Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Australia, dan juga merupakan eksportir batubara ke-2 terbesar di dunia setelah Australia (detik.com).
Dari data APBI (Asosiasi Penambang Batubara Indonesia) total produksi batubara Indonesia tahun 2009
mencapai 216,5 juta ton. Kaltim tertinggi dengan produksi 112,7 juta ton, Kalsel 69,7 juta ton, Bengkulu
22,7 juta ton dan Sumsel 11,4 juta ton. Namun ironisnya
waktu dulu tinggal di Kaltim (Balikpapan, Samarinda, Bontang) mati listrik bukanlah hak yang aneh
sudah seperti rutinitas biasa saja (sekarang gimana ya?) padahal Kaltim katanya produsen batubara
terbesar se Indonesia. Juga tidak usah jauh-jauh ke luar Jawa, di Bogor saja sering mati listrik.
Aaah Indonesiaku…
Tapi saya disini tidak akan membahas masalah yang menurut saya miss manajemen pemanfaatan sumber
daya alam ini, pendidikan saya belum Ph.D, belum ada kompetensi untuk itu, walau kalau di analisa
secara nalar sederhana mestinya Indonesai ini tidak harus kekurangan energi dengan kekayaan alamnya
yang seperti ini. Seperti biasa saya hanya ingin berbagi pengetahuan dengan sobat muda semua,
pengenalan tentang batu bara, kualitasnya, pengolahannya dan cara uji analisa kimia berdasarkan dari
pengalaman saya waktu bekerja sebagai Technician di Laboratorium Bahan Tambang, siapa tau anda atau
ada siswa/mahasiswa yang sedang mencari artikel tentang batubara ini mungkin bisa tambah-tambah
referensinya. Selamat menyimak tulisan saya dibawah ini.
Tambang Batubara
Menurut Direktorat Batubara Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Indonesia memiliki
cadangan bartubara tertunjuk sebesar 38.768 juta MT, dari jumlah tersebut 11.484 juta MT merupakan
cadangan terukur dan 27.284 juta MT merupakan cadangan terindikasi. Sedangkan yang tereksploitasi
mencapai 5.362 juta MT. Kalimantan menyimpan deposit sebesar 61% (21.088 juta MT), Sumatera 38%
(17.464 juta MT), dan sisanya tersebar di areal lain. Kalimantan juga menyimpan cadangan deposit
thermal coal dengan nilai bakar (caloric values) tertinggi dibandingkan wilayah lain di Indonesia.
Apa pula itu istilah cadangan tertunjuk, cadangan terukur, dan cadangan terindikasi?
Ini adalah istilah dalam geologi pertambangan batubara yang secara singkat pengertiannya sebagai
berikut:
Cadangan Hipotesa (hypothetical coal resource) adalah jumlah batubara yang berada di daerah
penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang di hitung berdasarkan data yang memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan survey tinjau.
Cadangan Tereka (inferred coal resource) adalah jumlah batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari
daerah penyelidikan yang di hitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk
tahap penyelidikan prospeksi.
Cadangan Tertunjuk (indicated coal resource) adalah jumlah batu bara di daerah penyelidikan atau bagian
dari daerah penyelidikan yang di hitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan
untuk tahap eksploitasi pendahuluan.
Cadangan Terukur (measured coal resource) jumlah batu bara di daerah penyelidikan atau bagian dari
daerah penyelidikan yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk
tahap eksploitasi rinci.
Cadangan Terkira/cadangan terindikasi (probable coal resource) adalah jumlah batu bara tertunjuk dan
sebagian dari jumlah batu bara terukur, tetapi berdasarkan kajian kelayakan semua factor yang terkait
telah terpenuhi sehingga hasil kajiannyha dinyatakan layak.
Cadangan Terbukti (proved coal resource) jumlah cadangan terukur yang berdasarkan kajian kelayakan
semua faktor yang terkait telah terpenuhi sehingga hasil kajiannya dinyatakan layak.
Lebih jelasnya silakan dilihat pada SNI 13-5104-1998.
Batubara ditambang dengan 2 metode yaitu tambang permukaan- open pit mining dan tambang bawah
tanah- deep mining. Batubara asli/yang langsung di ambil dari dalam tanah di sebut batubara tertambang
run of mine (ROM), masih mengandung campuran yang tidak diinginkan. Pengotor batubara dapat
berupa pengotor homogen yaitu pengotor yang terjadi di alam saat pembentukan yang di sebut inherent
impurities maupun pengotor akibat operasi pertambangan atau yang di sebut extraneous impurities. Untuk
penggunaan secara ekonomis pengolahan batu bara di sebut coal benefication/coal washing - pencucian
batubara dengan tujuan meningkatkan kualitas batubara itu sendiri. Pengolahan tersebut tergantung pada
kandungan batubara dan tujuan penggunannya. Batubara mungkin hanya memerlukan pemecahan
sederhana atau mungkin memerlukan proses pengolahan yang lebih kompleks untuk mengurangi
kandungan campuran yang tidak diinginkan.
Sebelum proses pengolahan batubara tingkat lanjut, semua batubara yang di dapat dari pertambangan
pasti harus melalui proses pencucian ini. Proses pencucian batubara dilakukan setelah diketahui hasil tes
laboratorium yang disebut uji endap apung. Uji endap apung ini dapat memberikan gambaran derajat
kedapatcucian batubara tersebut. Uji ini dilakukan untuk melihat distribusi densitas partikel batubara
dengan cara mencelupkan batubara ke dalam larutan larutan yang diketahui densitasnya. Larutan yang
digunakan biasanya larutan campuran organik yang mempunyai densitas 1,3-2,9; seperti
perchloroethylene (d=1,60), toluena (d=1,60) atau yang terpekat tetrabromoethane (d=2,89). Derajat
kedapatcucian batubara berarti kemudahan pemisahan batubara dari pengotornya melalui operasi
pencucian yang akan dilakukan. Dari tes ini juga dapat diketahui densitas yang tepat dari larutan pencuci
yang akan dipakai dalam proses pencucian.
Batubara yang akan di cuci dipreparasi dulu dengan proses yang disebut kominusi yaitu proses pengecilan
ukuran yang meliputi proses penghancuran, penggerusan dan pengayakan.Setelah itu batubara dibawa
ketempat proses pencucian dengan menggunakan conveyor. Tempat proses pencucian biasanya dibagi
menjadi 2 bagian yaitu pencucian untuk batubara kasar dan untuk batubara halus (yang mana telah
terpisah dari proses preparasi penggerusan dan pengayakan). Batubara digolongkan kasar bila memiliki
ukuran -75 mm sampai +12 mm (lebih kecil dari 75 mm tapi lebih besar dari 12 mm), sedangkan batubara
halus bila ukurannya kurang dari 12 mm. Proses pencucian batubara kasar dan halus pada dasarnya
memanfaatkan perbedaan sifat fisika batubara dengan pengotornya yakni perbedaan densitas. Dengan
memilih media pencuci yang memiliki densitas yang tepat antara batubara dan pengotornya dapat
dipisahkan.
Jenis Batubara
Penggolongan batubara pertama kali di dasarkan atas sistem yang dipublikasikan oleh Henry-Victor
Regnault di Paris tahun 1837, yang didasarkan atas hasil analisis proximat yaitu atas prosentase kadar
moisture, volatile matter, fixed carbon dan kadar abu. Lalu pada tahun 1919 diperkenalkan system
penggolongan batubara oleh Marie Stopes, yang didasarkan atas penampakan fisiknya yaitu batubara
clarain (batubara coklat), vitrain (batubara hitam cemerlang), durain (batubara kasar/keras) dan fusain
(baubara lunak). Karena tidak adanya penggolongan secara universal yang dapat diterima semua pihak
akhirnya pada tahun 1929 sekelompok grup yang terdiri dari ilmuwan peneliti batubara dari Amerika dan
Kanada mengeluarkan standar American Standard Association (ASA) dan American Society for Testing
Material yang kemudian menjadi salah satu standar penggolongan yang diterima sejak tahun 1936.
Di Indonesia cadangan batubara mayoritas berupa lignite yang mencapai 59%, diikuti sub-bituminous
(27%), dan bituminous (14%). Anthracite yang merupakan batubara terbaik hanya berjumlah 0,5%.
Uji kualitas Batubara
Tujuan utama dari analisa batubara adalah untuk menetapkan kelas batubara berdasarkan karakteristik
yang dimilikinya, juga berguna dalam penentuan proses penambangan, dan perhitungan jumlah cadangan
batubara yang biasanya dikontrol dari parameter kadar air/ kelembaban (moisture), zat terbang (volatile
matters), karbon padat (fixed carbon) dan kadar abu (ash) yang dihitung berdasarkan persen berat (% wt)
yang kesemua parameter ini di sebut analisis proximat. Selain itu dilakukan analisis ultimate, sifat fisik
dan trace elemen dari abu yang tersisa dari pembakaran batubara.
Analisis Proximat : kadar air (Moisture/M), kadar zat terbang (Volatile Matter/VM), kadar abu (Ash/A),
kadar C tertambat (Fixed Carbon/FC)
Sifat fisik : nilai kalori (CV), berat jenis (SG), Indeks ketergerusan (HGA), nilai muai (Free
Swelling Index), Ash melting pont
Trace elemen abu : SO4, S (organic), S (pyrite), Cl2, SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO, TiO2, Na2O,
K2O, MnO2, SO3, CO2
Analisa Proximat
Saat ini di laboratorium perusahaan-perusahaan “besar” tambang batubara sudah menggunakan alat
Thermogravimetric yang dikombinasikan dengan FTIR (TG-FTIR) untuk melakukan semua analisa
proximat dan juga penentuan pengurangan uap air secara kinetic, karakteristik reactivity, dan pengukuran
gas teradsorbsi secara bersamaan kurang dari 30 menit, tapi tidak akan saya bahas di sini sebab saya
keburu pindah kerja sebelum mencoba dan menguasai prinsip kerja alat ini. Di sini akan saya tulis
prosedur analisis proximate batubara dengan metode konvensional yang merupakan penyederhanaan dari
prosedur dalam ASTM D 3172-07a atau ISO 17246:2005.
Sementara hanya ini dulu yang bisa sampaikan bila ada yang ingin ditanyakan saya persilahkan bila
sanggup saya akan menjawabnya. Dan dengan ini tulisan mengenai pertambangan sementara saya akhiri
dulu mengingat pengalaman kerja saya baru sebatas di pertambangan migas, batubara dan mineral.
Selanjutnya dalam kategori Industri dan Pertambangan akan saya bahas mengenai Water Treatment dan
Waste Water Treatment yang merupakan hal yang sudah pasti ada di setiap industry.
Artikel ini bersumber dari Blognya orang biasa: BATU BARA
http://benysatyahadi.blogspot.com/2010/11/batu-bara.html#ixzz3lb58viNX
benysatyahadi.blogspot.com