Você está na página 1de 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar Belakang


Kelenjar paratiroid adalah yang sangat kecil yang terletak pada setiap lobus bagian
posterior dan tiroid. Kelenjar paratiroid menghasilkan hormon paratiroid (paratyroid
hormone,PTH)atau parahormon. Fungsi utama hormon paratiroid adalah mengatur kadar
kalsium fosfat dalam darah. Tidak seimbangnya kalsium dan fosfat dalam darah
mengakibatkan gangguan transmisi impuls saraf, kerusakan jaringan tulang,gangguan
pertumbuhan tulang dan tetani otot.
Penderita dengan kelainan hormon paratiroid, tidak tampak jelas pada kehidupan
sehari-hari. Kebanyakan pasien dengan kelainan hormon paratiroid mengalami gangguan
dari metabolisme kalsium dan fosfat. Adapun penyakit yang disebabkan oleh kelainan
hormon paratiroid yakni hipoparatiroid dan hiperparatiroid. Penyebab kelainan hormon
paratiroid sendiri secara spesifik belum diketahui, namun penyebab yang biasa ditemukan
yakni hiperplasia paratiroid, adenoma soliter dan karsinoma paratiroid. Parathormon yang
meningkat menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun dan absorpsi kalsium
oleh usus meningkat. Pada keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan sekresi kalsium
sehingga manifestasi klinis yang terjadi pada kerusakan Pada area tulang dan
ginjal.Prevalensi penyakit hipoparatiroid di Indonesia jarang ditemukan.
Pada Wanita mempunyai resiko untuk terkena hipoparatiroidisme lebih besar dari
pria. Prevalensi penyakit hiperparatiroid di Indonesia kurang lebih 1000 orang tiap
tahunnya. Wanita yang berumur 50 tahun keatas mempunyai resiko yang lebih besar 2 kali
dari pria.Hiperparatiroidisme primer merupakan salah satu dari 2 penyebab tersering
hiperkalsemia; penyebab yang lain adalah keganasan. Kelainan ini dapat terjadi pada
semua usia tetapi yang tersering adalah pada dekade ke-6 dan wanita lebih serinbg 3 kali
dibandingkan laki-laki. Insidensnya mencapai 1:500-1000. Bila timbul pada anak-anak
harus dipikirkan kemungkinan endokrinopati genetik seperti neoplasia endokrin multipel
tipe I dan II.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk membahas tentang asuhan
keperawatan pada klien gangguan fungsi kelenjar paratiroid(Hipo/hipertiroid).

1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apakah definisi dari kelenjar paratyroid ?
b. Apa saja kelainan dari paratyroid ?
c. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan Hiperparatiroid?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Untuk mengetahui definisi dari kelenjar paratyroid.
b. Untuk mengetahui kelainan dari kelenjar paratyroid.
c. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan Hiperparatiroid.

1.4 Manfaat Penulisan


a. Secara aplikatif, makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
ketermapilan kelompok dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan kelenjar paratiroid.
b. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi semua pembaca tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan kelenjar paratiroid.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kelenjar Paratiroid
Kelenjar paratiroid adalah yang sangat kecil yang terletak pada setiap lobus bagian
posterior dan tiroid. Kelenjar paratiroid menghasilkan hormon paratiroid (paratyroid
hormone,PTH)atau parahormon. Fungsi utama hormon paratiroid adalah mengatur kadar
kalsium fosfat dalam darah. Tidak seimbangnya kalsium dan fosfat dalam darah
mengakibatkan gangguan transmisi impuls saraf, kerusakan jaringan tulang,gangguan
pertumbuhan tulang dan tetani otot.
Apabila kalsium dalam darah menjadi rendah, parahormon dapat meningkatkannya
dengan:
a. Menstimulasi tulang (aktivitas osteoklas) untuk mengeluarkan kalsium ke dalam
darah.
b. Meningkatkan absorbsi kalsium dan fosfat melalui GI. Vitamin D juga diperlukan
untuk absorbsi kalsium melalui GI.
c. Meningkatkan absorbsi kalsium lewat tubula ginjal.
Kebanyakan pasien dengan kelainan hormon paratiroid mengalami gangguan dari
metabolisme kalsium dan fosfat. Adapun penyakit yang disebabkan oleh kelainan hormon
paratiroid yakni hipoparatiroid dan hiperparatiroid.

2.2 Kelainan Hipoparatiroid


a. Definisi Hipoparatiroid
Hipoparatiroidisme terjadi akibat hipofungsi paratiroid atau kehilangan fungsi
kelenjar paratiroid. Hipoparatiroid merupakan hipofungsi dari kelenjar paratiroid
sehingga hormon paratiroid tidak dapat disekresi dalam jumlah yang cukup, dengan
gejala utamanya yaitu tetani.
Hipoparatiroid terjadi akibat hipofungsi paratiroid atau kehilangan fungsi
kelenjar paratiroid sehingga menyebabkan gangguan metabolisme kalsium dan fosfor;
serum kalsium menurun (bisa sampai 5 mg %), serum fosfor meninggi (9,5-12,5 mg%).
Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering disebabkan oleh kerusakan
atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang
lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital).

3
Namun begitu, kondisi ini merupakan kondisi yang langka yang umumnya
terjadi setelah pengngkatan keempatkelenjar secara tidak sengaja pada operasi tumor
leher. Penyebab congenital, genetic atau autoimun dari hipoparatiroidisme sangat jarang.
Gejala klinis hipoparatiroidisme mencerminkan gangguan metabolic yang
disebabkan oleh defisiensi PTH. Definisi yang terpenting diantaranya adalah
hipokalsemia, yang mengakibatkan perubahan eksitabilitas menjadi spastic ( tetani
hipokalsemik ). Kerja jantung menjadi tak teratur, dan pada kasus-kasus yang berat.
Dapat terjadi henti jantung, aktifitas saraf juga mengalami perubahan. Terjadi fluktuasi
antara hipereksibilitas dan depresi. Semua gejala dapat di hilangkan dengan pemberian
terapi hormon substitusional menggunakan PTH sintetis.

b. Etiologi
Penyebab dari hipoparatiroid, diantaranya :
1. Kekurangan sekresi hormon paratiroid (PTH) (> 99% dari semua kasus)
Lebih dari 99% dari semua pasien dengan hipoparatiroid disebabkan karena sekresi
hormon paratiroid yang kurang adekuat. Pasien yang menderita hipoparatiroid dengan
kondisi ini hanya memiliki jaringan paratiroid yang terlalu sedikit (atau tidak lengkap),
sehingga hormon paratiroid dihasilkan tidak memadai. Ini hampir atau selalu karena
komplikasi operasi tiroid atau paratiroid (tiroidektomi, paratiroidektomi, atau diseksi
radikal leher). Hipoparatiroidisme yang terjadi selama operasi leher mungkin bersifat
sementara atau permanen tergantung pada tingkat cedera kelenjar paratiroid.
Ada dua penyebab utama kekurangan hormone paratiroid:
a. Post operasi pengangkatan kelenjar paratiroid dan total tiroidektomi
b. Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat konginetal atau didapat (acquired)
2. Ketidakmampuan untuk membuat bentuk aktif dari hormon paratiroid.
Kekurangan sekresi PTH tanpa alasan yang pasti disebut hipoparatiroidisme
idiopatik. Penyakit ini jarang dan dapat dikarenakan bawaan atau diperoleh. Ini adalah
bentuk penyakit yang sangat jarang ditemui. Hipoparatiroidisme dengan onset selama
beberapa bulan pertama kehidupan dapat permanen atau sementara, penyebabnya karena
ibu telah hiperparatiroidisme.
Penyebab terbesar Hipoparatiroidisme bawaan terjadi pada bayi yang lahir dari ibu
yang telah hiperparatiroidisme selama kehamilan. kalsium serum pada janin akan persis
sama seperti pada ibu, dan jika kalsium terlalu tinggi selama kehamilan, biasanya
membuat sel-sel paratiroid pada bayi akan arti kalsium tinggi dan memutuskan untuk

4
tidak tumbuh dan berkembang biak. Dengan demikian, bayi-bayi dapat lahir dengan
kelenjar paratiroid sangat yang kecil.
3. Ketidakmampuan ginjal & tulang untuk merespon hormon paratiroid yang diproduksi
oleh kelenjar paratiroid normal.
Seperti semua pasien dengan Hipoparatiroidisme, penyakit ini ditandai dengan
hypocalcemia dan hyperphosphatemia tetapi mereka memproduksi hormon paratiroid
dengan normal. Masalah terjadi pada tulang dan ginjal yang tidak merespon hormon
paratiroid. Bahkan jika hormon paratiroid normal diberikan melalui pembuluh darah,
tubuh tidak menanggapi.
4. Gangguan genetik autoimun
5. Defek kongenital atau malformasi kelenjar paratiroid
6. Pengangkatan yang tidak sengaja atau cedera pada salah atau lebih kelenjar paratiroid
selama pembedahan
7. Iskemia atau infark pada kelenjar paratiroid selama pembedahan
8. Hemokromatosis
9. Amiloidosis
10. Tuberkulosis
11. Neoplasma
12. Trauma
13. Iradiasi tiroid yang masif
14. Kerusakan sekresi hormon yang disebaban oleh hipomagnesemia
15. Penekanan fungsi kelenjar yang normal akibat hiperkalsemia

c. Patofisiologis
Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat,
yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa
sampai 9,5 - 12,5 mgr%).
Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid
karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama
adalah untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar
paratiroid. Tujuannya adalah untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang
berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak jaringan yang diangkat. Operasi kedua
berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak
anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh darah

5
yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau terangkat. Hal ini
sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid. Pada banyak pasien
tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat sementara sesudah operasi
kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat segera sesudah
operasi.
Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi
kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons
terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk: (1)
pada bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar 50
%, dan PTH tidak dapat meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik, (2) pada
bentuk yang lebih jarang, respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik hormon
terganggu.
secara umum, PTH mempertahankan kadar kalsium serum dengan
meningkatkan rsorpsi tulang dan dengan menstimulasi konversi vitamin D dalam ginjal
menjadi bentuk aktifnya, yang meningkatkan absorpsi kalsium dalam gastrointestinal
(GI) dan resorpsi tulang. PTH juga mempertahankan hubungan yang berkebalikan
antara kalsium serum dan kadar fosfat dengan meghambat reabsorpsi fosfat dalam
tubulus ginjal dan meningkatkan reabsorpsi kalsium.

d. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala utama adalah reaksi-reaksi neuromuscular yang berlebihan yang
disebabkan oleh kalsium serum yang sangat rendah. Keluhan-keluhan dari penderita (70
%) adalah tetani atau tetanic aequivalent. Tetani menjadi manifestasi sebagai spasmus
corpopedal dimana tangan berada dalam keadaan fleksi sedangkan ibu jari dalam adduksi
dan jari-jari lain dalam keadaan ekstensi. Juga sering didapatkan articulatio cubitti dalam
keadaan fleksi dan tungkai bawah dan kaki dalam keadaan ekstensi. Dalam tetanic
aequivalent:
1. Konvulsi-konvulsi yang tonis atau klonis
2. Stridor laryngeal (spasme ) yang bisa menyebabkan kematian
3. Parestesia
4. Hipestesia
5. Disfagia dan disartria
6. Kelumpuhan otot-otot
7. Aritmia jantung

6
8. Gangguan pernapasan
9. Epilepsi
10. Gangguan emosi seperti mudah tersinggung, emosi tidak stabil
11. Gangguan ingatan dan perasaan kacau
12. Perubahan kulit rambut, kuku, gigi berlubang dan rusak, dan lensa mata
13. Kulit kering dan bersisik
14. Rambut alis dan bulu mata yang bercak-bercak atau hilang
15. Kuku tipis dan rapuh
16. Erupsi gigi terlambat dan tampak hipoplastik
17. Alopesia
18. Tanda chvostek dan trosseasu positif

d. Klasifikasi
Hipoparatiroid dapat berupa hipoparatiroid neonatal, simpel idiopatik
hipoparatiroid, dan hipoparatiroid pascabedah.
1.Hipoparatiroid neonatal
Hipoparatiroid neonatal dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
sedang menderita hiperparatiroid. Aktivitas paratiroid fetus sewaktu dalam uterus
ditekan oleh maternal hiperkalsemia.
2.Simpel idiopatik hipoparatiroid
Gangguan ini dapat ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa. Terjadinya
sebagai akibat pengaruh autoimun yang ada hubungannya dengan antibodi terhadap
paratiroid, ovarium, jaringan lambung dan adrenal. Timbulnya gangguan ini dapat
disebabkan karena menderita hipoadrenalisme, hipotiroidisme, diabetes mellitus,
anemia pernisiosa, kegagalan ovarium primer, hepatitis, alopesia dan kandidiasis.
3.Hipoparatiroid pascabedah
Kelainan ini terjadi sebagai akibat operasi kelenjar tiroid, atau paratiroid atau
sesudah operasi radikal karsinoma faring atau esofagus. Kerusakan yang terjadi
sewaktu operasi tiroid, biasanya sebagai akibat putusnya aliran darah untuk kelenjar
paratiroidisme karena pengikatan arteri tiroid inferior. Hipoparatiroid yang terjadi
bersifat sementara atau permanen. Karena itu kadar kalsium serum harus diperiksa
sesudah melakukan operasi-operasi tersebut, tiga bulan kemudian dan sewaktu-waktu
bila ada kelainan klinis walaupun tak khas yang menjurus pada diagnosis
hipoparatiroid.

7
e. Pemeriksaan Diagnostik
Biasanya hasil laboratorium yang ditunjukkan, yaitu:
1. Kalsium serum rendah. Tetanus terjadi pada kadar kalsium serum yang berkisar dari
5-6 mg/dl (1,2 - 1,5mmol/L) atau lebih rendah lagi.
2. anorganik dalam serum tinggi
3. Fosfatase alkali normal atau rendah
4. Radioimmunoassay terhadap PTH menurun
5. Kadar fosfat serum meningkat
6. Kadar kreatinin uribe menurun

Foto Rontgen:
1. Sering terdapat kalsifikasi yang bilateral pada ganglion basalis di tengkorak
2. Kadang-kadang terdapat pula kalsifikasi di serebellum dan pleksus koroid
3. Density dari tulang bisa bertambah
4. EKG: biasanya QT-interval lebih panjang

f. Diagnosa keperawatan
Klien dengan hipoparatiroidisme rentan terhadap hipokalsemia, yang dapat mengarah
pada masalah kolaboratif tetani otot yang berhubungan dengan penurunan kadar
kalsium serum. Dan karena kondisi hipoparatiroidisme dapat menjadi kondisi yang
kronis, klien harus dapat melakukan perawatan diri, sehingga membuat diagnose
keperawatan risiko terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik ( individual )
yang berhubungan dengan regimen diet dan medikasi menajadi penting untuk klien ini.
Secara umum diagnose keperawatan utama pada klien ini adalah:
1. Masalah kolaboratif: Tetani otot yang berhubungan dengan penurunan kadar
kalsium serum
2. Risiko terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik ( individual ) yang
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang regimen diet dan medikasi

8
g. Intervensi Keperawatan Keperwatan
1. Masalah Kolaboratif :
Tetani otot yang berhubungan dengan penurunan kadar kalsium serum
Tujuan : Klien tidak akan menderita cedera, seperti yang buktikan oleh kadar
kalsium kembali kepada kebatas normal, frekuensi pernapasan normal,dan gas-gas
darah dalam batas normal.
Intervensi keperawatan :
a. Saat merawat klien dengan hipoparatiroiditis hebat, selalu waspadalah
terhadap spasme laring dan obstruksi pernapasan. Siapkan selalu selang-selang
endotrakeal, laringoskop, dan trakeostomi saat merawat klien dengan tetani
akut.
b. Jika klien beresiko terhadap hipokalsemia mendadak, seperti setelah
tiroidektomi, selalu disiapkan cairan infus kalsium karbonat di dekat tempat
tidur klien untuk segera digunakan jika diperlukan.
c. Jika selang infuse harus di lepas, biasanya hanya di klem dulu untuk beberapa
waktu sehingga selalu tersedia akses vena yang cepat.
d. Jika tersedia biasanya klien di berikan sumber siap pakai kalsium karbonat
seperti tums.

2. Diagnosa Keperawatan : Risiko terhadap infetif pelaksanaan regimen terapeutik (


individual ) yang berhubungan dengan kurang pengetuhuan regimen diet dan
medikasi.
Tujuan: Klien akan mengerti tentang diet dan medikasinya, seperti yang di buktikan
oleh pernyataan klien dan kemampuan klien untuk mengikuti regimen diet dan
terapi.
Intervensi:
a. Penyuluhan kesehatan untuk klien dengan hipoparatiroidisme kronis sangat
penting karena klien akan membutuhkan medikasi dan modifikasi diet
sepanjang hidupnya.
b. Saat memberikan penyuluhan kesehatan tentang semua obat-obat yang harus
digunakan di rumah, pastikan klien mengetahui bahwa setiap semua bentuk
vitamin D, kecuali dihidroksikolekalsiferol, diasimilasi dengan lambat dalam
tubuh. Oleh karenanya akan membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk
melihat hasilnya.

9
c. Ajarkan klien tentang diet kalsium namun rendah fosfor. Ingatkan klien untuk
menyingkirkan keju dan produk susu dari dietnya,karena makanan ini banyak
mengandung fosfor.
d. Terapkan pentingnya perawatan medis sepanjang hidup bagi klien
hipoparatiroidisme kronis instruksikan klien untuk memeriksakan kadar kalsium
serum sedikitnya tiga kali setahun. Kadar kalsium serum harus dipertahankan
normal untuk mencegah komplikasi. Jika terjadi hiperkalsemia atau
hipokalsemia, dokter harus menyesuaikan regimen terapeutik untuk memper
baiki ketidak seimbangan.

h. Komplikasi
1. Hipokalsemia
Keadaan klinis yang disebabkan oleh kadar kalsium serum kurang dari 9 mg/100ml.
Kedaan ini mungkin disebabkan oleh terangkatnya kelenjar paratiroid waktu
pembedahan atau sebagai akibat destruksi autoimun dari kelenjar-kelenjar tersebut.
2. Insufisiensi ginjal kronik
Pada keadaan ini kalsium serum rendah, fosfor serum sangat tinggi, karena retensi
dari fosfor dan ureum kreatinin darah meninggi. Hal ini disebabkan tidak adanya
kerja hormon paratiroid yang diakibatkan oleh keadaan seperti diatas (etiologi).
3. Gagal jamtung
4. Katarak
5. Tetanus
6. Peningkatan tekanan intrakranial
7. Klasifikasi ireversibel pada ganglia basalis
8. Deformitas tulang
9. Laringospasme, stridor pernapasan, dan anoksia
10. Paralis pitasuara
11. Kejang
12. Kematian

10
i. Penatalaksanaan Medis
1. Hipoparatiroid akut
Serangan tetani akut paling baik pengobatannya adalah dengan pemberian
intravena 10-20 ml larutan kalsium glukonat 10% (atau chloretem calcium) atau
dalam infus. Di samping kalsium intravena, disuntikkan pula parathormon (100-200
U) dan vitamin D 100.000 U per oral.
2. Hipoparatiroid menahun
Tujuan pengobatan yang dilakukan untuk hipoparatiroid menahun ialah untuk
meninggikan kadar kalsium dan menurunkan fosfat dengan cara diet dan
medikamentosa. Diet harus banyak mengandung kalsium dan sedikit fosfor.
Medikamentosa terdiri atas pemberian alumunium hidroksida dengan maksud untuk
menghambat absorbsi fosfor di usus.
Di samping itu diberikan pula ergokalsiferol (vitamin D2), dan yang lebih baik
bila ditambahkan dihidrotakisterol. Selama pengobatan hipoparatiroid, harus
waspada terhadap kemungkinan terjadi hiperkalsemia. Bila ini terjadi, maka kortisol
diperlukan untuk menurunkan kadar kalsium serum.

2.3 Kelainan Hiperparatiroid


a. Definisi Hiperparatiroid
Hiperparatiroidisme didefinisikan sebagai hiperfungsi kelenjar paratiroid yang
mengakibatkan peningkatan kadar PTH dalam darah yang bersirkulasi.
Hiperparatiroidisme dibagi menjadi 2, yaitu hiperparatiroidisme primer dan sekunder.
Hiperparatiroidisme primer terjadi dua atau tiga kali lebih sering pada wanita daripada
laki-laki dan pada pasien-pasien yang berusia 60-70 tahun. Sedangkan
hiperparatiroidisme sekunder disertai manifestasi yang sama dengan pasien gagal
ginjal kronis. Rakitisi ginjal akibat retensi fosfor akan meningkatkan stimulasi pada
kelenjar paratiroid dan meningkatkan sekresi hormon paratiroid. (Brunner & Suddath,
2001)
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi
hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid
diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari hormon
paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan
pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium
oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan

11
phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat. hiperparatiroidisme biasanya terbagi
menjadi primer, sekunder dan tersier.
Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid
memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan
hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat
membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar kalsium. dengan
kata lain satu dari keempat terus mensekresi hormon paratiroid yang banyak
walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau meningkat.
b. Etiologi
1. Adenoma tunggal menjadi penyebab paling sering dari hiperparatiroid.
2. Hiperplasia
3. Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pada kurang lebih 15%
pasien, kelenjarnya mengalami hiperfungsi.
4. Kanker menjadi penyebab yang jarang ditemui pada kasus hiperparatiroid.
5. Hiperpospatemia.
Hiperpospatemia berperan penting dalam perkembangan hyperplasia paratiroid
yang akhirnya akan meningkatkan produksi hormon paratiroid (Brooker, Chris.
2008).
6. Gangguan genetik.
7. Neoplasma endokrin multipel (multiple endocrine neoplasia, MEN).
8. Defisiensi vitamin D atau kalsium dalam diet.
9. Penurunan absorpsi vitamin D atau kalsium usus.
10. Gagagl ginjal kronis.
11. Osteomalasia.
12. Konsumsi obat, seperti fenitonin.
13. Konsumsi laksatif.
14. Idiopatik.

c. Patofisiologi
Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (yaitu yang disebab kan oleh
hyperplasia atau neuroplasma paratiroid ) atau sekunder, diman kasus biasanya
berhubungan dengan gagal ginjal kronis.
Pada 80% kasus, hiperparatirodisme primer disebabkan oleh adenoma
paratiroid jinak; 18% kasus diakibatkan oleh hyperplasia kelenjar paratiroid; dan 2%

12
kasus di sebabkan oleh karsinoma paratiroid (Damjanov,1996). Normalnya terdapat
empat kelenjar paratiroid. Adenoma atau karsinoma paratiroid ditandai oleh
pembesaran satu kelenjar ,dengan kelenjar lainnya tetap normal. Pada hyperplasia
paratiroid, keempat kelenjar membesar.karena diagnose adenoma atau hyperplasia
tidak dapat ditegakkan preoperative, jadi penting bagi ahli bedah untuk meneliti
keempat kelenjar tersebut. Jika teridentifikasi salah satu kelenjar mengalami
adenomatosa, biasanya kelenjar tesebut diangkat dan lainnya dibiarkan utuh. Jika
tenyata keempat kelenjar tersebut mengalami perbesaran, ahli bedah akan
menganggkat ketiga kelenjar dan meninggalkan satu kelenjar saja yang seharusnya
mencukupi untuk mempertahankan homeostasis kalsium-fosfat.
Hyperplasia paratiroid sekunder dapat di bedakan dengan hiper plasia primer,
karena keempat kelenjar ,membesar secara simetris. Perbesaran kelenjar paratiroid
dan hiperfungsinya adalah mekanisme kompensasi yang di cetuskan oleh retensi
fosfat dan hiperkalsemia yang berkaitan dengan penyakit ginjal kronis.osteomalasia
yang disebabkan oleh hipovitaminosis D , seperti pada riketsia, dapat mengakibatkan
dampak yang sama.
Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalamsirkulasi. PTH
terutama bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkat resorpsi
tulang dan pelepasan kalsium kedalam sirkulasi. Dalam ginjal PTH meningkatkan
resorpsi kalsium dari lumen tubulus ginjal, dengan demikian mengurangi ekskresi
kalsium dalam urine. PTH juga meningkatkan pembentukan vitamin D3 aktif dalam
ginjal, yang selanjutnya memudahkan pengambilan kalsium dari makanan dalam
usus. Sehingga hiperkalsemia dan hipofosfatemia kompensatori adalah abnormalitas
biokimia yang di deteksi melalui analisis darah, konsentrasi PTH serum juga
meningkat.
Gejala klinis hipeparatiroidisme berhubungan dengan peningkatan aktifitas
PTH. Tulang menunjukkan tanda-tanda dekalsifikasi dan rentan terhadap fraktur.
Hiperkalsemia mengarah pada penumpukan garam kalsium dalam
ginjal(nefrokalsinosis) dan pembentukan batu ginjal ( nefrolitiasis ). Mungkin juga
terdapat klasifikasi ocular dan kulit. Kelebihan kalsium menyebabkan letargi,
kelemahan otot, dan defeks konduksi pada jantung.
Pengobatan pada hiperparatiroidisme primer ,mencakup bedah eksplorasi leher
dan reseksi kelenjar yang mengalami hiperfungsi atau tumor hiperparatiroidisme
sekunder dapat juga diatasi dengantindakan bedah, namun pada waktu yang sama

13
lenih penting untuk memperbaiki kelainan metabolic yang menyebabkan hipersekresi
PTH. Tidak ada perlunya untuk terburu-buru melakukan operasi paratiroid. Setelah
transplantasi ginjal, kelenjar akan kembali keukuran normal dan gangguan metabolic
akan hilang. Jika transplantasi ginjal tidak menormalkan keseimbangan kalsium dan
fosfat, maka dokter akan menduga bahwa hiperfungsi paratiroid Nampak nya terjadi
secara autonomus.kasus demikian, seperti yang disebut hiperparatiroidisme
tersier,jrang terjadi.
Pada hiperparatiroidisme primer, satu atau lebih kelenjar paratiroid membesar,
meningkatkan sekresi PTH dan meningkatkan kadar kalsium serum atau adenoma
mensekresi PTH, tidak berespons terhadap umpan balik negatif kalsium serum.
Pada hiperparatiroidisme sekunder, produksi stem PTH kompensatori yang
berlebihan akibat abnormalitas yang disebabkan hipokalsemia diluar kelenjar
paratiroid, yang tidak responsif terhadap PTH seperti penurunan absorpsi kalsium
atau Vitamin D usus.
Kadar PTH yang meningkat tersebut bekerja secara langsung ditulang dan tubulus
ginjal, mengakibatkan peningkatan kalsium ekstraselular.Ekskresi ginjal dan absorbsi
ke jaringan lunak atau skeleton tidak dapat mengompensasi kalsium.

14
Pohon Masalah

Adenoma paratiroid jinak

Hipotalamus PTRH

Pembesaran kelenjar paratiroid

hiperparatiroidisme

Hiperkalsemia

tulang ginjal

Traktus digestinal
Reabsorbsi kalsium

Absorbsi usus meningkat konstipasi

Mudah fraktur
hiperkalsiuria
Mual, nafsu makan
menurun
Demineralisasi
tulang Nefrolithiasis
(batu ginjal)
Ketidakseimbangan nutrisi
Resiko cidera kurang dari kebutuhan
oligouri tubuh

Gg. Eliminasi
urine

15
d. Manifestasi Klinis
Diagnosa hiperparatiroidisme atau hiperparatiroid sub-klinis agak sulit
ditetapkan. Gejala klinis yang mungkin terjadi pada hiperparatiroid diantaranya
adalah:
a. Poliuria dan polidipsi
b. Neprolithiasis ginjal. berkaitan dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
merupakan salah satu komplikasi hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal
terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis da ginjal parenkim yang
mengakibatkan batu ginjal (rena calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal
ginjal.
c. Pangkreatitis bahkan terjadi ulkus peptikum (Manuba, Manuba Chandranita,
Manuba Fajar. 2007)
d. Reabsorbsi kalsium tulang meningkat sehingga tulang mudah fraktur diberbagai
tempat. Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat
terjadi akibat demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel-
sel raksasa benigna akibat pertumbuhan osteoklast yang berlebihan. Pasien
dapat mengalami nyeri skeletal dan nyeri tekan, khususnya di daerah punggung
dan persendian; nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur patologik; deformitas;
dan pemendekkan badan. Kehilangan tulang yang berkaitan dengan
hiperparatiroidisme merupakan faktor risiko terjadinya fraktur (Brunner &
Suddath, 2001).
e. Batu ginjal.
f. Distres abdomen.
g. ansietas dan depresi.

h. Pemeriksaan Diagnostik
Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level kalsium
dalam darah disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit lain dapat
menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya hiperparatiroidisme
yang menaikkan kadar kalsium karena terlalu banyak hormon paratiroid. Pemeriksaan
radioimmunoassay untuk parathormon sangat sensitif dan dapat membedakan
hiperparatiroidisme primer dengan penyebab hiperkalasemia lainnya.

16
Pemeriksaan antibodi ganda hormon paratiroid digunakan untuk membedakan
hiperparatiroidisme primer dengan keganasan, yang dapat menyebabkan
hiperkalsemia. Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai thallium serta biopsi jarum halus
telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi paratiroid dan untuk menentukan lokasi
kista, adenoma serta hiperplasia pada kelenjar paratiroid.
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tes darah mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena menunjukkan
penilaian yang akurat berapa jumlah hormon paratiroid. Sekali diagnosis didirikan,
tes yang lain sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya komplikasi. Karena
tingginya kadar hormon paratiroid dapat menyebabkan kerapuhan tulang karena
kekurangan kalsium, dan pada hiperparatiroid biasanya ditemukan:
a. Kalsium serum meninggi
b. Fosfat serum rendah
c. Fosfatase alkali meninggi
d. Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah
2. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya klasifikasi
tulang, penipisan dan osteoporosis, pada hiperparatiroid dapat ditemukan:
a. Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
b. Cystic-cystic dalam tulang
c. Trabeculae di tulang
PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah.
d. Esofagografi, scan pada tyroid, termografi paratiroid, USG, angiografi tyroid,
CT scan dan MRI dapat menunjukan lokasi lesi paratyroid.
3. Percobaan Kalsium intravena
Percobaan ini didasarkan pada anggapan bahwa bertambhanya kadar serum
kalsium akan menekan pembentukan paratharmon. Normal bila pospor serum
meningkat dan pospor diuresis berkurang. Pada hiperparatiroid, pospor serum dan
pospor diuresis tidak banyak berubah.
4. Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kelainan gambaran EKG
akibat perubahan kadar kalsium terhadap otot jantung, biasanya pada
hiperparatiroid ditemukan QT-interval mungkin normal.

17
5. Pemeriksaan Elektromiogram (EMG)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan kontraksi otot
akibat perubahan kadar kalsium serum (Rumarhorbo, 1999).

i. Komplikasi
1. peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
2. Dehidrasi
3. Batu ginjal : Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan
dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi
hiperparatiroidisme yang penting dan terjadi pada 55% penderita hiperparatiroidisme
primer
4. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis dan ginjal
parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (renal calculi), obstruksi, pielonefritis
serta gagal ginjal.
5. Hiperkalsemia : Krisis hiperkalsemia akut dapat terjadi pada hiperparatiroidisme.
Keadaan ini terjadi pada kenaikan kadar kalsium serum yang ekstrim. Kadar yang
melebihi 15 mg/dl (3,7mmol/L) akan mengakibatkan gejala neurologi,
kardiovaskuler dan ginjal yang dapat membawa kematian.
6. Osteoklastik
7. osteitis fibrosa cystica adalah gangguan tulang yang disebabkan oleh surplus hormon
paratiroid yang terlalu aktif dari kelenjar paratiroid. Produksi hormon paratiroid
yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat menyebabkan berbagai macam
penyakit tulang, penyakit tulng yang sering terjadi adalah osteitis fibrosa cystica,
suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena peningkatan kadar hormon
paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul
secara langsung (Ganong,1999).
8. Sinovitis traumatik.
9. Ulkus peptikum.
10. Kolelitiasis.
11. Aritmia jantung.
12. Kerusakan Vaskular.
13. Gagal jantung.
14. Atrofi otot.
15. Depresi.

18
j. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada hiperparatiroid adalah :
1. Tindakan bedah untuk mengangkat jaringan paratiriod yang abnormal.
Namun demikian, pada sebagian pasien yang asimtomatik disertai kenaikaan
kadar kalsium serum ringan dan fungsi ginjal yang normal, pembedahan dapat ditunda
dan keadaan pasien dipantau dengan cermat akan adanya kemungkinan bertambah
parahnya hiperkalsemia, kemunduran kondisi tulang, gangguan ginjal atau
pembentukan batu ginjal (renal calculi).
2. Minum sebanyak 2000 ml cairan atau lebih
Dehidrasi karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi, maka penderita
hiperparatiroidisme primer dapat menderita penyakit batu ginjal. Karena itu, pasien
dianjurkan untuk minum sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk mencegah
terbentuknya batu ginjal. Kepada pasien diuminta untuk melaporkan manifestasi batu
ginjal yang lain seperti nyeri abdomen dan hemapturia.
3. Mobilitas pasien
Dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang harus diupayakan
sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami stress normal akan melepaskan
kalsium merupakan predisposisi terbentuknya batu ginjal.
4. Pemberian fosfat per oral
Pemberian fosfat per oral menurunkan kadar kalsium serum pada sebagian
pasien. Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan
pengendapan ektopik kalsium fosfat dalam jaringan lunak.
5. Diet dan obat-obatan.
Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien dianjurkan untuk
menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Karena anoreksia umum
terjadi, peningkatan selera makan pasien harus diupayakan.

Penatalaksanaan bedah Hiperparatiroidisme


Pengobatan definitive hiperparatiroidisme primer adalah bedah pengangkatan
kelenjar atau pengangkatan kelenjar yang menyebabkan hipersekresi PTH. Biasanya
hanya kelenjar paratiroid yang sakit saja yang diangkat. Namun bila keempat kelenjar
mengalami hiperplasta, maka akan diangkat tiga dari keempat kelenjar tersebut.
Komplikasi hiperparatiroidektomi serupa dengan yang terdapat pada tiroidektomi
dan jarang terjadi. Hipokalsemia merupakan komplikasi yang secara potensial

19
mengancam hidup meski masih tersisa kelenjar paratiroid yang lain karena edema dapat
mengurangi fungsinya. Klien juga dapat mengalami distress pernafasan yang
berhubungan dengan baik dengan hemoragi atau kekambuhan kerusakan saraf
laryngeal.
Angka kesembuhan untuk hiperparatiroidisme primer setelah operasi pengangkatan
adalah 95%. Angka keberhasilan yang tinggi ini secara langsung berkaitan dengan
pengalaman ahli bedah dan eksplorasi menyeluruh leher ( Black-Matassarin,1997 )

20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
HIPERPARATIROID

3.1 Kasus
Ny. M berumur 52 tahun datang ke Rumah Sakit Warrahma pada tanggal 27 maret
2014, dengan keluhan sakit kepala, cepat lelah ketika beraktivitas, mual, nafsu makan
menurun, nyeri tulang dan sendi, mengeluh sakit saat BAK, nyeri perut, dan BAB
mengejan. Setelah dilakukan pengkajian didapatakan klien terlihat lemah, TD :
150/110mmHg, N : 105x/mnt, RR : 24x/mnt, S : 36,7OC, BB : 62Kg, BB sebelum sakit
:65Kg.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya peningkatan kadar kalsium
serum, kadar fosfat anorganik menurun sementara kadar kalsium dan fosfat urine
meningkat. Dari hasil pemeriksaan radiologi tampak adanya penipisan tulang dan
terbentuk kista serta adanya trabekula pada tulang.

3.2 Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama : Ny. M
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Mojokerto
Tanggal MRS : 27 maret 2014

b. Status Kesehatan
- Keluhan Utama
Klien mengatakan cepat lelah ketika beraktivitas serta nyeri tulang dan punggung.
- Riwayat penyakit sekarang
Klien datang ke Rumah Sakit Warrahma pada tgl 27 maret 2014 pukul 13:00
pasien datang di bawa ke UGD dengan keluhan cepat lelah, badan lemas,nafsu
makan menurun dan nyeri perut. Klien mengatakan rasa sakit itu sudah dirasakan

21
sejak 1 minggu yang lalu. kemudian mendapat perawatan di UGD di pasang selang
infus dan di berikan terapi obat dan selanjutnya di rawat di ruang inap.

- Riwayat penyakit dahulu


Klien mengatakan pernah mempunyai riwayat adenoma paratiroid jinak.
- Riwayat penyakit keluarga
Keluarga klien pernah mempunyai riwayat sakit kanker paratiroid

c. Pemerikasaan Umum
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Composmentis
GCS : 4,5,6
TTV : TD : 150/110mmHg, N : 105x/mnt, RR : 24x/mnt, S : 36,7OC
BB : 62Kg

d. Pemeriksaan fisik
1. Breathing (B1)
Inspeksi : dada simetris, tidak terpasang O2
Palpasi : vokal fremitus kanan kiri sama
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)
2. Blood (B2)
Inspeksi : tidak ada perdarahan
Palpasi : PMI teraba
Perkusi : pekak
Auskultasi : S1, S2 bunyi tunggal
CRT : < 3 detik
3. Brain (B3)
Inspeksi : tidak kejang, kesadaran composmetis
GCS : 4, 5, 6 (spontan, orientasi baik, mengikuti perintah)
4. Bladder (B4)
Inspeksi : terpasang kateter,
Frekuensi BAK : tidak lancar, nyeri karena adanya batu ginjal
Warna : kuning kemerehan

22
Bau : khas
5. Bowel (B5)
Inspeksi : abdomen simetris
Palpasi : nyeri tekan pada abdomen
Perkusi : tympani
Auskultasi : bising usus (+)
BAB : frekuensi :1x/4hari, warna : kuning kecoklatan, konsistensi : padat
6. Bone(B6)
Inspeksi : penurunan rentang gerak, lemas
Palpasi : nyeri tulang dan sendi
Warna kulit : pucat
Turgor kulit : kering
Mukosa bibir : kering
Akral : hangat

3.3 Analisa Data


No Symptom Etiologi Problem
1. DS : Klien mengatakan sakit kepala Risiko cedera
dan mudah lelah saat beraktifitas, Hiperparatiroidisme
klien juga meluh nyeri pada tulang ↓
dan sendi. hiperkalsemia
DO : - Klien terlihat lemah ↓
- TD : 120/90mmHg tulang
- N : 80x/mnt ↓
- RR : 24x/mnt Reabsorbsi kalsium
meningkat
- S : 36,7OC.

- pemeriksaan radiologi tampak
demineralisasi
adanya penipisan tulang dan
tulang
terbentuk kista serta adanya

trabekula pada tulang.
Mudah fraktur
- peningkatan kadar kalsium
serum

23
2. DS : Klien mengeluh sakit saat BAK Hiperparatiroidisme Gangguan eliminasi
DO : - TD : 120/90mmHg ↓ urine
- N : 80x/mnt hiperkalsemia
- RR : 24x/mnt ↓
- S : 36,7OC. ginjal
- Kadar kalsium dan fosfat urine ↓
meningkat Reabsorbsi kalsium
mengkat

hiperkalsiuria

nefrolithiasis

oligouri
3. DS : Klien mengatakan mual dan Hiperparatiroidisme Ketidakseimbangan
nafsu makan menurun. ↓ nutrisi kurang dari
DO : TD : 120/90mmHg hiperkalsemia kebutuhan tubuh
- N : 80x/mnt ↓
- RR : 24x/mnt ginjal
- S : 36,7OC ↓
- peningkatan kadar kalsium Traktus digestinal

serum
Mual,anoreksia
- kadar fosfat anorganik
menurun.
4. DS : Klien megatakan nyeri perut, Hiperparatiroidisme Konstipasi
mengejan saat BAB. ↓
DO : TD : 120/90mmHg hiperkalsemia
- N : 80x/mnt ↓
- peningkatan kadar kalsium Ginjal
serum ↓
Traktus digestinal

konstipasi

24
3.4 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul adalah sebagai berikut :
a. Risiko cidera yang berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan
fraktur patologi.
b. Gangguan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder
terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
dan mual.
d. Konstipasi berhubungan dengan penurunan laju metabolik sekunder akibat
hiperparatiroidisme.

3.5 Intervensi Keperawatan


a. Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan demineralisasi tulang yang
mengakibatkan fraktur patologi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan resiko
cedera pasien dapat terkontrol.
Kriteria Hasil :
- Pantau faktor resiko perilaku pribadi dan lingkungan
- Pengetahuan tentang resiko cedera yang dialami klien meningkat
- Mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian resiko
- Mempersiapkan lingkungan yang aman
- Klien mampu mengenali factor resiko cedera dari lingkungan
- Serum Ca dalam batas normal (8.4-10.2 mg/dL atau 2.1-2.8 mmol/L)

Intervensi :
1. Monitor hasil lab serum kalsium klien
R/ mengetahui kadar kalsium tulang
2. Lindungi klien dari kecelakaan jatuh, bila klien mengalami penurunan kesadaran
pasanglah tirali tempat tidurnya.
R/ karena klien rentan untuk mengalami fraktur patologis bahkan oleh benturan
ringan sekalipun.
3. Hindarkan klien dari satu posisi yang menetap, ubah posisi klien dengan hati-hati.
R/ agar tidak terjadi iritasi pada kulit dan terhindar dari cidera
4. Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari selama terjadi kelemahan fisik.

25
R/ agar klien tidak terjadi intoleransi aktivitas
5. Atur aktivitas yang tidak melelahkan klien.
R/ agar klien tidak cepat lelah
6. Ajarkan cara melindungi diri dari trauma fisik seperti cara mengubah posisi tubuh,
dan cara berjalan serta menghindari perubahan posisi yang tiba-tiba.
R/ agar terhindar dari kecelakaan dan cidera
7. Ajarkan klien cara menggunakan alat bantu berjalan bila dibutuhkan. Anjurkan klien
agar berjalan secara perlahan-lahan.
R/ agar terhindar dari kecelakaan dan cidera.

b. Gangguan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder


terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.
Tujuan : Pola eliminasi urin klien normal setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3 x24 jam.
Kriteria Hasil :
- Mampu ke toilet secara mandiri
- Tidak ada infeksi saluran kemih
- Eliminasi urine tidak terganggu
- Sekresi urine normal
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital
R/ mengetahui keadaan umum klien
2. Pantau intake dan output cairan
R/ mengetahui haluaran cairan
3. Anjurkan klien untuk perbanyak asupan sampai 2500 ml cairan per hari.
R/ agar tidak terjadi dehidrasi
4. Anjurkan klien minum sari buah canbery atau prune untuk membantu agar urine
lebih bersifat asam.
R/ Keasaman urine yang tinggi membantu mencegah pembentukan batu ginjal, karena
kalsium lebih mudah larut dalam urine yang asam ketimbang urine yang basa.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan berubahan


dengan anoreksia dan mual.

26
Tujuan : Nutrisi klien dapat terpenuhi setelah mendapat tindakan keperawatan selama
3x24 jam.
Kriteria Hasil : - nafsu makan meningkat
- Mual berkurang atau tidak mual.
- BB meningkat/ stabil
Intervensi :
1. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi diet rendah kalsium untuk memperbaiki
hiperkalsemia.
R/ diet rendah kalsium dapat memperbaiki hiperkalsemia.
2. Anjurkan klien untuk tidak mengkonsumsi susu dan produk susu dapat
menghilangkan sebagian manifestasi gastrointestinal yang tidak menyenangkan.
R/ karna susu mengandung kalsium yang dapat memperparah hiperkalsemia.
3. Anjurkan klien untuk mengembangkan diet yang mencakup tinggi kalori tanpa produk
yang mengandung susu.
R/ makanan tinggi kalori dapat memperbaiki hiperkalsemia.
4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu perencanaan diet klien.
R/ dengan diet yang tepat bisa memenuhi asupan nutrisi klien dan memperbaiki
hiperkalsemia.

e. Konstipasi berhubungan dengan penurunan laju metabolik sekunder akibat


hiperparatiroidisme.
Tujuan : Klien tidak mengalami konstipasi setelah mendapat tindakan keperawatan
selama 2x24 jam.
Kriteria Hasil :
- Mengeluarkan feses tanpa bantuan
- Mengkonsumsi cairan dan serat yang adekuat
- Latihan dalam jumlah yang adekuat
- Melaporkan keluarnya feses dengan berkurangnya nyeri.
Intervensi :
1. Upayakan tindakan yang dapat mencegah konstipasi dan pengerasan fekal yang
diakibatkan oleh hiperkalsemia.
R/ agar tidak terjadi konstipasi
2. Anjurkan klien minum satu gelas air hangat yang diminum 30 menit sebelum sarapan.
R/ cairan ini dapat bertindak sebagai stimulus untuk evakuasi feses.

27
3. Ajarkan individu untuk posisi semi jongkok normal.
R/ untuk memungkinkan penggunaan optimal otot abdomen dan efek gravitasi kuat.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat pelunak feses atau laksatif.
R/ agar klien tidak konstipasi dan feses menjadi lunak.

3.6 Implementasi
Implementasi merupakan tindakan dari intervensi
3.7 Evaluasi
Evaluasi merupakan hasil setelah implementasi dilakukan.

28
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hormon paratiroid dapat mempengaruhi banyak sistem didalam tubuh manusia.
Efek utama mengatur keseimbangan kalsium dan fosfat dalam tubuh. Kelainan hormon
paratiroid banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tumor jinak (adenoma
soliter), paratiroid carsinoma, dan hiperplasia pada sel kelenjar paratiroid yang dapat
mengakibatkan terjadinya hiperparatiroidisme. Dikatakan hiperparatiroidisme apabila
kelenjar paratiroid memproduksi hormon paratiroid lebih banyak dari biasanya.
Sedangkan hipoparatiroidisme sendiri merupakan kebalikan dari hiperparatiroidisme.

4.2 Saran
Melihat dari kasus kelainan pada kelenjar paratiroid, maka diharapkan para
tenaga medis dan perawat harus lebih profesional dan berpengalaman dalam mengkaji
seluruh sistem metabolisme yang mungkin terganggu karena adanya kelainan pada
kelenjar paratiroid. Karena penanganan dan pengkajian yang tepat akan menentukan
penatalaksanaan pengobatan yang cepat dan tepat pula pada kelainan kelenjar paratiroid.

29
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylin, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC.
Carpenito,Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi :10.
Jakarta:EGC.
Akbar, Faruq. 2009. Penyakit tiroid dan paratiroid. www.farospots.blogspots.com; diakses
tanggal 20 April 2009
Rumahorbor, Hotma.1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Endokrin.Jakarta:EGC.

30

Você também pode gostar