Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
2. Histologi Retina
Retina adalah lapisan yang tipis, semi transparan, dan terdiri atas berlapi-lapis
jaringan saraf. Retina melapisi sekitar 2/3 bagian bola mata, yaitu hampir sama
luasnya dengan korpus siliaris, dan berakhir pada ora serrata. Permukaan luar retina
sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel pigmen retina sehingga juga bertumpuk
dengan membrana bruch, khoroid dan sklera. Di sebagian besar tempat, retina dan
epitel pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk ruang subretina. Tetapi pada
diskus optikus dan ora serata, retina dan epitel pigmen retina saling melekat kuat.
Retina mempunyai sepuluh lapisan, dari dalam ke luar, susunannya adalah
sebagai berikut : (1) Membrana limitasi interna, (2) Lapisan serat saraf, (3) Lapisan
sel ganglion, (4) Lapisan plexiform dalam, (5) Lapisan nucleus dalam, (6) Lapisan
plexiform luar, (7) Lapisan nucleus luar, (8) Membrana limitasi eksterna, (9) Lapisan
fotoreseptor (sel batang dan kerucut) dan (10) Epitel pigmen retina (Gambar 2.2).
Gambar 2.2 Lapisan retina
2.3 Epidemiologi
Retinoblastoma terjadi pada 1 : 15.000 sampai 1 : 20.000 kelahiran hidup.
Tidak ada keterkaitan jenis kelamin atau ras terhadap kejadian RB. Sekitar sepertiga
sampai seperempatnya mampunyai riwayat penyakit keluarga dengan RB. Survival
rate di USA dan Inggris mencapai 90%. RB unilateral adalah yang tersering
ditemukan, dan yang paling jarang adalah RB trilateral.
Sebanyak 80% pasien dengan RB terdiagnosis sebelum usia 3 tahun.
Diagnosis penyakit ini pada usia lebih dari 6 tahun sangat jarang. RB dilateral
ditemukan pada 20-30% kasus, dan biasanya pada usia yang lebih muda (usia 14-
16 bulan), dibandingkan dengan RB unilateral (usia 29-30 bulan).
1. Pola pertumbuhan
a. Endofitik, yaitu pertumbuhan tumor ke korpus vitreum. Massa berwarna
kuning keputihan tumbuh secara progresif hingga ke korpus vitreum.
Pembuluh darah retina tidak tampak pada permukaan tumor.
b. Eksofitik, dimana tumor tumbuh menuju ke spatium subretinal. Tampak
pendesakan retina ke luar, dan pembuluh darah retina tampak terlihat di
permukaan tumor.
c. Tumor dengan infiltrasi difus, dimana tumor menyebar secara difus dengan
massa kecil-kecil dan tersebar di retina. Biasanya ditemukan pada anak besar
dan adanya keterlambatan diagnosis.
2. Invasi saraf optikus, perkembangan tumor lebih lanjut dapat menyebar ke ruang
subarachnoid dan otak melalui saraf optikus.
3. Stadium retinoblastoma
a. Stadium leukokoria
Pada stadium ini, pasien tidak merasakan gejala apapun hanya
penglihatan menurun sampai visus 0. Saat ini orang tua pasien merasa tidak
ada masalah dengan mata anaknya sehingga kadang dibiarkan, padahal pada
tahap inilah pasien masih bisa diselamatkan dengan tindakan enukleasi. Jika
pada pemeriksaan patologi anatomi nervus optikus sudah terkena maka
tindakan selanjutnya adalah kemoterapi.
b. Stadium glaukomatosa
Massa tumor sudah memenuhi seluruh bola mata sehingga gejala yang
nampak adalah gejala glaukoma. Gejala lain yang dapat nampak adalah
strabismus, uveitis, dan hifema. Stadium ini biasanya hanya berlangsung
beberapa bulan, sehingga jika terlambat ditangani akan masuk stadium
berikutnya. Penanganannya adalah dengan enukleasi dilanjutkan kemoterapi,
dapat juga kemoterapi dahulu untuk mengecilkan tumor baru kemudian
enukleasi.
Gambar 2.3 Retinoblastoma stadium glaukomatosa pada pasien usia 2tahun. Pasien
datang dengan keluhan mata menonjol (proptosis) pada mata kanan
c. Stadium ekstraokuler
Pada stadium ini bola mata sudah menonjol (proptosis), akibat desakan
massa tumor yang sudah keluar ke ekstra okuler. Segmen anterior bola mata
sudah rusak dan keadaan umum pasien Nampak lemah dan kurus.
Prognosisnya kurang baik, tindakan yang bisa dilakukan hanyalah untuk
mempertahankan hidup pasien.
Gambar 2.4 Retinoblastoma stadium ektraokuler pada pasien laki-laki usia 2 tahun.
Pasien dating dengan keluhan penonjolan pada mata kiri
d. Stadium metastasis
Stadium ini sangat buruk karena tumor sudah masuk ke kelenjar limfe
pre aurikuler atau sub mandibular. Tempat metastatis RB paling sering pada
anak adalah tulang kepala, tulang distal, otak, vertebra, dan viscera abdomen.
Namun di USA penyebaran penyakit jarang dijumpai karena pasien
terdiagnosis pada stadium dini.
2.5 Diagnosis
1. Gejala Awal
Gejala RB yang paling sering adalah leukocoria (56%) atau pupil putih
(Gambar 2.5), namun gejala ini biasanya hilang timbul, tergantung pandangan mata
anak. Gejala ini biasanya ditemukan tidak sengaja oleh orang tua, atau oleh dokter
saat pemeriksaan reflek cahaya.
Gejala Jumlah %
1. Leukocoria 56%
2. Strabismus 20%
3. Mata merah dan nyeri 7%
4. Glaukoma 7%
5. Gangguan penglihatan 5%
6. Asimptomatis 3%
7. Selulitis orbital 3%
8. Midriasis unilateral 2%
9. Heterochromia iridis 1%
10. Hifema 1%
5. Gambaran Histopatologi
Diagnosis RB dapat dikonfirmasi secara histologi setelah dilakukan tindakan
enukleasi. Karakteristik histologi adalah adanya abnormalitas retinoblas dengan
nucleus hiperkromatik besar dan sedikit sitoplasma.
Macam-macam derajat diferensiasi retinoblastoma ditandai oleh pembentukan
rosettes, yang terdiri dari 3 tipe :
a. Flexner-Wintersteiner rosettes, yang terdiri dari lumen sentral kosong
yang dikelilingi oleh sel kolumner tinggi. Nucleus sel ini lebih jauh dari
lumen
b. Homer Wright rosettes, rosettes yang tidak mempunyai lumen dan sel
terbentuk mengelilingi masa proses eosinofilik
c. Fleurettes, adalah focus sel tumor yang mana menunjukkan differensiasi
fotoreseptor, kelompok sel dengan proses pembentukan sitoplasma dan
tampak menyerupai karangan bunga
6. Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding RB adalah sebagai berikut :
a. Katarak kongenital, pada penyakit ini juga dijumpai adanya pupil putih
(leukocoria)
b. Persistent fetal vasculature/ PFV (sebelumnya disebut persistent hyperplastic
primary vitreous/ PHPV), adalah kegagalan regresi pembuluh darah di korpus
vitreum
c. Dysplasia retina, yang dapat terjadi pada Norrie’s disease, Patau’s syndrome,
Edward’s syndrome, Walker Warburg dan kelainan migrasi saraf lainnya
d. Early onset Coat’s disease, yaitu kelainan pembuluh darah retina karena
eksudasi lipid d bawah retina
e. Infeksi kongenital, seperti toxocariasis
f. Glaucoma kongenital, yaitu ditemukannya mata merah, berair, dan keruh.
7. Klasifikasi
Klasifikasi yang akan dijelaskan adalah klasifikasi menurut Reese-Ellsworth
dan International classification of intraocular retinoblastoma.
Tabel 2.2 Klasifikasi retinoblastoma menurut Reese-Ellsworth
Group A B
- Group I Tumor soliter, ukuran kurang -Tumor multiple, ukuran tidak melebihi 4
dari 4 diameter disc, pada atau di diameter disc, semua pada atau di
belakang equator belakang equator
-Group II Tumor soliter, ukuran 4-10 -Tumor multipel, ukuran 4-10 diameter
diameter disc, pada atau di belakang disc, pada atau di belakang equator
equator
-Group III Terdapat lesi di anterior -Tumor soliter lebih besar dari
equator 10diameter disc, di belakang equator
-Group IV Tumor multiple, beberapa -Ada lesi yang meluas ke
besarnya lebih dari 10 diameter disc anterior ora serrate
2.7 Tatalaksana
Tatalaksana retinoblastoma melibatkan pendekatan multidisiplin. Dokter
mata, dokter onkologi, dokter ahli radioterapi, dokter patologi, dan konselor genetik
merupakan para ahli yang harus dapat bekerja sama untuk manajemen pasien secara
komprehensif. Secara umum, tatalaksana RB dibagi menjadi tatalaksana intraokuler
pada asal tumor, dan ekstraokuler yang merupakan penyebaran tumor. Tatalaksana
tersering pada RB unilateral adalah enukleasi bulbi, dengan cure rate > 95%. Kasus
RB bilateral biasanya ditangani dengan kemoterapi atau external beam radiation
(EBR).
Tujuan utama tatalaksana RB intraokuler adalah untuk mempertahankan
kehidupan. Mempertahankan organ dan fungsi penglihatan merupakan tujuan
sekunder dan tertier. Terdapat beberapa metode tatalaksana RB intraokuler, meliputi
terapi fokal (krioterapi, laser fotokoagulopati, termoterapi transpupilary, termoterapi
transsklera, dan plaque brachytherapy), terapi local (external beam radiotherapy/
EBR, enukleasi), dan terapi sistemik (kemoterapi). Terapi fokal terutama untuk tumor
dengan ukuran kecil, sedangkan terapi local dan sistemik digunakan untuk terapi RB
lebih lanjut.
1. Krioterapi
Krioterapi dilakukan pada tumor ukuran kecil, yaitu diameter maksimal 4
mm, dan ketebalan maksimal 2 mm. Biasanya dilakukan tiga kali dalam interval 4-6
minggu sampai terjadi regresi tumor. Krioterapi dilakukan dengan alat yang dapat
mengeluarkan suhu – 60 sampai – 80 ᵒC, sehingga terjadi krionekrosis tumor.
2. Terapi laser
Terapi laser dilakukan pada tumor primer dengan ukuran kecil, atau tumor
dengan ukuran besar yang telah mengecil setelah kemoterapi. Terapi laser tidak
efektif pada massa yang telah memenuhi korpus vitreus. Laser dimasukkan ke dalam
mata melalui oftalmoskop atau mikroskop indirek. Dua gelombang yang umum
digunakan adalah cahaya hijau dengan panjang gelombang 532 nM dan cahaya
inframerah dengan panjang gelombang 810 nM. Tujuan terapi ini adalah untuk
menghambat aliran darah ke tumor, sehingga terjadi nekrosis jaringan tumor.
3. Plaque brachyterapi
Terapi ini diindikasikan pada tumor dengan ukuran diameter kurang dari 16
mm, dan ketebalannya kurang dari 8 mm. metodenya adalah dengan memancarkan
gelombang radioaktif ke tumor melalui sclera. Materi radioaktif yang biasa digunakan
adalah Ruthenium 106 dan Iodine 125. Keuntungan terapi ini adalah kerusakan
minimal pada struktur normal di sekitarnya.
4. Enukleasi
Enukleasi adalah tindakan yang paling umum dilakukan pada pasien RB yang
sudah berkembang. Enukleasi biasanya dilanjutkan dengan terapi lainnya, untuk
mencegah metastasis. Tindakan ini biasanya dilakukan pada RB intraokuler yang
sudah diikuti adanya neovaskularisasi iris, glaucoma sekunder, invasi tumor ke
kamera okuli anterior, tumor mengisi > 75% korpus vitreus, tumor nekrosis dengan
inflamasi orbital sekunder, dan tumor yang berhubungan dengan adanya hifema atau
hemoragik vitreus.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada tindakan enukleasi adalah :
a. Manipulasi minimal
b. Menghindari perforasi mata
c. Mendapatkan tunggul nervus optikus > 15 mm
d. Melakukan inspeksi hasil enukleasi, untuk mengetahui perluasan tumor ke
ekstraokuler dan keterlibatan nervus optikus
e. Jaringan segar hasil enukleasi segera dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan
patologi anatomi.
5. Kemoterapi
Kemoreduksi adalah istilah yang menjelaskan proses reduksi volume tumor
dengan kemoterapi. RB dengan kemoterapi saja bukanlah tindakan kuratif yang
efektif, karena kemoterapi ini harus diikuti dengan terapi local lainnya. Gabungan
kemoterapi dan terapi fokal dapat meminimalisis kebutuhan untuk enukleasi atau
EBR. Tabel menjelaskan regimen kemoterapi yang sering digunakan. Terapi standar
digunakan untuk RB dengan ukuran kecil dan sedang (ICIOR grup A sampai C),
sedangkan dosis tinggi untuk tumor yang lebih lanjut (ICIOR grup D)
3. USG prenatal
Pemeriksaan ini dilakukan pada usia kehamilan akhir untuk melihat ada
tidaknya pertumbuhan tumor pada orbita. Sensitivitas pemeriksaan ini rendah, perlu
dilakukan oleh tenaga yang berpengalaman.
2. Prognosis penglihatan
Di negara maju, prognosis penglihatan retinoblastoma cukup bagus, yaitu dapat
mencapai 50% pada mata yang tidak di-enukleasi. Prognosis penglihatan pada mata
yang tidak terkena tumor mencapai lebih dari 80%