Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Kelompok D2:
Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh
dunia, disamping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang.
Salah satu bentuk anemia yang sering dijumpai yang sangat berkaitan dengan taraf ekonomi
adalah anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi merupakan masalah defisiensi nutrien
tersering pada anak di seluruh dunia terutama di negara yang sedang berkembang termasuk
Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh penderita. Fungsi zat
besi itu sendiri yang paling penting adalah dalam perkembangan sistem saraf. Kekurangan zat
besi sangat mempengaruhi fungi kognitif, tingkah laku dan pertumbuhan seorang bayi atau anak.
Besi juga merupakan sumber energi bagi otot sehingga mempengaruhi ketahanan fisik dan
kemampuan bekerja pada remaja dan dewasa. Jika kekuranag zat besi terjadi pada masa
kehamilan maka akan meningkatkan resiko perinatal serta mortalitas bayi.
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi
untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan
pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi ditandai oleh anemia hipokromik
mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi yang kosong. Berbeda
dengan anemia akibat penyakit kronik penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang oleh karena
pelepasan besi dari sistem retikoendotelial berkurang, sedangkan cadangan besi masih normal.1
Penyakit ini banyak ditemukan di seluruh dunia. Tidak hanya di negeri yang sedang
berkembang saja, tetapi juga di negeri yang sudah maju, terutama mengenai anak yang sedang
dalam pertumbuhan dan wanita hamil yang keperluan besinya lebih besar daripada orang dewasa
normal.
Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis merupakan salah satu cara untuk mendiagnosis suatu penyakit. Secara
umum anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan
cara melakukan serangkaian wawancara yang dapat langsung dilakukan terhadap pasien
(auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis).Pada
anamnesis perlu ditanyakan beberapa hal seperti:
Identitas
Menanyakan identitas penting pada pasien seperti nama, umur atau usia, jenis
kelamin, alamat dan pekerjaan.
Keluhan utama
Menanyakan apa keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien datang berobat
dan lamanya.
a. Cerita kronologis yang terperinci dan jelas tentang keadaan pasien sebelum
ada keluhan sampai dibawa berobat
c. Perkembangan penyakit
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Riwayat Keluarga
Riwayat gizi
Pemeriksaan Fisik
Warna kulit: pucat, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning seperti jerami.
Mata: konjungtiva pucat
Kuku pucat
Hepatomegali
Splenomegali
Pemeriksaan pada Ibu Hamil
Pemeriksaan usia kehamilan dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya adalah
dengan hari pertama haid terakhir(HPHT), tinggi fundus, ukuran bayi. HPHT dapat digunakan
mengunakan perhitungan secara manual dengan penjumlahan hari dijadikan minggu, 1 bulan
adalah 4 minggu dan dinyatakan dalam minggu dan hari hasilnya. Tinggi fundus daapt dijadikan
sebagai penuntun usia kehamilan, pada usia kehamilan 1- 30 minggu maka tinggi fundus sama
dengan lama kehamilan misalnya pada usia kehamilan 1 minggu maka tinggi fundus adalah 1 cm
dari symphisis pubis. Pada kehamilan 3 jari dibawah arcus costae maka tinggi fundus adalah 36
minggu, ½ symphisis pubus ke arcus costae adalah 32 minggu, pada minggu 38 adalah puncak
dari fundus, setelah itu tinggi funfus akan turun dikarenakan bayi dan uterus sudah turun ke pintu
atas panggul. Ukuran bayi dapat menentukan waktu kelahiran bayi, normalnya berat bayi adalah
2500 kg saat kelahiran, berat dibawah 1500 kg merupakan kekurangan gizi berat. Ukuran bayi
dapat dilakukan pada saat trisemester 1 sedangkan jika dilakukan pada trisemester 2 dan 3 akan
menyebabkan terjadinya eror yang lebih tinggi karena pada trisemester 2 dan 3 berat bayi sangat
dipengaruhi oleh gizi ibu.
Usia kehamilan saat ini adalah 30 Mei 2016 dari 23 Agustus 2015 yaitu 37 minggu.
Pada kehamilan peningkatan berat badan ibu pada 10 minggu pertama adalah 0,65 kg 20
minggu pertama 4,5 kg 30 minggu pertama 8 kg minggu 40 12,5 kg. pada kasus ini berat badan
ibu sebelumnya adalah 35 kg dan sekarang menjadi 40 kg dengan usia kehamilan yang 38
minggu maka ibu ini jelas mempunyai berat bayi yang kurang.
Pada ibu yang mengalami kekurangan gizi biasa terjadi pada social ekonomi yang
rendah.Pada ibu hamil ada beberapa mineral yang dibutuhkan ileh tubuh diantaranya adalah Ca,
Fe, dan Zn serta beberapa kebutuhan untuk pembentukan darah yaitu B12 dan asam folat.Jika ibu
mengalami kekurangan Cam aka ini dapat memicu terjadinya hipertensi pada ibu dan juga
kontraksi pada uterus lemah.Jika kekurangan Zn maka pertumbuhan janin dapat terhambat. Jika
kekurangan Fe, asam folat, dan B12 maka ibu akan mengalami anemia. Defisiensi Fe
menyebabkan anemia mikrositik hipokrom, anemia B12 dan asam folat menyebabkan anemia
makrositik hiperkrom. Pada anemia def asam folat dapat menyebabkan ganguan pembentukan
neural tube sehingga bayi dapat terkena spina bifida, jika mengalami defisiensi vit B12 maka
gejala neurologis dapat muncul seperti kesemutan,dll. Jika ibu mengalami defisiensi asam folat
atau B12 dan Fe bersamaan maka kemungkinan dapat terjadi anemia dismorfik yang artinya
berbentuk seperti normal pada awalnya yaitu normositik normokrom.
Waktu untuk kelahiran bayi normal adalah antara 37-42 minggu.Untuk memprediksi
tanggal kelahiran bayi kita dapat mengunakan rumus Naegel dengan syarat siklus menstruasi
dalam 28 hari dan menstruasi teratur.Rumusnya adalah hari ditambah 7 bulan dikurangi 3 dan
tahun ditambah 1. Pemeriksaan Leopold 3 dan 4 dapat digunakan untuk menentukan apakah bayi
sudah akan lahir.
23 Agustus 2015
+7 -3 +1
30 Mei 2016
Pemeriksaan Leopold
Pemeriksaan palpasi Leopold adalah suatu teknik pemeriksaan pada ibu hamil dengan
cara perabaan yaitu merasakan bagian yang terdapat pada perut ibu hamil menggunakan tangan
pemeriksa dalam posisi tertentu, atau memindahkan bagian-bagian tersebut dengan cara-cara
tertentu menggunakan tingkat tekanan tertentu. Teori ini dikembangkan oleh Christian Gerhard
Leopold.Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setelah UK 24 minggu, ketika semua bagian janin
sudah dapat diraba. Teknik pemeriksaan ini utamanya bertujun untuk menentukan posisi dan
letak janin pada uterus, dapat juga berguna untuk memastikan usia kehamilan ibu dan
memperkirakan berat janin.
Pemeriksaan palpasi Leopold sulit untuk dilakukan pada ibu hamil yang gemuk (dinding
perut tebal) dan yang mengalami polihidramnion.Pemeriksaan ini juga kadang-kadang dapat
menjadi tidak nyaman bagi ibu hamil jika tidak dipastikan dalam keadaan santai dan diposisikan
secara memadai. Untuk membantu dalam memudahkan pemeriksaan, maka persiapan yang perlu
dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan adalah:
2. Menempatkan ibu hamil dalam posisi berbaring telentang, tempatkan bantal kecil di bawah
kepala untuk kenyamanan
3. Menjaga privasi
Leopold 1
Tujuan: untuk menentukan usia kehamilan dan juga untuk mengetahui bagian janin apa yang
terdapat di fundus uteri (bagian atas perut ibu).
Teknik:
Memposisikan ibu dengan lutut fleksi (kaki ditekuk 450 atau lutut bagian dalam diganjal
bantal) dan pemeriksa menghadap ke arah ibu
Menengahkan uterus dengan menggunakan kedua tangan dari arah samping umbilical
Meraba bagian Fundus dengan menggunakan ujung kedua tangan, tentukan bagian janin.
Hasil:
Apabila kepala janin teraba di bagian fundus, yang akan teraba adalah keras,bundar dan
melenting (seperti mudah digerakkan)
Apabila bokong janin teraba di bagian fundus, yang akan terasa adalah lunak, kurang bundar,
dan kurang melenting
Apabila posisi janin melintang pada rahim, maka pada Fundus teraba kosong.
Leopold 2
Tujuan: untuk menentukan bagian janin yang berada pada kedua sisi uterus, pada letak lintang
tentukan di mana kepala janin.
Teknik:
Posisi ibu masih dengan lutut fleksi (kaki ditekuk) dan pemeriksa menghadap ibu
Meletakkan telapak tangan kiri pada dinding perut lateral kanan dan telapak tangan kanan
pada dinding perut lateral kiri ibu secara sejajar dan pada ketinggian yang sama
Mulai dari bagian atas tekan secara bergantian atau bersamaan (simultan) telapak tangan
tangan kiri dan kanan kemudian geser ke arah bawah dan rasakan adanya bagian yang rata
dan memanjang (punggung) atau bagian-bagian kecil (ekstremitas).
Hasil:
Bagian punggung: akan teraba jelas, rata, cembung, kaku/tidak dapat digerakkan
Bagian-bagian kecil (tangan dan kaki): akan teraba kecil, bentuk/posisi tidak jelas dan
menonjol, kemungkinan teraba gerakan kaki janin secara aktif maupun pasif.
Leopold 3
Tujuan: untuk menentukan bagian janin apa (kepala atau bokong) yang terdapat di bagian bawah
perut ibu, serta apakah bagian janin tersebut sudah memasuki pintu atas panggul (PAP)
Teknik:
Posisi ibu masih dengan lutut fleksi (kaki ditekuk) dan pemeriksa menghadap ibu
Meletakkan ujung telapak tangan kiri pada dinding lateral kiri bawah, telapak tangan kanan
bawah perut ibu
Menekan secara lembut dan bersamaan/bergantian untuk mentukan bagian terbawah bayi
Gunakan tangan kanan dengan ibu jari dan keempat jari lainnya kemudian goyang bagian
terbawah janin.
Hasil:
Bagian keras,bulat dan hampir homogen adalah kepala sedangkan tonjolan yang lunak dan
kurang simetris adalah bokong
Apabila bagian terbawah janin sudah memasuki PAP, maka saat bagian bawah digoyang,
sudah tidak bias (seperti ada tahanan).
Leopold 4
Tujuan: untuk mengkonfirmasi ulang bagian janin apa yang terdapat di bagian bawah perut ibu,
serta untuk mengetahui seberapa jauh bagian bawah janin telah memasuki pintu atas panggul.
Teknik:
Pemeriksa menghadap ke arah kaki ibu, dengan posisi kaki ibu lurus
Meletakkan ujung telapak tangan kiri dan kanan pada lateral kiri dan kanan uterus bawah,
ujung-ujung jari tangan kiri dan kanan berada pada tepi atas simfisis
Menemukan kedua ibu jari kiri dan kanan kemudian rapatkan semua jari-jari tangan yang
meraba dinding bawah uterus.
Perhatikan sudut yang terbentuk oleh jari-jari: bertemu (konvergen) atau tidak bertemu
(divergen)
Setelah itu memindahkan ibu jari dan telunjuk tangan kiri pada bagian terbawah bayi (bila
presentasi kepala upayakan memegang bagian kepala di dekat leher dan bila presentasi
bokong upayakan untuk memegang pinggang bayi)
Memfiksasi bagian tersebut ke arah pintu atas panggul kemudian meletakkan jari-jari tangan
kanan diantara tangan kiri dan simfisis untuk menilai seberapa jauh bagian terbawah telah
memasuki pintu atas panggul.
Hasil:
Apabila kedua jari-jari tangan pemeriksa bertemu (konvergen) berarti bagian terendah janin
belum memasuki pintu atas panggul, sedangkan apabila kedua tangan pemeriksa membentuk
jarak atau tidak bertemu (divergen) mka bagian terendah janin sudah memasuki Pintu Atas
Panggul (PAP)
Penurunan kepala dinilai dengan: 5/5 (seluruh bagian jari masih meraba kepala, kepala
belum masuk PAP), 1/5 (teraba kepala 1 jari dari lima jari, bagian kepala yang sudah masuk
4 bagian), dan seterusnya sampai 0/5 (seluruh kepala sudah masuk PAP)
Pemeriksaan Penunjang
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai seperti:1,2
Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV <80 dan MCHC <31%
dengan salah satu dan a, b, c, atau d.
Dua dari tiga parameter di bawah ini:
- Besi serum <50 mg/dl
- TIBC>350 mg/dI
- Saturasi transferin: <15%, atau
Ferritin serum <20 mg/l, atau
Pewarnaan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl's stain) menunjukkan cadangan
besi (butir-butir hemosiderin) negatif, atau
Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yangsetara)selama 4
minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.
Pada tahap ketiga ditemukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi besi. Tahap ini
sering merupakan proses yang rumit yang memerlukan berbagai jenis pemeriksaan tetapi
merupakan tahap yang sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta
kemungkinan untuk dapat menemukan sumber perdarahan yang membahayakan. Meskipun
dengan pemeriksaan yang baik, sekitar 20% kasus ADB tidak diketahui penyebabnya.4
DIAGNOSIS BANDING
1) Thalassemia
2) Anemia akibat penyakit kronik
Etiologi
Anemia dalam kehamilan yang paling sering ditemukan adalah anemia akibat kekurangan
zat besi. Kekurangan ini dapat disebabkan :
Keperluan zat besi bertambah selama kehamilan, seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.
Peningkatan penggunaan zat besi yang diabsorpsi di dalam tubuh meningkat dari 0.8mg/hari di
awal kehamilan hingga 7.5mg/hari pada trimester akhir. Zat besi yang rata-rata dibutuhkan untuk
wanita hamil adalah 800 mg, 300 mg adalah untuk janin dan plasenta, dan 500 mg ditambahkan
untuk hemoglobin ibu. Hampir 200 mg zat besi hilang saat perdarahan persalinan dan post
partum. Jadi penyimpanan zat besi yang minimal di dalam tubuh pada wanita hamil adalah lebih
dari 500 mg di awal kehamilan. Apabila zat besi tidak ditambah dalam kehamilan, maka mudah
terjadi anemia defisiensi zat besi, terutama pada kehamilan kembar, multipara, kehamilan yang
sering dalam jangka waktu yang singkat dan vegetarian. Di daerah tropika, zat besi lebih banyak
keluar melalui keringat dan kulit. Suplemen zat besi setiap hari yang dianjurkan tidak sama
untuk berbagai negara. Di Amerika Serikat, untuk wanita tidak hamil, wanita hamil dan wanita
yang menyusui dianjurkan masing-masing 12mg, 15mg, dan 15 mg. Sedangkan di Indonesia
masing-masing 12 mg, 17 mg dan 17 mg.4,5
Epidemiologi
Di seluruh dunia, frekuensi anemia dalam kehamilan cukup tinggi yaitu berkisar antara
10-20%. Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia
dalam kehamilan yang penyebabnya adalah defisiensi zat besi. Angka anemia di Indonesia
menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu 63,5% Karena defisiensi gizi memegang peranan
yang sangat penting dalam timbulnya anemia maka dapat dipahami bahwa frekuensi anemia
dalam kehamilan lebih tinggi di negara berkembang, dibandingkan dengan negara maju. Kurang
lebih 95% dari anemia dalam kehamilan merupakan anemia defiesiensi besi. Insidens wanita
hamil yang menderita anemia defisiensi besi semakin meningkat. Ini menunjukkan keperluan zat
besi maternal yang bertambah pada kehamilan. Kematian maternal meningkat karena terjadinya
pendarahan post partum yang banyak pada wanita hamil yang memang sudah menderita anemia
sebelumnya.6,7
Patogenesis
Konsentrasi hemoglobin normal pada wanita hamil berbeda dengan wanita yang tidak
hamil. Hal ini disebabkan karena pada kehamilan terjadi proses hemodilusi atau pengenceran
darah, yaitu terjadi peningkatan volume plasma dalam proporsi yang lebih besar jika
dibandingkan dengan peningkatan eritrosit. Hematologi sehubungan dengan kehamilan, antara
lain adalah oleh karena peningkatan oksigen, perubahan sirkulasi yang makin meningkat
terhadap plasenta dan janin, serta kebutuhan suplai darah untuk pembesaran uterus, sehingga
terjadi peningkatan volume darah yaitu peningkatan volume plasma dan sel darah merah.
Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan
dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin akibat
hemodilusi. Hemodilusi berfungsi agar suplai darah untuk pembesaran uterus terpenuhi,
melindungi ibu dan janin dari efek negatif penurunan venous return saat posisi terlentang, dan
melindungi ibu dari efek negatif kehilangan darah saat proses melahirkan.2
Hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian diri yang fisiologi dalam kehamilan dan
bermanfaat bagi wanita untuk meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam
masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia cardiac output meningkat. Kerja jantung lebih
ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang, sehingga tekanan darah
tidak meningkat. Secara fisiologis, hemodilusi ini membantu maternal mempertahankan sirkulasi
normal dengan mengurangi beban jantung.2.3
Ekspansi volume plasma di mulai pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai maksimum
pada minggu ke-24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat sampai minggu ke-37. Volume
plasma meningkat 45-65 % dimulai pada trimester II kehamilan, dan maksimum terjadi pada
bulan ke-9 yaitu meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterem serta kembali
normal tiga bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen
plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldosteron.2.3
Manifestasi Klinis
Gejala anemia sangat bervariasi, tetapi pada umumnya dapat dibagi menjadi 3
golongan besar, yaitu:1,2
Besi Peroral. Ferro sulfat 300 mg (mengandung kandungan besi sebanyak 60 mg, dimana
sekitar 10% diserap) harus diberikan tiga kali sehari. Jika sediaan ini tidak ditoleransi oleh tubuh
pasien, maka ferro fumarat atau glukonat dapat diberikan. Terapi ini harus tetap dilanjutkan
sekitar tiga bulan setelah nilai hemoglobin kembali normal, dengan tujuan untuk mengisi
kembali cadangan besi tubuh. Nilai hemoglobin harusnya meningkat setidaknya 0,3
gr/dL/minggu jika tubuh pasien meresponi terapi ini.2,3
Besi dapat diserap dengan baik pada bentuk ferro atau besi yang sudah tereduksi dari pasien
yang perutnya masih kosong. Menambahkan asam askorbat dalam suplemen besi dapat
menciptakan suasana asam yang dapat membantu proses penyerapan besi.2,3
Besi Parenteral. Indikasi dari pengobatan besi secara parenteral adalah jika pasien
mengalami intoleransi atau refrakter terhadap besi dalam sediaan oral. Dalam banyak kasus dari
anemia defisiensi besi yang moderat, jumlah besi yang dibutuhkan sama dengan jumlah besi
yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai normal atau mendekati normal dari hemoglobin,
ditambah 50% dari jumlah tersebut untuk mengisi ulang cadangan besi tubuh.7Pada intoleransi
besi per oral atau penyerapan yang buruk dianjurkan pemberian besi parenteral 250 mg untuk
setiap gram Hb dibawah normal (angka normal pada wanita adalah 12-16 g/dl). Besi dekstran
(Imferon) mengandung 5% logam besi (50 mg/ml). mula-mula berikan 50 mg (1 ml) IM,
kemudian 100-250 mg IM dua kali seminggu sampai dosis total sudah diberikan. Perhatian:
Suntikan secara dalam dengan jarum 2 inchi di kuadran atas luar pantat dengan teknik Z, yaitu
dengan menarik kulit dan kemudan bangunan otot di bagian superficial ke satu sisi atau sisi
lainnya untuk mencegah kebocoran dan pembentukan tanda (tato) pada kulit.2,3
Pengobatan lain
Diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama
yang berasal dari protein hewani.
Vitamin C: diberikan 3 kali 100 mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi.
Transfusi darah: anemia defisiensi besi jarang memerlukan transfusi darah.
Transfusi darah hanya diberikan bila kadar hemoglobin kurang dari 5 g% dan
disertai dengan keadaan umum yang tidak baik, misalnya gagal jantung,
bronkopneumonia dan sebagainya. Umumnya jarang diberikan transfusi darah
karena perjalanan penyakit menahun.
Pencegahan
Pencegahan anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan suplementasi besi dan asam
folat. WHO menganjurkan untuk memberikan 60 mg besi selama 6 bulan untuk memenuhi
kebutuhan fisiologik selama kehamilan. Namun, banyak literature menganjurkan dosis 100 mg
besi setiap hari selama 16 minggu atau lebih pada kehamilan. Di wilayah-wilayah dengan
prevalensi anemia yang tinggi, dianjurkan untuk memberikan suplementasi sampai tiga bulan
postpartum.
Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu ke-28 kehamilan pada
ibu hamil yang belum mendapat besi dan nonanemik (Hb< 11 g/dl dan feritin > 20 µg/l)
menurunkan prevalensi anemia dan bayi berat lahir rendah. Namun, pada ibu hamil dengan kadar
Hb yang normal (≥ 13,2 g/dl) mendapatkan peningkatan risiko defisiensi tembaga dan zinc.
Selain itu, pemberian suplementasi besi elemental pada dosis 50 mg berkaitan dengan proporsi
bayi KMK dan hipertensi maternal yang lebih tinggi dibandingkan control.5
Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu hamil adalah kematian bagi janin maupun
ibunya. Pada ibu kematian dapat disebabkan karena kekurangan makanan yang terjadi akibat
jumlah darah yang menurun saat partus.Selain itu resiko infeksi serta decompensatio cordis juga
dapat meningkat. Sedangkan pada anak, komplikasi yang dapat terjadi pada anak adalah
keterlambatan pertumbuhan (sejak lahir sampai usia 5 tahun), perkembangan otot buruk (jangka
panjang), daya konsentrasi menurun, interaksi sosial menurun, penurunan prestasi pada uji
perkembangan, kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun, memperberat
keracunan timbal (penururnan besi memungkinkan saluran gastrointestinal mengabsorbsi logam
berat lebih mudah) dan peningkatan insiden stroke pada bayi dan anak-anak.6
Prognosis
Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu dan anak.
Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa pendarahan banyak atau komplikasi lain.
Anemia berat meningkatkan morbiditas dan mortalitas wanita hamil. Walaupun bayi yang
dilahirkan dari ibu yang menderita anemia defisiensi besi tidak menunjukkan hemoglobin (Hb)
yang rendah, namun cadangan zat besinya kurang, yang baru beberapa bulan kemudian tampak
sebagai anemia infantum.
Kesimpulan
Anemia pada kehamilan dapat berupa fisiologis maupun patologis. Secara fisiologis,
anemia terjadi karena pada kehamilan terjadi ekspansi volume plasma dan eritrosit yang tidak
tidak seimbang. Volume plasma terekspansi lebih besar daripada eritrosit sehingga menurunkan
hematokrit (Ht), konsentrasi Hb, dan hitung jumlah eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah
sebenarnya Hb atau eritrosit dalam peredaran darah. Anemia karena defisiensi besi merupakan
penyebab yang paling sering pada anemia dalam kehamilan. Hal tersebut terjadi karena
peningkatan penggunaan besi pada kehamilan yang tidak diikuti dengan intake yang cukup. Ibu
yang terkena anemia biasanya menunjukkan gejala lemas dan pucat. Anemia defisiensi besi
dapat diobati dengan pemberian preparat besi. Untuk mencegah agar tidak terjadi anemia
defisiensi besi, ibu hamil harus diberi suplemen besi untuk menambah cadangan besi dalam
tubuh.
Daftar Pustaka:
1. Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG. Anemia defisiensi besi. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiadi S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.1127-36.
2. Bakta IM. Hematologi klinik ringkas. Jakarta: EGC; 2013.h.18-9, 26-41.
3. Hassan R, Alatas H, editor. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.h.432-6, 444-5.
4. Conrad, Marcel. Iron deficiency anemia workup. 4 Agustus 2009. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/202333-workup#showall. Diunduh 26 Mei 2016.