Você está na página 1de 65

FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN ABORTUS DI RS

PRIKASIH JAKARTA SELATAN PADA TAHUN 2013

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN

Oleh :

SILMI LISANI RAHMANI

111103000041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan asli karya saya atau
merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 12 September 2014

Silmi Lisani Rahmani

ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN ABORTUS DI RS PRIKASIH


JAKARTA SELATAN PADA TAHUN 2013

Laporan penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
(S.Ked)

Oleh:
Silmi Lisani Rahmani
NIM: 1111103000041

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Taufik Zain, Sp.OG(K) Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFR

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
LINIVERS ITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014

ilt
I
I

LEMBAR PENGESAHAN

Lapcran Penelitian berjudul FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN


ABORTUS DI RS PRIKASIH JAKARTA SELATAN TAHUN 2013 YANg
diajukan oleh Silmi Lisani Rahmani (NIM 1111103000041), telah diujikan dalam
sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada September 2014. Laporan
penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked) pada program Studi Pendidikan Dokter.

Ciputat, September2014

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang

di.-Taufik Z{in, Sp.OG(K)


\
Pembimbing II

dfl Taufik Zdin, Sp.OG(K) Dr. dr. Syarief HasanLutfie, Sp.KFR

Penguji I Penguli II7


<S.+.15-h*--
dr. Dwi Tyastuti, MPH, Ph.D dr. Emy Tri Dianasari,rSp.OG

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN Kaprodi PSPD

c-->
F rdini, M.Gizi, Sp.GK

IV
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim…

Assalamu ‘alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh,

Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala anugerah dan
nikmat-Nya yang telah membukakan jalan petunjuk dan kemudahan hingga membuat
saya mampu merasakan luasnya ilmu pengetahuan dan mampu menyelesaikan
penelitian yang berjudul Faktor-Faktor Risiko Kejadian Abortus di RS Prikasih
Jakarta Selatan pada Tahun 2013. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah ke
pangkuan Nabi Muhammad SAW yang telah menyalakan pelita kehidupan bagi
semua umat. Saya menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan penelitian ini. oleh karena itu, saya
mengucapkan rasa terimakasih saya kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin, SpAnd, dr. M. Djauhari Widjajakusumah, DR.
Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, Dra. Farida Hamid, MA selaku Dekan dan Wakil
Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Taufik Zain, Sp.OG(K) selaku pembimbing 1 yang telah memberikan masukan
dan nasihat serta meluangkan banyak waktu, pikiran, dan tenaga untuk membimbing
saya dalam penelitian ini.

4. Dr. dr. Syarief Hasan Luthfi, Sp.KFR selaku pembimbing 2 yang telah
memberikan motivasi serta mencurahkan waktu, pikiran dan tenaga untuk
membimbing peneliti dalam melakukan penelitian dan menyusun laporan penelitian
ini.

v
5. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggungjawab modul Riset yang selalu
mengingatkan peneliti untuk segera menyelesaikan penelitian.

5. Kedua orang tua, Rachmat Mulyono dan Budiningtyas, terima kasih untuk kasih
sayang dan doa yang terus menerus dipanjatkan, serta pengorbanan yang penuh
keikhlasan dan ridho yang menjadikan kelancaran dalam setiap langkah hidup saya.

6. Adik tercinta, Salma Afina, terima kasih untuk doa dan dukungan yang selalu
diberikan.

7. dr. Byar selaku direktur Prikasih yang telah mengizinkan peneliti dalam
pengambilan data.

8. Mbak Desy selaku kepala bagian rekam medik RS Prikasih yang telah
mengizinkan peneliti dalam pengambilan data.

9. Teman-teman kelompok riset, Rona Qurrotu, Nissa Rizkiani, Gulam Gumilar,


Bustomy, dan Mariah Ulfah. Terimakasih atas kerja sama, dukungan, dan semangat
yang luar biasa. Semoga kekompakan kita menjadi awal untuk kesuksesan kita
selanjutnya.

Peneliti menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu saran dan kritik dari berbagai pihak sangat peneliti harapkan. Demikian
laporan penelitian ini peneliti susun, semoga memberikan sumbangsih bagi kemajuan
ilmu pengetahuan. Dan semoga Allah SWT berkenan memasukkannya sebagai amal
jariyah di akhirat kelak. Amiin.

Ciputat, 12 September 2014

Peneliti

vi
ABSTRAK

Silmi Lisani Rahmani. Program Studi Pendidikan Dokter. Faktor-Faktor Risiko


Kejadian Abortus di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013. 2014.

Abortus merupakan salah satu penyebab kematian ibu. Pendekatan etiologi


merupakan cara terbaik dalam upaya menurunkan mortalitas dan morbiditas akibat
abortus yang kejadiannya dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan kejadian
abortus di Rumah Sakit Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013. Penelitian ini bersifat
analitik observasional dengan desain penelitian kasus kontrol. Pengumpulan data
diperoleh dari data rekam medis 99 pasien abortus dan kontrol sebesar 99 ibu yang
sudah melahirkan normal. Kemudian data dianalisa dengan uji Chi-square. Hasil
analisis menunjukkan bahwa paritas (p = 0,001) dan riwayat abortus sebelumnya (p =
0,009) merupakan faktor risiko dan mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian
abortus. Sedangkan usia ibu (p = 0,265) tidak mempunyai hubungan yang bermakna
dengan kejadian abortus.

Kata kunci: abortus

ABSTRACT

Silmi Lisani Rahmani. Medical Education Study Programme. Risk Factors of


Abortion in RS Prikasih South Jakarta 2013. 2014.

Abortion is one of the causes of maternal death. Etiologic approach is the best way in
reducing mortality and morbidity due to the occurrence of abortion is influenced by
several risk factors. This study is aimed to acknowledge the factors associated with
the incidence of abortion in RS Prikasih in South Jakarta 2013. This is an
observational analytic study with case-control design. Data was collected through
medical records for 99 cases of abortion and 99 controls of term delivery. Thereafter,
the data were analyzed with Chi-square test. The research’s result shows that there is
a significant association between parity (p = 0.001) and a history of previous
abortion (p = 0.009) in abortion patients. While maternal age (p = 0.265) had no
significant association with the incidence of abortion.

Keyword: abortion

vii
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. ii


LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................v
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................x
DAFTAR GRAFIK .............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................3
1.3 Hipotesis.................................................................................................3
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................3
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................5
2.1 Landasan Teori .......................................................................................5
2.1.1 Definisi Abortus ...........................................................................5
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Uterus ......................................................5
2.1.3 Patofisiologi .................................................................................8
2.1.4 Klasifikasi Abortus .....................................................................10
2.1.5 Epidemiologi ..............................................................................12
2.1.6 Etiologi .......................................................................................12
2.1.7 Faktor Risiko ..............................................................................14
2.1.8 Gejala Klinis ...............................................................................17
2.1.9 Diagnosis ....................................................................................20
2.1.10 Diagnosis Banding ...................................................................21
2.1.11 Komplikasi ...............................................................................21
2.1.12 Prognosis ..................................................................................22
2.1.13 Pandangan Abortus dalam Islam ..............................................22
2.2 Kerangka Teori ..............................................................................23
2.3 Kerangka Konsep ..........................................................................23
2.4 Definisi Operasional ......................................................................24
BAB III. METODE PENELITIAN
1.1 Desain Penelitian ..................................................................................26

viii
1.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...............................................................26
1.3 Subjek Penelitian..................................................................................26
1.4 Cara Kerja dan Alur Penelitian ............................................................28
1.5 Pengolahan dan Analisis Data ..............................................................30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Subjek Penelitian ............................................................32
4.1.1 Kejadian Abortus di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013 ..32
4.1.2 Usia Ibu ......................................................................................33
4.1.3 Paritas .........................................................................................35
4.1.4 Riwayat Abortus Sebelumnya ....................................................37
4.2 Analisis Bivariat ...................................................................................38
4.2.1 Hubungan Usia Ibu dengan Kejadian Abortus ...........................39
4.2.2 Hubungan Paritas dengan Kejadian Abortus .............................41
4.2.3 Hubungan Riwayat Abortus Sebelumnya dengan Kejadian
Abortus ................................................................................................43
4.3 Keterbatasan Penelitian ........................................................................45

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN


5.1 Simpulan...............................................................................................46
5.2 Saran .....................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................48
LAMPIRAN ..........................................................................................................52

ix
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Definisi Operasional, Alat Ukur-Cara Ukur, Hasil Ukur,
dan Skala Variabel ........................................................................... 24
Tabel 2. Distribusi Subjek Menurut Kejadian Abortus di RS
Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013 ............................................... 32
Tabel 3. Distribusi Subjek Menurut Usia di RS Prikasih Jakarta
Selatan Tahun 2013 .......................................................................... 33
Tabel 4. Distribusi Subjek Menurut Paritas di RS Prikasih Jakarta
Selatan Tahun 2013 .......................................................................... 35
Tabel 5. Distribusi Subjek Menurut Riwayat Abortus Sebelumnya
di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013 ..................................... 37
Tabel 6. Distribusi Subjek Menurut Usia dengan Kejadian Abortus
di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013 ..................................... 39
Tabel 7. Distribusi Subjek Menurut Paritas dengan Kejadian
Abortus di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013 ....................... 41
Tabel 8. Distribusi Subjek Menurut Riwayat Abortus Sebelumnya
dengan Kejadian Abortus di RS Prikasih Jakarta Selatan
Tahun 2013 ...................................................................................... 43

x
DAFTAR GRAFIK

Halaman
Grafik 1. Distribusi Subjek Menurut Usia di RS Prikasih Jakarta
Selatan Tahun 2013 .......................................................................... 34
Grafik 2. Distribusi Subjek Menurut Paritas di RS Prikasih Jakarta
Selatan Tahun 2013 .......................................................................... 36
Grafik 3. Distribusi Subjek Menurut Riwayat Abortus Sebelumnya
di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013 ..................................... 37

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Surat Pernyataan............................................................................... 52
Lampiran 2. Daftar Riwayat Hidup ...................................................................... 53

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

World Health Organization (WHO) melaporkan terdapat 210 kematian wanita


tiap 100.000 kelahiran hidup akibat komplikasi kehamilan dan persalinan di
tahun 2013. Sedangkan jumlah total kematian wanita di tahun 2013 adalah
sebesar 289.000 kematian. Jumlah ini telah menurun sebesar 45% bila
dibandingkan tahun 1993 dimana Maternal Mortality Ratio (MMR) pada tahun
tersebut sebesar 380 dan jumlah kematian wanita sebesar 523.000. Negara
berkembang memiliki jumlah MMR empat belas kali lebih tinggi dibandingkan
negara maju.1

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan barometer pelayanan kesehatan ibu di


suatu Negara. Bila AKI masih tinggi berarti pelayanan kesehatan ibu belum baik.
Sebaliknya bila AKI rendah berarti pelayanan kesehatan ibu sudah baik.2
Berdasarkan survey terakhir tahun 2012 yang dilakukan oleh Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI menunjukkan kenaikan dari 228 di tahun
2007 menjadi 359 kematan ibu per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2012.3 Di
Provinsi DKI Jakarta Angka Kematian Ibu yaitu sebesar 97 per 100.000
kelahiran hidup. Jumlah Angka kematian ibu tertinggi terdapat di Jakarta Timur
sebesar 34 kematian ibu, dibawahnya yaitu Jakarta Utara 23 kematian ibu,
Jakarta Barat 16 kematian ibu, Jakarta Pusat 12 kematian ibu, Jakarta Selatan 12
kematian ibu, sedangkan di Kepulauan Seribu tidak ada kejadian kematian ibu.

Abortus menjadi salah satu penyebab utama terjadinya kematian ibu di Provinsi
DKI Jakarta tahun 2012 sebesar 2% disamping penyebab lainnya seperti
Eklampsia (39 %), Perdarahan (31 %) disebabkan oleh faktor anemia ibu hamil,
Infeksi (6 %), Partus lama (1 %) dan penyebab lainnya.4 Penderita abortus

1
meninggal akibat komplikasi yang ditimbulkannya, yaitu: perdarahan, perforasi,
infeksi, dan syok.2

Dalam laporan Riset Dasar Kesehatan ( Riskesdas) 2010 disebutkan bahwa


presentase abortus dalam periode lima tahun terakhir adalah sebesar 4% pada
perempuan pernah menikah usia 10-59 tahun. Dilihat per provinsi, angka ini
bervariasi mulai terendah 2,4% yang terdapat di Bengkulu sampai dengan yang
tertinggi sebesar 6,9% di Papua Barat. Terdapat 4 provinsi yang memiliki angka
kejadian lebih dari 6% dengan urutan teratas yaitu Papua Barat, Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Selatan masing-masing 6,3%, serta Sulawesi Selatan
sebesar 6,1%. Di DKI Jakarta angka kejadiannya sebesar 5,5%.5,6

Upaya pemerintah dalam mengurangi AKI sudah dilakukan melalui program


Millenium Development Goals (MDGs) dengan menyediakan pelayanan Ante
Natal Care (ANC) dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih,
meningkatkan angka pemakaian kontrasepsi dan menurunkan unmeet need yang
dilakukan melalui peningkatan akses dan kualitas pelayanan Keluarga Berencana
(KB) dan kesehatan reproduksi, serta upaya lainnya, namun saat ini belum
mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup.
Penurunan kematian ibu sangat penting bagi pembangunan karena merupakan
prasyarat serta indikator sekaligus hasil sebuah capaian kemajuan dalam
pembangunan sebuah Negara.7

Penelitian sebelumnya menemukan bahwa faktor risiko terjadinya abortus


diantaranya adalah usia maternal, riwayat terjadinya abortus pada kehamilan
sebelumnya, konsumsi rokok dan alkohol, kondisi psikologis ibu, interval
kehamilan, riwayat penggunaan obat kontrasespsi berupa pil, rendahnya indeks
massa tubuh (IMT) sebelum kehamilan, tingkat pendidikan, usia paternal dan
sering berganti-ganti pasangan sex.5,6,8,9 Namun masih sedikit penelitian yang
membahas mengenai faktor risiko terjadinya abortus di daerah Jakarta.

2
Hal ini menarik untuk diangkat sebagai masalah karena di wilayah Jakarta
Selatan kasus abortus di DKI Jakarta masih tinggi, padahal akses untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan sudah cukup mudah mengingat di DKI Jakarta
terdapat banyak pusat pelayanan kesehatan. Berdasarkan latar belakang diatas
penulis akan mencari faktor risiko apa saja yang mempengaruhi terjadinya
abortus di Instalasi Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Prikasih Jakarta Selatan
tahun 2013.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu faktor-faktor apakah yang


berpengaruh terhadap kejadian abortus di Rumah Sakit Prikasih Tahun 2013?

1.3 Hipotesis

Ada faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian abortus yakni usia
ibu, paritas, dan riwayat abortus sebelumnya.

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang berpengaruh terhadap


kejadian abortus di Rumah Sakit Prikasih Tahun 2013.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui usia ibu merupakan faktor risiko abortus.

2. Untuk mengetahui paritas <1 dan >5 merupakan faktor risiko abortus.

3. Untuk mengetahui riwayat kejadian abortus sebelumnya merupakan


faktor risiko abortus.

3
1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan mengenai faktor-faktor risiko yang


mempengaruhi kejadian abortus.

1.5.2 Bagi Pendidikan

Sebagai referensi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang


kedokteran khususnya tentang abortus.

1.5.3 Bagi Pelayanan Kesehatan

Meningkatkan mutu pelayanan sesuai standar pemerintah agar angka


morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi baru lahir dapat menurun dan
dapat meningkatkan program kesehatan ibu dan anak di wilayah Jakarta
Selatan.

1.5.4 Bagi Masyarakat

Memberikan pengetahuan pada masyarakat mengenai faktor-faktor


risiko yang berpengaruh terhadap abortus sehingga masyarakat dapat
melakukan upaya pencegahan.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Definisi Abortus


Menurut Dorland (2012) abortus adalah janin yang dikeluarkan dengan berat
kurang dari 500 gram atau memiliki usia gestasional kurang dari 20 minggu
pada waktu dikeluarkan dari uterus sehingga tidak memiliki angka harapan
untuk hidup.10
Sedangkan menurut Prawirohardjo (2008) abortus adalah ancaman atau
pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.
Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram.2

2.1.2. Anatomi dan Fisiologi Uterus


Uterus adalah organ yang terdiri atas suatu badan (korpus), yang terletak di
atas penyempitan rongga uterus (orifisium internum uteri), dan suatu struktur
silindris di bawah, yaitu serviks, yang terletak di bawah orifisium internum
uteri. Uterus adalah organ yang memiliki otot yang kuat dengan ukuran
panjang 7 cm, lebar 4 cm, dan ketebalan 2,5 cm.11 Bagian korpus atau badan
hampir seluruhnya berbentuk datar pada permukaan anterior, dan terdiri dari
bagian yang cembung pada bagian posterior. Rongga yang terdapat di korpus
uteri disebut kavum uteri (rongga rahim). Pada bagian atas korpus, terdapat
bagian berbentuk bulat yang melintang di atas tuba uterine disebut fundus.
Serviks berada pada bagian yang lebih bawah, dan dipisahkan dengan korpus
oleh ismus.12 Serviks uteri dibagi atas (1) pars vaginalis servisis uteri yang
dinamakan porsio; (2) pars supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks
yang berada di atas vagina.2

5
Uterus sebenarnya terapung-apung dalam rongga pelvis, tetapi terfiksasi
dengan baik oleh jaringan ikat dan ligament yang menyokongnya. Ligamen
yang memfiksasi uterus adalah senagai berikut.
1) Ligamentum cardinal (Mackenrodt) kiri dan kanan
Yakni ligamentum yang terpenting yang mencegah supaya uterus tidak
turun. Terdiri atas jaringan ikat tebal yang berjalan dari serviks dan
puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan
banyak pembuluh darah, antara lain vena dan arteria uterina.
2) Ligamentum sakro-uterina kiri dan kanan
Yakni ligamentum yang menahan uterus supaya tidak banyak
bergerak. Berjalan dari serviks bagian belakang kiri dan kanan, ke arah os
sakrum kiri dan kanan.
3) Ligamentum rotundum kiri dan kanan
Yakni ligamentum yang menahan uterus dalam antefleksi. Berjalan
dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah inguinal kiri dan kanan.
Pada kehamilan kadang-kadang terasa sakit di daerah inguinal di daerah
inguinal waktu berdiri cepat, karena uterus berkontraksi kuat dan
ligamentum rotundum menjadi kencang serta mengadakan tarikan pada
daerah inguinal. Pada persalinan pun teraba kencang dan terasa sakit bila
dipegang.
4) Ligamentum latum kiri dan kanan
Yakni ligamentum yang meliputi tuba. Berjalan dari uterus ke lateral.
Tidak banyak mengandung jaringan ikat. Sebenarnya ligamentum ini
adalah bagian peritoneum viserale yang meliputi uterus dan kedua tuba
dan berbentuk sebagai lipatan. Di bagian dorsal ligamentum ini ditemukan
indung telur (ovarium sinistrum et dekstrum). Untuk memfiksasi uterus,
ligamentum latum ini tidak banyak artinya.
5) Ligamentum infundibulo-pelvikum kiri dan kanan

6
Yakni ligamentum yang menahan tuba Falloppii. Berjalan dari arah
infumdibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan urat-urat saraf,
saluran-saluran limfe, arteria dan vena ovarika.
Di samping ligamen tersebut di atas ditemukan pada sudut kiri dan kanan
belakang fundus uteri ligamentum ovarii proprium kiri dan kanan yang
menahan ovarium. Ligamentum ovarii proprium ini embriologis berasal
dari gubernakulum. Jadi, sebenarnya berasal seperti ligamentum rotundum
yang juga embriologis berasal dari gubernakulum.2

Ismus adalah bagian uterus antara serviks dan korpus uteri, diliputi oleh
peritoneum viserale yang mudah sekali digeser dari dasarnya atau digerakkan
di daerah plika vesiko-uterina.
Uterus diberi darah oleh arteria uterina kiri dan kanan yang terdiri atas ramus
asendens dan ramus desendens. Pembuluh darah ini berasal dari arteria Iliaka
Interna (disebut juga arteria Hipogastrika) yang melalui dasar ligamentum
latum masuk ke dalam uterus di daerah serviks kira-kira 1,5 cm dari forniks
lateralis vagina.
Pembuluh darah lain yang memberi pula darah ke uterus adalah arteria
Ovarika kiri dan kanan. Arteria ini berjalan dari lateral dinding pelvis, melalui
ligamentum infundibulo-pelvikum mengikuti tuba Falloppii, beranastomosis
dengan ramus asendens arteria uterina di sebelah lateral, kanan dan kiri uterus.
Bersama-sama dengan arteri-arteri tersebut di atas terdapat vena-vena yang
kembali melalui pleksus vena ke vena Hipogastrika.
Inervasi uterus terutama atas system saraf simpatetik dan untuk sebagian
terdiri atas sistem parasimpatetik dan serebrospinal. Sistem parasimpatetik
berada di dalam panggul di sebelah kiri dan kanan os sacrum, berasal dari
saraf sakral 2, 3, dan 4, yang selanjutnya memasuki pleksus Frankenhäuser.
Sistem simpatetik masuk ke rongga panggul sebagai pleksus hipogastrikus
melalui bifurkasio aorta dan promontorium terus ke bawah menuju ke pleksus
Frankenhäuser. Pleksus ini terdiri atas ganglion-ganglion berukuran besar dan

7
kecil yang terletak terutama pada dasar ligamentum sakrouterina. Serabut-
serabut saraf tersebut di atas memberi inervasi pada miometrium dan
endometrium. Kedua sistem simpatetik dan parasimpatetik mengandung unsur
motorik dan sensorik. Kedua sistem bekerja antagonistic. Saraf simpatetik
menimbulkan kontraksi dan vasokonstriksi, sedangkan yang parasimpatetik
sebaliknya, yaitu mencegah kontraksi dan menimbulkan vasodilatasi.
Saraf yang berasal dari torakal 11 dan 12 mengandung saraf sensorik dari
uterus dan meneruskan perasaan sakit dari uterus ke pusat saraf (serebrum).
Saraf sensorik dari serviks dan bagian atas vagina melalui saraf sakral 2, 3 ,
dan 4, sedangkan dari bagian bawah vagina melalui nervus pudendus dan
nervus ileoinguinalis.2

Gambar 1. Anatomi Uterus


Sumber: Tortora GJ, Derrickson BH. Principles of anatomy and physiology.
2th ed. Asia: John Wiley & Sons; 2009, p. 1103.

2.1.3 Patofisiologi

8
Pada permulaan abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis diikuti oleh
nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi
terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan bagian benda asing
dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu
biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus
desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8-14 minggu villi koriales
menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan
sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14
minggu ke atas umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah
janin, disusul beberapa waktu kemudian oleh plasenta yang telah lengkap
terbentu. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan
lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur.

Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada
kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa
bentuk yang jelas (blighted ovum); mungkin pula janin lahir-mati atau
dilahirkan hidup.

Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ia
dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan mola kruenta.
Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dalam
sisanya terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk
lain adalah molaa tuberose; dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol
karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.

Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
mumifikasi: janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh
sebab diserap, ia menjadi agak gepeng (fetus kompressus). Dalam tingkat
lebih lanjut Ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus).

9
Kemungkinan lain pada janin-mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah
terjadinya maserasi: kulit terkelupas, tengkorak menjadi lembek, perut
membesar karena terisi cairan, dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.2

2.1.4. Klasifikasi Abortus


Menurut terjadinya, Prawirohardjo (2008) membagi abortus menjadi tiga jenis
yaitu:
a. Abortus provokatus didefinisikan sebagai prosedur untuk mengakhiri
kehamilan yang tidak diinginkan baik oleh orang-orang yang tidak
memiliki ketrampilan yang diperlukan atau dalam lingkungan yang tidak
memenuhi standar medis minimal atau keduanya.14
b. Abortus terapeutik adalah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi
medik. Pertimbangan demi menyelamatkan nyawa ibu dilakukan oleh
minimal 3 dokter spesialis yaitu spesialis Kebidanan dan Kandungan,
spesialis Penyakit Dalam, dan spesialis Jiwa. Bila perlu dapat ditambah
pertimbangan oleh tokoh agama terkait.2
c. Abortus Spontan adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa
adanya tindakan apa pun. Berdasarkan gambaran kliniknya, dibagi
menjadi berikut:
1. Abortus Imminens

Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya


abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup
dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.2

2. Abortus Insipiens

Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks


telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil
konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.2

10
3. Abortus Inkompletus

Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan


masih ada yang tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada
usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram.2

4. Abortus Kompletus

Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada


kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram.2

5. Missed Abortion

Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah


meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu namun
keseluruhan hasil konsepsi itu tertahan dalam uterus selama 6 minggu
atau lebih.15

6. Abortus Habitualis

Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali


atau lebih berturut-turut. Penderita abortus habitualis pada umumnya
tidak sulit untuk menjadi hamil kembali, tetapi kehamilannya berakhir
dengan keguguran/abortus secara berturut-turut.2

Abortus habitualis disebabkan oleh adanya kelainan yang


menetap yang paling mungkin adalah kelainan genetik, kelainan
anatomis saluran reproduksi, kelainan hormonal, infeksi, kelainan
faktor imunologis atau penyakit sistemik.16

7. Abortus Infeksiosus, Abortus Septik

11
Abortus Infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada
alat genitalia. Abortus septik ialah abortus yang disertai penyebaran
infeksi pada peredaran darah tubuh atau peritoneum (septikemia atau
peritonitis). Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi tindakan
abortus yang paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang
memperhatikan asepsis dan antisepsis.2

8. Kehamilan Anembrionik (Blighted Ovum)

Kehamilan anembrionik merupakan kehamilan patologi di


mana mudigah tidak terbentuk sejak awal walaupun kantong gestasi
tetap terbentuk. Di samping mudigah, kantong kuning telur juga tidak
ikut terbentuk. Kelainan ini merupakan suatu kelainan kehamilan yang
baru terdeteksi setelah berkembangnya ultrasonografi.2

2.1.5 Epidemiologi
Angka kejadian abortus sulit ditentukan karena abortus provokatus banyak yang
tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus spontan dan
tidak jelas usia kehamilannya, hanya sedikit memberikan gejala atau tanda
sehingga biasanya ibu tidak melapor atau berobat.2
Di Indonesia, dalam laporan Riset Dasar Kesehatan ( Riskesdas) 2010
disebutkan bahwa presentase abortus dalam periode lima tahun terakhir adalah
sebesar empat persen pada perempuan pernah kawin usia 10-59 tahun. Dilihat
per provinsi, angka ini bervariasi mulai terendah 2,4% yang terdapat di
Bengkulu sampai dengan yang tertinggi sebesar 6,9% di Papua Barat. Terdapat
4 provinsi yang memiliki angka kejadian lebih dari 6% dengan urutan teratas
yaitu Papua Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan masing-masing
6,3%, serta Sulawesi Selatan sebesar 6,1%. Di DKI Jakarta angka kejadiannya
sebesar 5,5%.5,6

2.1.6 Etiologi

12
Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor. Umumnya
abortus didahului oleh kematian janin. Menurut Sastrawinata, dkk (2005)
penyebab abortus antara lain:

1. Faktor Janin
Kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus adalah gangguan
pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan tersebut
biasanya menyebabkan abortus pada trimester pertama, yakni:
a. Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio,
atau kelainan kromosom (monosomi, trisomi, atau poliploidi).
b. Embrio dengan kelainan lokal.
c. Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas).17
2. Faktor maternal
a. Infeksi
Infeksi maternal dapat membawa risiko bagi janin yang sedang
berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal
trimester kedua. Tidak diketahui penyebab kematian janin secara
pasti, apakah janin yang terinfeksi ataukah toksin yang dihasilkan
oleh mikroorganisme penyebabnya.
Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan abortus:
 Virus, misalnya rubella, sitomegalovirus, virus herpes
simpleks, varicella zoster, vaccinia, campak, hepatitis,
polio, dan ensefalomielitis.
 Bakteri, misalnya Salmonella typhi.
 Parasit, misalnya Toxoplasma gondii, Plasmodium.
b. Penyakit vaskular, misalnya hipertensi vaskular.
c. Kelainan endokrin
Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesterone tidak
mencukupi atau pada penyakit disfungsi tiroid; defisiensi insulin.
d. Faktor imunologis

13
Ketidakcocokan (inkompatibilias) system HLA (Human Leukocyte
Antigen).
e. Trauma
Kasusnya jarang terjadi, umumnya abortus terjadi segera setelah
trauma tersebut, misalnya akibat trauma pembedahan.
Pengangkatan ovarium yang mengandung korpus luteum
gravidarum sebelum minggu ke-8.
Pembedahan intraabdominal dan operasi pada uterus pada saat
hamil.
f. Kelainan uterus
Hipoplasia uterus, mioma (terutama mioma submukosa), serviks
inkompeten atau retroflexio uteri gravidi incarcerata.
g. Faktor psikosomatik.17
3. Faktor Eksternal
a. Radiasi
Dosis 1-10 rad bagi janin pada kehamilan 9 minggu pertama dapat
merusak janin dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan
keguguran.
b. Obat-obatan
Antagonis asam folat, antikoagulan, dan lain-lain.
Sebaiknya tidak menggunakan obat-obatan sebelum kehamilan 16
minggu, kecuali telah dibuktikan bahwa obat tersebut tidak
membahayakan janin, atau untuk pengobatan penyakit ibu yang
parah.
c. Bahan-bahan kimia lainnya, seperti bahan yang mengandung arsen
dan benzen.17

2.1.7 Faktor Risiko


1. Usia

14
Berdasarkan teori S. Prawirahardjo (2002) pada kehamilan usia muda
keadaan ibu masih labil dan belum siap mental untuk menerima
kehamilannya. Akibatnya, selain tidak ada persiapan, kehamilanya
tidak dipelihara dengan baik. Kondisi ini menyebabkan ibu menjadi
stress. Dan akan meningkatkan resiko terjadinya abortus.18
Kejadian abortus berdasarkan usia 42,9 % terjadi pada kelompok usia
di atas 35 tahun, kemudian diikuti kelompok usia 30 sampai dengan 34
tahun dan antara 25 sampai dengan 29 tahun. Hal ini disebabkan usia
diatas 35 tahun secara medik merupakan usia yang rawan untuk
kehamilan. Selain itu, ibu cenderung memberi perhatian yang kurang
terhadap kehamilannya dikarenakan sudah mengalami kehamilan lebih
dari sekali dan tidak bermasalah pada kehamilan sebelumnya.6
Menurut Kenneth J. Leveno et al (2009) pada usia 35 tahun atau lebih,
kesehatan ibu sudah menurun. Akibatnya, ibu hamil pada usia itu
mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mempunyai anak
premature, persalinan lama, perdarahan, dan abortus. Abortus spontan
yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 12% pada wanita berusia
kurang dari 20 tahun dan menjadi 26% pada wanita berusia lebih dari
40 tahun.19
2. Paritas
Pada kehamilan rahim ibu teregang oleh adanya janin. Bila terlalu
sering melahirkan, rahim akan semakin lemah. Bila ibu telah
melahirkan 4 anak atau lebih, maka perlu diwaspadai adanya gangguan
pada waktu kehamilan, persalinan dan nifas. Risiko abortus spontan
meningkat seiring dengan paritas ibu.19
3. Riwayat abortus sebelumnya
Menurut Prawirohardjo (2009) riwayat abortus pada penderita abortus
merupakan predisposisi terjadinya abortus berulang. Kejadiannya
sekitar 3-5%. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1
kali abortus pasangan punya risiko 15% untuk mengalami keguguran

15
lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%.
Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali abortus
berurutan adalah 30 - 45%. Menurut Suryadi (1994) penderita dengan
riwayat abortus satu kali dan dua kali menunjukkan adanya
pertumbuhan janin yang terhambat pada kehamilan berikutnya
melahirkan bayi prematur. Sedangkan dengan riwayat abortus 3 kali
atau lebih, ternyata terjadi pertumbuhan janin yang terhambat,
prematuritas.2
4. Jarak Kehamilan
Bila jarak kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2 tahun,
rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam
keadaan ini perlu diwaspadai karena ada kemungkinan pertumbuhan
janin kurang baik, mengalami persalinan yang lama, atau perdarahan
(abortus). Insidensi abortus meningkat pada wanita yang hamil dalam
3 bulan setelah melahirkan aterm.19
5. Sosial ekonomi (pendapatan)
Sosial ekonomi masyarakat yang sering dinyatakan dengan pendapatan
keluarga, mencerminkan kemampuan masyarakat dari segi ekonomi
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk kebutuhan kesehatan
dan pemenuhan zat gizi. Hal ini pada akhirnya berpengaruh pada
kondisi saat kehamilan yang berisiko pada kejadian abortus. Selain itu
pendapatan juga mempengaruhi kemampuan dalam mengakses
pelayanan kesehatan, sehingga adanya kemungkinan risiko terjadinya
abortus dapat terdeteksi.
6. Pendidikan
Martadisoebrata dalam Wahyuni (2012) menyatakan bahwa
pendidikan sangat dibutuhkan manusia untuk pengembangan diri dan
meningkatkan kematangan intelektual seseorang. Kematangan
intelektual akan berpengaruh pada wawasan dan cara berfikir baik
dalam tindakan dan pengambilan keputusan maupun dalam membuat

16
kebijaksanaan dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Pendidikan
yang rendah membuat seseorang acuh tak acuh terhadap program
kesehatan sehingga mereka tidak mengenal bahaya yang mungkin
terjadi, meskipun sarana kesehatan telah tersedia namun belum tentu
mereka mau menggunakannya.20
7. Penyakit Infeksi
Riwayat penyakit ibu seperti pneumoni, typhus abdominalis,
pielonefritis, malaria dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Begitu
pula dengan penyakit-penyakit infeksi lain juga memperbesar peluang
terjadinya abortus. Selain itu kemungkinan penyebab terjadinya
abortus adalah infeksi pada alat genitalia. Tapi bisa juga dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain. Infeksi vagina pada kehamilan sangat
berhubungan dengan terjadinya abortus atau partus sebelum waktunya.
Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit
sistemik maternal (systemic lupus erythematosus) dan sistemik
maternal tertentu lainnya.21
8. Alkohol
Alkohol dinyatakan meningkatkan risiko abortus spontan, meskipun
hanya digunakan dalam jumlah sedang.19
9. Merokok
Wanita yang merokok diketahui lebih sering mengalami abortus
spontan daripada wanita yang tidak merokok. Kemungkinan bahwa
risiko abortus spontan pada perokok, disebabkan wanita tersebut juga
minum alkohol saat hamil.19
Baba et al (2010) menyatakan bahwa kebiasaan gaya hidup termasuk
status merokok pada ibu dan suaminya berpengaruh terhadap kejadian
abortus. Merokok 1-19 batang perhari dan ≥20 batang perhari
memiliki efek pada ibu mengalami abortus spontan yang lebih awal.22

2.1.8 Gejala Klinis

17
1. Abortus Iminens

Abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam


pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulas
sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam.
Ostium uteri masih tertutup besarnya uterus masih sesuai dengan usia
kehamilan dan tes kehamilan urin masih positif.

Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada


dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum.2

2. Abortus Insipiens

Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat,
perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan usia
kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan usia kehamilan dengan tes urin
kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran
uterus yang masih sesuai dengan usia kehamilan, gerak janin dan gerak
jantung masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya
terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada
tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus.2

3. Abortus Kompletus

Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, osteum uteri telah menutup, uterus
sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan
usia kehamilan. Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan
secara klinis sudah memadai. Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih
positif sampai 7-10 hari setelah abortus. Pengelolaan penderita tidak
memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberi
roboransia atau hematenik bila keadaan pasien memerlukan. Uterotonika tidak
perlu diberikan.2

18
4. Abortus Inkompletus

Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus di mana


pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan
dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan
biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung
pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih
terbuka sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam keadaan
anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan.2

5. Missed Abortion

Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apa pun kecuali
merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila
kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan
rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada
payudara mulai menghilang. Kadangkala missed abortion juga diawali dengan
abortus iminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin
terhenti. Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negatif setelah satu
minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG
akan didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan
bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda
kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu harus
diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan penjedalan darah oleh karena
hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan
evakuasi dan kuretase.2

6. Abortus Infeksiosus, Abortus Septik

gejala dan tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan
pervaginam yang berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan.
Pada laboratorium didapatkan tanda infeksi dengan leukositosis. Bila sampai

19
terjadi sepsis dan syok, penderita akan tampak lelah, panas tinggi, menggigil,
dan tekanan darah turun.2

7. Blighted Ovum

Pada pemeriksaan USG didapatkan kantong gestasi tidak berkembang atau


pada diameter 2,5 cm yang tidak disertai adanya gambaran mudigah. Untuk
itu, bila pada saat USG pertama kita mendapatkan gambaran seperti ini perlu
dilakukan evaluasi USG 2 minggu kemudian. Bila tetap tidak dijumpai
struktur mudigah atau kantung kuning telur dan diameter kantong gestasi
sudah mencapai 25 mm maka dapat dinyatakan sebagai kehamilan
anembrionik.2

2.1.9 Diagnosis
a. Klinis
Dapatkan anamnesis lengkap dan lakukan pemeriksaan fisik umum (termasuk
panggul) pada setiap pasien untuk menentukan kemungkinan diperlukannya
pemeriksaan laboratorium tertentu atau pemeriksaan lainnya untuk
mendeteksi adanya penyakit atau status defisiensi.
Secara klasik, gejala-gejala abortus adalah kontraksi uterus (dengan atau tanpa
nyeri suprapubik) dan perdarahan vagina pada kehamilan dengan janin yang
belum viabel.

b. Pemeriksaan Laboratorium
Pada banyak kasus, pemeriksaan serum untuk kehamilan sangat berguna.
Pemeriksaan laboratorium paling sedikit harus meliputi biakan dan uji
kepekaan mukosa serviks atau darah (untuk mengidentifikasi patogen pada
infeksi) dan pemeriksaan darah lengkap. Pada beberapa kasus, penentuan
kadar progesterone berguna untuk mendeteksi kegagalan korpus luteum. Jika
terdapat perdarahan, perlu dilakukan pemeriksaan golongan darah dan
pencocokan silang serta panel koagulasi.

20
Analisis genetik bahan abortus dapat menentukan adanya kelainan kromosom
sebagai etiologi abortus.21

2.1.10 Diagnosis Banding


Kehamilan ektopik dibedakan dari abortus spontan dengan adanya tanda dan
gejala berupa nyeri pelvis unilateral atau nyeri pada massa adneksa.
Disminore membranosa mugkin sangat mirip dengan abortus spontan, tetapi
tidak ada desidua dan vili pada silinder endometrium dan uji kehamilan
(bahkan dengan RIA) negative. Hiperestrogenisme dapat menyebabkan
endometrium berproliferasi hebat dengan gejala kram dan perdarahan. Mola
hidatiform biasanya berakhir dengan abortus (<5 bulan) tetapi ditandai dengan
kadar hCG yang sangat tinggi dan tidak adanya janin. Mioma pedunkulata
atau neoplasia serviks juga dapat dikacaukan dengan abortus spontan.21

2.1.11 Komplikasi

Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi,


dan syok.

1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan
teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan
tergantung dari luas dan bentuk perforasi dikerjakanlah penjahitan luka
perforasi atau histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh
orang awam menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya
luas; mungkin pula terjadi perlukaan pada kandung kemih dan usus. Dengan

21
adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparotomi harus segera
dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada
perlukaan pada alat-alat lain, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan
seperlunya guna mengatasi keadaan.
3. Infeksi
4. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan
karena infeksi berat (syok endoseptik).2

2.1.12 Prognosis
Dengan pengecualian serviks inkompeten, angka kesembuhan setelah tiga kali
abortus spontan berkisar antara 70 sampai 85 persen, tanpa memperhatikan
terapi apa yang diberikan, kecuali bila diterapi dengan suatu abortifasien.
Dengan kata lain, angka kegagalan lebih tinggi, tetapi tidak jauh lebih tinggi
daripada yang diperkirakan pada kehamilan keseluruhan.
Tidak didapatkan bukti bahwa wanita yang mengalami abortus spontan
habitualis mempunyai resiko lebih tinggi untuk memperoleh anak yang
abnormal, bila akhirnya dia hamil sampai aterm.19

2.1.13 Pandangan Abortus dalam Islam

Rasulullah SAW bersabda, “Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya.


Sesungguhnya, bayi yang keguguran akan membawa ibunya dengan tali
pusarnya ke surga jika ia mengharap-harapkan pahala” (HR. Ahmad, Ibnu
Majah, dan Ad-Darimi). Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Abu Hatim,
Muhammad bin Al-Wazir menceritakan kepada kami, Khallad bin Manshur
Al-Washiti menceritakan kepada kami, tuturnya, “Aku bermimpi seakan-akan
kiamat tiba. Sepertinya, para manusia dipanggil untuk dihisab.” Abu Hind
meneruskan kisahnya, “Kemudian, aku pun didekatkan pada timbangan amal.
Amal baikku diletakkan di satu sisi dan amalan burukku diletakkan di sisi

22
yang lain. Ternyata, amalan burukku lebih berat. Saat itu, aku pun pingsan.
Kemudian, sesuatu seperti kain putih datang dan diletakkan bersama amalan
baikku hingga lebih berat daripada amalan burukku.” Ada yang bertanya,
“Tahukah kamu apa ini?” Aku menjawab, “Tidak.” Ia berkata, “Ini adalah
bayimu yang keguguran.” Aku berkata, “Cucu kecilku meninggal dunia.” Ada
yang berkata kepadaku, “Itu bukan milikmu karena kau dulu mengharap-
harapkan kematiannya.”23

2.2 Kerangka Teori

Faktor Risiko Ibu:

 Usia Ibu
 Paritas
 Jarak Kehamilan
 Riwayat Abortus
 Status Sosial
Ekonomi
 Pendidikan Kejadian Abortus
Faktor Lain:

 Penyakit infeksi
 Terpapar zat kimia
 Alkohol
 Merokok

2.3 Kerangka Konsep

Variabel Independen

1. Usia Maternal Variabel Dependen


2. Paritas
3. Riwayat Abortus Kejadian Abortus
Sebelumnya

23
2.4 Definisi Operasional

Tabel 1. Definisi Operasional, Alat Ukur-Cara Ukur, Hasil Ukur, dan Skala
Variabel.

No Variabel Definisi Alat Ukur- Hasil Skala


Cara Ukur Ukur
1. Kejadian Keadaan dimana ibu Melihat 1 = Ya Nominal
Abortus yang menjadi subjek rekam 2 = Tidak
penelitian didiagnosis medis
abortus oleh dokter
ahli Obstetri dan
Ginekologi dan tercatat
di bagian rekam medis
RS Prikasih Jakarta
Selatan pada tahun
2013.

2. Usia Ibu Usia atau banyaknya Melihat 1 = usia Ordinal


tahun kalender yang rekam <20 tahun
telah dijalani oleh ibu medis dan usia
sesuai yang tertera >35 tahun
pada KTP atau kartu 2 = Usia
identitas lain yang 20-35
tercatat di bagian tahun
rekam medis RS
Prikasih Jakarta
Selatan pada tahun
2013. Dalam penelitian
ini, usia dihitung
dengan pembulatan ke

24
bawah. Misalkan 25
tahun 4 bulan
dibulatkan 25 tahun,
26 tahun 9 bulan
dibulatkan 26 tahun.

3. Paritas Ibu Jumlah persalinan Melihat 1 = Paritas Ordinal


yang pernah dialami rekam <1 dan >5
ibu, baik yang berakhir medis 2 = Paritas
dengan kelahiran hidup 1-5
ataupun mati yang
tercatat di bagian
rekam medis RS
Prikasih Jakarta
Selatan pada tahun
2013.

4. Riwayat Riwayat abortus yang Melihat 1 = Pernah Nominal


abortus pernah dialami oleh rekam 2 = Tidak
sebelumnya ibu yang menjadi medis pernah
subjek penelitian yang
tercatat di bagian
rekam medik di RS
Prikasih Jakarta
Selatan pada tahun
2013.

25
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain


penelitian kasus kontrol. Penelitian analitik observasional adalah penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel tanpa adanya intervensi dari
peneliti. Sedangkan desain penelitian kasus kontrol artinya dari segi pengambilan
subjek dimulai dari identifikasi variabel tergantung (kasus dan kontrol) dan dari segi
temporality dilakukan secara retrospektif. 24

Penelitian ini akan menilai hubungan faktor risiko dengan kejadian abortus
menggunakan cara penentuan kelompok kasus dan kelompok kontrol kemudian
mengukur besarnya risiko (frekuensi paparan) pada kedua kelompok tersebut. Desain
ini dipilih karena kekuatan hubungan sebab akibat desain kasus kontrol lebih kuat,
biayanya murah, cepat memberikan hasil dan tidak memerlukan jumlah sampel yang
besar.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Prikasih Jakarta Selatan dimulai


dari bulan Desember 2013 sampai dengan April 2014.

3.3 Subjek Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah kelompok kasus abortus dimana diambil
dari seluruh pasien yang didiagnosa abortus oleh dokter ahli Obstetri dan Ginekologi
di RS Prikasih pada tahun 2013. Adapun sebagai kelompok kontrol adalah pasien
yang tidak mengalami abortus di RS Prikasih pada tahun 2013

26
3.3.2 Sampel

Metode pengambilan sampel ini mengacu pada penjelasan Arikunto (2010)


yang menyebutkan bahwa jika sampel populasinya kurang dari 100 orang, maka
jumlah sampelnya diambil keseluruhan. Selanjutnya jika jumlah subyeknya lebih
besar dari 100, dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 % atau lebih. Jika seseorang
ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya
merupakan penelitian populasi atau studi populasi atau sensus.25

Kelompok kasus adalah semua pasien abortus yang didiagnosa oleh dokter ahli
Obstetri dan Ginekologi di RS Prikasih pada tahun 2013, yaitu sebanyak 99 orang,
sedangkan jumlah kelompok kontrol diambil dengan perbandingan 1:2 dengan
jumlah kasus yaitu seluruh pasien yang tidak mengalami abortus di RS Prikasih pada
tahun 2013. Jumlah ini adalah jumlah sampel setelah dilakukan penyaringan sesuai
kriteria inklusi dan eksklusi, dimana dari jumlah semula sebanyak 117 kasus abortus
dan 200 pasien yang tidak mengalami abortus, menjadi 99 kasus abortus dan 200
pasien yang tidak mengalami abortus, yang untuk selanjutnya diikutkan dalam
penelitian ini.

3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.3.1 Kriteria Inklusi Kelompok Kasus

Semua penderita yang didiagnosa sebagai abortus oleh dokter ahli Obstetri
dan Ginekologi di RS Prikasih pada tahun 2013.

3.3.2 Kriteria Inklusi Kelompok Kontrol

Semua pasien yang tidak mengalami abortus di RS Prikasih pada tahun 2013.

3.3.3 Kriteria Eksklusi:

27
Pasien yang didiagnosa sebagai abortus oleh dokter ahli Obstetri dan
Ginekologi di RS Prikasih pada tahun 2013 atau tidak mengalami abortus di RS
Prikasih pada tahun 2013 namun catatan rekam mediknya tidak lengkap yaitu di
dalamnya tidak mencakup variabel penelitian, yaitu:
1. Usia ibu.
2. Paritas ibu.
3. Riwayat abortus sebelumnya.

3.4 Cara Kerja dan Alur Penelitian

3.4.1 Cara Kerja Penelitian

a. Mendata sampel kelompok abortus dan kelompok kontrol yang diambil dari
data sekunder berupa catatan rekam medis.
b. Mengidentifikasi variabel bebas yaitu meliputi usia ibu, paritas, dan riwayat
abortus sebelumnya dari kelompok abortus dan kelompok kontrol.
c. Selanjutnya data dianalisa secara statistik analitik dan dilakukan analisis uji
univariat dan uji bivariat.

Adapun untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

28
Pengambilan data rekam

Ibu melahirkan dengan persalinan Ibu hamil yang mengalami


normal abortus
medis

Data: usia maternal, paritas, dan riwayat abortus


sebelumnya.

Pengolahan data dengan


SPSS

Analisis Analisis Bivariat


Univariat dengan Uji Chi-square
Deskripti
f Faktor Risiko/
Bukan faktor risiko
3.4.2 Alur Penelitian

No. Rencana Waktu (Bulan)


Kegiatan Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
1. Menyusun X X
proposal
penelitian.
2. Mengurus X
perizinan ke
RS Prikasih.
3. Melakukan X X X
pengambilan
data rekam
medis.
4. Pengolahan X X
data
menggunakan
program
SPSS
5. Penyusunan X X
hasil dan

29
pembahasan
penelitian

3.5 Pengolahan dan Analisis Data

3.5.1. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan diolah dengan cara manual dan menggunakan
komputer dengan fasilitas SPSS 16.0. Tahapan yang dilakukan dalam pengolahan
data ini adalah:
1. Cleaning (membersihkan data)
Sebelum diolah, data yang telah terkumpul terlebih dahulu dilakukan pengecekan
agar tidak ada data yang double dan menyingkirkan data yang tidak sesuai kriteria
inklusi.
2. Editing (menyunting data)
Pengeditan dilakukan untuk mengecek kelengkapan dan kejelasan pencatatan data.
3. Coding (mengkode data)
Kegiatan ini bertujuan untuk memudahkan dalam pengolahan data yaitu memberikan
kode pada data yang diperoleh. Pemberian kode dilakukan untuk menyederhanakan
data yang diperoleh.
4. Entry data (memasukkan data)
Memasukkan data ke komputer untuk dianalisis menggunakan program SPSS 16.0
untuk Windows.

3.5.2 Analisis Data

Data dianalisis secara komputerisasi perangkat lunak pengolahan data dengan analisis
univariat dan bivariat.

1. Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel,


baik variabel bebas maupun terikat dari kelompok kasus dan kelompok
kontrol dengan tabel distribusi frekuensi.

30
2. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
dua variabel, atau bisa juga digunakan untuk mengetahui apakah ada
perbedaan antara variabel bebas dengan variabel tergantung dengan
menggunakan uji chi square. Untuk interpretasi hasil menggunakan derajat
kemaknaan (α) sebesar 5%, dengan catatan jika p < 0,05 maka tolak H0 (Ada
hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung), sedangkan bila p
> 0,05 maka terima H0 (tidak ada hubungan antara variabel bebas dengan
variabel tergantung). Sedangkan untuk mengetahui besarnya faktor risiko
maka digunakan analisis Odd Ratio / OR dengan interpretasi sebagai berikut:
a. Bila nilai OR = 1, berarti variabel yang diduga faktor risiko tersebut tidak
ada pengaruhnya dalam terjadinya efek, atau dengan kata lain ini bersifat
netral (≠ asosiasi)
b. Bila nilai OR >1, dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka
1, berarti exposure tersebut merupakan faktor risiko terjadinya efek.
c. Bila OR <1, dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka 1,
berarti exposure yang diteliti dapat mengurangi terjadinya efek (faktor
pencegah).

Exposure Outcome Jumlah


+ -
+ a b a+b
- c d c+d
Jumlah a+c b+d a+b+c+d

31
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Analisis univariat bertujuan untuk menggambarkan karakteristik masing-


masing variabel tergantung dan terikat yang diteliti. Dalam penelitian ini
variabel terikatnya adalah kejadian abortus, sedangkan variabel bebasnya
yaitu usia ibu, paritas, dan riwayat abortus. Jenis datanya berupa
kategorik dengan tabel berupa angka dan presentase untuk menjelaskan
masing masing kelompok dalam variabel. Data penelitian yang dihasilkan
berupa data sekunder dari RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013. Di
bawah ini rincian hasil analisis univariat yaitu sebagai berikut:

4.1.1 Kejadian Abortus di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013

Tabel 2. Distribusi Subjek Menurut Kejadian Abortus di RS


Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013

Kejadian Jumlah (orang) Persentase


Abortus

Ya 117 36,9

Tidak 200 63,1

Total 317 100

32
Jumlah kasus abortus inkomplit yang terjadi di RS Prikasih hanya
merupakan sebagian kecil dari kasus kandungan yang terjadi di RS
Prikasih. Hasil pengumpulan data menunjukkan kejadian abortus selama
periode Januari-Desember 2013 adalah sebesar 5,82% (117 kejadian) dari
seluruh kasus kandungan yang dirawat (2.009 pasien). Dari 117 kasus
abortus hanya terdapat 99 kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan
kriteria eksklusi. Sehingga subjek penelitian ini adalah 99 pasien yang
mengalami abortus sebagai kasus dan 200 pasien yang tidak mengalami
abortus.

4.1.2 Usia Ibu

Gambaran distribusi kelompok usia ibu yang mengalami abortus dan


melahirkan dengan normal dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut:

Tabel 3. Distribusi Subjek Menurut Usia di RS Prikasih Jakarta


Selatan Tahun 2013

Usia Ibu Kasus % Kontrol %


(orang) (orang)

<20 dan >35 15 15,2 41 20,5


tahun

20-35 tahun 84 84,8 159 79,5

Jumlah 99 100,0 200 100,0

33
jumlah

Grafik 1. Distribusi Subjek Menurut Usia di RS Prikasih Jakarta


Selatan Tahun 2013

Gambaran usia antara kasus abortus inkomplit dengan persalinan normal


tidak jauh berbeda. Rata-rata usia pada kasus abortus 27 tahun dan pada
persalinan normal 29 tahun. Distribusi usia kasus abortus ada pada usia 18
sampai 39 tahun, begitu pula pada persalinan normal pada usia 18 sampai
39 tahun.

Usia ibu yang mengalami abortus dikelompokkan menjadi dua kategori,


yaitu tidak berisiko (20-35 tahun) dan berisiko (dibawah 20 tahun dan
diatas 35 tahun). Pada pasien yang mengalami abortus ada sebanyak 15
(15,2%) pasien yang berusia <20 dan >35 tahun dan ada 84 (84,4%) pasien
yang berusia 20-35 tahun. Pada pasien yang tidak mengalami abortus
jumlah pasien yang berusia <20 dan >35 tahun jumlahnya yaitu sebesar 41
(20,5%) pasien, dan pasien yang berusia 20-35 tahun yaitu sebesar 159
(79,5%) pasien.

34
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Halim dkk. (2013) di
RSUD Pirngadi Kota Medan juga menunjukkan bahwa kejadian abortus
inkomplitus, paling banyak terjadi pada wanita usia 20-35 tahun dengan
proporsi 61%.26 Namun hasil ini berbeda dengan penelitian Wadud di RS
Muhammadiyah Palembang (2012) yang menyebutkan bahwa usia risiko
tinggi (<20 tahun dan >35 tahun) memperoleh proporsi lebih besar sebesar
74,4 %.27

4.1.3 Paritas

Gambaran distribusi kelompok paritas pada abortus dan persalinan normal


dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut:

Tabel 4. Distribusi Subjek Menurut Paritas di RS Prikasih Jakarta


Selatan Tahun 2013

Paritas Kasus % Kontrol %


(orang) (orang)

Paritas <1 49 49,5 60 30,0


dan >5

Paritas 1-5 50 50,5 140 70,0

Jumlah 99 100,0 200 100,0

35
jumlah

Grafik 2. Distribusi Subjek Menurut Paritas di RS Prikasih Jakarta


Selatan Tahun 2013

Paritas dalam penelitian ini dibagi dalam dua kategori, yakni primipara
(pada saat penelitian merupakan kelahiran pertama) dan grandemultipara
yang digolongkan dalam kategori berisiko dan paritas 1-5 yang
digolongkan dalam kategori tidak berisiko. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari mereka yang mengalami abortus, ada sebanyak 49 (49,5%)
pasien yang memiliki paritas primipara dan multigrande dan ada sebanyak
50 (50,5%) pasien yang memiliki paritas 1-5. Sedangkan pada kelompok
yang tidak mengalami abortus terdapat 60 (30,0%) pasien yang memiliki
paritas <1 dan >5 dan terdapat 140 (70,0%) orang yang memiliki paritas 1-
5.

Hal ini sesuai dengan penelitian Halim dkk. (2013) yaitu proporsi terbesar
untuk karakteristik paritas terdapat pada kategori multipara dengan
26
proporsi 54%. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Wadud (2012) bahwa paritas risiko rendah mendapatkan proporsi yang
lebih tinggi sebesar 67,6 %.27

36
4.1.4 Riwayat Abortus Sebelumnya

Gambaran distribusi subjek berdasarkan riwayat abortus sebelumnya pada


abortus dan persalinan normal dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut:

Tabel 5. Distribusi Subjek Menurut Riwayat Abortus Sebelumnya di


RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013

Riwayat Abortus Kasus % Kontrol %


Sebelumnya

Pernah 26 26,3 28 14,0

Tidak Pernah 73 73,7 172 86,0

Jumlah 99 100,0 200 100,0


jumlah

Grafik 3. Distribusi Subjek Menurut Riwayat Abortus Sebelumnya di


RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013

37
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada pasien yang mengalami
abortus, ada sebanyak 26 (26,3%) pasien yang pernah mengalami abortus
sebelumnya dan terdapat 73 (73,7%) pasien yang tidak memiliki riwayat
abortus sebelumnya. Sedangkan pada kelompok yang tidak mengalami
abortus, ada 28 (14,0%) pasien yang pernah mengalami abortus
sebelumnya dan sebanyak 172 (86%) pasien yang tidak memiliki riwayat
abortus sebelumnya.

Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh


Wahyuni (2012) di wilayah Puskesmas Sungai Kakap Kabupaten Kubu
Raya Kalimantan Barat yang menemukan bahwa jumlah pasien terbanyak
yang mengalami kejadian abortus adalah pasien yang tidak memiliki
riwayat abortus sebelumnya yaitu sebanyak 55%.28

4.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dimaksudkan untuk mengetahui hubungan dan besarnya


nilai Odds Ratio faktor risiko (variabel independen), dengan tingkat
kemaknaan 95%. Adanya hubungan antara faktor risiko dengan kejadian
abortus inkomplit ditunjukkan dengan nilai p<0,05; nilai OR>1, dan CI
95% tidak mencakup nilai 1. Secara lengkap distribusi faktor risiko pada
kejadian abortus dapat dilihat pada tabel berikut:

38
4.2.1 Hubungan Usia dengan Kejadian Abortus

Tabel 6. Distribusi Subjek Menurut Usia dengan Kejadian Abortus di


RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013

Abortus Jumlah OR P
Kelompok
Kasus Kontrol (95%CI) value
Usia
N % N % N % 0,693 0,265

<20 dan 15 15,2 41 20,5 56 18,7


>35 tahun

20-35 84 84,8 159 79,5 243 81,3


tahun

Jumlah 99 100,0 200 100,0 299 100,0

Hasil analisis hubungan antara usia ibu dengan kejadian abortus diperoleh
bahwa ada sebanyak 15 (15,2%) ibu yang berusia <20 dan >35 tahun yang
mengalami abortus. Sedangkan diantara ibu yang berusia 20-35 tahun ada
84 (84,4%) yang mengalami abortus. Hasil uji statistik diperoleh nilai
p=0,265 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian
abortus antara ibu yang berusia <20 dan >35 tahun dengan ibu yang berusia
20-35 tahun (tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan
kejadian abortus). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai Odds Ratio
sebesar 0,693, artinya usia dapat mengurangi efek terjadinya abortus.

Tidak adanya hubungan usia ibu dengan kejadian abortus didukung oleh
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ruhmiatie (2010) di RS
Roemani Muhammadiyah Semarang yang menyatakan bahwa tidak ada
hubungan (nilai p = 0,249) antara usia ibu hamil dengan kejadian abortus.29
Goetzinger (2014) dalam penelitiannya menyampaikan bahwa wanita

39
dengan usia yang lebih tua memiliki perhatian yang lebih tinggi terhadap
perilaku hidup sehat seperti rutin mengonsumsi vitamin prenatal, diet yang
baik dan olahraga serta menjauhi gaya hidup tidak sehat bila dibandingkan
wanita yang lebih muda.30

Penelitian Lukitasari (2010) di RSU H.M Ryacudu menyebutkan hasil


yang berbeda bahwa terdapat hubungan bermakna (nilai p = 0,0001) antara
usia dengan kejadian abortus. Subyek yang berusia lebih dari atau sama
dengan 35 tahun mempunyai peluang sekitar 3,5 kali untuk mengalami
kejadian abortus dibandingkan subyek yang berusia kurang dari 35 tahun.31
Demikian pula yang dengan penelitian Raden (2009) di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta yang mendapatkan hasil bahwa usia merupakan faktor
risiko dari kejadian abortus setelah dilakukan uji statistik chi square (nilai
p = 0,001).32

Menurut peneliti adanya perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian


sebelumnya dapat disebabkan karena perbedaan jumlah sampel yang
diambil dan lokasi dilaksanakannya penelitian dengan penelitian
sebelumnya. Diketahui bahwa semakin besar sampel yang dianalisis akan
semakin besar menghasilkan kemungkinan berbeda bermakna. Selain itu,
karena kejadian abortus dipengaruhi oleh banyak faktor kemungkinan ada
pengaruh faktor lain yang tidak ikut diteliti.

40
4.2.2 Hubungan Paritas dengan Kejadian Abortus

Tabel 7. Distribusi Subjek Menurut Paritas dengan Kejadian Abortus


di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013

Abortus Jumlah OR P
Paritas
Kasus Kontrol (95%CI) value
N % N % N % 2,287 0,001

Paritas 49 49,5 60 30,0 109 36,5


<1 dan
>5

Paritas 50 50,5 140 70,0 190 63,5


1-5

Jumlah 99 100,0 200 100,0 299 100,0

Hasil analisis hubungan antara paritas dengan kejadian abortus diperoleh


bahwa ada sebanyak 49 (49,5%) pasien yang memiliki paritas <1 dan >5
yang mengalami abortus. Sedangkan diantara pasien yang memiliki paritas
1-5 ada 50 (50,5%) pasien yang mengalami abortus. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p=0,001 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi
kejadian abortus antara pasien yang memiliki paritas <1 dan >5 dengan
pasien yang paritasnya 1-5 (ada hubungan yang signifikan antara paritas
dengan kejadian abortus). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai
OR=2,287, artinya ibu yang paritasnya <1 dan >5 mempunyai peluang
2,287 kali untuk mengalami abortus.

Hasil ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Cunningham et al


(2009) bahwa risiko abortus semakin meningkat dengan bertambahnya
paritas. Pada kehamilan rahim ibu akan teregang oleh adanya janin dan

41
bila terlalu sering melahirkan rahim akan semakin lemah sehingga rentan
dan berisiko untuk terjadinya keguguran. Bila ibu telah melahirkan 4 orang
anak atau lebih, maka harus waspada adanya gangguan kehamilan,
persalinan dan nifas.19 Demikian pula yang dinyatakan oleh Mochtar
(1998) bahwa persalinan yang pertama kali (primipara) biasanya
mempunyai risiko relatif tinggi terhadap ibu dan anak, kemudian risiko ini
menurun pada paritas kedua dan ketiga, dan akan meningkat lagi pada
paritas keempat dan seterusnya.21 Hal ini disebabkan karena pada ibu
dengan primipara belum pernah memiliki pengalaman melahirkan.
Sedangkan pada grandemultipara, elastisitas uterus telah menurun.

Hal tersebut didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya yaitu menurut


Wadud di RS Muhammadiyah Palembang (2012) yang mendapatkan
bahwa terdapat hubungan bermakna (p=0,002) antara paritas dengan
kejadian abortus imminens.27 Demikian pula dengan penelitian Mariani di
RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh yang menunjukkan nilai p = 0,007.
Hal ini berarti terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian abortus.18
Pada penelitian lain yaitu yang dilakukan oleh Lukitasari (2010) di RS
H.M Ryacudu Kotabumi Lampung Utara menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan (nilai p = 0,0001) antara frekuensi persalinan
dengan kejadian abortus.31

Namun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Mahdiyah di


Ruang Bersalin RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin yang
mendapatkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna (p = 0,562) antara
paritas dengan kejadian abortus. Peneliti menyebutkan bahwa hal ini
dikarenakan paritas bukan faktor utama penyebab abortus.33 Demikian pula
dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2012) di wilayah
puskesmas Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat yang
mengungkapkan bahwa tidak terdapat hubungan (nilai p = 0,14) antara
paritas dengan kejadian abortus.20

42
4.2.3 Hubungan Riwayat Abortus Sebelumnya dengan Kejadian Abortus

Tabel 8. Distribusi Subjek Menurut Riwayat Abortus Sebelumnya


dengan Kejadian Abortus di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013

Abortus Jumlah OR P
Riwayat
Kasus Kontrol (95%CI) value
Abortus
N % N % N % 2,188 0,009
Sebelumnya

Pernah 26 26,3 28 14,0 54 18,1

Tidak 73 73,7 172 86,0 245 81,9


Pernah

Jumlah 99 100,0 200 100,0 299 100,0

Hasil analisis hubungan antara riwayat abortus sebelumnya dengan


kejadian abortus diperoleh bahwa ada sebanyak 26 (26,3%) pasien yang
memiliki riwayat abortus sebelumnya mengalami abortus. Sedangkan
diantara pasien yang tidak memiliki riwayat abortus sebelumnya ada 73
(73,7%) pasien yang mengalami abortus. Hasil uji statistik diperoleh nilai p
= 0,009 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian abortus
antara pasien yang memiliki riwayat abortus sebelumnya dengan pasien
yang tidak memiliki riwayat abortus sebelumnya (ada hubungan yang
signifikan antara riwayat abortus sebelumnya dengan kejadian abortus).
Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=2,188, artinya ibu yang
memiliki riwayat abortus sebelumnya mempunyai peluang 2,188 kali untuk
mengalami abortus.

Hal ini sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Prawirohardjo bahwa
kejadian abortus meningkat pada wanita yang memiliki riwayat abortus

43
sebelumnya. Setelah satu kali mengalami abortus spontan, memiliki risiko
15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah dua kali,
risikonya meningkat sebesar 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa
risiko abortus setelah tiga kali abortus berurutan adalah 30-45%.2

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Baba et al (2010) di
Osaka, Jepang yang mendapatkan bahwa terdapat peningkatan risiko
abortus pada wanita yang memiliki riwayat abortus sebelumnya yang
dibuktikan dengan hasil OR sebesar 1,98 pada wanita dengan riwayat
abortus sebanyak 1 kali, OR 2,36 pada wanita yang memiliki 2 kali riwayat
abortus dan OR 8,73 pada yang pernah mengalami 3 atau lebih abortus
sebelumnya.22 Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan Lukitasari
(2010) di RS H.M Ryacudu Kotabumi Lampung Utara yang mendapatkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan (nilai p = 0,0001) antara riwayat
abortus yang dimiliki ibu dengan kejadian abortus.31 Penelitian lain
menurut Wahyuni (2012) di wilayah puskesmas Sungai Kakap Kabupaten
Kubu Raya Kalimantan Barat bahwa ada hubungan (nilai p = 0,04) antara
riwayat abortus dengan kejadian abortus. Selain itu pasien yang pernah
mengalami abortus akan cencerung mengalami abortus sebesar 2,8 kali
dibandingkan pasien yang tidak pernah mengalami abortus.28

Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Gustina (2012) di


Rumah Sakit Umum Daerah Soreang Kabupaten Bandung yang
menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (nilai p=
0,437) antara kejadian abortus dengan riwayat abortus sebelumnya.34
Demikian pula dengan penelitian Kusniati (2007) yang dilakukan di
Banyumas menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
(nilai p = 0,302) antara riwayat abortus sebelumnya dengan kejadian
abortus.35 Helgstrand dan Andersen (2005) juga menyatakan bahwa tidak
terdapat hubungan antara riwayat abortus sebelumnya dengan kejadian
abortus.36

44
4.3 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yang dapat mempengaruhi


hasil penelitian ini. Keterbatasan tersebut diantaranya adalah:

1. Beberapa data sekunder yang didapatkan dari rekam medis saat


pengumpulan data tidak lengkap, sehingga data tersebut dianggap sebagai
missing cases dan tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian.
2. Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data sekunder sehingga
validitas data didak dapat dikontrol oleh peneliti.
3. Sulit meyakinkan bahwa kelompok kasus dan kontrol yang telah dipilih
oleh peneliti sebanding dalam berbagai faktor eksternal dan sumber bias
lainnya.

45
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara usia ibu, paritas, dan
riwayat abortus sebelumnya dengan kejadian abortus. Berdasarkan hasil analisis dan
pengujian statistik maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Usia dengan kejadian abortus tidak menunjukkan hubungan yang bermakna


dengan nilai p = 0,265 dengan signifikansi 0,05. Kelompok Ibu hamil dengan
usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun tidak mempunyai
kecenderungan untuk mengalami kejadian abortus.
2. Paritas dengan kejadian abortus menunjukkan hubungan yang bermakna
dengan nilai p = 0,001 dengan signifikansi 0,05. Kelompok ibu hamil dengan
paritas primipara dan multigrande lebih memiliki kecenderungan untuk
mengalami kejadian abortus dibandingkan dengan multipara.
3. Riwayat abortus dengan kejadian abortus menunjukkan hubungan yang
bermakna dengan nilai p = 0,009 dengan signifikansi 0,05. Kelompok ibu
hamil yang mempunyai riwayat abortus sebelumnya mempunyai
kecenderungan untuk mengalami abortus.

5.2 Saran

Dengan melihat hasil dan kesimpulan terhadap faktor risiko ibu hamil yang berkaitan
dengan kejadian abortus, penulis menyarankan:

a. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan untuk meneliti kelainan menetap


pada ibu yang mempengaruhi kejadian abortus sehingga dapat
menurunkan angka kejadian abortus dan meneliti beberapa variabel lain

46
yang belum terdapat pada penelitian ini untuk mendapatkan informasi
lebih dalam mengenai faktor-faktor risiko kejadian abortus.
b. Untuk masyarakat diharapkan dapat berperan serta dalam upaya
penurunan kejadian abortus dengan ikut serta dalam program keluarga
berencana, sehingga waktu untuk hamil dan jumlah anak dapat
direncanakan dengan baik.

47
DAFTAR PUSTAKA

1.
Trends in Maternal Mortality: 1990 to 2013. Switzerland: World Health
Organization; 2014.
2.
Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi IV.
Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008.
3.
Profil Statistik Kesehatan 2013. Jakarta: Badan Pusat Statistik; 2013
Dec.187 p. Report No.: 04230.1301
4.
Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia; 2012.131p.
5.
Riset Dasar Kesehatan 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan kementrian Kesehatan RI Tahun 2010; 2010
Dec. 431 p.
6.
Setia Pranata, FX Sri Sadewo.Kejadian Keguguran, Kehamilan Tidak
Direncanakan dan Pengguguran di Indonesia.Bulletin of Health System
Research. 2012 Apr; 15(2):3.
7.
Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia 2010.
Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS); 2010. 97 p.
8.
Elise R, Patrick T. Paternal age and maternal age are risk factors for
miscarriage; results of a multicentre European study. Human
Reproduction. 2002; 17 (6): 1649-1656
9.
N Maconochie, P Doyle, S Prior, R Simmons. Risk factors for first
trimester miscarriage-results from a UK-population-based case-control
study. BJOG. 2007;114:170–186. doi:10.1111/j.1471-0528.2006.01193.x.
10.
Dorland WA. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 28. Mahode AA,
translator. Jakarta: EGC; 2012.
11.
Mescher AL. Junqueira’s Basic Histology Text and Atlas. 13th ed. USA:
McGraw-Hill Education; 2013

48
12.
Ross MH, Pawlina W. Histology: A Text and Atlas with Correlated Cell
and Molecular Biology. 5th ed. USA: Lippincot Williams & Wilkins;
2006
13.
Tortora GJ, Derrickson BH. Principles of Anatomy and Physiology. 2th
ed. Asia: John Wiley & Sons; 2009, p. 1103.
14.
Unsafe Abortion: Global and Regional Estimates of The Incidence of
Unsafe Abortion and Associated Mortality in 2008. World Health
Organization; 2011
15.
Achadiat CM. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2003
16.
Benson RC, Pernoll ML. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Edisi 9.
Jakarta: EGC; 2009.
17.
Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Ilmu Kesehatan
Reproduksi: Obstetri Patologi. Edisi 2. Handini S, Sari LA, editor.
Jakarta: EGC; 2005.
18.
Mariani. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus
Inkomplet di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah DR. Zainoel
Abidin Banda Aceh tahun 2012. Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda
Aceh.2012.
19.
Leveno KJ, Cunningham FG, Gant NF, et al. Obstetri Williams:Panduan
Ringkas. Edisi 21. Yudha EK, Subekti NB, translator. Jakarta: EGC;
2009.
20.
Wahyuni H. Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian
Abortus di Wilayah Puskesmas Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya
Kalimantan Barat Tahun 2011. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. 2012.
21.
Mochtar R. Sinopsis Obstetri Jilid II. Edisi II. Jakarta: EGC; 1998.
22.
Baba S, Noda H, Nakayama M, et al. Risk Factor of Early Spontaneous
Abortion Among Japanese: a Matched Case-Control Study. Human
Reproduction. 2010 December 14; Vol.26, No.2 pp. 466-472.

49
23.
Hidayat, K. Menghadapi Musibah Kematian: Cara Tepat Menyikapi
Kepergian Orang-Orang Terdekat. Jakarta: Penerbit Hikmah (PT Mizan
Publika); 2007.
24.
Dahlan S. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang
Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto; 2010.
25.
Arikunto S. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta; 2010.
26.
Halim, R.,dkk. Karakteristik Penderita Abortus Inkompletus di RSUD
DR. Pirngadi Kota Medan Tahun 2010-2011. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 2013
27.
Wadud, M. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus
Imminens di Instalasi Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang Tahun 2011. Poltekkes Kemenkes
Palembang Jurusan Kebidanan. 2012.
28.
Wahyuni H. Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian
Abortus di Wilayah Puskesmas Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya
Kalimantan Barat Tahun 2011. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. 2012
29.
Ruhmiatie, AN. Hubungan Usia Ibu Hamil dengan Kejadian Abortus di
Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang Tahun 2009. Fakultas
Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Program Studi Kebidanan Universitas
Muhammadiyah Semarang . 2010
30.
Goetzinger K, Shanks A, Odibo A. Advance Maternal Age and The Risk
of Major Congenital Anomalies: Survival of The Fittest. American
Journal of Obstetrics and Gynecology. 2014 Jan; 210 (1)
31.
Lukitasari E. Kejadian Abortus Inkompletus yang Berkaitan dengan
Faktor Risiko pada Ibu Hamil di RSU. H.M Ryacudu Kotabumi
Kabupaten Lampung Utara Tahun 2007-2009. Skripsi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. 2010

50
32.
Raden, JN. Hubungan antara Kejadian Abortus dengan Usia Ibu Hamil di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada tahun 2008. Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2009.
33.
Mahdiyah D, dkk. Hubungan Paritas dengan Kejadian Abortus di Ruang
Bersalin RSUD. Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin. Akademi
Kebidanan Sari Mulia Banjarmasin. 2013.
34.
Gustina F. Hubungan Karakteristik Ibu Hamil dengan Kejadian Abortus
di Rumah Sakit Umum Daerah Soreang Kabupaten Bandung periode
Januari 2008-Desember 2010. Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Jakarta. 2012.
35.
Kusniati. Hubungan Beberapa Faktor Ibu dengan Kejadian Abortus
Spontan (Studi di Rumah Sakit Ibu dan Anak An Ni’mah Kecamatan
Wangon Kabupaten Banyumas Januari-Juni 2007. Skripsi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. 2007.
36.
Helgstrand S, Andersen AM. Maternal Underweight and The Risk of
Spontaneous Abortion. Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavica.
2005 December; 84 (12):1197-1201.

51
Lampiran 1
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :


Nama : Silmi Lisani Rahmani
No KTP : 3674054210930004
Alamat : Perum. Grand Puri Laras Blok H No. 80 Ciputat
No Telp/HP : 087788615973

Bahwa sesuai dengan surat dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta tanggal 11 November 2013, nomor surat
Un.01/F.10/HM.01.5/8988/2013 perihal permohonan izin penelitian, yang
ditujukan kepada Direktur Utama RS Prikasih Jakarta, saya dengan ini
menyatakan bersedia mengikuti semua peraturan dan tata tertib yang berlaku baik
tertulis maupun tidak tertulis di lingkungan RS Prikasih.
Saya menyadari segala informasi yang saya peroleh dari RS Prikasih termasuk
data-data pasien adalah bersifat RAHASIA dan dilindungi oleh undang-undang,
sehingga oleh karena itu saya benar-benar menggunakannya hanya untuk
keperluan penelitian dan studi saya di UIN, dan tidak akan saya publikasikan,
sebarluaskan maupun saya beritahukan kepada pihak manapun juga.
Apabila ternyata saya melanggar hal-hal yang tersebut diatas, dan atau
dikemudian hari timbul tuntutan atas kebocoran data-data pasien di RS Prikasih
dikarenakan penelitian yang saya lakukan, maka saya bersedia menerima dan
bertanggung jawab penuh menanggung semua resiko yang timbul, dan saya siap
dituntut di muka hukum.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, dalam
keadaan sehat jasmani tanpa ada paksaan dan tekanan dari pihak manapun juga.

Jakarta, 10 Januari 2014


Yang membuat Pernyataan,

(…………………………………)

52
Lampiran 2

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Silmi Lisani Rahmani


Tempat, tanggal lahir : Surakarta, 2 Oktober 1993
Alamat : Perum. Grand Puri Laras No. H80 Jl. Legoso Raya,
Ciputat-Tangerang Selatan
No. HP : 087788615973
Email : silmilisani@gmail.com

Riwayat Pendidikan :
1. SDIT Nur Hidayah Surakarta (1998-2004)

2. SMP Islam Nurul Fikri Serang (2004-2007)

3. SMA Islam Nurul Fikri Serang (2007-2011)

4. PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2011-sekarang)

53

Você também pode gostar