama kali akan terjadi keburaman dalam lensa, kemudian
pembengkakan lensa dan penyusutan akhir dengan kehilangan transparasi seluruhnya. Selain itu, seiring waktu
lapisan luar katarak akan mencair dan membentuk cairan putih susu, yang dapat menyebabkan peradangan berat
jika pecah kapsul lensa dan terjadi kebocoran. Bila tidak dioperasi, katarak dapat menyebabkan glaukoma.

Penyebaran

Katarak yang terjadi akibat usia lanjut bertanggung jawab atas 48% kebutaan yang terjadi di dunia, yang mewakili 18
juta jiwa, menurut WHO. kelayakan bedah katarak di beberapa negara belum memadai, sehingga katarak tetap
menjadi penyebab utama kebutaan. Bahkan di mana ada layanan bedah yang tersedia, penglihatan yang rendah
terkait dengan katarak masih dapat dijumpai, sebagai akibat dari lamanya menunggu untuk operasi dan hambatan
untuk dioperasi, seperti biaya, kurangnya informasi dan masalah transportasi.

Di Amerika Serikat, katarak yang terjadi akibat usia lanjut dilaporkan mencapai 42% dari orang-orang antara usia 52
sampai 64, 60% dari orang-orang antara usia 65 dan 74, dan 91% dari mereka antara usia 75 dan 85.

Gejala

Penderita katarak akan mengalami pengelihatan yang buram, ketajaman pengelihatan berkurang, sensitivitas
kontras juga hilang, sehingga kontur, warna bayangan dan visi kurang jelas karena cahaya tersebar oleh katarak ke
mata. Tes sensitivitas kontras harus dilakukan dan jika kekurangan sensitivitas kontras terlihat makan dianjurkan
untuk konsultasi dengan spesialis mata.

Di dunia berkembang, khususnya di kelompok berisiko tinggi seperti penderita diabetes, disarankan untuk mencari
konsultasi medis jika 'halo' yang terjadi disekitar lampu jalan di malam hari, terutama jika fenomena ini tampak
hanya dengan satu mata.

Gejala-gejala katarak sangat mirip dengan gejala citrosis mata.

Penyebab

lampu celah foto pemburaman kapsuler anterior terlihat beberapa bulan setelah implantasi lensa intraokular di
mata, gambar diperbesar

Katarak berkembang karena berbagai sebab, seperti kontak dalam waktu lama dengan cahaya ultra violet, radiasi,
efek sekunder dari penyakit seperti diabetes dan hipertensi, usia lanjut, atau trauma (dapat terjadi lebih awal) dan
biasanya akibat denaturasi dari lensa protein. Faktor-faktor genetik sering menjadi penyebab katarak kongenital dan
sejarah keluarga yang positif juga mungkin berperan dalam predisposisi seseorang untuk katarak pada usia lebih dini,
fenomena "antisipasi" dalam katarak pra-senilis.

Katarak juga dapat diakibatkan oleh cedera pada mata atau trauma fisik. Sebuah studi menunjukan katarak
berkembang di antara pilot-pilot pesawat komersial tiga kali lebih besar daripada orang-orang dengan pekerjaan
selain pilot. Hal ini diduga disebabkan oleh radiasi berlebihan yang berasal dari luar angkasa. Katarak juga biasanya
sering terjadi pada orang yang terkena radiasi inframerah, seperti para tukang (meniup)kaca yang menderita
"sindrom Pengelupasan". Eksposur terhadap radiasi gelombang mikro juga dapat menyebabkan katarak. Kondisi
atopik atau alergi yang juga dikenal untuk mempercepat perkembangan katarak, terutama pada anak-anak.
Katarak dapat terjadi hanya sebagian atau penuh seluruhnya, stasioner atau progresif, keras atau lembut.

Beberapa obat dapat menginduksi perkembangan katarak, seperti kortikosteron dan Seroquel

Biasanya tidak diperlukan terapi jika penglihatan Anda tidak terganggu. Jika penglihatan Anda semakin memburuk
dan Anda mulai sulit menjalani aktivitas harian Anda, pilihan terapinya hanyalah operasi.

Operasi katarak pada umumnya aman dan tidak membutuhkan rawat inap. Ada 2 jenis operasi.

 Small incision cataract surgery (phacoeulsification). Operasi ini dilakukan dengan melakukan insisi kecil pada
tepi kornea. Dokter menyinarkan gelombang ultrasound untuk menghancurkan lensa lalu diambil
menggunakan penghisap

 Extracapsular surgery yang membutuhkan insisi yang lebih lebar untuk mengeluarkan inti lensa yang
berkabut. Sisa lensa dikeluarkan dengan menggunakan penghisap

Selama proses kedua operasi, lensa buatan yang disebut juga lensa intraokular dimasukan untuk menggantikan lensa
asli. Operasi ini membutuhkan waktu sekitar 1 jam dan tanpa rasa nyeri. Dokter mungkin akan menggunakan tetes
mata untuk membuat mata menjadi baal dan Anda tetap sadar atau menggunakan anestesi umum yang membuat
Anda tidak sadar.

Apa saja tes yang biasa dilakukan untuk katarak?

Untuk memastikan diagnosis, dokter Anda akan melakukan evaluasi pada riwayat medis Anda dan melakukan
pemeriksaan mata yang komprehensif. Anda akan dirujuk ke dokter spesialis mata (ophtalmogist), yang akan
melakukan beberapa pemeriksaan untuk memastikan katarak.

Pengobatan di rumah

Apa saja perubahan gaya hidup atau pengobatan rumahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi katarak?

Berikut adalah gaya hidup dan pengobatan rumahan yang dapat membantu Anda mengatasi katarak:

 Pergi ke dokter jika masalah penglihatan Anda sudah mengganggu aktivitas harian Anda

 Periksakan mata Anda secara teratur pada dokter ahli kacamata Anda

 Lindungi mata Anda dari benturan dan cahaya matahari yang terlalu lama. Gunakan kacamata yang
melindungi 100% dari sinar ultraviolet baik UVA dan UVB, khususnya selama musim panas

 Pertahankan kadar gula darah dalam rentang yang normal jika Anda menderita diabetes. Katarak lebih cepat
berkembang jika kadar gula darah Anda tinggi

 Perbaiki pencahayaan di rumah Anda

 Gunakan kaca pembesar saat membaca

 Batasi kebiasaan menyetir di malam hari

Bila ada pertanyaan, konsultasikanlah dengan dokter untuk solusi terbaik masalah Anda.

Myopia adalah banyangan dari benda yang terletak jauh berfokus di depan retina pada mata yang tidak
berakomodasi.
Myopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam
kondisi berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan pada kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek
yang masuk pada mata akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Myopia berasal dari bahasa yunani “ muopia”
yang memiliki arti menutup mata. Myopia merupakan manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah populernya adalah
“nearsightedness.(American Optometric Association, 1997)

Myopia atau biasa juga disebut sebagai rabun jauh merupakan jenis kerusakan mata yang disebabkan pertumbuhan
bola mata yang terlalu panjang atau kelengkungan kornea yang terlalu cekung. (Sidarta, 2007).

Myopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada
fokus yang berada di depan retina. (Tanjung, 2003).

Myopia merupakan mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar yang sejajar atau datang dari tidak
terhingga difokuskan di depan retina. (Mansjoer, 2002).

Myopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga oleh
mata dalam keadaan tidak berakomodasi dibiaskan pada satu titik di depan retina. (Oriza, 2003).

Penglihatan pada Mata Myopia

Myopia adalah kondisi di mana sinar – sinar sejajar yang masuk ke bolamata titik fokusnya jatuh di depan retina.
(Nisna, 2008)

Kata myopia sendiri sebenarnya baru dikenal pada sekitar abad ke 2, yang mana terbentuk dari dua kata meyn yang
berarti menutup, dan ops yang berarti mata. Ini memang menyiratkan salah satu ciri – ciri penderita myopia yang
suka menyipitkan matanya ketika melihat sesuatu yang baginya tampak kurang jelas, karena dengan cara ini akan
terbentuk debth of focus di dalam bola mata sehingga titik fokus yang tadinya berada di depan retina, akan bergeser
ke belakang mendekati retina. (Nisna, 2008)

Sebenarnya, myopia juga dapat dikatakan merupakan keadaan di mana panjang fokus media refrakta lebih pendek
dari sumbu orbita (mudahnya, panjang aksial bola mata jika diukur dari kornea hingga makula lutea di retina). (Nisna,
2008)

Berdasarkan pengertian ini, maka dikenal dua jenis myopia, yaitu: (Nisna, 2008)

 Myopia aksial, adalah myopia yang disebabkan oleh sumbu orbita yang lebih panjang dibandingkan panjang
fokus media refrakta. Dalam hal ini, panjang fokus media refrakta adalah normal (± 22,6 mm) sedangkan
panjang sumbu orbita > 22,6 mm.

Myopia aksial disebabkan oleh beberapa faktor seperti;

1. Menurut Plempius (1632), memanjangnya sumbu bolamata tersebut disebabkan oleh adanya kelainan
anatomis.

2. Menurut Donders (1864), memanjangnya sumbu bolamata tersebut karena bolamata sering mendapatkan
tekanan otot pada saat konvergensi.
3. Menurut Levinsohn (1925), memanjangnya sumbu bolamata diakibatkan oleh seringnya melihat ke bawah
pada saat bekerja di ruang tertutup, sehingga terjadi regangan pada bolamata.

 Myopia refraktif, adalah myopia yang disebabkan oleh bertambahnya indek bias media refrakta. (Sidarta,
2008)

Pada myopia refraktif, menurut Albert E. Sloane dapat terjadi karena beberapa macam sebab, antara lain :

1. Kornea terlalu melengkung (< 7,7 mm).

2. Terjadi hydrasi / penyerapan cairan pada lensa kristalinaa sehingga bentuk lensa kristalinaa menjadi lebih
cembung dan daya biasnya meningkat. Hal ini biasanya terjadi pada penderita katarak stadium awal
(imatur).

3. Terjadi peningkatan indeks bias pada cairan bolamata (biasanya terjadi pada penderita diabetes melitus).

Beberapa hal yang mempengaruhi resiko terjadinya myopia, antara lain:

1. Keturunan. Orang tua yang mempunyai sumbu bolamata yang lebih panjang dari normal akan melahirkan
keturunan yang memiliki sumbu bolamata yang lebih panjang dari normal pula.

2. Ras/etnis. Ternyata, orang Asia memiliki kecenderungan myopia yang lebih besar (70% – 90%) dari pada
orang Eropa dan Amerika (30% – 40%). Paling kecil adalah Afrika (10% – 20%).

3. Perilaku. Kebiasaan melihat jarak dekat secara terus menerus dapat memperbesar resiko myopia. Demikian
juga kebiasaan membaca dengan penerangan yang kurang memadai.

E. Klasifikasi Myopia

Secara klinik dan berdasarkan perkembangan patologik yang timbul pada mata maka myopia dapat dibagi dalam:

Myopia simpleks: pada myopia simplek biasanya tidak disertai kelainan patologik fundus akan tetapi dapat disertai
kelainan fundus ringan. Kelainan fundus yang ringan ini dapat berupa kresen myopia (myopiaic crecent) yang ringan
yang berkembang sangat lambat. Biasanya tidak terdapat perubahan organik. Tajam penglihatan dengan koreksi
yang sesui dapat mencapai normal. Berat kelainan refraktif yang biasanya kurang dari -5D atau -6D. Keadaan ini
dapat juga disebut sebagai myopia fisiologik. (Sidarta, 2007).

Myopia patologik: myopia patologik disebut juga myopia degeneratif, myopia maligna atau myopia progresif.
Keadaan ini dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir. Tanda-tanda myopia maligna, adalah adanya
progresifitas kelainan fundus yang khas pada pemeriksaan oftalmoskopik. Pada anak-anak diagnosis ini sudah dapat
dibuat jika terdapat peningkatan beratnya myopia dengan waktu yang relatif pendek. Kelainan refraktif yang
terdapat pada myopia patologik biasanya melebihi -6 D. (Sidarta, 2007).

Gejala subyektif:

 Kabur bila melihat jauh.

 Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat

 Lekas lelah bila membaca (karena konvergensi yang tidak sesuai dengan akomodasi), astenovergens.

Gejala obyektif:

Myopia simpleks:

 Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif lebar. Kadang-kadang
ditemukan bola mata yang agak menonjol.
 Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai cresen myopia
(myopiaic crescent) yang ringan di sekitar papil syaraf optik.

Myopia patologik:

 Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks

 Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada:

1. Badan kaca: dapat ditemukan kekeruhan berupa perdarahan atau degenerasi yang terlihat sebagai
floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi
badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan myopia.

2. Papil syaraf optik: terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil terlihat lebih pucat yang
meluas terutama ke bagian temporal. Kresen myopia dapat ke seluruh lingkaran papil, sehingga
seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur

3. Makula: berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan perdarahan subretina pada
daerah makula.

4. Retina bagian perifer: berupa degenerasi sel retina bagian perifer.

5. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina. Akibat penipisan
retina ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus tigroid. (Sidarta,
2007)

 E.1. Klasifikasi myopia secara klinis adalah: (American Optometric Association, 1997).

1. Simpel myopia: adalah myopia yang disebabkan oleh dimensi bolamata yang terlalu panjang, atau indeks
bias kornea maupun lensa kristalinaa yang terlalu tinggi.

2. Nokturnal myopia: adalah myopia yang hanya terjadi pada saat kondisi sekeliling kurang cahaya.
Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap level pencahayaan yang ada. Myopia ini
dipercaya penyebabnya adalah pupil yang membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya,
sehingga menimbulkan aberasi dan menambah kondisi myopia.

3. Pseudomyopia: diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap mekanisme akomodasi sehingga
terjadi kekejangan pada otot – otot siliar yang memegang lensa kristalinaa. Di Indonesia, disebut dengan
myopia palsu, karena memang sifat myopia ini hanya sementara sampai kekejangan akomodasinya dapat
direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru – buru memberikan lensa koreksi.

4. Degenerative myopia: disebut juga malignant, pathological, atau progressive myopia. Biasanya merupakan
myopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya juga di bawah normal meskipun telah mendapat koreksi.
Myopia jenis ini bertambah buruk dari waktu ke waktu.

5. Induced (acquired) myopia: merupakan myopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat – obatan, naik
turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa, dan sebagainya.

 E.2. Klasifikasi myopia yang umum diketahui adalah berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan
untuk mengkoreksinya

1. Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri

2. Sedang: lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.


3. Berat: lensa koreksinya > 6,00 Dioptri. Penderita myopia kategori ini rawan terhadap bahaya pengelupasan
retina dan glaukoma sudut terbuka. (Sidarta,2007)

 E.3. Klasifikasi myopia berdasar umur

1. Congenital (sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak)

2. Youth-onset myopia (< 20 tahun)

3. Early adult-onset myopia (2-40 tahun)

4. Late adult-onset myopia (> 40 tahun). (Sidarta, 2007)

F. Etiologi

Terjadi karena bola mata tumbuh terlalu panjang saat bayi. Dikatakan pula, semakin dini mata seseorang terkena
sinar terang secara langsung, maka semakin besar kemungkinan mengalami myopia. Ini karena organ mata sedang
berkembang dengan cepat pada tahun-tahun awal kehidupan. Akibatnya para penderita myopia umumnya merasa
bayangan benda yang dilihatnya jatuh tidak tepat pada retina matanya, melainkan di depannya (Curtin, 2002).

G. Patofisiologi Myopia

Myopia dapat terjadi karena ukuran sumbu bola mata yang relatif panjang dan disebut sebagai myopia aksial. Dapat
juga karena indeks bias media refraktif yang tinggi, atau akibat indeks refraksi kornea dan lensa yang terlalu kuat.
Dalam hal ini disebut sebagai myopia refraktif. (Curtin, 2002)

Myopia degenertif atau myopia maligna biasanya bila myopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli
dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil
disertai dengan atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang
terjadi ruptur membrane Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina.
Pada myopia dapat terjadi bercak Fuch berupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atropi lapis sensoris retina
luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik. (Sidarta, 2005).

H. Insidensi Myopia pada Anak

Dari survey yang dilakukan terhadap 2268 anak berusia 7-13 tahun yang diperiksa dari 23 Sekolah Dasar di
Yogyakarta, sebanyak 12 sekolah dasar berasal dari daerah perkotaan dan 11 dari pedesaan yang tersebar di 5
Kabupaten di DIY. Kejadian myopia (rabun jauh) pada anak usia sekolah dasar di DIY adalah 8,29% dengan prevalensi
di kota dan di desa masing-masing 9,49% dan 6,87%. (Supartoto, 2007)

Sekitar 62,8% penderita myopia adalah anak-anak dari daerah perkotaan, sedangkan dari keseluruhan subyek
myopia ini, 5% diantaranya tergolong penderita myopia tinggi yang dicirikan dengan ukuran kacamata lebih dari
minus 5 dioptri. (Supartoto, 2007)

Anak perempuan lebih banyak menderita myopia dari pada anak laki-laki, dengan perbandingan perempuan
terhadap laki-laki 1,4 : 1. Perbandingan serupa pada myopia tinggi adalah 3,5 : 1. Sebanyak 30% penderita myopia
berasal dari keluarga dengan golongan ekonomi menengah ke atas. (Supartoto, 2007)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Imam Tiharyo terdapat 127 anak sekolah dasar yang ikut dalam peneltian ini.
63 orang dari kelompok sekolah dasar perkotaan dan 64 orang anak dari kelompok sekolah daerah pedesaan.
Setelah 6 bulan 24 anak (38,1%) dari kelompok perkotaan, dan 8 anak (12,5%) dari kelompok pedesaan mengalami
pertambahan myopia. Hal tersebut bermakna secara statistik p=0,02 dan RR 3,04 (95% CI : 1,48-6,27). Rerata
pertambahanmyopia pada kelompok perkotaan sebesar -0,83D (± 0,24D) dan –0,61 (±0,18D) pada kelompok
pedesaan. Ada perbedaan yang signifikan antara aktivitas melihat dekat pada anak daerah perkotaan dan pedesaan
dengan p=< 0,001. Untuk faktor risiko jenis kelamin, riwayat myopia pada orang tua tidak terdapat hubungan yang
bermakna sklera statistik terhadap pertambahan myopia, sedangkan untuk faktor risiko usia, dan sosial ekonomi
bermakna secara statistik terhadap pertambahan myopia. (Tanjung, 2007)

I. Diagnosis Myopia

Untuk mendiagnosis myopia dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan pada mata, pemeriksaan tersebut
adalah sebagai berikut:

 I.1. Refraksi Subyektif

Diagnosis myopia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan Refraksi Subyektif, metode yang digunakan adalah dengan
Metoda ‘trial and error’ Jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan
setinggi mata penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu Ditentukan visus /
tajam penglihatan masing-masing mata Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis negatif, bila dengan lensa
sferis negatif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita
myopia, apabila dengan pemberian lensa sferis negatif menambah kabur penglihatan kemudian diganti dengan lensa
sferis positif memberikan tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita hipermetropia. (Maria,
2008)

 I.2. Refraksi Obyektif

Yaitu menggunakan retinoskopi, dengan lensa kerja ∫+2.00D pemeriksa mengamati refleks fundus yang bergerak
berlawanan arah dengan arah gerakan retinoskop (against movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis
negatif sampai tercapai netralisasi (Maria, 2008)

 I.3. Autorefraktometer (komputer)

Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan komputer. (Maria, 2008)

J. Penatalaksanaan Myopia pada Anak

Penatalaksanaan myopia pada anak sampai sekarang penyembuhan kelainan mata pada anak masih merupakan
kontra diantara dokter mata. Sejauh ini yang dilakukan adalah mencoba mencari bagaimana mencegah kelainan
refraksi pada anak atau mencegah jangan sampai menjadi parah. (Setiowati, 2008)

 J.1. Dengan memberikan koreksi lensa

Koreksi myopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa negatif, perlu diingat bahwa cahaya yang melalui lensa
konkaf akan disebarkan. Karena itu, bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada
myopia, kelebihan daya bias ini dapat dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata. (Guyton,
1997)

Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata myopia ditentukan dengan cara trial and error,
yaitu dengan mula-mula meletakan sebuah lensa kuat dan kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau lebih
lemah sampai memberikan tajam penglihatan yang terbaik. (Guyton, 1997)

Pasien myopia yang dikoreksi dengan kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan
maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi dengan -3.00 dioptri memberikan tajam penglihatan 6/6, demikian
juga bila diberi sferis -3.25 dioptri, maka sebaiknya diberikan koreksi -3.00 dioptri agar untuk memberikan istirahat
mata dengan baik setelah dikoreksi. ( Sidarta, 2007)

 J.2. Dengan obat-obatan

Penggunaan sikloplegik untuk menurunkan respon akomodasi untuk terapi pasien dengan pseoudomyopia.
Beberapa penilitian melaporkan penggunaan atropine dan siklopentolat setiap hari secara topikal dapat menurunkan
progresifitas dari myopia pada anak-anak usia kurang 20 tahun. Meskipun tidak menunjukan kegelisahan yang
berlebih dan memiliki resiko yang sama dengan penggunaan sikloplegik dalam jangka panjang dan memiliki
sensivitas yang sama dalam respon terhadap cahaya untuk medilatasikan pupil (midriasis). Karena inaktivasi
muskulus siliaris, pemberian lensa positif tinggi (ex; 2.50D) dapat digunakan untuk penglihatan dekat. Pemberian
atropine memiliki efek samping yaitu reaksi alergi, dan keracunan sistemik. Pemakaian atropine dalam jangka
panjang dapat memberikan efek samping pada retina. (American Optometric Association, 1997).

 J.3. Terapi visus (vision therapy)

Tajam penglihatan yang tidak dikoreksi pada myopia dapat diperbaiki pada pasien dengan menggunakan terapi
penglihatan, tetapi tidak menunjukan penurunan myopia. hal ini adalah cara yang diusulkan untuk menurunkan
progresifitas myopia. Selama ini belum ada penelitian yang melakukan pengujian dari usulan tersebut terhadap
keberhasilan dalam menurunkan progresifitas myopia. Terapi penglihatan (vision therapy) yang digunakan untuk
menurunkan respon akomodasi sering digunakan pada pasien pseudomyopia. (American Optometric Association,
1997).

 J.4 Orthokeratology

Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari satu minggu atau bulan, untuk
membuat kornea menjadi datar dan menurunkan myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan
standar. Tergantung dari respon individu dalam orthokeratology yang sesekali beruba-ubah, penurunan myopia
sampai dengan 3.00 dioptri pada beberapa pasien, dan rata-rata penurunan yang dilaporkan dalam penelitian adalah
0.75-1.00 dioptri. Beberapa dari penurunan ini terjadi antara 4-6 bulan pertama dari program orthokeratology,
kornea dengan kelengkungan terbesar memiliki beberapa pemikiran dalam keberhasilan dalam membuat
pemerataan kornea secara menyeluruh. Dengan followup yang cermat, orthokeratology akan aman dengan
prosedur yang efektif. Meskipun myopia tidak selalu kembali pada level dasar, pemakaian lensa tambahan pada
beberapa orang dalam beberapa jam sehari adalah umum, untuk keseimbangan dalam memperbaiki refraksi.
(American Optometric Association, 1997).

Beberapa lensa kontak yang didesain secara khusus untuk mengubah secara maksimal sesuai standarnya. Kekakuan
lensa pada kelengkungan kornea lebih tinggi dari pada permukaan kornea. Hasil yang didapatkan dapat menurunkan
myopia hingga 2.00 dioptri. Orthokeratology dengan beberapa lensa seragam, dapat mengurangi permukaan kornea
yang tidak rata. Orthokeratology adalah penampilan yang umum pada anak muda walaupun menggunakan lensa
yang kaku tetapi dapat mengontrol myopia, lensa kontak yang permeable pada anak-anak menjadi pilihan yang
disukai. (Nisna, 2008)

Mengurangi kelengkungan (artinya, membuat kondisinya menjadi lebih flat/rata) permukaan depan kornea, yang
tujuannya adalah mengurangi daya bias sistem optis bolamata sehingga titik fokusnya bergeser mendekat ke retina.
Metode non operatif untuk ini adalah orthokeratology, yaitu dengan menggunakan lensa kontak kaku untuk (selama
beberapa waktu) memaksa kontur kornea mengikuti kontur lensa kontak tersebut. (Nisna, 2008)

 J.5. Bedah Refraksi

Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:


Radial keratotomy (RK), dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral. Bagian yang lemah
dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik, angka
dan kedalaman dari insisi. Meskipun pengalaman beberapa orang menjalani radial keratotomy menunjukan
penurunan myopia, sebagian besar pasien sepertinya menyukai dengan hasilnya. Dimana dapat menurunkan
pengguanaan lensa kontak. Komplikasi yang dilaporkan pada bedah radial keratotomy seperti variasi diurnal dari
refraksi dan ketajaman penglihatan, silau, penglihatan ganda pada satu mata, kadang-kadang penurunan permanen
dalam koreksi tajam penglihatan dari yang terbaik, meningkatnya astigmatisma, astigmatisma irregular,
anisometropia, dan perubahan secara pelan-pelan menjadi hiperopia yang berlanjut pada beberapa bulan atau
tahun, setelah tindakan pembedahan. Perubahan menjadi hiperopia dapat muncul lebih awal dari pada gejala
presbiopia. Radial keratotomy mungkin juga menekan struktur dari bola mata. (American Optometric Association,
1997).

Laser photorefractive keratectomy adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat
kornea. Dari kumpulan hasil penelitian menunjukan 48-92% pasien mencapai visus 6/6 (20/20) setelah dilakukan
photorefractive keratectomy. 1-1.5 dari koreksi tajam penglihatan yang terbaik didapatkan hasil kurang dari 0.4-2.9
% dari pasien. (American Optometric Association, 1997).

Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive keratectomy dan setelah beberapa
bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada
waktu sebelum operasi. Photorefractive keratectomy refraksi menunjukan hasil yang lebih dapat diprediksi dari pada
radial keratotomy. (American Optometric Association, 1997).

Você também pode gostar