Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
X MIPA 1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya
untuk masyarakat.
proposal bertema ijtihad ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan proposal ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki proposal bertema ijtihad ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.
1
IJTIHAD
PENGERTIAN IJTIHAD
Ijtihad memiliki arti kesungguhan yaitu mengerjakan sesuatu dengan
kesungguhan. Ijtihad dari sudut istilah berarti menggunakan seluruh potensi Nalar
secara maksimal dan optimal untuk meng-istibathi suatu hukum agama yang
dilakukan oleh seorang atau sekelompok ulama yang memenuhi persyaratan
tertentu, pada waktu tertentu untuk merumuskan kepastian hukum mengenai suatu
perkara yang tidak ada status hukumnya dalam Alquran dan Sunnah dengan tetap
berpedoman pada dua sumber utama. Dengan demikian, ijtihad bukan berarti
penalaran bebas dalam menggali hukum satu peristiwa yang dilakukan oleh
mujtahid melainkan tetap bersandar pada al-qur'an dan Sunnah.
Ijtihad tidak dapat dilakukan di semua bidang, ijtihad memiliki ruang lingkup
tertentu. Syekh Muhammad salut, misalnya membagi lingkup ijtihad ke dalam dua
bagian. Pertama, permasalahan yang tidak ada atau tidak jelas ketentuan
hukumnya dalam alquran atau hadis nabi. Kedua, ayat-ayatquran tertentu dan
hadis tertentu yang tidak begitu jelas Maksudnya yang mungkin disebabkan oleh
makna yang dikandung lebih dari sqtu sehingga perlu ditentukan dengan jalan
ijtihad untuk mengetahui mana makna yang sesungguhnya yang dimaksud.
MACAM-MACAM IJTIHAD
1. Ijmak
Ijmak berarti menghimpun, mengumpulkan, atau bersatu dalam pendapat,
dengan kata lain ijmak merupakan konsensus yang terjadi di kalangan para
mujtahid terhadap suatu masalah sepeninggal Rasullullah SAW. Ahli
Ushul fiqih mengemukakan bahwa ijmak adalah kesepakatan para
mujtahid kaum muslimin dalam suatu masa sepeninggal Rasulullah SAW
terhadap suatu hukum syariat mengenai suatu peristiwa.
Ijmak merupakan salah satu sumber hukum Islam yang memiliki posisi
kuat dalam menetapkan hukum dari suatu peristiwa. Bahkan telah diakui
luas sebagai sumber hukum yang menempati posisi ketiga dalam hukum
Islam. Sejumlah ayat dan hadis nabi menjadi pembenaran teologis
kekuatan ijma' sebagai sumber hukum dalam Islam.
Dalam transaksi jual beli misalnya, istishna atau pemesanan barang yang
baru akan dibuat yang seharusnya tidak boleh, karena dinilai sama seperti
halnya membeli barang yang tidak ada, merupakan contoh hukum yang
bersumber dari hasil ijma' sahabat (Hanafi, 1995: 61)
2
Penggunaan ijma’ sebagai sumber hukum dalam menetapkan hukum suatu
peristiwa secara historis terjadi pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW.
2. Qiyas
Qiyas berarti mengukur sesuatu menurut contoh yang lain kemudian
menyamakannya. Qiyas berarti menetapkan hukum suatu peristiwa yang
belum memiliki status hukum dalam Al Quran dan Sunnah dengan jalan
mempersamakan hukum suatu peristiwa yang tidak dalam nash Alquran
dengan hukum suatu peristiwa yang sudah ada Nash lantaran ada
persamaan illat hukumnya dari kedua peristiwa.
3
Ijtihad tidak dapat dilakukan oleh semua orang. Hal ini dimaksudkan
untuk menjaga terjadinya kekacauan atas nama agama. Karena itu, untuk
bisa melaksanakan ijtihad seorang mujtahid harus mempunyai sejumlah
persyaratan tertentu meliputi :
1. Syarat umum
a. Islam
b. Dewasa
c. Berakal sehat
d. Buat daya tangkap dan ingatannya
2. Syarat khusus. Syarat khusus yang harus dipenuhi oleh seorang
mujtahid agar ia dapat mengistinbhat suatu hukum dari suatu peristiwa
meliputi :
a. Menguasai al-qur'an dan ilmu ilmu Alquran terutama ayat-ayat
hukumnya dan latar belakang sejarah turunnya
b. Menguasai Hadits dan ilmu hadits
c. Menguasai bahasa Arab dan seluruh cabang ilmunya
d. Menguasai ilmu ushul fiqh.
e. Memahami tujuan tujuan pokok syariat Islam
3. Syarat pelengkap. Adapun syarat pelengkap yang harus dipenuhi oleh
seorang mujtahid ialah :
a. Mengetahui tidak adanya dalil yang qatli tentang kasus yang
dihadapi
b. Mengetahui masalah-masalah yang masih menjadi khilafiyah
(Perbedaan pendapat, ed) dan masalah-masalah yang belum ada
kepastian hukum nya
c. Saleh dan taqwa
Kaidahnya :
المس غ لالختحادفىيمافيه نص صريح قطءى
Artinya : “Tidak ada kebolehan untuk berijtihad mengenai sesuatu yang padanya
Ada nash yang jelas dan qath'i(pasti)”
Apabila kasus yang tidak diketahui hukumnya telah ada dalil yang sharij
(jelas), dan qhat'i dari segi sumbernya dan pengertiannya yang menunjukkan atas
hukum syar'i nya, maka tidak ada peluang untuk berijtihad di dalamnya. Yang
wajib adalah melaksanakan pengertian yang ditunjuki nash tersebut. Sebab
sepanjang dalil itu qhat'i kedatangannya dan keluarnya dari Allah dan rasul-nya
bukanlah tempat suatu pembahasan dan pencurahan jerih payah. Dance panjang
4
dari itu dalalahnya qhat’i , maka dalalahnya terhadap maknanya dan pengambilan
hukum dari nash itu, Bukankah tempat suatu pembahasan dan ijtihad. Berdasarkan
hal ini, maka ayat-ayat hukum yang interpretatif yang menunjukkan terhadap
maksudnya dengan pengertian yang jelas dan tidak mengandung kemungkinan
pentakwilan, maka ia harus diterapkan. Dan tidak ada peluang untuk berijtihad
dalam kasus-kasus yang menerapkannya.
Dalam firman Allah SWT :
5
Setelah menjelaskan sesuatu yang menjadi lapangan bagi ijtihad, dan sesuatu yang
bukan lapangan ijtihad, maka kami akan menjelaskan Siapakah orang yang ahli
atau layak berijtihad.
Untuk menafsirkan kelayakan berijtihad disyaratkan empat syarat, yaitu:
Pertama:
bahwa seseorang haruslah mengetahui bahasa Arab, cara-cara Ke,
susunan kalimatnya dan satuan Satuan katanya, Iya haruslah mempunyai
rasa dalam memahami unslub-unslubnya yang diperoleh dari
kepintarannya. Iya juga harus mempunyai pandangan yang luas tentang
adabul lughah dan Atsar kefasihannya, baik berupa syair, prosa maupun
lainnya.
Kedua:
iya harus mempunyai pengetahuan mengenai Alquran. Maksudnya
haruslah mengetahui hukum-hukum Syar’iyyah yang terdapat di dalam al-
quran dan ayat ayat yang menyebutkan hukum-hukum tersebut, serta cara-
cara mengambil memetik hukum itu dari ayat-ayatnya. Sekiranya suatu
kasus disodorkan kepadanya, maka ia dengan mudah menghadirkan segala
sesuatu yang berkenaan dengan topik kasus itu dari ayat-ayat Ahkam
dalam al-quran, sebab-sebab turunnya masing-masing ayat itu yang
shahih, dan Sunnah yang datang menafsirkan dan mentakwilkan nya.
Berdasarkan Inilah dia mengistimbatkan Hukum kasus itu.
Ketiga:
Iya juga harus mengetahui tentang sunnah. Yaitu ia harus mengetahui
hukum-hukum syara’yang disebut oleh sunnah nabi, sekiranya ia mampu
menghadirkan sunnah yang menyebutkan hukum pada tiap-tiap bab dari
perbuatan mukallaf, mengetahui peringkat sanad sunnah tersebut, dari segi
kesahihannya, atau kedhaifannya dalam periwayatan. Ulama sunnah nabi
telah memberikan karya yang agung. Mereka telah mengadakan penelitian
terhadap sanad sanadnya dan para perawi tiap-tiap hadisnya, sehingga
mereka mencukupi bekal pembahasan mengenai sanad kepada generasi
sesudah mereka. Sehingga pada tiap-tiap hadits dapat diketahui bahwa ia
Hadits mutawatir, hadits Mansyur, Hadits Shahih, hadits Hasan, atau hadis
daif.
Keempat:
iya harus pula mengetahui segi-segi qiyas. Misalnya ia mengetahui tentang
illat, dan hikmah pembentukan hukum yang karenanya hukum
disyariatkan, mengenai jalur-jalur yang dipersiapkan oleh syar’i untuk
mengetahui illat hukumnya. Iya juga harus mengetahui Terhadap berbagai
6
hal ihwal manusia dan muamalah mereka, sehingga ia dapat mengetahui
sesuatu kasus yang tidak ada nashnya yang terbukti illat hukumnya. Iya
juga harus mengetahui tentang kemaslahatan manusia dan adat istiadat
mereka, serta sesuatu yang menjadi perantara kepada kebaikan dan
keburukan mereka, sehingga apabila ia tidak menemukan jalan dalam kias
untuk mengetahui hukum kasus itu, maka ia dapat menempuh jalan lain
dari berbagai jalan yang telah dipersiapkan oleh syariat Islam untuk
sampai kepada istimbat hukum mengenai suatu yang tidak ada nashnya.