Você está na página 1de 7

PEMBAHASAN

Teori Keagenan (Agency Theory)


Teori keagenan (Agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis
perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori
keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan
kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang
menerima wewenang (agensi) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut
”nexus of contract”. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk
bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena mereka dipilih, maka pihak manejemen
harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham.
Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal)
memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi
wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak
tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini
agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan prinsipal.

Permasalahan
Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka
sendiri. Pemegang saham sebagai principal diasumsikan hanya tertarik kepada hasil keuangan
yang bertambah atau investasi mereka di dalam perusahaan. Sedang para agen disumsikan
menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam
hubungan tersebut.
Dengan proporsi kepemilikan yang hanya sebagian dari perusahaan membuat manajer
cenderung bertindak untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk memaksimumkan perusahaan.
Inilah yang nantinya akan menyebabkan biaya keagenan (agency cost). Jensen dan Meckling
(1976) mendefinisikan agency cost sebagai jumlah dari biaya yang dikeluarkan prinsipal untuk
melakukan pengawasan terhadap agen. Hampir mustahil bagi perusahaan untuk memiliki zero
agency cost dalam rangka menjamin manajer akan mengambil keputusan yang optimal dari
pandangan shareholders karena adanya perbedaan kepentingan yang besar diantara mereka.

2
Karena perbedaan kepentingan ini masing-masing pihak berusaha memperbesar
keuntungan bagi diri sendiri. Principal menginginkan pengembalian yang sebesar-besarnya dan
secepatnya atas investasi yang salah satunya dicerminkan dengan kenaikan porsi deviden dari
tiap saham yang dimiliki. Agen menginginkan kepentingannya diakomodir dengan pemberian
kompensasi/bonus/insentif/remunerasi yang memadai dan sebesar-besarnya atas kinerjanya.
Principal menilai prestasi agen berdasarkan kemampuannya memperbesar laba untuk
dialokasikan pada pembagian deviden. Makin tinggi laba, harga saham dan makin besar deviden,
maka agen dianggap berkinerja baik sehingga layak mendapat insentif yang tinggi.
Sebaliknya agen pun memenuhi tuntutan principal agar mendapatkan kompensasi yang
tinggi. Sehingga bila tidak ada pengawasan yang memadai maka sang agen dapat memainkan
beberapa kondisi perusahan agar seolah-olah target tercapai. Permainan tersebut bisa atas
prakarsa dari principal ataupun inisiatif agen sendiri. Maka terjadilah Creative Accounting yang
menyalahi aturan, misal: adanya piutang yang tidak mungkin tertagih yang tidak dihapuskan;
capitalisasi expense yang tidak semestinya; Pengakuan penjualan yang tidak semestinya; yang
kesemuanya berdampak pada besarnya nilai aktiva dalam Neraca yang “mempercantik” laporan
keuangan walaupun bukan nilai yang sebenarnya. Atau bisa juga dengan melakukan income
smoothing (membagi keuntungan ke periode lain) agar setiap tahun kelihatan perusahaan meraih
keuntungan, padahal kenyataannya merugi atau laba turun.
Salah satu hipotesis dalam teori ini adalah bahwa manajemen dalam mengelolah
perusahaan cenderung lebih mementingkan kepentingan pribadinya daripada meningkatkan nilai
perusahaan. Contoh nyata yang dominan terjadi dalam kegiatan perusahaan dapat disebabkan
karena pihak agensi memiliki informasi keuangan daripada pihak prinsipal (keunggulan
informasi), sedangkan dari pihak prinsipal boleh jadi memanfaatkan kepentingan pribadi atau
golongannya sendiri (self-interest) karena memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary
power).
Dalam suatu perusahaan, konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen salah satunya
dapat timbul karena adanya kelebihan aliran kas (excess cash flow). Kelebihan arus kas
cenderung diinvestasikan dalam hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama
perusahaan. Ini menyebabkan perbedaan kepentingan karena pemegang saham lebih menyukai
investasi yang berisiko tinggi yang juga menghasilkan return tinggi, sementara manajemen lebih
memilih investasi dengan risiko yang lebih rendah.

3
Pengembangan akuntansi kontemporer salah satunya adalah digunakannya Agency
Theory dalam menjustifikasi akuntansi positif. Menurut Baiman (1990), terdapat 3 model
hubungan agensi yaitu The Principal-Agent Model, The Transaction Cost Economics Model, The
Rochester Model. Ketiganya memiliki dua kerangka kesamaan dan dua perbedaan.
Kesamaannya, pertama, ketiganya memahami ketentuan dan penyebab hilangnya efisiensi yang
diciptakan oleh divergensi antara perilaku kerjasama dan kepentingan individu; kedua, ketiganya
menganalisa dan memahami implikasi perbedaan proses pengendalian menghindari hilangnya
efisiensi pada masalah agensi. Sedangkan perbedaannya, pertama, menekankan perbedaan
sumber-sumber divergensi perilaku kerjasama dan kepentingan individu; kedua, menekankan
perbedaan aspek pada agenda riset pada umumnya; ketiga, pemodelan berhati-hati yang
mendasari konteks ekonomi yang menyebabkan timbulnyamasalah agensi; keempat, derivasi
optimalisasi hubungan kerja dan memahami bagaimana hubungan kerja yang meringankan
masalah agensi; kelima, komparasi hasil-hasil untuk melakukan observasi praktik model yang
dipakai dan menganalisanya.
Artinya dalam kerangka umum model hubungan agensi memperlihatkan bahwa manajer
melakukan maksimasi expected utility agar dapat mempengaruhi desain kontrak kerja mereka.
Pemilik dan manajer secara bersama dibatasi biaya atas masalah agensi, sehingga memerlukan
insentif untuk mendesain kontrak yang mengurangi secara efisien masalah agensi. Dua tokoh
utama (principal dan agent) dalam interaksi bisnis tersebut sebenarnya mengarah pada
kepentingan yang sama, yaitu wealth (kekayaan). Bentuk ekstrim (extreme ways) dari agency
theory sendiri sebenarnya adalah ketika hubungan agensi dijadikan mekanis-matematis untuk
kepentingan legitimasi kepentingan “mutualis insklusif“.
Terdapat tiga masalah utama dalam hubungan agensi, yaitu :
1. Kontrol pemegang saham kepada manajer
2. Biaya yang menyertai hubungan agensi
3. Menghindari dan meminimalisasi biaya agensi
Hubungan agensi ini memotivasi setiap individu untuk memperoleh sasaran yang
harmonis, dan menjaga kepentingan masing-masing antara agen dan principal. Hubungan
keagenan ini merupakan hubungan timbal balik dalam mencapai tujuan dan kepentingan masing-
masing pihak yang secara eksplisit dan sadar memasukkan beberapa penekanan seperti:

4
1. Kebutuhan principal akan memberikan kepercayaan kepada manajer dengan imbalan atau
kompensasi keuangan
2. Budaya organisasi yang berlaku dalam perusahaan
3. Faktor luar seperti karasteristik industri, pesaing, praktek kompensasi, pasar tenaga kerja,
manajerial dan isu-isu legalStrategi yang dijalankan perusahaan dalam memenangkan
kompetisi global
Ditegaskan oleh Watts (1992) bahwa hubungan agensi kaitannya dengan laporan
keuangan perusahaan sangat dipengaruhi oleh kepentingan pasar dan politik. Hubungan agensi
dengan demikian tidak dibangun dari akar self-interest, tetapi dengan cinta. Cinta akan tetap
memberi kemanfaatan materi, saling berbagi dan kebermaknaan hidup. Mudahnya, bila konsep
kekayaan hanya dipandang sebagai bentuk ekonomi semata, maka yang terjadi adalah konflik
kepentingan di atas hubungan kooperatif. Tetapi bila konsep kekayaan dipandang sebagai bentuk
trilogi, maka ada proses trust yang masuk dalam mekanisme hubungan, trust yang didasari oleh
cinta dan saling berbagi. Gagasan ini memang mirip seperti model principal-agent yang lebih
teoritis dan perlu diuji secara empiris, daripada mendekat pada model positivist yang lebih
empiris tetapi akan mereduksi konsep teoritis yang sebenarnya penting seperti juga ditegaskan
oleh Eisenhardt (1989).
Dalam rangka memotivasi para manajer dan pemegang saham agar berperilaku dalam
sikap yang memajukan tujuan perusahaan, Burdett dapat memberikan rekomendasi kepada
dewan direksi, yaitu :
1. Penilaian terhadap kinerja manajer dibuat dengan kontrak yang jelas sehingga memotivasi
agen bekerja dengan kepentingan terbaik principal
2. Principal memberikan pilihan rencana insentif jangka pendek dan jangka panjang dan agen
diberikan keleluasan dengan batasan yang menguntungkan kepentingan para pemegang
saham
Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan
mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran kepemilikan saham oleh
manajerial (insider ownership) dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yang berpotensi
timbul, karena dengan memiliki saham perusahaan diharapkan manajer merasakan langsung
manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Proses ini dinamakan dengan bonding

5
mechanism, yaitu proses untuk menyamakan kepentingan manajemen melalui program mengikat
manajemen dalam modal perusahaan.
Menurut Bathala et al, (1994) terdapat beberapa cara yang digunakan untuk mengurangi konflik
kepentingan, yaitu:
(a). Meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen (insider ownership)
(b). Meningkatkan rasio dividen terhadap laba bersih (earning after tax)
(c). Meningkatkan sumber pendanaan melalui utang
(d). Kepemilikan saham oleh institusi (institutional holdings).
Sedangkan dalam penelitian Masdupi (2005) dikemukakan beberapa cara yang dapat
dilakukan dalam mengurangi masalah keagenan. Pertama, dengan meningkatkan insider
ownership. Perusahaan meningkatkan bagian kepemilikan manajemen untuk mensejajarkan
kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan
pemegang saham. Dengan meningkatkan persentase kepemilikan, manajer menjadi termotivasi
untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang
saham.
Kedua, dengan pendekatan pengawasan eksternal yang dilakukan melalui penggunaan
hutang. Penambahan hutang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan saham
sehingga meminimalisasi biaya keagenan ekuitas. Akan tetapi, perusahaan memiliki kewajiban
untuk mengembalikan pinjaman dan membayarkan beban bunga secara periodik. Selain itu
penggunaan hutang yang terlalu besar juga akan menimbulkan konflik keagenan
antara shareholders dengan debtholders sehingga memunculkan biaya keagenan hutang.
Ketiga, institutional investor sebagai monitoring agent. Moh’d et al, (1998) menyatakan
bahwa bentuk distribusi saham dari luar (outside shareholders) yaitu institutional
investor dan shareholders dispersion dapat mengurangi biaya keagenan ekuitas (agency cost).
Hal ini disebabkan karena kepemilikan merupakan sumber kekuasaan yang dapat digunakan
untuk mendukung atau menantang keberadaan manajemen, maka konsentrasi atau
penyebaran power menjadi suatu hal yang relevan dalam perusahaan.
Untuk mencegah kemungkinan terjadinya konflik-konflik tersebut, maka ada beberapa hal yang
harus dilakukan, diantaranya:
1. Penyusunan Standar yang jelas mengenai siapa saja yang pantas menjadi apa baik untuk
jabatan fungsional maupun struktural ataupun untuk posisi-posisi tertentu yang dianggap

6
strategis dan kritis. Hal ini harus diiringi dengan sosialisasi dan implementasi (enforcement)
tanpa ada pengecualian-pengecualian yang tidak masuk akal.
2. Diadakan tes kompetensi dan kemampuan untuk mencapai suatu jabatan tertentu dengan adil
dan terbuka. Siapapun yang telah memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama dan
adil untuk “terpilih”. Terpilih artinya walaupun pejabat lain diatasnya tidak “berkenan”
dengan orang tersebut, tetapi karena ia yang terbaik maka tidak ada alasan logis untuk
menolaknya ataupun memilih yang orang lain. Disinilah peran profesionalisme
dikedepankan.
3. Akuntabilitas dan Transparansi setiap “proses bisnis” dalam organisasi agar memungkinkan
monitoring dari setiap pihak sehingga penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum dapat
diketahui dan diberikan sangsi tanpa kompromi. Oknum-oknum tersebut harus diumumkan
pada publik dan tindakan apa yang telah diambil untuk menciptakan kontrol agar tidak terjadi
“permainan” sehingga oknum-oknum tersebut bisa lolos dari sangsi yang berat. Oknum yang
terbukti bersalah tidak berhak lagi mendapatkan “penghargaan” sehingga dapat menimbulkan
efek “kapok” bagi yang lain agar tidak berani mencoba-coba. Hal yang sama juga
diperlakukan pada pegawai/pejabat yang berprestasi, selain diberi reward, juga diumumkan
untuk memberi efek “IDOL” sehingga ditiru oleh pegawai/pejabat lainnya.
Akhirnya, akuntansi menjadi alat yang powerfull untuk memberikan keuntungan yang
sebesar-besarnya kepada pemilik modal di satu sisi, juga dapat memberikan manfaat injeksi
modal dan investasi yang makin besar dan linier kepada agen dari pemilik modal, yaitu
manajemen perusahaan, dalam mengelola perusahaan.

7
DAFTAR REFRENSI

http://fia-ub.blogspot.co.id/2015/11/teori-keagenan-agency-theory.html
https://bungrandhy.wordpress.com/2013/01/12/teori-keagenan-agency-theory/

Você também pode gostar