Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ELISSA DWIYANTI
A24104064
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Elissa Dwiyanti
A24104064
NRP : A24104064
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian
dari kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Bapak Dr. Boedi Tjahjono, DEA selaku pembimbing Skripsi I dan Ibu Dra.
Wikanti Asriningrum, M.Si selaku Pembimbing Skripsi II atas segala dukungan,
bimbingan, motivasi, nasihat, dan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis. Serta
untuk Bapak Dr. Ir. M. Ardiansyah sebagai dosen penguji yang telah banyak
memberikan masukan untuk penulis.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah memberikan dukungan data dan kerjasama dalam penelitian ini. Ucapan
terimakasih ini penulis sampaikan kepada Staf Bagian Pengolahan Data
Penginderaan Jauh di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN),
Bapak Sabri Mahyudin dan Staf di Bagian Tata Ruang Badan Perencanaan
Daerah (Bappeda) Kota Cilegon, dan Bapak Andi Jumhani di bagian Konservasi
Dinas Lingkungan Hidup, Pertambangan, dan Energi Kota Cilegon.
Keluargaku tercinta: Bapak Safurizal (Almarhum), Ibu Muzayanah, dan
Bapak Suhaemi atas segala do’a dan dukungan bagi penulis yang tiada terhingga,
serta kedua saudaraku Teh Yenny dan Nano, Bibi dan kedua sepupuku Ika dan
Assya atas do’a dan perhatiannya.
Terima kasih untuk Sahabat-sahabatku: Inga, Yesy, dan Rahmat atas
motivasi dan semangatnya. Untuk Lasapierzz: Mbal, Desi, Nika, Dian, Ratih,
Nibot, Lia, Novi, Heni, Rita, Septi, Mercy, dan Mba Restu yang selalu ada dalam
suka dan duka serta persahabatan yang menyenangkan.
Untuk Mba Reni, Mba Lela, Kak Hendi, dan Kak Aris terima kasih atas
segala bantuannya. Untuk Mba Ely terima kasih atas saran-saran dan kebaikannya
sebagai kakak, guru, dan senior yang sabar membimbing, dan untuk semua rekan
di bagian Penginderaan Jauh: Nana, Alwan, Shanty, Totenx, Sinta, Nisa, Tanti,
dan Aby atas semangat dan kerjasamanya.
x
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL………………………………………….................. xii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………. xiv
I. PENDAHULUAN………………………………………………….. 1
1.1. Latar Belakang………………………………………………… 1
1.2. Tujuan Penelitian………………………………………………. 2
1.3. Manfaat Penelitian……………………………………………... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………… 3
2.1. Beberapa Definisi Mengenai Lahan Kritis……………………... 3
2.2. Pengelompokan Lahan Kritis………………………………….. 3
2.2.1. Lahan Potensial Kritis…………………………………... 4
2.2.2. Lahan Agak Kritis………………………………………. 4
2.2.3. Lahan Kritis……………………………………………... 4
2.2.4. Lahan Sangat Kritis……………………………………... 5
2.3. Identifikasi dan Pemetaan Lahan Kritis……………………….. 5
2.4. Faktor Penyebab Lahan Kritis…………………………………. 8
2.4.1. Penutupan Lahan....................................................……... 8
2.4.2. Kemiringan Lereng……………………………………... 9
2.4.3. Erosi…………………………………………………….. 9
2.4.4. Manajemen Lahan………………………………………. 9
2.5. Geomorfologi…………………………………………………... 10
2.6. Penginderaan Jauh……………………………………………... 11
+
2.7. Landsat ETM ………………………………………………….. 12
2.8. Klasifikasi Bentuklahan (Landform) dan Penutup Lahan
(Landcover)/ Penggunaan Lahan (Landuse)…………………… 15
2.8.1. Klasifikasi Bentuklahan (Landform)……………………. 15
2.8.2. Klasifikasi Penutup Lahan (Landcover)/ Penggunaan
Lahan (Landuse)………………………………………... 18
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Kriteria Lahan Kritis (Departemen Kehutanan, 2003) dalam
7
Herdiana (2008)………………………………………………
2. Indeks Penentuan Kelas Lahan Kritis……………………….. 8
3. Karakteristik Landsat ETM+………………………………… 15
4. Karakteristik Band Landsat ETM+…………………………... 16
5. Data dan Peta yang digunakan dalam Penelitian..................... 20
6. Peralatan yang digunakan dalam Penelitian............................. 21
7. Nilai OIF Daerah Penelitian…………………………………. 40
8. Rangkuman Hasil Pengolahan Terseleksi Citra Landsat
ETM+ untuk Identifikasi Bentuklahan dan
Penutupan/Penggunaan Lahan................................................. 49
9. Luas Bentuklahan di Daerah Penelitian................................... 53
10. Luas Penutup/Penggunaan Lahan Derah Penelitian……........ 57
11. Kemiringan Lereng dan Skor Penentu Parameter Erosi……. 61
12. Luas Kelas Lereng Daerah Penelitian..................................... 64
13. Tingkat erodibilitas Daerah Penelitian.................................... 64
14. Manajemen Lahan Daerah Penelitian……………………….. 65
15. Luas Lahan Kritis di Daerah Penelitian……………………... 67
16. Luas Lahan Kritis pada Penutup/Penggunaan Lahan……….. 69
17. Luas Luas Kawasan Lindung Daerah Penelitian…………….. 70
18. Luas Lahan Kritis di Kawasan Lindung Daerah Penelitian…. 71
Nomor Halaman
Lampiran
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Diagram Alir Metode Penelitian…………………………… 28
2. Peta Daerah Penelitian……………………………………… 30
3. Peta Geologi Daerah Penelitian……………………………… 33
4. Peta Jenis Tanah Daerah Penelitian…………………………. 34
5. Peta Pola Curah Hujan Daerah Penelitian…………………… 36
+
6. Citra Landsat ETM Wilayah Kota Cilegon………………… 38
+
7. Citra Landsat ETM Wilayah di sekitar Kota Cilegon………. 39
8. Variasi Komposit dari Fusi 245 di Daerah Penelitian……….. 41
9. Variasi Penajaman Spektral Komposit RGB 542 di Daerah
Penelitian……………………………………………………. 43
10. Hasil Fusi Multispasial Landsat ETM+……………………… 44
11. Fusi Multispasial Metode Brovey dan RGBI dengan
Penajaman High Pass Fiter, Sharpen 11……………………. 46
12. Fusi Multispasial Brovey dengan Variasi Penajaman di
Daerah Penelitian……………………………………………. 47
13. Hasil Fusi Multispasial Metode Brovey dan RGBI terpilih.... 50
14. Peta Bentuklahan Daerah Penelitian……............................... 52
15. Citra Landsat RGBI 4528, HPF Sharpen11 dengan Peta
Bentuklahan Daerah Penelitian................................................ 53
16. Peta Penutup/Penggunaan Lahan Daerah Penelitian……….... 58
17. Peta Penutup/Penggunaan Lahan dan Peta Kawasan Hutan
Daerah Penelitian……………………………………………. 59
18. Contoh Foto Cek Lapang Untuk Penggunaan Lahan Kebun
Campuran dan Tegalan……………………………………… 60
19. Peta Kemiringan Lereng Daerah Penelitian…………………. 62
20. Contoh Penggunaan Lahan di Daerah Penelitian…………… 63
21. Peta Erodibilitas Daerah Penelitian………………………….. 65
xvii
Nomor Halaman
Lampiran
1. Peta Tekstur Tanah Daerah penelitian………………………. 77
2. Peta Kedalaman Efektif Tanah Daerah Penelitian………….. 78
3. Contoh Foto Manajemen Lahan…………………………….. 82
4. Contoh Foto-Foto Lahan Kritis di Lapangan………………... 82
1
I. PENDAHULUAN
ii. Tanah mempunyai kedalaman efektif yang dangkal, kurang dari 60 cm.
iii. Persentase penutupan lahan rendah (antara 25-50%).
iv. Kesuburan tanah rendah.
perubahan penggunaan atau aktivitas terhadap suatu lahan yang berbeda dengan
penggunaan sebelumnya, baik untuk tujuan komersil maupun industri. Perubahan
penggunaan lahan dari lahan pertanian ke lahan non pertanian bersifat tidak balik,
karena untuk mengembalikannya membutuhkan modal yang sangat besar.
2.4.3. Erosi
Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkatnya tanah atau bagian-
bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami (Arsyad, 2000).
Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis
dan terangkut yang kemudian diendapkan di tempat lain. Pengikisan tanah
tersebut terjadi oleh media alami, yaitu oleh air ataupun angin.
Erosi oleh angin disebabkan oleh kekuatan angin, sedangkan erosi air
ditimbulkan oleh kekuatan air. Di daerah beriklim basah, erosi oleh air lebih
dominan, sedangkan erosi oleh angin tidak berarti. Erosi oleh angin merupakan
peristiwa yang sangat dominan di daerah beriklim kering (Arsyad, 2000).
2.5. Geomorfologi
Geomorfologi merupakan salah satu cabang ilmu kebumian (earth sciences)
yang mempelajari tentang bentuk permukaan bumi atau bentuklahan (landform).
Kajian geomorfologi merupakan suatu deskrpisi dan penjelasan (eksplaination)
bentuklahan yang mencangkup aspek-aspek morfologi (morfografi dan
morfometri), morfogenesis (endogen dan eksogen), morfokronologi (dalam ruang
dan waktu) serta struktur dan litologi penyusunnya.
Aspek morfologi mencangkup dua aspek, yaitu morfografi dan morfometri.
Morfografi mendeskripsi bentuk permukaan bumi, baik yang berukuran besar
seperti pegunungan, gunung api, dataran, maupun yang berukuran kecil seperti
bukit, lembah, dan kipas alluvial. Morfometri membahas tentang ukuran-ukuran
bentuklahan, seperti kemiringan lereng, ketinggian arah, dan sebagainya. Aspek
morfogenesis mencangkup kajian terhadap proses geomorfik atau proses
geomorfologis yang bekerja pada masa lampau dan masa sekarang yang
membentuk bentuklahan aktual. Aspek morfokronologi menyangkut kronologi
atau waktu pembentukan berbagai bentuklahan dan prosesnya, sedangkan aspek
struktur dan litologi penyusunnya mengkaji mengenai material-material penyusun
bentuk permukaan bumi atau struktur geologi dan jenis batuan/mineral.
Bentuklahan (landform) adalah suatu bagian dari bentuk permukaan bumi
yang mempunyai karakteristik tertentu dan dihasilkan dari satu atau gabungan
beberapa proses geomorfik dalam kurun waktu tertentu (Thormbury, 1954 dalam
Asriningrum, 2002).
Proses geomorfik adalah semua perubahan baik fisik maupun kimia yang
mempengaruhi perubahan bentuk muka bumi. Agen/anasir geomorfik (geomorfik
11
agent) adalah semua media alami yang mampu memantapkan dan mengangkut
bahan bumi (Wiradisastra et al, 2002).
Geomorfologi dan penginderaan jauh mempunyai kaitan yang erat untuk
menganalisis berbagai bentuklahan dapat digunakan data penginderaan jauh, yaitu
foto udara atau citra digital sebagai salah satu alat untuk mengkaji lebih awal dan
dilakukan secara ruang. Pengamatan lapang merupakan data tambahan ruang yang
lebih spesifik untuk tambahan pengkajian yang tuntas. Berbagai kenampakan
yang dapat dilihat dari foto udara atau citra digital adalah bentuk topografi, pola
drainase, kenampakan proses dinamik, tipe bentuklahan dan distribusinya, pola
dan distribusi penutup/penggunaan lahan atau vegetasi dan pola penggunaan lahan
dan distribusinya (Wiradisastra et al, 2002).
Analisis geomorfologi diperlukan untuk mengetahui sebaran bentanglahan
(landscape) dari bentuklahan (landform) seperti dataran, dataran tinggi,
pegunungan, serta fitur-fitur kecil seperti lembah, lereng dan alluvial.
Bentuklahan tersebut dapat memberikan pemahaman mengenai karakteristik alam
dan pembentukannya. Karakteristik bentuklahan dapat mempengaruhi
penggunaan lahan. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan karakteristik
bentuklahan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan seperti banjir, longsor,
erosi, lahan kritis dan lain-lain.
Peranan geomorfologi dalam studi lahan kritis sangat penting khususnya
untuk mengkaji bentuklahan, hubungan bentuklahan dengan penggunaan lahan,
serta kondisi fisik aktual setelah ada interverensi manusia dalam memanfaatkan
lahan.
numerik) dan data visual. Data visual terdiri dari citra maupun non citra. Data
citra berupa gambaran yang mirip ujud aslinya atau berupa gambaran planimetrik
sedangkan data non citra pada umumnya berupa garis atau grafik (Sutatnto, 1986).
Simonett et al. (1983) dalam Sutanto (1986) mengutarakan pengertian
tentang citra yaitu suatu gambaran rekaman dari objek (biasanya berupa gambaran
pada foto) yang dihasilkan dengan cara optik, elektro-optik, optik mekanik, atau
elektronik.
Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara atau penalaran
untuk mendeteksi, mengidentifikasi, dan menilai arti pentingnya objek yang
tergambar pada citra (Estes dan Simonett, 1975, dalam Sutanto, 1986).
Interpretasi citra mempunyai sembilan unsur, yaitu (1) rona atau warna, (2)
ukuran, (3) bentuk, (4) tekstur, (5) pola, (6) tinggi, (7) bayangan, (8) situs dan (9)
asosiasi. Sembilan unsur interpretasi citra ini disusun secara hirarki (Sutanto,
1986).
Peranan penginderaan jauh dalam studi lahan kritis adalah untuk melakukan
identifikasi dan interpretasi citra secara visual maupun digital sehingga dapat
menghasilkan suatu peta lahan kritis.
Panjang Resolusi
Band Gelombang Spasial Karakteristik
(µm) (m)
Penetrasi maksimum pada air berguna
untuk pemetaan bathimetri pada air
1 (biru) 0,450-0,515 30
dangkal. Berguna untuk pembedaan antara
tanah dan vegetasi.
Sesuai untuk mengindera puncak pantulan
2 (hijau) 0,525-0,605 30 vegetasi dan bermanfaat untuk perkiraan
pertumbuhan tanaman.
Sesuai untuk membedakan absorbs klorofil
3 (merah) 0.630-0,690 30 yang penting untuk membedakan tipe
vegetasi.
Berguna untuk menentukan kandungan
4 (inframerah biomas, tipe vegetasi, pemetaan garis
0,750-0,900 30
dekat) pantai serta membedakan antara tanaman-
tanah dan lahan-air.
Menunjukkan kandungan kelembaban
5 (inframerah tanah dan vegetasi. Penetrasi awan tipis.
1,550-1,750 30
tengah I) Baik untuk kekontrasan antara tipe
vegetasi.
Berguna untuk mendeteksi gejala alam
6 (inframerah yang berhubungan dengan panas. Citra
10,40-12,50 60
termal) malam hari berguna untuk pemetaan termal
dan untuk perkiraan kelembaban tanah.
Sama dengan absorbs band yang
disebabkan oleh ion hidroksil dalam
mineral. Rasio antara band 5 dan 7 berguna
7 (inframerah
2,090-2,350 30 untuk pemetaan perubahan batuan secata
tengah II)
hidrotermal yang berhubungan dengan
endapan mineral dan sensitive terhadap
kandungan kelembaban vegetasi.
Resolusi spasial yang tinggi bermanfaat
8 (pankromatik) 0,520-0,900 15
untuk identifikasi objek lebih detail.
Sumber: EROS Data Center (1995), dalam Asriningrum (2002).
17
Nama Alat
No. Pengolahan Data
Survei
Hardware Software
1. Seperangkat komputer ER Mapper 6,4 GPS
2. Scanner Erdas Imagine 8,5 Clino m
3. Printer Arc View 3,3 Bor tanah
4. Panavue Alat tulis
5. Microsoft Word 2007
6. Microsoft Exel 2007
a) Koreksi Geometrik
Koreksi geometrik atau rektifikasi bertujuan memperbaiki distorsi
geometrik sehingga diperoleh citra dengan sistem proyeksi dan koordinat seperti
yang ada pada peta. Koreksi geometrik ini dapat dilakukan dengan cara koreksi
citra yang belum terkoreksi ke peta digital (image to map geo-correction).
Koreksi geometrik dilakukan pada citra dengan mengidentifikasi Ground Control
Point (GCP) atau titik ikat yang mudah ditentukan seperti perumahan kecil atau
bangunan yang terisolasi yang dibuat merata pada seluruh citra. Akurasi yang baik
ditunjukkan oleh nilai Root Mean Square Errorr (RMS-error) yang sangat kecil
22
mendekati nol atau kurang dari 0,5. Akan tetapi dalam penelitian ini tidak
dilakukan koreksi geometrik karena citra yang ada sudah terkoreksi secara
sistematis.
• Klasifikasi Citra
Dalam interpretasi citra secara digital dilakukan klasifikasi citra yang
bertujuan untuk mendapatkan kelas-kelas penutup/penggunaan lahan dengan
mengelompokkan piksel-piksel dari citra.
Klasifikasi dilakukan secara terbimbing (supervised) dengan
menggunakan metode Klasifikasi Kemungkinan Maksimum (Maximum
Likelihood Classification). Klasifikasi ini dilakukan setelah diperoleh daerah
contoh (training site).
Ketelitian klasifikasi dinilai dari Nilai Kappa dan Matrik Konfusi dengan
ketelitian minimal 85%.
Klasifikasi penggunaan lahan dalam penelitian ini mengacu pada hasil
rekomendasi klasifikasi penutup/penggunaan lahan untuk pemetaan tematik dari
UGM dan Bakosurtanal (2000).
b) Interpretasi Visual
Interpretasi data penginderaan jauh secara visual dilakukan melalui
interpretasi dan klasifikasi kenampakan asli dari citra.
Pada tahap ini dilakukan interpretasi citra dengan memasukkan kriteria
identifikasi bentuklahan, penutup/penggunaan lahan, dan kunci interpretasi
penginderaan jauh.
Interpretasi digital dan visual dilakukan untuk menghasilkan peta
bentuklahan sementara, peta penutup/penggunaan lahan sementara, dan peta lahan
kritis sementara. Peta lahan kritis ini dibuat berdasarkan klasifikasi menurut
Sitorus (2004), yang mencangkup: lahan potensial kritis, lahan agak kritis, lahan
kritis, dan lahan sangat kritis. Peta-peta tersebut dibuat untuk dapat digunakan
pada saat pengecekan lapang.
Interpretasi
Citra
Digital Visual
Kriteria identifiasi
- Landform
Visual
- Landuse
- Kunci interpretasi
Peta kerja :
Pelaksanaan survey :
- Registrasi
Persiapan Administrasi - Tentukan lokasi (GPS)
- Digitasi Pengecekan Lapang - Tentukan titik pengeboran
data lokasi
- Overlay tanah
- Analisis fisik tanah
Pengecekan Lapang
Analisis Hasil
Identifikasi Hasil
Analisis Hasil
Kota Cilegon terletak pada garis meridian 50 52’ 24” – 60 04’ 07” Lintang
Selatan (LS) dan di antara 1050 54’ 05” – 1060 05’ 11” Bujur Timur (BT). Secara
administratif Kota Cilegon termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Serang
Propinsi Banten berbatasan dengan:
Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Bojonegara (Kabupaten
Serang).
Sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda.
Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Anyer dan Kecamatan
Mancak (Kabupaten Serang).
Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kramatwatu (Kabupaten
Serang).
4.2. Geomorfologi
Berdasarkan kenampakan dari citra satelit Landsat ETM+ tahun 2001,
bentuklahan Kota Cilegon didominasi oleh bentuklahan Vulkanik dengan umur
batuan kuarter dan proses pembentukan secara tektonik. Secara umum daerah ini
dicirikan oleh adanya beberapa satuan bentang alam, yaitu: Satuan Perbukitan
bergelombang Rendah dan Satuan Dataran Rendah. Satuan bentang alam tersebut
adalah sebagai berikut:
4.5. Hidrologi
Untuk sebaran air permukaan, di wilayah Kota Cilegon terdapat beberapa
sungai kecil (kali). Secara umum dapat disebutkan kali-kali yang terdapat di Kota
Cilegon adalah: Kali Kahal, Kali Tompos, Kali Sekong, Kali Gayam, (debit air 36
liter/detik), Kali Medaksa, Kali Sangkanila, Kali Cikuasa, Kali Sumur Wuluh,
Kali Gerem, Kali Grogol, Kali Cijalumpong, Kali Cibeber (3.000 liter/detik), Kali
Kedungingas (14.000 liter/detik), Kali Cidanau (2.000 liter/detik), Kali Krenceng
(5 liter/detik) dan Kali Cipayurugan.
Dari sejumlah kali tersebut, yang sudah dimanfaatkan untuk kegiatan
komersial adalah Kali Cidanau. Aliran air Kali Cidanau ini di daerah Krenceng
ditampung dalam sebuah waduk (Waduk Krenceng/Waduk Krakatau Steel) untuk
selanjutnya diolah dan dimanfaatkan untuk kebutuhan air industri serta untuk
pelayanan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga.
Kota Cilegon
4.8. Kependudukan
Jumlah penduduk Kota Cilegon dari tahun ke tahun mengalami pertambahan
yang semakin besar. Jumlah penduduk Kota Cilegon pada tahun 2006 sebesar
339.316 jiwa, dengan komposisi 176.276 laki-laki dan 163.440 perempuan,
dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,32% pertahun dan tingkat
kepadatan mencapai 1.936 jiwa/km2.
Situasi ketenagakerjaan di Kota Cilegon pada tahun 2006 menunjukkan
terjadinya peningkatan angkatan kerja dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Lebih dari separuh penduduk 10 tahun keatas bekerja di sektor perdagangan, hotel
dan restoran dan sektor industri pengolahan, masing-masing sebesar 27,74% dan
27,38%.
37
4.8.1. Pendidikan
Sarana pendidikan di wilayah Kota Cilegon terdiri dari pendidikan Taman
Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah
Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) , Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), dan Perguruan Tinggi (PT).
Penduduk di wilayah Kota Cilegon sebagian besar menamatkan
pendidikan pada tingkat SMA dan sedikit penduduk yang tidak memiliki
pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari persentase penduduk 5 tahun ke atas
menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan di Kota Cilegon tahun 2006 adalah:
untuk tingkat pendidikan SD/MI sebesar 22,13%, SLTP/MTs sebesar 21,07%,
SMU/MA sebesar 25,31%, SMK sebesar 9,89%, D1/D2 sebesar 1,07%,
D3/Akademi sebesar 1,52%, D4/S1-Sarjana sebesar 3,53%, S2/S3 sebesar 0,52%,
dan untuk penduduk yang tidak mempunyai ijazah pendidikan sebesar 14,97%.
Kota Cilegon
Kab Serang
Selat Sunda
Pemilihan kombinasi band terbaik diambil dari fusi yang memiliki nilai
OIF tertinggi, akan tetapi fusi 145 tidak dipilih melainkan fusi 245 yang dipilih
sebagai kombinasi terbaik walaupun fusi 245 berada diurutan kedelapan. Fusi ini
dipilih karena band 1 memiliki hamburan spektral tinggi yang menaikkan nilai
OIF sehingga tidak dapat mewakili nilai spektral permukaan bumi sebenarnya.
Dari fusi terseleksi 245 ini selanjutnya dipilih warna komposit RGB-nya.
Terdapat 6 kombinasi dari 245 yaitu: 245, 254, 425, 452, 524, dan 542. Dari
keenam kombinasi tersebut dipilih tiga kombinasi yang kenampakannya paling
jelas dan paling kontras. Dari keenam kombinasi tersebut, fusi 254, 452, dan 542
terlihat lebih jelas dibandingkan tiga kombinasi yang lain. Kemudian dari ke tiga
kombinasi tersebut diseleksi kembali untuk mendapatkan citra dengan
kenampakan bentuklahan dan penutup/penggunaan lahan yang paling jelas. Dari
proses penyeleksian akhirnya terpilih citra komposit untuk kenampakan
bentuklahan paling jelas, yaitu fusi multispektral 452 karena dapat menampilkan
detail bentuk permukaan bumi lebih baik. Untuk kenampakan
penutup/penggunaan lahan dipilih fusi multispektral 542 karena dapat
menampilkan warna natural dengan kontras warna paling tegas dan paling jelas
dalam menampilkan penutup/penggunaan lahan. Variasi komposit RGB dari fusi
245 dapat dilihat pada Gambar 8.
41
melalui fusi band 123 dengan memasukkan setiap band spektral tepat pada filter
merah, hijau, dan biru, sehingga merupakan komposit RGB 321.
Berdasarkan perhitungan nilai OIF pada daerah peneltian diperoleh bahwa
fusi band 123 memiliki nilai OIF terendah atau berada diurutan ke 20. Nilai OIF
untuk fusi band 123 juga menempati urutan ke 20 atau urutan terendah pada hasil
penelitian Asriningrum (2002) untuk daerah model dan verifikasi bentuklahan
marin, fluvial, struktural, dan vulkanik, sedangkan untuk bentuklahan karst berada
diurutan ke 19 (Tabel Lampiran 2), sehingga dari hasil tersebut dapat dikatakan
bahwa citra komposit warna semu memiliki tampilan yang lebih baik
dibandingkan dengan citra komposit warna sebenarnya.
diperoleh citra yang memiliki resolusi spektral dan resolusi spasial yang lebih
tinggi. Dalam hal ini band 1, 2, 3,4, 5, dan 7 digabung dengan band 8 sehinggga
diperoleh citra baru dengan resolusi spasial 15 m dan memiliki kombinasi warna.
Hasil dari proses fusi multispasial ini di sajikan pada Gambar 10.
kontras secara spektral dan bagus untuk kenampakan alami lahan dan air.
Sedangkan pada metode RGBI proses fusi dilakukan terlebih dahulu dengan
mentransformasikan kombinasi tiga band (komposit RGB 452 atau 542) ke dalam
sistem Hue dan Saturasi, dan transformasi citra pankromatik ke dalam Intensity,
sehingga diperoleh nilai Hue, Saturasi, dan Intensity (HSI) yang dihitung
berdasarkan nilai RGB dari kombinasi tersebut, hasilnya kemudian ditransformasi
kembali ke dalam RGB dengan bentuk akhir adalah RGB, sehingga hasil dari fusi
ini dapat mempertipis liputan awan dan pada citra di daerah penelitian ini terlihat
lebih kontras untuk kenampakan relief.
Gambar 13. Hasil Fusi Multispasial Metode Brovey dan RGBI terpilih.
Kiri: citra untuk identifikasi bentuklahan, kanan: citra untuk identifikasi penutup/penggunaan lahan
51
Bentuklahan Gisik (Beach) dan Tebing Pantai (Cliff) pada citra dicirikan
adanya bentuk seperti bayang-bayang dan terdapat di pinggiran pantai.
Bentuklahan ini terdapat di bagian Kecamatan Pulomerak yang dekat dengan laut.
Untuk melakukan identifikasi dan interpretasi bentuklahan di daerah
penelitian, digunakan hasil pengolahan citra kombinasi band 452 hasil fusi
multispasial RGBI high pass filter, Sharpen11 seperti yang telah diuraikan di
atas. Identifikasi dan interpretasi bentuklahan di lakukan secara visual terhadap
citra tersebut di atas. Dari hasil interpretasi di peroleh delapan jenis bentuklahan,
yaitu: Kerucut Vulkanik Denudasional Gunung Gede (KVDG), Tubuh Vulkanik
Tersisa (TVs), Dataran Fluvio Vulkanik (DFV), Kipas Ignimbritik (KI),
Perbukitan Vulkanik Denudasional (PVD), Kerucut Vulkanik Denudasional
Gunung Cidano (KVDC), Gisik (Beach), dan Tebing Pantai (Cliff).
Dari hasil interpretasi tersebut, kemudian di lakukan cek lapangan untuk
menguji kebenarannya. Hasil dari interpretasi dan cek lapangan tersebut
menghasilkan peta bentuklahan seperti yang disajikan pada Gambar 14.
Sedangkan Tabel 9 disajikan untuk luasan bentuklahan di daerah penelitian.
Gambar 14. Peta Bentuklahan Hasil Interpretasi Visual dan Cek Lapangan di Daerah
Penelitian
53
TVs
KVDG
DFV
PVD
KI
KVDC
Gambar 15. Citra Landsat RGBI 4528, HPF Sharpen11 dengan Peta Bentuklahan
Daerah Penelitian
Beach 53 0,30
Cliff 29 0,16
DFV 3.254 18,08
KI 8.195 45,53
TVs 39 0,21
PVD 402 2,23
KVDG 4.860 27,00
KVDC 1.168 6,49
Total 18.002 100,00
54
berbentuk kipas. Bentuklahan ini tersusun atas endapan abu dan batu apung serta
tuff vulkanik dari hasil letusan gunungapi berumur kuarter. Sebenarnya material
penyusun bentuklahan ini adalah hasil letusan Gunung Cidano pada saat
terbentuknya kaldera Cidano yang banyak menghasilkan ignimbrite. Berhubung
endapan ignimbrite ini menempati lereng kaki kompleks Cidano dan berbentuk
seperti kipas, maka bentuklahan ini dapat dinamakan Kipas Ignimbritik.
Bentuklahan ini mempunyai kemiringan lereng 8-<15% dan mempunyai elevasi
antara 0-50 m di atas permukaan laut.
parasit yang muncul di lereng kaki Gunung Gede yang kemudian tidak aktif dan
mengalami abrasi.
Gambar 16. Peta Penutup/Penggunaan Lahan Daerah Penelitian yang Merupakan Hasil
dari Klasifikasi terbimbing yang dikerjakan pada Perangkat Lunak Erdas Imagine 8,5
59
Gambar 17. Peta Penutup/penggunaan Lahan dan Peta Kawasan Hutan Daerah
Penelitian
lahan tersebut digunakan untuk tanaman tegalan, seperti kacang dan sayur-
sayuran. Persawahan di daerah ini letaknya berdekatan dengan permukiman, yang
memudahkan aksesibilitas bagi petani.
Gambar 18. Contoh Foto Cek Lapang Untuk Penggunaan Lahan Kebun
Campuran dan Tegalan
Berdasarkan tabel nilai K tersebut di atas dan peta jenis tanah di daerah
penelitian, maka dapat di susun sebuah peta erodibilitas tanah (Gambar 21).
Gambar 21 diperoleh dari tabel nilai K untuk jenis tanah Alluvial, Latosol,
dan Regosol, sesuai dengan jenis tanah di daerah penelitian. Berdasarkan peta
diatas, daerah penelitian memiliki dua nilai K atau hanya memiliki dua kelas
erodibilitas tanah, yaitu sangat rendah dengan nilai K = 0,09, dan rendah dengan
nilai K = 0,14. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka daerah penelitian
termasuk daerah yang tanahnya tidak mudah tererosi.
65
Penutup/Penggunaan
LTK (Ha) LTK (%) LPK (Ha) LPK (%) LAK (Ha) LAK (%) LK (Ha) LK (%)
Lahan
Hutan - - - - 3 0,02 658 3,66
Kebun
3 0,02 265 1,47 749 4,16 6.319 35,10
Campuran/Tegalan
Industri 2.081 11,56 23 0,13 - - - -
Permukiman 2.485 13,80 1 0,006 - - - -
Sawah 3.851 21,39 - - - - - -
Semak/Lahan
- - - - 76 0.42 956 5,31
Terbuka
Tambak/Rawa 421 2,34 - - - - - -
Waduk 111 0,62 - - - - - -
Total 8.952 49,73 289 1,606 828 4,6 7.933 44,07
Ket: LTK = Lahan Tidak Kritis
LPK = Lahan Potensial Kritis
LAK = Lahan Agak Kritis
LK = Lahan Kritis
70
Gambar 23. Peta Lahan Kritis dan Peta Kawasan Hutan di Daerah
Penelitian
Gambar 24. Foto Pengamatan Lapang untuk Daerah Hasil Rehabilitasi Lahan
Kritis di Daerah Penelitian
73
6.1 Kesimpulan
Data penginderaan jauh yang terseleksi untuk identifikasi lahan kritis
adalah citra landsat ETM+ dengan komposit 452 dan 542. Untuk identifikasi
bentuklahan menggunakan hasil fusi multispasial metode RGBI 4528 dengan
penajaman High Pass Filter, Sharpen11, dan untuk identifikasi
penutupan/penggunaan lahan menggunakan metode Brovey 5428 dengan
penajaman High Pass Filter, Sharpen11. Hasil fusi tersebut baik untuk studi
geomorfologi maupun penutupan/penggunaan lahan. Dengan demikian citra
landsat ETM+ cukup baik untuk pemetaan lahan kritis melalui identifikasi
bentuklahan dan penutup/penggunaan lahan.
Persebaran lahan kritis di daerah penelitian berada di atas bentuklahan
Kerucut Vulkanik Denudasional Gunung Gede (KVDG), Kerucut Vulkanik
Denudasional Gunung Cidano (KVDC), dan Perbukitan Vulkanik Denudasional
(PVD). Ketiga bentuklahan tersebut memiliki relief perbukitan dan pegunungan.
Faktor morfologi bentuklahan (lereng) dengan demikian banyak menentukan
tingkat kekritisan lahan karena ketiga bentuklahan tersebut mempunyai
morfogenesis yang sama, yaitu bentuklahan vulkanik. Lahan kritis di atas KVDG
lebih luas daripada dua bentuklahan lainnya disebabkan, luas lereng curam pada
bentuklahan KVDG lebih besar. Hal ini disebabkan di atas bentuklahan ini tidak
banyak tertutup oleh bahan pyroklastik dibandingkan pada dua bentuklahan
lainnya yang banyak mengandung endapan tufa atau ignimbrite Gunung Cidano.
Selain bentuklahan, tingkat kekritisan lahan banyak juga di pengaruhi oleh
jenis penggunaan lahan. Lahan kritis banyak terdapat juga di penggunaan lahan
kebun campuran/tegalan (35,10%) dan semak/lahan terbuka (5,31%). Dengan
demikian upaya konservasi tanah dan air dapat dijadikan program pemerintah
terhadap jenis penggunaan lahan tersebut sebagai prioritas untuk mengurangi luas
lahan kritis.
Lahan kritis banyak terjadi di Kawasan Hutan (92,56%) dari pada di
kawasan budidaya (39,71%). Hal ini menunjukkan bahwa program reboisasi perlu
74
6.2. Saran
Kondisi lahan kritis di Kota Cilegon harus diperbaiki sehingga tidak
bertambah atau menjadi lahan sangat kritis. Sedangkan manajemen lahan yang
baik dapat dibantu oleh penyuluh pertanian dan pembinaan pengetahuan
masyarakat mengenai kerusakan lingkungan. Selain faktor fisik lahan, industri
juga berpengaruh terhadap terbentuknya lahan kritis karena pengaruh gas-gas
kimia berbahaya dan limbah industri yang mencemari lingkungan setempat.
Penelitian untuk permasalahan ini perlu di lakukan tersendiri.
75
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor. IPB Press.
Bogor.
Asriningrum, W. 2002. Studi Kemampuan Landsat ETM+ untuk Identifikasi
Bentuklahan (Landform) di Daerah Jakarta-Bogor. [tesis]. Program
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
[BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2000. Data pokok
Pembangunan Kota Cilegon. Bappeda. Cilegon.
[BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2006. Kajian
Kemampuan Tanah Pertanian di Kota Cilegon. Rekacipta Bangun
Struktur. Cilegon.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kota Cilegon. 2007. Cilegon dalam Angka 2006.
Bapeda. Cilegon.
Danoedoro, P. 1996. Pengolahan Citra Digital (Teori dan Aplikasinya dalam
Bidang Penginderaan Jauh). Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta.
Departemen Kehutanan. 2003. Buku Utama Gerakan Rehabilitasi Hutan dan
Lahan (GN-RHL) di 29 DAS Prioritas Tahun 2003. Departemen
Kehutanan. Jakarta.
ER Mapper. 1997. ER Mapper 5.5 Level One Training Workbook. Western
Australia. Earth Resourch Mapping.
FAO. 1997. Soil Degradation in South and Southeast Asia. UNEP-FAO-ISRIC.
Netherland.
Herdiana, D. 2008. Identifikasi Lahan Kritis Kaitannya dengan Penataan Ruang
dan Kegiatan Rehabilitasi Lahan di Kabupaten Sumedang. [tesis].
Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kristiani, Y. 2007. Analisis Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan dan
Hubungannya dengan Lahan Kritis Menggunakan Data Inderaja dan SIG
Kasus DAS Citarum Hulu [skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Lillesand, T.M. dan R.W. Kiefer. 1994. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra
(Terjemahan). Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
76
Tabel Lampiran 2. Nilai OIF pada Daerah Model Bentuklahan Marin, Fluvial, Karst, Struktural, dan Vulkanik. (Asriningrum, 2002)
No. Marin Fluvial Karst Struktural Vulkanik
Fusi OIF Fusi OIF Fusi OIF Fusi OIF Fusi OIF
1 147 111.163 347 98.790 347 51.444 347 51.232 345 51.361
2 347 124.090 147 84.136 247 44.871 134 44.574 347 49.459
3 457 137.156 247 79.048 457 44.316 345 43.763 147 46.551
4 145 106.610 134 73.247 345 44.296 147 42.475 145 48.453
5 247 113.789 234 66.639 147 43.078 234 40.741 134 43.305
6 345 119.537 345 62.917 234 42.846 247 39.074 234 44.109
7 157 120.163 457 56.247 134 41.048 145 35.907 247 47.355
8 134 93.544 145 52.672 245 37.951 457 33.913 457 54.607
9 357 133.090 124 51.845 357 37.330 245 32.436 245 49.257
10 245 109.236 245 48.927 237 36.741 124 30.994 124 41.201
11 257 46.493 357 33.370 145 36.299 357 25.190 357 19.255
12 234 45.171 257 30.751 137 35.282 257 21.900 157 19.203
13 124 42.084 157 30.578 257 34.488 157 21.658 135 18.447
14 135 41.855 237 28.628 124 34.424 235 20.958 257 17.485
15 137 41.128 137 28.282 235 34.240 135 20.564 235 17.292
16 235 39.898 135 26.875 157 33.111 237 19.682 125 16.473
17 237 39.885 235 26.792 135 32.842 137 18.852 137 14.967
18 125 37.165 127 25.452 127 32.128 125 16.981 237 14.495
19 127 36.959 125 23.257 123 30.906 127 16.063 127 13.910
20 123 28.037 123 19.557 125 29.436 123 13.101 123 11.359
81
Tabel Lampiran 4. Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kota Cilegon Tahun
2004-2006
Tahun Kagiatan Luas/Unit Lokasi
125 Ha Pabean dan Randakari
Hutan Rakyat
12 Ha Gunung Sugih
2004
Penghijauan Kota 100 Ha Cibeber, Cilegon, dan Citangkil
Sumur Resapan 50 Unit Cibeber dan Citangkil
Gunung Sugih, Kepuh, Lebak
300 Ha Denok, Dringo, Grogol, dan
Hutan Rakyat
Gerem
25 Ha Lebakgede dan Kepuh
2005
Pengkayaan Kec. Pulomerak
200 Ha
Tanaman
Sumur Resapan 20 Unit Kalitimbang dan Cikerai
Gully Plug 10 Unit Grogol dan Gerem
25 Ha Cikerai
Hutan Rakyat Pabean, Tegalbunder, dan
75 Ha
Purwakarta
Pengkayaan Bulakan
2006 25 Ha
Tanaman
Hutan Rakyat Randakari dan Banjarnegara
100 Ha
Kemitraan
Gully Plug 8 Unit Mekarsari dan Lebakgede
82
a) b)