Você está na página 1de 20

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN APENDISITIS

NAMA ANGGOTA KELOMPOK :

1. AMIN RAIS SURYA (0520111118)


2. MUCH. SULISTIO AJI (05201111129)
3. NURLINA DIANDARI (05201111130)
4. HOLIDA ERLIE BALQIZ (05201011095)

KELAS II-D/4

PROGRAM STUDY S1 KEPERAWATAN

STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO

TAHUN 2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Asuhan keperawatan Pada Klien
dengan Apendisistis dengan tepat waktu tanpa ada suatu hambatan yang berharga pada Mata
Kuliah Sistem Pencernaan.
Tujuan disusunnya malakah ini adalah, agar kami sebagai Mahasiswa dapat
memahami tentang bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan anemia. Selain itu,
tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi nilai tugas Mata Kuliah Sistem
Pencernaan
Makalah tentang Asuhan keperawatan Pada Klien dengan Apendisitis ini kami susun
dengan sebaik – baiknya. Makalah ini menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan
apendisitis, etiologi apendisitis dan bagaimana proses asuhan keperawatannya. Harapan kami
sebagai penyusun Makalah tentang Asuhan keperawatan Pada Klien dengan Apendisitis ini,
agar makalah ini dapat memberikan kontribusi bagi siapa saja yang membacanya.
Makalah tentang Asuhan keperawatan Pada Klien dengan Apendisitis ini masih jauh
dari sempurna, maka dari itu segala kritik, saran, serta tanggapan akan kami terima dengan
senang hati agar makalah ini lebih sempurna lagi.
Mojokerto, 27 Maret 2013

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………….

LAPORAN PENDAHULUAN………………………………………………………………………….

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………...

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………..

1.3 Tujuan umum……………………………………………………………………….

1.4 Manfaat ……………………………………………………………………………

KONSEP DASAR………………………………………………………………………………
2.1 Definisi……………………………………………………………………………………...

2.2 Etiologi………………………………………………………………………………………

2.3 Patofisiologi…………………………………………………………………………………

2.4 Klasifikasi…………………………………………………………………………………...

2.5 Manifestasi klinis……………………………………………………………………………


2.6 Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………………………….
2.7 Penatalaksanaan…………………………………………………………………………......
2.8 Prognosis……………………………………………………………………………………
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN APENDIKSITIS………

3.1 Pengkajian…………………………………………………………………………..
3.1.1 Anamnesis………………………………………………………………...
3.1.2 Pemeriksaan fisik……………………………………………………….
3.2 Diagnose keperawatan……………………………………………………………..
3.3 Intervensi…………………………………………………………………………..
3.4 Kasus……………………………………………………………………………....

PENUTUP....................................................................................................................................

Kesimpulan................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………...
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit inflamasi pada sistem pencernaan sangat banyak, diantaranya appendisitis dan
divertikular disease. Appendisitis adalah suatu penyakit inflamasi pada apendiks diakibanya
terbuntunya lumen apendiks. Divertikular disease merupakan penyakit inflamasi pada saluran
cerna terutama kolon. Keduanya merupakan penyakit inflamasi tetapi penyebabnya berbeda.
Appendisitis disebabkan terbuntunya lumen apendiks. dengan fecalit, benda asing atau karena
terjepitnya apendiks, sedang diverticular disebabkan karena massa feces yang terlalu keras
dan membuat tekanan dalam lumen usus besar sehingga membentuk tonjolan-tonjolan
divertikula dan divertikula ini yang kemudian bila sampai terjepit atau terbuntu akan
mengakibatkan diverticulitis.

Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara berkembang,
namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100
kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin
disebabkan perubahan pola makan, yaitu Negara berkembang berubah menjadi makanan
kurang serat. Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita,
meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an,
sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa. Sedangkan insiden diverticulitis lebih
umum terjadi pada sebagian besar Negara barat dengan diet rendah serat. Lazimnya di
Amerika Serikat sekitar 10%. Dan lebih dari 50% pada pemeriksaan fisik orang dewasa pada
umur lebih dari 60 tahun menderita penyakit ini.

Apendisitis dan divertikulitis termasuk penyakit yang dapat dicegah apabila kita
mengetahui dan mengerti ilmu tentang penyakit ini. Seorang perawat memiliki peran tidak
hanya sebagai care giver yang nantinya hanya akan bisa memberikan perawatan pada pasien
yang sedang sakit saja. Tetapi, perawat harus mampu menjadi promotor, promosi kesehatan
yang tepat akan menurunkan tingkat kejadian penyakit ini.

Sehingga makalah ini di susun agar memberi pengetahuan tentang penyakit apendisitis dan
diverticulitis sehingga mahasiswa calon perawat dapat lebih mudah memahami tentang
pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, asuhan keperawatan, penatalaksanaan
medis pada pasien dengan apendisitis.
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada apendisitis ?

1.3 Tujuan umum

Menjelaskan konsep dan proses asuhan keperawatan pada apendisitis.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi definisi dari apendisitis


2. Mengidentifikasi anatomi dan fisiologi apendisitis
3. Mengidentifikasi etiologi dari apendisitis
4. Mengidentifikasi klasifikasi dari apendisitis
5. Mengidentifikasi patofisiologi dari apendisitis
6. Mengidentifikasi manifestasi klinis dari apendisitis
7. Mengidentifikasi penatalaksanaan dari apendisitis
8. Mengidentifikasi asuhan keperawatan dari apendisitis

1.4 Manfaat

1.4.1 Mahasiswa mengetahui konsep dasar apendisitis


1.4.2 Mahasiswa mampu melakukan proses asuhan keperawatan pada apendisitis
KONSEP DASAR

2.1 Definisi

Apendisitis merupakan peradangan pada apendik periformis. Apendik periformis


merupakan saluran kecil dengan diameter kurang lebih sebesar pensil dengan panjang
2-6 inci. Lokasi apendik pada daerah illiaka kanan, di bawah katup iliocaecal, tepatnya
pada dinding abdomen di bawah titik Mc Burney.
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak
berfungsi terletak pada bagian inferior dzri sekum. Penyebab yang paling umum dari
apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran
darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
Apendiksitis merupakan penyakit prototip yang berlanjut melalui peradangan,
obstruksi dan iskemia di dalam jangka waktu bervariasi (Sabiston, 1995).
Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah
kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Smeltzer, 2001).

2.2 Etiologi.

Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan pada lumen apendiks
merupakan faktor penyebab dari apendisitis akut, di samping hiperplasia (pembesaran)
jaringan limfoid, timbuan tinja/feces yang keras (fekalit), tumor apendiks, cacing ascaris,
benda asing dalam tubuh (biji cabai, biji jambu, dll) juga dapat menyebabkan sumbatan.
Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat
dugaannya sebagai penyebab appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan
hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi
bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia sangat
mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali
mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu.
2.3 Patofisiologi
Penyebab utama apendisitis adalah obstruksi penyumbatan yang dapat disebabkan
oleh hiperplasia dari folikel limfoid merupakan penyebab terbanyak, adanya fekalit
dalam lumen appendiks. Adanya benda asing seperti cacing, stiktura karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, sebab lain misalnya keganasan (karsinoma karsinoid).
Obstruksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding
appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena
itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu
dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian
timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang
timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa
sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut
dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah,
dinamakan appendisitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat
mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal,
keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak – anak karena omentum
masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang
lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua
karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila
appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian
hari maka terjadi appendisitis kronis.
Idiopatik Kebiasaan diet Parasit
rendah serat

Massa feses keras

Obstruksi lumen

Suplai aliran darah


menurun sehingga
mukosa terkikis

Peradangan pada Distensi abdomen


 Perforasi apendiks
 Abses
 peritonitis
Menekan gaster
Nyeri
Apendiktomi

Peningkatan HCl
Pembatasan intake
Insisi bedah cairan

Mual muntah
Nyeri
Resiko terjadinya
infeksi
Resiko kurang
volume cairan
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :

1. Apendisitis akut adalah radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi
dari apendiks.
2. Apendisitis kronis, Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi
semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang
kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang
setelah apendektomi.

2.5 Manifestasi klinis


 Nyeri pada daerah umbilikus atau periumbilikus
 Muntah ( Emesis )
 Demam tinggi
 Konstipasi
 Diare
2.6 Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan darah : ditemukan jumlah leukosit > 13.000/mm3.
 Pemeriksaan urine : sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit
lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau
vesika
2. Pemeriksaan Radiologi
 Foto polos abdomen
Foto polos abdomen di kerjakan apabila dari hasil pemeriksaan riwayat sakit
dan pemeiksaan fisik meragukan.Foto polos pada apendisitis perforasi :
1. gambaran perselubungan lenih jelas dan dapat tidak terbatas di kuadran
kanan bawah
2. penebalan dinding usus disekitar letak apendiks, seperti sekum daleum.
3. garis lemak pra peritoneal menghilang.
4. Skiliosis ke kanan
5. Tanda-tanda obstruksi usus seperti garis-garis permukaan cairan-cairan
akibat paralisis usus-usus lokal di daerah proses infeksi.
 CT-Scan dan ultrasonografi
Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan
ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari
apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.
 Abdominal X-ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab
appendicitis.Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak
 Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui
anus.Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari
appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis
banding.Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga
dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
 Laproscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukkan dalam ndix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini
dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan
tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga
dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix.

2.7 Penatalaksanaan
 Pada appendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi
appendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi,
istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang
tidak merangsang persitaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain di perut
kanan bawah.
 Tindakan pre operatif : meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan
kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirabaring
dan dipuasakan.
 Tindakan operatif : appendiktomi.
 Tindakan post operatif : satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk
tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan
berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang

2.8 Prognosis
Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik. Kematian
dapat terjadi pada beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat terjadi infeksi pada
30% kasus apendiks perforasi atau apendiks gangrenosa
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
APENDIKSITIS

3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesis
 Identitas
Berisi tentang informasi tentang diri klien seperti : nama, alamat, umur,
jenis kelamin, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan.
 Keluhan utama
Keluhan utama yang sering ditemukan adalah nyeri
 Riwayat penyakit sekarang
Pada riwayat penyakit sekarang didapatkan adanya keluhan lain yaitu efek
sekunder dari peradangan apendiks, berupa gangguan gastro intestinal
seperti mual, muntah, ketidaknyamanan abdomen, diare dan anoreksia.
 Riwayat penakit dahulu
Pengkajian ini diperlukan sebagai sarana dalam pengkajian preoperative
untuk menurunkan resiko pembedahan seperti pengkajian adanya
hipertensi, DM, TBC, atau kelainan hematologis
 Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah keluarga pasien ada yang menderita penyakit menurun seperti
asma, DM, hipertensi, dll.
3.1.2 Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
pada pemeriksaan fisik,keadaan umum akan di dapatkan adanya aktivitas
kesakitan hebat sekunder dari ketidaknamanan abdominal.Pada
pemeriksaan TTV didapatkan takikardia dan peningkatan frekuensi napas.
 Pemeriksaan pemeriksaan fisik focus pada abdomen
1.Inspeksi : tidak ditemukan gambaran spesifik, kembung sering terlihat
dengan perforasi komplikasi.
2.Auskultasi : Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang
karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendicitis
perforata
3.Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa
nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan
perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada
penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan
bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan
di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan
bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).
4.Kaji tingkatan nyeri menggunakan skala nyeri
 Berdasarkan ekspresi wajah ( wong baker,1988) digunakan ada anak
usia 3 – 4 tahun

Keterangan :

1. Wajah 0 : tidak terasa nyeri


2. Wajah 2 : sedikit tersa nyeri
3. Wajah 4 : lebih terasa nyeri
4. Wajah 6 : nyeri lebih berat
5. Wajah 8 : sangat nyeri
6. Wajah 10 : nyeri hebat
 Berdasarkan skala intensitas nyeri ( WHO )
Keterangan :

1. Skala nyeri 0 : tidak ada nyeri


2. Skala nyeri 1 – 3 : nyeri ringan
3. Skala nyeri 4 – 6 : nyeri sedang
4. Skala nyeri 7 – 10 : nyeri berat
3.2 Diagnose keperawatan
 Nyeri berhubungan dengan respon inflamasi apendiks, kerusakan jaringan
lunak pascabedah
 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de entrée luka
pascabedah
 Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan
masukan dan kehilangan sekunder ditandai dengan nafsu makan dan
muntah

3.3 Intervensi

 Nyeri berhubungan dengan respon inflamasi apendiks, kerusakan jaringan lunak


pascabedah
Kriteria hasil :
 Secara subyektif pasien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi
 Skala nyeri 0-1 (0-4)
 Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkat atau menurunkan nyeri ; pasien
tidak gelisah

Intervensi Rasional
Kaji respons nyeri dengan pendekatan Pendekatan komperhensif untuk
PQRST menentukan rencana intervensi
Lakukan manajemen nyeri keperawatan
 Istirahatkan pasien pada saat  Istirahat secara fisiologis akan
nyeri muncul menurunkan kebutuhan oksigen
 Atur posisi semifowler yang diperlukan untuk memenuhi
 Dorong ambulasi dini kebutuhan metabolisme basal
 Berikan oksigen nasal  Posisi ini mengurangi tegangan
 Ajarkan teknik distraksi pada saat pada insisi dan organ abdomen
nyeri yang membantu mengurangi nyeri
 Manajemen lingkungan tenang,  Meningkatkan normalisasi fungsi
batasi pengunjung, dan organ ( merangsang peristaltic dan
istirahatkan pasien flatus ) dan menurunkan
 Lakukan manajegem sentuhan ketidaknyamanan abdomen
 Pada fase nyeri hebat skala nyeri 3
( 0 – 4 ), pemberian oksigen nasal
3 lpm dapat meningkatkan intake
oksigen sehingga akan
menurunkan nyeri sekunder dari
iskemia pada intestinal
 Distraksi ( pengalihan perhatian )
dapat menurunkan stimulus
internal
 Lingkungan tenang akan
menurunkan stimulus nyeri
eksternal dan pembatasan
pengunjung akan membantu
meningkatkan kondisi oksigen
ruangan akan berkurang apabila
banyak pengunjung yang berada
diruangan. Istirahat akan
menurunkan kebutuhan oksigen
jaringan perifer
 Manajemen sentuhan pada saat
nyeri berupa sentuhan dukungan
psikologis dapat membantu
menurunkan nyeri
Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab Pengetahuan yang akan dirasakan
– sebab nyeri dan menghubungkan membantu menurangi nyerinya dan dapat
berapa lama nyeri akan berlangsung membantu mengembangkan kepatuhan
pasien terdapat rencana terapeutik
Kolaborasi dengan tim medis pemberian Analgesik memblok lintasan nyeri
analgesik sehingga nyeri akan berkurang

 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de entrée luka pascabedah
Kriteria hasil :
 Jahitan dilepas pada hari ke 12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan
pada area luka embedahan, leukosit dalam batas normal TTv dalam batas normal.

Intervensi Rasional
Kaji jenis pembedahan, hari Mengidentifikasi kemajuan atau
pembedahan, dan apakan ada order penyimpangan dari tujuan yang
khusus dari tim dokter bedah dalam diharapkan
melakukan perawatan luka
Buat kondisi balutan dalam keadaan Kondisi bersih dan kering akan
bersih dan kering menghindari kontaminasi komensal dan
akan menyebabkan respons inflamasi
local dan akan memperlama
penyembuhan luka
Lakukan perawatan luka :
 Lakukan perawatan luka steril  Perawatan luka sebaiknya tidak
pada hari kedua pascabedah dan setiap hari untuk menurunkan
diulang setiap 2 hari kontak tindakan dengan luka yang
 Bersihkan luka dan drainase dalam kondisi steril sehingga
dengan cairan antiseptic jenis mencegah kontaminasi kuan ke
iodine providum dengan cara luka bedah
swabbing dari arah dalam ke luar  Pembersihan debris ( sisa
 Bersihkan bekas sisa iodine fagositosis, jaringan mati ) dan
providum dengan alkohol 70% kuman sekitar luka ddengan
atau normal salin dengan cara mengoptimalkan kelebihan dari
swabbing dari arah dalam ke luar iodine providum sebagai antiseptic
 Tutup luka dengan kasa steril dan dan dengan arah dari dalam keluar
tutup dengan plester adhesive dapat mencegah kontaminasi
yang menyeluruh menutupi kasa kuman ke jaringan luka
 Antiseptic iodine providum
mempunyai kelemahan dalam
menurunkan proses epitalilasi
jaringan sehingga memperlambat
pertumbuuhan luka, maka harus di
bersihkan dengan alcohol atau
normal salin
 Penutupan secara menyeluruh
dapat menghindari kontaminasi
dari benda atau udara yang
bersentuhan sengan luka bedah
Kolaborasi penggunaan antibiotic Antibiotic injeksi diberikan selama satu
hari pasca bedah yang kemudian
dilanjutkan antibiotic oral sampai jahitan
dilepas.

 Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan masukan


dan kehilangan sekunder ditandai dengan nafsu makan dan muntah
Kriteria hasil :
 Pasien mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh kelembaban
membrane mukosa, turgor kulit baik, tanda vital stabil, dan secara individu
haluaran urine adekuat

Intervensi Rasional
Awasi masukan dan haluaran ; catat Penurunan haluaran urine pekat dengan
warna urine / konsentrasi, berat jenis peningkatan berat jenis di duga dehidrasi
/ kebutuhan peningkatan cairan
Auskultasi bising usus . Catat kelancaran Indicator kembalinya peristaltic, kesiapan
flatus, gerakan usus untuk pemasukan peroral
Beikan sejumlah kecil minuman jernih Menurunkan iritasi gaster / muntah untuk
bila pemasukan peroral dimulai, dan meminimalkan kehilangan cairan
lanjutkan dengan diet sesuai toleransi
Berikan perawtan mulut sering sengan Dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut
perhatian khusus pada perlindungan bibir kering dan pecah - pecah
Tindakan kolaborasi dengan pemberian Peritoneum bereaksi terhadap
cairan IV dan elektrolit iritasi/infeksi dengan menghasilkan
sejumlah besar cairan yang dapat
menurnnkan volume sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia

3.4 Kasus
Tn.S datang ke Rs dengan keluhan nyeri pada perut bagian kanan bawah sejak 1
minggu.Klien mengatakan nyeri ketika melakukan perubahan posisi dan hilang ketika
beristirahat.Klien juga mengatakan mual dan muntah.Tidak bisa BAB selama 4 hari.Keadaan
umum klien di dapatkan TD : 130/80 mmHg, Nadi : 90x/menit, RR : 25X/menit, Suhu : 36,5
o
c.Ketika dilakukan pemeriksaan fisik di dapat Rosving sign ( + ) dan Blumberg sign ( + ).

Analisa data Etiologi Problem


Ds : klien mengeluh nyeri Nyeri berhubungan dengan
pada perut bagian bawah inflamasi apendiks,
sejak 1 minggu,nyeri saat kerusakan jaringan lunak
melakukan perubahan posisi pascabedah.
dan hilang saat
beristirahat.Klien
mengatakan mual dan
muntah dan tidak bisa BAB
selama 4 hari
Do : TD : 130/80 mmHg, N :
90x/menit, RR : 25X/menit,
Suhu : 36,5 oc, Rosving sign
( + ), Bumblerg sign ( + )
PENUTUP

Kesimpulan
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak
berfungsi terletak pada bagian inferior dzri sekum. Penyebab yang paling umum dari
apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran
darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).

Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :

 Apendisitis akut adalah radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut


pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh
proses infeksi dari apendiks.
 Apendisitis kronis, Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika
dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua
minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan
keluhan menghilang setelah apendektomi.
DAFTAR PUSTAKA

 Arif Muttaqin Kumala Sari.2011.Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan


Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : Salemba Medika
 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.1995.Kumpulan Ilmu
Bedah.Jakarta : Bina Rupa Aksara
 http://ilmukeperawatananakapridoni.blogspot.com/2012/10/asuhan-
keperawatan-apendisitis.html
 http://putrisayangbunda.blog.com/2010/02/10/askep-apendisitis-usus-buntu/
 http://renniaryani.blogspot.com/2012/12/pemeriksaan-fisik-pada-
apendisitis.html
 Inayah, Iin.2004. Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan Sistem
Pencernaan.Edisi I.Jakarta : Salemba Medika
 Sodikin.(2011).Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan Sistem Gastrointestinal
dan Hepatobilier.Jakarta : Salemba Medika

Você também pode gostar