Você está na página 1de 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang

ditujukan pada seseorang yang menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya

sendiri". Pada umumnya penyandang autisma mengacuhkan suara,

penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi

biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi

sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial

(pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan

sebagainya).

Pemakaian istilah autis kepada penyandang diperkenalkan pertama kali

oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic

Disturbance of Affective Contact) pada tahun 1943 berdasarkan pengamatan

terhadap 11 penyandang yang menunjukkan gejala kesulitan berhubungan

dengan orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak biasa dan cara

berkomunikasi yang aneh. Autis dapat terjadi pada semua kelompok

masyarakat kaya miskin, di desa dikota, berpendidikan maupun tidak serta

pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia. Sekalipun demikian anak-

anak di negara maju pada umumnya memiliki kesempatan terdiagnosis lebih

awal sehingga memungkinkan tatalaksana yang lebih dini dengan hasil yang

lebih baik.
Jumlah anak yang terkena autis makin bertambah. Di Kanada dan Jepang

pertambahan ini mencapai 40% sejak 1980. Di California sendiri pada tahun

2002 disimpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya. Dengan adanya metode

diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang

ditemukan terkena Autisme akan semakin besar. Jumlah tersebut di atas

sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autisme masih

misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia.

Di Amerika Serikat disebutkan autis terjadi pada 60.000 - 15.000 anak

dibawah 15 tahun. Kepustakaan lain menyebutkan prevalens autisme 10-20

kasus dalam 10.000 orang, bahkan ada yang mengatakan 1 diantara 1000

anak. Di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian

autisma meningkat sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autis.

Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6 - 4 : 1, namun anak

perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Di

Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa

persisnya jumlah penyandang namun diperkirakan jumlah anak austime dapat

mencapai 150 - 200 ribu orang.

Berdasarkan hal diatas, maka kami sebagai penulis tertarik untuk lebih

memahami konsep anak dengan autisme, dimana konsep ini saling terkait satu

sama lain. Semoga Askep ini dapat membantu para orang tua, masyarakat

umum dan khusnya kami (mahasiswa keperawatan) dalam memahami anak

dengan autisme, sehingga kami harapkan kedua anak dengan kondisi ini dapat

diperlakukan dengan baik.


B. Tujuan

1. Tujuan umum

Agar mahasiswa dapat mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak

dengan autism.

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa memahami pengertian Autisme.

b. Mahasiswa memahami etiologi dan manifestasi klinik autisme

c. Mahasiswa memahami cara mengetahui autis pada anak.

d. Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan anak

e. dengan autism.

C. Ruang Lingkup

Batasan masalah yang akan dibahas dalam masalah ini adalah kelainan

perkembangan perpasif pada anak dengan autisme.


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Defenisi

Istilah autis berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme

berarti aliran. Jadi autisme adalah suatu paham yang tertarik hanya pada

dunianya sendiri (Purwati, 2007).

Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada bayi atau anak yang

ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif,

bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan autis adalah salah

satu perkembangan pervasif berawal sebelum usia 2,5 tahun (Devision, 2006).

B. Etiologi

Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah faktor –

faktor yang menyebabkan terjadinya autis menurut Kurniasih (2002)

diantaranya yaitu:

1. Faktor Genetik

Faktor pada anak autis, dimungkinkan penyebabnya adanya kelainan

kromosom yang disebutkan syndrome fragile – x (ditemukan pada 5-20%

penyandang autis).

2. Faktor Cacat (kelainan pada bayi)

Disini penyebab autis dapat dikarenakan adanya kelainan pada otak anak,

yang berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik itu selama kehamilan

ataupun setelah persalinan, kemudian juga disebabkan adanya Kongenital

Rubella, Herpes Simplex Enchepalitis, dan Cytomegalovirus Infection.


3. Faktor Kelahiran dan Persalinan

Proses kehamilan ibu juga salah satu faktor yang cukup berperan dalam

timbulnya gangguan autis, seperti komplikasi saat kehamilan dan

persalinan. Seperti adanya pendarahan yang disertai terhisapnya cairan

ketuban yang bercampur feces, dan obat-obatan ke dalam janin, ditambah

dengan adanya keracunan seperti logam berat timah, arsen, ataupun

merkuri yang bisa saja berasal dari polusi udara, air bahkan maka

Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena

kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-

zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang

mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis.

C. Patofisiologi

Penyebab pasti dari autisme belum diketahui. Yang pasti diketahui

adalah bahwa penyebab dari autisme bukanlah salah asuh dari orang tua,

beberapa penelitian membuktikan bahwa beberapa penyebab autisme adalah

ketidakseimbangan biokimia, faktor genetic dan gangguan imunitas tubuh.

Beberapa kasus yang tidak biasa disebabkan oleh infeksi virus (TORCH),

penyakit- penyakit lainnya seperti fenilketonuria (penyakit kekurangan

enzim), dan sindrom X (kelainan kromosom).

Menurut Lumbantobing (2000), penyebab autisme dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu

1. Faktor keluarga dan psikologi

Respon anak-anak terhadap stressor dari keluarga dan lingkungan.


2. Kelainan organ-organ biologi dan neurologi (saraf)

Berhubungan dengan kerusakan organ dan saraf yang menyebabkan

gangguan fungsi-fungsinya, sehingga menimbulkan keadaan autisme pada

penderita

3. Faktor genetik

Pada hasil penelitian ditemukan bahwa 2 - 4% dari saudara kandung juga

menderita penyakit yang sama.

4. Faktor kekebalan tubuh

D. Manisfestasi Klinik

1. Di bidang komunikasi :

a. Perkembangan bahasa anak autis lambat atau sama sekali tidak ada.

Anak nampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara lalu

kemudian hilang kemampuan bicara.

b. Terkadang kata – kata yang digunakan tidak sesuai artinya.

c. Mengoceh tanpa arti secara berulang – ulang, dengan bahasa yang tidak

dimengerti orang lain.

d. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi. Senang meniru atau

membeo (Echolalia).

e. Bila senang meniru, dapat menghafal kata – kata atau nyanyian yang

didengar tanpa mengerti artinya.

f. Sebagian dari anak autis tidak berbicara (bukan kata – kata) atau sedikit

berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa.


g. Senang menarik – narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang

dia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.

2. Di bidang interaksi sosial :

a. Anak autis lebih suka menyendiri

b. Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau menghindari

tatapan muka atau mata dengan orang lain.

c. Tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya

maupun yang lebih tua dari umurnya.

d. Bila diajak bermain, anak autis itu tidak mau dan menjauh.

3. Di bidang sensoris :

a. Anak autis tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.

b. Anak autis bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.

c. Anak autis senang mencium –cium, menjilat mainan atau benda –

benda yang ada disekitarnya. Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa

takut.

4. Di bidang pola bermain :

a. Anak autis tidak bermain seperti anak – anak pada umumnya.

b. Anak autis tida suka bermain dengan anak atau teman sebayanya.

c. Tidak memiliki kreativitas dan tidak memiliki imajinasi.

d. Tidak bermain sesuai fungsinya, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya

diputar – putar.

e. Senang terhadap benda – benda yang berputar seperti kipas angin, roda

sepeda, dan sejenisnya.


f. Sangat lekat dengan benda – benda tertentu yang dipegang terus dan

dibawa kemana – mana.

5. Di bidang perilaku :

a. Anak autis dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif (hiperaktif)

dan berperilaku berkekurangan (hipoaktif).

b. Memperlihatkan perilaku stimulasi diri atau merangsang diri sendiri

seperti bergoyang –goyang, mengepakkan tangan seperti burung.

c. Berputar –putar mendekatkan mata ke pesawat televisi, lari atau

berjalan dengan bolak – balik, dan melakukan gerakan yang diulang –

ulang.

d. Tidak suka terhadap perubahan.

e. Duduk bengong dengan tatapan kosong.

6. Di bidang emosi :

a. Anak autis sering marah – marah tanpa alasan yang jelas, tertawa –

tawa dan

b. Dapat mengamuk tak terkendali jika dilarang atau tidak diberikan

keinginannya.

c. Kadang agresif dan merusak.

d. Kadang – kadang menyakiti dirinya sendiri.

e. Tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain yang ada

disekitarnya atau didekatnya.


E. Klasifikasi

Berdasarkan waktu munculnya gangguan, Kurniasih (2002) membagi autisme

menjadi dua yaitu:

1. Autisme sejak bayi (Autisme Infantil)

Anak sudah menunjukkan perbedaan-perbedaan dibandingkan dengan

anak non autistik, dan biasanya baru bisa terdeteksi sekitar usia bayi 6

bulan.

2. Autisme Regresif

Ditandai dengan regresif (kemudian kembali) perkembangan kemampuan

yang sebelumnya jadi hilang. Yang awalnya sudah sempat menunjukkan

perkembangan ini berhenti. Kontak mata yang tadinya sudah bagus,

lenyap. Dan jika awalnya sudah bisa mulai mengucapkan beberapa patah

kata, hilang kemampuan bicaranya. (Kurniasih, 2002).

Sedangkan Yatim, Faisal Yatim (dalam buku karangan purwati, 2007)

mengelompokkan autisme menjadi :

a. Autisme Persepsi

Autisme ini dianggap sebagai autisme asli dan disebut autisme

internal karena kelainan sudah timbul sebelum lahir

b. Autisme Reaksi

Autisme ini biasanya mulai terlihat pada anak – anak usia lebih besar

(6 – 7 tahun) sebelum anak memasuki tahap berfikir logis. Tetapi bisa

juga terjadi sejak usia minggu – minggu pertama. Penderita autisme


reaktif ini bisa membuat gerakan – gerakan tertentu berulang – ulang

dan kadang – kadang disertai kejang – kejang.

F. Faktor Resiko

Karena penyebab Autis adalah multifaktorial sehingga banyak faktor

yang mempengaruhi.Sehingga banyak teori penyebab yang telah diajukan oleh

banyak ahli. Hal ini yang menyulitkan untuk memastikan secara tajam faktor

resiko gangguan autis. Faktor resiko disusun oleh para ahli berdasarkan

banyak teori penyebab autris yang telah berkembang. Terdapat beberapa hal

dan keadaan yang membuat resiko anak menjadi autis lebih besar. Dengan

diketahui resiko tersebut tentunya dapat dilakukan tindakan untuk mencegah

dan melakukan intervensi sejak dini pada anak yang beresiko. Adapun

beberapa resiko tersebut dapat diikelompokkan dalam beberapa periode,

seperti periode kehamilan, persalinan dan periode usia bayi

1. Periode Kehamilan

Perkembangan janin dalam kehamilan sangat banyak yang

mempengaruhinya. Pertumbuhan dan perkembangan otak atau sistem

susunan saraf otak sangat pesat terjadi pada periode ini, sehingga segala

sesuatu gangguan atau gangguan pada ibu tentunya sangat berpengaruh.

Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan

dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme

2. Periode Persalinan

Persalinan adalah periode yang paling menentukan dalam kehidupan bayi

selanjutnya. Beberapa komplikasi yang timbul selama periode ini sangat


menentukan kondisi bayi yang akan dilahirkan. Bila terjadi gangguan

dalam persalinan maka yang paling berbahaya adalah hambatan aliran

darah dan oksigen ke seluruh organ tubuh bayi termasuk otak. Organ otak

adalah organ yang paling sensitif dan peka terhadap gangguan ini, kalau

otak terganggu maka sangat mempengaruhi kualitas hidup anak baik

dalam perkembangan dan perilaku anak nantinya. Gangguan persalinan

yang dapat meningkatkan resiko terjadinya autism adalah : pemotongan

tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah <

6 ), komplikasi selama persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi

bayi saat lahir dan erat lahir rendah ( < 2500 gram)

3. Periode Usia Bayi

Dalam kehidupan awal di usia bayi, beberapa kondisi awal atau gangguan

yang terjadi dapat mengakibatkan gangguan pada optak yang akhirnya

dapat beresiko untuk terjadinya gangguan autism. Kondisi atau gangguan

yang beresiko untuk terjadinya autism adalah prematuritas, alergi

makanan, kegagalan kenaikan berat badan, kelainan bawaan : kelainan

jantung bawaan, kelainan genetik, kelainan metabolik, gangguan

pencernaan : sering muntah, kolik, sulit buang air besar, sering buang air

besar dan gangguan neurologI/saraf : trauma kepala, kejang, otot atipikal,

kelemahan otot.
G. Penatalaksanaan

Terapi yang dilakukan untuk anak dengan autisme

1. Applied Behavioral Analysis (ABA)

ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan

penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang

dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan

positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur

kemajuannya . Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di

Indonesia.

2. Terapi Wicara

Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara

dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula

individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat

kurang.

Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang , namun mereka tidak

mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi

dengan orang lain.

Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.

3. Terapi Okupasi

Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam

perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka

kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk

memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain


sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih

mempergunakan otot2 halusnya dengan benar.

4. Terapi Fisik

Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara

individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik

kasarnya.

Kadang2 tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat.

Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi

sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot2nya dan

memperbaiki keseimbangan tubuhnya.

5. Terapi Sosial

Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam

bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan

pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan

main bersama ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu

dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-

teman sebaya dan mengajari cara2nya.

6. Terapi Bermain

Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan

pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya

berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang

terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik

tertentu.
7. Terapi Perilaku.

Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali

tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan

kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya

dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis

perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut

dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan

dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya,

8. Terapi Perkembangan

Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention)

dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya,

kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan

kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan

berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan

ketrampilan yang lebih spesifik.

9. Terapi Visual

Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual

learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk

mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar,

misalnya dengan metode …………. Dan PECS ( Picture Exchange

Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk

mengembangkan ketrampilan komunikasi.


10. Terapi Biomedik

Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung

dalam DAN! (Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya

mempunyai anak autistik. Mereka sangat gigih melakukan riset dan

menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya

gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak.

Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan,

darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan

dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Terrnyata lebih

banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang

komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri

(biomedis).

Tatalaksana autis dibagi menjadi 2 bagian

1. Edukasi kepada keluarga

Keluarga memerankan peran yang penting dalam membantu

perkembangan anak, karena orang tua adalah orang terdekat mereka yang

dapat membantu untuk belajar berkomunikasi, berperilaku terhadap

lingkungan dan orang sekitar, intinya keluarga adalah jendela bagi

penderita untuk masuk ke dunia luar, walaupun diakui hal ini bukanlah hal

yang mudah

2. Penggunaan obat-obatan

Penggunaan obat-obatan pada penderita autisme harus dibawah

pengawasan dokter. Penggunaan obat-obatan ini diberikan jika dicurigai


terdapat kerusakan di otak yang mengganggu pusat emosi dari penderita,

yang seringkali menimbulkan gangguan emosi mendadak, agresifitas,

hiperaktif dan stereotipik. Beberapa obat yang diberikan adalah

Haloperidol (antipsikotik), fenfluramin, naltrexone (antiopiat),

clompramin (mengurangi kejang dan perilaku agresif)


ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, No. MR
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)
Pada kehamilan ibu pertumbuhan dan perkembangan otak janin
terganggu. Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi
perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko
terjadinya autisme Gangguan pada otak inilah nantinya akan
mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya,
termasuk resiko terjadinya autisme. Gangguan persalinan yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya autism adalah : pemotongan tali pusat
terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6 ),
komplikasi selama persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi bayi
saat lahir dan erat lahir rendah ( < 2500 gram)
b. Riwayat Kesehatan Sekarang (RKK)
Anak dengan autis biasanya sulit bergabung dengan anak-anak
yang lain, tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya, menghindari
kontak mata atau hanya sedikit melakukan kontak mata, menunjukkan
ketidakpekaan terhadap nyeri, lebih senang menyendiri, menarik diri
dari pergaulan, tidak membentuk hubungan pribadi yang terbuka,
jarang memainkan permainan khayalan, memutar benda, terpaku pada
benda tertentu, sangat tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya
dengan baik, secara fisik terlalu.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Dilihat dari faktor keluarga apakah keluarga ada yang menderita
autisme.
d. Psikososial
1) Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
2) Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
3) Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
4) Perilaku menstimulasi diri
5) Pola tidur tidak teratur
6) Permainan stereotip
7) Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
8) Tantrum yang sering
9) Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu
pembicaraan
10) Kemampuan bertutur kata menurun
11) Menolak mengonsumsi makanan yang tidak halus
e. Neurologis
1) Respons yang tidak sesuai dengan stimulus
2) Refleks mengisap buruk
3) Tidak mampu menangis ketika lapar
f. Gastrointestinal
1) Penurunan nafsu makan
2) Penurunan berat badan

B. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan ransangan sensori
tidak adekuat, ( Domain 5 : Persepsi/Kognisi, Class 5 : Komunikasi ).
2. Ansietas pada orang tua behubungan dengan perkembang anak. ( Domain
9 : Koping/Toleransi Stress, Class 2 : Respon Koping).
3. Harga Diri Rendah berhubungan dengan kesulitan dalam berkomunikasi.
(Domain 6 : Persepsi Diri, Class 2 : Harga Diri ).
C. Intervensi Keperawatan :

No Diagnosa NOC NIC


Domain 5 : NOC : Mendengar Aktif
1 Persepsi/Kognisi, Class 5 : a. Communication a. Buat tujuan interaksi
Komunikasi Ability yang jelas
Dx : Hambatan komunikasi b. Communication : b. Buat suasana tenang
verbal dan non verbal Expressive Ability c. Anjurkan untuk
berhubungan dengan- berbicara pelan-pelan,
ransangan sensori tidak Indicator : tenang dan jelas
adekuat
a. Mampu menerima dan d. Gunakan bahasa yang
menyampaikan pesan konsisten pada saat
dengan metode berinteraksi
alternatif tulisan, Stimulasi Kognisi dan
isyarat Restrukturisasi Kognisi
b. Mendemonstrasikan a. Kaji kemampuan
peningkatan klien menangkap dan
kemampuan untuk menerima isyarat non
berkomunikasi secara verbal dari orang atau
bertahap lawan bicara.
c. Mendemonstrasikan b. Bantu klien
peningkatan mengidentifikasi
kemampuan untuk informasi yang
memahami isi diterima
komunikasi verbal dan c. Minta klien untuk
non verbal mengulang
d. Tidak terjadi frustasi pesan/informasi yang
yang berhubungan diterimanya terebut.
dengan kerusakan d. Libatkan klien dalam
komunikasi TAK
2 Domain 9 : NOC : Kontrol Ansietas Pengurangan Ansietas
Koping/Toleransi Stress, Indicator : a. Anjurkan orang tua
Class 2 : Respon Koping a. Merencanakan strategi untuk selalu
Dx : Ansietas pada orang koping untuk situasi- memotivasi anaknya.
tua behubungan dengan situasi yang membuat b. Anjurkan orang tua
perkembang anak stress untuk memberikan
b. Mempertahankan anaknya bimbingan
penampilan peran belajar intensif.
c. Melaporkan tidak ada c. Anjurkan orang tua
gangguan persepsi agar selalu memantau
sensori prilaku anak.
d. Manifestasi prilaku d. Kolaborasi dengan
akibat kecemasan tidak ahli gizi untuk
ada keseimbanga gizi
e. Melaporkan tidak ada anak.
manifestasi kecemasan e. Anjurkan orang tua
secara fisik untuk membawa
anaknya ke dokter bila
perlu.
f. Beri penjelasan
tentang kondisi anak
kepada orang tua.

3 Domain 6 : Persepsi Diri, NOC : Harga Diri Peningkatan Harga Diri


Class 2 : Harga Diri meningkat a. Beri motivasi pada
Dx : Harga Diri Rendah Indicator : anak.
berhubungan dengan a. Mengungkapkan b. Beri kesempatan anak
kesulitan dalam penerimaan diri secara mengungkapkan
berkomunikasi verbal perasaannya.
b. Mempertahankan c. Beri latihan intensif
postur tubuh tegak pada anak untuk
c. Mempertahankan pemahaman belajar
kontak mata berkomunikasi.
d. Mempertahankan d. Modifikasi cara
kerapihan/hygiene belajar sehingga anak
e. Menerima kritikan dari lebih tertarik.
orang lain e. Beri reward pada
keberhasilan anak.
f. Gunakan alat
bantu/peraga dalam
belajar
berkomunikasi.
g. Berikan suasana yang
nyaman dan tidak
menegangkan.

D. Implementasi

Setelah rencana disusun , selanjutnya diterapkan dalam tindakan yang

nyata untuk mencapai hasil yang diharapkan. Tindakan harus bersifat khusus

agar semua perawat dapat menjalankan dengan baik, dalam waktu yang telah

ditentukan. Dalam implementasi keperawatan perawat langsung melaksanakan

atau dapat mendelegasikan kepada perawat lain yang dipercaya

E. Evaluasi

Merupakan tahap akhir dimana perawat mencari kepastian keberhasilan

yang dibuat dan menilai perencanaan yang telah dilakukan dan untuk

mengetahui sejauh mana masalah klien teratasi. Disamping itu perawat juga

melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika yang ditetapkan belum

tercapai dalam proses keperawatan


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada bayi atau anak yang
ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif,
bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan autis adalah salah
satu perkembangan pervasif berawal sebelum usia 2,5 tahun (Devision, 2006).
Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah
faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya autis menurut Kurniasih (2002)
diantaranya yaitu : Faktor Genetik, Faktor Cacat (kelainan pada bayi), Faktor
Kelahiran dan Persalinan
B. Saran
Besar harapan kelompok agar makalah ini dapat dijadikan salah satu
panduan memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan autisme
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Aris, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta

Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Você também pode gostar