Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
STIKES
Oleh:
Ardi
MITRA BANTAENG
2015/2016
Askep Kegawat daruratan cardiovaskular
. Definisi
· Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit yang dapat di cegah dengan mengendalikan
factor resiko yang sebagian besar merupakan prilaku gaya hidup. (Kapita Selekta Jilid 2 hal 223)
· Penyakit Jantung Koroner adalah disebabkan oleh aterosklerosis yang merupakan suatu
kelainan degeneratif yang dipengaruhi oleh adanya faktor resiko.(Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I)
B. Etiologi
Penyakit Jantung Koroner pada mulanya disebabkan oleh penumpukan lemak pada dinding
dalam pembuluh darah jantung (pembuluh koroner),dan hal ini lama kelamaan diikuti oleh
berbagai proses seperti penimbunan jaringan ikat, perkapuran, pembekuan darah,dan lain-
lain yang kesemuanya akan mempersempit atau menyumbat pembuluh darah tersebut.Hal ini
akan mengakibatkan otot jantung di daerah tersebut mengalami kekurangan aliran darah dan
dapat menimbulkan berbagai akibat yang cukup serius,dari Angina Pectoris (nyeri dada)
sampai Infark Jantung, yang dalam masyarakat di kenal dengan serangan jantung yang dapat
menyebabkan kematian mendadak.
C. Manifestasi Klinis
- Sesak napas mulai dengan napas yang terasa pendek sewaktu melakukan aktivitas yang cukup
berat, yang biasanya tak menimbulkan keluhan. Makin lama sesak makin bertambah, sekalipun
melakukan aktivitas ringan.
- Klaudikasio intermiten, suatu perasaan nyeri dan keram di ekstremitas bawah, terjadi selama
atau setelah olah raga Peka terhadap rasa dingin
- Dada rasa tertekan seperti ditindih benda berat, leher rasa tercekik.
D. Komplikasi
Ø Serangan jantung yang mengancam jiwa menyebabkan infark myocardium(kematian
otot jantung) karena persediaan darah tidak cukup
Ø Angina pectoris yang tidak stabil,syok dan aritmia
Ø Gagal jantung kongestif
Ø Tekanan Darah Tinggi (hipertensi)
Ø Diabetes
E. Pemeriksaan Penunjang
Tergantung kebutuhannya beragam jenis pemeriksaan dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis PJK dan menentukan derajatnya. Dari yang sederhana sampai yang invasive sifatnya.
1. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan aktifitas listrik jantung atau gambaran elektrokardiogram (EKG) adalah
pemeriksaan penunjang untuk memberi petunjuk adanya PJK. Dengan pemeriksaan ini kita
dapat mengetahui apakah sudah ada tanda-tandanya. Dapat berupa serangan jantung
terdahulu, penyempitan atau serangan jantung yang baru terjadi, yang masing-masing
memberikan gambaran yang berbeda.
2. foto rontgen dada
dari foto roentgen pappa dokter dapat menilai ukuran jantung, ada-tidaknya pembesaran. Di
samping itu dapat juga dilihat gambaran paru. Kelainan pada koroner tidak dapat dilihat dalam
foto rontgen ini. Dari ukuran jantung dapat dinilai apakah seorang penderita sudah berada pada
PJK lanjut. Mungkin saja PJK lama yang sudah berlanjut pada payah jantung. Gambarannya
biasanya jantung terlihat membesar.
3. pemeriksaan laboratorium
dilakukan untuk mengetahui kadar trigliserida sebagai bourgeois resiko. Dari pemeriksaan
darah juga diketahui ada-tidaknya serangan jantung akut dengan melihat kenaikan enzim
jantung.
4. Bila dari semua pemeriksaan diatas diagnosa PJK belum berhasil ditegakkan, biasanya dokter
jantung atau kardiologis akan merekomendasikan untuk dilakukan treadmill.
Dalam kamus kedokteran Indonesia disebut jentera, alat ini digunakan untuk pemeriksaan
diagnostic PJK. Berupa ban berjalan serupa dengan alat olah raga umumnya, namun
dihubungkan dengan monitor dan alat rekam EKG. Prinsipnya adalah merekam aktifitas fisik
jantung saat latihan. Dapat terjadi berupa gambaran EKG saat aktifitas, yang memberi petunjuk
adanya PJK. Hal ini disebabkan karena jantung mempunyai tenaga serap, sehingga pada
keadaan sehingga pada keadaan tertentu dalam keadaan istirahat gambaran EKG tampak
normal.
5. kateterisasi jantung
pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan kateter semacam selang seukuran ujung lidi.
Selang ini dimasukkan langsung ke pembuluh nadi (arteri). Bisa melalui pangkal paha,
lipatanlengan atau melalui pembuluh darah di lengan bawah. Kateter didorong dengan
tuntunan alar rontgen langsung ke muara pembuluh koroner. Setelah tepat di lubangnya,
kemudian disuntikkan cairan kontras sehingga mengisi pembuluh koroner yang dimaksud.
Setelah itu dapat dilihat adanya penyempitan atau malahan mungkin tidak ada penyumbatan.
F. Penatalaksanaan
.Pengobatan
· Medikamentosa
1. Pengkajian Keperawatan
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan adanya
penurunan rasa nyeri dada, menunjukan adanya penuruna tekanan dan cara berelaksasi.
Intervensi:
A. Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.
B. Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).
C. Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada.
D. Ciptakn suasana lingkungan yangtenang dan nyaman.
E. Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.
F. Kolaborasi dalam : Pemberian oksigen dan Obat-obatan (beta blocker, anti angina, analgesic)
2. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard.
Tujuan:
setelah di lakukan tindakan perawatan klien menunnjukan peningkatan kemampuan dalam
melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya angina.
Intervensi:
A. Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah melakukan
aktivitas.
B. Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.
C. Anjurkan pada pasien agar tidak “ngeden” pada saat buang air besar.
D. Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh pasien.
E. Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisiki bahwa aktivitas melebihi batas.
3. Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan dalam rate,
irama, konduksi jantung, menurunya preload atau peningkatan SVR, miocardial infark.
Tujuan: tidak terjadi penurunan cardiac output selama di lakukan tindakan keperawatan.
Intervensi:
A. Lakukan pengukuran tekanan darah (bandingkan kedua lengan pada posisi berdiri, duduk
dan tiduran jika memungkinkan).
B. Kaji kualitas nadi.
C. Catat perkembangan dari adanya S3 dan S4.
D. Auskultasi suara nafas.
E. Dampingi pasien pada saat melakukan aktivitas.
f. Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi kafeine.
G. Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-obatan anti
disritmia.
4. Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan tekanan
darah, hipovolemia.
Tujuan:
Selama dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan perfusi jaringan.
Intervensi:
A. Kaji adanya perubahan kesadaran.
B. Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan penurunan kualitas nadi perifer.
C. Kaji adanya tanda Homans (pain in calf on dorsoflextion), erythema, edema.
D. Kaji respirasi (irama, kedalam dan usaha pernafasan).
E. Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal distensi, constipasi).
F. Monitor intake dan out put.
G. Kolaborasi dalam: Pemeriksaan ABG, BUN, Serum ceratinin dan elektrolit.
Tujuan:
Tidak terjadi kelebihan cairan di dalam tubuh klien selama dalam perawatan.
Intervensi:
A. Auskultasi suara nafas (kaji adanya crackless).
B. Kaji adanya jugular vein distension, peningkatan terjadinya edema.
C. Ukur intake dan output (balance cairan).
D. Kaji berat badan setiap hari.
E. Najurkan pada pasien untuk mengkonsumsi total cairan maksimal 2000 cc/24 jam.
F. Sajikan makan dengan diet rendah garam.
G. Kolaborasi dalam pemberian deuritika.