Você está na página 1de 7

1.

ALIRAN DALAM SASTRA

Aliran-aliran dalam kesusastraan memiliki kesamaan dengan aliran dalam kesenian

yang lain, misalnya dalam seni lukis, seni drama, bahkan dalam dunia filsafat dan

kehidupan sosial. Aliran dalam kesusastraan berhubungan erat dengan pandangan hidup

dan kejiwaan pengarang dan penyair, serta biasanya terekspresikan dalam karya-karya

mereka. Artinya, kita memasukkan seorang sastrawan/sastrawati ke dalam aliran

tertentu, hendaknya berdasarkan buah cipta mereka. Dengan demikian, seorang pengarang

bisa dimasukkan ke dalam beberapa aliran, karena corak karyanya yang bermacam-

macam. Sementara itu, sebuah novel, cerpen, puisi atau teks drama bisa dijadikan

beberapa contoh yang menunjukkan bahwa seorang pengarang menganut beberapa aliran.

Ambillah contoh “Nyanyi Sunyi” karya Amir Hamzah, “Ziarah”, “Merahnya Merah”, dan

“Kering” karya Iwan Simatupang, “Gadlob” dan “Adam Makrifat” karya Danarto,

“Harimau! Harimau!”, “Jalan Tak Ada Ujung” dan “Maut dan Cinta” karya Muchtar

Lubis. Antologi puisi “Nyanyi Sunyi” bisa digunakan contoh untuk romantisme, mistisme,

atau religiusme, tiga novel Iwan yang tadi telah disebut untuk absurdisme dan

eksistensialisme, karya-karya Danarto untuk mistisisme, simbolisme dan absurdisme,

karya-karya Muchtar Lubis untuk idealisme, humanisme, psikolonialisme.

Aoh. K.Hadimadja dalam bukunya “Aliran-aliran Klasik Romantik, dan Realisme dalam

Kesusastraan” mengatakan bahwa “aliran itu tidak lain daripada keyakinan yang dianut

golongan-golongan pengarang yang sepaham, ditimbulkan karena menentang paham-

paham lama. Adakalanya para penganut aliran yang sama tidak sepaham benar-benar, akan

tetapi pada dasarnya mereka tidak bertentangan, dan ciri-cirinya pengarang membawa
pembawaan dan kepribadian yang khas atau ada seorang karena ciri-ciri yang umum itu,

mereka dapat digolongkan ke dalam aliran tertentu”.

Sementara itu H.B. Jassin dalam bukunya “Tifa Penyair dan Daerahnya” menyatakan

bahwa aliran dalam sastra dapat “ mengenai cara pengucapan daripada isi yang diucapkan,

“ tetapi “ ada pula aliran-aliran yang menyatakan isi“.

Dari penjelasan di atas dapatlah kita pahami bahwa aliran dalam sastra sebenarnya

berpangkal pada kesadaran sastrawan untuk menentang paham atau aliran sebelumnya.

Perlawanan menentang paham atau aliran lama itu diwujudkan dalam bentuk ciptaan yang

menunjukkan ciri lain daripada yang ada sebelumnya. Ingatkah Anda pada kumpulan

sanjak “Tiga Menguak Takdir”? Kumpulan sajak itu sebenarnya merupakan bukti

perlawanan kelompok penyair muda (Chairil Anwar, Rivai Apin, Asrul Sani) terhadap

Sutan Takdir Alisjahbana. Perlawanan itu bertolak dari konsepsi kesenian yang berbeda

antara dua kelompok sastrawan itu (Pujangga Baru versus Angkatan ‘45).

Di Indonesia sebenarnya adanya aliran yang secara sadar diperjuangkan untuk menentang

paham atau aliran sebelumnya belum banyak terjadi. Hal ini salah satu di antaranya

disebabkan oleh usia sejarah sastra Indonesia yang belum begitu lama.

Salah satu indikator (petunjuk) adanya golongan yang menentang kelompok sastrawan

sebelumnya adalah : adanya suatu manifestasi yang menyatakan pendirian kelompok itu

dalam memperjuangkan gagasan-gagasan barunya. Angkatan ‘45 misalnya dengan

manifestasi yang tercantum pada “ Surat Kepercayaan Gelanggang “ menyatakan

pendirian kelompok tersebut, yang berbeda pendirian dari kelompok sastrawan Pujangga

Baru, sementara itu “ Manifes Kebudayaan “ (17 agustus 1963) lebih banyak merupakan

sikap politik dari sastrawan kelompok bebas (Manifes) terhadap sastrawan Lekra
(Lembaga Kebudayaan Rakyat), daripada pernyataan melawan kelompok sastrawan

generasi sebelumnya. Hal ini disebabkan sastrawan kelompok Manifes dan kelompok

Lekra hidup sezaman.

Berikut ini akan kita pelajari beberapa aliran dalam sastra. Hendaknya dipahami bahwa

aliran-aliran yang disebutkan di sini tidak menjamin bahwa sastrawannya secara sadar

ingin memperjuangkan gagasan-gagasan aliran, dengan konsep atau pengertian aliran.

Dapat kita indentifikasi karya sastra tertentu termasuk ke dalam kategori aliran sastra

tertentu. Hendaknya kita sadari bahwa masalah aliran ini bukan merupakan monopoli

bidang sastra. Aliran-aliran itu dapat berlaku dalam bidang seni lainnya, terutama pada

seni lukis. Demikianlah jika kita berbicara tentang aliran realisme, maka aliran itu tidak

hanya khusus berlaku pada sastra, tetapi juga berlaku pada seni lukis. Penjelasan berikut

ini tidak berdasarkan pada urutan sejarah kelahirannya.

1.1 Aliran Impresionisme

A.F. Scott dalam kamusnya Current Literary Terms A Concis Dictionary menyatakan

bahwa impresionisme merupakan cara menulis karangan yang tidak memperlakukan

realitas secara obyektif, tetapi menyajikan kesan-kesan (impressions) dari pengarangnya.

Istilah impressionisme ini berasal dari dunia seni lukis pada paruh pertama abad ke 19 di

Perancis.

Sementara itu H.B. Jassin menyebutkan bahwa “ suatu lukisan yang impresiomistis

kelihatannya seperti belum selesai. Baru hanya skets. Segala sesuatu tidak dilukiskan

pikiran-pikiran yang sudah masak dipikirkannya,…..dia hanya mau melukiskan kesannya

sepintas lalu, kesan pertama yang segar “.


Aliran Impresionisme dibagi lagi menjadi 3, yaitu :

a. Aliran Realisme, melukiskan kenyataan dalam kehidupan seperti apa adanya selama

dalam batas kesopanan. Mengguanakan bahasa sehari-hari (sederhana). contoh karya sastra

Aliran realisme ini adalah :

- Novel PADA SEBUAH KAPAL karya N. H. DINI.

- KOTA HARMONI karya IDRUS.

- TAK ADA HARI ESOK karya MOCHTAR LUBIS.

b. Aliran Naturalisme, hampir sama dengan aliran realisme tetapi cenderung melukiskan

keburukan-keburukan dalam kehidupan tanpa mempedulikan norma susila atau etika.

Bahasa yang digunakan amat sedrhana, mudah dimengerti, bahkan sampai pada kata-kata

kasar, kotor, dan tidak sopan. Contoh karya sastra pada Aliran Naturalisme ini adalah :

- BELENGGU karya ARMYN PANE.

- SURABAYA karya IDRUS.

c. Aliran Naturalisme, melukiskan kehidupan secara objektif, baik segi positif maupun

negatif. Tetapi biasanya lebih menonjolkan hal-hal yang baik. Contoh pada Aliran

Neonaturalisme adalah :

- ATHEIS karya AKHDIAT KARTAMIHARJA.

- TAK PUTUS DI RUNDUNG MALANG karya STA.

1.2 Aliran Determinisme

Istilah determinisme berasal dari doktrin filsafat yang menyatakan bahwa setiap kejadian

atau peristiwa itu ada penyebabnya. Dalam sastra, determinisme mencoba menggambarkan

tokoh-tokoh cerita dikuasai oleh nasibnya, sehingga tokoh tersebut tidak sanggup dan tidak

mampu lagi ke luar dari takdir yang telah jatuh pada dirinya.
Takdir yang dimaksudkan di sini bukanlah takdir dari Tuhan sesuai dengan konsepsi yang

berlaku pada agama langit, melainkan takdir yang lebih tepat dikatakan sebagai akibat

yang tak dapat dielakkan karena peristiwa-peristiwa yang mendahuluinya, berupa faktor-

faktor biologis, lingkungan dan sosial.

H.B. Jassin menyatakan bahwa nasib itu “ ditentukan oleh keadaan masyarakat sekitar,

kemiskinan, penyakit, darah keturunan, dalam hubungan sebab akibat. Menurut ilmu

keturunan, ayah atau ibu yang jahat akan menurunkan sifat-sifat jahatnya pada anaknya

atau cucu-cucunya, biarpun keturunannya itu bermaksud baik, mau memperbaiki

dirinya……….Apabila si orang tua jahat, maka itu bukan pula karena sudah ditakdirkan

Tuhan demikian, tetapi karena keadaan masyarakat yang serba bobrok, orang hidup dalam

kemiskinan yang sangat, pembagian harta kekayaan antara manusia tidak adil “.

(contoh novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah” oleh Hamka)

Determinisme berpendapat bahwa tragedi hidup manusia sudah tercetak dalam

kemutlakan, merupakan paksaan nasib yang tak bisa ditembus oleh segenap daya dan

ikhtiar sang pelaku. Orang sadar dengan kodratnya, sebagai wong cilik, sebagai hamba

sahaya, sebagai sang kurban, sehingga tidak akan banyak menuntut. Ia legawa-legalila

nrima ing pandum menerima suratan nasib, seperti yang terjadi pada Maria Magdalena

Pariyem dalam liris prosanya Linus Suryadi Ag. . Atau, seperti skenario semula, memang

tragis penuh tangis. Determinisme bisa dijumpai dalam “ Trilogi Oedipus “ nya Sophokles,

“ Tragedi Sangkuriang “, “ Pengakuan Pariyem “ nya Linus Suryadi AG, novel “ Kuterima

Penderitaan Ini, Ibu “ Motenggo Boesye, tokoh-tokoh cerita Iwan Simatupang, Putu

Wijaya, Arifin C yang papa. (baca “Merahnya Merah” dan “Kering” karya Iwan, “Pol”

dan “Stasiun” karya Putu, “Mega-mega”, “Kapai-kapai”, “Umang-umang” klarya Arifin


Kesimpulan

Kesimpulannya jadi bahwa aliran sastra merupakan sikap jiwa dan pandangan hidup yang

menjadi haluan dan dasar penciptaan karya sastra yang dimiliki oleh setiap pengarang.

Aliran sastra ini sangat ditentukan oleh corak jiwa dan sikap hidup dari masing-masing

pengarang. Dapat pula dikatakan bahwa aliran sastra merupakan keyakinan yang dianut

golongan pengarang yang sepaham, yang diciptakan untuk menentang paham dan aliran

lama.

Impresionisme: aliran yang menekankan pada pengalaman dan penglihatan pengarang

berdasarkan kesan sepintas terutama oleh pancaindra.

Determinisme: aliran yang menggambarkan nasib buruk tokoh-tokoh cerita yang

ditentukan oleh lingkungannya atau takdir yang jatuh padanya.


DAFTAR PUSTAKA

https://danririsbastind.wordpress.com/2011/04/13/aliran-aliran-dalam-kesusastraan/

http://dhevyolivia.blogspot.co.id/2011/12/aliran-dalam-karya-sastra.html

http://linguistikid.com/aliran-sastra/

Você também pode gostar