Pemerintah harus meningkatkan pendidikan mengenai investasi di Indonesia karena rendahnya pengetahuan dan minat masyarakat. Hal ini membuat negara terlalu bergantung pada investor asing. Kurangnya pendapatan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya investasi merupakan penyebab utama rendahnya minat berinvestasi. Pemerintah perlu memperkenalkan investasi di sekolah dan meningkatkan infrastruktur untuk menarik lebih banyak investor domestik.
Pemerintah harus meningkatkan pendidikan mengenai investasi di Indonesia karena rendahnya pengetahuan dan minat masyarakat. Hal ini membuat negara terlalu bergantung pada investor asing. Kurangnya pendapatan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya investasi merupakan penyebab utama rendahnya minat berinvestasi. Pemerintah perlu memperkenalkan investasi di sekolah dan meningkatkan infrastruktur untuk menarik lebih banyak investor domestik.
Pemerintah harus meningkatkan pendidikan mengenai investasi di Indonesia karena rendahnya pengetahuan dan minat masyarakat. Hal ini membuat negara terlalu bergantung pada investor asing. Kurangnya pendapatan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya investasi merupakan penyebab utama rendahnya minat berinvestasi. Pemerintah perlu memperkenalkan investasi di sekolah dan meningkatkan infrastruktur untuk menarik lebih banyak investor domestik.
TEMPO.CO, Jakarta – Pakar ekonomi dari Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih
mengatakan, tantangan terbesar Indonesia dalam investasi adalah kurangnya minat dan pengetahuan dari rakyat, inilah mengapa pemerintah harus menyediakan pendidikan intensif. “Pendidikan itu penting sebagai pengetahuan tentang pasar sehingga penyebaran investor lokal dan asing lebih sama,” kata Lana, Selasa. Bahkan pemerataan investor lokal dan asing akan melindungi Indonesia dari tekanan asing. Saat ini, investor asing memiliki persentase lebih besar dalam investasi saham dengan 51 persen dan obligasi pemerintah dengan 35,8 persen, ini membuat Indonesia terlalu bergantung pada investasi asing. Ada dua hal yang menyebabkan kurangnya masyarakat minat untuk investasi. Pertama, pendapatan per kapita yang kecil. Meskipun biaya investasi saat ini murah, pendapatan per kapita Rp3 juta per bulan dianggap kurang. “Orang-orang masih mikir-mikir dalam menabung, apalagi investasi,” kata Lana. Kedua, kurangnya masyarakat kesadaran akan pentingnya investasi. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah harus mulai memperkenalkan investasi di sekolah. “[Pengantar investasi harus] mulai dari SMP,” tambah Lana. Indonesia menghadapi lima tantangan dalam investasi fisik : korupsi, birokrasi yang tidak efisien, kurangnya infrastruktur yang memadai, tumpang tindih antara kebijakan pemerintah pusat dengan daerah dan mahalnya biaya pinjaman. Dalam jangka pendek, pemerintah dapat meningkatkan infrastruktur dan meniadakan tumpang tindih antara pemerintah pusat dan daerah. “Untuk tiga lainnya [tantangan], rencana jangka panjang diperlukan dalam rangka meningkatkan itu,” kata Lana Artinya : Eddy Hussi, ketua Asosiasi Real Estate Indonesia (REI), mengatakan pertumbuhan di sektor properti pada semester pertama 2014 telah melambat 10 sampai 15 persen dibandingkan periode yang sama di tahun lalu. Dia mengatakan bahwa nilai pinjaman suku bunga yang tinggi ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) adalah salah satu penyebab dari melemahnya penjualan properti. Nilai tukar rupiah yang tidak stabil dan pemilihan presiden memiliki kontribusi terhadap kelambatan ini. “Permintaan sedikit jadi ada sedikit perkembangan, tapi tidak ada proyek telah dihentikan,” kata Eddy. Dengan berakhirnya pemilihan presiden, Eddy memprediksi bahwa sektor properti akan terus tumbuh pada semester kedua. Namun, ia masih menunggu kebijakan pemerintah baru sebelum menentukan target pertumbuhan. “Kami bersyukur bahwa pemilihan presiden berjalan lancar, tapi kami masih akan melihat kebijakan pemerintah berikutnya,” katanya Artinya : TEMPO.CO, Jakarta – Wakil Gubernur Bank Indonesia (BI) Ronald Waas mengatakan bank sentral telah mendistribusikan sekitar Rp11 triliun uang kertas baru pada minggu pertama Ramadhan. BI memperkirakan masyarakat akan membutuhkan sekitar Rp118.5 triliun dalam bentuk tunai selama liburan Idul Fitri. Waas mengatakan 92 persen dari devisa tunai / bank note bernilai lebih tinggi dari Rp 20,000. Sisanya delapan persen, adalah pecahan kecil dari Rp 10,000 kebawah, katanya Sebelumnya, BI mengatakan ada pertumbuhan 14,9 persen dalam kebutuhan uang tunai musim lebaran tahun ini. Pada 2013, kebuthan uang tunai Rp103.2 triliun selama liburan Idul Fitri. Tahun ini, bank sentral memperkirakan total kebutuhan Rp118.5 triliun.