Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Oleh :
111103000041
JAKARTA
2014
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan asli karya saya atau
merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Laporan penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
(S.Ked)
Oleh:
Silmi Lisani Rahmani
NIM: 1111103000041
Pembimbing I Pembimbing II
dr. Taufik Zain, Sp.OG(K) Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFR
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
ilt
I
I
LEMBAR PENGESAHAN
Ciputat, September2014
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
PIMPINAN FAKULTAS
c-->
F rdini, M.Gizi, Sp.GK
IV
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim…
Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala anugerah dan
nikmat-Nya yang telah membukakan jalan petunjuk dan kemudahan hingga membuat
saya mampu merasakan luasnya ilmu pengetahuan dan mampu menyelesaikan
penelitian yang berjudul Faktor-Faktor Risiko Kejadian Abortus di RS Prikasih
Jakarta Selatan pada Tahun 2013. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah ke
pangkuan Nabi Muhammad SAW yang telah menyalakan pelita kehidupan bagi
semua umat. Saya menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan penelitian ini. oleh karena itu, saya
mengucapkan rasa terimakasih saya kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin, SpAnd, dr. M. Djauhari Widjajakusumah, DR.
Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, Dra. Farida Hamid, MA selaku Dekan dan Wakil
Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Taufik Zain, Sp.OG(K) selaku pembimbing 1 yang telah memberikan masukan
dan nasihat serta meluangkan banyak waktu, pikiran, dan tenaga untuk membimbing
saya dalam penelitian ini.
4. Dr. dr. Syarief Hasan Luthfi, Sp.KFR selaku pembimbing 2 yang telah
memberikan motivasi serta mencurahkan waktu, pikiran dan tenaga untuk
membimbing peneliti dalam melakukan penelitian dan menyusun laporan penelitian
ini.
v
5. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggungjawab modul Riset yang selalu
mengingatkan peneliti untuk segera menyelesaikan penelitian.
5. Kedua orang tua, Rachmat Mulyono dan Budiningtyas, terima kasih untuk kasih
sayang dan doa yang terus menerus dipanjatkan, serta pengorbanan yang penuh
keikhlasan dan ridho yang menjadikan kelancaran dalam setiap langkah hidup saya.
6. Adik tercinta, Salma Afina, terima kasih untuk doa dan dukungan yang selalu
diberikan.
7. dr. Byar selaku direktur Prikasih yang telah mengizinkan peneliti dalam
pengambilan data.
8. Mbak Desy selaku kepala bagian rekam medik RS Prikasih yang telah
mengizinkan peneliti dalam pengambilan data.
Peneliti menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu saran dan kritik dari berbagai pihak sangat peneliti harapkan. Demikian
laporan penelitian ini peneliti susun, semoga memberikan sumbangsih bagi kemajuan
ilmu pengetahuan. Dan semoga Allah SWT berkenan memasukkannya sebagai amal
jariyah di akhirat kelak. Amiin.
Peneliti
vi
ABSTRAK
ABSTRACT
Abortion is one of the causes of maternal death. Etiologic approach is the best way in
reducing mortality and morbidity due to the occurrence of abortion is influenced by
several risk factors. This study is aimed to acknowledge the factors associated with
the incidence of abortion in RS Prikasih in South Jakarta 2013. This is an
observational analytic study with case-control design. Data was collected through
medical records for 99 cases of abortion and 99 controls of term delivery. Thereafter,
the data were analyzed with Chi-square test. The research’s result shows that there is
a significant association between parity (p = 0.001) and a history of previous
abortion (p = 0.009) in abortion patients. While maternal age (p = 0.265) had no
significant association with the incidence of abortion.
Keyword: abortion
vii
DAFTAR ISI
Halaman
viii
1.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...............................................................26
1.3 Subjek Penelitian..................................................................................26
1.4 Cara Kerja dan Alur Penelitian ............................................................28
1.5 Pengolahan dan Analisis Data ..............................................................30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Subjek Penelitian ............................................................32
4.1.1 Kejadian Abortus di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013 ..32
4.1.2 Usia Ibu ......................................................................................33
4.1.3 Paritas .........................................................................................35
4.1.4 Riwayat Abortus Sebelumnya ....................................................37
4.2 Analisis Bivariat ...................................................................................38
4.2.1 Hubungan Usia Ibu dengan Kejadian Abortus ...........................39
4.2.2 Hubungan Paritas dengan Kejadian Abortus .............................41
4.2.3 Hubungan Riwayat Abortus Sebelumnya dengan Kejadian
Abortus ................................................................................................43
4.3 Keterbatasan Penelitian ........................................................................45
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Definisi Operasional, Alat Ukur-Cara Ukur, Hasil Ukur,
dan Skala Variabel ........................................................................... 24
Tabel 2. Distribusi Subjek Menurut Kejadian Abortus di RS
Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013 ............................................... 32
Tabel 3. Distribusi Subjek Menurut Usia di RS Prikasih Jakarta
Selatan Tahun 2013 .......................................................................... 33
Tabel 4. Distribusi Subjek Menurut Paritas di RS Prikasih Jakarta
Selatan Tahun 2013 .......................................................................... 35
Tabel 5. Distribusi Subjek Menurut Riwayat Abortus Sebelumnya
di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013 ..................................... 37
Tabel 6. Distribusi Subjek Menurut Usia dengan Kejadian Abortus
di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013 ..................................... 39
Tabel 7. Distribusi Subjek Menurut Paritas dengan Kejadian
Abortus di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013 ....................... 41
Tabel 8. Distribusi Subjek Menurut Riwayat Abortus Sebelumnya
dengan Kejadian Abortus di RS Prikasih Jakarta Selatan
Tahun 2013 ...................................................................................... 43
x
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 1. Distribusi Subjek Menurut Usia di RS Prikasih Jakarta
Selatan Tahun 2013 .......................................................................... 34
Grafik 2. Distribusi Subjek Menurut Paritas di RS Prikasih Jakarta
Selatan Tahun 2013 .......................................................................... 36
Grafik 3. Distribusi Subjek Menurut Riwayat Abortus Sebelumnya
di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013 ..................................... 37
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat Pernyataan............................................................................... 52
Lampiran 2. Daftar Riwayat Hidup ...................................................................... 53
xii
BAB I
PENDAHULUAN
Abortus menjadi salah satu penyebab utama terjadinya kematian ibu di Provinsi
DKI Jakarta tahun 2012 sebesar 2% disamping penyebab lainnya seperti
Eklampsia (39 %), Perdarahan (31 %) disebabkan oleh faktor anemia ibu hamil,
Infeksi (6 %), Partus lama (1 %) dan penyebab lainnya.4 Penderita abortus
1
meninggal akibat komplikasi yang ditimbulkannya, yaitu: perdarahan, perforasi,
infeksi, dan syok.2
2
Hal ini menarik untuk diangkat sebagai masalah karena di wilayah Jakarta
Selatan kasus abortus di DKI Jakarta masih tinggi, padahal akses untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan sudah cukup mudah mengingat di DKI Jakarta
terdapat banyak pusat pelayanan kesehatan. Berdasarkan latar belakang diatas
penulis akan mencari faktor risiko apa saja yang mempengaruhi terjadinya
abortus di Instalasi Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Prikasih Jakarta Selatan
tahun 2013.
1.3 Hipotesis
Ada faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian abortus yakni usia
ibu, paritas, dan riwayat abortus sebelumnya.
1.4 Tujuan
2. Untuk mengetahui paritas <1 dan >5 merupakan faktor risiko abortus.
3
1.5 Manfaat Penelitian
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Uterus sebenarnya terapung-apung dalam rongga pelvis, tetapi terfiksasi
dengan baik oleh jaringan ikat dan ligament yang menyokongnya. Ligamen
yang memfiksasi uterus adalah senagai berikut.
1) Ligamentum cardinal (Mackenrodt) kiri dan kanan
Yakni ligamentum yang terpenting yang mencegah supaya uterus tidak
turun. Terdiri atas jaringan ikat tebal yang berjalan dari serviks dan
puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan
banyak pembuluh darah, antara lain vena dan arteria uterina.
2) Ligamentum sakro-uterina kiri dan kanan
Yakni ligamentum yang menahan uterus supaya tidak banyak
bergerak. Berjalan dari serviks bagian belakang kiri dan kanan, ke arah os
sakrum kiri dan kanan.
3) Ligamentum rotundum kiri dan kanan
Yakni ligamentum yang menahan uterus dalam antefleksi. Berjalan
dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah inguinal kiri dan kanan.
Pada kehamilan kadang-kadang terasa sakit di daerah inguinal di daerah
inguinal waktu berdiri cepat, karena uterus berkontraksi kuat dan
ligamentum rotundum menjadi kencang serta mengadakan tarikan pada
daerah inguinal. Pada persalinan pun teraba kencang dan terasa sakit bila
dipegang.
4) Ligamentum latum kiri dan kanan
Yakni ligamentum yang meliputi tuba. Berjalan dari uterus ke lateral.
Tidak banyak mengandung jaringan ikat. Sebenarnya ligamentum ini
adalah bagian peritoneum viserale yang meliputi uterus dan kedua tuba
dan berbentuk sebagai lipatan. Di bagian dorsal ligamentum ini ditemukan
indung telur (ovarium sinistrum et dekstrum). Untuk memfiksasi uterus,
ligamentum latum ini tidak banyak artinya.
5) Ligamentum infundibulo-pelvikum kiri dan kanan
6
Yakni ligamentum yang menahan tuba Falloppii. Berjalan dari arah
infumdibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan urat-urat saraf,
saluran-saluran limfe, arteria dan vena ovarika.
Di samping ligamen tersebut di atas ditemukan pada sudut kiri dan kanan
belakang fundus uteri ligamentum ovarii proprium kiri dan kanan yang
menahan ovarium. Ligamentum ovarii proprium ini embriologis berasal
dari gubernakulum. Jadi, sebenarnya berasal seperti ligamentum rotundum
yang juga embriologis berasal dari gubernakulum.2
Ismus adalah bagian uterus antara serviks dan korpus uteri, diliputi oleh
peritoneum viserale yang mudah sekali digeser dari dasarnya atau digerakkan
di daerah plika vesiko-uterina.
Uterus diberi darah oleh arteria uterina kiri dan kanan yang terdiri atas ramus
asendens dan ramus desendens. Pembuluh darah ini berasal dari arteria Iliaka
Interna (disebut juga arteria Hipogastrika) yang melalui dasar ligamentum
latum masuk ke dalam uterus di daerah serviks kira-kira 1,5 cm dari forniks
lateralis vagina.
Pembuluh darah lain yang memberi pula darah ke uterus adalah arteria
Ovarika kiri dan kanan. Arteria ini berjalan dari lateral dinding pelvis, melalui
ligamentum infundibulo-pelvikum mengikuti tuba Falloppii, beranastomosis
dengan ramus asendens arteria uterina di sebelah lateral, kanan dan kiri uterus.
Bersama-sama dengan arteri-arteri tersebut di atas terdapat vena-vena yang
kembali melalui pleksus vena ke vena Hipogastrika.
Inervasi uterus terutama atas system saraf simpatetik dan untuk sebagian
terdiri atas sistem parasimpatetik dan serebrospinal. Sistem parasimpatetik
berada di dalam panggul di sebelah kiri dan kanan os sacrum, berasal dari
saraf sakral 2, 3, dan 4, yang selanjutnya memasuki pleksus Frankenhäuser.
Sistem simpatetik masuk ke rongga panggul sebagai pleksus hipogastrikus
melalui bifurkasio aorta dan promontorium terus ke bawah menuju ke pleksus
Frankenhäuser. Pleksus ini terdiri atas ganglion-ganglion berukuran besar dan
7
kecil yang terletak terutama pada dasar ligamentum sakrouterina. Serabut-
serabut saraf tersebut di atas memberi inervasi pada miometrium dan
endometrium. Kedua sistem simpatetik dan parasimpatetik mengandung unsur
motorik dan sensorik. Kedua sistem bekerja antagonistic. Saraf simpatetik
menimbulkan kontraksi dan vasokonstriksi, sedangkan yang parasimpatetik
sebaliknya, yaitu mencegah kontraksi dan menimbulkan vasodilatasi.
Saraf yang berasal dari torakal 11 dan 12 mengandung saraf sensorik dari
uterus dan meneruskan perasaan sakit dari uterus ke pusat saraf (serebrum).
Saraf sensorik dari serviks dan bagian atas vagina melalui saraf sakral 2, 3 ,
dan 4, sedangkan dari bagian bawah vagina melalui nervus pudendus dan
nervus ileoinguinalis.2
2.1.3 Patofisiologi
8
Pada permulaan abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis diikuti oleh
nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi
terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan bagian benda asing
dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu
biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus
desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8-14 minggu villi koriales
menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan
sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14
minggu ke atas umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah
janin, disusul beberapa waktu kemudian oleh plasenta yang telah lengkap
terbentu. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan
lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada
kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa
bentuk yang jelas (blighted ovum); mungkin pula janin lahir-mati atau
dilahirkan hidup.
Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ia
dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan mola kruenta.
Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dalam
sisanya terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk
lain adalah molaa tuberose; dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol
karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
mumifikasi: janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh
sebab diserap, ia menjadi agak gepeng (fetus kompressus). Dalam tingkat
lebih lanjut Ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus).
9
Kemungkinan lain pada janin-mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah
terjadinya maserasi: kulit terkelupas, tengkorak menjadi lembek, perut
membesar karena terisi cairan, dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.2
2. Abortus Insipiens
10
3. Abortus Inkompletus
4. Abortus Kompletus
5. Missed Abortion
6. Abortus Habitualis
11
Abortus Infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada
alat genitalia. Abortus septik ialah abortus yang disertai penyebaran
infeksi pada peredaran darah tubuh atau peritoneum (septikemia atau
peritonitis). Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi tindakan
abortus yang paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang
memperhatikan asepsis dan antisepsis.2
2.1.5 Epidemiologi
Angka kejadian abortus sulit ditentukan karena abortus provokatus banyak yang
tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus spontan dan
tidak jelas usia kehamilannya, hanya sedikit memberikan gejala atau tanda
sehingga biasanya ibu tidak melapor atau berobat.2
Di Indonesia, dalam laporan Riset Dasar Kesehatan ( Riskesdas) 2010
disebutkan bahwa presentase abortus dalam periode lima tahun terakhir adalah
sebesar empat persen pada perempuan pernah kawin usia 10-59 tahun. Dilihat
per provinsi, angka ini bervariasi mulai terendah 2,4% yang terdapat di
Bengkulu sampai dengan yang tertinggi sebesar 6,9% di Papua Barat. Terdapat
4 provinsi yang memiliki angka kejadian lebih dari 6% dengan urutan teratas
yaitu Papua Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan masing-masing
6,3%, serta Sulawesi Selatan sebesar 6,1%. Di DKI Jakarta angka kejadiannya
sebesar 5,5%.5,6
2.1.6 Etiologi
12
Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor. Umumnya
abortus didahului oleh kematian janin. Menurut Sastrawinata, dkk (2005)
penyebab abortus antara lain:
1. Faktor Janin
Kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus adalah gangguan
pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan tersebut
biasanya menyebabkan abortus pada trimester pertama, yakni:
a. Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio,
atau kelainan kromosom (monosomi, trisomi, atau poliploidi).
b. Embrio dengan kelainan lokal.
c. Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas).17
2. Faktor maternal
a. Infeksi
Infeksi maternal dapat membawa risiko bagi janin yang sedang
berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal
trimester kedua. Tidak diketahui penyebab kematian janin secara
pasti, apakah janin yang terinfeksi ataukah toksin yang dihasilkan
oleh mikroorganisme penyebabnya.
Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan abortus:
Virus, misalnya rubella, sitomegalovirus, virus herpes
simpleks, varicella zoster, vaccinia, campak, hepatitis,
polio, dan ensefalomielitis.
Bakteri, misalnya Salmonella typhi.
Parasit, misalnya Toxoplasma gondii, Plasmodium.
b. Penyakit vaskular, misalnya hipertensi vaskular.
c. Kelainan endokrin
Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesterone tidak
mencukupi atau pada penyakit disfungsi tiroid; defisiensi insulin.
d. Faktor imunologis
13
Ketidakcocokan (inkompatibilias) system HLA (Human Leukocyte
Antigen).
e. Trauma
Kasusnya jarang terjadi, umumnya abortus terjadi segera setelah
trauma tersebut, misalnya akibat trauma pembedahan.
Pengangkatan ovarium yang mengandung korpus luteum
gravidarum sebelum minggu ke-8.
Pembedahan intraabdominal dan operasi pada uterus pada saat
hamil.
f. Kelainan uterus
Hipoplasia uterus, mioma (terutama mioma submukosa), serviks
inkompeten atau retroflexio uteri gravidi incarcerata.
g. Faktor psikosomatik.17
3. Faktor Eksternal
a. Radiasi
Dosis 1-10 rad bagi janin pada kehamilan 9 minggu pertama dapat
merusak janin dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan
keguguran.
b. Obat-obatan
Antagonis asam folat, antikoagulan, dan lain-lain.
Sebaiknya tidak menggunakan obat-obatan sebelum kehamilan 16
minggu, kecuali telah dibuktikan bahwa obat tersebut tidak
membahayakan janin, atau untuk pengobatan penyakit ibu yang
parah.
c. Bahan-bahan kimia lainnya, seperti bahan yang mengandung arsen
dan benzen.17
14
Berdasarkan teori S. Prawirahardjo (2002) pada kehamilan usia muda
keadaan ibu masih labil dan belum siap mental untuk menerima
kehamilannya. Akibatnya, selain tidak ada persiapan, kehamilanya
tidak dipelihara dengan baik. Kondisi ini menyebabkan ibu menjadi
stress. Dan akan meningkatkan resiko terjadinya abortus.18
Kejadian abortus berdasarkan usia 42,9 % terjadi pada kelompok usia
di atas 35 tahun, kemudian diikuti kelompok usia 30 sampai dengan 34
tahun dan antara 25 sampai dengan 29 tahun. Hal ini disebabkan usia
diatas 35 tahun secara medik merupakan usia yang rawan untuk
kehamilan. Selain itu, ibu cenderung memberi perhatian yang kurang
terhadap kehamilannya dikarenakan sudah mengalami kehamilan lebih
dari sekali dan tidak bermasalah pada kehamilan sebelumnya.6
Menurut Kenneth J. Leveno et al (2009) pada usia 35 tahun atau lebih,
kesehatan ibu sudah menurun. Akibatnya, ibu hamil pada usia itu
mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mempunyai anak
premature, persalinan lama, perdarahan, dan abortus. Abortus spontan
yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 12% pada wanita berusia
kurang dari 20 tahun dan menjadi 26% pada wanita berusia lebih dari
40 tahun.19
2. Paritas
Pada kehamilan rahim ibu teregang oleh adanya janin. Bila terlalu
sering melahirkan, rahim akan semakin lemah. Bila ibu telah
melahirkan 4 anak atau lebih, maka perlu diwaspadai adanya gangguan
pada waktu kehamilan, persalinan dan nifas. Risiko abortus spontan
meningkat seiring dengan paritas ibu.19
3. Riwayat abortus sebelumnya
Menurut Prawirohardjo (2009) riwayat abortus pada penderita abortus
merupakan predisposisi terjadinya abortus berulang. Kejadiannya
sekitar 3-5%. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1
kali abortus pasangan punya risiko 15% untuk mengalami keguguran
15
lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%.
Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali abortus
berurutan adalah 30 - 45%. Menurut Suryadi (1994) penderita dengan
riwayat abortus satu kali dan dua kali menunjukkan adanya
pertumbuhan janin yang terhambat pada kehamilan berikutnya
melahirkan bayi prematur. Sedangkan dengan riwayat abortus 3 kali
atau lebih, ternyata terjadi pertumbuhan janin yang terhambat,
prematuritas.2
4. Jarak Kehamilan
Bila jarak kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2 tahun,
rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam
keadaan ini perlu diwaspadai karena ada kemungkinan pertumbuhan
janin kurang baik, mengalami persalinan yang lama, atau perdarahan
(abortus). Insidensi abortus meningkat pada wanita yang hamil dalam
3 bulan setelah melahirkan aterm.19
5. Sosial ekonomi (pendapatan)
Sosial ekonomi masyarakat yang sering dinyatakan dengan pendapatan
keluarga, mencerminkan kemampuan masyarakat dari segi ekonomi
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk kebutuhan kesehatan
dan pemenuhan zat gizi. Hal ini pada akhirnya berpengaruh pada
kondisi saat kehamilan yang berisiko pada kejadian abortus. Selain itu
pendapatan juga mempengaruhi kemampuan dalam mengakses
pelayanan kesehatan, sehingga adanya kemungkinan risiko terjadinya
abortus dapat terdeteksi.
6. Pendidikan
Martadisoebrata dalam Wahyuni (2012) menyatakan bahwa
pendidikan sangat dibutuhkan manusia untuk pengembangan diri dan
meningkatkan kematangan intelektual seseorang. Kematangan
intelektual akan berpengaruh pada wawasan dan cara berfikir baik
dalam tindakan dan pengambilan keputusan maupun dalam membuat
16
kebijaksanaan dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Pendidikan
yang rendah membuat seseorang acuh tak acuh terhadap program
kesehatan sehingga mereka tidak mengenal bahaya yang mungkin
terjadi, meskipun sarana kesehatan telah tersedia namun belum tentu
mereka mau menggunakannya.20
7. Penyakit Infeksi
Riwayat penyakit ibu seperti pneumoni, typhus abdominalis,
pielonefritis, malaria dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Begitu
pula dengan penyakit-penyakit infeksi lain juga memperbesar peluang
terjadinya abortus. Selain itu kemungkinan penyebab terjadinya
abortus adalah infeksi pada alat genitalia. Tapi bisa juga dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain. Infeksi vagina pada kehamilan sangat
berhubungan dengan terjadinya abortus atau partus sebelum waktunya.
Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit
sistemik maternal (systemic lupus erythematosus) dan sistemik
maternal tertentu lainnya.21
8. Alkohol
Alkohol dinyatakan meningkatkan risiko abortus spontan, meskipun
hanya digunakan dalam jumlah sedang.19
9. Merokok
Wanita yang merokok diketahui lebih sering mengalami abortus
spontan daripada wanita yang tidak merokok. Kemungkinan bahwa
risiko abortus spontan pada perokok, disebabkan wanita tersebut juga
minum alkohol saat hamil.19
Baba et al (2010) menyatakan bahwa kebiasaan gaya hidup termasuk
status merokok pada ibu dan suaminya berpengaruh terhadap kejadian
abortus. Merokok 1-19 batang perhari dan ≥20 batang perhari
memiliki efek pada ibu mengalami abortus spontan yang lebih awal.22
17
1. Abortus Iminens
2. Abortus Insipiens
Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat,
perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan usia
kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan usia kehamilan dengan tes urin
kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran
uterus yang masih sesuai dengan usia kehamilan, gerak janin dan gerak
jantung masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya
terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada
tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus.2
3. Abortus Kompletus
Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, osteum uteri telah menutup, uterus
sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan
usia kehamilan. Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan
secara klinis sudah memadai. Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih
positif sampai 7-10 hari setelah abortus. Pengelolaan penderita tidak
memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberi
roboransia atau hematenik bila keadaan pasien memerlukan. Uterotonika tidak
perlu diberikan.2
18
4. Abortus Inkompletus
5. Missed Abortion
Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apa pun kecuali
merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila
kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan
rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada
payudara mulai menghilang. Kadangkala missed abortion juga diawali dengan
abortus iminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin
terhenti. Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negatif setelah satu
minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG
akan didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan
bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda
kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu harus
diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan penjedalan darah oleh karena
hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan
evakuasi dan kuretase.2
gejala dan tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan
pervaginam yang berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan.
Pada laboratorium didapatkan tanda infeksi dengan leukositosis. Bila sampai
19
terjadi sepsis dan syok, penderita akan tampak lelah, panas tinggi, menggigil,
dan tekanan darah turun.2
7. Blighted Ovum
2.1.9 Diagnosis
a. Klinis
Dapatkan anamnesis lengkap dan lakukan pemeriksaan fisik umum (termasuk
panggul) pada setiap pasien untuk menentukan kemungkinan diperlukannya
pemeriksaan laboratorium tertentu atau pemeriksaan lainnya untuk
mendeteksi adanya penyakit atau status defisiensi.
Secara klasik, gejala-gejala abortus adalah kontraksi uterus (dengan atau tanpa
nyeri suprapubik) dan perdarahan vagina pada kehamilan dengan janin yang
belum viabel.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pada banyak kasus, pemeriksaan serum untuk kehamilan sangat berguna.
Pemeriksaan laboratorium paling sedikit harus meliputi biakan dan uji
kepekaan mukosa serviks atau darah (untuk mengidentifikasi patogen pada
infeksi) dan pemeriksaan darah lengkap. Pada beberapa kasus, penentuan
kadar progesterone berguna untuk mendeteksi kegagalan korpus luteum. Jika
terdapat perdarahan, perlu dilakukan pemeriksaan golongan darah dan
pencocokan silang serta panel koagulasi.
20
Analisis genetik bahan abortus dapat menentukan adanya kelainan kromosom
sebagai etiologi abortus.21
2.1.11 Komplikasi
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan
teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan
tergantung dari luas dan bentuk perforasi dikerjakanlah penjahitan luka
perforasi atau histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh
orang awam menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya
luas; mungkin pula terjadi perlukaan pada kandung kemih dan usus. Dengan
21
adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparotomi harus segera
dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada
perlukaan pada alat-alat lain, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan
seperlunya guna mengatasi keadaan.
3. Infeksi
4. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan
karena infeksi berat (syok endoseptik).2
2.1.12 Prognosis
Dengan pengecualian serviks inkompeten, angka kesembuhan setelah tiga kali
abortus spontan berkisar antara 70 sampai 85 persen, tanpa memperhatikan
terapi apa yang diberikan, kecuali bila diterapi dengan suatu abortifasien.
Dengan kata lain, angka kegagalan lebih tinggi, tetapi tidak jauh lebih tinggi
daripada yang diperkirakan pada kehamilan keseluruhan.
Tidak didapatkan bukti bahwa wanita yang mengalami abortus spontan
habitualis mempunyai resiko lebih tinggi untuk memperoleh anak yang
abnormal, bila akhirnya dia hamil sampai aterm.19
22
yang lain. Ternyata, amalan burukku lebih berat. Saat itu, aku pun pingsan.
Kemudian, sesuatu seperti kain putih datang dan diletakkan bersama amalan
baikku hingga lebih berat daripada amalan burukku.” Ada yang bertanya,
“Tahukah kamu apa ini?” Aku menjawab, “Tidak.” Ia berkata, “Ini adalah
bayimu yang keguguran.” Aku berkata, “Cucu kecilku meninggal dunia.” Ada
yang berkata kepadaku, “Itu bukan milikmu karena kau dulu mengharap-
harapkan kematiannya.”23
Usia Ibu
Paritas
Jarak Kehamilan
Riwayat Abortus
Status Sosial
Ekonomi
Pendidikan Kejadian Abortus
Faktor Lain:
Penyakit infeksi
Terpapar zat kimia
Alkohol
Merokok
Variabel Independen
23
2.4 Definisi Operasional
Tabel 1. Definisi Operasional, Alat Ukur-Cara Ukur, Hasil Ukur, dan Skala
Variabel.
24
bawah. Misalkan 25
tahun 4 bulan
dibulatkan 25 tahun,
26 tahun 9 bulan
dibulatkan 26 tahun.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan menilai hubungan faktor risiko dengan kejadian abortus
menggunakan cara penentuan kelompok kasus dan kelompok kontrol kemudian
mengukur besarnya risiko (frekuensi paparan) pada kedua kelompok tersebut. Desain
ini dipilih karena kekuatan hubungan sebab akibat desain kasus kontrol lebih kuat,
biayanya murah, cepat memberikan hasil dan tidak memerlukan jumlah sampel yang
besar.
3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah kelompok kasus abortus dimana diambil
dari seluruh pasien yang didiagnosa abortus oleh dokter ahli Obstetri dan Ginekologi
di RS Prikasih pada tahun 2013. Adapun sebagai kelompok kontrol adalah pasien
yang tidak mengalami abortus di RS Prikasih pada tahun 2013
26
3.3.2 Sampel
Kelompok kasus adalah semua pasien abortus yang didiagnosa oleh dokter ahli
Obstetri dan Ginekologi di RS Prikasih pada tahun 2013, yaitu sebanyak 99 orang,
sedangkan jumlah kelompok kontrol diambil dengan perbandingan 1:2 dengan
jumlah kasus yaitu seluruh pasien yang tidak mengalami abortus di RS Prikasih pada
tahun 2013. Jumlah ini adalah jumlah sampel setelah dilakukan penyaringan sesuai
kriteria inklusi dan eksklusi, dimana dari jumlah semula sebanyak 117 kasus abortus
dan 200 pasien yang tidak mengalami abortus, menjadi 99 kasus abortus dan 200
pasien yang tidak mengalami abortus, yang untuk selanjutnya diikutkan dalam
penelitian ini.
Semua penderita yang didiagnosa sebagai abortus oleh dokter ahli Obstetri
dan Ginekologi di RS Prikasih pada tahun 2013.
Semua pasien yang tidak mengalami abortus di RS Prikasih pada tahun 2013.
27
Pasien yang didiagnosa sebagai abortus oleh dokter ahli Obstetri dan
Ginekologi di RS Prikasih pada tahun 2013 atau tidak mengalami abortus di RS
Prikasih pada tahun 2013 namun catatan rekam mediknya tidak lengkap yaitu di
dalamnya tidak mencakup variabel penelitian, yaitu:
1. Usia ibu.
2. Paritas ibu.
3. Riwayat abortus sebelumnya.
a. Mendata sampel kelompok abortus dan kelompok kontrol yang diambil dari
data sekunder berupa catatan rekam medis.
b. Mengidentifikasi variabel bebas yaitu meliputi usia ibu, paritas, dan riwayat
abortus sebelumnya dari kelompok abortus dan kelompok kontrol.
c. Selanjutnya data dianalisa secara statistik analitik dan dilakukan analisis uji
univariat dan uji bivariat.
Adapun untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan di bawah ini:
28
Pengambilan data rekam
29
pembahasan
penelitian
Data yang telah dikumpulkan diolah dengan cara manual dan menggunakan
komputer dengan fasilitas SPSS 16.0. Tahapan yang dilakukan dalam pengolahan
data ini adalah:
1. Cleaning (membersihkan data)
Sebelum diolah, data yang telah terkumpul terlebih dahulu dilakukan pengecekan
agar tidak ada data yang double dan menyingkirkan data yang tidak sesuai kriteria
inklusi.
2. Editing (menyunting data)
Pengeditan dilakukan untuk mengecek kelengkapan dan kejelasan pencatatan data.
3. Coding (mengkode data)
Kegiatan ini bertujuan untuk memudahkan dalam pengolahan data yaitu memberikan
kode pada data yang diperoleh. Pemberian kode dilakukan untuk menyederhanakan
data yang diperoleh.
4. Entry data (memasukkan data)
Memasukkan data ke komputer untuk dianalisis menggunakan program SPSS 16.0
untuk Windows.
Data dianalisis secara komputerisasi perangkat lunak pengolahan data dengan analisis
univariat dan bivariat.
30
2. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
dua variabel, atau bisa juga digunakan untuk mengetahui apakah ada
perbedaan antara variabel bebas dengan variabel tergantung dengan
menggunakan uji chi square. Untuk interpretasi hasil menggunakan derajat
kemaknaan (α) sebesar 5%, dengan catatan jika p < 0,05 maka tolak H0 (Ada
hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung), sedangkan bila p
> 0,05 maka terima H0 (tidak ada hubungan antara variabel bebas dengan
variabel tergantung). Sedangkan untuk mengetahui besarnya faktor risiko
maka digunakan analisis Odd Ratio / OR dengan interpretasi sebagai berikut:
a. Bila nilai OR = 1, berarti variabel yang diduga faktor risiko tersebut tidak
ada pengaruhnya dalam terjadinya efek, atau dengan kata lain ini bersifat
netral (≠ asosiasi)
b. Bila nilai OR >1, dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka
1, berarti exposure tersebut merupakan faktor risiko terjadinya efek.
c. Bila OR <1, dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka 1,
berarti exposure yang diteliti dapat mengurangi terjadinya efek (faktor
pencegah).
31
BAB IV
Ya 117 36,9
32
Jumlah kasus abortus inkomplit yang terjadi di RS Prikasih hanya
merupakan sebagian kecil dari kasus kandungan yang terjadi di RS
Prikasih. Hasil pengumpulan data menunjukkan kejadian abortus selama
periode Januari-Desember 2013 adalah sebesar 5,82% (117 kejadian) dari
seluruh kasus kandungan yang dirawat (2.009 pasien). Dari 117 kasus
abortus hanya terdapat 99 kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan
kriteria eksklusi. Sehingga subjek penelitian ini adalah 99 pasien yang
mengalami abortus sebagai kasus dan 200 pasien yang tidak mengalami
abortus.
33
jumlah
34
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Halim dkk. (2013) di
RSUD Pirngadi Kota Medan juga menunjukkan bahwa kejadian abortus
inkomplitus, paling banyak terjadi pada wanita usia 20-35 tahun dengan
proporsi 61%.26 Namun hasil ini berbeda dengan penelitian Wadud di RS
Muhammadiyah Palembang (2012) yang menyebutkan bahwa usia risiko
tinggi (<20 tahun dan >35 tahun) memperoleh proporsi lebih besar sebesar
74,4 %.27
4.1.3 Paritas
35
jumlah
Paritas dalam penelitian ini dibagi dalam dua kategori, yakni primipara
(pada saat penelitian merupakan kelahiran pertama) dan grandemultipara
yang digolongkan dalam kategori berisiko dan paritas 1-5 yang
digolongkan dalam kategori tidak berisiko. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari mereka yang mengalami abortus, ada sebanyak 49 (49,5%)
pasien yang memiliki paritas primipara dan multigrande dan ada sebanyak
50 (50,5%) pasien yang memiliki paritas 1-5. Sedangkan pada kelompok
yang tidak mengalami abortus terdapat 60 (30,0%) pasien yang memiliki
paritas <1 dan >5 dan terdapat 140 (70,0%) orang yang memiliki paritas 1-
5.
Hal ini sesuai dengan penelitian Halim dkk. (2013) yaitu proporsi terbesar
untuk karakteristik paritas terdapat pada kategori multipara dengan
26
proporsi 54%. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Wadud (2012) bahwa paritas risiko rendah mendapatkan proporsi yang
lebih tinggi sebesar 67,6 %.27
36
4.1.4 Riwayat Abortus Sebelumnya
37
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada pasien yang mengalami
abortus, ada sebanyak 26 (26,3%) pasien yang pernah mengalami abortus
sebelumnya dan terdapat 73 (73,7%) pasien yang tidak memiliki riwayat
abortus sebelumnya. Sedangkan pada kelompok yang tidak mengalami
abortus, ada 28 (14,0%) pasien yang pernah mengalami abortus
sebelumnya dan sebanyak 172 (86%) pasien yang tidak memiliki riwayat
abortus sebelumnya.
38
4.2.1 Hubungan Usia dengan Kejadian Abortus
Abortus Jumlah OR P
Kelompok
Kasus Kontrol (95%CI) value
Usia
N % N % N % 0,693 0,265
Hasil analisis hubungan antara usia ibu dengan kejadian abortus diperoleh
bahwa ada sebanyak 15 (15,2%) ibu yang berusia <20 dan >35 tahun yang
mengalami abortus. Sedangkan diantara ibu yang berusia 20-35 tahun ada
84 (84,4%) yang mengalami abortus. Hasil uji statistik diperoleh nilai
p=0,265 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian
abortus antara ibu yang berusia <20 dan >35 tahun dengan ibu yang berusia
20-35 tahun (tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan
kejadian abortus). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai Odds Ratio
sebesar 0,693, artinya usia dapat mengurangi efek terjadinya abortus.
Tidak adanya hubungan usia ibu dengan kejadian abortus didukung oleh
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ruhmiatie (2010) di RS
Roemani Muhammadiyah Semarang yang menyatakan bahwa tidak ada
hubungan (nilai p = 0,249) antara usia ibu hamil dengan kejadian abortus.29
Goetzinger (2014) dalam penelitiannya menyampaikan bahwa wanita
39
dengan usia yang lebih tua memiliki perhatian yang lebih tinggi terhadap
perilaku hidup sehat seperti rutin mengonsumsi vitamin prenatal, diet yang
baik dan olahraga serta menjauhi gaya hidup tidak sehat bila dibandingkan
wanita yang lebih muda.30
40
4.2.2 Hubungan Paritas dengan Kejadian Abortus
Abortus Jumlah OR P
Paritas
Kasus Kontrol (95%CI) value
N % N % N % 2,287 0,001
41
bila terlalu sering melahirkan rahim akan semakin lemah sehingga rentan
dan berisiko untuk terjadinya keguguran. Bila ibu telah melahirkan 4 orang
anak atau lebih, maka harus waspada adanya gangguan kehamilan,
persalinan dan nifas.19 Demikian pula yang dinyatakan oleh Mochtar
(1998) bahwa persalinan yang pertama kali (primipara) biasanya
mempunyai risiko relatif tinggi terhadap ibu dan anak, kemudian risiko ini
menurun pada paritas kedua dan ketiga, dan akan meningkat lagi pada
paritas keempat dan seterusnya.21 Hal ini disebabkan karena pada ibu
dengan primipara belum pernah memiliki pengalaman melahirkan.
Sedangkan pada grandemultipara, elastisitas uterus telah menurun.
42
4.2.3 Hubungan Riwayat Abortus Sebelumnya dengan Kejadian Abortus
Abortus Jumlah OR P
Riwayat
Kasus Kontrol (95%CI) value
Abortus
N % N % N % 2,188 0,009
Sebelumnya
Hal ini sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Prawirohardjo bahwa
kejadian abortus meningkat pada wanita yang memiliki riwayat abortus
43
sebelumnya. Setelah satu kali mengalami abortus spontan, memiliki risiko
15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah dua kali,
risikonya meningkat sebesar 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa
risiko abortus setelah tiga kali abortus berurutan adalah 30-45%.2
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Baba et al (2010) di
Osaka, Jepang yang mendapatkan bahwa terdapat peningkatan risiko
abortus pada wanita yang memiliki riwayat abortus sebelumnya yang
dibuktikan dengan hasil OR sebesar 1,98 pada wanita dengan riwayat
abortus sebanyak 1 kali, OR 2,36 pada wanita yang memiliki 2 kali riwayat
abortus dan OR 8,73 pada yang pernah mengalami 3 atau lebih abortus
sebelumnya.22 Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan Lukitasari
(2010) di RS H.M Ryacudu Kotabumi Lampung Utara yang mendapatkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan (nilai p = 0,0001) antara riwayat
abortus yang dimiliki ibu dengan kejadian abortus.31 Penelitian lain
menurut Wahyuni (2012) di wilayah puskesmas Sungai Kakap Kabupaten
Kubu Raya Kalimantan Barat bahwa ada hubungan (nilai p = 0,04) antara
riwayat abortus dengan kejadian abortus. Selain itu pasien yang pernah
mengalami abortus akan cencerung mengalami abortus sebesar 2,8 kali
dibandingkan pasien yang tidak pernah mengalami abortus.28
44
4.3 Keterbatasan Penelitian
45
BAB V
5.1 Simpulan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara usia ibu, paritas, dan
riwayat abortus sebelumnya dengan kejadian abortus. Berdasarkan hasil analisis dan
pengujian statistik maka dapat disimpulkan bahwa:
5.2 Saran
Dengan melihat hasil dan kesimpulan terhadap faktor risiko ibu hamil yang berkaitan
dengan kejadian abortus, penulis menyarankan:
46
yang belum terdapat pada penelitian ini untuk mendapatkan informasi
lebih dalam mengenai faktor-faktor risiko kejadian abortus.
b. Untuk masyarakat diharapkan dapat berperan serta dalam upaya
penurunan kejadian abortus dengan ikut serta dalam program keluarga
berencana, sehingga waktu untuk hamil dan jumlah anak dapat
direncanakan dengan baik.
47
DAFTAR PUSTAKA
1.
Trends in Maternal Mortality: 1990 to 2013. Switzerland: World Health
Organization; 2014.
2.
Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi IV.
Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008.
3.
Profil Statistik Kesehatan 2013. Jakarta: Badan Pusat Statistik; 2013
Dec.187 p. Report No.: 04230.1301
4.
Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia; 2012.131p.
5.
Riset Dasar Kesehatan 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan kementrian Kesehatan RI Tahun 2010; 2010
Dec. 431 p.
6.
Setia Pranata, FX Sri Sadewo.Kejadian Keguguran, Kehamilan Tidak
Direncanakan dan Pengguguran di Indonesia.Bulletin of Health System
Research. 2012 Apr; 15(2):3.
7.
Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia 2010.
Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS); 2010. 97 p.
8.
Elise R, Patrick T. Paternal age and maternal age are risk factors for
miscarriage; results of a multicentre European study. Human
Reproduction. 2002; 17 (6): 1649-1656
9.
N Maconochie, P Doyle, S Prior, R Simmons. Risk factors for first
trimester miscarriage-results from a UK-population-based case-control
study. BJOG. 2007;114:170–186. doi:10.1111/j.1471-0528.2006.01193.x.
10.
Dorland WA. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 28. Mahode AA,
translator. Jakarta: EGC; 2012.
11.
Mescher AL. Junqueira’s Basic Histology Text and Atlas. 13th ed. USA:
McGraw-Hill Education; 2013
48
12.
Ross MH, Pawlina W. Histology: A Text and Atlas with Correlated Cell
and Molecular Biology. 5th ed. USA: Lippincot Williams & Wilkins;
2006
13.
Tortora GJ, Derrickson BH. Principles of Anatomy and Physiology. 2th
ed. Asia: John Wiley & Sons; 2009, p. 1103.
14.
Unsafe Abortion: Global and Regional Estimates of The Incidence of
Unsafe Abortion and Associated Mortality in 2008. World Health
Organization; 2011
15.
Achadiat CM. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2003
16.
Benson RC, Pernoll ML. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Edisi 9.
Jakarta: EGC; 2009.
17.
Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Ilmu Kesehatan
Reproduksi: Obstetri Patologi. Edisi 2. Handini S, Sari LA, editor.
Jakarta: EGC; 2005.
18.
Mariani. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus
Inkomplet di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah DR. Zainoel
Abidin Banda Aceh tahun 2012. Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda
Aceh.2012.
19.
Leveno KJ, Cunningham FG, Gant NF, et al. Obstetri Williams:Panduan
Ringkas. Edisi 21. Yudha EK, Subekti NB, translator. Jakarta: EGC;
2009.
20.
Wahyuni H. Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian
Abortus di Wilayah Puskesmas Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya
Kalimantan Barat Tahun 2011. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. 2012.
21.
Mochtar R. Sinopsis Obstetri Jilid II. Edisi II. Jakarta: EGC; 1998.
22.
Baba S, Noda H, Nakayama M, et al. Risk Factor of Early Spontaneous
Abortion Among Japanese: a Matched Case-Control Study. Human
Reproduction. 2010 December 14; Vol.26, No.2 pp. 466-472.
49
23.
Hidayat, K. Menghadapi Musibah Kematian: Cara Tepat Menyikapi
Kepergian Orang-Orang Terdekat. Jakarta: Penerbit Hikmah (PT Mizan
Publika); 2007.
24.
Dahlan S. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang
Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto; 2010.
25.
Arikunto S. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta; 2010.
26.
Halim, R.,dkk. Karakteristik Penderita Abortus Inkompletus di RSUD
DR. Pirngadi Kota Medan Tahun 2010-2011. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 2013
27.
Wadud, M. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus
Imminens di Instalasi Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang Tahun 2011. Poltekkes Kemenkes
Palembang Jurusan Kebidanan. 2012.
28.
Wahyuni H. Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian
Abortus di Wilayah Puskesmas Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya
Kalimantan Barat Tahun 2011. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. 2012
29.
Ruhmiatie, AN. Hubungan Usia Ibu Hamil dengan Kejadian Abortus di
Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang Tahun 2009. Fakultas
Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Program Studi Kebidanan Universitas
Muhammadiyah Semarang . 2010
30.
Goetzinger K, Shanks A, Odibo A. Advance Maternal Age and The Risk
of Major Congenital Anomalies: Survival of The Fittest. American
Journal of Obstetrics and Gynecology. 2014 Jan; 210 (1)
31.
Lukitasari E. Kejadian Abortus Inkompletus yang Berkaitan dengan
Faktor Risiko pada Ibu Hamil di RSU. H.M Ryacudu Kotabumi
Kabupaten Lampung Utara Tahun 2007-2009. Skripsi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. 2010
50
32.
Raden, JN. Hubungan antara Kejadian Abortus dengan Usia Ibu Hamil di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada tahun 2008. Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2009.
33.
Mahdiyah D, dkk. Hubungan Paritas dengan Kejadian Abortus di Ruang
Bersalin RSUD. Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin. Akademi
Kebidanan Sari Mulia Banjarmasin. 2013.
34.
Gustina F. Hubungan Karakteristik Ibu Hamil dengan Kejadian Abortus
di Rumah Sakit Umum Daerah Soreang Kabupaten Bandung periode
Januari 2008-Desember 2010. Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Jakarta. 2012.
35.
Kusniati. Hubungan Beberapa Faktor Ibu dengan Kejadian Abortus
Spontan (Studi di Rumah Sakit Ibu dan Anak An Ni’mah Kecamatan
Wangon Kabupaten Banyumas Januari-Juni 2007. Skripsi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. 2007.
36.
Helgstrand S, Andersen AM. Maternal Underweight and The Risk of
Spontaneous Abortion. Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavica.
2005 December; 84 (12):1197-1201.
51
Lampiran 1
SURAT PERNYATAAN
Bahwa sesuai dengan surat dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta tanggal 11 November 2013, nomor surat
Un.01/F.10/HM.01.5/8988/2013 perihal permohonan izin penelitian, yang
ditujukan kepada Direktur Utama RS Prikasih Jakarta, saya dengan ini
menyatakan bersedia mengikuti semua peraturan dan tata tertib yang berlaku baik
tertulis maupun tidak tertulis di lingkungan RS Prikasih.
Saya menyadari segala informasi yang saya peroleh dari RS Prikasih termasuk
data-data pasien adalah bersifat RAHASIA dan dilindungi oleh undang-undang,
sehingga oleh karena itu saya benar-benar menggunakannya hanya untuk
keperluan penelitian dan studi saya di UIN, dan tidak akan saya publikasikan,
sebarluaskan maupun saya beritahukan kepada pihak manapun juga.
Apabila ternyata saya melanggar hal-hal yang tersebut diatas, dan atau
dikemudian hari timbul tuntutan atas kebocoran data-data pasien di RS Prikasih
dikarenakan penelitian yang saya lakukan, maka saya bersedia menerima dan
bertanggung jawab penuh menanggung semua resiko yang timbul, dan saya siap
dituntut di muka hukum.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, dalam
keadaan sehat jasmani tanpa ada paksaan dan tekanan dari pihak manapun juga.
(…………………………………)
52
Lampiran 2
Riwayat Pendidikan :
1. SDIT Nur Hidayah Surakarta (1998-2004)
53