Você está na página 1de 21

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/285598022

ANALISIS RASIO PAJAK DALAM MEMPREDIKSI


KAPASITAS, UPAYA, DAN KINERJA
PERPAJAKAN INDONESIA

Article · November 2004

CITATIONS READS

0 1,206

1 author:

Rusdin Tahir
Universitas Padjadjaran
19 PUBLICATIONS 2 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Rusdin Tahir on 04 December 2015.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


JURNAL ADMINISTRASI BISNIS
Vol. 1. No.3 November 2004
Hal. 284-304

ANALISIS RASIO PAJAK DALAM MEMPREDIKSI KAPASITAS,


UPAYA, DAN KINERJA PERPAJAKAN INDONESIA

Rusdin 8)

ABSTRAK

Tujuan pokok penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti


empirik mengenai tingkat kapasitas pajak (Tax Capacity), upaya
perpajakn (Tax Effort), dan Kinerja Perpajakan melalui rasio pajak
(Tax Ratio) pada 26 propinsi di Indonesia dengan menelusuri faktor-
faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini merupakan tracer studi
terhadap 26 propinsi di Indonesia, dengan menggunakan Data
sekunder yang diperoleh melalui studi dokumentasi. Data dianalisis
dengan menggunakan Teknik analisis regresi dan korelasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerimaan pajak dari 26
propinsi di Indonesia antara tahun 1986/1987–1998/1999
menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Krisis
ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997/1998-1998/1999 tampak
tidak mengurangi jumlah penerimaan pajak yang diterima oleh daerah.
Kondisi tersebut menggambarkan bahwa sektor pajak cukup stabil
sebagai sumber penerimaan di tingkat regional. Pada sisi pajak ekspor
terdapat indikasi terjadinya fluktuasi yang signifikan (=0,06;p=0.058).
Penurunan daya kemekaran pajak di Indonesia terjadi pada tahun ke 3
(1988/1989) dan pada tahun ke 10 (1995/1996). Penurunan daya
kemekaran pajak tersebut mengindikasikan adanya upaya perpajakan
yang menurun sehingga menurunkan tax capacity. Tax ratio mengalami
fluktuasi yang signifikan (=0,05;p=0,000). Dengan demikian fluktuasi
di atas menggambarkan adanya perubahan tax ratio yang dipengaruhi
oleh perubahan pendapatan perkapita, hasil perdagangan, pertanian,
industri serta sumbangan dan bantuan lainnya.

Kata kunci: Tax Capacity, Tax Effort, Kinerja Perpajakan, Tax Ratio

1. Pendahuluan

Pembangunan daerah adalah bagian integral pembangunan


nasional yang diarahkan untuk mencapai otonomi daerah. Otonomi
daerah dimaksud adalah kemandirian daerah dalam melaksanakan
program-program pembangunan daerah dan meningkatkan

8)
Dosen Tetap Jurusan Admnistrasi Niaga FISIP Universitas Padajdajaran
JAB, November 2004 286

penerimaan daerah. Dalam pengertian yang sama, Undang-Undang


Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan
otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
undang-undang. Dengan adanya kewenangan daerah otonom ini,
maka kedudukan pengambil sebagian besar keputusan-keputusan
dalam bidang ekonomi akan beralih dari pusat ke daerah termasuk
dalam bidang fiskal khususnya kebijakan penyediaan sumberdaya dan
akses ke sumber dana.
Bilamana dikaitkan dengan kemajuan perekonomian daerah
atau pemerintah propinsi di Indonesia, maka kemajuan tersebut juga
memperlihatkan terjadinya ketimpangan kemampuan daerah dalam
membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah
sehingga menjadi hambatan untuk meningkatkan pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah. Berdasarkan fenomena
tersebut, ketimpangan sumber pembiayaan kegiatan rutin dan
program-program pembangunan ekonomi daerah di Indonesia
menunjukkan keragaman kemampuan daerah atau pemerintah
propinsi dalam menggali potensi penerimaan murni daerah khususnya
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang meliputi pajak daerah, retribusi
daerah, bagian laba perusahaan daerah, dan penerimaan asli daerah
lain yang sah.
Untuk mengetahui keragaman kemampuan sumber
penerimaan antarnegara (antardaerah) terutama sumber penerimaan
yang berasal dari pajak dapat dilakukan melalui perhitungan rasio
pajak (tax ratio), upaya perpajakan (tax effort) dan kapasitas pajak (tax
capacity) antarnegara (antardaerah). Berarti dengan mengetahui rasio
pajak (tax ratio), upaya perpajakan (tax effort), dan kapasitas pajak (tax
capacity) masing-masing daerah atau pemerintah propinsi di Indonesia
dapat menghasilkan implikasi indikator kategori tingkat kemampuan
antardaerah atau pemerintah propinsi dalam membiayai pengeluaran
rutin dan program-program pembangunan di daerah.
Rasio pajak (tax ratio) adalah perbandingan antara realisasi
penerimaan pajak dengan pendapatan nasional (Produk Domestik
Bruto) atau pendapatan regional (Produk Domestik Regional Bruto),
dan upaya perpajakan (tax effort) adalah jumlah pajak secara nyata
yang dapat dipungut oleh kantor pajak. Sedangkan kapasitas pajak (tax
capacity) adalah jumlah pajak yang seharusnya dapat dikumpulkan
dari dasar pajak yang umumnya berupa pendapatan perkapita.
Ketimpangan sumber pembiayaan masing-masing daerah
dapat menjadi ukuran keragaman kemampuan antardaerah dalam
JAB, November 2004 287

menggali potensi penerimaan murni daerah terutama Pendapatan Asli


Daerah(PAD).
Berdasarkan perkembangan penerimaan PAD pemerintah
propinsi di Indonesia sebagaimana dikemukakan di atas, dapat
dikatakan bahwa realisasi penerimaan PAD pemerintah propinsi di
kawasan Barat Indonesia dalam kurun waktu akhir Repelita V hingga
tahun ketiga Repelita VI mengalami peningkatan yang cukup
mengesankan dibandingkan dengan kawasan Timur. Apakah
perbedaan tersebut menunjukkan upaya perpajakan (tax effort) di
kawasan Timur masih rendah ? Atau kapasitas pajak (tax capacity)-nya
yang rendah ? Perbedaan tingkat upaya perpajakan (tax effort) dan
kapasitas pajak (tax capacity) merupakan suatu hal yang sangat menarik
untuk diteliti. Hal ini semakin menarik bilamana dikaitkan dengan
apakah keadaan administrasi perpajakan (tax administration) telah
dapat mendukung secara optimal peningkatan sumber-sumber
penerimaan daerah terutama Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Fenomena perbedaan penerimaan PAD masing-masing daerah
di Indonesia dalam hubungannya dengan penggalian kemampuan
daerah dapat juga ditentukan oleh kontribusi sektoral perekonomian
daerah yang paling dominan, seperti: sektor pertanian, pertambangan,
industri dan perdagangan. Potensi sektor-sektor ini merupakan
sumber-sumber utama bagi penerimaan daerah melalui kegiatan
pengumpulan pajak daerah dan retribusi daerah.
Berbagai penelitian yang telah dilakukan, pertumbuhan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) selalu digunakan untuk
menunjukkan gambaran potensi nyata kemampuan dan kapasitas
ekonomi daerah. Pertumbuhan PDRB yang berbeda di masing-masing
daerah atau pemerintah propinsi dapat mencerminkan keragaman
performansi tingkat pertumbuhan ekonomi di daerah.
Mencermati pertumbuhan PDRB baik berdasarkan
perhitungan absolut maupun relatif terhadap PDRB pemerintah
propinsi di kawasan Barat dan Timur Indonesia seperti dikemukakan
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa potensi kemampuan riil dan
kapasitas daerah di Indonesia belum merata. Dengan kondisi
demikian, apakah keadaan tersebut akan mempengaruhi kebijakan
perpajakan di daerah terutama dalam meningkatkan upaya
perpajakan (tax effort) dan kapasitas pajak (tax capacity) di daerah ?
Oleh karena itu sangat menarik untuk memperkirakan kapasitas pajak
(tax capacity) daerah dengan cara menggunakan fungsi regresi
sederhana dan perhitungan elastisitas penerimaan pajak (tax elasticity)
terhadap PDRB. Hasil perhitungan ini akan dapat menggambarkan
apakah kemampuan daerah dalam menggali potensi penerimaan pajak
sebagai determinan utama guna meningkatkan penerimaan murni
JAB, November 2004 288

daerah atau Pendapatan Asli Daerah (PAD) telah dilakukan secara


optimal.
Sejalan dengan pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal
yang sudah diberlakukan, maka peningkatan penerimaan PAD
menjadi kegiatan penting bagi daerah dalam rangka pembiayaan
pengeluaran rutin dan pembangunan di daerah. Sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 maka kebijakan desentralisasi
fiskal bagi daerah dituangkan dalam bentuk perimbangan keuangan
pemerintah pusat dan daerah, di mana Pendapatan Asli Daerah (PAD)
menjadi salah satu bagian dari penerimaan daerah. Selain Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), maka
penerimaan daerah dari PAD merupakan salah satu faktor pendukung
utama dalam membiayai pengeluaran rutin daerah dan penentu
keberhasilan dalam melaksanakan program-program pembangunan di
daerah. Oleh karena itu tidak ada cara lain kecuali daerah melakukan
sejumlah perubahan kebijakan dalam meningkatkan PAD melalui
peningkatan kapasitas pajak (tax capacity) di daerah. Perubahan
kebijakan penerimaan PAD dapat dilakukan daerah dengan
memberdayakan program-program intensifikasi pajak dan
ekstensifikasi pajak.
Intensifikasi pajak sebagaimana dimaksudkan adalah antara
lain dengan meningkatkan kemampuan aparat perpajakan dalam
mengelola administrasi perpajakan, meningkatkan penyuluhan
kesadaran membayar pajak, memperbaiki kualitas pelayanan
perpajakan, memperkuat koordinasi antara aparat perpajakan dengan
instansi-instansi terkait, dan meningkatkan pengendalian dan
pengawasan pelaksanaan pemungutan pajak secara efisien dan efektif.
Sedangkan ekstensifikasi pajak adalah program-program yang
meliputi pendataan objek dan subjek perpajakan, objek dan subjek
distribusi, penggalian sumber-sumber potensial penerimaan pajak, dan
perumusan serta pelaksanaan peraturan-peraturan daerah yang sesuai
dengan tuntutan kebijakan desentralisasi fiskal.
Akan tetapi usaha peningkatan kapasitas pajak (tax capacity) di
daerah selalu mengalami hambatan dan tantangan yang relatif besar,
antara lain sebagai akibat rendahnya nilai potensi sumber daya alam
yang tersedia, tingkat keterampilan dan kemampuan sumber daya
manusia yang rendah, kesenjangan pandangan terhadap pengelolaan
sumber-sumber perpajakan antara pemerintah pusat dan daerah,
tingkat penghindaran pajak yang relatif tinggi, tingkat kesadaran
masyarakat dalam membayar pajak yang rendah, dan pelaksanaan
kepastian hukum yang rendah terhadap pelanggaran-pelanggaran di
sektor perpajakan. Oleh karena itu untuk mengetahui sejauhmana
kebijakan pemerintah propinsi telah optimal dalam meningkatkan
JAB, November 2004 289

penerimaan dari sektor perpajakan di daerah, maka penelitian ini juga


akan menghitung koefisien elastisitas perpajakan dengan memasukkan
faktor-faktor perubahan diskresioner (discretionary change) atau dalam
beberapa literatur disebut dengan pendekatan daya kemekaran pajak
(tax bouyancy). Faktor-faktor diskresioner dimaksud adalah perubahan
tarif pajak atau dasar pajak, penetapan sumber-sumber perpajakan
baru, dan sistem administrasi perpajakan.
Pendekatan daya kemekaran pajak (tax bouyancy) sebagaimana
dikemukakan adalah untuk dapat mengukur persentase perubahan
total penerimaan pajak termasuk perubahan diskresioner yang terkait
dengan perubahan pendapatan tertentu (Mansfield, 1972). Perhitungan
yang sama juga pernah diaplikasikan oleh Yuyun Wirasasmita (1982)
yang menghasilkan koefisien elastisitas sebagai resultan dari
perubahan Gross Domestic Product (GDP) dan kebijakan diskresioner
pemerintah.
Berkaitan dengan penjelasan di atas, maka akan timbul
beberapa pertanyaan, apakah kebijakan perpajakan yang dijalankan
pemerintah propinsi di Indonesia telah dilakukan secara optimal
selama ini ? Seberapa besar hasil perhitungan upaya perpajakan (tax
effort) dan kapasitas pajak (tax capacity) sehingga dapat
menggambarkan kategori tingkatan indikator upaya perpajakan (tax
effort), kapasitas pajak (tax capacity), dan administrasi perpajakan (tax
administration) di masing-masing pemerintah propinsi di Indonesia ?
Apakah sumbangan sektoral perekonomian daerah dan pendapatan
per kapita dapat mempengaruhi tingkat upaya perpajakan (tax effort)
dan kapasitas pajak (tax capacity) ? Pertanyaan-pertanyaan tersebut
adalah merupakan akumulasi dari masalah-masalah yang terdapat di
dalam latar belakang masalah yang selanjutnya perlu dirumuskan
dalam perumusan masalah. Oleh sebab itu penelitian ini merupakan
suatu kajian yang dalam mengenai upaya perpajakan (tax effort) dan
kapasitas pajak (tax capacity) masing-masing pemerintah propinsi di
Indonesia.
Merujuk pada kondisi di atas, maka upaya perpajakan belum
dapat diyakini dengan hanya melihat kinerja pajak dan kapasits pajak.
Untuk itu perlu ditinjau tingkat keterkaitan untuk mengukur
kemampuan daerah dalam meningkatkan kapasitas pajaknya. Dengan
demikian tema sentral penelitian ini adalah:
Walaupun belum jelas benar indikator-indikator apa saja yang
memiliki pengaruh terhadap kinerja perpajakan, tetapi jelas bahwa
terdapat keterkaitan antara tax capacity, tax effort dan tax ratio sebagai
indikator yang ditunjukkan oleh kinerja perpajakan dan sebagai
gambaran kondisi perpajakan di tingkat daerah. Karena itu diperlukan
suatu analisis terhadap data empirik yang diharapkan dapat berfungsi
JAB, November 2004 290

sebagai alat untuk melihat tingkat keterkaitan antara indikator-


indikator tersebut sesuai dengan karakteristik regional.

2. Landasan Teori
Pajak merupakan pungutan atau iuran yang wajib dibayarkan
oleh setiap warga masyarakat yang bersifat pemaksaan sesuai dengan
undang-undang yang berlaku tanpa harus segera menerima balas jasa
akibat pembayaran pajak. Tetapi setelah pembayaran pajak dilakukan
dan diterima oleh kas negara sebagai tabungan pemerintah, maka
penerimaan pemerintah tersebut dapat digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan dan program-program pembangunan
berupa investasi masyarakat (public investment). Hal ini berarti pajak
dapat dinyatakan telah melakukan fungsi budgeter-nya, sedangkan
fungsi pajak juga dimaksudkan untuk mengatur perekonomian
(regulatory role) guna mencapai sasaran keadilan ekonomi dan
kemakmuran yang merata baik material maupun spiritual.
Sebagai sumber utama bagi penerimaan negara atau daerah,
maka peran pajak sebagai instrumen fiskal sangat strategis khususnya
dalam upaya mencapai keberhasilan proses pembangunan ekonomi
negara ataupun pembangunan ekonomi di daerah melalui kegiatan-
kegiatan alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Bagaimana kemampuan
pemerintah dalam menjalankan sistem perpajakan terkait dengan
sejauhmana pelaksanaan pemungutan pajak telah dilakukan dengan
optimal. Akan tetapi sistem perpajakan yang dijalankan juga
bergantung pada kondisi ekonomi yang ada. Hal ini sejalan dengan
pemikiran Keynes (Musgrave & Musgrave, 1989) yang menyatakan
bahwa fungsi fiskal di suatu negara khususnya menyangkut sistem
perpajakan mempunyai hubungan dan pengaruh tarhadap
pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Kalau hal tersebut
dihubungkan dengan daerah, maka kapasitas pajak (tax capacity)
daerah sangat dipengaruhi oleh tingkat kemajuan daerah yang
tercermin pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang
meningkat. Dengan kata lain, terdapat hubungan yang kuat antara
pajak daerah dengan PDRB sebagai pencerminan potensi perpajakan di
daerah.
Untuk mengetahui berapa besar tax capacity daerah, Bahl
menyatakan suatu model yang dapat mengungkapkan identifikasi
determinan varians yaitu pendekatan dari varians tax ratio atau dari tax
effort melalui suatu model persamaan fungsional berikut :

T/Y = f (X1, X2, …, Xn, ) ……………………………………(1)


dimana,
JAB, November 2004 291

T = Penerimaan pajak,
Y = Pendapatan nasional (PNB atau PDB),
T/Y = Tax ratio,
X1, X2,…, Xn = Determinan penentu tax ratio, dan
 = Faktor kesalahan.
Kalau persamaan (1) ditransformasikan ke dalam bentuk
logaritmik, maka persamaannya menjadi :

T^Y = a + b1 Ln X1 + b2 X2, … bn Ln Xn ………………….….(2)


Dimana,
T^Y = rasio pajak yang disetimasi atau tax capacity,
X1, X2, ... Xn = variabel penentu T/Y,
b1…bn = adalah koefisien regresi.

Akan tetapi untuk mengetahui tax capacity yang juga


merupakan pencerminan dasar pajak (tax base) di suatu negara atau
daerah dapat digunakan suatu model tax ratio:
TR/Y =  +  Yp ………………………………………………..(3)
dimana,
TR = penerimaan pajak dan retribusi,
Y = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
TR/Y = tax ratio,
Yp = pendapatan per kapita ,
,  = adalah parameter.

Menurut Bahl, rasio pajak (tax ratio) adalah hasil pajak (tax
yield) sebagai fungsi terhadap pendapatan regional (PDRB). Sedangkan
upaya perpajakan (tax effort) adalah rasio penerimaan pajak aktual
terhadap rasio pajak yang diestimasi atau disebut juga dengan
kapasitas pajak (tax capacity). Tax ratio diasumsikan sebagai rasio pajak
yang diestimasi atau tax capacity dan tax effort yang diberi simbol (E),
maka dapat ditulis persamaannya sebagai berikut :

T/Y = f (T^/Y, E) ………… ……………….(4)


Dimana,
T/Y = tax ratio,
T^Y = kapasitas pajak, dan
E = tax effort

Tax effort diartikan sebagai cakupan kapasitas pajak yang


dimanfaatkan, maka rasio upaya perpajakan (tax effort ratio) di suatu
negara atau daerah dapat dijelaskan melalui persamaan berikut :
JAB, November 2004 292

TE = (T/Y) / (T^/Y) …………………………………..(5)


Dimana,
TE = rasio upaya perpajakan (tax effort ratio),
T/Y = rasio pajak aktual, dan
T^/Y = rasio pajak yang diestimasi atau tax capacity.

Kalau persamaan (5) digunakan dalam menentukan tax effort ratio di


daerah, maka persamaannya menjadi :

TEi = Ti / T^i ……………….………………………… (6)


Dimana,
TEi = tax effort ratio daerah i, dan
Ti = penerimaan pajak aktual (actual tax yield),
T^i = hasil pajak potensial (tax yield that is potential) daerah i.

Untuk menjelaskan faktor-faktor penentu tax ratio atau T/Y


suatu negara, Bahl telah mengembangkan pikiran-pikiran para ahli,
seperti : Hinricks, Shin dan Unctad, Williamson, Torn, Lotz dan Morss.
Bahl yang menggunakan pemikiran Lotz dan Morss telah
mengembangkan suatu pendekatan rasio pajak (tax ratio) dengan cara
membentuk suatu persamaan linear yang dapat mengidentifikasi
faktor pendapatan perkapita dan persentase ekspor dan impor per
GNP sebagai variabel tidak terikat (independent variable). Dengan kata
lain Lotz dan Morss melalui suatu persamaan linear standar berhasil
menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang positif antara rasio pajak
dengan pendapatan perkapita dan variabel ekspor dan impor.
Persamaan tersebut dapat dikemukakan yakni :

T/Y =  + b1 Yp + b2 (Xy + My) ………………………………(7)


dimana
T/Y = rasio pajak (tax ratio),
Yp = pendapatan perkapita, dan
Xy + My = rasio ekspor dan impor terhadap GNP.

Variabel ekspor dan impor dapat dijadikan sebagai proksi dari sektor
perdagangan (trade) yang memperjelas bahwa suatu daerah sebenarnya
merupakan daerah yang terbuka. Terkait dengan hal tersebut, maka
persamaannya berubah menjadi :

TR/Y =  + b1 Yp + b2 Tradey ……………………………(8)


Dimana,
TR = penerimaan pajak dan retribusi,
Y = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
JAB, November 2004 293

TR/Y = tax ratio,


Yp = pendapatan perkapita terhadap PDRB (PDRB/kap), dan
Tradey = rasio sektor perdagangan terhadap PDRB.
Selanjutnya dengan menggunakan pendekatan tax effort, maka model
estimasi kapasitas pajak adalah fungsi terhadap tiga faktor utama,
yaitu tahapan pembangunan (the stage of development), komposisi
sektoral terhadap pendapatan yang dihasilkan (the sectoral composition
of income produced), dan jumlah sektor perdagangan luar negeri (the size
of the foreign trade sector). Dengan demikian tiga faktor utama yang
dapat dianalisis sebagai proksinya adalah kontribusi (share) sektor
pertanian, sektor industri, dan rasio ekspor terhadap pendapatan
nasional (Produk Domestik Bruto) atau regional (Produk Domestik
Regional Bruto).
Berdasarkan pemikiran di atas, maka penelitian ini
memformulasi persamaan-persamaan sebagai hasil modifikasi untuk
dipergunakan bagi mengukur tax capacity daerah. Selain memasukkan
faktor perdagangan (trade), persamaan berikut juga memasukkan
faktor pertanian (agriculture) dan faktor industri (industry). Beberapa
persamaan hasil modifikasi tersebut adalah :

TR/Y = a + b1 Ay + b2 Iy + b3 Ty ………………………….. (9)


TR/Y = c + d1 Y/kap + d2 Ay + d3 Ty + d4 SB/Y ……… (10)
dimana,
TR = penerimaan pajak dan distribusi,
Y = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
Y/kap = pendapatan perkapita,
Ay = share sektor pertanian terhadap PDRB,
Iy = share sektor industri terhadap PDRB,
Ty = share sektor perdagangan terhadap PDRB,
S = penerimaan dari sumbangan pemerintah pusat,
B = bantuan dari pemerintah pusat,
SB/Y = rasio dari sumbangan dan bantuan terhadap PDRB, dan
a,b,c,d = parameter.

Untuk mengukur keberhasilan penerimaan pajak dalam suatu


negara (daerah) dapat menggunakan indikator-indikator: rasio pajak
(tax ratio) yang diberi simbol (T/Y), kapasitas pajak (tax capacity) yang
diberi simbol (T^/Y), dan upaya perpajakan (tax effort) yang diberi
simbol (TE).
Kapasitas pajak (tax capacity) adalah ukuran rasio pajak
terhadap pendapatan nasional (PDB) atau pendapatan regional (PDRB)
yang digunakan untuk mengukur kapasitas pajak dalam suatu negara
atau daerah jika terjadi peningkatan dalam penerimaan pajak.
JAB, November 2004 294

Sedangkan upaya perpajakan (tax effort) adalah indeks yang diperoleh


dengan membagi rasio pajak aktual terhadap pendapatan nasional
dengan rasio pajak yang diestimasi. Dua indikator perpajakan tersebut
yakni tax effort dan tax capacity mempunyai suatu keterkaitan satu
dengan lainnya yang dapat menghasilkan suatu implikasi gambaran
kategori tingkatan indikator yakni:
“High capacity and high effort”
“Low capacity and hight effort”
“High capacity and low effort”
“Low capacity and low effort”
Berdasarkan rumusan kategori tingkatan indikator tersebut,
maka dapat diketahui tingkatan kemampuan suatu daerah dalam
melakukan pengelolaan fiskalnya, dan analisis terhadap indikator tax
effort dan tax capacity akan dapat diukur kemampuan daerah dalam
mengelola sistem perpajakan di daerah.
Selanjutnya Bird mengatakan bahwa dalam mengukur
kemampuan pengelolaan perpajakan di daerah juga dapat digunakan
konsep elastisitas penerimaan pajak (tax elasticity) dan daya kemekaran
pajak (tax bouyancy) sebagai pelengkap dalam melakukan analisis.
Tax elasticity terdapat dua pendapat yang menjelaskan
mengenai tax elasticity. Pendapat pertama dikemukakan oleh Booth dan
McCawley yang mengatakan bahwa elastisitas penerimaan pajak
merupakan perubahan penerimaan pajak yang berkaitan dengan
perubahan dasar pajak dengan tidak memasukkan efek diskresioner
berupa perubahan-perubahan yang terjadi terhadap tarif pajak (tax
rate) dan upaya-upaya administrasi tertentu. Sedangkan Mansfield
mengartikan elastisitas penerimaan pajak sebagai respon penerimaan
pajak atas perubahan dasar pajak tertentu dalam sistem perpajakan.
Selanjutnya menurut Mansfield, elastisitas penerimaan pajak dapat
dibagi menjadi dua, yaitu elastisitas penerimaan pajak terhadap
perubahan dasar pajaknya, dan elastisitas penerimaan pajak terhadap
pendapatan.
Kalau unsur diskresioner dimasukkan ke dalam perubahan
penerimaan pajak maka hal ini diartikan sebagai daya kemekaran
pajak (tax bouyancy). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa apabila
perubahan penerimaan pajak yang berkaitan dengan perubahan dasar
pajak dengan memasukkan efek diskresioner yang meliputi perubahan
resmi tarif (tax rate), dasar pajak (tax base), pengenalan pajak baru dan
unsur administrasi, maka hal itu disebut dengan daya kemekaran pajak
(tax bouyancy).
Secara matematis elastisitas penerimaan pajak (tax elasticity)
terhadap pendapatan adalah:
JAB, November 2004 295

Tt .Y
Etty  ..............................................................................(11)
Y .Tt

Hubungan pajak dengan pendapatan dapat diformulasikan


untuk mendapatkan suatu pendekatan elastisitas penerimaan pajak
dalam suatu model regresi linear dengan “double Ln”, yaitu :

Log T = Log a + b Log Y……………………………........................... (12)

di mana,
b = koefisien regresi yang mengindikasikan persentase perubahan
dalam penerimaan pajak
T = yang diakibatkan perubahan pendapatan (Y) sebesar 1 persen.
Koefisien yang dihasilkan adalah koefisien tax elasticity.

Sebagaimana dikemukakan bahwa untuk menghasilkan tax bouyancy,


maka pengukuran tax elasticity memasukkan faktor-faktor diskresioner.
Tax bouyancy dapat diformulasikan dalam bentuk matematis berikut :

Tt Y
TB  . ……………………………………………...(13)
 Y Tt
Sedangkan koefisien bouyancy menurut Mansfield (1972) dapat
diestimasi dari fungsi “double Ln” terhadap bentuk aslinya, yakni :

T = a Yb……………………………………………… (14)

Dalam kaitan dengan tax bouyancy, Yuyun Wirasasmita (1982) telah


mengaplikasikan model “tax bouyancy” dalam menganalisis perpajakan
nasional dengan menggunakan fungsi regresi, yaitu :

Ln T = Ln K + E Ln Y…………………………… (15)
di mana,
T = penerimaan pajak,
Y = penadapatan nasional (GDP),
K = konstanta, dan
E = koefisien elastisitas.

Berdasarkan model “tax bouyancy” di atas, maka koefisien


elastisitas yang dihasilkan merupakan resultan dari perubahan GDP
dan kebijakan pajak yang diskresioner. Dalam hubungannya dengan
perpajakan daerah, maka dengan menggunakan model tersebut dapat
dihitung koefisien bouyancy pajak daerah dan retribusi daerah.
JAB, November 2004 296

Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini akan


mengungkapkan kajian empirikal mengenai analisis tax effort dan tax
capacity di daerah sehingga menghasilkan suatu implikasi gambaran
tingkatan kemampuan dalam mengelola perpajakan di daerah atau
pemerintah propinsi. Oleh karena itu untuk memudahkan kajian
dalam penelitian ini disusun skema alur pemikiran berdasarkan
kerangka pemikiran sebagaimana diuraikan di atas. Skema alur
pemikiran tersebut digambarkan pada Gambar 1.

Aktivitas Ekonomi
Propinsi-Propinsi

Variabel Keuangan:
1. Objek Pajak Variabel Ekonomi:
2. Kebijakan Pajak 1. Pendapatan Per Kapita
2. PDRB
3. Bantuan Pusat
Model 4. PAD
1. Bahl
2. Adjustment Equation
3. Modifikasi

Analisis:
Regresi dan Korelasi

Indikator Utama
1. Tax Ratio Indikator Penunjang
2. Tax Capacity 1. Tax Elastisitas
3. Tax Effort 2. Tax Bouyancy

Implikasi Analisis
1. High Capacity-Low Effort
2. High Effort – Low Capacity

Gambar 1. Skema Alur Pikir Penelitian

3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan


kuantitatif yang keduanya saling mendukung. Dalam penggunaannya
dua pendekatan tersebut dapat dilakukan secara bersama-sama atau
pendekatan kuantitatif menguji pendekatan kualitatif. Dengan
menggunakan teknik kuantitatif dan kualitatif berdasarkan suatu
paradigma, diharapkan analisis yang dilakukan dapat menjawab
tujuan penelitian.
JAB, November 2004 297

Ruang lingkup penelitian ini memfokuskan pada indikator


keuangan nasional dan daerah yaitu indikator rasio pajak (tax ratio),
upaya perpajakan (tax effort) dan kapasitas pajak (tax capacity),
elastisitas pajak (tax elasticity), daya kemekaran pajak (tax bouyancy),
kontribusi sektoral yang meliputi share sektor pertanian, industri, dan
perdagangan yang secara riil memberikan kontribusi yang dominan
terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan
penggabungan data kualitatif dan kuantitatif. Penggunaan data ini
berkaitan dengan penilaian kualitas variabel secara kualitatif dan
jumlah satuan tertentu secara kuantitatif. Di samping itu, kombinasi
jenis data ini dimaksudkan untuk memperoleh dukungan analisis
terhadap argumentasi pada analisis.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari tahun
anggaran 1986/1987 – 1998/1999. Untuk mendapatkan hasil pemerkira
yang baik, maka rentangan waktu tersebut dikelompokkan menjadi
satu “time series” yakni 1986/1987 – 1998/1999.
Data-data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini
bersumber dari berbagai instansi di antaranya :
1. Data pendapatan nasional (Produk Domestik Bruto).
2. Data penerimaan pajak dan retribusi daerah.
3. Data pendapatan perkapita.
4. Data kontribusi sektoral terhadap Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB).
Data-data mengenai PDB, pendapatan perkapita, dan PDRB
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), sedangkan data penerimaan
pajak dan retribusi daerah diperoleh dari Direktorat Jenderal Pajak
Departemen Keuangan RI.
Berdasarkan data yang dikumpulkan terhadap variabel-
variabel pengamatan, maka variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian ini bersifat makro. Deskripsi beberapa variabel makro dalam
penelitian ini meliputi :
1. Pajak daerah yaitu iuran wajib yang dibayar oleh orang pribadi
atau badan sebagai penerimaan daerah tanpa imbalan langsung
yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
daerah. Pajak Derah ini meliputi: (a) pajak hotel dan restoran, (b)
pajak hiburan, (c) pajak reklame, (d) penerangan jalan, (e)
pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C, (f)
pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan
2. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau
JAB, November 2004 298

diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang


pribadi atau badan (UU No.25 Tahun 1999).
3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan daerah yang
benar-benar dipungut dari daerah yang bersangkutan. Pendapatan
Asli Daerah (PAD) merupakan penjumlahan pungutan pajak
daerah dan sumber pendapatan daerah lainnya yang sah (UU
No.25 Tahun 1999).
4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah salah satu jenis pajak
pusat yang bagian terbesar hasil penerimaannya diserahkan
kepada pemerintah daerah (UU No.25 Tahun 1999).
5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah yaitu nilai dari
seluruh produksi barang dan jasa yang dihasilkan dari berbagai
aktivitas ekonomi dalam suatu daerah dalam kurun waktu satu
tahun.
6. Kontribusi sektoral adalah peranan atau sumbangan (share)
masing-masing lapangan usaha dari sektor-sektor ekonomi
(pertanian, industri, perdagangan) terhadap PDRB.
7. Pendapatan perkapita adalah pendapatan penduduk per jiwa yang
diperoleh dari perbandingan antara jumlah PDRB dengan jumlah
penduduk.
8. Tax ratio yaitu indeks yang dihasilkan berdasarkan perhitungan
perbandingan antara total penerimaan pajak dan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB)
9. Tax capacity adalah nilai yang menggambarkan kemampuan
perpajakan suatu unit fiskal dari sumberdaya tertentu yang dapat
diartikan sebagai sejumlah pajak yang dapat ditingkatkan melalui
ukuran atau standar tertentu.
10. Tax effort yaitu nilai yang dihasilkan dari perbandingan antara tax
capacity dengan realisasi penerimaan pajak aktual atau jumlah
pajak yang secara rill dapat dipungut oleh kantor pajak
11. Tax elasticity adalah indeks yang menunjukkan kepekaan
penerimaan pajak terhadap perubahan pendapatan nasional.
12. Tax bouyancy yaitu indeks elastisitas yang mengukur persentase
perubahan penerimaan pajak yang diakibatkan oleh persentase
perubahan PDRB termasuk di dalamnya perubahan-perubahan
kebijakan diskresioner di antaranya perubahan tarif pajak,
pengenalan pajak baru dan upaya-upaya administrasi lainnya
Penelitian ini menggunakan analisis terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang
difokuskan pada penentuan tingkat elastisitas pajak (tax elasticity)
dan daya pemekaran pajak (tax bouyancy) melalui analisis upaya
pemungutan pajak (tax effort) dan kapasitas pajak (tax capacity) dan
administrasi pajak (tax administration) baik secara kualitatif
JAB, November 2004 299

maupun kuantitatif. Alat analisis yang digunakan adalah metode


analisis regresi dan korelasi yang mengukur analisis tax effort, tax
capacity, tax elasticity, tax bouyancy, dan tax administration.
Penelitian ini menggunakan peralatan ekonometrik dengan
pendekatan regresi yakni untuk mengukur kinerja perpajakan
Indonesia dengan tax ratio, tax effort, dan tax capacity,. Deskripsi model-
model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk menganalisis tax ratio (T/Y) dan tax capacity digunakan
model hasil modifikasi sebagai berikut:
TR/Yti = i + 1i Y/cap ti + 2i Agric tyi + 3i Industr tyi +
4i Trade tyi + 5i SB tyi + eti…………………… (61)

di mana : T^/Y = tax capacity daerah diperoleh dari taxratio yang


telah diestimate, Y/cap = pendapatan perkapita, Agricy =
kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB, Industr y =
kontribusi sektor industri terhadap PDRB, Trade y = kontribusi
sektor perdagangan terhadap PDRB, SB y = kontribusi
sumbangan-bantuan terhadap PDRB,e = error term, i = propinsi,t
= waktu.
2. Selanjutnya tax effort daerah-daerah dapat diukur dari
perbandingan antara pajak riil dan pajak aktual pada masing-
masing daerah atau propinsi. Koefisien tax effort dapat
dirumuskan sebagai berikut :
E = (TR/Y) / (T^R/Y)
di mana : TR/Y = rasio penerimaan pajak dengan PDRB
daerah pemerintah propinsi, T^R/Y = kapasitas pajak di daerah
pemerintah propinsi.
Jika TR/Y > T^R/Y, maka E > 1. Pengertian E > 1 adalah tax
effort lebih besar dibandingkan dengan tax capacity. Jika TRY<T^R/Y,
maka E < 1. Pengertian E < 1 adalah tax capacity lebih besar
dibandingkan dengan tax effort.
Pengukuran kemampuan pemungutan pajak didasarkan pada
kriteria perbandingan tax capacity – tax effort – tax administration atas
dasar permutasi 3 (tiga) dimensi tersebut menurut kriteria sebagai
berikut :
1. High Capacity – Low Effort
2. High Effort – Low Capacity
Untuk keperluan penelitian ini, penaksiran koefisien-koefisien
regresi dari model linear yang akan diuji dilakukan dengan
menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Pengujian statistika
dilakukan untuk menguji asumsi ketepatan suatu model. Adapun
tahapan pengujian meliputi “uji t-statistik” (Uji-t) untuk melihat
JAB, November 2004 300

pengaruh seluruh variabel bebas secara parsial. Sedangkan “uji F-


statistik” (Uji-F) digunakan untuk melihat pengaruh seluruh variabel
bebas pada setiap model secara bersamaan (serempak). Selanjutnya uji
keeratan hubungan antara variabel tak bebas (dependen) dengan
variabel bebas (independen) dengan cara menghitung nilai koefisien
korelasi ( r ) dan koefisien determinasi (R2) serta koefisien determinasi
yang telah disesuaikan (R2 adjusted).
Dalam melakukan uji statistik diberikan batasan terhadap derajat bebas
(degree of freedom = df) dan derajat keyakinan (signifikansi) sebagai
berikut:
a. Untuk uji t derajat bebas/degree of freedom (df) = n - k - 1 dan uji
dua sisi (two sided).
b. Untuk uji F, derajat bebas df1 = k - 1 dan df2 = n - k
c. Keterangan tingkat signifikansi dapat dikatagorikan sebagai
berikut:
* = signifikan pada tingkat signifikansi 95%, (t0,05) dan F0,5 (n-k-1)
Sedangkan untuk menguji asumsi ketepatan suatu model yang
diformulasikan untuk analisis elastisitas pajak dan bouyancy pajak
digunakan uji keabsahan asumsi-asumsi dasar yang dimiliki metode
OLS. Untuk memudahkan dan menghasilkan perhitungan yang
akurat, maka digunakan jasa komputer dengan Software yang telah
diprogram oleh ahlinya, yaitu: Statistic Program Social Science (SPSS)
versi 10.05 for Windows 2000.

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerimaan pajak dari


26 propinsi di Indonesia antara tahun 1986/1987 – 1998/1999
menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Krisis
ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997/1998-1998/1999 tampak
tidak mengurangi jumlah penerimaan pajak yang diterima oleh daerah.
Kondisi tersebut menggambarkan bahwa sektor pajak cukup stabil
sebagai sumber penerimaan di tingkat regional. Pada sisi pajak ekspor
terdapat indikasi terjadinya fluktuasi yang signifikan (=0,06;p=0.058).
Penurunan daya kemekaran pajak di Indonesia terjadi pada
tahun ke 3 (1988/1989) dan pada tahun ke 10 (1995/1996). Penurunan
daya kemekaran pajak tersebut mengindikasikan adanya upaya
perpajakan yang menurun sehingga menurunkan tax capacity. Tax ratio
mengalami fluktuasi yang signifikan (=0,05;p=0,000). Dengan
demikian fluktuasi di atas menggambarkan adanya perubahan tax
ratio yang dipengaruhi oleh perubahan pendapatan perkapita, hasil
perdagangan, pertanian, industri serta sumbangan dan bantuan
JAB, November 2004 301

lainnya. Secara keseluruhan gambaran rata-rata tax ratio adalah


69,17%; tax capacity 227,38%; tax effort 32,06% dan tax elasticity 0,4. Tax
ratio terendah adalah 28,03% yaitu propinsi Kalimantan Tengah, dan
tax ratio tertinggi adalah 253,19% yaitu propinsi DKI Jakarta. Untuk tax
capacity terendah adalah 119,30% yaitu propinsi Jambi dan tax capacity
tertinggi adalah 366,20% yaitu propinsi Sumatera Selatan. Tax effort
terendah adalah 8,37% yaitu propinsi Kalimantan Tengah, tax effort
tertinggi adalah 106,40% yaitu Propinsi DKI Jakarta. Tax elasticity
terendah 0,086 yaitu di Propinsi DKI Jakarta dan elastisitas tertinggi
1,088 yaitu propinsi Kalimantan Tengah. Kondisi tax effort
berhubungan dengan kondisi tax ratio dan berbanding terbalik
dengan tax elasticity. Secara umum pada 26 propinsi di Indonesia
antara tahun 1986/1987-1998/1999 yang terjadi adalah tax capacity lebih
besar dibandingkan dengan tax effort. Kondisi tersebut
mengindikasikan bahwa di Indonesia pada dasarnya masih high
capacity dan low effort, artinya kapasitas pajak belum sepenuhnya dapat
dimanfaatkan. Pengaruh pendapatan per kapita terhadap tax ratio
adalah tidak signifikan ( = 0,05; p=0,174). Kondisi pengaruh yang
sama juga terjadi pada sektor industri, dimana sektor industri tidak
berpengaruh signifikan terhadap tax ratio ( = 0,05; p=0,237). Adapun
faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap tax ratio
adalah pendapatan dari sektor perdagangan ( = 0,05; p=0,000), sektor
pertanian ( = 0,05; p=0,000) serta sektor sumbangan dan bantuan
lainnya ( = 0,05; p=0,000).
Hal tersebut mengindikasikan bahwa pendapatan dari sektor
industri pada kurun waktu 1986/1987-1998/1999 secara umum
mengalami penurunan, khususnya yang terjadi antara tahun
1996/1997 sampai dengan kuartal pertama tahun 1998. Penurunan
produksi terlihat dari penurunan angka indeks produksi dari
kelompok industri besar dan sedang terpilih (1993=100). Faktor-faktor
yang mempengaruhi tax capacity dapat diidentifikasi dari faktor-faktor
yang mempengaruhi tax ratio terlebih dahulu. Tax capacity
dipengaruhi oleh pendapatan perkapita walaupun pengaruh ini dinilai
tidak signifikan (=0,05; p=0,098). Pengaruh faktor-faktor lain juga
tidak signifikan, yaitu pengaruh pendapatan dari sektor perdagangan
(=0,05; p=0,772), pertanian (=0,05; p=0,218), industri (=0,05;
p=0,691) serta sumbangan dan bantuan lainnya (=0,05; p=0,500). Hal
tersebut sejalan dengan konsep tax capacity sebagai indikator yang
diukur berdasarkan rasio pajak (tax ratio) terhadap Gross National
Product (GNP) yang selanjutkan digunakan untuk mengukur kapasitas
pajak (tax capacity) dalam suatu negara atau daerah jika terjadi
peningkatan penerimaan pajak. Dengan demikian tax capacity sangat
dipengaruhi oleh tax ratio, sedangkan faktor-faktor yang
JAB, November 2004 302

mempengaruhi tax ratio seperti pendapatan per kapita, pendapatan


dari sektor perdagangan, pendapatan dari sektor pertanian dan
pendapatan dari sektor sumbangan lainnya adalah faktor-faktor yang
secara tidak langsung mempengaruhi tax capacity. Tax ratio
berpengaruh secara signifikan terhadap tax capacity (=0,05; p=0,000).
Dengan demikian terbukti bahwa tax ratio mempengaruhi tax
capacity secara bermakna. Setelah mengidentifikasi tax ratio kita dapat
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tax effort. Tax
effort adalah suatu indeks yang dihasilkan dari perbandingan antara
rasio pajak (tax ratio) aktual dengan rasio pajak (tax ratio) yang
diestimasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi tax effort adalah
pendapatan perkapita berpengaruh secara signifikan terhadap tax
effort (=0,05; p=0,000), pendapatan dari sektor perdagangan
berpengaruh secara tidak signifikan terhadap tax effort (=0,05;
p=0,720), pendapatan dari sektor pertanian berpengaruh secara
signifikan terhadap tax effort (=0,05; p=0,032), pendapatan dari sektor
industri berpengaruh secara signifikan terhadap tax effort (=0,05;
p=0,006), pendapatan dari sektor sumbangan lainnya berpengaruh
secara signifikan terhadap tax effort (=0,05; p=0,036), pendapatan dari
sektor pajak daerah berpengaruh secara tidak signifikan terhadap tax
effort (=0,05; p=0,053), pendapatan dari PBB berpengaruh secara
signifikan terhadap tax effort (=0,05; p=0,000), pendapatan domestik
bruto berpengaruh secara tidak signifikan terhadap tax effort (=0,05;
p=0,137). Terdapat pengaruh yang signifikan (=0,05;p=0,000) dari tax
capacity terhadap tax ratio. Dengan kata lain tax ratio yang tinggi dapat
diprediksikan sebagai dampak dampak dari tax capacity yang tinggi.

5. Kesimpulan

Penurunan daya kemekaran pajak di Indonesia terjadi pada


tahun ke 3 (1988/1989) dan pada tahun ke 10 (1995/1996). Penurunan
daya kemekaran pajak tersebut mengindikasikan adanya upaya
perpajakan yang menurun sehingga menurunkan tax capacity.
(1) Tax ratio mengalami fluktuasi yang signifikan (=0,05;p=0,000).
(2) Kondisi tax effort berhubungan dengan kondisi tax ratio dan
berbanding terbalik dengan tax elasticity.
(3) Pengaruh pendapatan per kapita terhadap tax ratio adalah tidak signifikan
( = 0,05; p=0,174).
(4) Faktor-faktor yang mempengaruhi tax capacity dapat diidentifikasi
dari faktor-faktor yang mempengaruhi tax ratio terlebih dahulu.
(5) Tax ratio berpengaruh secara signifikan terhadap tax capacity
(=0,05; p=0,000).
JAB, November 2004 303

(6) Faktor-faktor yang mempengaruhi tax effort adalah pendapatan


perkapita berpengaruh secara signifikan terhadap tax effort
(=0,05; p=0,000),
(7) Terdapat pengaruh yang signifikan (=0,05;p=0,000) dari tax
capacity terhadap tax ratio. Dengan kata lain tax ratio yang tinggi
dapat diprediksikan sebagai dampak dampak dari tax capacity
yang tinggi.
(8) Model estimasi kapasitas pajak adalah fungsi terhadap tiga faktor utama,
yaitu tahapan pembangunan (the stage of development), komposisi
sektoral terhadap pendapatan yang dihasilkan (the sectoral composition
of income produced), dan jumlah sektor perdagangan luar negeri (the size
of the foreign trade sector). Dengan demikian tiga faktor utama yang
dapat dianalisis sebagai proksinya adalah kontribusi (share) sektor
pertanian, sektor industri, dan rasio ekspor terhadap pendapatan nasional
(Produk Domestik Bruto) atau regional (Produk Domestik Regional
Bruto).

6. Referensi

Asher and Booth. (1983) Indirect Taxation In Asean, Singapore


University Press Kent Ridge-Singapore.
Ajie, Suprapto. (1996). Elastisitas Pajak dan Retribusi Daerah
Terhadap PDRB Penduduk dan Inflasi, Universitas
Gadjahmada, Yogyakarta.
Bahl, Roy W. (1991). A Regression Approach to Tax Effort and Tax
Ratio Analysis, IMF Staff Papers, Vol.18, No.3.
Chelliah, R.J. (1971). Trends in Taxation in Developing Countries, IMF
Staff Papers, Vol.18, No.3.
Davis, D.M. (1983). The Economic Effects of Windfall Gains in Export
Earnings 1975-1978, World Development, No.2.
Gemmel, Norman,(1994). Ilmu Ekonomi Pembangunan Beberapa
Survey, LP3ES, Jakarta.
Gillis, M. (1985). Micro and Macro Economics of Tax Reform, Journal of
Development Economics, Vol.19, No.3.
Gujarati, Damodar, (1995). Ekonometrika Dasar, Alih Bahasa Sumarno
Zain, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Guritno Mangkoesoebroto, (1994). Kebijakan Ekonomi Publik Di
Indonesia, Substansi dan Urgensi, Editor A. Tony
Prasetianto, Gramedia, Jakarta.
Hill, Hal (ed).(1991). Unity and Diversity: Regional Development in
Indonesia Since 1970, Oxford University Press, Singapore.
Hirawan, Susiyati B. (1998). Desentralisasi Kebijaksanaan Fiskal dan
Tuntutan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah,
Departemen Keuangan Republik Indonesia, Jakarta.
JAB, November 2004 304

Kadmasasmita, Achamd Djuaeni.(1986). Government Revenue Instability,


Expenditure Growth, and The Budget Deficits in Indonesia:
1967-1983/4, Dissertation, Department of Economics,
University of New England Armidale, N.S.W, Australia.
Kelly, Roy, Johan Sebastian and Karsono Suryowibowo. (1993).
Regional Government in Indonesia: An Examination of
Ongoing Reform, Development Discussion Paper, No.461,
Harvard Institute For International Development,
Cambridge, Massachussets.
Lerche, Dietrich. (1980). Efficiency of Taxation in Indonesia, Bulletin of
Indonesian Economics Studies, Vol.16.
Morrison, Thomas K.(1982). Structural Determinants of Government
Budget Dificits in Developing Countries, World
Development, Vol.10.
Musgrave, A. Richard dan Musgrave, B. Peggy. (1993). Keuangan
Negara Dalam Teori dan Praktek, Edisi Kelima, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Musgrave, A. Richard dan Musgrave, B. Peggy. (1984). Public Finance
in Theory and Practice, McGraw-Hill, Tokyo.
Shah, Anwar. (1994). The Reforms of Intergovernmental Fiscal
Relations in Developing and Emerging Market Economies,
The World Bank, Washington DC.
_______, (1991). Perspectives on the Design of Intergovernmental Fiscal
Relations in Developing and Emerging Market Economies,
The World Bank, Washington DC.
Tanzi, Vito. (1982). Fiscal Disequilibrium in Developing Countries, The
World Development, Vol.10, No.12.
Taylor, C.L. (1983). Why Governments Grow: Measuring Public Sector
Size, Sage Publishing, Inc.London.

View publication stats

Você também pode gostar