Você está na página 1de 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terutama di industri pertambangan
merupakan salah satu factor yang sangat penting demi kelancaran kegiatan operasional
sehingga timbulnya rasa aman dan nyaman bagi pekerja untuk dapat beker ja secara
optimal dan produktif. Pada prinsipnya kecelakaan kerja dapat terjadi dikarenakan oleh
kondisi yang tidak aman serta kegiatan/aktifitas yang tidak aman. oleh karena itu
penting sekali untuk menanamkan budaya dan disiplin K3 bagi pekerja karena
rendahnya budaya dan disiplin K3 menyebabkan rendahnya kendali manajemen,
contohnya : mengambil jalan pintas pada prosedur kerja, khususnya terjadi pada tingkat
operasi. Oleh karena itu untuk dapat hal itu terlaksana dengan baik dan benar maka
diperlukan Sumber Daya Manusia yang dapat mengelola manajemen K3 tersebut.

1.2. Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
“Bagaimanakah untuk mengelola manajemen K3 dan Elemen-elemen kesehatan di
Pertambangan?”

1.3. Tujuan
1. Mencegah terjadinya penyakit akibat kerja
2. Meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan melakukan promosi kesehatan
3. Menjaga status kesehatan dan kebugaran pekerja pada kondisi ya ng optimal
4. Mencipta kan system kerja yang aman mulai dari input, proses sampai output
5. Mencegah terjadinya kerugian (loss) baik moril maupun materil akibat
terjadinya accident/incident
6. Melakukan pengendalian terhadap risiko yang ada di tempat kerja
7. Mencipta kan lingkungan kerja yang aman dan sehat dari bahaya health hazard
8. Mencipta kan interaksi semua sub di perusahaan dalam interaksi yang sehat dan
tidak berdampak terhadap penurunan derajat kesehatan atau adanya
ketidaknyamanan.

1
1.4.Dasar Hukum K3 Pertambangan
1. UU Nomor 11 TH 1967 (Pasal 29)
Tata Usaha, Pengawasan pekerjaan usaha pertambangan dan penga wasan hasil
perta mbangan dipusatkan kepada Menteri dan diatur lebih lanjut dala m
Peraturan Pemerintah. Pengawasan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
terutama meliputi keselamatan kerja, pengawasan produksi dan kegiatan lainnya
dalam pertambangan yang menyangkut kepentingan umum.
2. UU Nomor 1 TH 1970 (Menimbang, Ps.3 ayat 1a-z)
bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas kesela matannya
dalam melakukan pekerjaan untuk keseja hteraan hidup dan meningkatkan
produksi serta produktivitas Nasional; Bahwa setiap orang lainnya yang berada
di tempat kerja perlu terjamin pula kesela matannya; Bahwa setiap sumber
produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan effisien; Bahwa
pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dala m Unda ng-undang yang
memuat ketentuan - ketentuan umum tentang keselamata n kerja yang sesuai
dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi.
3. UU Nomor 13 TH 2003 (Pasal 86 & 87)
4. PP Nomor 32 TH 1969 (Pasal 64 & 65)
5. ePP Nomor 19 TH 1973 (Pasal 1, 2, & 3)
6. MPR Nomor 341 LN 1930
7. KEPMEN Nomor 2555.K/201/M.PE/1993
8. KEPMEN Nomor 555.K/26/M.PE/1995

1.5. Tugas Dan Tanggung Jawab Pengelolaan K3


Dalam melakukan pengelolaan K-3 seperti yang termaktub dalam Kepmen Nomor
555.K/26/M.PE/1995, seorang Kepala Teknik Tambang (KTT) yang ditunjuk
sebagai penanggung jawab penuh terhadap K 3 , dimana dalam melaksanakan
tugasnya dibantu oleh Pengawas Operasional dan Pengawas Teknis dengan
memperhatikan beberapa hal sebagai pedomannya, yaitu :
1. Perkembangan keselamatan sebagai faktor utama
2. K3 merupakan sistem yang terpadu
3. Sistem K3 mampu mengantisipasi peraturan perudangan dan kesadaran
masyarakat di bidang K3
4. Sistem K3 terintegrasi dalam pengendalian manajemen
5. Sistem K3 terintegrasi dalam sistem proses desain dan modifikasi peralatan
6. Sistem K3 mampu mengantisipasi teknologi keselamatan bagi SDM operasi

2
1.6. Kendala Penghambat Pelaksanaan K3
Dalam pelaksanaan K3 pada industri pertambangan seringkali dihadapkan dengan
segala macam kendala yang menghambat kelancaran dalam pelaksanaan program
pela ksanaan K3, kenda la ini antara lain:
1. Untuk menerapkan kebijakan dan strategi K3 diperlukan dana yang tidak sedikit.
Fakta yang sering terjadi adalah keterbatasan terhadap dana.
2. Rendahnya budaya dan disiplin K3 menyebabkan rendahnya kendali manajemen
3. Pengetahuan K3 rendah :
a. Menyebabkan timbulnya kesulitan-kesulitan dala m mengintegrasikan aspek-
aspek K3.
b. Disebabkan program pelatihan yang tidak sesuai atau kurang memadai.
c. Pelatihan yang telah diberikan tidak memasukkan aspek-aspek K3.
4. Aspek K3 tidak dipandang sebagai salah satu faktor utama, akibatnya keputusan
yang dibuat masih berisiko tinggi.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Pengertian SMK3
George Terry dalam Budiono (2003) menyebutkan bahwa manajemen merupakan
sebuah proses yang khas, terdiri dari tindakan-tinda kan: perencanaan,
pengorganisasian, pergerakan, dan pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan
serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan, melalui pemanfaatan sumber
da ya lainnya (Budiono, dkk 2003). John D Millet dalam Ramlan (2006)
mengatakan bahwa manajemen adalah suatu proses pengarahan, penjurusan dan
pemberian fasilitas kerja kepada orang-orang yang diorganisasikan dalam
kelompok-kelompok formal untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut
Santosa (2004) Manajemen adalah upaya mencapai hasil atau tujuan yang telah
ditetapkan dengan memanfaatkan orang lain melalui kegiatan peencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian, selain itu juga kemampuan
untuk mengelola semua hal secara professional. Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang
meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur,
proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan,
pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan, kebija kan kesela matan dan kesehatan
kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna
terciptanya tenaga kerja yang sehat, aman, efisien, da n produktif. Manajemen K3
merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk meminimalkan dan mencegah
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan penyakit akibat hubungan kerja.

2.2.Tujuan SMK3
Penerapa n SMK3 menurut Suardi (2007) mempunyai tujuan yaitu:
1. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-
tingginya, baik buruh, petani, nelayan, pegawai negeri, atau pekerja-pekerja
bebas.
2. Sebagai upaya untuk mencegah dan memberantas penyakit dan kecelakaan-
kecelakaan akibat kerja, memelihara dan meningkatkan kesehatan dan gizi
para tenaga kerja, merawat dan meningkatkan efisiensi dan daya
produktivitas tenaga manusia.

4
Tujuan dan sasaran SMK3 yang tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.5
tahun 1996 adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat
kerja yang terintregasi dalam rangka mencegah da n mengurangi kecelakaan dan
penyakit akibat kerja serta menc iptakan tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
Dengan peraturan perundangan ditetapkannya syarat-syarat keselamatan kerja adalah
untuk:
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan;
2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
5. Memberi pertolongan pada kecelakaan;
6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
7. Mencegah dan mengendalikan timbul a tau menyebar luasnya suhu;
8. Kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
radiasi, suara dan getaran;
9. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physic
maupum non psychis, keracunan, infeksi dan penularan.
10. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
11. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik; Menyelenggarakan
penyegaran udara yang cukup;
12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
13. Memperoleh keserasian a ntara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya ;
14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman a
tau barang;
15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang;
17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

5
2.3. Prinsip Dasar SMK3
Menurut Direktorat Pengawasan Norma K3 Dirjen Pembinaan Pengawasan
Ketenaga kerjaan, Depnakertrans RI (2006). Prinsip dasar SMK3 terdiri dari 5 poin
yang dilaksanakan secara berkesinambungan, kelima prinsip tersebut adalah:
1. Komitmen
Komitmen dibagi menjadi 3 hal penting yaitu: Kepemimpinan dan
komitmen, tinjauan a wal K3 dan Kebijakan K3. Pentingnya komitmen
untuk menerapkan SMK3 ditempat kerja dari seluruh pihak yang ada
ditempat kerja, terutama dari pihak pengurus dan tenaga kerja. Dan pihak-
pihak lain juga diwajibkan untuk berperan serta dalam penerapan ini.
2. Perencanaan
Perencanaan yang dibuat oleh perusahaan harus efektif dengan memuat
sasaran yang jelas sebagai pengejawantahan dari kebijakan K3 tempat kerja
dan indicator kinerja serta harus dapat menjawab kebijakan K3. Ha \l yang
perlu diperhatikan dalam perencanaan adalah identifikasi sumber bahaya,
penilaian dan pengendalian risiko serta hasil tinjauan awal terhada p K3.
3. Implementasi
Setelah membuat komitmen dan perencanaan maka kini telah tiba pada
tahap penting yaitu penerapan SMK3. Pada tahap ini perusahaan perlu
memperhatikan antara lain: adanya jaminan kema mpuan, kegiatan
pendukung, identifikasi sumber bahaya penilaian dan pengendalian risiko.
4. Pengukuran/evaluasi
Pengukuran dan evaluasi ini merupakan alat yang berguna untuk:
mengetahui keberhasilan penerapan SMK3, melakukan identifikasi tindakan
perbaikan, mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja SMK3. Guna
menjaga tingkat kepercayaan terhadap data yang akan diperoleh maka
beberapa proses harus dilakukan seperti kalibrasi alat, pengujian peralatan
dan contoh piranti lunak dan perangkat keras. Ada tiga kegiatan dalam
melakukan pengukuran dan evaluasi yang diperkenalkan oleh peraturan ini:
inspeksi dan pengujian, audit SMK3, tindakan perbaikan dan pencegahan.
5. Peninjauan ulang dan perbaikan
Tinjauan ulang harus meliputi: Evaluasi terhadap penerapan kebijakan K3,
tujuan sasaran dan kinerja K3, hasil temuan audit SMK3, Evaluasi
efektifitas penerapan SMK3, dan Kebutuhan untuk mengubah SMK3.

6
2.4 Elemen-Elemen SMK3
Pencapaian penerapan SMK3 dalam Permenaker 05/Men/1996 terbagi dalam
beberapa elemen yaitu:
1. Pembangunan dan pemeliharaan komitmen
2. Kebijakan K3
3. Tanggung jawab dan wewenang untuk bertindak
4. Tinjauan ulang dan evaluasi
5. Keterlibatan dan konsultasi dengan tenaga kerja
6. Strategi pendokumentasian
7. Perencanaan strategi K3
8. Manual SMK3
9. Penyebarluasan informa si K3
10. Peninjauan ulang desain dan kontrak
11. Pengendalian perancangan
12. Peninjauan ulang kontrak
13. Pengendalian dokumen
14. Persetujuan dan pengeluaran dokumen
15. Perubahan dan modifikasi dokumen
16. Pembelian
17. Spesifikasi dari pembelian barang dan jasa
18. Sistem verifikasi untuk barang dan jasa yang dibeli
19. Kontrol barang dan jasa dipasok pelanggan
20. Keamanan bekerja berdasarkan SMK3
21. Sistem kerja
22. Pengawasan
23. Seleksi dan penempatan personil
24. Lingkungan kerja
25. Pemeliharaan, perbaikan dan perubahan sarana produksi
26. Pelayanan

7
27. Kesiapan untuk menangani kea daan darurat
28. Pertolongan pertama pada kecela kaan
29. Standar pemantauan
30. Pemeriksaan bahaya
31. Pemantauan lingkunga n kerja
32. Peralatan, inspeksi, pengukuran, dan pengujian
33. Pemantauan Kesehatan
34. Pelaporan dan perbaikan kekurangan
35. Pelaporan keadaan darurat
36. Pelaporan insiden
37. Penyelidikan kecelakaan kerja
38. Penanganan masalah
39. Pengelolaan material dan perpindahannya
40. Penanganan secara manual dan mekanis
41. Sistem pengangkutan, penyimpanan, dan pembuangan
42. Bahan-bahan berbaha ya
43. Pengumpulan dan penggunaan data
44. Catatan K3
45. Data dan laporan K3
46. Audit SMK3
47. Audit internal SMK3
48. Pengembangan ketrampilan dan kemampuan
49. Strategi pelatihan
50. Pelatihan bagi manajemen dan supervisor
51. Pelatihan bagi tenaga kerja
52. Pelatihan dan pengenalan bagi pengunjung dan kontraktor
53. Pelatihan keadaan khusus

8
2.5 Pelaksanaan SMK3
Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang a man, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan telah menga manatkan antara lain : setiap tempat kerja harus melaksanakan
upaya kesehatan kerja agar tida k terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga,
masyarakat, dan lingkungan di sekitarnya,(www.depkes. go.id, 2009). Penerapan SMK3
dilaksanakan oleh setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak
seratus orang atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik
proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja wajib
menerapkan SMK3. Pelaksanaan SMK3 dilakukan oleh Pengurus, Pengusaha dan
seluruh tenaga kerja sebagai satu kesatuan. Ketentuan-ketentuan yang wajib
dilaksanakan dalam penerapan SMK3 yang tercantum dala m Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Nomor 5 Tahun 1996 adalah:
1. Menetapkan Kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan
Sistem Manajemen K3.
2. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan, dan sasaran penerapan K3.
3. Menerapkan kebijakan K3 secara efektif dengan mengembangkan
kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai
kebijakan, tujuan, dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja.
4. Mengukur, memantau, dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan
kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencega han.
5. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pela ksanaan Sistem Manajemen
K3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja
keselamatan dan kesehatan kerja.
Menurut Suardi (2007), Tahapan dan langkah-langkah yang harus dilakukan suatu
untuk memudahkan dalam menerapkan pengembangan SMK3 terbagi menjadi dua
bagian besar yaitu:
1. Tahap persiapan
Tahap ini merupakan langkah awal ya ng harus dilakukan suatu perusahaan. Langkah
ini melibatkan lapisan manajemen dan sejumlah personil, mulai dari menyatakan
komitmen sampai dengan menetapkan kebutuhan sumber daya yang diperlukan.
Adapun tahap persiapan ini antara lain:
a. Komitmen manajemen puncak
b. Menentukan ruang lingkup
c. Menetapkan cara penerapan
d. Membentuk kelompok penerapa n
e. Menetapkan sumber daya yang diperlukan

9
2. Tahap Pengembangan dan Penerapan
Sistem dalam tahapan ini berisi langkah-langkah yang harus dilakukan oleh organisasi/
perusahaan dengan melibatkan banyak personil. Langkah-langkah tersebut adalah:
a. Menyatakan komitmen
Penerapan Sistem Manajemen tidak akan berjalan tanpa adanya komitmen
terhadap sistem manajemen tersebut. Manajemen harus benar-benar menyadari
bahwa merekalah yang paling bertanggung jawab terhadap keberhasilan dan
kegagalan penerapan SMK3. Komitmen harus dinyatakan dengan tindakan nyata
agar diketahui oleh seluruh staf dan karyawan perusahaan.
b. Menetapkan cara penerapan
Perusahaan dapat menggunakan jasa konsultan ataupun personel perusahaan
yang mampu untuk mengorganisasikan dan mengarahkan orang untuk
menerapkan SMK3.
c. Membentuk kelompok kerja penerapan
Jika perusahaan akan membentuk kelompok kerja sebaiknya anggota kelompok
kerja tersebut terdiri atas seorang wakil dari setiap unit kerja, biasanya manajer
unit kerja. Ha l ini penting karena mereka yang paling bertanggung jawab
terhadap setiap unit kerja yang bersangkutan.
d. Menetapkan sumber daya yang diperlukan
Sumber daya di sini mencakup orang atau personil, perlengkapan, waktu, dan
dana. Orang yang dimaksud adalah beberapa orang yang diangka t secara resmi
di luar tugas-tugas pokoknya dan terlibat penuh dalam proses penerapan.
Perlengkapan ada lah perlunya mempersiapkan kemungkinan ruangan tambahan
untuk menyimpan dokumen atau komputer tambahan untuk mengolah dan
menyimpan data. Waktu yang diperlukan tidaklah sedikit terutama bagi orang
yang terlibat dalam penerapan, mulai mengikuti rapat, pelatihan, mempelajari
bahan-bahan pustaka, menulis dokumen mutu sampai menghadapi kegiatan audit
dan assessment. Sementara dana diperlukan adalah untuk membayar konsultan
(jika menggunakan jasa konsultan), lembaga sertifikasi, dan biaya untuk
pelatihan karyawan diluar perusahaan. Serta peralatan khusus untuk
pengendalian risiko dan bahaya yang ditimbulkan dalam penerapan SMK3.
e. Kegiatan penyuluhan
Kegiatan penyuluhan ini harus diarahkan untuk mencapai tujuan, antara lain:
1. Menya makan persepsi dan motivasi terhadap pentingnya penerapan SMK3 bagi
kinerja perusahaan.
2. Membangun komitmen menyeluruh mulai dari direksi, manajer, staf, dan
seluruh jajaran dalam perusahaan untuk bekerja bersama-sama dalam
menerapakan standar sistem.

10
f. Peninjauan sistem
Kelompok kerja yang telah terbentuk meninjau sistem yang sedang berlangsung
dengan membandingkannyabdengan persyaratan yang ada dalam SMK3.
Peninjauan dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu dengan meninjau dokumen
prosedur dan meninjau pelaksanaannya.
g. Penyusunan Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan disusun setelah melakukan peninjauan dengan
mempertimbangkan:
1. Ruang lingkup pekerjaan
2. Kemampuan wakil ma najemen dan kelompok kerja penerapan
3. Keberadaan proyek
h. Pengembangan SMK3
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tahap pengembangan sistem adalah
dokumentasi, pembagian kelompok, penyusunan bagan alir, penulisan manual
SMK3, prosedur dan instruksi kerja.
i. Penerapa n Sistem
Penerapan sisitem harus dilaksanakan sedikitnya tiga bulan sebelum pelaksanaan
audit internal. Waktu tiga bulan diperlukan untuk mengumpulkan bukti-bukti
(dalam bentuk rekaman tercatat) secara memadai dan untuk melaksanakan
penyempurnaan sistem serta modifikasi dokumen.
j. Proses Sertifikasi
Perusahaan diharapkan melakukan sertifikasi dengan memilih lembaga
sertifikasi yang sesuai. Tingkat penerapan SMK3 dibagi menjadi 3 tingkatan :
1. Perusahaan kecil atau perusahaan dengan tingkat risiko rendah harus
menetapkan sebanyak 64 kriteria (enam puluh empat) kriteria.
2. Perusahaan sedang atau perusahaan dengan tingkat risiko menengah harus
menerapkan sebanyak 122 (seratus dua puluh dua) kriteria.
3. Perusahaan besar atau perusahaan dengan tingkat risiko tinggi harus
menerapkan sebanyak 166 (seratus enam puluh enam)

11
BAB III
KONDISI SAAT INI

3.1. Potret K3
Sesuai dengan prinsip ekonomi profit oriented, dimana pihak perusahaan akan
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan mengeluarkan modal/biaya
seminimal mungkin. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) khususnya pada industri
Mineral Batubara dan Panas Bumi (Minerbapabum) yang dilakukan oleh pihak
perusahaan milik pemerintah maupun swasta dalam negeri atau asing pada saat ini
memang telah mempunyai organisasi K3. Sesuai dengan pernyataan prinsip ekonomi
diawal maka munculnya dilema yang terjadi saat ini adalah dimana organisasi K3
tersebut juga mendapatkan tugas dari pemilik perusahaan untuk menekan biaya
operasiona l, sehingga berusaha melakukan penghematan terhadap biaya operasi, yang
kenyataannya keputusan yang diambil tidak memperhatikan aspek keselamatan. Karena
keputusan tersebut masih mengandung risiko tinggi tanpa melakukan pengamanan yang
baik, maka mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja. Sebenarnya SDM K3 harus
Memahami manajemen perubahan, memiliki pengetahuan proses produksi serta mampu
mengendalikan manajemen. Sehingga dapat menjaga Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) dengan tetap memperhatikan prinsip ekonomi.

3.2. Sumber Daya Manusia (SDM)


Untuk membentuk ataupun meningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM)
memang tidaklah begitu mudah, dibutuhkan komitmen yang kuat, tenaga pelatih yang
berkompeten serta ditunjang oleh fasilitas dan dana yang memadai. Seharusnya dimana
SDM sebagai target perubahan dalam pelaksanaan K3 di industri pertambangan,
diharapkan semua karyawan harus memiliki pengetahuan dan kepahaman yang sama
tentang aspek-aspek K3 dan operasi dalam industri pertambangan.

12
BAB IV
MANAJEMEN K3

4.1. Pengelolaan K3 Pertambangan Umum Secara Bersistem


Dengan memperhatikan karakter-karakter lingkunga n pertambanga n maka
pengelolaan program K3 pertambangan umum tidak mungkin dilakukan seca ra “super
ficial”, bahkan untuk dapat mencakup seluruh karakter tersebut serta untuk
mendapatkan kinerja K3 yang tinggi maka pengelolaan K3 harus dilakukan secara
bersistem Sistem menejemen K3 di lingkungan pertambangan umum berkembang
seiring dengan perkembangan industri itu sendiri, utamanya setelah masuknya swasta
asing. Dalam peraturan perundangan sub-sektor pertambangan umum tidak secara
eksplisit disebut adanya sistem menejemen K3, namun dalam prakteknya seluruh
perusahaan pertambangan umum telah menerapkan dengan berbagai variasinya. Khusus
untuk beberapa perusahaan swasta asing ada yang langsung mengadopsi sistem
menejemen K3 yang ada di negara asalnya atau dari negara lain, seperti nasional
occupational safety agency ( NOSA) dari afrika selatan, international safety rating
(ISR), international Loss control institute (ILCI) dari Amareika, dan beberapa sistem
yang dikembangakan di Australia. Dengan demikian perusahaanpertambangan umum
tidak di wajibkan untuk hanya menerapkan satu model sistem menejemen K3 yang
seragam. Sistem K3 negara lain yang diterapkan di indonesia, umumnya hanya
menekankan pengaturan dan pengawasan internal di dalam unit organisasi perusahaan
dan tidak menjelaskan bagaimana korelasi sistem manejemen K3 tersebut dengan
pengawasan dan pembina an dari sisi pemerintah ( inspekturtambang ).

4.2. Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja


Manajemen keselamatan pertambangan meliputi :
1. menimbang dan memperhitungkan bahaya yang potensial dimana akan
membahayakan para pekerja dan peralatan
2. melaksanakan dan memelihara / menjaga kendali yang memadai termasuk
kontrol terhadap :
a. pola penambangan
b. pendidikan dan latihan
c. pemeliharaan perala tan ta mbanng

3. struktur menejemen yang ada harus memadai untuk mengidentifikasi resiko dan
penerapan kontrol.

13
4.3 Elemen – elemen Yang Terkandung Dalam Menejemen Keselamatan
Pertambangan
1. Harus ada KTT yang merupakan orang dari jajaran top menejemen yang
bertanggung jawab terhadap terlaksana nya serta ditaatinya peraturan
perundangan K3.
2. Harus ada struktur organisasi yang menjalankan program K3.
3. Harus ada orang yang kompeten dan menguasai K3, baik teori maupun
praktek, yang duduk dalam struktur.
4. Ada lembaga perwakilan karyawan yang independen di dalam perusahaan
yang mampu sebagai tempat menejemen berkonsultasi dan memberi
masukan.
5. Ada sistem dokumentasi dan administrasi K3.
6. Ada program identifikasi dan pengendalian bahaya dan sistem evakuasi.
7. Ada tersedia peraturan, pedoman dan standar K3 yang relevan.
8. Ada program sertifikasi alat, operator, dan tenaga teknik khusus.
9. Ada program pelatihan K3, baik tingkat pelaksana maupun pengawas.
10. Ada program perawatan dan pemeliharaan peralatan / permesinan serta
pengadaan alat proteksi diri.
11. Ada program pengawasan, pemeriksaan, dan perawatan kesehatan.
12. Ada program pengawasan ( internal planed inspection ) dan kompliance.
13. Ada program audit secara berkala.
14. Ada mekanisme evaluasi perbaikan, dan peningkatan program K3.
15. Ada program pengawasan secara berkala dari pemerintah.
16. Ada program bench marking dari kinerja antar perusahaan pertambangan
umu dalam aspek K3.
17. Ada komunikasi dalam bentuk pelaporan dari perusahaan ke pemerintahan.
Dengan adanya Pengendalian manajemen oleh sistem K3, berarti peningkatan:
1. Kesadaran manajemen terhadap risiko tinggi.
2. Antisipasi terhadap peraturan perundangan.
3. Integrasi dengan teknologi proses sejak fase desain hingga modifikasi.
4. Integrasi dengan prosedur kerja.
5. Antisipasi terhadap perkembagan teknologi.

14
4.4 Pola Pengelolaan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Pada awalnya, pola pengelola an K3 pada industri subsektor pertambangan umum
adalah merupakan warisan dari era Hindia Belanda. Pola tersebut cukup lama dipa kai
Indonesia .dalam pola tersebut, posisi Inspektur Tambang sangat sentral dan
menentukan. Bahkan, fungsi Inspektur Tambang saat itu lebih cenderung kepada aktif
“watch dog” daripada berperan kearah upaya pemandirian dalam bentuk Sistem
Mannagemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Peraturan - peraturannya
pada waktu itu sangat rinci dan kaku serta kurang mempertimbangkan pemberian ruang
terhadap pengelolaan aspek efisiensi dan produktivitas. Hal inidapa t dimengerti karena
kepemilikan dan pemanfaatan seluruh bahan galian tersebut langsung dikelola
pemerintah Hindia Belanda, artinya tidak berorientasi pasar. Setelah pemerintah
Indonesia mengambil alih perusahaan - perusahaan pertambangan tersebut dan
penjualan produknya berorientasi pasar dan karena dituntut harus menghasilkan devisa
maka aspek efisiensi, produktivitas, dan”cost effective” menjadi mengemuka agar tetap
kompetitif dan menghasilkan keuntungan. Sejak itu sifat peraturan perundangannya
berubah dari rinci dan kaku ke arah umum dan fleksibel. Dalam hal ini lebih
banyakdirencanakan dalam bentuk pedoman - pedoman, baik yang bersifat operasional
maupun teknis. SMK3 di subsektor pertambangan umum tercermin secara tidak
langsung di dalam pasal - pasal Kepmen Pertambangan dan Energi Nomor 555.K/ 26/
M.PE / 1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum. Dala m
kaitannya dengan elemen - elemen SMK3 sebagaimana dijelaskan sebelumnya (ada 17
elemen) maka dalam Keputusan Menteri tersebut diatur bahwa :
1. Komitmen dan Kepemimpinan K3
Penanggung jawab pelaksanaan K3 dalam perusahaan adalah seorang dari pimpinan
tertinggi atau Chief Executive Officer (CEO) di lapangan yang bidang tanggung
jawabnya adalah bersifat teknis operasional atau produksi. Orang tersebut harus
memiliki sertifikat KTT. Kemudian, penunjukannya harus mendapat pengesahan dari
Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang/ Kepala Inspektur Tambang (KAPIT/ KIT).
2. Struktur Organisasi K3
Berdasarkan jumlah pekerja, sifat, dan luasnya pekerjaan maka Kepala Inspektur
Tambang dapat mewajibkan perusahaan membentuk unit or ganisasi yang mengelola
K3. Pada kenyataannya hanya perusahaan - perusahaan yang skalanya sangat kecil yang
dibebaskan dari kewajiban membentuk unit organisasi K3. Artinya, semua perusahaan
di lingkungan pertambangan umum memiliki unit organisasi K3 yang dipimpin oleh
orang setingkat Manager atau sekurang - kurangnya Superintenden.

15
3. Pengawas K3
Untuk dapat melakukan pola pengelolaan terhadap K3 maka perlu adanya implementasi
strategi K3, yaitu:
1. Menetapkan aspek K3 diantara SDM pada departemen operasi.
2. K3 harus prediktif dan proaktif pada fase disain dan modifikasi
3. Mempercepat SMK3 (ISO 14000)
4. Membentuk spesialis K3
5. Menetapkan indikator kinerja:
a. Zero accident
b. Zero on fire
c. Zero on occupational disease

4.5 Tindakan Mengatasi Hambatan


a. Perbaikan program K3 yang ber kelanjutan berdasarkan prioritas.
b. Memasukkan K3 secara formal dalam proyek perusahaan sejak fase desain dan
modifikasi
c. Mempercepat SMK3 ISO 14000 di industri minerba-pabum
d. Pelatihan tidak hanya fokus pada lingkup pekerjaan, tapi juga aspek-aspek
lainnya.
e. Memasukkan aspek K3 sebagai syarat kompetensi dasar bagi SDM bidang
operasi
f. Rotasi pekerjaan antara SDM departemen:
- SDM Operasi
- SDM Perawatan
- SDM K3

16
BAB V
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

5.1. Pengertian Dan Definisi-definisi


K3 adalah Keselamatan & Kesehatan Kerja, di lingkungan pertambangan umum.
Keselamatan & Kesehatan Kerja, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
upaya untuk memperoleh keselamatan dan kesehatan setiap orang yang bekerja di
lingkungan tambang. Kecelakaan Tambang, adalah semua kecelakaan kerja yang terjadi
pada saat jam kerja di wilayah tambang. Lingkungan Tambang Aktif, adalah
Lingkungan di sekitar lokasi pena mbangan yang masih aktif menggunakan metode
open pit, open cut atau open mine (khususnya untuk batubara) dan terdapat pekerjaan-
pekerjaan land clearing, top soil stripping, gali muat angkut OB, gali muat angkut
batubara, pemboran dan peledakan, water pumping, OB dumping & back filling, land
regrading, recontouring, top soil spreading dan landscaping pada lokasi front kerja
tambang (single atau multi bench), disposal aktif, jalan-jalan tamba ng (sementara
maupun permanen), sedimen pond (sementara maupun permanen), drainase tambang
dan sarana lain yang berada didalamnya dan berhubungan dengan kegiatan tambang itu
sendiri.

5.2.Dasar Hukum :
KEPMEN PERTAMBANGAN & ENERGI No. 555.K/26/M.PE/1995, tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Lingkungan Pertambangan Umum.

5.3.Tujuan :
a. Mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan sebab akibat dari adanya
tindakan dan kondisi yang tidak aman, nyaman, sehat dan menyenangkan dari
setiap pekerja tambang.
b. Mencegah dan menangani terjadinya kecelakaan kerja di lingkungan tambang.
c. Mencapai tingkat „zerro accident‟.
d. Sebagai acuan dalam melakukan investigasi terjadinya insiden.
e. Memberikan sanksi bagi setiap pelanggaran yang berakibat pada kerugian
material dan nonmaterial pada perusahaan, lingkungan sekitar dan pekerja/orang
lain.

17
BAB VI
KECELAKAAN TAMBANG

Pengertian Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan, tidak


direncanakan, dan tak terduga yang menyebabkan cidera pada manusia, kerusakan
peralatan atau barang atau terganggunya proses produksi/kerja. Sesuai Kepmen
Pertambangan dan Energi Nomor 555.K/26/M.PE/1995, kecelakaan tambang harus
memenuhi lima unsur :
1. Benar-benar terjadi
2. Mengakibatkan cidera pekerja tambang atau orag yang diberi izin oleh kepala
teknik tambang
3. Akibat kegiatan usaha pertambangan
4. Terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat cidera atau setiap saat
orang yang diberi izin dan,
5. Terjadi di dalam wilayah izin usaha pertambangan atau wilaya h proyek
Dari lima unsur tersebut harus terpenuhi sahingga disebut kecelakaan tambang, salah
satu unsur yang tidak terpenuhi, maka tidak bisa dikatakan kecelakaan tambang.

6.1. Sebab Terjadinya Kecelakaan


Lemahnya Kontrol:
1. Program tidak sesuai
2. Standard tidak memadai
3. Kepatuhan terhadap standar
Penyebab Dasar
Faktor Pribadi, antara lain :
1. Kemampuan fisik dan mental
2. Kurang pengetahuan dan keterampilan, dll
Faktor Pekerjaan, antara lain :
1. Pengawasan dan kepemimpinan
2. Kurang peralatan dan standar, dll

18
Penyebab Langsung
Tindakan Tidak Aman, antara lain :
1. Pengopera sian peralatan tanpa otorisa si
2. Pakai alat yang rusak, dll
Kondisi Tidak Aman, antara lain:
1. Perlindungan tidak layak
2. Kebersihan, penerangan kurang memadai, dll
6.2. Penggolongan Cidera Akibat Kecelakaan Tambang
Cidera akibat kecelakaan tambang harus dicatat dan digolongkan dalam kategori
sebagai berikut :
1. Cidera ringan
Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu
melakukan tugas semula lebih dari 1 hari dan kurang dari 3 minggu, termasuk hari
minggu dan hari libur .
2. Cidera berat
a. Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak
mampu melakukan tugas semula selama lebih dari 3 minggu termasuk hari
minggu dan hari libur
b. Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang cacat
tetap (invalid) yang tidak mampu menjalankan tugas semula
c. Cidera akibat kecelakaan tambang tidak tergantung dari lama nya pekerja
tambang tidak mampu melakukan tugas semula, tetapi mengalami cidera seperti
salah satu di bawah ini :
 Keretakan tengkorak kepala, tulang punggung, pinggul, lengan bawah,
lengan atas, paha atau kaki
 Pendarahan di dalam atau pingsan disebabkan kekurangan oksigen
 Luka berat atau luka terbuka/terkoyak yang dapat mengakibatkan ketidak
mampuan tetap
 Persendian yang lepas dimana sebelumnya tidak pernah terjadi.

3. Mati
Kecelakaan tambang yang mengakibatkan pekerja tambang mati dalam waktu 24 jam
terhitung dari waktu terjadinya kecelakaan tersebut

19
6.3. Zero Accident
Dalam industri pertambangan usaha menunjukkan kinerja keselamatan dan
kesehatan kerja ada lah pencatatan jam kerja tanpa kecelakaan dilakukan dengan cara
mengalikan jumlah karyawan dengan jam kerja karyawan. Misalnya jumlah karyawan
(pekerja tambang) 200 orang, jam kerja 8 jam/hari. Jadi dalam sehari jumla h jam kerja
adalah 200 orang x 8 jam/hari = 1600 jam kerja orang/hari. Di Indonesia apabila
perusahaan dapat mencapai jam kerja dalam jumlah waktu tertentu tanpa kecelakaan
maka perusahaan tersebut akan mendapat penghargaan dari pemerintah. Pencatatan jam
kerja tanpa kecelakaan akan jatuh kembali ke nol lagi apabila terjadi kecelakaan yang
mengakibatkan pekerja tidak dapat masuk kerja lagi setelah kejadian kecelakaan.Zero
Accident akan jatuh ke nol apabila terjadi kecelakaan kerja yang menyebabkan pekerja
tidak dapat masuk kerja setelah 2 x 24 jam.
Contoh I:
kecelakaan terjadi pada ;
Tanggal 17 Januari (kecelakaan)
Tanggal 18 Januari (tidak masuk kerja)
Tanggal 19 Januari (tidak masuk kerja – jatuh ke nol) maka zero accident akan jatuh ke
nol lagi dalam pencatatan jam kerja tanpa kecelakaan.
Di Amerika Serikat (USA) dengan aturan dari Occupational Safety and Health Act
mengatur bahwa Zero Accident akan jatuh ke nol a pabila terjadi kecelakaan kerja yang
mengakibatkan pekerja tidak masuk kerja kembali setelah 1 x 24 jam
Contoh II:
kecelakaan terjadi pada;
Tanggal 17 Januari (kecelakaan), tidak dihitung
Tanggal 18 Januari (tidak masuk kerja)
Tanggal 19 Januari (tidak masuk kerja – jatuh ke nol) maka zero accident akan jatuh ke
nol lagi dalam pencatatan jam kerja ta npa kecelakaan.
Perbedaan dengan contoh I diatas adalah pada hari kecelakaan tidak dihitung sebagai
hari kerja yang hilang. Sedangkan di Inggris dengan aturan dari British Safety Council
mencantumkan bahwa Zero Accident akan jatuh ke nol apabila terjadi kecelakaan kerja
yang mengakibatkan peker ja tidak masuk kerja setelah 3 x 24 jam.

20
Contoh III:
kecelakaan terjadi pada;
Tanggal 17 Januari (kecelakaan)
Tanggal 18 Januari (tidak masuk kerja)
Tanggal 19 Januari (tidak masuk kerja)
Tanggal 20 Januari (tidak masuk kerja – jatuh ke nol) ma ka zero accident akan jatuh ke
nol lagi dalam pencatatan jam kerja tanpa kecelakaan

21
Contoh Kecelakaan yang Terjadi di Tambang:
a. Contoh kecelakaan pada alat berat

Gambar 6.1 (7)

Gambar 6.2 (7)

Gambar 6.3 (7)

22
b. Contoh kecelakaan pada pekerja

Gambar 6.4 (7)

Gambar 6.5 (7)

Gambar 6.6 (7)

23
Statistik Kecelakaan

Gambar 6.7 (7)

24
BAB VII
ALAT PELINDUNG DIRI
Alat pelindung diri yang digunakan sekurang-kurangnya terdiri atas sepatu
pengaman, helm pengaman, sarung tangan, kacamata pengaman, serta baju kerja.
Khusus pelindung muka (masker) dan pelindung telinga disesuaikan dengan jenis
pekerjaan dan perkakas tangan yang di pakai.
Petunjuk Umum:
 Dilarang memakai APD yang sudah rusak atau tidak berfungsi dengan baik.
APD yang demikian harus diperbaiki atau diamankan
 Pergunakan APD sesuai dengan fungsinya
 Didalam bekerja perhatikan keadaan sekeliling sehingga APD yang sedang
dipakai tidak membahayakan orang lain
 Bila bekerja di ketinggian maka ketika sedang membawa atau ketika sedang
bekerja supaya mengamankan APD tersebut dari kemungkinan terjatuh
 Berat APD tidak boleh lebih dari 7kg
 Bila beratnya melebihi 7kg maka harus dilengkapi dengan sabuk penyandang
 APD yang mempunyai bagian-bagian yang tajam atau berputar sedapat mungkin
dipasang pelindung atau penggunaannya dengan cara yang aman.

25
7.1 Alat Pelindung Diri yang digunakan di Pertambangan

Gambar 6.8.1 (7) Safety Helmet

Gambar 6.8.2 (7) Respirator & Masker

26
Gambar 6.8.3 (8) Goggles & Earphone

Gambar 6.8.4 (7) Rompi & Gloves

27
Gambar 6.8.5 (8) Safety Shoes

28
BAB VIII
PENUTUP

8.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dikemuka kan sebelumnya, maka dapat ditarik dua
kesimpulan utama secara garis besar, yaitu :
1. Faktor penghambat pelaksanaan K3 yaitu ; keterbatasan dana, rendahnya budaya
dan disiplin K3 menyebabkan rendahnya kendali manajemen, pengetahuan K3
rendah, dan aspek K3 tidak dipandang sebagai salah satu faktor utama,
akibatnya keputusan yang dibuat masih berisiko tinggi.
2. Dalam melakukan pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada industri
pertambangan
minerba-pabum (minera l, batubara dan panas bumi) kita harus:
 Memahami perubahan lingkungan
 Memiliki Sistem Managemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK-3) yang
terintegrasi
 Memiliki kebijakan dan strategi K3 yang menciptakan SDM berbudaya K3
khususnya di departemen operasi.
Perlu adanya rotasi ja batan di antara SDM Operasi, K3 dan Perawatan untuk
mendapatkan SDM yang kompeten.

8.2.Saran
Perusahaan pertambangan sebaiknya menerapkan SMK3 dengan baik sesuai undang-
undang K3 di tempatnya untuk mengurangi angka kecelakaan pada pakerja dan
kerugian bagi perusahaan. Polban 2011 30

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Permenaker No.5 Tahun 1996

2. Sumber: Warid Nurdiansyah (http://waridnurdiansyah.blogspot.com)

3. E.Bird, Jr. Frank, L.Germanin George,1996, Practical Loss Control Leadership,


Det Norske Varitas, USA

4. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi R.I Nomor 555.K/26/M.PE/1995

5. Suryanto,2003,Good Mining Practice, Studi Nusa, Semarang

6. . ……………,2006, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Kumpulan Makalah


Seminar K3, UI-Press, Jakarta

7. Kramadibrata,Suseno,2009, K-3 Pertambangan, ITB, Bandung

8. Sumber: (http://www.google.com/imghp?hl=en&tab=wi)

30

Você também pode gostar