Você está na página 1de 8

Analisa

Artikel

Peningkatan Ekonomi Masyarakat Pesisir Melalui


Pemanfaatan Pengelolaan Ikan di Laut Indonesia

7 November 2017 02:44 Diperbarui: 7 November 2017 08:57 1955 0 0

perikanan-id-5a0112d38325cc7769453cb2.jpg

sumber gambar : https://bintangplus.com

Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.504

pulau dengan panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km. Di sepanjang garis

pantai ini terdapat berbagai potensi sumber daya alam seperti perikanan,

perkebunan, pertambangan dsb. Potensi-potensi tersebut perlu dikelola secara

terpadu agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Wilayah pesisir secara

ekologis merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat dan laut. Ke arah

darat meliputi bagian tanah, baik yang kering maupun yang terendam air laut, dan
masih dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik laut seperti pasang surut, ombak dan

gelombang serta perembesan air laut.

Pesatnya perkembangan wilayah pesisir dan sumberdaya laut di Indonesia pada

posisi strategis akan menghasilkan keuntungan ekonomi berupa devisa hasil

ekspor. Kontribusi yang demikian akan terus berlangsung, apalagi terdapat

berbagai aktivitas masyarakat yang tidak sesuai dengan kemampuan dan daya

dukung lingkungan, seperti kegiatan perikanan tangkap, budidaya perikanan, dan

industri pariwisata yang berbagai aktivitasnya hanya mengejar keuntungan

ekonomi semata. Berbagai upaya pemanfaatan harus dilakukan secara terencana

dan tepat, agar dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan terutama

terakomodasinya kesejahteraan masyarakat pesisir.

Total potensi lestari dari sumber daya perikanan laut Indonesia diperkirakan

mencapai 6,7 juta ton per tahun, masing-masing 4,4 juta ton di perairan teritorial

dan perairan nusantara serta 2,3 ton di perairan ZEE (sumber: Departemen

Kelautan dan Perikanan). Sedangkan di kawasan pesisir, selain kaya akan bahan-

bahan tambang dan mineral juga berpotensi bagi pengembangan aktivitas industri,

pariwisata, pertanian, permukiman, dan lain sebagainya. Seluruh nilai ekonomi

potensi sumberdaya pesisir dan laut mencapai 82 milyar dollar AS per tahun.

Namun pada kenyataannya, kinerja pembangunan bidang kelautan dan perikanan

belumlah optimal, baik ditinjau dari perspektif pendayagunaan potensi yang ada

maupun perpektif pembangunan yang berkelanjutan. Ekosistem pesisir dan lautan


yang meliputi sekitar 2/3 dari total wilayah teritorial Indonesia dengan kandungan

kekayaan alam yang sangat besar, kegiatan ekonominya baru mampu

menyumbangkan + 20,06% dari total Produk Domestik Bruto ( Rohmin 2001

dalam darajati, 2004). Padahal negara-negara lain yang memiliki wilayah dan

potensi kelautan yang jauh lebih kecil dari Indonesia (seperti Norwegia, Thailand,

Philipina, dan Jepang), kegiatan ekonomi kelautannya (perikanan, pertambangan

dan energi, pariwisata, perhubungan dan komunikasi, serta industri) telah

memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap PDB mereka, yaitu berkisar 25-

60% per tahun ( Dahuri et al, 2008). Ini menunjukan bahwa kontribusi kegiatan

ekonomi berbasis kelautan masih kecil dibanding dengan potensi dan peranan

sumberdaya pesisir dan lautan yang sedemikian besarnya, pencapaian hasil

pembangunan berbasis kelautan masih jauh dari optimal.

Eksploitasi ikan secara masif terjadi di seluruh perairan Indonesia. Pemetaan

tingkat penangkapan ikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)

menunjukkan kebanyakan status eksploitasi ikan demersal, pelagis besar, dan

udang telah mencapai titik maksimum. Penangkapan ikan di beberapa wilayah

bahkan masuk zona merah karena melebihi ambang batas yang ditetapkan.

Greenpeace menyebutkan sejak 2011 Menteri Kelautan dan Perikanan telah

mengeluarkan keputusan pemanfaatan ikan yang diperbolehkan (maximum

sustainable yield/MSY) sebesar 80% dari potensi lestari. Potensi lestari sendiri

merupakan besaran penangkapan ikan yang masih memberi kesempatan bagi ikan

untuk melakukan regenerasi sehingga tidak mengurangi populasinya.


Pada 2011 tercatat penangkapan ikan telah melebihi batas, yakni 82%. Angka

tersebut belum termasuk tangkapan ilegal yang ditaksir mencapai 25% dari total

potensi sehingga akumulasi pemanfaatan ikan mencapai 107%. Kondisi itu

menunjukkan penangkapan ikan telah melampaui MSY sehingga berujung pada

terancamnya keberlanjutan stok ikan.

Padahal Indonesia memiliki potensi lestari sumber daya ikan laut Indonesia

sebesar 6,7 juta ton per tahun tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan

Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) yang terbagi dalam sembilan wilayah

perairan utama Indonesia. Dari seluruh potensi sumber daya tersebut, guna

menjaga keberlanjutan stok ikan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB)

sebesar 5,12 juta ton per tahun (Sekretariat Kabinet, 2016).

Volume dan nilai produksi untuk setiap komoditas unggulan perikanan budidaya

dari tahun 2010-2014 mengalami kenaikan, terdiri dari: (1) Udang mengalami

kenaikan rata-rata per tahun sebesar 14,03%; (2) Kerapu mengalami kenaikan

rata-rata per tahun sebesar 9,61%; (3) Bandeng mengalami kenaikan rata-rata per

tahun sebesar 10,45%; (4) Patin mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar

30,73%; (5) Nila mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 19,03%; (6)

Ikan Mas mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 14,44%; (7) Lele

mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 26,43%; (8) Gurame mengalami

kenaikan rata-rata per tahun sebesar 17,70%; dan (9) Rumput Laut mengalami

kenaikan rata-rata per tahun sebesar 27,72%.


Untuk mengatasi berbagai permasalahan dan pemanfaatan potensi yang mucul

dalam pengelolaan sumberdaya laut ini, maka dibutuhkan suatu model

pengelolaan yang memadukan unsur masyarakat pengguna (kelompok nelayan,

pengusaha perikanan, dll) dan pemerintah yang dikenal

dengan Comanagement yang menghindari peran dominan yang berlebihan dari

satu pihak dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut sehingga pembiasaan

aspirasi pada satu pihak dapat dieliminasi. Melalui model ini, pengelolaan

sumberdaya pesisir dan laut dapat dilaksanakan dengan menyatukan lembaga-

lembaga terkait terutama masyarakat dan pemerintah dalam setiap proses

pengelolaan sumberdaya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan

pengawasan.

Dalam jangka panjang, pelaksanaan Co-management ini diyakini akan

memberikan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik yaitu:

 Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sumberdaya pesisir dan laut

dalam menunjang kehidupan. Sehingga masyarakat dapat melaksanakan

pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan.

 Meningkatkan pendapatan masyarakat dengan bentuk-bentuk pemanfaatan yang

lestari dan berkelanjutan serta berwawasan lingkungan. Sehingga selain

lingkungan pesisir menjadi terawat, perekonomian masyarakat juga dapat

meningkat.
Keberhasilan pengelolaan dengan model Comanagement ini sangat dipengaruhi

oleh kemauan pemerintah untuk mendesentralisasikan tanggung jawab dan

wewenang dalam pengelolaan kepada nelayan dan stakeholder lainnya. Oleh

karena itu Comanagementmembutuhkan dukungan secara legal maupun finansial

seperti formulasi kebijakan yang mendukung ke arah Comanagement,

mengijinkan dan mendukung nelayan dan masyarakat pesisir untuk mengelola dan

melakukan restrukturisasi peran para pelaku pengelolaan perikanan.

Pengelolaan Comanagement menggabungkan antara pengelolaan sumberdaya

yang sentralistis yang selama ini banyak dilakukan oleh pemerintah dengan

pengelolaan sumberdaya yang berbasis masyarakat. Hirarki tertinggi berada pada

tataran hubungan saling kerjasama (cooperation), baru kemudian pada

hubungan consultative dan advisory. Hubungan kerjasama yang dilakukan seperti

kerjasama antar sektor (pemerintah-masyarakat), antar wilayah, serta antar aktor

yang terlibat (stakeholder).

https://www.kompasiana.com/abimnyp/5a00bba1ade2e169c46714b2/peningkatan

-ekonomi-masyarakat-pesisir-melalui-pemanfaatan-pengelolaan-ikan-di-laut-

indonesia

Você também pode gostar